Anda di halaman 1dari 10

KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA

HINDU BUDHA
kehidupan masyarakat Indonesia dapat dibagi dalam 3 (tiga) masa, yaitu :

(1) masa berburu dan mengumpulkan makanan

(2) masa bercocok tanam

(3) masa perundagian.

a. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Kehidupan sosial manusia pada masa berburu
dan mengumpulkan makanan, dari mulai Pithecanthropus sampai dengan Homo sapiens dari
Wajak sangat bergantung pada kondisi alam karena mereka masih minim dengan teknologi.
Mereka tinggal di padang rumput dengan semak belukar yang biasanya berdekatan dengan
sungai agar mudah memperoleh air untuk menunjang kehidupan. Selain itu, daerah tersebut
juga merupakan tempat singgahnya hewan-hewan seperti kuda, monyet, kerbau, banteng, dan
rusa, untuk mencari mangsa sehingga mereka mudah mencari hewan untuk diburu. Selain
berburu, mereka juga mengumpulkan tumbuhan yang mereka temukan di alam seperti umbi-
umbian, daun-daunan, dan buah-buahan. Mereka tinggal di dalam gua-gua yang letaknya tidak
jauh dari sumber air, atau di dekat sungai yang terdapat sumber makanan dari air seperti ikan,
siput, kerang, dan lain-lain.

Pada masa masa berburu dan mengumpulkan makanan, ada dua hal yang penting dalam sistem
kehidupan sosial masyarakat manusia Praaksara, yaitu

(1) membuat peralatan dari batu yang masih kasar, tulang, dan kayu, seperti kapak perimbas,
alat-alat serpih, dan kapak genggam.

(2) manusia Praaksara membutuhan api untuk memasak dan penerangan pada malam hari.
Mereka membuat api dibuat dengan cara menggosokkan dua keping batu yang mengandung
unsur besi sehingga dapat menimbulkan percikan api dan membakar lumut atau rumput kering
yang telah disiapkan.

Masyarakat Indonesia pada masa Praaksara, tidak pernah menetap di suatu tempat, tetapi
selalu berpindah-pindah (nomaden) mencari tempat tinggal yang banyak bahan
makanan.Tempat yang mereka pilih di sekitar padang rumput yang sering dilalui binatang
buruan, di dekat danau atau sungai, dan di tepi pantai. Dalam kehidupan sosial, masyarakat
manusia Praaksara hidup dalam kelompok-kelompok dan membekali dirinya untuk menghadapi
lingkungan sekelilingnya.

b. Masa Bercocok Tanam Saat manusia mulai memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara
memanfaatkan hutan belukar untuk dijadikan ladang, saat itulah manusia mulai memasuki
masa bercocok tanam. Masa bercocok tanam terjadi saat cara hidup berburu dan
mengumpulkan bahan makanan telah ditinggalkan. Pada masa bercocok tanam, mereka mulai
hidup menetap di suatu tempat. Manusia Praaksara yang hidup pada masa bercocok tanam
adalah Homo sapiens, baik itu ras Mongoloid ataupun ras Austromelanesoid. Masa bercocok
tanam sangat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat karena pada masa itu terdapat
penemuan-penemuan baru seperti penguasaan sumber-sumber alam. Berbagai macam hewan
dan tumbuhan mulai mereka pelihara. Mereka bercocok tanam dengan berladang. Mereka
membuka lahan dengan cara menebang dan membakar hutan. Jenis tanaman yang ditanam
diantaranya adalah ubi, pisang, dan sukun. Selain berladang, kegiatan berburu dan menangkap
ikan juga terus dilakukan untuk mencukupi kebutuhan protein hewani. Kemudian, secara
perlahan mereka mulai meninggalkan cara berladang untuk digantikan dengan cara bersawah.
Jenis tanaman di sawah adalah padi dan umbi-umbian. Dalam perkembangannya, masyarakat
Indonesia pada Masa Praaksara masa ini sudah mampu membuat alat-alat dari batu yang sudah
diasah secara lebih halus serta mulai dikenalnya pembuatan gerabah. Alat-alatnya berupa
beliung persegi dan kapak lonjong, alat-alat pemukul dari kayu, dan mata panah. Pada masa ini,
manusia mulai hidup menetap di suatu perkampungan yang terdiri atas tempat-tempat tinggal
yang sederhana dan didiami secara berkelompok oleh beberapa keluarga. Mereka mendirikan
rumah yang tinggi atau dikenal dengan rumah panggung untuk menghindari binatang buas.
Mereka juga menjunjung tinggi rasa kebersamaan dan gotong royong. Semua aktivitas
kehidupan, mereka kerjakan secara gotong royong. Setelah tinggal hidup menetap, timbul
masalah dalam kehidupan sosial mereka berupa penimbunan sampah dan kotoran sehingga
menimbulkan pencemaran lingkungan dan wabah penyakit. Pengobatan saat itu dilakukan oleh
para dukun. Pada masa bercocok tanam, bentuk perdagangan bersifat tukar menukar barang
(barter). Barang-barang yang dipertukarkan waktu itu ialah hasil-hasil bercocok tanam, hasil
kerajinan tangan (gerabah, beliung), garam, dan ikan yang dihasilkan oleh penduduk pantai.

c. Masa Perundagian Masa Prasejarah di Indonesia diakhiri dengan Masa perundagian, kata
perundagian berasal dari bahasa Bali: undagi, yang artinya adalah seseorang atau sekelompok
orang atau segolongan orang yang mempunyai kepandaian atau keterampilan jenis usaha
tertentu, Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Praaksara Masyarakat Indonesia
pada Masa Praaksara yang hidup pada masa perundagian adalah ras Australomelanesoid dan
Mongoloid. Pada masa perundagian, manusia hidup di desa-desa, di daerah pegunungan,
dataran rendah, dan di tepi pantai dalam tata kehidupan yang semakin teratur dan terpimpin.
Kehidupan masyarakat pada masa perundagian ditandai dengan dikenalnya pengolahan logam.
Alat-alat yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari banyak yang terbuat dari logam. Adanya
alat-alat dari logam tidak serta merta menghilangkan penggunaan alat-alat dari batu.
Masyarakat masa perundagian juga masih menggunakan alat-alat yang terbuat dari batu.
Penggunaan bahan logam tidak tersebar luas sebagaimana halnya penggunaan bahan batu.
Kondisi ini disebabkan persediaan logam masih sangat terbatas. Dengan keterbatasan ini, hanya
orang-orang tertentu saja yang memiliki keahlian dan kepandaian untuk mengolah logam. Pada
masa perundagian, perkampungan sudah lebih besar karena adanya hamparan lahan pertanian.
Perkampungan yang terbentuk lebih teratur dari sebelumnya. Setiap kampung selalu memiliki
pemimpin yang dipilih oleh masyarakat. Pada masa perundagian, sudah ada pembagian kerja
yang jelas disesuaikan dengan keahlian masing-masing. Masyarakat tersusun menjadi kelompok
majemuk, seperti kelompok petani, pedagang, perajin, dan lain-lain. Masyarakat juga telah
membentuk aturan adat istiadat yang dilakukan secara turun-temurun. Hubungan dengan
daerah-daerah di sekitar Kepulauan Nusantara mulai terjalin. Peninggalan masa perundagian
menunjukkan kekayaan dan keanekaragaman budaya. Berbagai bentuk benda seni, peralatan
hidup, dan upacara menunjukkan kepada kita bahwa kehidupan masyarakat masa itu sudah
memiliki kebudayaan yang tinggi.

2. Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Hindu dan Buddha Sebelum masuknya
kebudayaan Hindu-Buddha, masyarakat telah memiliki kebudayaan yang cukup maju. Unsur-
unsur kebudayaan asli Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Bangsa Indonesia yang sebelumnya memiliki kebudayaan asli tidak dengan begitu
saja menerima budaya-budaya baru tersebut. Proses masuknya pengaruh budaya Indonesia
terjadi karena adanya hubungan dagang antara Indonesia dan India. Kebudayaan yang datang
dari India kemudian mengalami proses penyesuaian dengan kebudayaan asli Indonesia.
Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia ini dapat dilihat dari peninggalan-
peninggalan sejarah dalam berbagai bidang, antara lain seperti berikut.

a. Bidang Keagamaan Sebelum budaya Hindu-Buddha datang, telah berkembang kepercayaan


yang berupa pemujaan terhadap roh nenek moyang di Indonesia. Kepercayaan itu bersifat
animisme dan dinamisme. Animisme merupakan suatu kepercayaan terhadap suatu benda
yang dianggap memiliki roh atau jiwa. Dinamisme merupakan suatu kepercayaan bahwa setiap
benda memiliki kekuatan gaib. Dengan masuknya kebudayaan Hindu-Buddha, masyarakat
Indonesia secara perlahan memeluk agama Hindu dan Buddha, diawali oleh golongan elit di
sekitar istana. b. Bidang Politik Masyarakat Indonesia dikenalkan oleh orang-orang India
tentang sistem pemerintahan kerajaan. Dalam sistem ini, kelompok-kelompok kecil masyarakat
bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak
atas tampuk kekuasaan kerajaan. Kemudian, pemimpin ditentukan secara turun-temurun
berdasarkan hak waris sesuai dengan peraturan hukum kasta.Karena itu, lahirlah kerajaan-
kerajaan di Indonesia, seperti Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, dan kerajaan bercorak Hindu-
Buddha lainnya. Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Hindu-Buddha Masa Hindu
dan Buddha c. Bidang Sosial Masuknya kebudayaan Hindu menjadikan masyarakat Indonesia
mengenal aturan kasta, yaitu:
(1) Kasta Brahmana (kaum pendeta dan para sarjana)

(2) Kasta Ksatria (para prajurit, pejabat dan bangsawan)

(3) Kasta Waisya (pedagang petani, pemilik tanah dan prajurit).

(4) Kasta Sudra (rakyat jelata dan pekerja kasar). Namun, unsur budaya Indonesia lama masih

tampak dominan dalam semua lapisan masyarakat. Sistem kasta yang berlaku di Indonesia
berbeda dengan kasta yang ada di India, baik ciri-ciri maupun wujudnya. Hal ini tampak pada
kehidupan masyarakat dan agama di Kerajaan Kutai. Berdasarkan silsilahnya, Raja Kundungga
adalah orang Indonesia yang pertama tersentuh oleh pengaruh budaya India. Pada masa
pemerintahannya, Kundungga masih mempertahankan budaya Indonesia karena pengaruh
budaya India belum terlalu merasuk ke kerajaan. Penyerapan budaya baru mulai tampak pada
saat Aswawarman, anak Kundungga, diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya. Adanya
pengaruh Hindia mengakibatkan Kundungga tidak dianggap sebagai pendiri Kerajaan Kutai.

d. Bidang Pendidikan Lembaga-lembaga pendidikan semacam asrama merupakan salah satu


bukti pengaruh dari kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Lembaga pendidikan tersebut
mempelajari satu bidang saja, yaitu keagamaan.

e. Bidang Sastra dan Bahasa Pengaruh Hindu-Buddha pada bahasa adalah dikenal dan
digunakannya bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa oleh masyarakat Indonesia. Pada masa
kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, seni sastra sangat berkembang terutama di zaman
kejayaan Kerajaan Kediri.

f. Bidang Arsitektur Salah satu arsitektur Zaman Megalitikum adalah Punden berundak.
Arsitektur tersebut berpadu dengan budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan
candi. Jika kita memperhatikan, Candi Borobudur sebenarnya mengambil bentuk bangunan
punden berundak agama Buddha Mahayana. Pada Candi Sukuh dan candi-candi di lereng
Pegunungan Penanggungan, pengaruh unsur budaya India sudah tidak begitu kuat. Candi-candi
tersebut hanyalah punden berundak. Begitu pula fungsi candi di Indonesia, candi bukan sekadar
tempat untuk memuja dewa-dewa seperti di India, tetapi lebih sebagai tempat pertemuan
rakyat dengan nenek moyangnya. Candi dengan patung induknya yang berupa arca merupakan
perwujudan raja yang telah meninggal. Hal ini mengingatkan kita pada bangunan punden
berundak dengan menhirnya. Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Islam Masa
Islam di Indonesia 3. Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Islam Masuknya
Agama Islam sangat berpengaruh pada masyarakat Indonesia. Kebudayaan Islam terus
berkembang di Indonesia sampai sekarang. Pengaruh kebudayaan Islam dalam kehidupan
masyarakat Indonesia antara lain pada bidang-bidang berikut.
a. Bidang Politik Sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang
memiliki corak Hindu-Buddha. Akan tetapi, setelah masuknya Islam, kerajaan-kerajaan yang
bercorak Hindu-Buddha pelan-pelan mengalami keruntuhan dan digantikan peranannya oleh
kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam, seperti Samudra Pasai, Demak, Malaka, dan lain-lain.
Pada sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar sultan atau sunan seperti
halnya para wali. Jika raja pada suatu kerajaan meninggal dunia, tidak dimakamkan di candi
tetapi dimakamkan secara Islam.

b. Bidang Sosial Aturan kasta tidak diterapkan pada Kebudayaan Islam seperti kebudayaan
Hindu. Pengaruh Islam yang berkembang sangat pesat membuat mayoritas masyarakat
Indonesia memeluk agama Islam. Hal ini menyebabkan aturan kasta mulai pudar di masyarakat
Indonesia. Nama-nama Arab seperti Muhammad, Abdullah, Umar, Ali, Ibrahim, Hasan, Hamzah,
Musa, dan lainnya mulai digunakan. Kosakata bahasa Arab juga banyak diserap ke bahasa
Indonesia, contohnya rahmat, berkah (barokah), rezeki (rizki), kitab, ibadah, sejarah
(syajaratun), majelis (majlis), hikayat, mukadimah, dan masih banyak lagi yang lainnya. Begitu
pula dengan sistem penanggalan. Sebelum Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia
sudah mengenal kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai pada tahun 78 M. Dalam
kalender Saka ini, ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage, dan
kliwon. Setelah berkembangnya Islam, Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa,
dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam).

c. Bidang Pendidikan Pendidikan Islam berkembang di pesantren-pesanten Islam. Sebenarnya,


pesantren telah berkembang sebelum Islam masuk ke Indonesia. Pesantren saat itu menjadi
tempat pendidikan dan pengajaran agama Hindu. Setelah Islam masuk, mata pelajaran dan
proses pendidikan pesantren berubah menjadi pendidikan Islam. Pesantren merupakan sebuah
asrama tradisional pendidikan Islam. Siswa tinggal menetap bersama untuk belajar ilmu
keagamaan di bawah bimbingan guru yang disebut kiai. Asrama siswa berada di dalam
kompleks pesantren, begitu juga Kiai tinggal di kompleks pesantren.

d. Bidang Sastra dan Bahasa Persebaran bahasa Arab lebih cepat daripada persebaran bahasa
Sanskerta karena dalam Islam tak ada pengkastaan. Semua orang dari raja hingga rakyat jelata
dapat dengan bebas mempelajari bahasa Arab. Pada mulanya, memang hanya kaum
bangsawan yang pandai menulis dan membaca huruf dan bahasa Arab. Namun selanjutnya,
rakyat kecil pun mampu membaca dan menulis huruf Arab. Penggunaan huruf Arab di
Indonesia pertama kali terlihat pada batu nisan di daerah Leran Gresik, tempat tersebut diduga
makam salah seorang bangsawan Majapahit yang telah masuk Islam. Dalam perkembangannya,
pengaruh huruf dan bahasa Arab terlihat pada karya-karya sastra Islam. Islam telah
memperkenalkan tradisi baru dalam teknologi arsitektur seperti masjid dan istana. Ada
perbedaan antara masjid-masjid yang dibangun pada awal masuknya Islam ke Indonesia dengan
masjid yang ada di Timur Tengah. Masjid di Indonesia tidak mempunyai kubah di puncak
bangunannya. Kubah digantikan dengan atap tumpang atau atap bersusun. Jumlah atap
tumpang itu selalu ganjil, tiga tingkat atau lima tingkat serupa dengan arsitektur Hindu.
Contohnya, Masjid Demak dan Masjid Banten Islam juga memperkenalkan seni kaligrafi.
Kaligrafi adalah seni menulis aksara indah yang merupakan kata atau kalimat. Kaligrafi ada yang
berwujud gambar binatang atau manusia (hanya bentuk siluetnya). Ada pula yang berbentuk
aksara arab yang diperindah. Teks-teks yang berasal dari Al-Quran merupakan tema yang paling
sering dituangkan dalam seni kaligrafi ini. Media kaligrafi yang sering digunakan adalah nisan
makam, mihrab, dinding masjid, kain tenunan, kayu, dan kertas sebagai pajangan.
FAKTOR - FAKTOR PENYEBAB RUNTUHNYA KERAJAAN BERCORAK HINDU BUDHA
Setelah memasuki abad ke-10 sampai abad ke-12, kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu
maupun Buddha di Indonesia mulai mengalami kemunduran.

Faktor-faktor penyebab runtuhnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha sebagai


berikut.

1. Terdesaknya kerajaan-kerajaan kecil oleh kerajaan-kerajaan besar.


2. Tidak ada pengaderan pemimpin sehingga tidak ada pemimpin pengganti yang setara dengan
pendahulunya.
3. Munculnya perang saudara yang melemahkan kerajaan.
4. Kemunduran ekonomi perdagangan negara.
5. Tersiarnya agama Islam yang mendesak agama Hindu-Buddha.

Walaupun kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha telah runtuh, tetapi tradisinya masih hidup di


Nusantara. Berikut ulasan mengenai faktor-faktor penyebab runtuhnya tiga kerajaan besar di
Nusantara yang bercorak Hindu-Buddha.

1. Penyebab Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya mundur sejak abad ke-10, penyebab mundurnya oleh faktor-faktor berikut.

a. Perubahan keadaan alam di sekitar Palembang. Sungai Musi, Ogan Komering, dan sejumlah
anak sungai lainnya membawa lumpur yang diendapkan di sekitar Palembang sehingga
posisinya menjauh dari laut dan perahu sulit merapat.

b. Letak Palembang yang makin jauh dari laut menyebabkan daerah itu kurang strategis lagi
kedudukannya sebagai pusat perdagangan nasional maupun internasional. Sementara itu,
terbukanya Selat Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan Singkep dapat menyingkatkan
jalur perdagangan internasional sehingga Jambi lebih strategis daripada Palembang.

c. Dalam bidang politik, Sriwijaya hanya memiliki angkatan laut yang diandalkan. Setelah
kekuasaan di Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga, Sriwijaya terpaksa mengakui Jawa
Timur sebagai pemegang hegemoni di Indonesia bagian timur dan Sriwijaya di bagian barat.

d. Adanya serangan militer atas Sriwijaya. Serangan pertama dilakukan oleh Teguh
Dharmawangsa terhadap wilayah selatan Sriwijaya (992) hingga menyebabkan utusan yang
dikirim ke Cina tidak berani kembali. Serangan kedua dilakukan oleh Colamandala atas
Semenanjung Malaya pada tahun 1017 kemudian atas pusat Sriwijaya pada tahun 1023 1030.

Dalam serangan ini, Raja Sriwijaya ditawan dan dibawa ke India. Ketika Kertanegara bertakhta
di Singasari juga ada usaha penyerangan terhadap Sriwijaya, namun baru sebatas usaha
mengurung Sriwijaya dengan pendudukan atas wilayah Melayu. Akhir dari Kerajaan Sriwijaya
adalah pendudukan oleh Majapahit dalam usaha menciptakan kesatuan Nusantara (1377).
Berita Cina dari zaman dinasti Tang menyebutkan bahwa pada abad ke-7, di Kanton dan
Sumatra sudah ada orang muslim. Hal ini berkaitan dengan perkembangan perdagangan dan
pelayaran yang bersifat internasional antara negara-negara Asia Barat dan Asia Timur, yaitu
antara Kerajaan Islam Bani Umayyah, kerajaan Cina dinasti Tang, dan Kerajaan Sriwijaya.

Pada abad ke-7 sampai ke-12 Masehi, Kerajaan Sriwijaya memang memegang peranan penting
di bidang ekonomi dan perdagangan untuk daerah Asia Tenggara. Namun pada abad ke-12,
peranan tersebut mulai menunjukkan kemunduran. Bukti mengenai kemunduran ekonomi dan
perdagangan Sriwijaya dapat diketahui dari berita Chou Ku-Fei tahun 1178.

Berita tersebut menyatakan bahwa harga barang-barang dari Sriwijaya mahal karena rupanya
tidak lagi menghasilkan hasil-hasil alamnya. Untuk mencegah kemunduran ekonomi dan
perdagangan, Kerajaan Sriwijaya kemudian membuat peraturan cukai yang lebih berat bagi
kapal dagang yang singgah ke daerah pelabuhannya.

Kemunduran Sriwijaya di bidang perdagangan dan politik dipercepat oleh usaha-usaha Kerajaan
Singasari untuk memperkecil kekuasaan Sriwijaya dengan mengadakan ekspedisi Pamalayu
pada tahun 1275. Usaha tersebut dimanfaatkan oleh daerah-daerah lain untuk melepaskan diri
dari kekuasaan Sriwijaya.

Sejalan dengan itu para pedagang muslim (mungkin disertai para mubalignya pula)
mempergunakan kesempatan ini untuk memperoleh keuntungan dari perdagangan dan politik.
Mereka mendukung daerah-daerah yang melepaskan diri tersebut dan memunculkan kekuatan-
kekuatan baru berupa kerajaan-kerajaan bercorak Islam, seperti Samudra Pasai yang terletak di
pesisir timur laut Aceh, termasuk Kabupaten Aceh Utara dekat Lhokseumawe.

2. Penyebab Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno


Peranan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah mundur ketika pusat kekuasaannya pindah
dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ada beberapa pendapat mengenai pemindahan pusat
kerajaan ini. Pendapat lama mengatakan bahwa pemindahan pusat kerajaan ini sehubungan
dengan adanya bencana alam berupa banjir atau gunung meletus atau adanya wabah penyakit.

Namun, pendapat ini tidak dapat dibuktikan sebab tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah.
Pendapat lain menyebutkan bahwa rakyat menyingkir ke Jawa Timur akibat adanya paksaan
terhadap para penganut Hindu untuk membangun candi Buddha.
Pendapat baru menyebutkan dua faktor berikut.

a. Keadaan alam bumi Mataram yang tertutup secara alamiah berakibat negara ini sulit
berkembang. Sementara, keadaan alam Jawa Timur lebih terbuka untuk perdagangan luar,
tidak ada pegunungan atau gunung yang merintangi, bahkan didukung adanya Sungai
Bengawan Solo dan Brantas yang memperlancar lalu lintas dari pedalaman ke pantai. Apalagi,
alam Jawa Timur belum banyak diusahakan sehingga tanahnya lebih subur dibandingkan
dengan tanah di Jawa Tengah.

b. Dari segi politik, ada kebutuhan untuk mewaspadai ancaman Sriwijaya, terutama karena
Sriwijaya pada saat itu dikuasai dinasti Syailendra. Sebagai antisipasinya, pusat kerajaan perlu
dijauhkan dari tekanan Sriwijaya.

Ketika Sriwijaya sungguh-sungguh menyerang pada pertengahan abad ke-10, Mpu Sindok dapat
mematahkannya. Tetapi, serangan Sriwijaya berikutnya dibantu Raja Wurawari pada tahun
1017 menghancurkan Mataram yang saat itu dipimpin Dharmawangsa. Kerajaan Mataram yang
kedua berdiri kembali di Jawa Tengah pada abad ke-16, kali ini telah beragama Islam.

3. Penyebab Runtuhnya Kerajaan Majapahit

Kemunduran Majapahit berawal sejak wafatnya Gajah Mada pada tahun 1364. Hayam Wuruk
tidak dapat memperoleh ganti yang secakap Gajah Mada. Jabatan-jabatan yang dipegang Gajah
Mada (semasa hidupnya, Gajah Mada memegang begitu banyak jabatan) diberikan kepada tiga
orang. Setelah Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389, Majapahit benar-benar mengalami
kemunduran.

Beberapa faktor penyebab kemunduran Majapahit sebagai berikut.

a. Tidak ada lagi tokoh di pusat pemerintahan yang dapat mempertahankan kesatuan wilayah
setelah Gajah Mada dan Hayam Wuruk meninggal.

b. Struktur pemerintahan Majapahit yang mirip dengan sistem negara serikat pada masa
modern dan banyaknya kebebasan yang diberikan kepada daerah memudahkan wilayah-
wilayah jajahan untuk melepaskan diri begitu diketahui bahwa di pusat pemerintahan sedang
kosong kekuasaan.
c. Terjadinya perang saudara, di antaranya yang terkenal adalah Perang Paregreg (1401-1406)
yang dilakukan oleh Bhre Wirabhumi melawan pusat Kerajaan Majapahit. Bhre Wirabhumi
diberi kekuasaan di wilayah Blambangan. Namun, ia berambisi untuk menjadi raja Majapahit.
Dalam cerita rakyat, Bhre Wirabhumi dikenal sebagai Minak jingga yang dikalahkan oleh Raden
Gajah atau Damarwulan. Selain perang saudara, terjadi juga usaha memisahkan diri yang
dilakukan Girindrawardhana dari Kediri (1478).

d. Masuknya agama Islam sejak zaman Kerajaan Kediri di Jawa Timur menimbulkan kekuatan
baru yang menentang kekuasaan Majapahit. Banyak bupati di wilayah pantai yang masuk Islam
karena kepentingan dagang dan berbalik melawan Majapahit.

Penting Untuk Diingat

1. Kerajaan Kutai berdiri pada abad ke-5. Raja-raja yang pernah berkuasa adalah Kudungga,
Asmawarman, dan Mulawarman.

2. Kerajaan Tarumanegara berdiri pada abad ke-5 di Jawa Barat. Sumber sejarah berupa
prasasti Ciaruteun, Jambu, Pasar Awi, Kebon Kopi, Muara Cianten, Tugu, dan Cidangiang.

3. Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 di Palembang. Raja yang terbesar adalah
Balaputradewa yang berhasil membawa Sriwijaya mencapai kebesarannya, bahkan Sriwijaya
mendapat julukan Kerajaan Nasional Pertama di Indonesia.

4. Kerajaan Mataram didirikan oleh Raja Sanjaya pada abad ke-8. Ada dua dinasti yang berkuasa
saat itu, yaitu dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra.

5. Kerajaan Mataram pindah ke Jawa Timur dan berganti nama menjadi Kerajaan Medang
Mataram. Raja-rajanya adalah Mpu Sindok, Dharmawangsa, dan Airlangga. Kerajaan ini pada
tahun 1042 pecah menjadi dua, yaitu Kediri dan Jenggala.

6. Kerajaan Kediri mencapai kejayaan pada masa Jayabaya. Raja-raja yang pernah berkuasa di
Kediri adalah Bameswara, Jayabaya, Sarweswara, Kameswara, dan Kertajaya.

7. Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 setelah mengalahkan Kertajaya
(Kediri). Singasari mengalami kejayaan pada masa Kertanegara dan runtuh pada tahun 1292
setelah dikalahkan oleh Jayakatwang (Kediri).

8. Kerajaan Majapahit berdiri tahun 1293 oleh Raden Wijaya. Raja-rajanya adalah Raden
Wijaya, Jayanegara, Tribhuwanatunggadewi, Hayam Wuruk, Wikramawardhana, Suhita, dan
Brawijaya. Kejayaan Majapahit terjadi pada masa Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada.

Anda mungkin juga menyukai