Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KOMUNIKASI MASSA
KEBEBASAN PERS

Kelompok

Disusun Oleh:
1. Aria Wardana (1751059)
2. Indah Pratiwi (1751039)
3. Fitriya (1751028)
4. Novian Hadi (1951001)

Dosen Pembimbing : Merita Auli, S.I.Kom

UNIVERSITAS BATURAJA
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat meyelesaikan makalah Kebebasan Pers dengan baik dan
lancar.
Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan kemampuan pemahaman
pembaca. Pemahaman tersebut dapat dipahami melalui pendahuluan, pembahasan masalah,
serta kesimpulan dalam makalah ini.
Makalah ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat
membantu pembaca dalam memahamai makalah ini. Dengan makalah ini, diharapkan
pembaca dapat memahami mengenai Kebebasan Pers.
Ucapan Terimakasih penulis sampaikan kepada Dosen mata kuliah Komunikasi Massa
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkarya menyusun makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, kritik dan masukan sangat
penulis kami harapkan dari seluruh pihak dalam proses membangun mutu makalah ini.

Baturaja , 17 Oktober 2019

Penyusun

i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.....................................................................................................................1
2. Rumusan Masalah................................................................................................................1
3. Tujuan Penulisan ................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pers dan Kebebasan Pers..............................................................................2
B. Fungsi dan Peranan Pers di Indonesia...........................................................................3
C. Teori tentang Pers...........................................................................................................4
D. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab......................................................................5
E. Peraturan Perundang-undangan tentang Kebebasan Pers..............................................6
F. Kode Etik Jurnalistik......................................................................................................7
G. Dewan Pers.....................................................................................................................7
H. Pers Pancasila.................................................................................................................8
I. Dampak Penyalagunaan Kebebasan Media Massa........................................................9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...................................................................................................................11
B. Saran & Kritik..............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara demokrasi adalah negara yang mengikutsertakan partisipasi rakyat dalam pemerintahan
serta menjamin terpenuhinya hak dasar rakyat dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara. Salah satu
hak dasar rakyat yang harus dijamin adalah kemerdekaan menyampaikan pikiran, baik secara lisan
maupun tulisan.

Pers adalah salah satu sarana bagi warga negara untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat serta
memiliki peranan penting dalam negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab
memegang peranan penting dalam masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi
negara dan pemerintahan yang demokratis.

Pelaksanaan kebebasan pers di Indonesia saat ini sudah sangat bebas, karena kurangnya
penekanan dan kebijakan dari pemerintah. Hal tersebut dilihat dari banyaknya media yang
mengekspos kehidupan pribadi para publik figur yang sebenarnya tidak perlu dipublikasikan dan
berbagai masalah lainnya.

Dari penjelasan di atas, kami menyusun makalah dengan judul “Kebebasan Pers”. Harapan kami
dengan adanya makalah ini dapat memberikan perbaikan dalam kebebasan pers di Indonesia.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan beberapa rumusan
masalah:
1. Apakah pengertian pers dan kebebasan pers ?
2. Sejarah kebebasan pers?
3. Apakah fungsi dan peranan pers di Indonesia?
4. Apa saja teori tentang pers?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui pengertian pers dan kebebasan pers ?
2. Untuk Mengetahui Sejarah kebebasan pers?
3. Untuk Mengetahui Apakah fungsi dan peranan pers di Indonesia?
4. Untuk Mengetahui Apa saja teori tentang pers?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pers dan Kebebasan Pers
Secara etimologis berasal dari bahasa Inggris berarti “press” dan bahasa Belanda,
“persen atau pers”, yang artinya menekan atau mengepres. Istilah ini menunjuk pada semacam alat
lempengan dari besi yang di antara dua lembar besi tersebut diletakkan suatu barang kemudian
ditekan untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Hal ini yang dimaksudkan adalah mesin cetak
kuno yang harus ditekan dengan keras untuk menghasilkan cetakan pada lembaran kertas.

Pengertian umum tentang pers adalah segala usaha dari alat-alat komunikasi massa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan hiburan, peristiwa, dan berita yang terjadi atau lembaga sosial
dan wahana komunikasi massa yang melakukan kegiatan jurnalistik.

Undang-undang No. 40 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1 memberi definisi pers adalah lembaga sosial
dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk
tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan
menggunakan media cetak, media elektronik, dan jenis saluran yang tersedia.

Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan
pers dalam pengertian sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi
massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/menyebarkan informasi, berita,
gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Maka dikenal
adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers.

Dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati
proses percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan dan
sebagainya yang dikenal sebagai media cetak.

Kebebasan pers (freedom of the press) adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau
perlindungan hukum yang berkaitan dengan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan
seperti menyebar luaskan, pencetakan dan penerbitkan surat kabar, majalah, buku atau dalam material
lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah. Selain itu kebebasan pers
juga dapat diartikan sebagai hak warga masyarakat untuk mengetahui (right to know) masalah-
masalah atau fakta publik, dan di sisi lainnya hak warga masyarakat dalam mengekspresikan pikiran
dan pendapatnya (right to expression). Kedua dimensi hak ini saling bertalian. Untuk memiliki pikiran
dan pendapat tentang masalah publik, warga masyarakat dengan sendirinya harus mendapat informasi
yang benar.

Dalam Ketetapan MPRS No. XXXII/MPRS/1966 merumuskan “kebebasan pers Indonesia adalah
kebebasan untuk menyatakan serta menegakkan kebenaran dan keadilan, dan bukanlah kebebasan
dalam pengertian liberalisme”.

Adapun pengertian kebebasan pers itu sendiri menurut berbagai sumber antara lain sebagai berikut :

1. Kebebasan pers dalam bahasa Inggrisnya disebut Freedom of Opinion and


Expression dan Freedom of the Spech. John C. Merril (1989) merumuskan kebebasan pers
sebagai suatu kondisi riil yang memungkinkan para pekerja pers bisa memilih, menentukan dan
mengerjakan tugas sesuai keinginan mereka. Bebas dari (negatif) dan bebas untuk (positif) .[2]
2. Kebebasan pers (bahasa Inggris: freedom of the press) adalah hak yang diberikan oleh konstitusi
atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media atau bahan-bahan yang dipublikasikan
seperti menyebarluaskan, percetakan dan penerbitan melalui surat kabar, majalah, buku atau
dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.
2
3. Kebebasan pers menurut pandangan Islam haruslah sesuai dengan azas atau norma yang berlaku
jangan sampai pers tersebut menyimpang dari azas atau norma tersebut.

Dari tiga definisi yang sudah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa kebebasan pers adalah
hak seseorang untuk memperoleh berbagai informasi dari media massa baik media massa cetak
maupun media massa elektronik tanpa mengganggu norma-norma yang diberlakukan oleh konstitusi
yang berlaku.

Sejarah Kebebasan Pers di Indonesia


Sejarah pers Indonesia mencerminkan keanekaragaman budaya dan politik masyarakat
Indonesia.

Selama 74 tahun kemerdekaan Indonesia, pers pernah mengalami beberapa kali


kebebasan, yakni pada awal kemerdekaan, pemerintahan kabinet parlementer, pemerintahan Orde
Baru dan pada era reformasi saat ini. Pada waktu-waktu lainnya, kebebasan pers di Indonesia
mengalami berbagai tekanan.

Ada enam ketentuan hukum yang dapat dicatat yang membatasi kebebasan pers di Indonesia,
yakni (1) Peperti Nomor 10 tahun 1960 tentang Surat Izin Terbit; (2) Peperti Nomor 2 Tahun 1961
tentang Pengawasan Dan Promosi Perusahaan Cetak Swasta; (3) Kepres Nomor307 tahun 1962
tentang Pendirian LKBN Antara; (4) Dekrit Presiden Nomor 6 Tahun 1963 tentang Pengaturan
Memajukan Pers; (6) Peraturan Menpen Tahun 1970 tentang Surat Izin Terbit, dan (6) Peraturan
MenpenNomor 1 Tahun 1984 tentang SIUPP.

Sejarah kebebasan pers memang terlalu panjang untuk dijelaskan, karena pada zaman
penjajahan Belanda hingga Jepang, tekanan pers sudah mulai dirasakan.Pers mengalami
kebebasannya ketika masa Orde Baru runtuh, dan di zaman reformasi ini, bisa dikatakan pers sudah
mencapai kemerdekannya. Dalam tulisan ini, akan membahas sejarah pers dalam enam periodisasi.
Yakni :

1) 1900-1945 (Periode Gerakan Kemerdekaan)

Pers Indonesia adalah alat untuk memperjuangkan hak-hak rakyat sebagai usaha untuk
memperbaiki nasib rakyat yang terjajah dengan sarana yang serba sederhana dan kekurangan.Pers
menjadi saluran pemimpin dan keinginan rakyat, sehingga penguasa Belanda berusaha menghalang-
halangi perkembangan pers nasional karena sangat berbahaya bagi penjajah Belanda.

2) 1942-1945 (Periode Penjajahan Jepang)

Pers seluruhnya dikuasai oleh tentara militer Jepang, pers hanya menjadi alat bagi kepentingan
Jepang untuk menyuarakan dan menggelorakan “Asia Timur Raya”.Media pers yang ada sama sekali
tidak memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam menyampaikan sikap serta ekspresi dirinya, karena
semuanya berada dalam kendali dan kontrol penguasa pendudukan Jepang.

3) 1945-1950 (Periode Revolusi Fisik)

Pada masa ini pers digunakan sebagai alat perjuangan, penyebar semangat revolusioner yang
merupakan modal utama untuk melanjutkan perlawanan menentang penjajah.Karena ternyata
kemerdekaan tidak menjamin penjajah telah benar-benar pergi dari Indonesia.

4) 1950-1959 (Periode Liberal)

Pada periode ini, semua hal berorientasi pada sistem liberal.Pers di Indonesia hanya menjadi alat
bagi kepentingan partai-partai politik yang berlomba-lomba untuk merebutkan kekuasaan di
pemerintah dengan mencoba menanamkan pengaruh pada masyarakat melalui media.

3
5) 1959-1965 (Periode Demokrasi Terpimpin)

Fungsi pers pada masa ini tidak berjalan sesuai dengan perannya sebagai lembaga sosial.Fungsi
kritik dan kontrol sosial serta kebebasan pers ditekan oleh penguasa pada masa ini.

6) 1965-1998 (Masa Orde Baru)

Pada masa ini, pers hidup di bawah sistem otoritarian.Pers tidak memiliki kebebasan dan selalu
mengalami tekanan politik, pembredelan, maupun pembatasan kebebasan seperti adanya mekansme
politik Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).Pers pada rezim ini benar-benar
terkekang.Media yang harusnya menjadi wacana politik bertransformasi menjadi industri komersil
yang signifikan.

Setelah berakhirnya rezim orde baru, perkembangan pers Indonesia disebut “pers
reformasi”.Dorongan demokratisasi, liberalisasi ekonomi dan politik berdampak luas pada era
reformasi.Berbagai bentuk peraturan yang dahulu membatasi kebebasan politik secara umum, maupun
kebebasan pers secara khusus, mulai dihapuskan.Kemerdekaan pers secara utuh itu tak lepas dari
peran Abdurrahman Wahid yang pada masa pemerintahannya menghapuskan peraturan-peraturan
diskriminatif.Maka, pada saat yang sama, struktur pers nasional juga berubah drastis,dari yang hanya
media cetak , mulailah muncul bentuk media televisi, radio, serta internet. Saat itulah, pers pada era
reformasi mulai berfungsi menjadi lembaga kontrol sosial.

B. Fungsi dan Peranan Pers di Indonesia


Dalam Undang-undang No. 40 Tahun 1999 Pasal 3 disebutkan mengenai fungsi pers, dalam hal ini
pers nasional. Adapun fungsi pers nasional adalah sebagai berikut :

a. Sebagai wahana komunikasi massa. Pers nasional sebagai sarana berkomunikasi antarwarga
negara, warga negara dengan pemerintah, dan antarberbagai pihak.
b. Sebagai penyebar informasi. Pers nasional dapat menyebarkan informasi baik dari pemerintah
atau negara kepada warga negara (dari atas ke bawah) maupun dari warga negara ke negara (dari
bawah ke atas).
c. Sebagai pembentuk opini. Berita, tulisan, dan pendapat yang dituangkan melalui pers dapat
menciptakan opini kepada masyarakat luas. Opini terbentuk melalui berita yang disebarkan lewat
pers.
d. Sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial serta sebagai lembaga ekonomi.

Fungsi pers sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol social :

 Fungsi informasi, masyarakat berlangganan atau membeli surat kabar karena memerlukan
informasi mengenai berbagai hal.
 Fungsi pendidikan, pers sebagai sarana pendidikan massa (mass education), memuat tulisan
tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah pengetahuan dan
wawasannnya.
 Fungsi menghibur, hal yang bersifat menghibur sering di muat pers untuk mengimbangi berita-
berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot.
 Fungsi kontrol sosial, terkandung dalam makna demokratis yang didalmnya terdapat unsur sosial
participation, social responcibility, social support, social control.

Pers nasional sesuai dengan pasal 6 UU No. 40 Tahun 1999, menyebutkan peranan pers sebagai
berikut:

o memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;


o menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak asasi
manusia, saling menghormati kebhinekaan;
o mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;
4
o melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum;
o memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
C. Teori tentang Pers
Dalam buku “Four Theories of the Press” dengan penulis Free S. Siebert, Theodore Peterson, dan
Wibur Schramm, menyatakan bahwa teori tentang pers dapat dikategorikan menjadi 4, yaitu :

a. Authoritarian Press (Pers Otoritarian)


Teori ini muncul pada masa iklim otoritarian di akhir Renaisans, segera setelah ditemukannya
mesin cetak. Teori otoritarian berpendapat bahwa pers harus dikuasai dan dikendalikan negara
atau penguasa negara. Pers selamanya tunduk kepada penguasa negara. Pers pada hakikatnya
adalah media penguasa untuk menyampaikan informasi yang dianggap perlu diketahui
masyarakat. Sikap kritis pers terhadap penguasa negara sama sekali tidak dapat dibenarkan.
Asumsinya penguasa negara tidak mungkin salah kerena mereka adalah pelaksana kedaulatan
negara. Dengan demikian tidak diperlukan kebebasan pers, tidak diperlukan adanya organisasi
pekerja pers yang independent karena hanya akan mengganggu stabilitas negara. Antara
pemerintah dengan pers memiliki hubungan top down dan bersifat timbal balik. Konsep pers
seperti ini menghilangkan fungsi pers sebagai pengawas pelaksanaan pemerintahan. Praktek-
praktek otoritarian masih ditemukan di seluruh bagian dunia walaupun telah ada teori lain.
b. Libertarin Press ( Pers Libertarian)
Pers libertarian disebut juga dengan pers bebas, yang merupaka kebalikan pers ototarian.
Teori ini berakar pada pandangan John Milton, yang menyatakan bahwa manusia dalam
menjalani kehidupnnya mempunyai hak untuk memilih dan menyampaikan apa yang disukainya.
Dalam system pers mengkritisi kondisi yang ada baik kondisi sosial maupun perilaku dan
kebijakan pemerintah. Dalam teori Libertarian, pers bukan instrument pemerintah, melainkan
sebuah alat untuk menyajikan bukti dan argument-argumen yang akan menjadi landasan bagi
orang banyak untuk mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap terhadap kebijaksanaannya.
Dengan demikian, pers seharusnya bebas sari pengawasan dan pengaruh pemerintah. Agar
kebenaran bisa muncul, semua pendapat harus dapat kesempatan yang sama untuk didengar, harus
ada pasar bebas pemikiran-pemikiran dan informasi. Baik kaum minoritas maupun mayoritas,
kuat maupun lemah, harus dapat menggunakan pers.
c. Soviet Communist press (Pers Komunis Soviet)
Teori ini berakar dari pemikiran Karl Max dan Friedrich Engel yang kemudian ditetapkan
oleh Lenin di Uni Soviet. Menurut teori ini pers dimiliki Negara dan berfungsi untuk melayani
kelas pekerja. Teori ini hampir sama dengan teori otoritarian. Namun ada beberapa hal yang
membedakannya, yaitu dalam system komunis soviet pers dapat mengatur sendiri pesan-pesan
yang akan disampaikan kepada publik. Pers mempunyai tanggung jawab tertentu untuk memenuhi
harapan publik. Pers merupakan bagian intergral dalam system pemerintahan Negara.
d. Social Responsibility Press ( Pers Pertanggungjawaban Sosial)
Teori ini lahir sebagai bentuk reaksi terhadap teori libertarian. Karena dalam kenyataan
sejarah, banyak pihak yang merasa kecewa dengan penerapan teori libertarian karena kebebasan
mutlaknya. Teori Tanggungjawab social punya asumsi utama, bahwa kebebasan mengandung
didalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan. Hubungan antara pemerintah dan pers sederajat
dan bersifat saling mengawasi. Kecenderungan pers di Negara-negara demokrasi menganut teori
ini.
D. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab
Indonesia saat ini resminya menganut sistem pers yang bebas dan bertanggung jawab. Konsep ini
mengacu ke teori “pers tanggung jawab sosial”. Asumsi utama teori ini adalah bahwa kebebasan
mengandung di dalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan.

5
Dalam UU No. 40 Tahun 1999 kebebasan pers disebut dengan istilah kemerdekaan pers. Dalam UU
tersebut menyatakan sebagai berikut :

1. Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (pasal 2).
2. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (pasal4ayat1).
3. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran
(pasal 4 ayat 2).
4. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi (pasal 4 ayat 3).
5. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak
Tolak (pasal 4 ayat 4).
6. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan (pasal 7 ayat 1).
7. Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum (pasal 8).

Dari ketentuan-ketentuan tersebut tampak jelas bahwa pers Indonesia adalah pers yang bebas. Akan
tetapi kebebasan tersebut harus diimbangi dengan melakukan kewajiban-kewajiban tertentu.
Kewajiban-kewajiban pers trsebut antara lain:

1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma
agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (pasal 5 ayat 1).
2. Pers wajib melayani Hak Jawab (pasal 5 ayat 2).
3. Pers wajib melayani Hak Tolak (pasal 5 ayat 3).
4. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik yang disepakati oleh organisasi wartawan
dan ditetapkan oleh Dewan Pers (pasal 7 ayat2 dan penjelasan).
5. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional,
dibentuk Dewan Pers yang independen (pasal 15 ayat 1)
E. Peraturan Perundang-undangan tentang Kebebasan Pers
Kebebasan pers di Indonesia diatur oleh Undang-undang Nomor 40 tahun 1999. Didalam UU tersebut
berisi tentang:

e. Ketentuan Umum
f. Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban, dan Peranan Pers
g. Wartawan
h. Perusahaan Pers
i. Dewan Pers
j. Pers Asing
k. Peran Serta Masyarakat
l. Ketentuan Pidana

Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul,


mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan
media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
tersebut. Agar pers berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan Pasal 28 Undang-undang
Dasar 1945 maka perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers. Fungsi maksimal itu diperlukan karena
kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat
penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Dalam
kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban kepada rakyat terjamin, sistem penyelenggaraan
negara yang transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud.

6
Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi juga sangat penting untuk
mewujudkan Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor: XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, antara lain yang menyatakan bahwa setiap
orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi sejalan dengan Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa
tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19 yang berbunyi : "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan
mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk
mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak
memandang batas-batas wilayah".

Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting pula untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya. Dalam
melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu
dituntut pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat.

Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : oleh setiap orang dengan dijaminnya Hak Jawab dan Hak
Koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media (media watch) dan oleh Dewan Pers
dengan berbagai bentuk dan cara. Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-undang ini tidak
mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

F. Kode Etik Jurnalistik


Etik atau etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti kebiasaan, adat, watak. Kata
yang dekat dengan etika adalah moral yang berasal dari bahasa latin mores yang artinya adat
kebiasaan. Etika merupakan semacam pegangan bagi perilaku manusia dalam kehidupa masyarakat.

Kode etik adalah norma atau asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai pedoman
tingkah laku. Orang-orang yang bekerja dalam suatu profesi tertentu perlu melengkapi dirinya dengan
kode etik. Dengan adanya kode etik diharapka perilaku mereka dalam bekerja dan bertugas sesuai
dengan nilai-nilai etik atau moral yang baik.

Kode Etik Jurnalistik menjadi pegangan para insan pers dalam melaksanakan peran dan
fungsinya. Kode etik menjadi landasan moral atau etika profesi guna menjamin kebebasan pers dan
terpenuhinya hak-hak masyarakat serta sebagai pedoman operasional dalam menegakkan integritas
dan profesionalitas para insan pers. Saat ini dewan pers sudah menetapkan Kode Etik Wartawan
Indonesia (KEWI) yang telah disepakati oleh organisasi-organisasi wartawan.

G. Dewan Pers
Selain melalui Kode Etik Jurnalistik, untuk mengembangkan kebebasan pers dan meningkatkan
kehidupan pers nasional disebut Dewan Pers. Dewan Pers adalah sebuah dewan yang bersifat
independen, yang terdiri dari wartawan yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers, tokoh
masyarakat ahli dibidang pers atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi
wartawan dan organsasi perusahaan pers (pasal 15 ayat 1 dan 3). Keanggotaan dewan ini ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.

Fungsi-fungsi yang dilaksanakan Dewan Pers menurut pasal 15 ayat 2 UU

Pers terdiri atas 6 fungsi, yaitu :

1) Melakukan pengkajian untuk pengembangan pers


2) Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik
3) Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-
kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers
4) Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintahan
5) Memfasilitasi organisasi-organosasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan
meningkatkan kulitas profesi kewartawanan
6) Mendata perusahaan pers
7
H. Pers Pancasila
Istilah Pers Pancasila pertama kali dikemukakan oleh M. Wonohito, seorang wartawan senior
kenamaan, jauh sebelum dicanangkan secara resmi oleh Dewan Pers dalam Sidang Pleno XXV di
Surakarta pada tanggal 7-8 Desember 1984. Dalam pembahasannya nonohiti menyinggung disamping
empat teori pers, bolehlah ditambahkansatu system yaitu pancasila pers theory sebab falsafah
pancasila melahirkan teori pers sendiri, yang tidak termasuk dalam 4 teori pers itu sendiri.

Dalam Sidang Pleno XXV di Surakarta, Dewan pers memutuskan mengenai pers Indonesia
adalah pers pancasila dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya berdasarkan pada
nilai-nilai Pancasila dan UUD 45. Pers pembangunan adalah pers pancasila dalam arti mengamalkan
pancasila dan UUD 45 dalam pembagunan berbagai aspek kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan
bernegara, termasuk pembangunan pers itu sendiri. Hakikat pers Pancasila adalah pers yang sehat,
yakni yang pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai
penyebar informasi yang benar dan objektif, penyaluran aspirasi rakyat dan kontrol sosial kontruktif.
Pers Pancasila selalu mengedepankan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dalam pemberitaan,
sehingga tercipat keharmonisan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Yang pada
gilirannya akan terwujud masyarakat madani Indonesia.

Adapun bentuk- bentuk penyalagunaan kebebasan pers antara lain sebagai berikut:

1. Penyiaran berita yang tidak memenuhi kode etik jurnalistik


Pemberitaan yang bebas, tergesa-gesa, dan sesuka hati adalah pemberitaan yang menyalahi kode
etik jurnalistik. Contohnya kesalahan prnyebutan nama tersangka dan kurang jelasnya suatu
gambar atau peristiwa.
2. Peradilan oleh pers (Trial by pers)
Pemberitaan yang terus menerus pada satu pihak, sedangkan pihak lain yang terlibat tidak
ciberitakan akan menghasilkan berita yang tidak seimbang. Seseorang terasa diadili oleh pers
karena pemberitaan yang tidak seimbang tersebut.
3. Membentuk opini yang menyesatkan
Tulisan-tulisan yang dimuat oleh pers kadang menciptakan opini yang sebaliknya dari seseorang.
Opini yang tercipta justru menyesatkan karena tidak benar dan tidak sesuai dengan fakta.
4. Tulisan-tulisan bernada fitnah dan provokatif
Kadang kala tulisan yang dimuat sangat vulgar, yaitu menceritakan kejadian yang dapat memicu
keterlibatan pihak lain dan dapat memancing emosi. Contohnya pemberitaan tentang perang
antarsuku yang memberitakan cerita pembantaian sebuah keluarga oleh suku lain.
5. Berita bohong
Berita yang tidak kuat sumbernya dapat menciptakan berita yang idak benar alias berita
bohong.Syamul Mu’arif, Menteri Negara Komunikasi dan Informasi pada masa kabinet Megawati
Soekarno Putri pernah mengemukakan adanya 5 penyakit pers, yaitu : Pornografi , Character
assasination (pembunuhan karakter), Berita palsu, Provokstif dan iklan menyesatkan dan
Wartawan yang tidak profesional (wartawan bodreks).

Menyikapi Kebebasan Pers di Indonesia Saat Ini

Menilik kembali sejarah pers nasional sebelumnya, yang seakan tidak memiliki kemampuan
dan tak berdaya untuk melepaskan diri dari pengaruh serta campurtangan pemerintah yang kuat, kini
pers mendadak menggeliat dan bangkit dari ketidakberdayaannya. Pers mendapatkan angin yang
segar. Angin kebebasan, angin kemerdekaan pers.

8
Berbicara tentang kebebasan memang tidak bisa dilepaskan dari anggapan liberal.Kebebasan
pers sering disalahartikan seolah-olah demi kebebasan persitu semata-mata.Pers era reformasi menjadi
ruang publik milik masyarakat untuk menjadi pengawas pada percaturan politik saat ini. Namun
sayangnya, media pers sekarang dimiliki oleh pemodalnya untuk kepentingan pribadi .Padahal
kebebasan berkekspresi merupakan salah satu agenda penting reformasi. Setelah reformasi berjalan
kurang lebih 15tahun, justru pers hanya menjadi alat bagi kepentingan pemodal, hingga sebagian
masyarakat mengangggap pers yang ada sekarang ini sudah liberal, mengingat lebih dari 30 tahun
lebih pemerintah orde baru , kebebasan pers dikebiri.

Sesungguhnya kebebasan pers terutama sekali adalah demi kebebasan masyarakat untuk
memperoleh informasi serta untuk mengungkapkan pikiran dan menyatakan pendapatnya.Saat
ini, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, menurut berbagai kalangan dikatakan
sebagai undang-undang yang ‘terlalu liberal’.Dalam UU No.40/1999 dinyatakan bahwa dalam
melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan perannya, pers menghormati hak asasi setiap orang.Jelas
sekali dalam fungsinya tentunya pers harus mampu bersikap fleksibel dan bergerak dinamis.Mengkaji
kembali mengapa masyarakat kemudian menganggap pers saat ini dianggap “kelewatan”.

Kasus Sara The Jakarta Post

Jika menilik kembali kasus penetapan pemimpin redaksi The Jakarta Post, Meidyatama
Suryodiningrat sebagai tersangka atas kasus pemuatan kartun yang mencantumkan karikatur dengan
kalimat bertuliskan Arab La Illaha Ilallah pada sebuah gambar tengkorak khas bajak laut yang
merupakan pelanggaran UU No.40/1999. Karikatur itupundianggap merupakan tindak pidana
penistaan agama.

Dari kasus tersebut muncul opini bahwa pers dianggap terlalu liberal hingga menistakan salah
satu agama.Padahal seperti yang sudah diketahui, bahwa pers Indonesia memiliki kode etik yang
wajib dipegang oleh para pekerja persitu sendiri.Artinya, pers di Indonesia masih dikatakan ideal dan
belum liberal jika pekerja pers memegang kendali untuk tetap memberi informasi sesuai dasar
undang-undang yang berlaku.Sehingga apabila melakukan pelanggaran dalam kode etik yang berlaku
maka akan dikenakan hukuman sesuai sanksi yang ada.

Berangkat dari kasus karikatur majalah The Jakarta Post maka tidak ada salahnya apabila
kemudian dikaitkan pada kasus penyerangan kantor majalah Charlie Hebdo di Prancis hingga
menewaskan pemimpin redaksinya atas kasus kartun sarkastik yang vulgar, berita, polemik dan
“jokes-jokes” ala Charlie Hebdo. Penyerangan brutal itu tentu bisa menjadi rujukan kembali pada
kebebasan pers di Indonesia bahwa; Indonesia sangat menjunjung tinggi terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kebebasan pers. Kebebasan pers di Indonesia dilaksanakan dengan berpegang erat
pada fungsi kebebasan pers sendiri yakni tidak hanya menjalankan fungsi, hak, kewajiban dan
peranannya, tetapi dituntut pula untuk menghormati hak asasi setiap orang.

Pemberitaan kasus Antasari yang melibatkan wanita bernama Rani oleh salah satu stasiun TV

Kasusnya disini karena mereka cuma menggunakan narasumber sekunder saja, misalnya
keluarga Rani dan tetangga Rani, bukan dari narasumber utama. Pasal yang dilanggar adalah Pasal 3
yang berbunyi Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

9
Kasus wawancara fiktif terjadi di Surabaya

Seorang wartawan harian di Surabaya menayangkan berita hasil wawancaranya dengan


seorang isteri Nurdin M Top. Namun akhirnya terungkap kalau ternyata wawancara tersebut nggak
pernah dilakukan. Isteri Nurdin M Top saat itu sedang sakit tenggorokkan sehingga untuk berbicara
saja sulit , apalagi memberikan keterangan panjang lebar seperti laporan wawancara itu. Wartawan
dari harian ini memang nggak pernah bertemu dengan isteri orang yang disangka teroris itu dan tidak
pernah ada wawancara sama sekali. Wartawan dalam kasus di atas melanggar Kode Etik Jurnalistik
Pasal 2 dan Pasal 4.

Oleh karena itu, pers di Indonesia dituntut untuk bersikap profesional dan terbuka terhadap
kontrol masyarakat.Dewan Pers telah menegaskan bahwa kontrol masyarakat yang dimaksudkan
adalah berkaitan dengan “Hak Jawab dan Hak Koreksi” guna menghindari media pers yang
menyimpang dan menciderai arti kebebasan pers yang sesungguhnya.

Kebebasan pers adalah adalah hak milik publik yang harus diperoleh sebagai konskuensi dari
hak memperoleh informasi (right to know) dan hak menyampaikan pendapat (right to express).
Konsep kebebasan pers beda dari pers bebas. Kebebasan pers adalah norma kultural yang jadi acuan
nilai bersama (share values) di ruang publik, sedangkan pers bebas adalah kondisi yang melandasi
keberadaan institusi pers yang menjamin otonomi pers menjalankan fungsi sosialnya. Kebebasan pers
adalah istilah yang menunjuk jaminan atas hak-hak warga memperoleh informasi sebagai dasar guna
mebentuk sikap dan pendapat dalam konteks sosial dan estetis yang untuk itu diperlukan media massa
sebagai institusi kemasyarakatan. Secara politikkebebasan pers berarti hak warga untuk mengetahui
berbagai masalah publik dan mendeseminasikannya secara terbuka.

Maka idealnya, pers dianggap sesuai apabila tidak menyinggung SARA dan mematuhi kode
etik yang berlaku. Karena hakikatnya pers adalah penyambung lidah rakyat pada
pemerintah.Datangnya era reformasi, persharus mulai membangun kesadaran untuk kembali
menemukan jatidirinya.Pers ada sebagai penyebar informasi yang benar dan obyektif, penyalur
aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif.Pers dituntut professional dan terbuka untuk
dikontrol oleh masyarakat sebab perannya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan media
kontrolsosial.

10
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Negara demokrasi adalah negara yang memberi jaminan atas hak asasi manusia termasuk
kebebasan dalam mengeluarkan pikiran atau pendapat baik secara lisan maupun tertulis. Kebebasan
media, dalam hal ini pers adalah bukti nyata adanya jaminan kemerdekaan mengeluarkan pendapat
tersebut. Pers yang bebas adalah salah satu pilar bagi tegaknya demokrasi. Demokrasi dan masyarakat
demokratis membutuhkan pers yang bebas. Namun kebebasan pers bukanlah kebebasan murni atau
benar-benar bebas. Sesui teori social Responsibility, pers memiliki kebebasan dan tanggung jawab.
Adanya prinsip pertanggungjawaban ini akan menekan prinsip kebebasan yang dimiliki pers. Pers
yang tidak bertanggung jawab dapat menciptakan penyalagunaan akan kebebasan yang dimilikinya.

Kebebasan pers dengan pers yang bebas adalah dua kata yang hampir sama namun berbeda
makna. Kebebasan pers adalah hak seseorang untuk memperoleh informasi dan mengemukakan
pendapat.Sedangkan pers bebas adalah kondisi yang melandasi keberadaan institusi pers yang
menjamin otonomi pers menjalankan fungsinya.Dalam kinerjanya, kebebasan pers mengalami banyak
tekanan oleh pemerintah dari masa ke masa, hingga pada era reformasi ini, pers benar-benar
mendapatkan hak kemerdekannya secara utuh dengan tidak lepas dari undang-undang yang berlaku
yakni UU No.40/1999.Maka agar pers tidak dianggap liberal, idealnya pers harus bekerja secara
professional dengan mematuhi UU yang berlaku. Karena kemerdekaan pers yang didapat saat ini
adalah buah perjuangan dari masa-masa pemerintahan yang pelik sebelumnya, di mana kebebasan
pers begitu dikebirikan, terlebih pada rezim Orde Baru, di mana konteks kebebasan pers yang terjadi
di masa-masa itu adalah kondisi pers yang berada dalam posisi sulit dan rumit. Pers mengalami
kesulitan untuk menemukan jalan keluarlain selain menempatkan dirinya untuk patuh terhadap semua
kebijakan pemerintah, meskipunapapun langkah pemerintah itu dipandang tidak sesuai. Mau tidak
mau, pers harus mau berjalan di belakangnya, bekerjasama dengan segala langkah dan kebijakan
pemerintah.Bila pers tidak mau bekerjasama, maka dapat dipastikan media pers itu harus rela
eksistensinya mati ditelan revolusi.

B.Saran & Kritik


Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan
makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.

11
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. 1992. Komunikasi Politik Dan Pers Pancasila. Jakarta: PT. Media Sejahtera.
Dewan Pers. 2003. Kebebasan Pers Dan Penegakkan Hukum. Jakarta : Dewan
Pers.2004. Kompetensi Wartawan (Pedoman Peningkatan Profesionalisme Wartawan Dan
Kinerja Pers). Jakarta : Dewan pers.2005. Pers Dan Pilkada 2005. Jakarta : Dewan
Pers.Unesco. 2005. Kebebasan Pers Pasal-Pasal Penghinaan. Jakarta : Dewan Pers.
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti
Khasan, Mas’ud, Abdul Qohar. 1994. Kamus stilah Pengetahuan Populer. Gresik. CV.
Bintang Pelajar.
L Rivers, William. 1994. Etika Media Massa dan Kecenderungan Untuk
Melanggarnya. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Lubis, Mochtar, etall. 1992. Visi Wartawan 45. Jakarta : PT. Media Sejahtera.
Luwarso, lukas. 2003. Menghindari Jerat Hukum. Jakarta : PT. Southeast Asian Press
Alliance (SEAPA).
M. Echols, John.2000. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Masduki, Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik, UII Press, Yogyakarta, 2005
Salvatore Simarmata, Media dan Politik, Pustaka Obor, Jakarta, 2014
https://www.merdeka.com/pendidikan/2-contoh-kasus-pelanggaran-kebebasan-pers-di-
indonesia.html

12

Anda mungkin juga menyukai