Anda di halaman 1dari 5

Nama : gede angga septiawan

Nim : 2015091021
Prodi : s1 sistem informasi

Kearifan – kearifan pada masyarakat desa tajun,


Kecamatan kubutambahan, kabupaten buleleng.

Desa tajun merupakan salah satu desa dari 13 ( tiga belas ) desa yang ada
di kecamatan kubutambahan, kabupaten buleleng, provinsi bali. Sesuai dengan
keadaan alam desa tajun, bahwa bentuk permukaan ataui datarannya adalah
merupakan dataran tinggi dengan ketinggian 450 – 1000 meter diatas permukaan
laut, dengan luas wilayah 1. 694 Ha dengan berbatasan langsung dengan desa –
desa seperti desa tunjung dan mengening yang merupakan pemekaran desa
tajun,desa sembiran, dan desa satra. Sekaligus berbatasan langsung dengan
kabupaten bangle.

Sama hal nya dengan ribuan desa yanhg ada di Negara Indonesia yang
memiliki begitu banyak kearifan lokal desa nya yang sangat dijaga dan
dilestarikan hingga sekarang. Demikian pula desa Tajun, yang bisa dibilang
berada di daerah perbukitan atau dataran tinggi dengan mayoritas penduduk nya
sebagai petani cengkeh. Petani kakau, durian, manggis, dan lain – lain yang
merupakan minoritas. Tajun sangat terkenal dengan hasil cengkehnya di
kecamatan kubutambahan dan kabupaten buleleng serta tenik berkebun tumpang
sari yang bisa di andalkan masyarakat desa tajun dikala cengkeh tidak berbuah.
Namun disamping itu desa tajun memiliki budaya atau kearufan lokal yang masih
sangat di percaya hingga sekarang oleh masyarakat tajun yang baru menikah,
yang sering disebut dengan “nyeeb”, tradisi unik yang sering juga disebut
“munggah krama” yang hanya terdapat di desa tajun,

Nyeeb (munggah krama)


Upacara Nyeeb merupakan upacara yang dilakukan sebagai kelanjutan
perkawinan bagi masyarakat menjelang munggah makrama/menek madesa.
Artinya, masyarakat baru bisa terdaftar secara resmi menjadi anggota krama Desa
Pakraman Tajun jika sudah melakukan Upacara Nyeeb. Hari ini, Rabu, 21 Maret
2018, Desa Pakraman Tajun menggelar Upacara Nyeeb di Jaba Sisi Pura Bale
Agung. Jumlah pasangan atau pengantin yang mengikuti Upacara Nyeeb adalah
31 pasangan suami istri.
Upacara Nyeeb ini di-puput oleh Jero Mangku Kahyangan Desa Pakraman Tajun
serta dihadiri oleh Kelihan Desa Pakraman Tajun, Dewan Desa, dan Perbekel
Tajun. Pada kesempatan ini peserta Nyeeb diberikan petuah atau nasihat oleh
Kelihan Desa Pakraman Tajun, Dewan Desa, dan Perbekel Tajun tentang hak dan
kewajiban sebagai krama/warga baik secara adat dan dinas. Ada yang menarik
dari petuah yang disampaikan oleh Dewan Desa Pakraman Tajuin, Ketut Partiwa,
yaitu tentang waktu yang baik melakukan hubungan suami-istri agar nantinya
anak yang dilahirkan menjadi putra suputra atau putri suputri. Dijelaskan menurut
salah satui lontar/susastra bahwa agar kelak anak yang dilahirkan menjadi anak
yang suputra/suputri jangan sekali-kali berhubungan/bersenggama pada hari
(a) erairnan (Purnama, Tilem, dll) dan (b) paweton atau pada hari
kelahiran/pawetuan menurut sistem penanggalan Bali.
Upacara Nyeeb ini tergolong unik sebab mungkin upacara ini hanya ada di Desa
Tajun. Oleh karena tergolong unik, perlu diketahui secara detail hakikat
Upacara Nyeeb. Di bawah ini akan dipaparkan tentang Upacara Nyeeb yang
dilakukan setiap satu tahun sekali tepatnya pada Sasih Kadasa. Paparan tentang
Upacara Nyeeb ini merupakan rangkuman hasil wawancara dengan beberapa
tokoh masyarakat Desa Pakraman Tajun.
Berdasarkan penjelasan dari Nyoman Darmada, Ketua PHDI Desa
Tajun, Nyeeb memiliki dua (2) arti. Pertama, Nyeeb berasal dari kata ‘seeb’ yang
dalam bahasa Bali artinya ‘melihat’. Maksudnya calon krama anyar (warga baru)
ini agar mampu melihat keberadaaan krama desa tentang kegiatan-kegiatan yang
dilakukan terutama pada sistem ngayahnya sehingga ada gambaran bagi krama
anyar setelah memasuki Grahasta Asrama. Kedua, Nyeeb yang berarti
penyucian. Maknanya adalah penyucian sang mawiwaha (kedua
mempelai).Sementara itu, Jero Gede Dana, menyatakan bahwa arti ‘melihat’
pada Nyeeb maksudnya adalah pandangan. Artinya, calon krama anyar agar
memiliki pandangan ke depan untuk menjadi warga atau krama desa yang baik.
Sedangkan arti, Nyeeb kaitannya dengan ’nyepuh’ dalam bahasa Pande
‘mempertajam’ adalah mempertajam pikiran, perkataa, dan perbuatan keduia
mempelai untuk menjadi warga yang baik.
Upacara Nyeeb dilaksanakan setiap Sasih Kadasa, dipilihnya Sasih Kadasa
karena menurut Ketut Partiwa, dalam Wariga Sasih Kedasa adalah salah satu
sasih terbaik (Amerta masaning sasih). Segala kegiatan yang dilakukan di Sasih
Kadasa akan menemui hasil yang baik (saraja karya ayu). Bagi warga yang
menikah selama kurun waktu dua bulan setelah Upacara Nyeeb, yaitu pada Sasih
Jyesta dan Sada akan dikenai denda sebesar uang pendaftaran Nyeeb pada tahun
tersebut. Pengantin yang belum melaksanakan Nyeeb tidak memiliki hak dan
kewajiban layaknya krama desa yang sudah melakukan Nyeeb. Mereka tidak
dikenai urunan, papeson (kewajiban) dan juga tidak mendapatkan hak, seperti
mendapatkan paica/kawisan. Mengenai tempat pelaksanaannya, yaitu di Jaba Sisi
Pura Desa (Bencingah Agung), menurut Jero Gede Dana, tempat ini merupakan
tempat mengundang Dewata Nawa Sanga.
Prosesi Upacara Nyeeb di Desa Pakraman Tajun, yaitu
1. Matur piuning.
2. Penglukatan kepada kedua mempelai.
3. Mabiakaonan masal.
4. Pemakaian karawista.
5. Ngayab bhakti upakara.
6. Dengan mengambil posisi antre pasangan pengantin
bergilir Nyeeb (menyiram api dengan air).
7. Persembahyangan.
Upacara Nyeeb memiliki berbagai tujuan, yaitu sebagai berikut.
1. Perkenalan dengan krama desa karena digelar di jaba sisi pura Bale Agung
(Bencingah Agung).
2. Penyucian kedua mempelai sebelum munggah madesa untuk menjadi krama
Desa Pakraman Tajun. Penyucian termasuk penyucian benih (janin) bagi
pengantin yang sudah hamil.
3. Sebagai pelestarian tradisi krama Desa Pakraman Tajun.
4. Pemberian ucapan selamat dari prajuru Desa Pakraman Tajun.
Sementara ini makna Upacara Nyeeb ditinjau dari upakara/banten yang
digunakan adalah sebagai berikut.
1. Banten Prani, simbul jiwa. Artinya penyucian jiwa/roh.
2. Biakala, maknanya pembersihan sang wiwaha/kedua mempelai (kama bang-
kama petak)
3. Pratista, maknanya pembersihan segala kekotoran dalam diri (nglukat
letehing leteh ring angga sarira).
4. Durmanggala, juga berarti menghilangkan kekotoran.
5. Sapuh lara, pembersihan segala kekotoran/kepapaan dalam diri.
6. Rebuan, penyucian buana agung dan buana alit.
7. Banten Upasaksi, maknanya pemujaan kepada Sang Hyang Semara Ratih
agar memberikan sinar suci sehingga perkawinan menjadi langgeng.
8. Api dan air, adalah simbul penyatuan lambang purusa/laki dan
pradana/perempuan. Api simbul grahaspati agni atau api sebagai upasaksi
perkawinan. Air dan Api juga simbul penyucian agar terbebas dari sifat
keangkaraamurkaan (rajah tamah). Salah satu bagian prosesi Nyeeb adalah
pasangan pengantin menyiram api dengan menggunakan air yang
sebelumnya digunakan untuk merebus daging babi. Berdasarkan penjelasan
dari Jero Ketut Partiwa, Dewan Desa Pakraman Tajun, dalam sebuah susastra
dijelaskan bahwa babi adalah simbul rajah tamah. Maka dengan
menggunakan air bekas rebusan daging babi bertujuan untuk memusnahkan
sifat keangkaramurkaan dalam diri.
9. Banten Soroan Nyeeb meliputi ayam biing untuk mempelai laki-laki dan
ayam betina biing (lebaa), simbul penyatuan Sang Wiwaha/pengantin dalam
konsep purusa (laki-laki) dan pradana (perempuan).
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Nyeeb merupakan
upacara yang bertujuan untuk penyucian pasangan sebagai calon krama desa
sehingga nantinya bisa menjadi krama desa yang mampu
menjalankan dharmaning agama dan dharmaning Negara dengan baik.
Sementara itu, Drs Made Suyasa, M.Si., mantan Perbekel Tajun, yang mana
Upacara Nyeeb pernah dijadikan sebagai kajian penelitian untuk memperoleh
gelar S2-nya, melihat Nyeeb dari multi perspektif. Nyeeb dapat ditinjau dari
berbagai aspek nilai, yaitu nilai sosio-religius, integritas, dan edukatif.
Dari aspek sosio-religius, Upacara Nyeeb merupakan upcara yang bertujuan
untuk penyucian pengantin dalam rangka menjadi krama desa yang baru. Ini tidak
terlepas dari konsep Tri Hita Karana khususnya pada bagian Parhyangan dan
Pawongan. Dalam sebuah Desa Pakraman, pengejawantahan konsep Parhyangan
adalah penyucian melalui sebuah upacara yang mana dalam hal ini penyucian
krama desa agar tidak ‘leteh’ atau kotor ketika menjadi krama desa baru. Dalam
konsep Pawongan, Nyeeb adalah sebuah tradisi sebuah desa pakraman dalam
pengadministrasian anggota krama-nya.
Upacara Nyeeb memiliki nilai yang adi luhung yaitu nilai kebersamaan. Ini
ditandai dengan penggunaan satu banten, yaitu banten celeng bangun urip untuk
semua pengantin. Pengantin melakukan urunan untuk mebayar banten yang telah
disediakan prajuru desa untuk digunakan secara bersama-sama. “Sejak dahulu
sudah ditanamkan fondasi kebersamaan di Desa Pakraman Tajun. Tujuannya
krama desa anyar (baru) agar selalu menjaga kebersamaan, persatuan dalam
keberagaman untuk menciptakan Desa Tajun yang aman, damai, dan sejahtera.
Sebuah warisan tradisi dari tetua yang tak ternilai harganya.” ungkapnya.
Sedangkan nilai edukatifnya adalah saat nyeeb Perbekel, Kelihan Desa
Pakraman, dan Dewan Desa memberikan nasihat atau petuah tentang hak dan
kewajiban menjadi krama desa

Daftar pustaka

https://www.suara.com/news/2020/10/22/142407/sejarawan-desa-adat-
penting-jaga-nilai-kearifan-lokal-bali

http://tajun-buleleng.desa.id/index.php/first/artikel/141-Upacara----
Nyeeb-----Tradisi-Unik----Munggah-Makrama----di-Desa-Pakraman-Tajun

http://tajun-buleleng.desa.id/index.php/first/artikel/966-Tajun-Menuju-
Desa-Wisata--Yuk-Bergabung-Menjadi-Anggota-Pokdarwis

Anda mungkin juga menyukai