Anda di halaman 1dari 9

“TEORI KULTIVASI”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah “Sosiologi
Komunikasi”

Dosen Pengampu :

AB. Sarca Putera, S. Ikom., MA

KELOMPOK 2 SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Ranti Erisa Putri (20058116)

Ray Jordi (20058039)

Sarah Aulia Salsabilla (20058122)

Fauzan

PENDIDIKAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021-2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan media massa saat ini sangatlah pesat, arus komunikasi sangatlah cepat tidak
diabatasi oleh ruang dan waktu. Perkembangan media teknologi yang terus berkembang
sehingga mendukung kemajuan alat-alat komunikasi yang berjamuran dimasa sekarang.
Televisi memang sudah sangat melekat dikehidupan kita sehari-hari. Dari televisilah kita
belajar tentang kehidupan dan budaya. Tontonan seperti acara sinetron maupun reality show
yang sering menunjukkan kekerasan, perselingkuhan, kriminal, dan lain sebagainya akan
dianggap sebagai gambaran bahwa itulah yang sering terjadi di kehidupan realita. Padahal
belum tentu semua yang terdapat dalam tayangan itu adalah kejadian-kejadian yang sering
terjadi dikehidupan kita. Karena jika ditelaah semua yang terdapat pada reality show atau
sinetron adalah hasil skenario belaka.

Lebih jauh dalam teori kultivasi diejelaskan bahwa pada dasarnya ada dua tipe penonton
televisi yang mempunyai karakteristik saling bertentangan atau bertolak belakang, yaitu (1)
para pecandu/penonton fanatik (heavy viewers) adalah mereka yang menonton televisi lebih
dari 4 jam setiap harinya. Kelompok penonton ini sering juga disebut sebagai khalayak ‘the
television type’, serta (2) adalah penonton biasa (light viewers), yaitu mereka yang menonton
televisi 2 jam atau kurang dalam setiap harinya. Dan teori kultivasi ini berlaku terhadap para
pecandu atau penonton fanatik, karena mereka semua adalah orang orang yang lebih cepat
percaya dan menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia senyatanya.

B. Literatur Review

C. Metode Riset
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Lahirnya Teori

Teori Kultivasi pertama kali dikenalkan oleh Prof George Gerbner ketika ia menjadi dekan
Annenberg School Of Communication di Universitas Pennsylvania Amerika Serikat.Tulisan
pertama yang memperkenalkan teori ini adalah “Living With Television. The
Violenceprofile”, Jurnal of Communication. Awalnya, ia melakukan penelitian tentang
”Indikator Budaya” dipertengahan tahun 60-an untuk mempelajari pengaruh menonton
televisi. Dengan kata lain ia ingin mengetahui dunia nyata seperti apa yang dibayangkan, di
persepsikan oleh penonton televisi itu?. Itu juga bisa dikatakan bahwa penelitian Kultivasi
yang dilakukan nya lebih menekankan pada “dampak”.

Menurut Teori Kultivasi ini , Televisi menjadi media atau alat utama dimana para
penonton televisi itu belajar tentang masyarakat dan kultur dilingkungannya. Dengan kata lain
persepsi apa yang terbangun di benak anda tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan
oleh televisi. Ini artinya melalui kontak anda dengan televisi anda belajar tentang dunia, orang
- orangnya , nilai-nilainya, serta ada kebiasaanya.

Teori Kultivasi ini di awal perkembangannya lebih memfokuskan kajiannya pada studi
televisi dan audience, khususnya memfokuskan pada tema tema kekerasan di televisi. Tetapi
dalam perkembangannya ia juga bisa digunakan pada kajian diluar tema kekerasan. Misalnya
seorang mahasiswa Amerika di sebuah Universitas pernah mengadakan pengamatan tentang
pecandu Opera Sabun “ Heavy Soap Opera”. Mereka yang tergolong pecandu opera sabun
tersebut lebih memungkinkan melakukan affairs “menyeleweng”, bercerai dan menggugurkan
kandungan daripada mereka yang bukan termasuik kecanduan opera sabun. Bahkan dengan
memakai kacamata kultivasi, ada perbedaan antara pandangan orang tua dengan remaja
tentang suatu permasalahan. Melalui perbedaan kultivasi orang tua ditampilkan secara negatif
di televisi. Bahkan para pecandu televisi “terutama kelompok pemuda” lebih mempunyai
pandangan negatif tentang orang tua daripada mereka yang bukan termasuk kelompok
kecanduan. Mengapa ini semua terjadi? Karna sebelumnya televisi sudah memotret atau
selalu menampilkan sisi negatif dari orang tua. Misalnya bagaimana mereka sering terlihat
kolot dalam memahami dan menyelesaikan kasus yang berhubungan dengan anak muda.
Seolah para pecandu televisi ini tidak sadar bahwa televisi punya banyak pengaruh terhadap
sikap dan perilaku mereka.

Para pecandu berat televisi atau heavy viewers akan menganggap apa yang terjadi di
televisi itulah dunia nyata sebenarnya. Misalkan tentang perilaku kekerasan yang terjadi di
masyarakat. Para pecandu berat televisi ini akan mengatakan sebab utama munculnya
kekerasan karna masalah sosial ( karna televisi yang dia tonton sering menyuguhkan berita
dan kejadian dengan motif sosial sebagai alasan melakukan kekerasan ). Padahal bisa jadi
sebab utama itu lebih karena faktor cultural shock ( keterkejutan budaya ) dari tradisional ke
modern. Termasuk pecandu berat telvisi mengatakan bahwa kemungkinan seseorang menjadi
korban kejahatan adalah satu berbanding sepuluh, padahal dalam kenyataan angkanya adalah
1 berbanding 50. ia juga mengira bahwa 20% total penduduk berdiam di Amerika padahal
senyatanya cuma 6%. dengan kata lain penilaian persepsi opini penonton televisi digiring
sedemikan rupa agar sesuai apa yang di lihat di televisi. Bagi pecandu berat televis, apa yang
terjadi pada televisi itulah yang terjadi di dunia sesungguhnya. Program acara sinetron yang
diputar televisi swasta indonesia saat ini nyaris segaram, misalnya tersanjung,pernikahan dini,
kehormatan dan lain lain. Masing masing sinetron itu membahas konflik antara orang tua dan
hamil di luar nikah. Para pecandu berat televisi akan mengatakan bahwa dimasyarakat
sekarang banyak gejala hamil diluar nikah karna televisi lewat sinetronnya banyak atau
bahkan selalu menceritakan kasus tersebut. Bisa jadi pendapat itu tidak salah,tapi ia terlalu
menggeneralisir ke semua lapisan masyarakat.bahwa ada gejala hamil diluar nikah itu benar,
tetapi ia mengatakan semua gadis hamil diluar nikah itu salah. Para pecandu sinetron itu
percaya bahwa apa yang terjadi pada masyarakat itulah seperti yang dicerminkan dalam
sinetron-sinetron. Termasuk disini konflik orang tua dan anak. Benak penonton itu akan
mengatakan saat ini semua anak memberontak kepada orang tua tentang perbedaan antara
keduanya. Mereka yakin bahwa televisi adalah potret sesungguhnya dunia nyata. Padahal
seperti yang bisa dilihat pada kenyataanya tidak sedikit anak anak yang masih hormat atau
bahkan selalu mengiyakan apa yang dikatakan orang tua mereka.Gerbner berpendapat bahwa
media massa menanamkan sifat dan media tertentu.

Penelitian Kultivasi menekankan bahwa media massa sebagai agen sosiolisasi dan
menyelidiki apakah penonton televisi itu lebih mempercayai apa yang disajikan oleh telvisi
dari pada apa yang mereka lihat sebenarnya. Gerbner dan kawan kawannya melihat bahwa
film drama yang disajikan di televisi mempunyai sedikit pengaruh tetapi sangat penting
didalam mengubah sikap, kepercayaan,pandangan,penonton yang berhubungan dengan
lingkungan sosialnya.

B. Asumsi Teori

Secara keilmuan untuk menunjukan televisi sebagai media yang mempengaruhi pandangan
kita terhadap realita sosial, para peneliti cultivation analysis bergantung pada 4 tahap proses:

1. Message System Analysis, yang menganalisis isi program televisi


2. Formulation of Question about Viewers Social Realities, pertanyaan yang berkaitan
dengan seputar realitia sosial penonton televisi.
3. Survei The Audience , menanyakan kepada mereka seputar apa yang mereka
konsumsi dari media
4. Membandingkan realita sosial antara penonton berat dan orang yang jarang
menonton televisi

Keempat tahap ini dapat disederhanakan menjadi 2 jenis analisis :

1. Analisis isi (konten analisis), yang mengidentifikasikan atau menentukan tema


utama yang disajikan oleh televisi

2. Analisis khalayak (audience research) yang mencoba melihat pengaruh tema tema
tersebut terhadap penonton.

C. Substansi Teori

 Defenisi teori kultivasi

Teori kultivasi adalah suatu teori efek komulatif media massa yang memandang
hubungan antara terpaan media maassa yaitu televisi terhadap kepercayaan serta sikap
khalayak massa tentang dunia di sekitarnya. Singkatnya teori kultivasi memiliki
hiipotesis bahwa pemirsa televisi kelas berat akan mempertahankan keperacayaan dan
konsepsi tentang dunia disekitarnya yang selaras dengan apa yang mereka lihat
melalui layar kaca. Misalnya, program televisi yang banyak memperihatkan tindakan
kekerasan. Berdasarkan hipotesis teori kultivasi maka pemirsa kelas berat akan
cenderung melihat dunia disekitarnya sebagai tempat yang penuh dengan tindakan
kekerasan.

 Kelebihan dan kekurangan teori kultivasi

a) Kelebihan

- Mengkombinasikan teori teori makro dana mikro

- Menyediakan penjelasan yang rinci tentang peran unik televisi

- Menerapkan studi empiris untuk asumsi humanistik yang dimiliki secara luas

- Mendefenisikan kembali efek sebagai sesuatu yang lebih dari sekedar perubahan
perilaku yang dapat diamati

- Menerapkan beragam isu isu secara lebih luas

- Menyediakan dasar-dasar bagi perubahan sosial

b) Kekurangan

- Secara metodologi bermasalah

- Mengasumsikan homogenitas isi pesan televisi

- Menekankan pada pemirsa kelas berat televisi

- Sangat sulit diterapkan pada media selain televisi

 Manfaat terori kultivasi

- Memahami latar belakang sejarah yang mendasari lahirnya teori kultivasi sebagai
salah satu teori efek media massa

- Memahami asumsi asumsi dasar dalam teori kultivasi

- Memahami proses dan produk dari analisis kultivasi yang telah dilakukan oleh
para peneliti kultivasi

- Memahami kelebihan serta kekurangan teori kultivasi


D. Contoh Kasus

Contoh kasus yang terkait teori kultivasi

Smackdown

Salah satu program Televisi yang banyak menyedot perhatian penonton ialah SmackDown
yang penuh dengan kekerasan, ejekan dan hal yang berbau permusuhan. Program ini berasal
dari belahan eropa yang mana didalamnya terdapat banyak petarung-petarung lelaki dan
perempuan yang memperlihatkan perkelahian atau pertarungan diantara mereka untuk
merebut sabuk WWE.

Mc Luhan seorang ahli psikologi komunikasi berpendapat bahwa manusia berhubungan


dengan televisi sudah tidak hanya melihat atau menonton lagi, tapi sudah terlibat didalamnya.
Ditambah dengan kemajuan teknologi sekarang dan berbagai permainan yang berbau
kekerasan. Perilaku anak dapat terjerumus dalam tayangan atau game yang melibatkan
imajinasi, ilusi, dan impresi anak secara langsung.

Prilaku imitative (meniru) sangat menonjol pada anak-anak. Permasalahan ini diakibatkan
karena kemampuan berpikir anak-anak yang masih sederhana. Maka mereka cenderung
berfikir apa yang ada di televisi adalah yang sebenarnya. Anak-anak masih sulit membedakan
antara yang mana fiktif dan yang nyata. Anak-anak juga masih sulit membedakan antara yang
baik sesuai norma dan etika yang berlaku dan diterima oleh masyarakat, agama dan hukum.

Dampak lainnya anak menjadi penakut dan semakin sulit mempercayai orang lain.
Dampak pemerhati, anak kurang peduli terhadap kesulitan orang lain. Dampak nafsu adalah
meningkatnya keinginan anak untuk melihat atau melakukan kekerasan dalam mengatasi
setiap persoalan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

George Gerbner menyatakan bahwa penggemar berat televisi sebenarnya membangun


kepercayaan yang berlebihan pada Mean a Scary World. Kekerasan yang mereka lihat di tv
dapat menanamkan sosial paranoia yang berlawanan dengan pemikiran tentang lingkungan
yang aman dan keberadaan orang orang dapat dipercaya. Gerbner melihat tv sebagai kekuatan
dominan dalam membentuk masyarakat modern dan ia yakin bahwa kekuatan tv terletak pada
symbolic content dari real life drama yang ditampilkannya setiap saat. Setelah broadcast
berkembang, tv mendominasi lingkungan simbolis, yang menceritakan sebagian besarnya
cerita pada masyarakat dengan durasi waktu terbanyak.

Menurut Gerbner yang disaksikan pada penonton tv setiap harinya adalah unsur kekerasan.
Ia menyatakan bahwa kekerasan adalah cara dramatic termudah dan termurah untuk
menunjukan siapa yang menang dalam permainan hidup dan ia sangat khawatir pada dampak
yang sangat luas dan secara potensial, dapat merugikan, yaitu bahwa kekerasan tv
meyakinkan penonton bahwa benar benar ada “ a jungle out there”( rasa tidak aman yang
besar ). intinya gerbner membahas tentang hubungan antara media komunikasi dengan
kekerasan. Indeks kekerasan untuk mengukur tingkat kekerasan yang ditampilkan di tv,
gerbner menggariskan aturan aturan sebagai tuntunan pelaksanaannya. Yang pertama ia
menetapkan definisi dramatic violence sebagai ekspresi yang merupakan tindakan dengan
maksud buruk lewat kekuatan fisik ( dengan atau tanpa senjata , melawan diri sendiri atau
orang lain) tindakan memaksa untuk melawan keinginan orang lain melawan keinginan orang
lain dengan menimbulkan rasa sakit dan atau terbunuh atau diperlakukan sangat victimized
sebagai bagian dalam rencana. Setelah itu ia mengukur level kekerasan secara keseluruhan.
Hasilnya indeks tahunan yang ditemukan tentang level kekerasan sungguh stabil. Kekerasan
yang sama resiko yang berbeda. Dari sekian banyak acara tv yang menampilkan acara tv yang
menampilkan gambaran kekerasan, karakter karakter kepahlawanan kebanyakan
menampilkan inequality yang besar terhadap usia, ras dan gender pada saat menerima pada
kekerasan terakhir. Orang tua dan anak anak lebih banyak disakiti atau dirugikan daripada
remaja dan orang dewasa.
Dalam kasus victimage keturunan Afrika-Amerika dan hispanic dibunuh atau dipukuli
lebih banyak daripada keturunan caucasian. Orang kulit hitam digambarkan sebagai orang
yang kasar cenderung menggunakan kekerasan. Sangat mengejutkan ketika tv menampilkan
underrepresentation akan kelompok minoritas. Kesimpulannya, proyek cultural indikator yang
dibuat gerbner mengungkapkan bahwa orang orang yang terpinggirkan dalam masyarakat
orang amerika diposisikan dalam a symbolic double jeopardy ( symbolic ganda ) keberadaan
mereka di kecilkan dan disaat yang sama kerawanan mereka terhadap kekerasan di lebih
lebihkan.

Gerbner melakukan survei tentang behavior dan attitudes penonton tv ada dua kategori
pemirsa tv menurutnya yaitu light and heavy. Light user adalah penonton yang menonton tv
tidak lebih dari 2 jam sehari.Light user selektive dalam memilih acara tv yang ditonton.
Sering kali hanya acara favoritnya saja. Sedangkan heavy user adalah penonton yang
menonton minimal 4 jam sehari dan menonton tv secara terus menerus. Menurut gerbner
heavy user melihat dunia lebih berbahaya daripada occasional atau light user.

Pikiran yang dibajak dan dibentuk oleh televisi menumbuhkan fearful thoughts karna
gerbner percaya bahwa kekerasan adalah tulang punggung dari drama keluarga, karna setiap
orang memiliki durasi waktu yang berbeda dalam menonton tv,Gerbner mencoba menemukan
The cultivation differential. Yaitu perbedaan dalam persentase memberikan “Television
Answer” dalam perbandingan kelompok light and heavy viewers. Menurut gerbner, tv telah
masuk dalam kehidupan manusia ketika dalam usia yang sangat dini.

Anda mungkin juga menyukai