Anda di halaman 1dari 17

Tugas Sejarah Sosial

GERAKAN SOSIAL PETANI DI INDONESIA


Oleh :
Ayu Noviana (1706101020035)
Cut Indah Vounna (1706101020023)
Fanny Alfiandi (1706101020037)

Pembimbing :
Sufandi Iswanto S.Pd, M.Pd

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2019

1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,  segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas semua limpahan nikmat dan
karunia-Nya. Dan tak lupa pula kami haturkan sholawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW, nabi akhir zaman, yang mengenalkan kepada kami jalan kebenaran yakni
Islam.
Akhirnya kami mampu merampungkan makalah Sejarah Sosial yang membahas tentang
“Gerakan Sosial Petani di Indonesia”. Makalah ini kami buat dalam rangka memperdalam
pengetahuan kami tentang sejarah Gerakan Sosial Petani Di Indonesia ,dan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Sejarah Sosial.
Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi kami sendiri dan segenap para
pembaca yang budiman. Tentunya dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan baik format
maupun isi dari makalah itu sendiri. Oleh karena itu, kami berharap ada masukan atau kritikan
yang membangun dari segenap pembaca yang budiman, khususnya kepada Bapak Sufandi
Iswanto S.Pd M.Pd selaku pengampu materi Sejarah Sosial.

Banda Aceh, 24 November 2020

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang..................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................4
C. Tujuan...............................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
A. Pengertian Gerakan Sosial Petani.....................................................................................6
B. Faktor Lahirnya Gerakan Sosial Petani............................................................................7
C. Gerakan Sosial Petani yang ada di Indonesia.................................................................10
BAB III..........................................................................................................................................15
PENUTUP.....................................................................................................................................15
A. Kesimpulan.....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gerakan sosial merupakan salah satu bentuk utama dari prilaku kolektif. Secara
formal gerakan sosial didefinisikan sebagai suatu kolektifitas yang melakukan kegiatan
dengan kadar kesinambungan tertentu untuk menolak perubahan yang terjadi dalam
masyarakat atau kelompok yang mencakup kolektifitasnya sendiri Gerakan sosial dapat
timbul diberbagai aspek tidak terkecuali aspek pertanian. Gerakan sosial dalam pertanian ini
dapat berupa pembelaan terhadap hak– hak petani atau keinginan untuk menolak perubahan
yang terjadi dalam pertanian.

Pertanian adalah suatu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan pada proses
pertumbuhan dari tumbuh–tumbuhan dan hewan. Pertanian dalam arti sempit dinamakan
pertanian rakyat. Sedangkan pertanian dalam arti luas mencakup pertanian dalam arti sempit,
kehutanan, peternakan, perkebunan dan perikanan. Pertanian selalu diidentikkan dengan
desa. Desa sebagai tempat untuk menetap atau bermukim memang erat kaitannya dengan
pertanian. Sebab cocok tanam memaksa manusia untuk tinggal di suatu tempat untuk
memelihara tanaman dan menunggui hasil pemanenannya. Erat kaitannya antara eksistensi
desa dan pertanian ini menyebabkan orang cenderung mengidentifikasikan desa dengan
pertanian. Pendapat umum cenderung menyatakan bahwa masyarakat desa adalah petani dan
petani adalah masyarakat desa. Oleh sebab itu makalah ini ingin mengkaji gerakan-gerakan
social petani dari berbagai daerah terutama di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas kami menyimpulkan rumisan masalah
sebagai berikut:

1. Apa yang di maksud dengan gerakan sosial petani ?


2. Apa saja faktor yang menyebabkan lahirnya gerakan sosial petani di Indonesia ?
3. Bagaimana gerakan sosial petani yang ada di Indonesia ?

4
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas kami menyimpulkan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan gerakan sosial petani


2. Untuk mengetahui apa saja faktor yang menyebabkan lahirnya gerakan sosial petani di
Indonesia
3. Untuk mengetahui bagaimana gerakan sosial petani yang terjadi di Indonesia

5
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Gerakan Sosial Petani
Soerjono Soekanto (2006) mendefinisikan gerakan sosial adalah suatu gerak dalam
struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur
sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara individu dengan kelompok dan hubungan antara
individu kelompok-kelompok. Sedangkan menurut Giddens mengartikan gerakan sosial sebagai
suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama; atau gerakan mencapai tujuan
bersama; atau gerakan mencapai tujua bersama melalui tindakan kolekif di luar lingkup lembaga-
lembaga yang mapan

Gerakan petani menurut Wahyudi (2005) merupakan salah satu jenis dari gerakan
Sosial, artinya gerakan petani adalah gerakan sosial yang dilakukan oleh petani. gerakan sosial –
termasuk di dalamnya gerakan petani- merupakan gerakan yang dilakukan oleh sekelompok
orang secara kolektif, kontinyu dan atau sistematis dengan tujuan untuk mendukung atau
menentang keberlakuan tata kehidupan tertentu dimana mereka memiliki kepentingan di
dalamnya, baik secara individu, kelompok, komunitas, atau level yang lebih luas lagi.

Rasa senasib sepenganggungan, kuatnya ikatan sosial pagyuban di kalangan petani


menadi modal kuat untuk berkumpul menjadi satu kekuatan tindakan kolektif untuk melawan
ketidakadilan terhadap kehidupan mereka. Studi-studi mengenai gerakan petani menunukkan
bagaimana petani berjuang untuk hidup lebih baik, mencari jalan keluar dari kompleksitas
permasalahan yang menjerat mereka. Kasus-kasus reklaiming tanah, penarahan, konflik petani
dengan pengusaha swasta ataupun pemerintah dan kasus-kasus pertanahan lainnya di negeri ini
berkaitan dengan hak ekonomi, hak sebagai petani warga negara Indonesia atas tanah sebagai
sumber penghidupan. Gerakan petani tersebut diwarnai dengan perjuangan kelas sebagai ciri-ciri
gerakan sosial lama. Perjuangan kelas melawan pemilik-pemilik tanah atau terhadap penguasa di
mana ketika negara melakukan represi terhadap petani, melakukan perampasan-perampasa tanah
dengan dalih kepentingan umum menggunakan birokrasi pemerintah dengan pengawalan ketat
militer.

6
B. Faktor Lahirnya Gerakan Sosial Petani
Kemerosotan ekonomi secara mengejutkan, dimana hal tersebut dibarengi dengan
peningkatan eksploitasi yang dilakukan oleh negara atau tuan tanah. Ekploitasi yang dilakukan
secara berkelanjutan dengan kualitas yang terus meningkat, menimpa banyak petani, dan hampir
terjadi diseluruh wilayah, serta dapat mengancam jaring pengaman sosial mereka atas sumber –
sumber subsistensial, maka besar sekali kemungkinan eksploitasi tersebut mencetuskan sebuah
aksi perlawanan.

Perlawanan petani lahir karena adanya pengorganisasian yang di alkuakan oleh satu
atau beberapa orang tokoh karismatik. Seperti halnya kata Marx (1850) dalam Peasantry as a
Class, bahwa petani tidak dapat memperjuangkan kepentingan kelas mereka atas nama mereka
sendiri. Mereka tidak mampu merepresentasikan diri mereka kedalam sebuah kelas, mereka
harus diwakilkan. Perwakilan tersebut, pada saat yang bersamaan haruslah bertindak sebagai
pemimpin, pembuat peraturan, dan kekuatan institusional yang dapat melindungi mereka dari
tekanan kelas lain.

Tekanan struktural, kultural, hingga kondisi subsistensi petani yang sudah melampaui


batas toleransi, menurut Scott (1976), hal ini sudah cukup untuk menjadi pemicu bagi petani
untuk melampiaskan kemarahannya terhadap tatanan sosial yang ada. Gerakan – gerakan
perlawanan petani, pada bentuk sederhana seringkali berpusat pada mitos tentang suatu tatanan
sosial yang lebih adil dan merata ketimbang dengan tatanan sosial yang sekarang bersifat
hirarkis. Lahirnya suatu mitos bersama tentang keadilan yang transedental sering dapat
menggerakan kaum tani untuk melakukan gerakan sosial. Mitos – mitos seperti
ini mempersatuakan kaum tani hingga mampu membentuk koalisi – koalisi petani, meskipun
tidak stabil, sangat rentan, dan hanya dipersatukan untuk sementara waktu oleh suatu impian
milenial (Wolf, 1966).

Berdasarkan penjelasan di atas secara umum ada beberapa factor yang memicu
lahirnya gerakan social petani seperti sebagai berikut;

1. Radikalisasi terhadap Petani.

Radikalisasi terhadap petani tersebut menjadi hal yang mendasar yang memicu lahirnya
gerakan social dari petani pada masa colonial. Pada umumnya, kondisi tersebut berasal dari

7
luar masyarakat petani, seperti penindasan, pungutan pajak, pengekangan hak, pembatasan
kerja, dsb. Radikalisme terhadap petani ini rata terjadi semua terhadap petani pada masa
colonial seperti yang terjadi di banten yang kemudian meahirkan pemberontakan petani
banten 1888.

Pada tahun 1882 dan 1884 keadaan rakyat Banten khususnya di Serang dan Anyer
ditimpa dua malapetaka; kelaparan dan penyakit sampar (pes) binatang ternak. Diperkirakan,
hampir dua tahun hujan tidak turun, sehingga tanaman padi tidak ada yang tumbuh dan air
minum pun sulit didapat. Musim kering yang berkepanjangan ini, menyebabkan kelaparan
merajalela. Karena kurangnya makanan ini maka banyak penduduk yang terjangkit penyakit
demam yang parah; terutama sekali kaum perempuan. Karena musim kemarau ini pula maka
berjangkit wabah penyakit sampar (pes) yang menyerang ternak kerbau atau kambing (1880).
Penyakit hewan ini menular dengan cepat, sehingga pemerintah kolonial menginstruksikan
supaya membunuh dan mengubur atau membakar semua kerbau atau kambing di suatu desa
yang di sana terdapat kerbau yang berpenyakit agar jangan menular ke desa lain.

Ironisnya, kerbau atau kambing yang dibunuh tentara kolonial ini, karena banyaknya,
tidak sempat dikuburkan, sehingga bangkai hewan dapat ditemukan di mana-mana; dan ini
mengundang datangnya penyakit baru lagi bagi rakyat desa. Tidak heran dari catatan yang
ada pada bulan Agustus 1880, dari ± 210.000 penderita, tercatat lebih dari 40.000 orang di
antaranya tidak dapat tertolong dan menemui ajalnya (Kartodirdjo, 1988:88).

Kesedihan yang mendalam itu ditambah lagi dengan meletusnya Gunung Krakatau di
Selat Sunda (tanggal 23 Agustus 1883), yang menimbulkan gelombang laut setinggi 30 meter
melanda pantai barat Banten, menghancurkan Anyer, Merak, Caringin, serta desa-desa Sirih,
Pasauran, Tajur dan Carita. Kesemuanya merenggut korban ± 21.500 jiwa tenggelam disapu
gelombang. Daerah tempat bencana alam itu luluh lantak tersapu gelombang pasang.

Musibah yang datang bertubi-tubi menimpa rakyat Banten dengan sendirinya


membawa dampak luas, tidak hanya di bidang sosial ekonomi, tetapi juga dalam bidang
sosial politik dan kehidupan keagamaan. Sementara itu, pihak pemerintah kolonial
melaksanakan sistem perpajakan yang baru, sehubungan dengan penghapusan pelbagai kerja

8
wajib, seperti kerja pancen dan kerja rodi. Dalam keadaan yang sangat menyedihkan itu,
pengenaan pertanggungan pajak di luar kewajaran, semakin menambah penderitaan rakyat.

Berbagai macam pajak yang dikenakan kepada penduduk negeri; dari mulai pajak
tanah pertanian, pajak perdagangan, pajak perahu, pajak pasar sampai kepada pajak jiwa
yang besarnya kadang-kadang di luar kemampuan dan penetapannya tidak mengenal
keadaan, ditambah dengan kecurangan-kecurangan pegawai pemungut menambah keresahan
dan mempersubur rasa benci penduduk kepada penjajah.

Radikalisme terhadap petani ini jugalah yang menyebabkan gerakan resistensi petani


yang dipimpin oleh dua orang tokoh, Entong Tolo dan Entong Gendut dikenal sebagai
pemimpin bandit sosial yang bercampur motivasi politik di salah satu distrik Jatinegara.
Mereka dikenal sebagai “Robin Hood” Batavia yang anti tuan tanah.

2. Pengorganisiran Petani

Proses mobilisisasi petani, baik berupa sumberdaya yang bersifat terbatas seperti


uang dan makanan ataupun individu petani itu sendiri, guna mencapai suatu tujuan tertentu,
pengorganisiran dapat bersifat formal atau informal. Pengorganisasian petani ini biasanya di
lakukan oleh seorang tokoh karismatik dalam rangka menanamkan dokrinitas untuk melawan
segala bentuk penindasan terhadap politik colonial, dan kapitalisme. Dengan hal ini
masyarakan percaya akan sesuatu hal yang berkaitan dengan juru pembebasan ataupun juru
selamat yang akan membebaskan mereka. Perorganisasian petani ini bias kita lihat dari
gerakan petani banten, gerakan ratu adil dll.

3. Makna Tanah Bagi Petani.

Intepretasi yang timbul dari ikatan – ikatan yang ada antara petani dengan tanah,
dapat bersifat ekonomi, sakral, ataupun kultural. Hal ini kemudin terjadi sebuah perubahan
oleh system yang di berlakukan oleh pemerintahan hindia belanda. Dimana semulanya tanah
merupakan hal yang sakral bagi petani namun politik colonial mengambil alih itu semua.

9
C. Gerakan Sosial Petani yang ada di Indonesia

1. Gerakan Petani Banten 1888

Ketidakadilan pemerintah membuat para petani merasa di-diskriminasikan membuat


mereka merasa terpuruk, sehingga mereka menempuh jalan dengan cara memberontak untuk
mendapatkan hak-hak mereka. Pemimpin dalam pemberontakan ini lebi banyak dilakukan
oleh pemuka agama, seperti para ulama, kyai, santri dan tokoh masyarakat lainnya. Mereka
mendirikan pesantren untuk memahami tentang islam, sehingga banyak masyarakat Banten
yang menjalankan rukum islam yang ke-5 naik haji ke Mekkah. Setelah pulang dari haji, para
haji membawa tarikat Pan-Islamisme yang saat itu sedang berkembang di Arab yang
mengajarkan Nasionalisme, sehingga masyarakat muslim tergerak hatinya untuk melawan
penjajah, bisa dikatakan para haji inilah penggerak dalam perlawanan kolonial maupun
pemerintah yang sewenang-wenang.

Serangan pertama dalam pemberontakan ini dilakukan pada tanggal 8 juli 1888
bertepatan hari minggu, serangan dilakukan menargetkan para pejabat-pejabat Negara.
Pasukan pemberontakan ini dipimpin oleh H. Wasid dan Tubagus Ismail dengan pasukan
berbaju putih.

Sejak semula telah jelas bahwa patih merupakan orang yang hendak dibunuh oleh para
pemberontak. Bukti nyata ketidakpopuleran patih dikalangan masyarakat karna patih
seringkali bersikap sinis terhadap soal-soal agama dan peraturan-peraturan yang mengikat
soal agama. Sebagian besar pejabat pemerintah dapat dibunuh, yang tidak dibunuh adalah
kaum wanita dan anak-anak dan para babu yang merupakan pribumi. Dan sebagian mereka
lari, para pelarian tidak diperbolehkan tinggal di desa-desa karna mereka bukan muslim.

Ditengah gencarnya para pemberontak dalam memberangus para pejabat banyak


korban berjatuhan. Paling tidak 17 pejabat pemerintah tewas, 7 diantaranya orang Belanda,
dan selebihnya adalah orang pribumi, dari pihak pejuang dinyatakan 11 orang gugur,
termasuk diantaranya tokoh pemimpin diantaranya kyai Haji Wasid, Haji Ismail, Haji

10
Usman, selain itu 19 orang gugur dalam peperangan yang terjadi selama 3 minggu, setelah
peperangan reda 94 orang pejuang yang tertangkap dibuang oleh penjajah kedaerah Sumatra,
Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa Timur

2. Gerakan Protes Petani Klaten

Gerakan protes petani Klaten yang di promotori oleh BTI disebut dengan aksi
sepihak.Gerakan itu disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian panitia landreform di dalam
melaksanakan tugasnya. didalam melaksanakan tugasnya panitia landreform memang belum
sesuai dengan ketentuan atau garis-garis yang ditetapkan dalam UUPA maupun
UUPHB.Misalnya tentang pembentukan panitia landreform tingkat desa, belum setiap desa
membentuk panitia landreform apalagi melaksanakan landreform.

Tentang lembaga bagi hasil tradisional yang nyata-nyata bertentangan dengan


ketentuan didalam UUPHB, tetapi secara riil lembaga itu masih hidup terus di
Klaten.Kelemahan panitia landeform tingkat daerah sampai dengan tingkat desa ini diakui
oleh Menteri Pertanian, sehingga oleh BTI kelemahan panitia landreform ini dieksploitir
untuk mencetuskan gerakan mereka di Klaten yaitu aksi sepihak.

Tiga kegiatan yang menandai pelaksanaan landreform dari tahun 1961 hingga tahun
1965 adalah : pendaftaran tanah, penentuan tanah lebih serta pembagiannya kepada sebanyak
mungkin petani tidak bertanah dan pelaksanaan UUPHB (Undang-Undang No.2 tahun 1960)
Program landreform dan pelaksanaannya di daerah Klaten yaitu meliputi.

a. Larangan menguasai tanah pertanian yang melampaui batas


b. Larangan pemilikan tanah secara apa yang disebut absentee
c. Redistribusi tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum serta tanah- tanah yang terkena
larangan absentee
d. Pengaturan tentang soal pengembalian dan penebusan tanah- tanah pertanian yang di
gadaikan
e. Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian disertai larangan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah pertanian menjadi
bagian yang terlampau kecil.

11
Dalam pelaksanaan landreform di daerah Klaten banyak mengalami hambatan-hambatan.
Sehingga dari hambatan-hambatan tersebut muncul suatu masalah gerakan protes yaitu aksi
sepihak (aksef) yang dilakukan oleh petani baik kepada pemerintah maupun tuan tanah. Gerakan
aksef di organisir oleh BTI. Sejak tahun 1960an penentangan yang dilakukan oleh petani lebih
banyak ditujukan kepada pemerintah, sedangkan pada tahun 1964- 1965 sasaran gerakan lebih
banyak ditujukan kepada tuan tanah

3. Gerakan Pemberontakan Petani UNRA 1943

Ada dua faktor utama penyebab terjadinya pemberontakan, yaitu: penyebab langsung
dan tidak langsung. Penyebab langsungnya ialah: perlakuan kasar penagih setoran kepada
warga desa dan perilaku kekerasan aparat polisi ketika melakukan inspeksi ke desa Unra
dalam rangka melakukan penagihan kewajiban setoran beras kepada warga, sebagaimana
yang terjadi terhadap Ibanna. Perlakuan kasar penagih setoran, dengan menaiki loteng dan
membuka paksa bubungan rumah Ibanna untuk mengambil padi dan membuangnya ke tanah
telah memicu kemarahan rakyat Unra. Tindakan ini juga telah melanggar norma adat-istiadat
dan simbol-simbol budaya lokal yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Bugis, yaitu bahwa
padi mengandung nilai magis dan tidak boleh dibuang ke tanah karena akan membuat petani
sulit mendapatkan pangan atau gagal panen.

Di pihak lain, perlakuan kasar aparat polisi dan pemerintah terhadap Ipagga, seorang
petani Unra, dengan memukul dan menendangnya telah mempercepat proses terjadinya
pemberontakan. Sementara itu, penyebab tidak langsungnya ialah adanya penetapan
kewajiban setor beras dari pemerintah pendudukan Jepang kepada petani, yang kuotanya 500
liter per kepala rumah tangga. Selain faktor ini, juga disebabkan adanya musim paceklik dan
musim kemarau, sehingga kebijakan wajib setor beras yang diberlakukan oleh pemerintah
membuat petani semakin menderita.

Hal lain yang juga menjadi faktor penyebab pemberontakan ialah terjadinya
penggerogotan martabat tokoh-tokoh adat dan pemimpin lokal, yakni terjadi perampasan
otoritas kepemimpinan lokal oleh pemerintah pendudukan Jepang, yang tidak pernah terjadi
sebelumnya. Perubahan ini telah menimbulkan persepsi di kalangan petani atas pemimpin

12
mereka, terututama dilihat dari fakta sejarah bahwa, sewaktu pendudukan Jepang,
pemerintahan desa ditempatkan di bawah kontrol pemerintah pusat secara langsung, dan
pejabat desa ditempatkan sebagai agen pemerintah dan bukan sebagai pemimpin rakyat.
Perubahan status ini membuat para petani atau penduduk desa semakin hilang kesetiaannya
kepada pemimpin mereka, bahkan berbalik menjadi musuh yang harus diperangi. Tampak
dengan jelas bahwa sifat dasar pemberontakan benar- benar spontan. Tidak ada dukungan
organisasi, bersifat non-politis, serta tidak direncanakan dengan matang, bila dilihat dari cara
petani melakukan pemberontakan dan perkembangan sesudah pemberontakan. Tetapi,
pemberontakan itu mempunyai pemimpin dan basis ideologi, yakni gerakan tarekat. Prakarsa
pemberontakan diambil oleh petani biasa, tokoh tarekat, dan sekaligus tokoh agama yang
berada di luar kalangan birokrat desa.

4. Gerakan Sosial Petani Kedungdendeng

Dusun Kedungdendeng merupakan dusun yang mendiami lahan hutan yang dikelola
oleh BKPH Ploso Barat. Dusun Kedungdendeng sendiri masuk wilayah Desa Jipurapah
Kecamatan Plandaan Kabupaten Jombang. Dusun Kedungdendeng merupakan dusun
terpencil di Kabupaten Jombang, akses yang sangat susah menyebabkan Dusun
Kedungdendeng terisolasi oleh daerah luar.

Pertama, sengketa tanah yang terjadi antara petani kedungdendeg dengan BKPH Ploso
Barat sudah berjalan sejak pra reformasi. Sengketa tanah tersebut lahir dikarenakan claiming
yang yang dilakukan oleh BKPH Ploso Barat terhadap tanah - tanah milik petani
Kedungdendeng. Pihak BKPH Ploso Barat merasa bahwa tanah yang ditempati oleh petani
kedungdendeng baik dijadikan pemukiman maupun lahan pertanian masih masuk kedalam
peta blok milik BKPH Ploso Barat yaitu masuk kedalam 8 peta seluas 66, 6 ha.

Kedua, perlawanan yang dilakukan oleh petani kedungdengdeng pra reformasi,


kuatnya pemerintahaan orde baru pada waktu itu membuat perlawanan yang dilakukan oleh
petani kedungdendeng mengunakan perlawanan khas kaum tani. Bentu perlawanan yang
dilakukan oleh petani Kedungdendeng dengan pengrogotan lahan secara liar dan melakukan
pencurian secara liar pohon milik BKPH Ploso Barat. perlawanan tersebut diambil oleh
petani Kedungdendeng dikarenakan kuatnya pemeritahan ordebaru pada waktu itu membuat

13
petani dihantui rasa ketakutan dan tekanan dari pihak BKPH Ploso Barat. seperti pada tahun
1985 yang terjadi perampsan 15 hektar tanah milik petani Kedungdendeng yang oleh pihak
BKPH Ploso Barat akan digunakan sebagai penghijauan. Pasca reformasi telah terbuka pintu
pintu demokrasi yang dimilki oleh setiap masyarakat dan berhak untuk mengutarakan
pendapat mereka tidak disia - siakan oleh petani kedungdendeng.

ketiga, perlawanan yang dilakukan oleh petani telah mengalami perubahan melalui
jalur hukum dan birokrasi. Tepatnya tahun 1999 pengajuan terhadap SPPT (Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang) dan setahun kemudian SPPT tersebut turun tetapi dalam
pengajuan tersebut petani kedungdedneg tidak melibatkan pihak BKPH Ploso Barat sebagai
pihak yang secara legal memiliki kewenangan tersebut, disini menjadi menarik bahwa
konflik pertanahan yang terjadi antara petani kedungdendeng dengan BKPH Ploso Barat
melibatkan pihak ketiga yaitu dari pertanahan atau agraria yang dimana pihak tersebut
meruapakan bagian dari instituasi negara.

14
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Gerakan petani adalah gerakan sosial yang dilakukan oleh petani.  Gerakan sosial –
termasuk di dalamnya gerakan petani- merupakan gerakan yang dilakukan oleh sekelompok
orang secara kolektif, kontinyu dan atau sistematis dengan tujuan untuk mendukung atau
menentang keberlakuan tata kehidupan tertentu dimana mereka memiliki kepentingan di
dalamnya, baik secara individu, kelompok, komunitas, atau level yang lebih luas lagi.

Gerakan petani muncul di Indonesia karena adanya ketimpangan dalam struktur


penguasaan tanah. Dimulai dari masa kolonial ketika diberlakukannya Agrarische Wet tahun
1870, di mana satu orang pemmodal bisa menguasai ribuan hektar tanah sedangkan ribuan petani
lainnya tidak mempunyai akses untuk menggarap tanah yang dahulunya garapan mereka. Pada
masa Soekarno disah kan UUPA 1960 untuk memperbaiki kondisi tersebut.

Namun pada era Soeharto, kebijakan yang dikeluarkan kurang lebih seperti konversi dari
masa kolonial yang membuat petani semakin dirugikan. Pada masa Reformasi, muncul
organisasi-organisasi gerakan tani. Para petani dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan
ketidakadilan mereka melakukan gerakan petani demi terwujudnya reforma agraria yang
diharapkan mampu mengubah kehidupan petani menjadi lebih baik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Afrizal, ‘’Negara dan Konflik Agraria: Studi Kasus pada Komunitas Pusat Perkebunan Kelapa
Sawit Berskala Besar di Sumatera Barat’’. Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Andalas,
Padang.

Noer Fauzi Rahman. 1999. ‘’Perenial Claim Yang Menggugat Tanggung Jawab Negara’’. Jurnal
Wacana Ed. 4 tahun 1999: Petani dalam Jeratan Globalisasi. Yogyakarta: Insist Press.

 Mochammad Fajrin. 2011. Skripsi: ‘’Dinamika Gerakan Petani: Kemunculan dan


Kelangsungannya (desa Banjaranyar Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis)’’.  Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian
Bogor.

Ririn Darini. ‘’Sengketa Agraria: Kebijakan dan Perlawanan dari Masa ke Masa. Mozaik :


Sengketa Agraria’’

Soerjono Soekanto, 2006. ‘’Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta’’ : PT Grafindo Press.

Syamsu A. Kamarudin. 2012.’’Pemberontakan Petani UNRA 1943 (Studi Kasus Mengenai


Gerakan Sosial di Sulawesi Selatan pada Masa Pendudukan Jepang’’. Jurnal Makara
Humaniora. Vol. 16. No.1

16
Angga Prasetio Adi. 2015.’’gerakan Sosial Petani Kedungdendeng’’. Skripsi. Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik. Universitas Airlangga.

Hartutik. 2018.’’Gerakan Protes Petani Klaten (Aksi Seihak Dalam Kurun Waktu Antara Tahun
1960-1965’’. Jurnal Ilmi-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan. Vol. 5. No. 1

http://kelakss.blogspot.co.id/2017/06/makalah-pemberontakan-petani-banten-1888.html

17

Anda mungkin juga menyukai