Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MAKALAH INDIVIDU KOMUNIKASI ORGANISASI

“KOMUNIKASI ORGANISASI DALAM MEMBENTUK CITRA DAN REPUTASI”

Nama :  Sita  Puspa Triana


N.I.M :  11803003
Mata Kuliah :  Komunikasi Organisasi
Dosen :  Taufiq Furqon Nurhakim, M.I.Kom

Komunikasi organisasi berperan sangat penting dalam membentuk, membangun atau


menigkatkan citra dan reputasi yang baik. Citra dan reputasi merupakan aset strategis bagi
organisasi atau perusahaan karena berkaitan dengan penilaian dan evaluasi keberadaan
organisasi yang bersangkutan dimata stakeholders. Eksistensi sebuah organisasi sangat
dipengaruhi oleh loyalitas stakeholders, sebagai khalayak sasaran yang memiliki pendapat
atau pandangan yang berbeda mengenai suatu perusahaan, tetapi secara kolektif memberikan
kontribusi pada keseluruhan citra dan reputasi perusahaan.
Kats dalam Soemirat dan Ardianto (2004: 123) mengatakan bahwa citra adalah cara
bagaimana pihak memandang sebuah perusahaan, seseorang, komite atau suatu aktivitas.
Dawling (dalam Buterrick. 2011: 58) mendefinisikan reputasi perrusahaan sebagai “hasil
evaluasi (penilaian) yang menggambarkan citra perusahaan menurut masyarakat”. Sukatendel
dalam Soemirat & Ardiyanto (2004) menyatakan citra adalah kesan, perasaan, gambaran diri
publik terhadap perusahaan, kesan yg dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang, atau
organisasi.
Citra organisasi merupakan kesan psikologis dan gambaran dari berbagai kegiatan
suatu organisasi di mata khalayak publiknya yang berdasarkan pengetahuan, tanggapan serta
pengalaman-pengalaman yang telah diterimanya. Penilaian tertentu terhadap citra organisasi
oleh publiknya bisa berbentuk citra baik, sedang dan buruk. (Basya, dalam Basya dan Sati.
2006: 6).
Frank Jefkins mengemukakan lima jenis citra, yaitu:
1. Citra bayangan (mirror image)
Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi ada suatu
perusahaan atau organisasi. Biasanya citra bayangan ini sering melekat pada para
pimpinan organisasinya.“Orang–orang dalam“ organisasi sering menganggap bahwa
citra organisasi di mata masyarakat adalah positif bahkan seringkali terlalu positif.
Anggapan orang–orang dalam organisasi tentang citranya yang positif di masyarakat
memang seringkali tidak selalu tepat atau tidak sesuai dengan kenyataan yang
sesungguhnya sedang terjadi.
2.  Citra yang berlaku (current image)
Citra atau pandangan yang melekat dari phak-pihak luar tentang suatu
organisasi,seperti citra bayangan yang berlaku juga seringkali jarang sesuai dengan
karyawan,karena hal tersebut terbentuk berdasarkan pengalaman atau pengetahuan dari
orang-orang luar tersebut yang biasanya tidak punya informasi yang memadai tentang
organisasi yang bersangkutan.citra tersebut cenderung negative sehingga bisa punya
dampak bagi citra dan seringkali kurang disadari oleh pihak manajemen.
3. Citra yang diharapkan (wish image)
Suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen.
4. Citra perusahaan (corporate image)
Citra dari suatu organisasi secara keseluruhan,jadi bukan sekedar citra atas produk
dan pelayanannya.
5.  Citra majemuk (multiple image)
Banyaknya jumlah pegawai (individu), cabang, atau perwakilan dari sebuah
perusahaan atau organisasi dapat memunculkan suatu citra yang belum tentu sama
dengan organisasi atau perusahaan tersebut secara keseluruhan.
Jenis-jenis citra ini tentunya tergantung pada organisasi sesuai dengan tujuan yang
ingin di capai dan pemimpin dalam menyelesaikan tugas organisasinya baik secara
individual maupun tim yang dipengaruhi oleh praktik berorganisasi,dapat me manajemen
waktu dengan baik guna mencapai tujuan yang efisien dan efektif.
Boulding (Nina Syam, 2013) menyatakan bahwa citra memiliki unsur-unsur
pengetahuan atau engalaman (knowledge), emosi atau afeksi atau perasaan (affection),
nilai (value, dan kepercayaan (belief).
Citra terbentuk dengan adanya stimulus atau rangsangan dan mempengaruhi respon,
tidak pernah sebaliknya. Di sini stimulus dianggap sebagai komunikasi di mana masyarakat
menilai dari bagaimana stimulus dari suatu organisasi sehingga terbentuk citra organisasi
tersebut bagi masyarakat. Nimpuno dalam Dana Saputra mengatakan citra terbentuk melalui
empat komponen yang diartikan sebagai citra individu terhadap stimulus, yaitu :
1. Persepsi
Di artikan sebagai hasil pengamatan yang dikaitkan dengan pemaknaan.
2. Kognisi
Yaitu keyakinan individu terhadap stimulus yang diberikan.
3. Motivasi
Yaitu sikap yang menggerakkan respon seperti yang diharapkan si pemberi
rangsang
4. Sikap
Yaitu kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tapi merupakan
kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu, sikap mempunyai daya
pendorong atau motivasi.
Efek kognitif dari komunikasi sangat mempengaruhi proses pembentukan citra
seseorang. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima
seseorang. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi
cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan.
Efektivitas Public Relations di dalam pembentukan citra (nyata, cermin dan aneka ragam)
organisasi, erat kaitannya dengan kemampuan (tingkat dasar dan lanjut) pemimpin dalam
menyelesaikan tugas organisasinya, baik secara individual maupun tim yang dipengaruhi
oleh Public Relations praktek berorganisasi (job design, reward system, komunikasi dan
pengambilan keputusan) dan manajemen waktu/ perubahan dalam mengelola sumberdaya
(materi, modal dan SDM) untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif, yaitu mencakup
penyampaian perintah, informasi, berita dan laporan, serta menjalin hubungan dengan
orang. Hal ini tentunya erat dengan penguasaan identitas diri yang mencakup aspek fisik,
personil, kultur, hubungan organisasi dengan pihak pengguna, respons dan mentalitas
pengguna.
Membahas mengenai reputasi,reputasi adalah sebuah bentuk yang menggambarkan
citra dalam sebuah perusahaan atau organisasi,dan reputasi juga melihat bagaimana
pandangan dari masing-masing stakeholder tentang bagaimana mereka memberikan respon
dalam permintaan atau harapan yang di inginkan.Reputasi disini perlu memiliki langkah dan
perencanaan yang tepat dan berjalan terus-menerus dengan menjadi pendengar apa yang
dikatakan para stakeholder perusahaan atau organisasi.
Dawling mendefinisikan reputasi perusahaan sebagai hasil evaluasi (penilaian) yang
menggambarkan citra perusahaan menurut masyarakat. Wartick mendefinisikan reputasi
sebagai gambaran mengenai persepsi dari masing-masing stakeholders tentang seberapa
baik perusahaan memberikan respons dalam memenuhi permintaan dan harapan seluruh
khalayak. John Dalton mendefinisikan reputasi perusahaan sebagai total penilaian dari
atribut-atribut stakeholders pada perusahaan berdasarkan pada persepsi mereka dan
interpretasi pada citra perusahaan yang dikomunikasikan secara terus menerus. Thomas J.
Peters menyederhanakan defisin reputasi sebagai sebuah result WOM (Word Of Mouth).
Reputasi perusahaan adalah hasil evaluasi yang menggambarkan citra perusahaan
menurut masyarakat. Reputasi tidak bisa diperoleh dalam waktu singkat karena harus
dibangun bertahun-tahun untuk menghasilkan sesuatu yang bisa dinilai oleh publik.
Reputasi juga baru bertahan dan sustainable apabila konsistennya perkataan dan perbuatan.
(Basya, dalam Basya dan Sati. 2006: 6).
Reputasi terbentuk melewati dua hal penting yaitu Identitas organisasi dan Citra
organisasi (Charles J. Fombrun). Dasar-dasar reputasi meliputi social responsibility,
emotional appeal, financial performance, product and service, vision and leadership,
workplace environment. Ada empat sisi reputasi yang penting untuk suatu organisasi yaitu:
1. Citra kredibilitas (credibility)
Merupakan citra yang ditujukan kepada investor (yayasan) dimana credibility ini
mempunyai tiga karakteristik yaitu memperlihatkan profitabilitas, dapat
mempertahankan stabilitas, dan adanya prospek pertumbuhan yang baik.
2. Terpercaya (trustworthiness)
Citra ini di mata karyawan, dimana organisasi mendapat kepercayaan dari
karyawan (karyawan percaya pada organisasi), organisasi dapat membedakan karyawan
dengan optimal dan organisasi dapat menimbulkan rasa memiliki dan kebanggaan bagi
karyawan.
3. Keterandalan (reliability)
Citra ini dibangun untuk konsumen, melalui selalu menjaga mutu produk atau jasa,
menjamin terlaksananya pelayanan prima yang diterima konsumen.
4. Tanggung jawab sosial (social responsibility)
Citra untuk masyarakat sekitar, seberapa banyak atau berarti organisasi membantu
pengembangan masyarakat sekitar, seberapa peduli organisasi terhadap masyarakat dan
jadilah perusahaan yang ramah lingkungan.
Proses terbentuknya reputasi diawali dari identitas organisasi sebagai starting point
yang tercermin dalam :
1. Nama perusahaan (logo)
2. Penampilan fisik (sarana prasarana)
Seperti interior, seragam karyawan, alat transportasi, lingkungan.
3. Materi atau media komunikasi
Seperti brosur, leaflet, iklan, laporan tahunan, pemberitaan media, newsletter,
materi presentasi, audio-visual dan lainnya.
4. Non fisik
Seperti sejarah perusahaan, nilai-nilai, dan filosofi.
5. Pola Interaksi
Dalam berhubungan dengan masyarakat, pengalaman pelanggan dan masyarakat
dalam hubungan personal dengan pimpinan dan karyawan perusahaan.
6. Pola pelayanan, gaya kerja dan komunikasi baik internal maupun interaksi dengan
pihak luar.

Adapun indikator penilaian tingkat reputasi bagi organisasi adalah:


1. Daya saing perusahaan dalam menjual produknya dengan harga premium pada kurun
waktu yang tidak sebentar.
2. Kesanggupan perusahaan dalam merekrut dan mempertahankan staf kunci yang
berkualitas
3. Konsistensi perusahaan dalam mendapatkan dukungan WOM berupa rekomendasi
positif dari publik
4. Keberpihakan publik ketika terjadi masalah.
Reputasi mencerminkan persepsi publik terkait mengenai tindakan-tindakan
organisasi yang telah berlalu dan prospek organisasi di masa datang, tentunya
dibandingkan dengan organisasi sejenis atau pesaing.
Ada tiga penyebab yang dipandang sebagai ancaman terhadap reputasi yaitu:
1. Kritik terhadap perusahaan atau produk yang disampaikan melalui media cetak
maupun media elektronik
2. Bencana yang mengganggu produksi
3. Tuduhan dari kelompok-kelompok kepentingan atau pelanggan terhadp keamanan
produk.
Untuk meminimalisir ancaman-ancaman terhadap reputasi, perlu manajemen yang
baik. Adapun model-model manajemen reputasi, yaitu:
1. Model Grahame R Dowling
Model Grahame R. Dowling (1986) dikemukakan dalam artikelnya yang
berjudul “Managing Your Corporate Images”. Model Dowling menegaskan bahwa
pertama-tama reputasi perusahaan merupakan masalah citra perusahaan bagi
karyawan. Saluran-saluran komunikasi internal, seperti berbagai dokumen kebijakan,
buku pedoman, brosur, pengumuman, briefing, dan macam-macam rapat-pertemuan
formal mempunyai peran yang sangat besar dalam proses ini. Komunikasi internal
dan citra perusahaan di kalangan karyawan dipengaruhi oleh ’kebudayaan organisasi’
(organizational culture), yang berperan sebagai ’setting’ sosial secara keseluruhan.
Budaya organisasi, keterbukaan, dan partisipasi, atau sebaliknya ketertutupan sangat
menentukan efektivitas komunikasi internal tentang reputasi perusahaan bagi
karyawannya sendiri, karena budaya organisasi tersebut akan mempengaruhi tidak
hanya kejelasan dan pemahaman tentang perusahaan, tetapi juga
keterbukaan karyawan untuk menyampaikan umpan balik (feedback) terhadap
berbagai kebijakan perusahaan.

2. Model Russell Abratt


Model Russell Abratt (1989): diperkenalkan melalui karyanya yang berjudul
“A New Aproach to the Corporate Image Management Process” yang dimuat dalam
Journal of Marketing Management (Vol. 5/ 1: 63-76). Model ini menarik perhatian
karena Russell Abratt meliput konsep “corporate personality” yang diambil dari
buku Corporate Identity karya Wally Olins (1978) yang cukup lama terabaikan.
menciptakan citra di kalangan konstituensi, dalam anggapannya “kepribadian
perusahaan” (corporate personality) perlu difahami secara cermat, karena dari
kepribadian ini dikembangkan filosofi perusahaan (corporate philosophy) yang
mengandung nilai-nilai inti (core values) kebudayaan perusahaan (corporate
culture) dan asumsi-asumsi yang melandasi perusahaan tersebut. Dalam model ini,
‘manajemen strategik’ dianggap sebagai bagian dari kepribadian. Konsep ‘identitas
perusahaan’ (corporate identity) menurut Abratt (1989: 68) dapat dilihat sebagai
mekanisme komunikasi.
3. Model Helen Stuart
Model Helen Stuart (1998): pada dasarnya model ini merupakan revisi dari
model Abratt di atas. Perubahan penting yang dilakukan adalah memasukkan
‘corporate culture’ dan ‘corporate symbols’ ke dalam ‘corporate identity’. Ia
menggunakan panah untuk menunjukkan komunikasi internal dan komunikasi
eksternal. Secara eksplisit karyawan sebagai salah satu dari konstituensi perusahaan
diberi tempat khusus dalam komunikasi internal. Hal ini mempunyai implikasi bahwa
pandangan karyawan tentang identitas perusahaan dianggap sebagai urusan penting
dari manajemen. ‘Interface’ antara ‘corporate identity/corporate image’
dipertahankan dalam model ini. Hal lain yang layak diperhatikan dalam model ini
adalah penempatan ‘corporate personality’ dan ‘corporate identity’ yang
dihubungkan dengan panah tebal yang disebut ‘corporate strategy’. Implikasi dari
panah tebal ini sangat besar yakni ‘identitas perusahaan’ dimaksudkan sebagai sebuah
‘penampilan diri secara sadar’ dari kepribadian perusahaan penampilan yang dibuat
berdasarkan keputusan strategis pada tingkat perusahaan. Akhirnya, produk dan
layanan jasa tidak diliput di dalam model ini, pada hal keduanya dianggap dapat
mengkomunikasikan identitas secara efektif. Mungkinkah keduanya dianggap sudah
termasuk dalam ‘coporate strategy’, yang kemudian dijabarkan ke dalam strategi
komunikasi pemasaran? Persepsi karyawan (tentang identitas perusahaan)
menentukan citra internal citra perusahaan di kalangan karyawan melalui komunikasi
lisan, khususnya ‘jaringan hubungan pribadi’ atau ‘pergaulan sosial’ (personal
communication) antar para karyawan.
   

MEMBANGUN CITRA & REPUTASI ORGANISASI MELALUI PROGRAM CSR

Corporate Social Responsibility (CSR) menurut World Business Council on Sustainable


Development adalah komitmen bisnis atau perusahaan untuk berperilaku etis dan
berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan
kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan masyarakat luas.
Perkembangan CSR dan komunikasi perusahaan adalah proses konvergen dimana keduanya
meskipun dimulai dari titik yang berbeda tapi dalam pelbagai hal dapat dikatakan serupa
antara lain :
1. CSR dan komunikasi perusahaan bukan berorientasi internal dan bersifat tertutup,
sebaliknya CSR dan komunikasi perusahaan adalah proses yang terbuka dan
berorientasi pada semua pemangku kepentingan.
2. CSR dan komunikasi perusahaan bukan sebuah kegiatan tertentu dari manajemen yang
melekat pada struktur organisasi. CSR dan komunikasi perusahaan merupakan fungsi
manajemen yang menuntut keterlibatan dari pelbagai pihak didalam struktur organisasi.
3. CSR dan komunikasi perusahaan bukan kegiatan yang saling terisolir melainkan
kegiatan yang saling mengandalkan dan secara sinergis berkontribusi pada
perkembangan atau keberlanjutan perusahaan.
Corporate social responsibility adalah suatu konsep bahwa organisasi adalah memiliki
berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang
diantaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas, dan lingkungan
dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi,social,dan
lingkungan. Oleh Karena itu, CSR berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan”,
di mana suatu organisasi, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya
tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan
atau deviden, melainkan juga harus menimbang dampak social dan lingkungan yang timbul
dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang.
Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap
tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimalisasi dampak
negatif dan maksimalisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.
Untuk ke depan disarankan agar pengembangan program CSR mengacu pada konsep
pembangunan yang berkelanjutan (Sustainability development). Prinsip keberlanjutan ini
mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat miskin dalam mengelola
lingkungannya dan kemampuan institusinya dalam mengelola pembangunan, serta
strateginya adalah kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial
yang menghargai kemajemukan ekologi dan sosial budaya. Kemudian dalam proses
pengembangannya tiga stakeholders inti diharapkan mendukung penuh, di antaranya adalah
perusahaan, pemerintah dan masyarakat.
Berdasarkan sifatnya, pelaksanaan program CSR dapat dibagi menajdi dua yaitu :

1. Program pengembangan masyarakat (community development atau CD)

2. Program pengembangan hubungan atau relasi dengan publik (relations development


atau RD)
Sasaran dari program CSR (CD dan RD) adalah:
1. Pemberdayaan SDM lokal
2. Pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar daerah operasi
3. Pembangunan fasilitas sosial atau umum
4. Pengembangan kesehatan masyarakat
5. Sosial dan budaya, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai