Anda di halaman 1dari 7

Budaya dan Destinasi Pariwisata

DESA ADAT TRUNYAN

Dosen Pengampu:

Made Riki Ponga Kusyanda, S.TR.PAR.,M.PAR.

Disusun Oleh :

Ketut Wahyu Aditya Putra, 2215011027

Program Studi S1 Pendidikan Kesejahteraan Keluarga

Fakultas Teknik dan Kejuruan

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja
A. Unsur Budaya Desa Adat Trunyan

Desa Trunyan merupakan salah satu desa Bali Aga yang ada di pulau Bali, Desa
trunyan terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Desa Trunyan merupakan salah
satu desa dari beberapa desa yang berada di dalam kawah kaldera Gunung Batur Purba. Desa
Trunyan berada pada ketinggian 1038 meter dari permukaan laut, desa ini berdiri kokoh
pada sebagian dinding kepundan sedikit mendatar, sebai akibat dari kikisan alam yang
saat ini di sebut sebagai Belongan oleh masyarakat desa Trunyan. Luas dari seluruh desa
Trunyan adalah 1.163 km2.

Sejarah Desa Trunyan yang beredar dikalangan masyarakat saat ini cukup beragam,
namun satu sejarah yang sampai saat ini diyakini oleh masyarakatnya, yaitu dikisahkan
pada suatu hari beberapa abad yang lalu di Puri Dalem Solo, di pulau Jawa tercium bau
yang harum sekali. Bau harum yang luar biasa tersebut menarik perhatian empat orang
anak dalem Solo untuk mengembara mencari sumbernya. Dalam pengembaraan itu akhirnya
mereka tiba di pulau Bali. Sampai akhirnya puta tertua menemukan sumber bau harum dan
menemukan putri yang mengikat hatinya, lalu dipinangnya dan mendirikan kerajaan di
Desa Trunyan. Yang mana raja tersebut diyakini oleh masyarakat Trunyan sebagai Dewa
tertinggi mereka.

Sebagai salah satu dari beberapa desa yang di yakini sebagai penduduk Bali asli, Desa
Trunyan memiliki tradisi dan budaya yang sangat unik. Dalam penelitian ini penulis
menjabarkannya ke dalam beberapa aspek, yaitu:

1. Kematian dan Proses Pemakaman

Tradisi masyarakat Trunyan dalam proses pemakaman memiliki dua cara, yaitu
dengan cara menempatkan mayat di atas tanah di bawah udara terbuka atau yang oleh orang
Bali Hindu menyebutnya dengan istilah Mepasah dan cara kedua yaitu sama dengan
masyarakat Bali umumnya mayat tersebut akan dikuburkan di dalam tanah ( Dikebumikan).
Penguburan dengan cara Mepasah ini biasanya dilakukan untuk pada waktu meninggal
mayat ini sudah menikah ataupun yang masih bujangan dan anak-anak yang sudah
tanggal gigi sususnya. Sedangkan mayat yang dikebumikan adalah orang yang waktu
meninggal tubuhnya cacat, anggota tubuh ada yang tidak lengkap, pada saat meninggal
ada luka yang belum sembuh missalnya karena kena penyakit cacar, orang yang mati
dengan tidak wajar (kecelakaan, di bunuh, bunuh diri, dll), dan anak-anak yang
meninggal saat gigi susunya belum tanggal.
Penguburan mayat di Trunyan di bagi menjadi tiga jenis tempat, yaitu; (1) Sema
Wayah, (2) Sema Nguda, (3) Sema Bantas. Sema Wayah digunakan untuk pemakaman
dengan Mepasah, mayat yang dikuburkan ditempat ini adalah mayat yang saat
kematiannya sudah menikah, cara kematian yang normal. Sema wayah ini terletak di
salah satu Belongan yang terletak di sebelah utara Belongan Trunyan (desa induk
Trunyan). Sema Wayah merupakan tempat yang dijadikan sebagai pusat upacara Pitra
Yadnya (Ngaben).

Sema Bantas digunakan untuk jenis pemakaman dengan penguburan (inhumation)


mayat yang di kuburkan ditempat ini adalah orang yang waktu meninggalnya baik
itu sudah menikah ataupun belum, baik anak-anak ataupun orang tua yang caranya
meninggalnya tidak wajar dan saat meninggal tubuhnya cacat. Sema Nguda
dipergunakan untuk dua jenis pemakaman, baik Mepasah maupun Penguburan. Sema
Nguda adalah tempat penguburan untuk mayat yang belum menikah dan anak-anak yang
giginya sudah pernah mekutus (tanggal gigi).

2. Pementasan Barong Brutuk

Selain keunikan dalam penguburan mayat, juga memiliki tarian langka bernama
Barong Brutuk sangat jarang dipentaskan terkecuali saat odalan di Pura Pancering Jagat
desa Trunyan pada purnamaning sasih kapat. Yang kita kenal Barong di Bali pada
umumnya berbentuk wujud binatang seperti macan, singa, gajah, naga maupun babi, namun
yang ada di sini berbeda, wajah barong mengenakan seperti topeng primitive, dipakaikan
pada seorang remaja dengan pakaian dari daun pisang kering.

Tokoh pada Barong Brutuk seseorang berfungsi sebagai raja, kemudian ratu, kakak
sang ratu dan patih, selebihnya menjadi anggota biasa (unen-unen), dipentaskan pada siang
hari, tepat saat mulai odalan di Pura Pancering Jagat , upacara odalan tersebut biasannya
selama tiga hari berturut-turut. Penampilan barong ini dimulai dengan tampilan unen-unen
tingkat anggota Brutuk, mereka mengelilingi penyengker pura selama 3 kali, sambil
melambaikan cemeti dengan suara melengking kepada para penonton (peserta upacara),
sehingga membuat para penonton takut. Kemudian doa-doa dan sesajian dihaturkan oleh
seorang pemangku tatkala para tokoh ningrat seperti raja, ratu, patih dan kakak ratu tampil
kemudian keempatnya juga mengelilingi tembok pura bergabung dengan unen-unen, para
peserta (penonton) berlomba mengambil pakaian daun pisang yang lepas, yang nantinya
disebar di area perkebunan untuk kesuburan.
3. Arsitektur Desa Adat Trunyan

Letak desa adat Trunyan berada di sebelah timur danau batur, orientasi masa-masa
bangunannya mengarah ke danau juga. Karena pada filosofi bangunan Bali aga, bangunan
mengarah ke dataran lebih rendah, dalam hal ini adalah danau itu sendiri, sedangkan bagian
belakangnya adalah pegunungan.

Pola desanya yaitu grid karena bangunannya yang berorientasi kearah danau,
sehingga di sepanjang pesisir danau, bangunan menghadap kearah danau. Selain pada
bagian timur, kini pada bagian barat juga sudah terdapat rumah warga, karena seiring
bertambahnya jumlah penduduk di desa ini.

Untuk arsitektur di desa Trunyan sangat berbeda dengan arsitektur-arsitektur


ditempat lain. Jika ditempat lain dalam satu pekarangan hanya terdapat satu kepala keluarga
akan tetapi berbeda dengan desa Trunyan dimana di dalam satu pekarangan terdapat banyak
kepala keluarga dimana dalam satu kepala keluarga memiliki satu bangunan atau rumah
dalam satu pekarangan tersebut. Rumah tersebut dinamai bale saka roras, dimana dalam
satu bangunan terdapat beberapa ruangan yang disesuaikan dengan pembagian dari saka-
saka tersebut. Di dalam ruang tersebut semua kegiatan dilakukan di dalam ruangan. Mulai
dari memasak, makan dan tidur serta berkumpul dengan keluarga.

B. Hubungan antara Unsur Budaya di Desa Adat Trunyan dengan Usur Pariwisata 4A
1. Attraction (atraksi)

Attraction merupakan atraksi wisata yang bisa dinikmati oleh wisatawan di suatu
destinasi wisata yang mencakup alam, budaya, dan buatan. Dari hasil observasi yang
dilakukan, di Desa Adat Trunyan ini terdapat atraksi budaya contohnya proses pemakaman
yang disebut Mepasah. Selain itu terdapat pementasan Barong Brutuk yang dipentaskan
saat odalan di Pura Pancering Jagat desa Trunyan pada purnamaning sasih kapat.

2. Accessibility (aksesibilitas)

Accessibility merupakan akses menuju suatu daerah atau suatu destinasi, aksesibilitas
mencakup transportasi darat dan laut, udara, komunikasi, jaringan telepon, dan jaringan
internet. Desa ini dapat dicapai dengan menyeberang memakai boat dari desa kedisan
dengan waktu tempuh 20 menit. Namun bisa juga dengan menggunakan jalur darat dengan
medan yang cukup sulit. Untuk menuju tempat pemakaman Sema Wayah, wisatawan
maupun penduduk menggunakan sampan kecil sebagai alat transportasi dengan alokasi
waktu sepuluh menit. Masyarakat di desa ini menggunakan sarana komunikasi berupa
internet dan telpon seluler.

3. Amenity (amenitas)

Amenitas adalah segala fasilitas pendukung yang bisa memenuhi kebutuhan dan
keinginan wisatawan selama berada di destinasi. Untuk mendukung atraksi wisata yang ada
di Desa Adat Trunyan, terdapat beberapa akomodasi salah satu contohnya yaitu adanya
hotel bintang lima yang bernama Kintamani Hotel yang berjarak 13 km dan memakan
waktu minimal 30 menit.

4. Ancilliary (ansilari)

Ansilari berkaitan dengan ketersediaan sebuah organisasi atau orangorang yang


mengurus destinasi tersebut. Tidak ada organisasi pariwisata di Desa Adat Trunyan.
Namun, terdapat organisasi desa seperti karang taruna yang ikut terlibat untuk melestarikan
budaya yang ada di desa tersebut.

C. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat) Unsur Budaya Desa
Adat Trunyan
1. Strength (Kekuatan)
a. Prosesi pemakaman yang unik
b. Pementasan Tari Barong Brutuk yang sakral
c. Arsitektur rumah yang unik yang disebut bale sake roras
2. Weakness (Kelemahan)
a. Akses jalan yang masih berpasir
b. Belum adanya penetapan tariff boat yang standar
c. Kurangnya pemeliharan fasilitas umum seperti dermaga oleh pihak desa
d. Warga sekitar yang berjualan dengan cara memaksa
3. Opportunity (Peluang)
a. Promosi melalui media social
b. Perda Provinsi Bali No. 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan
Kepariwisataan Budaya Bali
4. Threat (Ancaman)
a. Prilaku buruk wisatawan
D. Matriks Analisis SWOT di Desa Adat Trunyan

Strength (a) Weakness (b)


Opportunity (a) Mempromosikan prosesi Menetapkan tariff perahu (boat) yang
pemakaman (Mepasah) yang standar oleh desa atau pemerintah dan
ada di Desa Adat Trunyan menginformasikannya melalui social
melalui media soasial dan media atau platform digital lainnya.
platform digital lainnya.
Threat (a) Membuat peraturan tentang Menjaga warisan budaya dan
larangan yang tidak boleh memberikan edukasi kepada warga
dilakukan di tempat sekitar dan wisatawan mengenai
pemakaman Trunyan. penetapan tariff serta larangan yang
tidak boleh dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Mahardika, I. W. T., & Darmawan, C. (2016). Civic culture dalam nilai-nilai budaya dan
kearifan lokal masyarakat Bali Aga Desa Trunyan. Humanika, 23(1), 20-31.

Aridiantari, P., Lasmawan, I. W., & Suastika, I. N. (2020). Eksistensi Tradisi dan Budaya
Masyarakat Bali Aga Pada Era Globalisasi di Desa Trunyan. Ganesha Civic Education
Journal, 2(2), 67-80.

Siwalatri, N. K. A. (2017). Representasi Sistem Sosial Masyarakat Pada Pola Permukiman


Desa Trunyan Bangli. Ruang Space, 4(1), 167-176.

Susilo, B. H., & Esha, P. T. (2014). Mengamati Keselamatan Penumpang Angkutan Sungai
dan Danau. Jurnal Teknik Sipil, 10(1), 74-90.

Darmawan, D. S. (2019). PENGARUH ATRAKSI, AKSESIBILITAS, AMENITAS,


ANSILARI TERHADAP KEPUASAN WISATAWAN DIO PANTAI GEMAH
KABUPATEN TUILUNGAGUNG. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, 8(1).

Anda mungkin juga menyukai