Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KELOMPOK 4

“PERENCANAAN DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL”

Dosen : Dr. Muhtadi, M.Si.

Disusun Oleh :

1. Gita Rosita 11180540000039


2. Ishmah Alya Diska 11180540000047
3. Putri Lestari 11180540000057

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020/2021
DAFTAR ISI

JUDUL/COVER ................................................................................................................ 1
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN
A. Hakekat Perencanaan ………………………………………………………..……..… 5 - 6
B. Model Perencanaan …………..……………………………………………..……..…. 6 - 7
C. Proses Perencanaan Program …………………………………………………….…... 7 - 11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .................................................................................................................... 12
B. Saran ………………………………………………………………….………...…....... 12

DAFTAR PUSTAKA ……………………………..…………………….……..…......…. 13

2
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan dalam menyelesaikan
makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, kami tidak akan mampu
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada
Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, sehingga
makalah dengan pokok bahasan “Perencanaan dalam Pembangunan Sosial” dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan dan Kebijakan
Pembangunan Sosial. Terima kasih pula tak lupa kami sampaikan kepada Bapak Dr. Muhtadi,
M.Si. yang telah membimbing dan memberikan ilmu yang sangat bermanfaat untuk kami.
Kami menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan dan
kekurangan. Kami terbuka terhadap kritik dan saran Bapak dan pembaca agar makalah ini dapat
lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan, kami
memohon maaf.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 9 Juni 2021

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat seringkali melibatkan perencanaan,
pengkoordinasian, dan pengembangan berbagai aktivitas pembuatan program atau proyek
kemasyarakatan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan sosial
(Social well-being) masyarakat. Sebagai suatu kegiatan kolektif, pemberdayaan masyarakat
melibatkan beberapa aktor, seperti pekerja sosial, masyarakat setempat, lembaga donor, serta
instansi terkait yang saling bekerjasama mulai dari perancangan, pelaksanaan, sampai
evaluasi terhadap program atau proyek tersebut. Membangun masyarakat dan
memberdayakan masyarakat dapat dilakukan melalui penetapan sebuah program atau proyek
pembangunan yang perumusannya dilakukan melalui perencanaan program.
Pelibatan masyarakat dalam perencanaan kebijakan pembangunan sangatlah penting,
sebagaimana dikemukakan oleh Nasution yang dengan tegas menyatakan bahwa
partisipasi masyarakat dalam membuat perencanaan pembangunan merupakan faktor
utama dalam good governance yang memberikan manfaat besar, di antaranya
meningkatkan kualitas kebijakan pembangunan, menjamin ketercapaian tujuan, menjamin
keberlanjutan pembangunan, serta menjamin terakomodasinya suara kelompok marjinal.1

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja hakekat perencanaan?
2. Apa saja model perencanaan?
3. Bagaimana proses perencanaan program?

C. Tujuan Penulisan

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah perencanaan dan kebijakan
pembangunan sosial, serta untuk memberitahukan dan menambah wawasan bagi pemakalah
dan pembaca sekalian tentang perencanaan dalam pembangunan sosial.

BAB II
1
Nasution Zulkarnain. 2009. Solidaritas Sosial dan Partisipasi Masyarakat Desa transisi : Suatu Tinjauan Sosiologis.
Malang: Ummi Press. Hal. 14.

4
PEMBAHASAN

A. Hakekat Perencanaan
Perencanaan adalah sebuah proses yang penting dan menentukan keberhasilan suatu
tindakan. Perencanaan pada hakekatnya merupakan usaha secara sadar, terorganisir, dan
terus menerus dilakukan guna memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif yang
ada untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaan juga dapat diartikan sebagai kegiatan ilmiah
yang melibatkan pengolahan fakta dan situasi sebagaimana adanya yang ditujukan untuk
mencari jalan keluar dan memecahkan masalah. Perencanaan merupakan sebuah elemen
penting pada pembangunan sosial. Kini, banyak yang percaya bahwa tujuan-tujuan
pembangunan sosial dapat direalisasikan melalui perencanaan yang sistematis. 2 Perencanaan
sosial mula pertama digunakan di negara-negara maju seperti di Eropa Barat dan Amerika
Utara. Menurut pengertian yang diberikan oleh PBB, pengertian perencanaan sosial meliputi
(Suharto, 1997):
1. Perencanaan sosial sebagai perencanaan pada sektor-sektor sosial, seperti sektor
kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan, perumahan, kependudukan, dan keluarga
berencana.
2. Perencanaan sosial sebagai perencanaan lintas sektoral. Pengertian ini sifatnya lebih
menyeluruh dalam arti perencanaan yang lebih dari sekedar perencanaan ekonomi saja.
3. Perencanaan sosial sebagai perencanaan pada aspek-aspek sosial dari perencanaan
ekonomi. Dalam pengertian ini, perencanaan sosial memiliki dua dimensi. Pertama,
perencanaan sosial dipandang sebagai perencanaan input sosial bagi perencanaan
ekonomi. Kedua, perencanaan sosial dipandang sebagai perencanaan yang ditujukan
untuk menghindari atau mencegah berbagai akibat sosial yang tidak diharapkan dari
adanya pembangunan ekonomi, seperti keretakan keluarga, kenakalan remaja, polusi,
pelacuran, dan sebagainya.
Perencanaan sosial memiliki kaitan yang erat dengan perencanaan pelayanan
kesejahteraan sosial. Dengan demikian, meskipun perencanaan sosial masih sering diartikan
secara luas (menyangkut pendidikan, kesehatan, perumahan), perencanaan sosial pada
hakekatnya menunjuk pada perencanaan mengenai program pelayanan kesejahteraan sosial
(Conyers, 1992).
Dengan demikian, perencanaan program pelayanan sosial pada dasarnya menunjuk pada
kegiatan-kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial yang umumnya mencakup: bimbingan
keluarga, pendidikan orang tua, perawatan sehari-hari, kesejahteraan anak, perawatan
manusia lanjut usia, rehabilitasi penyandang cacat dan narapidana, pelayanan bagi

2
James Midgley, 2005. Pembangunan Sosial: Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan Sosial. Jakarta:
Ditperta Islam Departemen Agama RI. Hlm. 73.

5
pengungsi, kegiatan kelompok remaja, pelayanan kesehatan, kegiatan persekolahan, dan
perumahan (Marjuki dan Suharto, 1996).
Masyarakat tidak cukup dilibatkan dalam proses pembangunan namun lebih dari itu
masyrakat perlu dilibatkan dalam seluruh rangkaian perencanaan pembangunan.3 Conyers
mengatakan terdapat tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat dalam proses
perencanaan pembangunan menjadi sangat penting, yaitu: Pertama, partisipasi merupakan
suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat
setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek akan gagal. Kedua,
bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa
dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya. Ketiga, adanya anggapan bahwa
merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat
sendiri.4

B. Model Perencanaan
Sedikitnya ada empat model perencanaan sosial yang memuat prinsip-prinsip
perencanaan secara tersendiri (Gilbert dan Specht, 1977).

1. Model Rasional Komprehensif


Prinsip utama dalam model ini adalah bahwa perencanaan merupakan suatu proses
yang teratur dan logis sejak dari diagnosis masalah sampai pada pelaksanaan kegiatan
atau penerapan program. Model ini sangat menekankan pada aspek teknis metodologis
yang didasarkan atas fakta-fakta, teori-teori, dan nilai-nilai tertentu yang relevan. Dalam
model ini, masalah yang ditemukan harus didiagnosis, ditentukan pemecahannya melalui
perencanaan program yang komprehensif, kemudian diuji efektivitasnya sehingga
diperoleh cara pemecahan masalah dan pencapaian tujuan yang paling baik.
Namun demikian, beberapa ahli menunjukkan beberapa kelemahan yang melekat
pada model ini (Winarno, 2002) :
1. Karena masalah dan alternatif yang diusulkan oleh model ini bersifat komprehensif,
luas dan mencakup berbagai sektor pembangunan, program yang diusulkan oleh para
pembuat keputusan seringkali tidak mampu merespon masalah yang spesifik dan
kongkrit.
2. Teori rasional komprehensif seringkali tidak realistis karena informasi mengenai
masalah-masalah yang dikaji dan alternatif-alternatif yang diajukan seringkali
menghadapi hambatan, misalnya dalam hal waktu dan biaya.
3. Para pembuat keputusan biasanya berhadapan dengan situasi konflik antar berbagai
kelompok kepentingan.
3
Hasil penelitian Arina Hidayah dan Dina Suryawati yang berjudul Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan
Pembangunan Desa (Studi Dalam Penyelenggaraan Musrenbangdes Di Desa Grenden Kecamatan Puger Kabupaten
Jember) tahun 2013.
4
Conyers.1991. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 154.

6
2. Model Inkremental
Kekurangan yang ada pada model rasional komprehensif melahirkan model
inkremental atau model penambahan (incremental). Prinsip utama model ini
mensyaratkan bahwa perubahan-perubahan yang diharapkan dari perencanaan tidak
bersifat radikal, melainkan hanya perubahan-perubahan kecil saja atau penambahan-
penambahan pada aspek-aspek program yang sudah ada. Prinsip ini berbeda dengan
model pertama yang menekankan perubahan-perubahan fundamental. Model ini
menyarankan bahwa perencanaan tidak perlu menentukan tujuan-tujuan dan kemudian
menetapkan kebijakan-kebijakan untuk mencapainya. Yang diperlukan adalah
menentukan pilihan terhadap kebijakan yang berbeda secara marginal saja.

3. Model Pengamatan Terpadu


Model pengamatan terpadu atau penyelidikan campuran (mixed scanning model)
dikembangkan oleh Amitai Etzioni melalui karyanya Mixed Scanning. A Thord Approach
to Decision Making yang dimuat dalam jurnal Administration Review, XXVII pada
Desember 1967. Model ini merupakan jalan tengah dari model pertama dan kedua yang
memadukan unsur-unsur yang terdapat pada kedua pendekatan di atas, yakni mengenai
keputusan fundamental dan inkremental. Keputusan yang fundamental dilakukan dengan
menjajagi alternatif-alternatif utama dihubungkan dengan tujuan. Tetapi tidak seperti
pendekatan rasional, hal-hal yang detail dan spesifikasi diabaikan sehingga pandangan
yang menyeluruh dapat diperoleh. Sementara itu, keputusan-keputusan yang bersifat
tambahan atau inkremental dibuat di dalam konteks yang ditentukan oleh keputusan-
keputusan fundamental. Dengan demikian, masing-masing unsur dapat mengurangi
kekurangan-kekurangan yang terdapat pada unsur lainnya.

4. Model Transaksi
Prinsip utama model ini menekankan bahwa perencanaan melibatkan proses interaksi
dan komunikasi antara perencana dan para penerima pelayanan. Oleh karena itu, model
ini menyarankan bahwa perencanaan harus dapat menutup jurang komunikasi antara
perencana dan penerima pelayanan yang membutuhkan rencana program. Caranya dapat
dilakukan dengan mengadakan transaksi yang bersifat pribadi, baik lisan maupun tulisan
secara terus menerus di antara mereka yang terlibat.5

C. Proses Perencanaan Program


Setiap perencanaan sosial dibuat dengan mengikuti tahapan atau siklus tertentu. Tahapan
tersebut biasanya berbeda-beda tergantung pada jenis perencanaan, tujuan perencanaan, dan
konteks perencanaan. Namun demikian, dalam garis besar perencanaan sosial dapat
dirumuskan menjadi lima tahapan sebagai berikut (Carey, 1980; Marjuki dan Suharto, 1996;
5
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Cetakan pertama. Bandung: PT Refika
Aditama. Hal. 73 - 75.

7
Suharto, 1997): (a) Identifikasi masalah, (b) Penentuan tujuan, (c) Penyusunan dan
pengembangan rencana program, (d) Pelaksanaan program, dan (e) Evaluasi program.

a. Identifikasi Masalah
Mengidentifikasi masalah-masalah sosial yang akan direspon oleh suatu program.
Identifikasi masalah perlu dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan teknik-
teknik dan indikator yang tepat. Misalnya, jika masalah kemiskinan dirumuskan sebagai
orang-orang yang memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan, maka alternatif-
alternatif yang dapat dirancang menjadi sempit. Pemecahan masalah kemiskinan menjadi
hanya sekedar meningkatkan pendapatan orang-orang miskin. Namun demikian, mungkin
saja masalah kemiskinan yang sebenarnya berhubungan dengan keterpencilan suatu
wilayah atau tidak tersedianya sarana ekonomi masyarakat. Karenanya, pemecahannya
dapat melalui kegiatan lain, seperti peningkatan akesesibilitas masyarakat terhadap
fasilitas perkreditan dan pemasaran, selain meningkatkan pendapatan orang-orang miskin
saja.
Identifikasi masalah sangat erat kaitannya dengan asesmen kebutuhan (need
assessment). Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai kekurangan yang mendorong
masyarakat untuk mengatasinya. Asesmen kebutuhan dapat diartikan sebagai penentuan
besarnya atau luasnya suatu kondisi dalam suatu populasi yang ingin diperbaiki atau
penentuan kekurangan dalam kondisi yang ingin direaisasikan.
Dalam kaitan ini ada lima jenis kebutuhan, yaitu kebutuhan absolut, kebutuhan
normatif, kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan yang dinyatakan, dan kebutuhan
komparatif.
1. Kebutuhan absolut (absolute need) adalah kebutuhan minimal atau kebutuhan dasar
yang harus dipenuhi oleh manusia agar dapat mempertahankan kehidupannya
(survive). Misalnya, manusia Indonseia membutuhkan makanan sekitar tiga kali
sehari yang biasanya ditentukan oleh nilai kecukupan kalori. Nilai kalori ini oleh para
ahli kemudian disetarakan dengan nilai uang agar mudah dijadikan standar
pengukurannya. Garis kemiskinan (poverty line) yang dirumuskan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) adalah contoh garis kemiskinan yang berpijak pada konsep kebutuhan
absolut.
2. Kebutuhan normatif (normative need) adalah kebutuhan yang didefinisikan oleh ahli
atau tenaga profesional. Kebutuhan ini biasanya didasarkan standar tertentu.
Misalnya: Penentuan kebutuhan gizi masyarakat tidak bisa dilakukan sembarangan
oleh masyarakat awam. Untuk menentukan kebutuhan masyarakat akan gizi, maka
para ahli menentukan jumlah dan asupan makanan yang seharusnya dikonsumsi oleh
manusia sesuai dengan golongan usia.

8
3. Kebutuhan yang dirasakan (felt need) adalah sesuatu yang dianggap atau dirasakan
orang sebagai kebutuhannya. Kebutuhan ini merupakan petunjuk tentang kebutuhan
yang nyata (real need). Akan tetapi, kebutuhan ini berbeda dari satu orang ke orang
lainnya, karena sangat tergantung pada persepsi orang yang bersangkutan mengenai
sesuatu yang diinginkannya pada suatu waktu tertentu.
4. Kebutuhan yang dinyatakan (stated need) adalah kebutuhan yang dirasakan yang
diubah menjadi kebutuhan berdasarkan banyaknya permintaan. Besarnya kebutuhan
ini tergantung pada seberapa orang yang memerlukan pelayanan sosial.
5. Kebutuhan komparatif (comparative need) adalah kesenjangan (gap) antara tingkat
pelayanan yang ada di wilayah-wilayah yang berbeda untuk kelompok orang yang
memiliki karakteristik sama.

b. Penentuan Tujuan
Tujuan dapat didefinisikan sebagai kondisi di masa depan yang ingin dicapai.
Maksud utama penentuan tujuan adalah untuk membimbing program ke arah pemecahan
masalah. Tujuan dapat menjadi target yang menjadi dasar bagi pencapaian keberhasilan
program. Ada dua jenis atau tingkat tujuan, yaitu tujuan umum (goal) dan tujuan khusus
(objective). Tujuan umum dirumuskan secara luas sehingga pencapaiannya tidak dapat
diukur. Sedangkan tujuan khusus merupakan pernyataan yang spesifik dan terukur
mengenai jumlah yang menunjukkan kemajuan ke arah pencapaian tujuan umum.
Rumusan tujuan khusus yang baik memiliki beberapa ciri:
1. Berorentasi pada keluaran (output) bukan pada proses atau masukan (input).
2. Dinyatakan dalam istilah yang terukur.
3. Tidak hanya menunjukkan arah perubahan (misalnya meningkatkan), tetapi juga
tingkat perubahan yang diharapkan (misalnya 10 persen).
4. Menunjukkan jumlah populasi secara terbatas.
5. Menunjukkan pembatasan waktu.
6. Realistis dalam arti dapat dicapai dan menunjukkan usaha untuk mencapainya.
7. Relevan dengan kebutuhan dan tujuan umum.
Ciri-ciri tersebut dapat dirumuskan dalam akronim SMART (dalam bahasa Inggris
‘smart’ dapat diartikan cerdas) yang merupakan singkatan dari Specific (spesifik atau
khusus), Measurable (dapat diukur), Achievable (dapat dicapai), Realistic (idealistic atau
masuk akal), dan Time-Bound (terikat waktu).

9
c. Penyusunan dan Pengembangan Rencana Program
Dalam proses perencanaan sosial, para perenana dan pihak-pihak terkait atau para
pemangku kepentingan (stakeholders) selayaknya bersama-sama menyusun pola rencana
intervensi yang komprehensif. Pola tersebut menyangkut tujuan-tujuan khusus, strategi-
strategi, tugas-tugas dan prosedur-prosedur yang ditujukkan untuk membantu pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan dan pemecahan masalah. Suatu rencana biasanya dikembangkan
dalam suatu pola yang sistematis dan pragmatis dimana bentuk-bentuk kegiatan
dijadwalkan dengan jelas. Program dapat dirumuskan sebagai pencapaian satu atau
beberapa tujuan khusus. Penyusunan program dalam proses perencanaan sosial
mencakup keputusan tentang apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses perumusan program :
1. Identifikasi program alternatif. Penyusunan program merupakan tahap yang
membutuhkan kreativitas. Karenanya sebelum satu program dipilih ada baiknya jika
diidentifikasi beberapa program alternatif.
2. Penentuan hasil program. Bagian dari identifikasi program alternatif adalah
penentuan hasil apa yang akan diperoleh dari setiap program alternatif. Hasil tersebut
menunjuk pada keluaran atau outputs yang terukur. Hasil ini dapat dinyatakan dalam
tiga tingkatan, yaitu: pelaksanaan tugas, unit pelayanan dan jumlah konsumen.
3. Penentuan biaya. Informasi tentang biaya mencakup keseluruhan biaya program
maupun biaya per hasil. Ada beberapa macam biaya, antara lain; biaya tetap (fixed
cost), biaya variabel, biaya marginal, biaya rata-rata dan sunk cost. Biaya tetap adalah
biaya yang dikeluarkan hanya satu kali saja dalam satu program, tetapi bisa berulang
kali jika program berikutnya dilanjutkan atau dikembangkan. Misalnya, biaya untuk
pembangunan jalan di desa tertinggal. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan
setiap kurun waktu tertentu (misalnya setiap bulan) sehingga jumlahnya dapat
berbeda-beda dengan tingkat kebutuhan atau produksi pada tahapan program. Biaya
marginal adalah biaya yang dikeluarkan untuk tambahan pelayanan. Biaya rata-rata
adalah biaya yang dikeluarkan untuk jumlah seluruh unit pelayanan. Sunk cost adalah
biaya yang sudah dikeluarkan sebelumnya.
4. Kriteria pemilihan program. Setelah program-program alternatif diidentifikasi, maka
harus dilakukan pilihan diantara mereka. Pemilihan dapat dilakukan atas dasar
rasional, yakni bersandar pada kriteria tertentu. Kriteria yang tergolong rasional
adalah menyangkut pentingnya, efisiensi, efektivitas, fisibilitas, keadilan dan hasil-
hasil tertentu. Misalnya, mana yang lebih penting antara penurunan jumlah orang
miskin atau jumlah pengangguran?

d. Pelaksanaan Program

10
Tahap implementasi program intinya menunjuk pada perubahan proses perencanaan
pada tingkat abstraksi yang lebih rendah. Penerapan kebijakan atau pemberian pelayanan
merupakan tujuan. Ada dua prosedur dalam melaksanakan program, yaitu:
a. Merinci prosedur operasional untuk melaksanakan program.
b. Merinci prosedur agar kegiatan-kegiatan sesuai dengan rencana.

e. Evaluasi Program
Dalam tahapan evaluasi program, analisis kembali kepada permulaan proses
perencanaan untuk menentukan apakah tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Evaluasi adalah pengidentifikasian keberhasilan dan/atau kegagalan suatu rencana
kegiatan atau program. Secara umum dikenal dua tipe evaluasi, yaitu: on-going
evaluation atau evaluasi terus-menerus dan ex-post evaluation atau evaluasi akhir. Tipe
evaluasi yang pertama dilaksanakan pada interval periode waktu tertentu, misalnya per tri
wulan atau per semester selama proses implementasi (biasanya pada akhir phase atau
tahap suatu rencana). Tipe evaluasi yang kedua dilakukan setelah implementasi suatu
program atau rencana. Evaluasi berusaha mengidentifikasi mengenai apa yang
sebenarnya terjadi pada pelaksanaan atau penerapan program. Evaluasi bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan.
2. Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran.
3. Mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang mungkin terjadi di
luar rencana (externalities).6

BAB III
PENUTUP
6
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Cetakan pertama. Bandung: PT Refika
Aditama. Hal. 119.

11
A. Kesimpulan
Perencanaan adalah sebuah proses yang penting dan menentukan keberhasilan suatu
tindakan. Perencanaan pada hakekatnya merupakan usaha secara sadar, terorganisir, dan
terus menerus dilakukan guna memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif yang
ada untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaan juga dapat diartikan sebagai kegiatan ilmiah
yang melibatkan pengolahan fakta dan situasi sebagaimana adanya yang ditujukan untuk
mencari jalan keluar dan memecahkan masalah.
Sedikitnya ada empat model perencanaan sosial yang memuat prinsip-prinsip
perencanaan secara tersendiri (Gilbert dan Specht, 1977).
1. Model Rasional Komprehensif
2. Model Inkremental
3. Model Pengamatan Terpadu
4. Model Transaksi
Setiap perencanaan sosial dibuat dengan mengikuti tahapan atau siklus tertentu. Tahapan
tersebut biasanya berbeda-beda tergantung pada jenis perencanaan, tujuan perencanaan, dan
konteks perencanaan. Namun demikian, dalam garis besar perencanaan sosial dapat
dirumuskan menjadi lima tahapan sebagai berikut (Carey, 1980; Marjuki dan Suharto, 1996;
Suharto, 1997): (a) Identifikasi masalah, (b) Penentuan tujuan, (c) Penyusunan dan
pengembangan rencana program, (d) Pelaksanaan program, dan (e) Evaluasi program.

B. Saran
Pembangunan merupakan hal yang terpenting dalam Pertimbangan sosial ekonomi,
sehingga perencanaan pembangunan menjadi salah satu prioritas. Namun demikian, jika
pembangunan itu dirasa belum maksimal, maka pemerintah seharusnya kembali
memaksimalkan perencanaan pembangunan yang sebelumnya sudah disiapkan.

DAFTAR PUSTAKA

12
1. Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Cetakan pertama.
Bandung: PT Refika Aditama.
2. Midgley, James. 2005. Pembangunan Sosial: Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan
Sosial. Jakarta: Ditperta Islam Departemen Agama RI.
3. Conyers, Diana. 1991. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Ed. 2.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
4. Nasution, Z. 2009. Solidaritas Sosial dan Partisipasi Masyarakat Desa Transisi: Suatu
Tinjauan Sosiologis. Malang: Ummi Press.

13

Anda mungkin juga menyukai