Anda di halaman 1dari 17

Dinamika opini publik.

1. Hakikat dinamika opini publik Khalayak massa yang merupakan pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton filem dan pemirsa televise, terdiri atas individu individu dalam jumlah yang besar dengan sikap dan pendapat yang sangat dinamis. Hal ini berwujud dalam bentuk perubahan baik pada opini individu individu maupun opini publik dalam menanggapi kondisi sosial dan politik. Perubahan adalah juga efek dari proses dari komunikasi politik dan sosial yang didak mungkin dielakkan. Bahkan komunikasi politik dapat mengubah sama sekali citra seseorang, kelompok atau publik mengenai eksistensi dan lingkungan sosial dan politiknya. Sebaliknya perubahan dinamis yang terjadi pada masyarakat karena faktor poilitik, sosial, ekonomi, ilmu dan teknologi dan lingkungan alam, semuanya juga memberikan perubahan opini dan opini publik serta cara manusia berekspresi dan berkomunikasi. Itulah hukum dasar alami, semuanya berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Pantai rai, kata Herakleitos 2500 tahun lebih yang lalu: kita yang kemarin bukan kita yang sekarang dan bukan juga yang besok (Arifin,1986:11). Perubahan itu terjadi karena individu individu itu memang tidak diam atau statis, melainkan selalu bergerak (Dinamika) dan bahkan berinteraksi dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya secara terus menerus. Dynamic (Inggris) atau Dinamika (Indonesia) itu terjadi juga dalam opini publik. Istilah dinamika berarti bergerak. Poper (1985:50-51) merumuskan bahwa dinamika sosial sebagai gerak yang terjadi dalam masyarakat akibat adanya kekuatan kekuatan sosial (atau historis). Kemudian Arifin (1990:18) menulis bahwa dinamika

politik diartikan sebagai gerak politik yang disebabkan oleh kekuatan kekuatan politik dari waktu ke waktu. Dapat dirumuskan bahwa dinamika politik adalh berubahan opini publik yang disebabkan oleh adanya sejumlah kekuatan yang mempengaruhi individu yang bersumber dari sendiri dan lingkungan sosialnya. Telah dijelaskan bahwa kekuatan yang ada pada diri individu itu ialah kerangka rujukan (Frame of reference), lapangan pengalaman (Field of reference), dan kondisi fisik. Sedang kekuatan yang bersumber dari lingkungan sosialnya adalah kelompok, pemimpin opini, dan situasi politik, sosial, ekonomi, dan lingkungan alam. Hal ini tentu sangat ditentukan oleh besarnya pengaruh yang bertarung pada diri halayak individu dan khalayak massa. Bahkan pembentukan dan perubahan opini publik sangat berpengaruh oleh pengalaman pribadi individu individu, terutama dalam bidang politik, sosial dan ekonomi. Gerak atau dinamika opini publik seperti dicontohkan oleh hasil studi Lembaga Survei Indonesia (LSI), yang menggambarkan penurunan tingkat kepuasan public terhadap kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terus merosot dari selama tiga tahun menjabat sebagai presiden (2004 sampai 2007). Demikian juga popularitas presiden di kalangan publik menurun tajam.

2. Dinamika Individu Dan kelompok Salah satu unsure penting yang menimbulkan dinamika opini publik itu adalah dinamika yang terjadi pada diri individu dalam hubungannya dengan kelompok. Robert E.Lane dan David O.Sears (1985:13-15) menemukan dalam studinya bahwa individu dalam bersikap dan berpendapat terhadap masalah yang menyangkut kepentingan umum itu sangat mempengaruhi oleh kelompok rujukannya yang dikenal juga dengan istilah influence group. Meskipun demikian individu dapat memiliki

sikap dan opini yang berbeda dengan kelompok rujukannya, jika individu yakin bahwa sikap dan opininya terlalu berdampak negative terhadap sikap kelompok rujukannya.

Beberapa karakteristik ditemukan oleh Lane dan Sears, (1956:36) sebagai berikut :

1. Mangkin kecil kelompok, maka mangkin besar tekanan dan tuntutan terhadap individu untuk menyeragamkan diri 2. Mangkin tinggi frekuensi kontak, maka mangkin besar tekanan terhadap individu 3. Mangkin lama individu sebagai anggota kelompok dan kenal mengenal dengan sesame anggota kelompok, maka mangkin besar tekanan terhadap masing masing individu untuk menyeragamkan diri 4. Mangkin sering individu diminta dan berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan kelompoknya, maka mangkin besar pula kemungkina individu akan menerima opini kelompok.
5. Apabila sifat kelompok adalah group-centered atau leader-

centered, maka kemungkinan terjadinya keseragaman opini akan jau lebih besar dari pada apabila kelompok dalam ikatan yang lain.

6. Mangkin

tinggi

kesadaran

akan

kelompok

solidaritas

dan

perasaan (awereness), maka mangkin besar tekanan untuk berseragam 7. Mangkin jelas norma norma kelompok untuk dianut, maka mangkin besar kemungkinan akan keseragaman 8. Mangkin homogeny suatu kelompok, maka mangkin mudah terjadinya keseragaman

Selain itu Lane an Sears (1965:36-39) menjelaskan bahwa suatu usul pemecahan masalah diterima atau ditolaknya oleh individu sangat ditentukan oleh seberapa jauh relevansi masalah dengan kehidupan dan kepentingan kelompok. Adanya relevansi masalah dengan kehidupan individu itu, akan membesarkan perhatiannya terhadap masalah itu dan akan mendorongnya untuk sependapat dengan kelompok. Demikian juga kecenderungan untuk menyeragamkan pendapatnya dengan kelompok ditentukan oleh faktor situasi kelompok dan sifat individu sehubungan dengan masalah yang berkembang, terutama masalah sosial dan politik. Pada umumnya semangkin tinggi status kelompok, maka akan semangkin kelompok, besar maka tendensi akan akan adanya besar keseragaman juga pendapat. akan Demikian juga semangkin besar ancaman terhadap kelangsungan hidup semangkin kemungkinan keseragaman pendapat. Hal seperti ini juga akan terjadi, jika semangkin sedikit jumlah kelompok yang bersaing, maka akan semangkin besar kemungkinan keseragaman pendapat. Anwar Arifin (1998-2007) mengalami sendiri di Indonesia bahwa banyak orang berubah pendapat untuk menyeragamkan diri dengan opini kelompok (organisasi sosial dan organisasi politik). Demikian juga, karena ada persamaan kepentingan antara individu individu dengan organisasi sosial dan organisasi politik, terutama yang berkaitan dengan rasa aman, prestise dan kemudahan untuk menjalani hubungan sosial dengan

kalangan elit. Namun orang- orang yang sudah termasuk elit, apalagi pemimpin tertinggi dalam kelompok sebagai pemberi rasa aman kepada banyak individu, cenderung memiliki toleransi yang tinggi dengan opini yang lain, walaupun tingkat toleransinya masih terbatas. Dalam penerimaan atau penolakan terhadap opini Politik yang dianjurkan oleh politikus sebagai komunikator politik, sangat ditentukan oleh loyalitas anggota kelompok terhadap pemimpinnya. Loyalitas itu sangat mendalam sehingga merupakan ikatan batin antara politikus dengan halayaknya. Halini juga disebabkan karena ada kepercayaan halayak dan etika politikus dan ada kepercayaan teknis bahwa apa yang dinyatakan oleh politikus dpat dibenarkan dari segi kompetensinya. Hal ini terjadi karena masalah politik adalah masalah yang jauh dari kehidupan sehari hari, sehingga individu dapat mengambil sikap politiknya, sangat tergantung dari orang orang yang dipercayainya, yaitu para pemimpin opini (Opinion leader), yang formal atau informal, yang memiliki kopetensi di bidangnya. Semua itu, mendorong terjadinya dinamika individu dan kelompok dalam pembentukan dan perubahan opini public.

3. Pengukuran Opini Publik Opini publik yang sehat, hanya dapat tumbuh didalam masyarakat, jika ada kebebasan berfikir dan kebebasan mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan serta ada kebebasan pers. Demikian juga harus ada minat yang cukup besar oleh rakyat terhadap masalah masalah sosial dan politik, dan adanya pendidikan politik yang cukup tinggi bagi rakyat, serta adanya kesediaan masyarakat atau rakyat dalam mengutamakan kehendak atau kepentingan bersama. Selain itu opini publik juga dapat tumbuh dengan baik jika tersedia media massa:

1. Pers 2. Radio 3. Film 4. Televisi Lalu media lainnya, yaitu: 1. Pamflet 2. Selebaran 3. Sepanduk 4. Baliho 5. Bulletin Di Negara Negara demokrasi, opini publik itu telah diukur perkembanggannya memalui beberapa cara, seperti penjajakan (Polling), pengumpulan suara dan pendapat masyarakat baik secara lisan maupun tulisan. Secara lisan yaitu mengundang lembaga lembaga tertentu yang diangap dapat mewakili opini masyarakat untuk menyatakan aspirasinya atau pendapatnya terhadap suatu hal yang menyangkut kepentingan umum. Secara tertulis yaitu dengan melalui surat atau mengisi angket yang diedarkan oleh lembaga atau perusahaan yang ingin mengetahui pendapat publik tentang suatu kebijakan atau produknya. Cara yang lain mengukur pendapat umum adalah dengan cara attitude scales. Hal ini dilakukan dengan maksud menetapkan berapa banyak orang yang setuju atau tidak setuju tentang suatu masalah. Jika publik ditawarkan beberapa alternatif, maka dapat diketahui berapa banyak yang memilih alternatif pertama, kedua, dan seterusnya. Demikian juga opini publik dapat diukur dengan metode atau cara melakukan wawancara, yang bersifat umum atau terbuka, baik melalui masyarakat pada umumnya mampu melalui pemimpin pendapat

(opinion leader). Metode ini sering dilakukan oleh lembaga pers untuk mengetahui pendapat publik mengenai suatu masalah yang menyangkut kepentingan umum, seperti resensi ekonomi, bakal pemimpin nasional dan sebagainya. Selain itu, tulisan tulisan dalam surat kabar yang mengemukakan pendapat tertentu bagi kepentingan public untuk memancing timbulnya reaksi publik yang berwujud tulisan balasan, juga dapat dilakukan sebagai salah satu metode dalam mengukur opini publik. Dari tulisan tulisan balasan dapat diambil kecenderungan akan opini yang merbak dalam masyarakat. Dalam pengukuran opini public secara ilmiah, berkembang lembaga pengukuran opini publik di bagian universitas di Amerika Serikat. Di Universitas Chicago dibentuk Pusat Penelitian Pendapat Nasional (1957) dan di Universitas Michigan dibentuk Pusat Penelitian Survei (1958). Hal ini menggambarkan secara jelas adanya saling tergantung antara kegiatan politik pemerintahan dengan lembaga ilmiah (perguruan tinggi) dalam pengukuran sikap dan opini serta dalam penelitian ilmu prilaku pada umumnya. Sesungguhnya pengukuran opini dengan metode polling atau jajak pendapat, pada awalnya dikembangkan oleh surat kabar, majalah, radio, dan televisi untuk mengukur opini publik tentang masalah actual yang menyangkut kepentingan umum. Litbang (Penelitian dan Pengembangan) harian Kompas, misalnya selama ini telah menyajikan hasil surveinya tentang berbagai hal antara lain tentang popularitas presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan wakil presiden M.Jusuf Kalla, setiap tahun. Demikian juga Litbang Metro TV secara periodik menyiarkan hasil survei yang dilakukan tentang berbagai masalah sosial dan politik yang aktula di Indonesia.

Hal ini penting bagi media massa dan masyarakat, karena dari situ dapat diukur opini publik dan Kecenderungannya. Hali ini menunjukan

bahwa suasana Demokratis sudah tumbuh di perkotaan, kendatipun di pedesaan masih belum begitu dikenal. Salah satu contoh pengukuran opini publik melalui Survei, Adalah hasil studi tentang kepuasan public terhadap kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pimpinan Saiful Mujani dan Lingkarang Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA. Kedua lembaga itu meliris hasil studinya pada awal Oktober 2007 di Jakarta. Lembaga Survei Indonesia (LSI), pimpinan Saiful Mujani, yang diliris tanggal 7 Oktober 2007 di Jakarta menjelaskan bahwa kepuasan publik terhadap kinerja presiden SBY terus merosot dari 80 % pada akhir tahun 2004 menjadi hanya 54 % pada Oktober 2007. Jadi ada 26 % dari individu individu yang tidak puas terhadap situasi yang dialami selama hamper tiga tahun lamanya. Bahkan Lingkaran Survei Indonesia milik Denny JA yang diliris tanggal 4 Oktober 2007 di Jakarta, justru menemukan lebih tajam lagi, yaitu hanya 35,3 % tingkat kepuasan public terhadap presiden dalam tahun 2007. Bahkan Saiful Mujani (2007) selanjutnya menjelaskan bahwa tingkat kepuasan terhadap SBY mengalami penurunan dalam rentang setahun ini, yaitu 47 % pada Oktober 2006 menjadi 33 % pada Oktober 2007. Survei itu penting sebagai salah satu metode pengukuran opini publik di Negara Demokrasi. Meskipun demikian survey masih tetap mendapat banyak kritik yang tajam.

4. Pembinaan Opini Publik Strategi mencapai dirumuskan di masa oleh Anwar Arifin (1985:3) Middleton sebagai (1980)

pengambilan keputusan hari ini sesuai dengan situasi dan kondisi untuk tujuan depan. Sedangkan menyatakan bahwa strategi dalam komunikasi adalah kombinasi yang terbaik dari semua elemen komunikasi mulai dari komunikator, pesan saluran (media), penerima sampai pada pengaruh (efek) yang dirancang untuk mencapai tujuan yang optimal.

Salah satu cara mengatur strategi itu dikemukakan oleh James B. Orrick. Ia menyebut ada tiga faktor yaitu: 1. Never argue 2. Present fact 3. Positive statement Never argue: (Jangan berbantah bantah atau berdebat) Bagi seorang politikus petunjuk itu penting sekali untuk dipahami dan ditaati, karena satu argument atau perdebatan dapat mengakibatkan emosi dan antagonistis. Selain itu, dengan dilakukannya perdebatan berarti bahwa opini orang yang didebat (opini aslinya) dapat dibenarkan dan diterima. Sedangkan maksud dan tujuan komunikasi politik adalah untuk mempengaruhi opini public dan menambah dukungan sebanyak banyaknya. Oleh karena itu berkepala dingin seperti yang dilakukan oleh para diplomat dan kaum politikus professional dapat diterapkan untuk mencapai tujuan. Present fact: (Kemukakan fakta fakta). Ini dapat menghindari perdebatan dan juga lebih efektif dari pada memberikan analisis analisis yang abstrak tentang suatu hal. Apabila public menerima fakta fakta dan perubahan perubahan yang nyata dan objektif, maka public pun akan bersedia mengubah opininya. Hal ini dapat dilakukan melalui pameran dan demonstrasi agar apa yang dikemukakan sesuai dengan kenyataan Positive statement: (Pertanyaan yang positif). Cara ini lebih efektif dari pada pertanyaan pertanyaan yang bersifat negatif. Pertanyaan pertanyaan ini harus didukung oleh fakta fakta yang jelas. Hindari hal hal yang bertentangan dengan atau tidak relevan dengan isu yang disampaikan. Sebaiknya tidak menimbulkan celaan atau hujatan terhadap pribadi, lembaga atau partai politik lain.

Pembinaan opini publik atau pendapat umum sangat berkaitan dengan citra yang terbangun pada publik. Bahkan opini publik dibentuk melalui citra, sedangkan citra terbangun berdasarkan informasi yang diterima oleh publik, terutama melalui media massa. Citra itulah yang mempengaruhi opini dan prilaku public. Dalam upaya pembinaan opini publik, akan disajikan sebuah cara atau strategi menampilkan komunikator terpercaya, dan pesan, dan metode yang persuasive.

5. Komunikator Politik Terpercaya Langkah strategis yang kelima dalam upaya pencitraan serta

pembentuka dan pengendalian Opini Publik ialah adanya komunikator yang terpercaya. Dimana komunikatorlah yang harus memahami dan melaksanakan keempat langkah strategis yang diuraikan dimuka yaitu mengenal khalayak, merencanakan pesan, menetapkan metode dan memilih media sesuai kondisi khalayak yang dijadikan sasaran (publik). Adapun komunikator yang dimaksud adalah komunikator politik yang terdiri atas politikus dan aktor politik yang berada dalam suatu partai politik. Dalam upaya pembentukan citra Opini Publik diperlukan suatu strategi, dimana strategi itu adalah keseluruhan keputusan tentang tindakan yang akan dijalanka guna mencapai tujuan. Dimana tujuan itu adalah mendapat citra yang baik, Opini Publik yang positif, dan memenangkan pemilihan umum. Ketika komunikasi politik berlangsung, yang berpengaruh bukan hanya pesan politik saja. Ketokohan seorang komunikator dan lembaga politik yang mendukungnya, sangat menentukan berhasil atau tidaknya pembentukan citra. Rakhmad(1985) mengatakan Ketokohan atau disebut juga

Pahlawan Politik adalah orang yang memiliki kredibilitas, daya tarik,

kharisma, dan kekuasaan. Pada umumnya mereka disenangi dan dipilih oleh pemberi suara dalam pemilihan umum, karena mereka dianggap sesuai dengan citra jabatan yang ideal. Dalam retorika politik atau pidato politik, umumnya khalayak akan lebih memperhatikan siapa (tokoh politik), ketimbang apa (pesan politik) yang akan disampaikan. Hal ini menunjukkan bahwa ketokohan adalah hal yang sangat utama dalam komunikasi politik terutama dalam upaya pencitraan dan pembinaan Opini Publik. Menurut James McCroskey (1966), kredibilitas seorang komunikator politik dapat dimiliki dari :
1) Competence

yaitu

kompetensi

atau

penguasaan

terhadap

substansi disampaikan.
2) Attitude yaitu sikap tegas terhadap prinsip. 3) Intention yaitu tujuan yang baik. 4) Personality yaitu kepribadian yang hangat dan bersahabat. 5) Dynamism yaitu dinamika yang menunjukkan cara penyajian

yang menarik dan tidak membosankan.

Kredibilitas menurut Hovland dan Wiss, terdiri dari dua komponen, yaitu :
1) Expertise yaitu keahlian tentang topik yang dibicarakan 2) Trust Worthiness yaitu dapat dipercaya, karena cerdas, mampu,

berakhlak mulia, tahu banyak, berpengalaman atau terlatih. Adapun pengertian Kredibilitas menurut Rakhmat adalah seperangkat persepsi khalayak tentang sifat-sifat komunikator, sehingga sesungguhnya kredibilitas tidak melekat dalam diri komunikator.

Ketokohan dapat juga dibangun melalui daya tarik fisik tubuh, busana, dan dukungan fisik lainnya, yang bersifat nonverbal dalam komunikasi. Menurut penelitian ada beberapa hal nonverbal yang mendukung keberhasilan komunikator politik, yaitu : 1. Ketampanan atau kecantikan komunikator politik 2. Adanya hubungan kekerabatan 3. Faktor satu lingkungan tempat tinggal 4. Anggota organisasi atau satu almamater Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) persamaan yang dimiliki oleh komunikator dengan khalayak disebut dengan istilah homofil, sedangkan jika terdapat banyak perbedaan antara khalayak dan komunikator disebut dengan istilah heterofil. Dalam upaya merawat ketokohan sebagai komunikator politik yang efektif, perlu menciptakan atau memelihara kebersamaan komunikator (politikus) dengan khalayak (rakyat). Hal ini merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan. Citra dari tokoh politik juga mempengaruhi citra partai politik atau lembaga. Lembaga yang dapat memenuhi kepentingan dan kebutuhan publik akan dihargai oleh masyarakat. Persepsi publik terhadap citra lembaga, sangat ditentukan oleh kegunaan lembaga itu bagi publik. Makin tinggi kegunaan lembaga itu maka citra yang terbentuk adalah citra positif, demikian pula sebaliknya. Ketokohan yang prima dan lembaga yang besar dan terpercaya akan menjadi kekuatan politik tersendiri dalam membangun citra politik dan Opini Publik yang efektif.

6. Pesan Politik dan Metode Persuasif

Opini Publik diumpamakan seperti seorang wanita yang manja, tidak tetap dan banyak tuntutan akan kepastian diri. Maka Opini Publik harus dibujuk atau dirayu dengan pesan politik persuasif dan metode persuasif. Terlebih lagi dengan adanya khalayak aktif dan khalayak kepala batu di negara demokrasi. Pesan politik harus disusun setelah mengetahui kondisi publik. Adapun syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam menyusun pesan yang bersifat persuasif, yaitu menentukan tema dan materi yang sesuai dengan kondisi dan situasi publik. Syarat utama unhtuk mempengaruhi publik dari pesan tersebut, ialah mampu membangkitkan perhatian khalayak. Hal ini sesuai dengan AA Procedure atau Attention to Action Procedure. Artinya membangkitkan perhatian (attention), untuk selanjutnya menggerakkan seseorang atau orang banyak melakukan suatu kegiatan (action). Selain AA Procedure itu, dikenal pula rumus klasik AIDDA yang disebutjuga dengan adaption process, yaitu : Attention, Interest, Desire, Decision, dan Action. Artinya dimulai dengan membangkitkan perhatian (Attention), kemudian menumbuhkan minat dan kepentingan (Interest), sehingga khalayak memiliki hasrat (Desire), untuk menerima pesan yang dirangsangkan oleh komunikator, dan akhirnya diambil keputusan (Decision), untuk mengamalkan dalam tindakan (Action). Wilbur Schramm (1955) mengajukan syarat-syarat berhasilnya suatu pesan, yaitu : 1) Pesan harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga pesan itu dapat menarik perhatian khalayak. 2) Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang sudah dikenal oleh komunikator dan khalayak, sehingga kedua pengertian itu bertemu. 3) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi daripada

sasaran dan menyarankan cara-cara mencapai kebutuhan itu.

4) Pesan harus menyarankan sesuatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi khalayak. Dalam komunikasi politik, penggunaan bahasa dalam menyusun pesan sangat perlu mendapat perhatian. Bahasa politik harus berbeda dengan bahasa bisnis dan bahasa ilmiah. Bahasa politik harus lebih persuasif, subtantif, dan dalam penyajian lisan harus menggunakan retorika atau seni berbicara.

Ada dua bentuk penyajian permasalahan dalam proses komunikasi politik, yaitu :
1) One Side Issues (sepihak) adalah bentuk penyajian yang hanya

mengemukakan hal-hal positif saja, atau hanya hal-hal negatif saja. Model ini banyak dilakukan dalam kegiatan komunikasi politik yang dikenal dengan nama agitasi politik dan propaganda politik. Bentuk ini akan efektif jika diberikan kepada publik yang sudah sepaham dengan komunikator, atau dapat juga diberikan jika publik berasal dari latar belakang pendidikan yang rendah.
2) Both Side Issues (kedua belah pihak) adalah menyampaikan

permasalahan baik negatifnya maupun positifnya. Model ini dikembangkan dalam kegiatan public relations baik dalam komunikasi politik maupun komunikasi bisnis. Bentui ini akan efektif jika diberikan kepada publik yang berbeda pendapat dengan komunikator, atau dapat juga diberikan jika publik berasal dari kalangan terpelajar. Dalam komunikasi politik yang mempunyai tujuan untuk merubah opini publik dan sikap khalayak. Maka pesan yang harus disodorkan adalah konsepsi positif bukan negatif. Jika para politikus tidak cermat, maka pesan-pesan politiknya bukan hanya tidak mencapai tujuan tetapi juga akan menjadi bumerang baginya.

Selanjutnya isi pesan politik yang persuasif itu, harus dibarengi dengan metode- metode yaitu :
1. Metode persuasif (persuasive) yaitu memengaruhi khalayak

dengan cara membujuk secara jujur dan sistematis. Metode ini dikenal dengan metode persuasif politik, yang dilakukan dalam bentuk penyajian komunikator khalayak politik, berada dengan (start memulai where the komunikasinya dimana

audience). Kemudian diubah sedikit demi sedikit ke arah tujuan komunikator politik. Adapun Metode Persuasif terdiri dari :
1) Metode Canalizing adalah dimana komunikator politik

menyediakan saluran-saluran tertentu untuk menguasai motif-motif yang ada pada khalayak, dengan terlebih dahulu mengenal khalayaknya.
2) Metode Persuasif Negatif yaitu khalayak digugah baik

pikirannya, dan terutama perasaannya. Metode ini merupakan suatu cara untuk mempengaruhi khalayak, dengan jalan tidak diberikan kesempatan untuk banyak berpikir kritis, bahkan kalau perlu khalayak itu dapat terpengaruh secara tidak sadar (suggestive). Di samping itu, K.Berlo memperkenalkan inference theory of empathy atau teori penurunan dari penempatan diri ke dalam diri orang lain. Artinya komunikator mengandaikan diri (pribadi khayal) bagaimana kalau ia berada dalam posisi sebagai komunikan. Dengan adanya pribadi khayal ini, maka komunikator politik menemukan dan mengidentifikasikan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan yang khalayak, yang selanjutnya komunikator dengan mudah pula melakukan penyesuaian diri dengan khalayak tersebut.
2. Metode Informatif yaitu suatu bentuk isi pesan, yang bertujuan

mempengaruhi publik dengan metode memberikan penerangan. Artinya menyampaikan sesuatu pesan sesuai fakta-fakta dan data yang benar, serta pendapat-pendapat yang benar sehingga

khalayak diberi kesempatan untuk menilai, menimbang, dan mengambil keputusan atas dasar pemikiran yang sehat. Penerangan ini mempunyai fungsi : 1. Memberikan informasi tentang fakta semata-mata, juga fakta yang bersifat kontroversial. 2. Memberikan informasi atau menuntun umum ke arah suatu pendapat.

3. Metode Edukatif, dimana metode ini memberikan pengaruh

yang mendalam kepada khalayak, meskipun akan memakan waktu yang lama. Dimana pesan yang disampaikan berisi fakta, pendapat, dan pengalaman secara jujur.

4. Metode Koersif, dimana metode ini tidak cocok diterapkan

sepenuhnya di negara demokrasi. Metode ini berlawanan dengan metode persuasif karena metode ini mempengaruhi khalayak dengan cara memaksa. Pesan dari komunikator politik memuat selain pendapat dan pengalaman juga berisi ancamanancaman.

5. Metode Redundancy atau Repetition, dimana meode ini

bermanfaat karena khalayak akan lebih memperhatikan pesan itu, sebab pesan yang diulang-ulang akan lebih kontras dengan pesan lain yang tidak diulang-ulang, sehingga lebih banyak menarik perhatian.

Opini publik yang memiliki labilitas seperti seorang wanita yang ingin dimanja dan mudah berubah, maka baik dirayu dengan berbagai cara

atau aktivitas yang dikenal dengan retorika, agitasi, propaganda, dan public relations, kampanye dan pemasaran politik. Hal ini perlu dibahas secara tersendiri sebagai aplikasi dalam komunikasi politik untuk membangun citra dan membentuk serta membina Opini Publik.

Anda mungkin juga menyukai