100%(1)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
670 tayangan9 halaman
Makalah ini membahas tentang peran komunikasi organisasi dalam membentuk citra dan reputasi yang baik. Citra dan reputasi merupakan aset strategis bagi organisasi karena berkaitan dengan penilaian dari stakeholders. Makalah ini juga menjelaskan beberapa jenis citra menurut Frank Jefkins dan proses terbentuknya citra dan reputasi melalui komunikasi organisasi.
Deskripsi Asli:
Judul Asli
Komunikasi organisasi berperan sangat penting dalam membentuk.docx
Makalah ini membahas tentang peran komunikasi organisasi dalam membentuk citra dan reputasi yang baik. Citra dan reputasi merupakan aset strategis bagi organisasi karena berkaitan dengan penilaian dari stakeholders. Makalah ini juga menjelaskan beberapa jenis citra menurut Frank Jefkins dan proses terbentuknya citra dan reputasi melalui komunikasi organisasi.
Makalah ini membahas tentang peran komunikasi organisasi dalam membentuk citra dan reputasi yang baik. Citra dan reputasi merupakan aset strategis bagi organisasi karena berkaitan dengan penilaian dari stakeholders. Makalah ini juga menjelaskan beberapa jenis citra menurut Frank Jefkins dan proses terbentuknya citra dan reputasi melalui komunikasi organisasi.
“KOMUNIKASI ORGANISASI DALAM MEMBENTUK CITRA DAN REPUTASI”
Nama : Sita Puspa Triana
N.I.M : 11803003 Mata Kuliah : Komunikasi Organisasi Dosen : Taufiq Furqon Nurhakim, M.I.Kom
Komunikasi organisasi berperan sangat penting dalam membentuk, membangun atau
menigkatkan citra dan reputasi yang baik. Citra dan reputasi merupakan aset strategis bagi organisasi atau perusahaan karena berkaitan dengan penilaian dan evaluasi keberadaan organisasi yang bersangkutan dimata stakeholders. Eksistensi sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh loyalitas stakeholders, sebagai khalayak sasaran yang memiliki pendapat atau pandangan yang berbeda mengenai suatu perusahaan, tetapi secara kolektif memberikan kontribusi pada keseluruhan citra dan reputasi perusahaan. Kats dalam Soemirat dan Ardianto (2004: 123) mengatakan bahwa citra adalah cara bagaimana pihak memandang sebuah perusahaan, seseorang, komite atau suatu aktivitas. Dawling (dalam Buterrick. 2011: 58) mendefinisikan reputasi perrusahaan sebagai “hasil evaluasi (penilaian) yang menggambarkan citra perusahaan menurut masyarakat”. Sukatendel dalam Soemirat & Ardiyanto (2004) menyatakan citra adalah kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan, kesan yg dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang, atau organisasi. Citra organisasi merupakan kesan psikologis dan gambaran dari berbagai kegiatan suatu organisasi di mata khalayak publiknya yang berdasarkan pengetahuan, tanggapan serta pengalaman-pengalaman yang telah diterimanya. Penilaian tertentu terhadap citra organisasi oleh publiknya bisa berbentuk citra baik, sedang dan buruk. (Basya, dalam Basya dan Sati. 2006: 6). Frank Jefkins mengemukakan lima jenis citra, yaitu: 1. Citra bayangan (mirror image) Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi ada suatu perusahaan atau organisasi. Biasanya citra bayangan ini sering melekat pada para pimpinan organisasinya.“Orang–orang dalam“ organisasi sering menganggap bahwa citra organisasi di mata masyarakat adalah positif bahkan seringkali terlalu positif. Anggapan orang–orang dalam organisasi tentang citranya yang positif di masyarakat memang seringkali tidak selalu tepat atau tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya sedang terjadi. 2. Citra yang berlaku (current image) Citra atau pandangan yang melekat dari phak-pihak luar tentang suatu organisasi,seperti citra bayangan yang berlaku juga seringkali jarang sesuai dengan karyawan,karena hal tersebut terbentuk berdasarkan pengalaman atau pengetahuan dari orang-orang luar tersebut yang biasanya tidak punya informasi yang memadai tentang organisasi yang bersangkutan.citra tersebut cenderung negative sehingga bisa punya dampak bagi citra dan seringkali kurang disadari oleh pihak manajemen. 3. Citra yang diharapkan (wish image) Suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. 4. Citra perusahaan (corporate image) Citra dari suatu organisasi secara keseluruhan,jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya. 5. Citra majemuk (multiple image) Banyaknya jumlah pegawai (individu), cabang, atau perwakilan dari sebuah perusahaan atau organisasi dapat memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan organisasi atau perusahaan tersebut secara keseluruhan. Jenis-jenis citra ini tentunya tergantung pada organisasi sesuai dengan tujuan yang ingin di capai dan pemimpin dalam menyelesaikan tugas organisasinya baik secara individual maupun tim yang dipengaruhi oleh praktik berorganisasi,dapat me manajemen waktu dengan baik guna mencapai tujuan yang efisien dan efektif. Boulding (Nina Syam, 2013) menyatakan bahwa citra memiliki unsur-unsur pengetahuan atau engalaman (knowledge), emosi atau afeksi atau perasaan (affection), nilai (value, dan kepercayaan (belief). Citra terbentuk dengan adanya stimulus atau rangsangan dan mempengaruhi respon, tidak pernah sebaliknya. Di sini stimulus dianggap sebagai komunikasi di mana masyarakat menilai dari bagaimana stimulus dari suatu organisasi sehingga terbentuk citra organisasi tersebut bagi masyarakat. Nimpuno dalam Dana Saputra mengatakan citra terbentuk melalui empat komponen yang diartikan sebagai citra individu terhadap stimulus, yaitu : 1. Persepsi Di artikan sebagai hasil pengamatan yang dikaitkan dengan pemaknaan. 2. Kognisi Yaitu keyakinan individu terhadap stimulus yang diberikan. 3. Motivasi Yaitu sikap yang menggerakkan respon seperti yang diharapkan si pemberi rangsang 4. Sikap Yaitu kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Efek kognitif dari komunikasi sangat mempengaruhi proses pembentukan citra seseorang. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima seseorang. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan. Efektivitas Public Relations di dalam pembentukan citra (nyata, cermin dan aneka ragam) organisasi, erat kaitannya dengan kemampuan (tingkat dasar dan lanjut) pemimpin dalam menyelesaikan tugas organisasinya, baik secara individual maupun tim yang dipengaruhi oleh Public Relations praktek berorganisasi (job design, reward system, komunikasi dan pengambilan keputusan) dan manajemen waktu/ perubahan dalam mengelola sumberdaya (materi, modal dan SDM) untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif, yaitu mencakup penyampaian perintah, informasi, berita dan laporan, serta menjalin hubungan dengan orang. Hal ini tentunya erat dengan penguasaan identitas diri yang mencakup aspek fisik, personil, kultur, hubungan organisasi dengan pihak pengguna, respons dan mentalitas pengguna. Membahas mengenai reputasi,reputasi adalah sebuah bentuk yang menggambarkan citra dalam sebuah perusahaan atau organisasi,dan reputasi juga melihat bagaimana pandangan dari masing-masing stakeholder tentang bagaimana mereka memberikan respon dalam permintaan atau harapan yang di inginkan.Reputasi disini perlu memiliki langkah dan perencanaan yang tepat dan berjalan terus-menerus dengan menjadi pendengar apa yang dikatakan para stakeholder perusahaan atau organisasi. Dawling mendefinisikan reputasi perusahaan sebagai hasil evaluasi (penilaian) yang menggambarkan citra perusahaan menurut masyarakat. Wartick mendefinisikan reputasi sebagai gambaran mengenai persepsi dari masing-masing stakeholders tentang seberapa baik perusahaan memberikan respons dalam memenuhi permintaan dan harapan seluruh khalayak. John Dalton mendefinisikan reputasi perusahaan sebagai total penilaian dari atribut-atribut stakeholders pada perusahaan berdasarkan pada persepsi mereka dan interpretasi pada citra perusahaan yang dikomunikasikan secara terus menerus. Thomas J. Peters menyederhanakan defisin reputasi sebagai sebuah result WOM (Word Of Mouth). Reputasi perusahaan adalah hasil evaluasi yang menggambarkan citra perusahaan menurut masyarakat. Reputasi tidak bisa diperoleh dalam waktu singkat karena harus dibangun bertahun-tahun untuk menghasilkan sesuatu yang bisa dinilai oleh publik. Reputasi juga baru bertahan dan sustainable apabila konsistennya perkataan dan perbuatan. (Basya, dalam Basya dan Sati. 2006: 6). Reputasi terbentuk melewati dua hal penting yaitu Identitas organisasi dan Citra organisasi (Charles J. Fombrun). Dasar-dasar reputasi meliputi social responsibility, emotional appeal, financial performance, product and service, vision and leadership, workplace environment. Ada empat sisi reputasi yang penting untuk suatu organisasi yaitu: 1. Citra kredibilitas (credibility) Merupakan citra yang ditujukan kepada investor (yayasan) dimana credibility ini mempunyai tiga karakteristik yaitu memperlihatkan profitabilitas, dapat mempertahankan stabilitas, dan adanya prospek pertumbuhan yang baik. 2. Terpercaya (trustworthiness) Citra ini di mata karyawan, dimana organisasi mendapat kepercayaan dari karyawan (karyawan percaya pada organisasi), organisasi dapat membedakan karyawan dengan optimal dan organisasi dapat menimbulkan rasa memiliki dan kebanggaan bagi karyawan. 3. Keterandalan (reliability) Citra ini dibangun untuk konsumen, melalui selalu menjaga mutu produk atau jasa, menjamin terlaksananya pelayanan prima yang diterima konsumen. 4. Tanggung jawab sosial (social responsibility) Citra untuk masyarakat sekitar, seberapa banyak atau berarti organisasi membantu pengembangan masyarakat sekitar, seberapa peduli organisasi terhadap masyarakat dan jadilah perusahaan yang ramah lingkungan. Proses terbentuknya reputasi diawali dari identitas organisasi sebagai starting point yang tercermin dalam : 1. Nama perusahaan (logo) 2. Penampilan fisik (sarana prasarana) Seperti interior, seragam karyawan, alat transportasi, lingkungan. 3. Materi atau media komunikasi Seperti brosur, leaflet, iklan, laporan tahunan, pemberitaan media, newsletter, materi presentasi, audio-visual dan lainnya. 4. Non fisik Seperti sejarah perusahaan, nilai-nilai, dan filosofi. 5. Pola Interaksi Dalam berhubungan dengan masyarakat, pengalaman pelanggan dan masyarakat dalam hubungan personal dengan pimpinan dan karyawan perusahaan. 6. Pola pelayanan, gaya kerja dan komunikasi baik internal maupun interaksi dengan pihak luar.
Adapun indikator penilaian tingkat reputasi bagi organisasi adalah:
1. Daya saing perusahaan dalam menjual produknya dengan harga premium pada kurun waktu yang tidak sebentar. 2. Kesanggupan perusahaan dalam merekrut dan mempertahankan staf kunci yang berkualitas 3. Konsistensi perusahaan dalam mendapatkan dukungan WOM berupa rekomendasi positif dari publik 4. Keberpihakan publik ketika terjadi masalah. Reputasi mencerminkan persepsi publik terkait mengenai tindakan-tindakan organisasi yang telah berlalu dan prospek organisasi di masa datang, tentunya dibandingkan dengan organisasi sejenis atau pesaing. Ada tiga penyebab yang dipandang sebagai ancaman terhadap reputasi yaitu: 1. Kritik terhadap perusahaan atau produk yang disampaikan melalui media cetak maupun media elektronik 2. Bencana yang mengganggu produksi 3. Tuduhan dari kelompok-kelompok kepentingan atau pelanggan terhadp keamanan produk. Untuk meminimalisir ancaman-ancaman terhadap reputasi, perlu manajemen yang baik. Adapun model-model manajemen reputasi, yaitu: 1. Model Grahame R Dowling Model Grahame R. Dowling (1986) dikemukakan dalam artikelnya yang berjudul “Managing Your Corporate Images”. Model Dowling menegaskan bahwa pertama-tama reputasi perusahaan merupakan masalah citra perusahaan bagi karyawan. Saluran-saluran komunikasi internal, seperti berbagai dokumen kebijakan, buku pedoman, brosur, pengumuman, briefing, dan macam-macam rapat-pertemuan formal mempunyai peran yang sangat besar dalam proses ini. Komunikasi internal dan citra perusahaan di kalangan karyawan dipengaruhi oleh ’kebudayaan organisasi’ (organizational culture), yang berperan sebagai ’setting’ sosial secara keseluruhan. Budaya organisasi, keterbukaan, dan partisipasi, atau sebaliknya ketertutupan sangat menentukan efektivitas komunikasi internal tentang reputasi perusahaan bagi karyawannya sendiri, karena budaya organisasi tersebut akan mempengaruhi tidak hanya kejelasan dan pemahaman tentang perusahaan, tetapi juga keterbukaan karyawan untuk menyampaikan umpan balik (feedback) terhadap berbagai kebijakan perusahaan.
2. Model Russell Abratt
Model Russell Abratt (1989): diperkenalkan melalui karyanya yang berjudul “A New Aproach to the Corporate Image Management Process” yang dimuat dalam Journal of Marketing Management (Vol. 5/ 1: 63-76). Model ini menarik perhatian karena Russell Abratt meliput konsep “corporate personality” yang diambil dari buku Corporate Identity karya Wally Olins (1978) yang cukup lama terabaikan. menciptakan citra di kalangan konstituensi, dalam anggapannya “kepribadian perusahaan” (corporate personality) perlu difahami secara cermat, karena dari kepribadian ini dikembangkan filosofi perusahaan (corporate philosophy) yang mengandung nilai-nilai inti (core values) kebudayaan perusahaan (corporate culture) dan asumsi-asumsi yang melandasi perusahaan tersebut. Dalam model ini, ‘manajemen strategik’ dianggap sebagai bagian dari kepribadian. Konsep ‘identitas perusahaan’ (corporate identity) menurut Abratt (1989: 68) dapat dilihat sebagai mekanisme komunikasi. 3. Model Helen Stuart Model Helen Stuart (1998): pada dasarnya model ini merupakan revisi dari model Abratt di atas. Perubahan penting yang dilakukan adalah memasukkan ‘corporate culture’ dan ‘corporate symbols’ ke dalam ‘corporate identity’. Ia menggunakan panah untuk menunjukkan komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Secara eksplisit karyawan sebagai salah satu dari konstituensi perusahaan diberi tempat khusus dalam komunikasi internal. Hal ini mempunyai implikasi bahwa pandangan karyawan tentang identitas perusahaan dianggap sebagai urusan penting dari manajemen. ‘Interface’ antara ‘corporate identity/corporate image’ dipertahankan dalam model ini. Hal lain yang layak diperhatikan dalam model ini adalah penempatan ‘corporate personality’ dan ‘corporate identity’ yang dihubungkan dengan panah tebal yang disebut ‘corporate strategy’. Implikasi dari panah tebal ini sangat besar yakni ‘identitas perusahaan’ dimaksudkan sebagai sebuah ‘penampilan diri secara sadar’ dari kepribadian perusahaan penampilan yang dibuat berdasarkan keputusan strategis pada tingkat perusahaan. Akhirnya, produk dan layanan jasa tidak diliput di dalam model ini, pada hal keduanya dianggap dapat mengkomunikasikan identitas secara efektif. Mungkinkah keduanya dianggap sudah termasuk dalam ‘coporate strategy’, yang kemudian dijabarkan ke dalam strategi komunikasi pemasaran? Persepsi karyawan (tentang identitas perusahaan) menentukan citra internal citra perusahaan di kalangan karyawan melalui komunikasi lisan, khususnya ‘jaringan hubungan pribadi’ atau ‘pergaulan sosial’ (personal communication) antar para karyawan.
MEMBANGUN CITRA & REPUTASI ORGANISASI MELALUI PROGRAM CSR
Corporate Social Responsibility (CSR) menurut World Business Council on Sustainable
Development adalah komitmen bisnis atau perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan masyarakat luas. Perkembangan CSR dan komunikasi perusahaan adalah proses konvergen dimana keduanya meskipun dimulai dari titik yang berbeda tapi dalam pelbagai hal dapat dikatakan serupa antara lain : 1. CSR dan komunikasi perusahaan bukan berorientasi internal dan bersifat tertutup, sebaliknya CSR dan komunikasi perusahaan adalah proses yang terbuka dan berorientasi pada semua pemangku kepentingan. 2. CSR dan komunikasi perusahaan bukan sebuah kegiatan tertentu dari manajemen yang melekat pada struktur organisasi. CSR dan komunikasi perusahaan merupakan fungsi manajemen yang menuntut keterlibatan dari pelbagai pihak didalam struktur organisasi. 3. CSR dan komunikasi perusahaan bukan kegiatan yang saling terisolir melainkan kegiatan yang saling mengandalkan dan secara sinergis berkontribusi pada perkembangan atau keberlanjutan perusahaan. Corporate social responsibility adalah suatu konsep bahwa organisasi adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang diantaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas, dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi,social,dan lingkungan. Oleh Karena itu, CSR berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan”, di mana suatu organisasi, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, melainkan juga harus menimbang dampak social dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimalisasi dampak negatif dan maksimalisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya. Untuk ke depan disarankan agar pengembangan program CSR mengacu pada konsep pembangunan yang berkelanjutan (Sustainability development). Prinsip keberlanjutan ini mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan institusinya dalam mengelola pembangunan, serta strateginya adalah kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial yang menghargai kemajemukan ekologi dan sosial budaya. Kemudian dalam proses pengembangannya tiga stakeholders inti diharapkan mendukung penuh, di antaranya adalah perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Berdasarkan sifatnya, pelaksanaan program CSR dapat dibagi menajdi dua yaitu :
1. Program pengembangan masyarakat (community development atau CD)
2. Program pengembangan hubungan atau relasi dengan publik (relations development
atau RD) Sasaran dari program CSR (CD dan RD) adalah: 1. Pemberdayaan SDM lokal 2. Pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar daerah operasi 3. Pembangunan fasilitas sosial atau umum 4. Pengembangan kesehatan masyarakat 5. Sosial dan budaya, dan lain-lain.