Disusun oleh:
Sita Puspa Triana
118003003
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa., yang hanya
kepada-Nya-lah, kita harus menghambakan diri. Sholawat serta salam semoga
tercurahkan kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW, yang telah
memberikan keteladanan dan petunjuk jalan yang baik dan yang benar kepada
umatnya. Dengan keteladanan dan petunjuk yang baik dan benar tersebut dari
beliau diharapkan kita sebagai umatnya dapat mencontoh dan mengamalkan
sunnah-sunnahnya. Semoga kita semua akan memperoleh syafaatnya di hari
kiamat nanti. Aamiin.
Saya ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Komunikasi
Pemasaran, yakni Herry Setianto W, M.I.Kom dan kepada rekan-rekan yang
memberikan partisipasi atas makalah ini, sehingga saya bisa menyelesaikan tugas
makalah Budaya Sunda yakni makalah yang berjudul “Pengelompokan
Masyarakat Sunda”.
Saya menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan.
Sehingga saya dapat memperbaiki makalah ini sehingga menjadi lebih baik ke
depannya. Dan diharapkan makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................2
A. Berdasarkan Usia.................................................................................................2
B. Berdasarkan Jenis Kelamin.................................................................................3
C. Berdasarkan Hubungan Kekerabatan................................................................4
D. Berdasarkan Pelapisan Sosial..............................................................................4
BAB III KESIMPULAN..................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia adalah suatu masyarakat majemuk yang
memiliki suatu keanekaragaman di dalam beberapa aspek tingkatan
kehidupan. Tidak dapat kita pungkiri bahwa kebudayaan merupakan suatu
hasil dari cipta rasa karsa manusia yang telah menjadi sebuah sumber
kekayaan bagi Indonesia, sebagai contoh yaitu Suku Sunda merupakan
salah satu suku bangsa yang berada di Jawa bagian Barat . Sebagai salah
salah suku bangsa di Indonesia, Suku Sunda memiliki karakteristik yang
membedakan dari suku lainnya. Keistimewahan dari Suku Sunda tercemin
dalam kebudayaan yang mereka milikinya baik itu dari segi agama,
kesenian, maupun mata pencaharian dan lain sebagainya.
Berbicara mengenai organisasi sosial suatu suku bangsa pada
dasarnya adalah membahas sistem pengelompokan masyarakat yang
didasarkan atas umur, jenis kelamin, kekayaan, sistem atau hubungan
kekerabatan, dan lain sebagainya serta bagaimana hubungan-hubungan
yang terjadi antara individu atau kelompok individu di dalam kelompok
masyarakat tersebut yang telah terpolakan sehingga telah menjadi suatu
sistem hubungan yang mantap.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini yaitu bagaimana
pengelompokan masyarakat sunda?
C. Tujuan
Tujuan makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang
pengelompokan masyarakat sunda.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
dengan fisiknya. Sebaliknya, masyarakat juga dipengaruhi oleh individu-
individu yang hidup di dalam kelompok.
Oleh karena di dunia ini terdapat lebih dari satu kelompok manusia,
maka masyarakat tidak akan luput dari pengaruh-pengaruh yang datang dari
kelompok manusia lainnya maupun dari alam sekitar tempat kelompok itu
hidup. Salah satu pengelompokan sosial di masyarakat Sunda adalah
pengelompokan berdasarkan umur. Berdasarkan umur, manusia dalam
masyarakat Sunda dapat dibedakan dalam empat kelompok, meliputi
kelompok anak-anak (budak), pemuda (jajaka untuk laki-laki, mojang untuk
perempuan), orang dewasa (sawawa), dan orang tua (kolot).
Bagi orang Sunda di pedesaan, pada umumnya tidak tahu persis batas
umur tertentu untuk menentukan kelompok-kelompok tersebut, bahkan
umurnya sendiri pun seringkali tidak diketahuinya. Menentukan umur
seseorang biasanya selalu dihubungkan dengan kejadian-kejadian penting
yang bersamaan dengan kelahiran seseorang.
Menurut data formal yang terdapat di kantor-kantor desa di Jawa
Barat, kelompok anak-anak ditentukan dengan ciri atau batas usia dari 1
sampai 15 tahun, kelompok pemuda dari 15 tahun sampai 25 tahun,
kelompok orang dewasa dari 25 tahun sampai 50 tahun, dan kelompok orang
tua dari 50 tahun ke atas. Meskipun demikian, batas yang nyata seringkali
tidak jelas dan relatif, bisa berbeda-beda antar daerah dan kelompok sosial
atau karena status orang bersangkutan. Wanita yang berumur 17 tahun tetapi
telah menikah, ia tidak lagi dimasukkan dalam kelompok pemuda tetapi
masuk dalam sawawa. Pengelompokan ini juga lebih bersifat kategoris,
artinya tidak menunjukkan solidaritas yang nyata. Kelompok anak-anak
masih pasif dalam hubungan sosial sehari-hari.
B. Berdasarkan Jenis Kelamin
Masyarakat Sunda terbagi atas kelompok laki-laki dan kelompok
perempuan. Kaum laki-laki (suami) bertindak sebagai kepala keluarga yang
harus menanggung ekonomi keluarga, sedangkan kaum perempuan (istri)
berkewajiban mengatur kehidupan keluarga dan mengasuh anak-anak.
Kalaupun harus bekerja, kaum perempuan mengerjakan pekerjaan yang lebih
3
ringan, misalnya menyiangi sawah, menuai padi, dan menumbuk padi. Pada
saat sekarang, ketika semangat emansipasi merambah pedesaan, kaum
perempuan tidak saja terbatas pada kewajiban domestik, tetapi juga sudah
banyak yang bekerja di luar rumah, seperti menjadi pegawai negeri di kantor-
kantor pemerintahan maupun karyawan di pabrik-pabrik atau industri di
wilayah sekitar desa mereka. Namun begitu, pekerjaan sebagai ibu rumah
tangga masih tetap dijalankannya.
C. Berdasarkan Hubungan Kekerabatan
Di samping berdasarkan umur dan jenis kelamin, masyarakat Sunda
pun mengenal pengelompokan sosial berdasarkan sistem atau hubungan
kekerabatan. Secara umum, orang Sunda menganut sistem kekerabatan yang
bersifat parental, artinya orang Sunda memperhitungkan dan mengakui
hubungan kekerabatan, baik melalui garis keturunan bapak maupun garis
keturunan ibu. Dalam hal ini seorang Ego dalam masyarakat Sunda menjadi
anggota kerabat dari garis bapak dan juga menjadi anggota kerabat dari garis
ibu. Jika ia menikah, maka ia juga menjadi anggota kerabat istrinya atau
suaminya.
Adapun istilah kekerabatan, tujuh generasi ke atas adalah: bapa, aki,
buyut, bao, janggawareng, udeg-udeg, dan kakait siwur. Sedangkan tujuh
generasi ke bawah adalah: anak, incu, buyut, bao, janggawareng, udeg-udeg,
dan kakait siwur. Dilihat dari klasifikasi kekerabatan tersebut, orang Sunda
mempunyai istilah yang berbeda untuk dua generasi ke bawah dan dua
generasi ke atas, sedangkan mulai generasi ketiga digunakan istilah yang
sama, baik ke bawah maupun ke atas. Dua generasi ke bawah dan ke atas
mempunyai hubungan fungsional, sedangkan dari generasi ketiga ke bawah
dan ke atas hanya mempunyai hubungan tradisional dalam hubungan
kekerabatan (Suryaman, 1961).
D. Berdasarkan Pelapisan Sosial
Di samping pengelompokan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan
hubungan kekerabatan, masyarakat Sunda pun dapat dikelompokkan
berdasarkan pelapisan sosialnya. Alisjahbana (dalam Ekadjati, 1995: 219),
yang melakukan studi mengenai organisasi dan struktur sosial orang Sunda di
4
wilayah Priangan, menyatakan bahwa pelapisan sosial masyarakat desa
(jalma leutik) di wilayah Priangan sampai tahun 1916 dapat diklasifikasikan
menjadi lima macam, yaitu:
1. Berkaitan dengan tanam paksa.
2. Berkaitan dengan kepemilikan tanah.
3. Pendidikan.
4. Kedudukan dalam pemerintahan desa.
5. Agama
5
3. Kelompok kuli gundul, yaitu penggarap sawah dengan sistem sewa.
4. Kelompok kuli karang kopek, yaitu buruh tani yang hanya mempunyai rumah
dan pekarangan saja tetapi tidak punya tanah pertanian sendir.
5. Kelompok indung tlosor yaitu kelas buruh tani, tidak punya rumah dan tanah
pekarangan.
6
BAB III
KESIMPULAN
7
DAFTAR PUSTAKA