Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

TEORI KOMUNIKASI FEMINISME DAN PENETRASI SOSIAL


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori Komunikasi
Dosen Pengampu: Mira Renata S.Sos., M.I.Kom

Disusun oleh:
Sita Puspa Triana 11803003
Ilmu Komunikasi

UNIVERSITAS HALIM SANUSI PUI BANDUNG


2019 M/1441

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa., yang hanya
kepada-Nya-lah, kita harus menghambakan diri. Sholawat serta salam semoga
tercurahkan kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW, yang telah
memberikan keteladanan dan petunjuk jalan yang baik dan yang benar kepada
umatnya. Dengan keteladanan dan petunjuk yang baik dan benar tersebut dari
beliau diharapkan kita sebagai umatnya dapat mencontoh dan mengamalkan
sunnah-sunnahnya. Semoga kita semua akan memperoleh syafaatnya di hari
kiamat nanti. Aamiin.
Saya ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Teori Komunikasi,
yakni Mira Renata, S.Sos., M.I.Kom dan kepada rekan-rekan yang memberikan
partisipasi atas makalah ini, sehingga saya bisa menyelesaikan tugas Teori
Komunikasi yakni makalah yang berjudul “Teori Komunikasi Feminisme dan
Penetrasi Sosial”.
Saya menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan.
Sehingga saya dapat memperbaiki makalah ini sehingga menjadi lebih baik ke
depannya. Dan diharapkan makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca.

Bandung, 15 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
A. Teori Feminisme...................................................................................................3
1. Pengertian teori feminisme...............................................................................3
2. Perkembangan Teori Femisnisme...................................................................6
3. Aliran-aliran Feminisme..................................................................................9
4. Aplikasi Teori Feminisme Komunikasi dalam Studi Kritis.........................11
5. Kelebihan dan kekurangan Teori Feminisme...............................................15
B. Teori Penetrasi Sosial.........................................................................................16
1. Pengertian teori penetrasi sosial....................................................................16
2. Sejarah teori penetrasi sosial.........................................................................17
3. Asumsi teori penetrasi sosial..........................................................................18
4. Model teori penetrasi sosial...........................................................................19
5. Konsep dasar teori penetrasi sosial...............................................................23
6. Contoh kasus teori penetrasi sosial...............................................................26
7. Kritik terhadap Teori Penetrasi Sosial.........................................................27
8. Kelemahan dan Kekuatan Teori Penetrasi Sosial........................................27
BAB III KESIMPULAN................................................................................................29
A. Kesimpulan.........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................32

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meninjau ke belakang bagaimana latar belakang sejarah
penidnasan dan ketidakadilan yang dialami oleh kaum perempuan. Pada
kenyataannya yang namanya hak tidak diakui yakni  hak mereka sebagai
manusia yang ingin sejajar dengan laki-laki. Secara histori pergerakan
feminnisme berkembang secara bertahap.
Awal  munculnya gerakan ini di dataran Eropa. Namun sayangnya
di tempat munculnya gerakan ini tidak mengalami perkembangan yang
begitu pesat. Hingga pada akhirnya feminisme tiba di tanah Amerika, yang
kemudian terjadi perkembangan  yang luar biasa. Mulailah adanya
pengkuan terhadap hak kaum perempuan,  mereka mendapatkan hak pilih,
serta ikut berperan dalam pendidikan.
Sebagai manusia haruslah timbul suatu kesadaan akan pentingnya
persamaan hak antara perempuan dan laki-laki.Timbulya kesadaran bahwa
kita mempunyai hak yang sama. Dan dengan mengamati perjuangan
pergerakan feminisme pada zaman dulu, bermula dari suatu kesadaran
akan ketidakadilan.
Terhadap sejumlah konteks terjadinya fenomena human
communication itu, menurut catatan Gayatri (2006) para akademisi
komunikasi telah berhasil merumuskan ratusan teori komunikasi. Dari
jumlah tersebut, maka rumusan teori lebih banyak berasal dari hasil studi
terhadap fenomena human communication pada level mass, dengan mana
satu di antaranya yang sangat populer yaitu agenda setting theory.
Sementara yang paling sedikit yaitu rumusan teori dari hasil studi terhadap
fenomena pada level interpersonal. Salah satu teori komunikasi yang
tergolong sebagai teori yang berupaya menjelaskan fenomena human
communication pada level interpersonal, yaitu teori penetrasi sosial atau

3
Social Penetration Theory. Teori ini dikemukakan oleh Irwin Altman dan
Dalmas Taylor (Lihat, Griffin, 2003).
Keduanya melakukan studi yang ekstensif dalam suatu arena
mengenai ikatan sosial pada berbagai macam tipe pasangan. Teori mereka
menggambarkan suatu pola pengembangan hubungan, sebuah proses yang
mereka identifikasi sebagai penetrasi soial. Penetrasi sosial merujuk pada
sebuah proses ikatan hubungan dimana individu-individu bergerak dari
komunikasi superfisial menuju ke komunikasi yang lebih intim. Keintiman
tersebut ialah lebih dari sekedar keintiman fisik, dimensi lain dari
keintiman termasuk intelektual dan emosional, dan hingga pada batasan-
batasan dimana pasangan melakukan aktivitas bersama (West & Turner,
2006). Proses penetrasi sosial karenanya mencakup didalamnya perilaku
verbal (kata-kata yang kita gunakan), perilaku non verbal (postur tubuh
kita, sejauh mana kita tersenyum, dan sebagainya), dan perilaku yang
berorientasi pada lingkungan (ruang antara komunikator, objek fisik yang
ada didalam lingkungan, dan sebagainya).
Dalam makalah ini akan membahas hal yang menjadi
persoalan  tentang pengertian apa itu yang dimaksud dengan teori
feminisme dan penetrasi sosial, dan bagaimana pergerakan yang ada di
Indonesia..
B. Rumusan Masalah
Adapun yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan teori feminisme dan penetrasi sosial?
2. Bagaimana perkembangan teori feminisme dan penetrasi sosial?
3. Apa saja aliran teori feminisme?
4. Bagaimana asumsi, model dan konsep teori penetrasi sosial?
5. Bagaimana aplikasi teori feminisme dan penterasi sosial?
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan teori feminisme dan penetrasi
sosial?

4
C. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian teori feminisme dan
penetrasi sosial.
2. Untuk mengetahui perkembangan teori feminisme dan penetrasi
sosial.
3. Untuk mengetahui aliran teori feminisme.
4. Untuk mengetahui asumsi, model dan konsep teori penetrasi sosial.
5. Untuk mengetahui contoh aplikasi teori feminisme dan penterasi
sosial.
6. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori feminisme dan
penetrasi sosial.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Feminisme
1. Pengertian teori feminisme
Teori feminisme berangkat dari dasar perbedaan gender dimana
perempuan kerap diperlakukan berbeda dari mereka yang bergender laki-laki
dan hal ini menjadi dasar pergerakan feminisme. Feminisme memiliki asal
kata femme  yang berarti perempuan, dimana ini adalah sebuah gerakan atau
aktivitas perempuan yang memperjuangkan keseimbangan gender antara
perempuan dan laki-laki dalam mendapatkan haknya dalam masyarakat
sosial. Tujuan dari gerakan feminisme ini adalah tercapainya kesetaraan dan
kesamaan hak serta kewajiban yang diterapkan pada semua gender yaitu
perempuan dan laki-laki.
Dalam budaya yang berkembang di masyarakat, baik secara global
maupun Indonesia sendiri, kita menyaksikan langsung bagaimana laki-laki
memang memegang kekuatan yang dominan dan menempati struktur pada
bagian atas. Hal ini terlihat dari kelompok sosial terkecil yaitu keluarga,
hingga kelompok atau cakupan yang lebih besar seperti organisasi dan publik
secara umum. Tak jarang kenyataan ini pun mengarah pada marginalisasi,
subordinasi, dan perendahan kaum wanita yang dianggap memiliki sistem dan
kedudukan lebih rendah dibanding laki-laki.
Berdasarkan hal itu, para tokoh yang aktif dalam pergerakan dan teori
feminisme berusaha memperjuangkan hak dan peranan kaum perempuan
supaya tidak dianggap lebih rendah dalam keseluruhan tatanan sosial
masyarakat. Dengan gerakan feminisme, perempuan dianggap dapat bersaing
secara adil dengan kaum laki-laki dalam berbagai bidang dan tentunya berhak
mendapatkan hak serta kedudukan yang sama. Gerakan feminisme juga
berupaya untuk memperjuangkan dan menyelamatkan para perempuan dari

6
berbagai problematika sosial seperti rasisme, pelecehan dan penindasan
perempuan, stereotype, phalogosentrisme, dan lain sebagainya. 

Teori feminisme telah berkembang dari waktu ke waktu dan


bercabang ke berbagai arah. Teori feminisme adalah feminisme yang
diperluas menjadi wacana teoritis, fiktif, atau filosofis, dan bertujuan untuk
memahami sifat ketidaksetaraan gender. Teori ini meneliti peran sosial dan
wanita, pengalaman, minat, tugas, dan politik feminis dalam berbagai bidang,
seperti antropologi dan sosiologi, komunikasi, kajian media, psikoanalisis,
ekonomi rumah tangga, sastra, pendidikan, dan filsafat. Teori feminis
berfokus pada analisis ketidaksetaraan gender. Tema yang dieksplorasi dalam
feminisme termasuk diskriminasi, objektifikasi (terutama objektifitas
seksual), penindasan, patriarki, dan stereotip. Sebagaimana Rakow dan
Wackwitz (2004) meringkas dengan efektif, studi komunikasi feminis sering
memasukkan tiga tema sentral: suara, perbedaan, dan representasi.

Dalam bidang komunikasi, teori ini pun juga mencakup banyak


bidang penelitian, tetapi semua bidang sama-sama menitik beratkan pada
pengujian dan penjelasan tentang gender dan kekuasaan gender dalam teks-
teks komunikatif. Teori ini dapat menjabarkan penampilan kekuasaan,
menunjukkan bagaimana pola suatu diskursus terhubung ke relasi kekuasaan
secara lebih umum, atau menawarkan penjelasan tentang strategi yang
mungkin dilakukan untuk mengurangi kekuasaan yang bergender. Teori
komunikasi feminis menempatkan perempuan dan pengalaman perempuan
sebagai pusat kajian komunikasi dan produksi teori. Teori komunikasi
feminis menawarkan penjelasan dan spekulasi tentang strategi komunikatif
yang digunakan untuk menindas perempuan serta yang digunakan oleh
perempuan untuk mengatasi penindasan itu.

Teori feminisme dalam komunikasi dikembangkan dan digunakan


oleh para akademisi untuk memahami gender sebagai proses komunikatif,
dengan tujuan membuat perubahan sosial penting bagi kesejahteraan wanita
dan, pada akhirnya, semua orang. Meskipun ini adalah tujuan bersama, para

7
akademisi feminis berbeda di banyak alasan dan biasanya meneliti sub-sub
area di seluruh disiplin komunikasi.

Banyak cendekiawan telah menegaskan bahwa untuk dianggap


feminis, teori atau studi lain harus difokuskan untuk memberikan kontribusi
pada tujuan keadilan yang lebih besar dalam kaitannya dengan gender.
Optimalnya, teori feminis dalam komunikasi harus memperhitungkan tidak
hanya interaksi antara gender dan kekuasaan, tetapi juga relevansi unsur-
unsur tekstual lainnya termasuk ras, seksualitas, dan kelas.
Konstruksi Identitas

Ketidakseimbangan kekuatan gender dipahami sifatnya yang silang-


menyilang dengan kekuasaan kelas, ras, seksualitas, dan kategori lainnya
Ko
termasuk agama dan etnis. Teori komunikasi feminis yang lebih maju
ns
mempertimbangkan berbagai elemen ini. tr
uk
Teori feminisme awal ini juga menunjukkan bahwa etnis, silatar
Id
belakang budaya dan ekonomi perlu untuk dibahas. Mereka melihat en
bagaimana gender saling bertemu dengan konstruksi identitas lainnya, seperti
tit
kelas, ras, dan seksualitas. Teori ini memperkaya praktek kerja sosial dengan
mengajukan dan menjawab pertanyaan tambahan dan dengan mengakui
pentingnya gender serta titik temunya dengan ras, kelas, identitas seksual, dan
kemampuan dalam distribusi penghargaan ekonomi dan sosial.

Rentang teori feminisme yang membahas komunikasi itu luas,


sehingga teori ini dapat diorganisasikan dengan berbagai cara. Di bawah ini,
pertama-tama saya akan memaparkan sejarah dan perkembangannya; lalu
menjelaskan ragam aliran teori feminisme dan aplikasinya; dan kemudian
membahas beberapa tema yang menjadi bahasan feminisme dalam bidang
komunikasi yaitu: konten bergender dan ideologi dominan, objektifikasi dan
tatapan laki-laki.
Bagan Teori Feminisme dalam Komunikasi

Ras Seksualitas Kelas

Kekuasaan

Gender 8

Suara
Perbedaan

Representasi

Agama Etnis
2. Perkembangan Teori Femisnisme
Teori feminisme komunikasi telah berkembang selama beberapa
dekade sejak tahun 1970-an. Dimulai dengan kurangnya representasi
perempuan di media massa mainstream yang disebabkan oleh kurangnya
kekuatan dan pengaruh perempuan dalam budaya media, baik representasi
media maupun teori tentang mereka berkembang secara signifikan dari waktu
ke waktu. Pada awal kemunculannya, teori ini berfokus pada bagaimana
gender mempengaruhi komunikasi, dan banyak yang berpendapat bahwa
bahasa adalah “buatan laki-laki”. Pandangan komunikasi ini mempromosikan
“model defisiensi” yang menegaskan bahwa karakteristik bicara yang terkait
dengan wanita adalah negatif dan bahwa pria “ditetapkan menjadi standar
untuk komunikasi interpersonal yang kompeten”, yang mempengaruhi jenis
bahasa yang digunakan oleh pria dan wanita.
Terdapat tiga gelombang utama teori feminisme dalam komunikasi
yang dapat ditelusuri dari akar awalnya pada 1840-an hingga saat ini:
- The First Wave (1848-1920): Feminisme gelombang pertama dan paling
umum, yang berfokus pada pengorganisasian wanita untuk mendapatkan
suara dan hak untuk menjaga properti dan gaji mereka, juga fokus pada
penyertaan dan dukungan ideologi dominan dengan teks-teks media
mainstream. Teks- teks ini bisa bermacam-macam seperti artikel berita
atau cerita tentang kampanye politik, serial televisi realitas, atau video
musik.
- The Second Wave (1960-1980an): Feminisme gelombang kedua dianggap
sebagai gerakan wanita modern. Meskipun ada kemajuan di awal abad ke-
20, perempuan pada masa ini masih tidak bisa mendapatkan pengakuan
dengan nama mereka sendiri atau akses untuk mendapatkan alat
kontrasepsi dan memiliki pilihan profesi yang terbatas yang memang
identik dengan profesi perempuan dengan bayaran lebih rendah, mereka
sering dipaksa untuk mengundurkan diri dari pekerjaan ketika mereka

9
menikah atau hamil. Sering kali mereka tidak bisa memakai celana di
depan umum, dan kekerasan yang ditujukan kepada mereka sering kali
tidak ditanggapi serius oleh sistem peradilan pidana. Perubahan yang
disuarakan selama periode ini khususnya bersifat legislatif, progresif, dan
menantang praktek-praktek diskriminatif yang didasarkan pada teori
psikoanalitik dan berfokus pada peran hasrat, seksualitas, dan kepuasan
visual dalam teks-teks yang ada di media.
- The Third Wave (1990an-sekarang): Feminisme gelombang ketiga dan
terbaru mengkaji evolusi representasi tekstual baru-baru ini dalam
kaitannya dengan feminisme dan gender, yang memuncak dengan
munculnya budaya media postfeminis. Selain memperlakukan berbagai
elemen praktek komunikasi dengan berbeda, teori-teori ini juga bervariasi
sesuai dengan derajat sikap kritis mereka sehubungan dengan hubungan
kekuasaan. Feminisme gelombang ketiga dipandang sebagai respons
generasi terhadap kegagalan Gelombang Kedua, sementara memperluas
agenda feminis untuk memasukkan isu-isu ras, kelas, dan bangsa, dan
pengertian yang lebih fleksibel tentang gender dan identitas seksual.
Feminisme Gelombang Ketiga mengkritik penggunaan kategori wanita
yang generik dan berfokus pada sejumlah perbedaan, termasuk
ketidaksetaraan dalam distribusi barang dan jasa yang didasarkan pada
posisi seseorang dalam ekonomi global, serta “kelas, ras, etnis, dan
preferensi afektif” dan interaksinya dengan stratifikasi gender.
Bagaimanapun, beberapa akademisi mengkritik gagasan tiga
gelombang historis ini, dengan alasan bahwa ia mendefinisikan sejarah
dengan terlalu sempit. Mereka berpendapat bahwa fokusnya yang terbatas
pada kegiatan politik yang pencapaiannya hanya pada sejumlah kecil hak
yang sama oleh perempuan kelas menengah berkulit Putih di Amerika
Serikat, justru malah memarginalkan gerakan feminis internasional.
Teori feminis kontemporer berkembang di kalangan akademisi
yang tertarik pada kajian wanita dan komunikasi di Amerika Serikat sejak

10
1980-an. Kedatangannya tumbuh dari setidaknya tiga inspirasi selama
beberapa dekade sebelumnya:
- Pertama, perkembangan dalam teori feminis dalam banyak disiplin
ilmu dibawa ke lapangan oleh para cendekiawan feminis yang
meneliti seluruh batas-batas disiplin tradisional. Ketika perkembangan
ini masuk ke bidang komunikasi, mereka mengguncang asumsi
tentang perempuan dan laki-laki dengan menolak gagasan tentang
individu yang pada dasarnya bergender, yang mendukung gagasan
bahwa gender dan seksualitas dibangun dan direproduksi secara
kultural.
- Kedua, aktivis komunikasi feminis, akademisi, dan profesional telah
meletakkan landasan penting yang mendahului penyematan teori
feminis ke lapangan. Mereka mengangkat isu tentang konten media
dan pengusaha industri, mempertanyakan sifat laki-laki yang diagung-
agungkan berdasarkan pada sejarah dan penelitian di lapangan,
mengusulkan perubahan pada sistem media, dan memusatkan
perhatian pada pengalaman perempuan dengan komunikasi. Teori
feminis, kemudian, tiba dalam komunikasi di tengah catatan sejarah
yang kuat dari penelitian tentang perempuan sebagai pembicara,
organisator, dan profesional dan pada gambar media massa seksis.
- Ketiga, teori feminis, seperti yang dilakukan dalam komunikasi serta
dalam disiplin lain, terlalu sering gagal untuk mempertimbangkan
asumsi teorinya sendiri tentang ras dan etnis, seksualitas, kelas, dan
kebangsaan; yang sebagai hasilnya, menghasilkan kritik yang
berlawanan dari studi feminis orang kulit putih dan Barat.
3. Aliran-aliran Feminisme
Beberapa aliran teori feminisme dan aplikasinya antara lain:
- Feminisme Liberal
Aliran teori ini menyatakan bahwa wanita pada dasarnya sama
dengan pria dan oleh karena itu harus memiliki hak yang setara dengan
pria. Aplikasi fokus feminis liberal adalah hak perempuan untuk

11
mengendalikan tubuh mereka sendiri melalui akses ke pendidikan seks
dan kontrasepsi serta hak aborsi.
- Feminisme Radikal
Aliran teori ini menganggap bahwa perempuan adalah kelas yang
tertindas, patriarki adalah akar dari penindasan, dan kekerasan terhadap
perempuan adalah alat patriarki untuk menjaga perempuan menjadi
bawahan.
Pada aplikasinya, feminis radikal fokus pada isu-isu kekerasan
terhadap perempuan, termasuk pelecehan seksual, pemerkosaan,
pemukulan, objektifikasi, dan prostitusi, mendefinisikan kembali
tindakan seperti diskriminasi seks, dan bagaimana laki-laki menggunakan
kekuasaan dan kontrol untuk mempertahankan posisi dominan mereka
dalam hirarki.
- Feminisme Sosialis
Aliran ini menganggap bahwa perempuan ditindas oleh kapitalisme
dan patriarki, disebabkan hubungan mereka sebagai alat produksi dan
reproduksi. Pada aplikasinya, feminis sosialis fokus pada hubungan
perempuan ke pasar, termasuk pekerjaan di rumah yang tidak dibayar,
perawatan anak, dan upah yang tidak setara di lapangan kerja yang
dibayar.
- Feminisme Kultural
Aliran ini menganggap bahwa wanita dan pria pada dasarnya
berbeda dan banyak kualitas unik yang dimiliki oleh wanita yang bahkan
lebih unggul daripada kualitas yang melekat pada pria. Pada aplikasinya,
feminisme kultural mengangkat perempuan dan kualitas feminin superior
perempuan untuk mengakhiri kekerasan di dunia karena mereka percaya
bahwa perempuan secara alami lebih pasif daripada laki-laki.
- Feminisme Perempuan dengan Kulit Berwarna
Aliran ini menyatakan bahwa ras, gender, dan kelas saling
berinteraksi dan bersinggungan untuk memengaruhi kehidupan wanita,
dan masing-masing harus ditangani secara bersamaan. Pada aplikasinya,

12
aliran ini mengatasi persinggungan rasisme, kelas, dan seksisme.
Misalnya, alih-alih hanya sekedar fokus pada hak dan pilihan aborsi,
aliran ini mengakui bahwa perempuan miskin memiliki pilihan lebih
sedikit karena ras, kelas, dan komunitas, serta gender mereka. Keadilan
reproduktif akan mencakup fokus pada hak untuk memiliki anak serta hak
untuk tidak memiliki anak, dan hak untuk memiliki dukungan untuk
membesarkan anak-anak.
- Feminisme Postmodern
Aliran ini mengkritik gagasan kategori esensialis perempuan dan
klaim objektivitas, menentang kategorisasi biner laki-laki atau
perempuan, tidak hanya melihat gender sebagai sebuah rangkaian
kesatuan daripada biner, tetapi juga suatu kinerja dan konstruksi sosial.
Pada aplikasinya, feminisme postmodern membuat kritik teoritis yang
kuat yang menghilangkan pengategorian wanita. Bagaimanapun, karena
kategori wanita dipandang sebagai konstruksi sosial, maka ia dapat
didekonstruksi, mengarah pada perubahan dalam cara kita berteori tentang
gender dan identitas seksual.

- Feminisme Global
Aliran teori ini mengkritik imperialisme (termasuk imperialisme
feminis Barat), kolonialisme, neo-kolonialisme, dan globalisasi sambil
memperdebatkan hak perempuan di seluruh dunia untuk mendefinisikan
penindasan dan sarana pembebasan mereka sendiri. Dalam aplikasinya,
aktivisme perempuan bekerja dari bawah ke atas daripada dipaksakan dari
atas dengan fokus pada solusi ekonomi seperti pinjaman mikro,
penekanan pada pendidikan anak perempuan dan fokus pada mengakhiri
kekerasan terhadap perempuan, termasuk juga mengakhiri perdagangan
perempuan internasional
- Eco-feminisme
Aliran ini mengaitkan dominasi perempuan dengan dominasi
lingkungan, termasuk hewan, karena perempuan dipandang lebih dekat

13
dengan alam, dan baik perempuan maupun alam secara tradisional
dipandang berada di bawah kendali laki-laki. Pada aplikasinya,
Ecofeminis berusaha untuk mengakhiri subordinasi wanita dan
lingkungan, dengan menantang hierarki yang secara tradisional
menempatkan pria di atas wanita dan manusia di atas alam. Fokusnya
adalah untuk menangani masalah lingkungan.
4. Aplikasi Teori Feminisme Komunikasi dalam Studi Kritis
a. Konten Bergender dan Ideologi Dominan
Dalam komunikasi, terdapat berbagai macam perbedaan dalam isi
pesan media massa yang terkait dengan jenis kelamin sumber, audiens,
atau subjek dari teks komunikasi tersebut. Salah satu fokus pembahasan
teori feminisme komunikasi, yaitu konten bergender dalam liputan berita
dan produk media mainstream lainnya, biasanya ditujukan pada penemuan
pola-pola representasi gender dan penjelasan hubungan kekuasaan yang
mendasarinya. Para ahli teori feminis telah mengemukakan bahwa
devaluasi budaya perempuan telah menyebabkan banyak pola perbedaan
gender.
Teori feminis berpendapat bahwa kurangnya kekuatan perempuan
untuk mendefinisikan dan menciptakan topik dan produk media, sebagian
besar menjelaskan kesenjangan yang tak kunjung hilang dalam
representasi media. Demikian pula, pola spesifik representasi perempuan
yang ada, dipahami oleh para ahli teori komunikasi feminis untuk
didasarkan pada ideologi dominan tentang gender. Misalnya, keyakinan
budaya kita yang berakar secara historis bahwa perempuan lebih banyak
berada di rumah daripada di ranah publik atau tempat kerja, mendukung
upaya pembiasan dalam representasi perempuan dan laki-laki dalam
berbagai bidang dan genre.
Para peneliti di bidang analisis berita telah menunjukkan prevalensi
dan pola-pola yang berumur panjang dalam liputan berita yang
menunjukkan unsur- unsur “mediasi gender,” yang berarti bahwa liputan
berita bisa berbeda berdasarkan jenis kelamin subjek, atau menunjukkan

14
unsur-unsur gender di beberapa tempat yang sebenarnya tidak perlu.
Dengan kata lain, ketika wanita berada dalam satu liputan berita, mereka
menerima jenis liputan yang berbeda dari pria dalam jenis cerita yang
sama. Pola mediasi gender dalam berita sudah berakar kuat dan juga
banyak.
Terdapat studi yang meneliti perbedaan dalam perlakuan terhadap
individu- individu gender di bidang liputan berita kandidat politik dan
politisi. Penelitian di bidang ini berulang kali menunjukkan bahwa
kandidat perempuan diperlakukan berbeda dari kandidat laki-laki dan
bahwa perbedaan mengikuti pola yang dapat diprediksi yang melemahkan
legitimasi politisi perempuan dan kandidat politik perempuan. Calon
perempuan menerima lebih banyak liputan tentang kehidupan pribadi
mereka termasuk keluarga dan status keluarga, gaya pribadi dan pilihan
pakaian, dan selera pribadi. Mereka menerima lebih sedikit liputan tentang
sikap mereka pada isu-isu politik dibandingkan dengan kandidat laki-laki,
dan pengalaman mereka yang relevan kurang mendapat perhatian. Karena
konten ide- ide mereka biasanya kurang mendapat perhatian dibandingkan
dengan konten ide- ide pria. Politisi wanita harus menapaki jalur retoris
yang sangat sempit menuju kesuksesan politik. Jika mereka tampak terlalu
kuat, mereka tidak cukup feminin, sedangkan jika mereka tampak terlalu
emosional atau ragu-ragu, mereka tidak cukup kuat untuk jabatan politik.
b. Objektifikasi dan tatapan laki-laki
Teori feminis yang berfokus pada obyektifikasi dan tatapan laki-
laki berfungsi untuk menjelaskan teks-teks yang dimediasi seperti film,
program televisi, dan iklan majalah yang mengandung citra dan pola
seksual dalam representasi tubuh perempuan, sering kali tanpa gaya
alternatif representasi perempuan yang signifikan. Dalam teori film,
"Visual Pleasure and Narrative Cinema" (1975) Laura Mulvey
menggunakan teori psikoanalitik Freudian untuk menjelaskan representasi
wanita sebagai objek seksual dalam film Hitchcock dan von Sternberg.

15
Menurut Mulvey, film-film ini menyajikan penekanan voyeuristik
pada melihat perempuan dari sudut pandang laki-laki, dengan cara yang
hanya masuk akal dalam konteks keinginan laki-laki heteroseksual untuk
objek tatapan seperti yang disajikan. Penekanan pada penampilan dalam
film-film ini mempresentasikan pandangan seksual yang dapat dijelaskan
melalui ide-ide Freudian tentang voyeurisme dan fetishisasi.
Dalam analisisnya, Mulvey mengemukakan penggabungan tiga
sudut pandang ketika menggambarkan wanita. Ketiga sudut pandang ini,
sudut kamera, pandangan karakter laki-laki dalam film, dan tatapan
anggota audiens, secara efektif tergabung menjadi satu sudut pandang.
Manuver ini, menurut Mulvey, menjadikan karakter wanita sebagai objek
seksual untuk kenikmatan pemirsa laki- laki, kepada pemirsa pria
heteroseksual dan secara bersamaan. Adegan-adegan film yang
mengaitkan sudut pandang kamera dengan kenikmatan visual seorang
wanita dari karakter laki-laki jarang terjadi, dan voyerurisme seksual serta
eksploitasi perempuan dan tubuh perempuan dalam film jauh lebih umum
daripada laki-laki. Lebih jauh lagi, fungsi ketelanjangan laki-laki dipahami
sebagai motivasi yang jauh berbeda dibandingkan dengan ketelanjangan
perempuan. Ketelanjangan perempuan di dalam teks biasanya termotivasi
secara seksual dan ditujukan terutama untuk kesenangan visual,
ketelanjangan laki-laki biasanya tidak termotivasi secara seksual, tetapi
lebih kepada menampilkan kekuatan fisik dan tindakan efektif.
Terlepas dari penerapan teori psikoanalitik feminis yang terbatas
pada teks film, obyektifikasi seksual perempuan dan tubuh perempuan
ditemukan dalam banyak bentuk media selain film-film Hollywood.
Prevalensi bentuk representasi ini menunjukkan secara implisit sudut
pandang laki-laki serta asumsi heteronormatif. Dengan kata lain, dengan
gaya pencitraan ini, dipahami oleh pemirsa, baik laki-laki, perempuan,
gay, atau straight, bahwa pemirsa yang tersirat atau disukai adalah laki-
laki straight. Lebih jauh lagi, prevalensi objek perempuan telah
menciptakan efek budaya di mana laki-laki dipahami sebagai mereka yang

16
melihat, dan perempuan dipahami sebagai mereka yang dilihat. Untuk
memahami hubungan-hubungan ini dari sudut yang lain, kadang-kadang
dikatakan bahwa tindakan ‘melihat’ sekarang dikodekan sebagai maskulin,
dan tindakan ‘dilihat’ itu dikodekan sebagai feminin. Pemirsa wanita atau
anggota audiens yang tidak secara langsung dialamatkan melalui citra ini
bagaimanapun juga dapat menerimanya sebagai bagian dari lanskap
budaya mereka, atau bahkan mungkin menemukan citra seperti itu
menarik.
Hubungan-hubungan berpenampilan gender tertanam dalam
banyak praktek dan teks budaya kita, dan mengekspresikan dominasi sudut
pandang laki-laki heteroseksual dalam budaya media kita. Misalnya,
sementara jargon "seks itu menjual" mungkin biasanya diterapkan pada
pemahaman kita tentang praktek periklanan, penggabungan "seks" dengan
tubuh perempuan yang disajikan dengan pakaian kecil dan dalam pose
seksual tertentu dapat dijelaskan dengan asumsi yang mendasari laki-laki
heteroseksual sudut pandang ini.
Dengan demikian, gagasan "tatapan laki-laki" yang diseksualisasi
memiliki kekuatan penjelas dalam bidang periklanan mainstream juga.
Bahkan prevalensi wanita berpakaian minim dan berpose seksual di
sampul majalah wanita dapat dijelaskan sama: Gambar-gambar ini
didistribusikan untuk pemirsa wanita bukan untuk kenikmatan visual
seksual dalam kasus ini, tetapi sebagai model yang disajikan untuk
kekaguman dan persaingan pembaca wanita. Pria dipengaruhi untuk
menginginkan wanita seperti dalam gambar yang diseksualisasi ini,
sementara wanita dipengaruhi untuk ingin menjadi seperti wanita dalam
gambar. Seperti dalam banyak produk media mainstream lainnya, hasrat
homoseksual dan pemirsa gay sebagian besar berada di luar pemahaman
yang disukai dari gambar dan teks ini.
5. Kelebihan dan kekurangan Teori Feminisme
a. Kelebihan Tteori Feminisme

17
Seperti halnya kajian dan teori lain yang berkembang di dunia, teori
feminisme pun memiliki kelebihan dan kekurangannya dalam kajiannya.
Berikut adalah kelebihan yang dimiliki oleh teori feminisme menurut
para ahli:
- Teori feminisme memiliki fokus pada perubahan sosial dan
individu dalam sosial masyarakat untuk menjadi lebih baik.
- Perjuangan yang diusung mencakup perubahan sistem sosial
terutama pada kaum perempuan dengan menyoroti fenomena
negatif seperti diskriminasi, penindasan, pelecehan, kekerasan, dan
lain sebagainya.
- Teori feminisme menunjukkan bahwa seluruh lapisan sosial
masyarakat harus menerapkan prinsip keadilan dan persamaan
yang bukan hanya memihak pada kepentingan golongan tertentu,
namun lebih pada orientasi bersama untuk kehidupan yang lebih
baik.
b. Kekurangan teori feminism
Teori feminisme juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
- Teori feminisme menerapkan nilai-nilai putih dimana hanya
diterapkan bagi perempuan di kelas menengah dan
berkecenderungan heteroseksual, namun tidak diterapkan pada
kelompok perempuan lainnya. 
- Teori feminisme tidak memiliki nilai dan sikap netral karena
cenderung berpihak pada kaum perempuan sehingga dapat
mempengaruhi nilai dan budaya yang dibawa serta dimiliki oleh
seseorang. Teori feminisme dianggap terlalu menggeneralisasi
karakter yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki, padahal tentu
saja kedua gender tersebut memiliki karakter serta peranannya
masing-masing.
B. Teori Penetrasi Sosial
1. Pengertian teori penetrasi sosial

18
Teori Penetrasi sosial adalah teori yang membahas bagaimana
perkembangan kedekatan dalam sebuah hubungan. Sebelum mengupas
proses ini, kita harus terlebih dahulu memahami kompleksitas manusia.
Teori Penetrasi Sosial dipopulerkan oleh Irwin Altman & Dalmas Taylor
(1973). Teori penetrasi sosial secara umum membahas tentang
bagaimana proses komunikasi interpersonal. Teori yang menjelaskan
proses terjadinya pembangunan hubungan interpersonal secara bertahap
dalam pertukaran sosial. Terdapat 3 level, yaitu artificial level (awal
hubungan), intimate level (hubungan dalam proses), very intimate level
(hubungan yg lebih intim). Di sini dijelaskan bagaimana dalam proses
berhubungan dengan orang lain, terjadi berbagai proses gradual, di mana
terjadi semacam proses adaptasi di antara keduanya, atau dalam bahasa
Altman dan Taylor: penetrasi sosial.
The social penetration theory menyatakan bahwa berkembangnya
hubungan-hubungan itu, bergerak mulai dari tingkatan yang paling
dangkal, mulai dari tingkatan yang bukan bersifat inti menuju ke
tingkatan yang terdalam, atau ke tingkatan yang lebih bersifat pribadi.
Dengan penjelasan ini, maka teori penetrasi sosial dapat diartikan juga
sebagai sebuah model yang menunjukkan perkembangan hubungan, yaitu
proses di mana orang saling mengenal satu sama lain melalui tahap
pengungkapan informasi.
Altman dan Taylor (1973) membahas tentang bagaimana
perkembangan kedekatan dalam suatu hubungan. Menurut mereka, pada
dasarnya kita akan mampu untuk berdekatan dengan seseorang yang lain
sejauh kita mampu melalui proses “gradual and orderly fashion from
superficial to intimate levels of exchange as a function of both immediate
and forecast outcomes.”
Altman dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah.
Maksudnya adalah pada hakikatnya manusia memiliki beberapa layer
atau lapisan kepribadian, bagaimana orang melalui interaksi saling
mengelupasi lapisan-lapisan informasi mengenai diri masing-masing.

19
Jika kita mengupas kulit terluar bawang, maka kita akan menemukan
lapisan kulit yang lainnya. Begitu pula kepribadian manusia.
2. Sejarah teori penetrasi sosial
Di akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an, kehidupan sosial di
Amerika Serikat mengalami perubahan, orang mulai menempatkan lebih
banyak penekanan pada keterbukaan dan kebebasan relasional dalam
hubungan personal mereka. Dalam merespon adanya perubahan budaya,
para peneliti mengembangkan beberapa teori untuk mengeksplorasi
bagaimana keterbukaan dan self-disclosure meningkatkan derajat
keintiman dalam hubungan. Menurut pandangan situasional komunikas
interpersonal, dimana komunikasi interpersonal terjadi ketika sejumlah
kecil orang berkomunikasi secara tatap muka telah digantikan dengan
sebuah pandangan baru. Pandangan baru itu menyatakan bahwa sejumlah
orang dan lingkungan fisik tidak lagi penting dibandingkan dengan siapa
yang menjadi mitra relasi bagi satu sama lain dan bagaimana dan apa
yang mereka komunikasikan.
Selama periode itu, beberapa ahli psikologi yaitu Irwin Altman dan
Dalmas A. Taylor mengembangkan teori penetrasi sosial untuk
membantu kita memahami bagaimana self-disclosure atau pengungkapan
diri memfasilitasi kedekatan hubungan dan tahapan-tahapan yang harus
dilalui masing-masing individu agar dapat berjalan sebagaimana mereka
bergerak dari derajat kedekatan yang minim ke hubungan yang lebih
dekat lagi. Kesamaan antara teori penetrasi sosial dengan teori
pengurangan ketidakpastian adalah bahwa teori penetrasi sosial
merupakan sebuah teori ilmiah dari paradigma post-positivisme.
Dalam bukunya, Social Penetration : The Development of
Interpersonal Relationships, mereka memulai inti gagasannya yang
menyatakan bahwa relational development adalah sebuah proses dimana
salah satu pihak yang termasuk dalam serangkaian tahapan yang
meningkatkan kedekatan individu untuk lebih mempelajari terkait
informasi tentang mitra mereka. Beberapa tahun kemudian, Mark Knapp

20
mempublikasikan buku yang berjudul Social Intercourse : From
Greeting to Goodbye dimana ia mengembangkan beberapa gagasan
Alman dan Taylor untuk mengidentifikasi dan menggambarkan tahapan
kebersamaan dan keberpisahan yang secara khusus mencirikan sebuah
hubungan yang intim.
3. Asumsi teori penetrasi sosial
Menurut Richard West (2013), teori penetrasi sosial memiliki 4
(empat) asumsi utama, yaitu :
a. Relationship development bergerak dari lapisan superfisial ke lapisan
yang lebih dekat hubungannya.
b. Hubungan interpersonal dibangun dalam lingkungan yang sistematis
dan dapat diprediksi.
c. Relational development dapat berjalan balik yang menghasilkan de-
penetrasi dan disolusi.
d. Pembukaan diri adalah inti dari perkembangan hubungan.

21
4. Model teori penetrasi sosial
(Altman & Taylor, 1973)

a. Tahap Pertama (Lapisan Pertama Atau Terluar Kulit Bawang)


Lapisan kulit terluar dari kepribadian manusia adalah apa-apa
yang terbuka bagi publik, apa yang biasa kita perlihatkan kepada
orang lain secara umum, tidak ditutup-tutupi. Dan jika kita mampu
melihat lapisan yang sedikit lebih dalam lagi, maka di sana ada
lapisan yang tidak terbuka bagi semua orang, lapisan kepribadian
yang lebih bersifat semiprivate. Lapisan ini biasanya hanya terbuka
bagi orang-orang tertentu saja, orang terdekat misalnya. maka
informasinya bersifat superficial. Informasi yang demikian
wujudnya antara lain seperti nama, alamat, umur, suku dan lain
sejenisnya. Biasanya informasi demikian kerap mengalir saat kita
berkomunikasi dengan orang yang baru kita kenal. Tahapan ini
sendiri disebut dengan tahap orientasi.
b. Tahap Kedua (Lapisan Kulit Bawang Kedua)
Tahap kedua (lapisan kulit bawang kedua) disebut dengan
tahap pertukaran afektif eksploratif. Tahap ini merupakan tahap
ekspansi awal dari informasi dan perpindahan ke tingkat
pengungkapan yang lebih dalam dari tahap pertama. Dalam tahap
tersebut, di antara dua orang yang berkomunikasi, misalnya mulai
bergerak mengeksplorasi ke soal informasi yang berupaya menjajagi

22
apa kesenangan masing-masing. Misalnya kesenangan dari segi
makanan, musik, lagu, hobi, dan lain sejenisnya.
c. Tahap Ketiga (Lapisan Kulit Bawang Ketiga)
Tahapan berikutnya adalah tahap ketiga, yakni tahap
pertukaran afektif. Pada tahap ini terjadi peningkatan informasi
yang lebih bersifat pribadi, misalnya tentang informasi menyangkut
pengalaman-pengalaman privacy masing-masing. Jadi, di sini
masing-masing sudah mulai membuka diri dengan informasi diri
yang sifatnya lebih pribadi, misalnya seperti kesediaan menceritakan
tentang masalah pribadi. Dengan kata lain, pada tahap ini sudah
mulai berani “curhat”.
d. Tahap Ke empat (Lapisan Kulit Bawang Kee mpat)
Tahap ke empat merupakan tahapan akhir atau lapisan inti,
disebut juga dengan tahap pertukaran yang stabil. Pada tahap
tersebut sifatnya sudah sangat intim dan memungkinkan pasangan
tersebut untuk memprediksikan tindakan-tindakan dan respon
mereka masing-masing dengan baik. Informasi yang dibicarakan
sudah sangat dalam dan menjadi inti dari pribadi masing-masing
pasangan, misalnya soal nilai, konsep diri, atau perasaan emosi
terdalam.
Kedekatan kita terhadap orang lain, menurut Altman dan Taylor,
dapat dilihat dari sejauh mana penetrasi kita terhadap lapisan-lapisan
kepribadian tadi. Dengan membiarkan orang lain melakukan penetrasi
terhadap lapisan kepribadian yang kita miliki artinya kita membiarkan
orang tersebut untuk semakin dekat dengan kita. Taraf kedekatan
hubungan seseorang dapat dilihat dari sini.
Dalam perspektif teori penetrasi sosial, Altman dan Taylor
menjelaskan beberapa penjabaran sebagai berikut:
a. Pertama, Kita lebih sering dan lebih cepat akrab dalam hal pertukaran
pada lapisan terluar dari diri kita. Kita lebih mudah membicarakan
atau ngobrol tentang hal-hal yang kurang penting dalam diri kita

23
kepada orang lain, daripada membicarakan tentang hal-hal yang lebih
bersifat pribadi dan personal. Semakin ke dalam kita berupaya
melakukan penetrasi, maka lapisan kepribadian yang kita hadapi juga
akan semakin tebal dan semakin sulit untuk ditembus. Semakin
mencoba akrab ke dalam wilayah yang lebih pribadi, maka akan
semakin sulit pula.
b. Kedua, keterbukaan-diri (self disclosure) bersifat resiprokal (timbal-
balik), terutama pada tahap awal dalam suatu hubungan. Menurut
teori ini, pada awal suatu hubungan kedua belah pihak biasanya akan
saling antusias untuk membuka diri, dan keterbukaan ini bersifat
timbal balik. Akan tetapi semakin dalam atau semakin masuk ke
dalam wilayah yang pribadi, biasanya keterbukaan tersebut semakin
berjalan lambat, tidak secepat pada tahap awal hubungan mereka.
Dan juga semakin tidak bersifat timbal balik.
c. Ketiga, penetrasi akan cepat di awal akan tetapi akan semakin
berkurang ketika semakin masuk ke dalam lapisan yang makin
dalam. Tidak ada istilah “langsung akrab”. Keakraban itu semuanya
membutuhkan suatu proses yang panjang. Dan biasanya banyak
dalam hubungan interpersonal yang mudah runtuh sebelum mencapai
tahapan yang stabil. Pada dasarnya akan ada banyak faktor yang
menyebabkan kestabilan suatu hubungan tersebut mudah runtuh,
mudah goyah. Akan tetapi jika ternyata mampu untuk melewati
tahapan ini, biasanya hubungan tersebut akan lebih stabil, lebih
bermakna, dan lebih bertahan lama.
d. Keempat, depenetrasi adalah proses yang bertahap dengan semakin
memudar. Maksudnya adalah ketika suatu hubungan tidak berjalan
lancar, maka keduanya akan berusaha semakin menjauh. Akan tetapi
proses ini tidak bersifat eksplosif atau meledak secara sekaligus, tapi
lebih bersifat bertahap. Semuanya bertahap, dan semakin memudar.
Dalam teori penetrasi sosial, kedalaman suatu hubungan adalah
penting. Tapi, keluasan ternyata juga sama pentingnya. Maksudnya

24
adalah mungkin dalam beberapa hal tertentu yang bersifat pribadi kita
bisa sangat terbuka kepada seseorang yang dekat dengan kita. Akan
tetapi bukan berarti juga kita dapat membuka diri dalam hal pribadi yang
lainnya. Mungkin kita bisa terbuka dalam urusan asmara, namun kita
tidak dapat terbuka dalam urusan pengalaman di masa lalu. Atau yang
lainnya.
Karena hanya ada satu area saja yang terbuka bagi orang lain
(misalkan urusan asmara tadi), maka hal ini menggambarkan situasi di
mana hubungan mungkin bersifat mendalam akan tetapi tidak meluas
(depth without breadth). Dan kebalikannya, luas tapi tidak mendalam
(breadth without depth) mungkin ibarat hubungan “halo, apakabar?”,
suatu hubungan yang biasa-biasa saja. Hubungan yang intim adalah di
mana meliputi keduanya, dalam dan juga luas.
Keputusan tentang seberapa dekat dalam suatu hubungan menurut
teori penetrasi sosial ditentukan oleh prinsip untung-rugi (reward-costs
analysis). Setelah perkenalan dengan seseorang pada prinsipnya kita
menghitung faktor untung-rugi dalam hubungan kita dengan orang
tersebut, atau disebut dengan indeks kepuasan dalam hubungan (index of
relational satisfaction). Begitu juga yang orang lain tersebut terapkan
ketika berhubungan dengan kita. Jika hubungan tersebut sama-sama
menguntungkan maka kemungkinan untuk berlanjut akan lebih besar,
dan proses penetrasi sosial akan terus berkelanjutan.
Altman dan Taylor merujuk kepada pemikiran John Thibaut dan
Harold Kelley (1952) tentang konsep pertukaran sosial (social exchange).
Menurut mereka dalam konsep pertukaran sosial, sejumlah hal yang
penting antara lain adalah soal relational outcomes, relational
satisfaction, dan relational stability.
Thibaut dan Kelley menyatakan bahwa kita cenderung
memperkirakan keuntungan apa yang akan kita dapatkan dalam suatu
hubungan atau relasi dengan orang lain sebelum kita melakukan
interaksi. Kita cenderung menghitung untung-rugi. Jika kita

25
memperkirakan bahwa kita akan banyak mendapatkan keuntungan jika
kita berhubungan dengan seseorang tersebut maka kita lebih mungkin
untuk membina relasi lebih lanjut.
5. Konsep dasar teori penetrasi sosial
Terdapat dua konsep dasar dalam teori penetrasi sosial, yaitu
pengungkapan diri atau self-disclosure dan timbal-balik atau reciprocity.
a. Pengungkapan diri atau self-disclosure
Yang menjadi salah satu konsep dasar dari teori penetrasi
sosial adalah pengungkapan diri atau self-disclosure.Yang dimaksud
dengan self-disclosure atau pengungkapan diri adalah tindakan yang
bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain tentang
diri kita yang kita yakini mereka belum mengetahuinya. Dari
percakapan yang kita lakukan dengan orang lain yang memiliki
hubungan dengan tingkat kedekatan yang cukup tinggi,
pengungkapan diri melibatkan proses berbagai sebagian diri kita
dengan orang lain. Merujuk teori penetrasi sosial, pengungkapan
diri dapat bermacam-macam dilihat dari keluasan dan kedalaman
topik yang dibahas dengan orang lain.
Keluasan atau breadth menggambarkan rentang topik yang kita
bicarakan, sementara itu yang dimaksud dengan kedalaman atau
depth adalah mengukur seberapa dekat atau seberapa pribadi
pengungkapan diri yang kita lakukan. Salah satu cara untuk
memandang perbedaan hubungan yang kita miliki adalah dengan
melakukan analisa sebarapa banyak atau seberapa sedikit
pengungkapan diri yang dilakukan kepada berbagai orang yang
berbeda dalam lingkaran sosial kita.
Menurut Dalmas A. Taylor, yang dimaksud dengan
pengungkapan diri atau self-disclosure adalah sebuah proses
pertukaran. Pengungkapan diri atau self-disclosure memiliki
beberapa prinsip, yaitu :

26
- Pengungkapan diri atau self-disclosure diri umumnya bergerak
dalam tahapan-tahapan kecil. Pengungkapan diri umumnya
diawali dengan hal-hal kecil seperti penggunaan baju yang
tepat ketika kita memasuki lingkungan yang baru. Ketika kita
masuk ke dalam lingkungan baru dan mengikuti semua aturan
yang berlaku dalam lingkungan baru itu maka kita akan
dihargai, dipercaya, membangun kredibiltas, dan kita akan
mendapat tempat di lingkungan yang baru. Demikian pula
ketika kita berkomunikasi dengan orang lain. Ketika kita
memiliki rasa percaya diri yang tinggi maka informasi pribadi
akan dengan mudah dikemukakan. Namun hal ini
membutuhkan beberapa tahapan kecil sejalan dengan cara kita
mengenal teman kita. Kita juga harus bisa menjaga agar suara
kita tidak lebih keras dari apa kita katakan.
- Pengungkapan diri atau self-disclosure bergerak dari informasi
yang bersifat impersonal ke informasi yang bersifat lebih
akrab. Masih ingatkah dengan video polisi yang bernyanyi
lagu film India ketika sedang jaga? Apapun yang kita lakukan
terutama ketika kita masih bekerja di salah satu perusahaan
atau insitusi hendaknya kita tetap menaati peraturan yang
berlaku. Karena sejatinya ketika kita mengekspos apa yang
kita lakukan ke ranah publik maka kita tidak hanya
merepresentasikan diri kita melainkan kita juga
merepresentasikan tempat kita bekerja dan reputasinya.
- Pengungkapan diri atau self-disclosure bersifat timbal balik.
Pengungkapan diri atau self-disclosure bersifat timbal balik
khususnya ketika berada pada tahap-tahap awal relationship
development. Pengungkapan diri secara timbal balik
merupakan sebuah komponen dalam teori penetrasi sosial.
Pengungkapan diri secara timbal balik merupakan sebuah
proses dimana ketika seorang individu melepaskan atau

27
mengungkapkan informasi pribadi dalam tingkatan kedekatan
yang pasti, dan pihak lainnya akan melakukan hal yang sama
dalam tingkatan yang sama pula.
Pengungkapan diri secara timbal balik merupakan
pengungkapan diri secara dua arah. Pengungkapan diri secara
timbal balik dapat menginduksi perasaan positif yang
mendorong relational development ke arah berikutnya.
Pengungkapan diri secara timbal balik terjadi manakala
keterbukaan seorang individu dibalas juga dengan keterbukaan
yang sama dari individu lainnya.
- Pengungkapan diri atau self-disclosure melibatkan resiko.
“Jangan menilai buku dari sampulnya.” Itulah kata-kata bijak
yang sering kita dengar yang umumnya dikaitkan dengan cara
kita menilai orang lain karena apa yang kita lihat bisa jadi
bukan realitas yang sebenarnya. Terkadang referensi atau
komentar yang kita berikan kepada orang lain dapat
menimbulkan konflik. Meskipun demikian, pengungkapan diri
yang beresiko juga dapat memberikan hasil yang positif.
- Pengungkapan diri atau self-disclosure melibatkan
kepercayaan. Kepercayaan itu harganya mahal. Kepercayaan
yang kita bangun dengan teman atau rekan kerja membutuhkan
waktu yang tidak lama namun hanya membutuhkan waktu
sekejap untuk merusak kepercayaan. Karena itu, kita perlu
memahami bahwa self-revelation mengkomunikasikan sebuah
ukuran kepercayaan dan rasa percaya diri.
b. Timbal-balik atau reciprocity
Konsep dasar kedua dari tepri penetrasi sosial yang tidak
kalah pentingnya dari pengungkapan diri adalah timbal balik
atau reciprocity. Ketika diterapkan ke dalam pengungkapan diri,
norma timbal-balik menyatakan bahwa ketika seorang individu
melepaskan sesuatu tentang dirinya sendiri, orang lain seharusnya

28
merespon dengan memberika informasi yang sama baik terkait
jumlah informasi  serta kedalaman informasi yang dibagikan.
Informasi adalah sebuah sumber daya dan ketika kita membuka
beberapa hal tentang diri kita kepada orang lain, maka kita
cenderung untuk berharap bahwa orang lain pun akan membuka
beberapa hal terkait dirinya kepada kita. Telah dikatakan sebelumnya
bahwa timbal-balik adalah sebuah norma bukan hukum universal.
Terkadang, seorang mitra  ketika membentuk suatu hubungan akan
melakukan hal yang sama di lain waktu.
Menurut teori penetrasi sosial, terdapat serangkaian tahapan
yang harus dilalui ketika ingin membangun sebuah hubungan, yaitu :
- Orientation stage – orang memulai pembicaraan yang pendek
dan sederhana
- Exploratory-affective stage – setiap individu mulai melepaskan
dirinya sendiri dengan mengekspresikan sikap-sikap peribadi
tentang topik-topik umum seperti pemerintahan dan
pendidikan. Tahapan ini adalah tahap pertemanan kasual dan
banyka hubungan tidak bergerak lebih lanjut dari tahapan ini
- Affective stage – orang mulai berbicara tentang hal-hal yang
bersifat pribadi dan personal. Kritik dan argument
berkembang. Pada tahapan ini dapat terjadi sentuhan intim dan
pelukan
- Stable stage – hubungan berkembang menjangkau tingkatan
dimana hal-hal personal dibagikan, dan salah satu pihak dapat
memprediksi reaksi emosional dari orang lain
- Depenetration – ketika sebuah hubungan mulai jatuh dan
mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Pada tahapan ini
terjadi penarikan pengungkapan diri yang dapat
mengakibatkan berakhirnya suatu hubungan.

29
6. Contoh kasus teori penetrasi sosial
Mawar dan marwan awalnya tidak mengenali satu sama lain. Mawar
sudah lama melajang sedangkan marwan baru saja putus dengan
kekasihnya, marwan merasa sedih dan kesepian melajang seorang diri
dan membutuhkan wanita sebagai pengganti kekasihnya, lalu suci
sebagai temannya marwan dan mawar mengenali mereka satu sama lain.
Tidak beberapa lama mereka bertemu untuk saling mengenal satu
sama lain. Mereka bertemu dan mengobrol secara umum untuk pertama
kalinya, lalu mereka bertemu kembali karena merasa nyaman dan
memiliki kecocokan. Setelah berkali-kali bertemu Mawar, marwan
membicarakan masalah hubungan mereka yang berawal dari komunikasi
superficial menjadi komunikasi yang lebih intim.

7. Kritik terhadap Teori Penetrasi Sosial


Teori penetrasi sosial tidak lepas dari berbagai kritik, beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Teori penetrasi sosial dipandang sangat sederhana menyamakan
pengungkapandiri atau self-disclosure dengan kedekatan hubungan
atau relational closeness.
b. Teori penetrasi sosial tidak dudukung dengan data-data yang utuh.
c. Ruang lingkup teori penetrasi sosial sangat terbatas.
d. Teori penetrasi sosial tidak mempertimbangkan aspek gender.
e. Dalam hubungan yang sangat dekat maka egosentris akan berkurang.
8. Kelemahan dan Kekuatan Teori Penetrasi Sosial
a. Kekuatan Teori Penetrasi Sosial
Salah satu kekuatan dalam teori ini adalah fakta bahwa ia
dapat digunakan untuk melihat wajah kedua untuk menghadapi
interaksi interpersonal serta interaksi online antara individu.
kekuatan lain melibatkan kegunaan dari teori ini dalam memandang
dan menilai risiko dalam suatu hubungan interpersonal tergantung
pada jenis hubungan serta tingkat saat pengungkapan diri dan
keintiman di dalamnya.
b. Kelemahan Teori Penetrasi Sosial

30
Kelemahan dari teori ini termasuk fakta bahwa faktor-faktor
lain yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi
pengungkapan diri tidak dinilai. Budaya dan karakteristik demografi
seperti jenis kelamin, ras, usia, dan banyak lagi, akhirnya mungkin
memiliki efek pada bagaimana seseorang memilih untuk
mengungkapkan informasi. Selain itu, juga mungkin sulit untuk
menggeneralisasi informasi yang dinilai menggunakan teori ini
karena fakta bahwa pengalaman tertentu, nilai-nilai, dan keyakinan
dari seorang individu juga mungkin memiliki efek pada cara di mana
ia memilih untuk mengungkapkan informasi.

31
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Teori feminisme adalah feminisme yang diperluas menjadi wacana
teoritis, fiktif, atau filosofis, dan bertujuan untuk memahami sifat
ketidaksetaraan gender. Teori ini meneliti peran sosial dan wanita,
pengalaman, minat, tugas, dan politik feminis dalam berbagai bidang, seperti
antropologi dan sosiologi, komunikasi, kajian media, psikoanalisis, ekonomi
rumah tangga, sastra, pendidikan, dan filsafat.
Teori feminisme komunikasi telah berkembang selama beberapa
dekade sejak tahun 1970-an. Dimulai dengan kurangnya representasi
perempuan di media massa mainstream yang disebabkan oleh kurangnya
kekuatan dan pengaruh perempuan dalam budaya media, baik representasi
media maupun teori tentang mereka berkembang secara signifikan dari waktu
ke waktu. Pada awal kemunculannya, teori ini berfokus pada bagaimana
gender mempengaruhi komunikasi, dan banyak yang berpendapat bahwa
bahasa adalah “buatan laki-laki”. Pandangan komunikasi ini mempromosikan
“model defisiensi” yang menegaskan bahwa karakteristik bicara yang terkait
dengan wanita adalah negatif dan bahwa pria “ditetapkan menjadi standar
untuk komunikasi interpersonal yang kompeten”, yang mempengaruhi jenis
bahasa yang digunakan oleh pria dan wanita.
Teori feminisme mempunyai beberapa aliran, antara lain feminisme
liberal, feminisme radikal, feminisme sosialis, feminisme kultural, feminisme
perempuan dengan kulit berwarna, feminisme postmodern, feminisme global,
dan eco-feminisme. Adapun contoh aplikasi teori feminisme adalah “konten
bergender dan ideologi dominan” dan “objektifikasi dan tatapan laki-laki”.
Teori feminisme memiliki kelebihan dan kekurangan, salah satu
kelebihannya yaitu teori feminisme menunjukkan bahwa seluruh lapisan
sosial masyarakat harus menerapkan prinsip keadilan dan persamaan yang

32
bukan hanya memihak pada kepentingan golongan tertentu, namun lebih pada
orientasi bersama untuk kehidupan yang lebih baik. Ssedangkan
kekurangannya yaitu teori feminisme tidak memiliki nilai dan sikap netral
karena cenderung berpihak pada kaum perempuan sehingga dapat
mempengaruhi nilai dan budaya yang dibawa serta dimiliki oleh seseorang.
Teori feminisme dianggap terlalu menggeneralisasi karakter yang dimiliki
oleh perempuan dan laki-laki, padahal tentu saja kedua gender tersebut
memiliki karakter serta peranannya masing-masing.
Teori penetrasi sosial adalah teori yang membahas bagaimana
perkembangan kedekatan dalam sebuah hubungan. Di akhir tahun 1960-an
dan awal 1970-an, kehidupan sosial di Amerika Serikat mengalami
perubahan, orang mulai menempatkan lebih banyak penekanan pada
keterbukaan dan kebebasan relasional dalam hubungan personal mereka.
Dalam merespon adanya perubahan budaya, para peneliti mengembangkan
beberapa teori untuk mengeksplorasi bagaimana keterbukaan dan self-
disclosure meningkatkan derajat keintiman dalam hubungan.
Selama periode itu, beberapa ahli psikologi yaitu Irwin Altman dan
Dalmas A. Taylor mengembangkan teori penetrasi sosial untuk membantu
kita memahami bagaimana self-disclosure atau pengungkapan diri
memfasilitasi kedekatan hubungan dan tahapan-tahapan yang harus dilalui
masing-masing individu agar dapat berjalan sebagaimana mereka bergerak
dari derajat kedekatan yang minim ke hubungan yang lebih dekat lagi. Teori
penetrasi sosial memiliki beberapa asumsi, antara lain sebagai berikut:
c. Relationship development bergerak dari lapisan superfisial ke lapisan yang
lebih dekat hubungannya.
d. Hubungan interpersonal dibangun dalam lingkungan yang sistematis dan
dapat diprediksi.
e. Relational development dapat berjalan balik yang menghasilkan de-penetrasi
dan disolusi.
f. Pembukaan diri adalah inti dari perkembangan hubungan.

33
Adapun model dari teori penetrasi sosial ini adalah lapisan kulit
bawang merah. Teori penetrasi sosial memiliki dua konsep, yaitu
pengungkapan diri atau self-disclosure dan timbal-balik atau reciprocity.
Contoh aplikasi teori penetrasi sosial adalah pada proses menjalin hubungan
dengan seseorang. Salah satu kekuatan dalam teori ini adalah fakta bahwa ia
dapat digunakan untuk melihat wajah kedua untuk menghadapi interaksi
interpersonal serta interaksi online antara individu. Sedangkan kelemahan
dari teori ini termasuk fakta bahwa faktor-faktor lain yang mempunyai
kemampuan untuk mempengaruhi pengungkapan diri tidak dinilai.

34
DAFTAR PUSTAKA

DeVito, Joseph A. (2012). The Interpersonal Communication Book, 13th edition.


New York: Pearson.

Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung:
Citra Aditya Bakti.

Griffin, Emory A. (2003).  A First Look at Communication Theory, 5th edition.


New York: McGraw-Hill.

PakarKomunikasi.com. 2017. Teori Feminisme Menurut Para Ahli.


https://pakarkomunikasi.com/teori-feminisme-menurut-para-ahli ( diakses
pada 20 November 2019)

PakarKomunikasi.com. 2017. Teori Penetrasi Sosial – Asumsi – Konsep – Kritik.


https://pakarkomunikasi.com/teori-penetrasi-sosial ( diakses pada 20
November 2019)

West, Richard and Lynn Turner. (2009). Introducing Communication Theory:


Analysis and Application, 4th edition. New York: McGraw-Hill.

35

Anda mungkin juga menyukai