Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah karena dengan Rahmat Allah SWT kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan semaksimal mungkin dan tak pula Salawat serta salam kami haturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Dan semoga tugas ini dapat dijadikan pedoman untuk seluruh nusantara, agar Negara kita menjadi Negara yang tentram, aman, dan bijaksana. Serta dapat meningkatkan mutu pembangunan di Indonesia. Kami selaku penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan Bapak Budhy Santoso S.Sos, M.Si. selaku Dosen Mata Kuliah Sosiologi Pembangunan. Dan apabila ada kekeliruan atau kejanggalan di dalam penyusunan tugas ini kami selaku penulis mohon maaf sebesar-besarnya. Karna kami tahu bahwa manusia tidak akan lepas dari lupa dan kesalahan.

Jember, 19 Maret 2011 Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1 1.2. Rumusan Maslah.......................................................................................... 2 1.3. Tujuan masalah............................................................................................. 2 1.4. Manfaat.......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
2.1. Justifikasi Pembahasan................................................................................ 3 2.2. Konteks Komuniksi dalam Pembangunan................................................ 3 2.3. Kritik Terhadap Pembangunan Sebagai Sebuah Ideologi....................... 4

BAB III PENUTUP............................................................................................... 11


3.1. Kesimpulan.................................................................................................... 11 3.2. Saran............................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 12

BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia sangatlah tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh seluruh elemen masyarakat. Banyak terdapat kecurangan yang dilakukan oleh berbagai pihaak yang di beri tanggung jawab untuk melaksanakan program pembangunan tersebut. Karena seringkali terjadi kesalahan komunikasi pembanunan. Kesenjangan teoretis komunikasi pembangunan desa di Indonesia berasal dari ketiadaan penelitian yang sistematis tentang pautan antara data-data empiris bersama dokumen pembangunan, dan proses penyusunan teori baru komunikasi pembangunan desa. Dalam aspek ontologis, studi komunikasi pembangunan hanya tertuju pada proses komunikasi yang terbatas, sebagai implikasi dari pertautannya dengan studi pembangunan yang memiliki posisi-posisi paradigmatis terbatas pula. Konsekuensinya, studi komunikasi pembangunan tidak merespons jaringan di luar proyek dan globalisme pembangunan. Adapun epistemologi komunikasi pembangunan masih terbatas pada positivisme, post-positivisme dan teori kritis. Dalam konteks metosologis, aspek komunikasi tidak sekedar menjadi variabel pengaruh (penyebab), melainkan kini (minimal dalam kasus PPK) juga sebagai hasil (variabel terikat) dari proyek pembangunan. Pada sisi aksiologi, oleh karena didominasi paradigma modernisasi, maka komunikasi pembangunan selama ini hanya menjadi pendukung modernisasi. Orientasi terhadap teori-teori modernisasi mengakibatkan pembacaan persoalan hanya dari dalam, sehingga komunikasi pembangunan terbatas melihat antar komunikator yang terlibat langsung.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka permasalahan yang menjadi perhatian dalam pembangunan di Indonesia adalah ketiadaan penelitian yang sistematis tentang pautan antara data data empiris bersama dokumen pembangunan, dan proses penyusunan teori baru komunikasi pembangunan desa. 1.3.Pembahasan ini dilakukan dengan tujuan :
1. Dapat menyelesaikan berbagai masalah yang sering terjadi antara teori

pembangunan dengan keadaan yang sebenarnya.


2. Dapat meningkatkan kualitas pembangunan di Indonesia

1.4.Manfaat Hasil pembahasan ini diharapkan dapat meminimalisir kesalahpahaman yang terjadi antara teori komunikasi pembangunan dengan keadaan yang sebenarnya sehingga nantinya dapat melancarkan proses pembangun yang ada di Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN
2.1.Justifikasi Pembahasan Pembahasan tentang komunikasi pembangunan untuk desa-desa di Indonesia semakin mendesak untuk dilaksanakan. Pada satu sisi, aspek-aspek pembangunan telah mengalami perubahan sejak komunikasi pembangunan dikenal di Indonesia pada awal 1970-an, baik dalam organisasi strategi pembangunan maupun penggunaan media komunikasi. Pada saat ini strategi penanggulangan kemiskinan telah terorganisir dari tingkat internasional, nasional, sampai ke tataran kabupaten/kota. Telekomunikasi yang digunakan mencakup satelit dan internet, yang digabungkan dengan komunikasi interpersonal dari pendamping. Sayangnya, studi komunikasi pembangunan tertinggal dalam perumusan teori, konsep, dan analisis terhadap perjalanan pembangunan. Ketertinggalan tersebut semakin dirasakan pada paradigma kritis dalam komunikasi pembangunan (Jansen, 2002; Wilkins, 2000). 2.2.Konteks Komuniksi dalam Pembangunan Dalam studi komunikasi, konteks memiliki arti khusus. Pertama, konteks sebagai pembentuk jenis-jenis studi khusus dalam komunikasi. Konteks media massa, misalnya, menghasilkan komunikasi massa. Konteks pembangunan tentu menghasilkan studi komunikasi pembangunan. Ketika diperdalam satu per satu, terlihat bahwa pada saat ini komunikator dalam pembangunan desa tidak bisa didefinisikan semata-mata sebagai komunikator dalam makna mekanistis. Ragam komunikator pembangunan desa mencakup pemerintah pusat, pemerintah daerah, konsultan (swasta), LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), perguruan tinggi, pemanfaat proyek, warga desa lain. Masing-masing pihak mungkin bersepakat tentang salah satu level pembangunan, sehingga dipandang berperan sebagai stakeholders. Akan tetapi tiap pihak dapat memiliki identitas sosial sendiri sehingga membentuk jaringan komunikasi yang berbeda, dibandingkan pihak-pihak lainnya.

2.3. Kritik Terhadap Pembangunan Sebagai Sebuah Ideologi

Pembangunan, bagi mayoritas masyarakat, dianggap sebagai suatu kata yang digunakan untuk menjelaskan proses dan usaha untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya, infrastruktur masyarakat, dan lain sebagainya, sehingga istilah pembangunan sering kali disejajarkan dengan istilah perubahan sosial. Bagi penganut pandangan ini, konsep pembangunan adalah berdiri sendiri dan membutuhkan keterangan lain, seperti pembangunan model kapitalisme, pembangunan model sosialisme, pembangunan model Indonesia, dan lain sebagainya. Dengan demikian, teori pembangunan merupakan sebuah teori sosial ekonomi yang bersifat sangat umum.Di lain pihak, terdapat suatu pandangan yang lebih minoritas yang berangkat dari asumsi bahwa kata pembangunan itu sendiri adalah sebuah discourse atau suatu pendirian, suatu paham, atau bahkan disebut suatu ideologi tertentu terhadap perubahan sosial. Dalam pandangan ini, konsep pembangunan itu sendiri bukanlah merupakan kata yang bersifat netral, melainkan suatu aliran dan keyakinan ideologi dan teoretik serta praktek mengenai perubahan sosial, sebagaimana teori-teori sosialisme, dependensia atau teori-teori lainnya. Dengan demikian, teori pembangunan dapat diangap sebagai pembangunanisme atau developmentalism. Gagasan dan teori pembangunan sampai saat ini telah dianggap sebagai agama baru karena mampu menjanjikan untuk dapat memecahkan masalah-masalah kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami oleh berjutajuta masyarakat di Negara Dunia Ketiga. Istilah pembangunan atau development tersebut telah menyebar dan digunakan sebagai visi, teori, dan proses yang diyakini kebenaran dan keampuhannya oleh masyarakat secara luas. Setiap program Pembangunan menunjukkan dampak yang berbeda tergantung pada konsep dan lensa Pembangunan yang digunakan (Mansour Fakih : 2004). Konsep Pembangunan yang dominan dan telah diterapkan dikebanyakan Negara Dunia Ketiga merupakan pencerminan paradigma Pembangunan

Model Barat. Dalam konsep tersebut, pembangunan dipahami sebagai proses tahap demi tahap menuju modernitas, yang tercermin dalam bentuk kemajuan teknologi dan ekonomi sebagaimana yang dilalui oleh bangsabangsa industri maju. Di sebagian besar Negara Dunia Ketiga, penaksiran konsep Pembangunan dipahami sebagai perbaikan umum dalam standart hidup, disamping itu juga dipahami sebagai sarana memperkuat negara melalui proses industrialisasi dengan pola seragam antara satu negara dengan negara lainnya. Dalam hal ini, peran pemerintah menjadi utama atau menjadi subyek pembangunan, sedangkan masyarakat menjadi obyek dan penerima dari dampak pembangunan. Pembangunan seringkali diidentikkan dengan pertumbuhan ekonomi, yaitu sebuah masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan bila pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Dengan demikian, yang diukur adalah produktivitas masyarakat atau produktivitas negara dalam setiap tahunnya. Secara teknis ilmu ekonomi, ukuran yang digunakan untuk mengihitung produktivitas adalah Gross National Product (GNP) dan Gross Domestic Product (GDP). Tetapi menurut Dr. Arief Budiman (1996), sebuah negara yang tinggi produktivitasnya, dan merata pendapatan penduduknya, bisa saja berada dalam sebuah proses untuk menjadi semakin miskin. Hal ini disebabkan karena pembangunan yang menghasilkan produktivitas yang tinggi itu sering tidak memperdulikan dampak terhadap lingkungannya, yaitu lingkungan yang semakin rusak dan sumber daya alam yang semakin terkuras. Sementara itu percepatan bagi alam untuk melakukan rehabilitasi lebih lambat dari percepatan perusakan sumber alam tersebut. Selanjutnya ia menyampaikan bahwa, atas nama pembangunan, pemerintah juga sering memberangus kritik yang muncul dari masyarakat. Kritik tersebut dinilai dapat mengganggu stabilitas politik. Hal tersebut dilakukan karena mengangap bahwa stabilitas politik adalah sarana penting untuk memungkinkan pelaksanaan pembangunan.

Sedangkan menurut Hanif Suranto (2006), paradigma developmentalisme yang menjadi landasan pembangunan Orde Baru ternyata telah melahirkan

sejumlah problem yang dihadapi berbagai komunitas. Antara lain adalah hancurnya identitas kultural dan perangkat kelembagaan yang dimiliki komunitas akibat penyeragaman oleh Orde Baru; hancurnya basis sumber daya alam (ekonomi) komunitas akibat eksploitasi oleh negara atas nama pembangunan; serta melemahnya kapasitas komunitas dalam menghadapi problem-problem komunitas akibat dominasi negara. Selanjutnya ia menyatakan bahwa kondisi-kondisi tersebut menampilkan wujudnya paling nyata dalam berbagai konflik antara komunitas dengan negara, maupun intra/antar komunitas akibat intervensi manipulatif oleh negara. Konflik Ambon, Poso, Aceh, Papua dan berbagai konflik lainnya merupakan beberapa contoh yang nyata dihadapi di Negara Indonesia.Hasil penelitian dari Institute of Development and Economic Analysis (2001), menyimpulkan tiga catatan penting tentang pelaksanaan pembangunan di Negara Indonesia, yaitu : 1) Pelaksanaan pembangunan di Indonesia terjebak ke dalam perangkap ide-ide pembangunan neo-liberal yang menyesatkan; 2) Pelaksanaan pembangunan di Indonesia juga terjebak ke dalam arus ketergantungan terhadap hutang luar negeri dalam jumlah yang semakin lama semakin besar dan sangat memberatkan; dan 3) Meskipun sampai batas-batas tertentu telah mengungkapkan terjadinya perubahan, tetapi pelaksanaan pembangunan di Indonesia ternyata juga mengakibatkan semakin jauhnya Indonesia terjebak dalam lilitan hutang luar negeri. Beban hutang luar negeri cenderung berubah menjadi upeti kepada pusat-pusat kapilaisme global. Sebagai sebuah upeti, maka secara empiris sangat wajar jika terjadi arus transfer negatif modal bersih (net negative transfer) dalam transaksi hutang luar negeri Indonesia, dan hal tersebut sesungguhnya yang menyebabkan terjadinya stagnasi dan kemerosotan alokasi anggaran negara untuk membiayai pelaksanaan pembangunan. Akhirnya dapat dikatakan bahwa jerat hutang luar negeri tersebut yang menyebabkan perekonomian Indonesia masuk ke jurang krisis ekonomi dan politik.

Pembangunan dan industrialisasi di Indonesia bila diamati selama ini lebih pada orientasi konsumen akhir dan relatif kurang mempunyai kaitan pada peningkatan sektor penyedia inputnya. Dari sini sebenarnya tampak, bahwa kemauan dari pemerintah dalam membangun industri berjalan setengah-setengah dan terkesan tambal-sulam. Lain menteri, lain kebijakan yang diambil. Di Indonesia ada kesan, bahwa seseorang tidak mau dikatakan meniru kebijakan orang lain sebagai pendahulunya, karena takut dianggap sebagai orang yang tidak punya program. Konsekuensinya, para teknorat yang digunakan era Soeharto hingga sekarangcenderung berorientasi pada pasar skala luas tanpa membenahi struktur masyarakat yang di dalamnya. (Horkheimer menyebutnya dengan penyakitmyiopi), yaitu suatu penyakit yang tak mampu melihat prospek jauh ke depan, mereka lebih mementingkan kepentingan jangka pendek. Pada hal Indonesia dalam rencana pembangunannya jelas-jelas berorientasi jangka panjang dengan program Repelitanya !. Bukti pembangunan industri di Indonesia mengalami kegagalan, dapat dilihat dari orientasi penanaman modal asing dan iklim investasi yang tidak kondusif, di mana penegakan hukum masih lemah, perangkat hukum mengalami erosi dalam pelaksanaanya. Inilah yang dikuatirkan oleh para teoretisi Kritik, mereka menganggap bahwa dunia rasional manusia, sudah mengalami dekadensi, mereka tidak lagi memiliki kepekaan sosial. Dengan kata lain, nurani manusia telah dibelenggu oleh nilai-nilai materialisme dan mengalami dehumanisme. Pada hal menurut Habermas, seorang ilmuwan, teknorat dan manusia modern yang penuh rasional, ia harus kritis dan mampu berfikir praksis. Kekuatiran para teoretisi Kritik itu, tampaknya terbukti untuk kasus di Indonesia, di mana teori yang semula bersifat emansipatoris telah merosot menjadi kontemplasi belaka, atau dalam istilah Jurgen Habermas; teori dan ilmuwan di Indonesia telah jatuh ke dalam salah paham positif. Karena

semestinya, sebagai ilmuwan, teoretisi atau pembuat kebijakan menurut teori kritik harus mampu mengembangkan kesadaran kritis. Teori kritik sebenarnya ingin membebaskan manusia, teori kritik mau menjadiaufklarung. Artinya dalam masyarakat industri; kontradiksikontradiksi, frustrasi dan penindasan tidak lagi harus selalu ada. Namun dalam prakteknya program industrialisasi di Indonesia, justru terjadi karena adanya penggusuran lahan petani, penindasan, pertentangan dan konflik kepentingan dan berakhir pada rasa frustrasi manusia yang tertindas. Dengan demikian, artinya selama proses pembangunan di Indonesia telah terjadi proses dehumanisasi dan denaturalisasi. Para teknorat, birokrat dan pembuat kebijakan di Indonesia dalam melaksanakan industri, telah kehilangan rasionalitasnya. Buktinya produksi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang diciptakan melalui program industrialisasi, telah dimanipulasikan demi produksi itu sendiri. Dalam amatan lebih jauh, untuk kasus Indonesia, industrialisasi itu seolah-olah berjalan sendiri-sendiri tidak secara integral. Secara umum kelemahan pembangunan di Indonesia dapat dilihat dari :
1.

Lemahnya kaitan sektor industri dengan sektor pertanian sebenarnya kurang menguntungkan bagi perkembangan industri itu sendiri. Kurangnya kaitan dengan sektor pertanian yang merupakan sumberdaya asli negara, berarti ketergantungan sektor industri terhadap input yang dihasilkan dari sektor luar menjadi negeri amat besar. Dan ini sebenarnya kurang menguntungkan bagi Indonesia.

2.

Kurangnya penyerapan produk pertanian pada sektor industri dalam negeri berarti nilai tambah sektor pertanian hanya sebagian yang tercipta di dalam negeri. Dengan demikian ada semacam ketergantungan rangkap. Sektor industri tergantung pada bahan bakudari luar negeri, sedangkan sektor pertanian memiliki ketergantungan terhadap luar negeri dalam bentuk produk antara. Dan

ini juga sebenarnya kurang menguntungkan pada dua sisi tersebut, sehingga terjadi ketergantungan rangkap. Ketergantungan dan Hal-hal yang bersifat sektoral dan parsial seperti ini sebenarnya adalah suatu hal yang tidak disetujui oleh para teoretisi aliran Kritik. Menurut aliran Kritik, dalam suatu pembangunan, pemahaman dan pelaksanaan kegiatan, manusia itu hendaklah harus berjalan sesuai nurani, holistik dan mampu mematahkan belenggu untuk membebaskan manusia pada kemanusiaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, seharusnya dalam pembangunan industri di Indonesia, peningkatan keterkaitan antara sektor industri dengan sektor pertanian justru akan mengurangi ketergantungan terhadap luar negeri bagi kedua sektor itu, dan ini sekaligus dapat meningkatkan nilai tambah sektor pertanian. Sebenarnya pengembangan sektor yang mengolah produk pertanian merupakan salah satu pemecahan dalam hal ini. Namun dalam prakteknya pemikiran seperti ini seolah-olah tidak terfikirkan oleh para teknorat di Indonesia. Karena seharusnya industri besar itu harus merupakan integrasi dari industri menengah dan kecil. Sebab bila tidak, seperti menurut Yukio Kaneko cukup membahayakan bagi perekonomian nasional, maupun bagi proses industrialisasi di Indonesia. Kalau tidak segera diperbaiki maka pembangunan industrialisasi di Indonesia di masa datang akan mengalami jalan buntu. Selanjutnya orientasi pembangunan yang lebih banyak mengutamakan pertumbuhan sektor industri perlu segera dilengkapi dengan pengembangan sektor pertanian yang memadai, sehingga selalu terjalin kaitan antar sektor baik ke depan maupun ke belakang yang saling menguntungkan. Karena Indonesia adalah negara yang mayoritasnya bermukim di pedesaan dan bergelut di sektor pertanian, bila mengabaikan sektor ini hanya akan menimbulkan pengangguran dan kemiskinan yang semakin merajalela saja. Pembangunanpertanian dan industri sudah selayaknya harus dapat

dinikmati oleh sebagian besar pelaku ekonomi baik pada lingkup nasional (makro) maupun pada tingkat petani penghasil (mikro). Salah satu ciri strategi pembangunan yang harus dimiliki oleh negara yang mempunyai potensi sebagian besar dari sektor pertanian adalah kebijaksanaan pembangunan yang menjaga keterkaitan antara sektor pertanian dan industri. Namun kenyataannya, kepedulian dan orientasi dari pengambil kebijakan pembangunan di Indonesia memiliki penyakit myopi.

BAB III PENUTUP


Kesimpulan

Pembangunan di Indonesia masih jauh dari yang diharapakan. Hal ini karena masih banyak terjadi kesalahan antara teori pembangunan dengan keadaan yang sebenarnya. Dimana teori pembangunan yang sudah diprogram tidak terlaksana dengan baik dikarenakan tidak sesuai dengan data yang ada serta keadaan dilapangan. Hal ini juga menyebabkan mutu pembangunan di Indonesia kurang memuaskan karena belum tercapai secara keseluruhan. Mungkin hanya beberapa persen saja. Saran Diharapakan untuk selanjutnya lebih diperhatikan lagi hala hal yang berkaitan dengan pembangunan. Dan perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam agar tidak terjadi kesenjangan antara teori pembangunan dengan data dan kondisi yang sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Budiman, A.1996. Kemikinan. Suatu Kumpulan Karangan. Gadjah Mada Univ. Pr. Yogyakarta

Fakih, F. 2004. Lensa Pembangunan. Suatu Kumpulan Karangan. Gadjah Mada Univ. Pr. Yogyakarta Hanif Suranto 2006. Paradigma Developmentalisme. Jakarta Agger, B. 1998. Critical Social Theory: An Introduction. Westview Pr. Colorado Bappenas. 2000a. Kontrol Publik dalam Pembangunan. Bappenas. Jakarta Bauer, RA. 1973. Tentang Audience. Terjemahan: The Audience. In:E Depari, C MacAndrews, eds. 1991. Peranan Komunikasi Massa dalam Pembangunan: Suatu Kumpulan Karangan. Gadjah Mada Univ. Pr. Yogyakarta Feliciano. 1976. Komunikasi dan Pembangunan di Asia Tenggara (1964-1974). Terjemahan: Communication and Development in South East Asia. In: E Depari, C MacAndrews, eds. 1991.Peranan Komunikasi Massa dalam Pembangunan: Suatu Kumpulan Karangan. Gadjah Mada Univ. Pr. Yogyakarta Horkheimer,. 1978. Science in a Free Society. Verso. London Habermas, J. 1977. Theory and Practice. Heinemann. London Kearl, BE. 1976. Komunikasi untuk Pembangunan Pertanian.Terjemahan: Communication for Agricultural Development.In: E Depari, C MacAndrews, eds. 1991. Peranan Komunikasi Massa dalam Pembangunan: Suatu Kumpulan Karangan. Gadjah Mada Univ. Pr. Yogyakarta Institute of Development and Economic Analysis (2001),. Community-Driven Development: A Study Methodology. World Bank. Washington DC Rahim, SA. 1976. Pendekatan-pendekatan Komunikasi dalam Pembangunan Desa. Terjemahan: Development. In: E Communication Depari, C Approaches in Rural MacAndrews, eds. 1991. Peranan

Komunikasi Massa dalam Pembangunan: Suatu Kumpulan Karangan. Gadjah Mada Univ. Pr. Yogyakarta Roling, NG. 1989. Difusi Inovasi dan Masalah Kemerataan dalam Pembangunan di Pedesaan. In: EM Rogers, ed. Komunikasi dan Pembangunan:M Perspektif Kritis. Terjemahan dari Communication and Development. LP3ES. Jakarta Rogers, EM. 1989. Perspektif Baru dalam Komunikasi Pembangunan: Suatu Tinjauan. In: EM Rogers, ed. Komunikasi dan Pembangunan:M Perspektif Kritis. Terjemahan dari Communication and Development. LP3ES. Jakarta Schramm, W. 1964. Peranan dan Bantuan Mass Media dalam Pembangunan Nasional. Terjemahan: Mass Media and National Development. In: E Depari, C MacAndrews, eds. 1991. Peranan Komunikasi Massa dalam Pembangunan: Suatu Kumpulan Karangan. Gadjah Mada Univ. Pr. Yogyakarta India. In: EM Rogers, ed.Komunikasi dan Pembangunan:M Perspektif Kritis. Terjemahan dari Communication and Development. LP3ES. Jakarta Whiting, GC. 1989. Bagaimana Kaitan antara Komunikasi dengan

Perubahan? In: EM Rogers, ed. Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif Kritis. Terjemahan dari Communication and Development. LP3ES. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai