Anda di halaman 1dari 29

TEORI MIKRO KOMUNIKASI MASSA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi


Massa

Disusun oleh:
Angga Satrio Utomo

F1C014085

Cahyaningtyas Zara S B

F1C014086

Dela Ayu Rizqi

F1C014092

Nurul Af

F1C014093

Rizky Darmawan

F1C014095

Nifrinas Yulistin R

F1C014096

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015

PENDAHULUAN

Marshall McLuhan mengatakan bahwa kita sebenarnya hidup dalam suatu


`desa global'. Pernyataan McLuhan ini mengacu pada perkembangan media
komunikasi modern yang telah memungkinkan jutaan orang di seluruh dunia
untuk dapat berhubungan dengan hampir setiap sudut dunia. Kehadiran media
secara serempak di berbagai tempat telah menghadirkan tantangan baru bagi
para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu. Pentingnya komunikasi massa
dalam

kehidupan

manusia

modern

dewasa

ini,

terutama

dengan

kemampuannya untuk menciptakan publik, menentukan isu, memberikan


kesamaan kerangka pikir, dan menyusun perhatian publik, pada gilirannya
telah mengundang berbagai sumbangan teoretis terhadap kajian tentang
komunikasi massa.
Konsep komunikasi massa itu sendiri pada satu sisi mengandung
pengertian

suatu

proses

dimana

organisasi

media

memproduksi

dan

menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses
dimana pesan tersebut dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh audience.
Pusat dari studi mengenai komunikasi massa adalah media. Media merupakan
organisasi yang menyebarkan informasi yang berupa produk budaya atau
pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat.
Oleh karenanya, sebagaimana dengan politik atau ekonomi, media merupakan
suatu sistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang
lebih luas.
Sejatinya, keberadaan teori komunikasi massa bertujuan di samping untuk
mengkaji hal-hal apa saja yang menjadi efek media terhadap manusia atau
khalayak, juga untuk membuktikan bagaimana peranan media massa terhadap
manusia atau khalayak secara psikis.Sekaitan dengan teori komunikasi massa,
Littlejhon (1999), membaginya ke dalam teori makro dan teori mikro. Teori mikro
komunikasi massa adalah teori yang mengkaji tentang hubungan antara media
dengan khalayaknya. Teori ini lebih memfokuskan pada efek-efek terhadap
kelompok dan individu-individu serta hasil-hasil dari transaksi media itu.

Sedangkan teori makro komunikasi massa mengkaji media massa dari sisi
masyarakat dan institusinya.
Dalam pembahasan ini, hanya teori mikro saja yang akan dijelaskan.
Teori-teori yang termasuk dalam teori mkro komunikasi massa adalah agenda
setting, kultivasi, uses and gratification, pembelajaran social, spiral keheningan,
cultural imperialism,determinisme teknologi, dan difusi inovasi.

PEMBAHASAN

A. Teori Kultivasi
Teori ini menjelaskan tentang efek samping yang ditimbulkan oleh
televisi dalam jangka waktu yang lama. Gerbner mengklaim bahwa
penggunaan televisi dalam jangka waktu yang panjang akan mengembangkan
keyakinan atau pemikiran seseorang tentang dunia yang menakutkan dan
penuh dengan kekerasan. Ia juga menyatakan ada hubungan antara media
komunikasi dengan kekerasan.
Teori kultivasi atau disebut juga dengan analisis kultivasi, adalah
teori yang memperkirakan dan menjelaskan pembentukan persepsi, pengertian
dan kepercayaan mengenai dunia sebagai hasil dari mengonsumsi pesan media
dalam jangka panjang. Pemikiran Gerbner menyatakan bahwa media massa,
khususnya televisi, menyebabkan munculnya kepercayaan tertentu mengenai
realitas yang dimiliki bersama oleh konsumen media massa. Menurutnya,
sebagian besar yang kita ketahui atau apa yang kita pikir kita tahu, tidak kita
alami sendiri. Kita mengetahuinya karena adanya berbagai cerita yang kita
lihat dan dengar melalui media. Dengan kata lain, kita memahami realitas
melalui perantaraan media masssa sehingga realitas yang kita terima adalah
realitas yang diperantarai.
Program berita kriminalitas yang ditayangkan sebagian besar
stasiun televisi di Indonesia dapat memberikan gambaran simbolik mengenai
lingkungan yang tidak aman, ppenuh dengan orang jahat dan hal-hal negative
lainnya, walaupan angka statistic resmi dari kepolisian, misalnya menunjukan
angka kejahatan yang berkurang secara signifikan, namun tetap saja orang
akan merasa tidak nyaman dan tidak aman ketika ia berada sendirian di suatu
tempat.
Kekerasan yang diakibatkan dari seringnya menonton televisi
semakin meningkat. Untuk itulah, Gerbner selaku direktur penelitian Cultural
Indicators berusaha mengembangkan ukuran yang objektif yang akan

memungkinkan televisi sebagai teman atau musuh. Dalam teori ini ada 2 tipe
penonton televisi yang mempunyai karakteristik berbeda satu dama lainnya,
yaitu:
1. Heavy viewrs adalah mereka yang menonton televisi lebih dari 4 jam
setiap harinya. Oleh karena itu, mereka mengandalkan televisi sebagai
sumber informasi dan hiburan mereka. Mereka membentuk gambaran
tentang dunia dalam pikirannya sebagaimana yang digambarkan televisi.
2. Light viewers yaitu mereka yang menonton televisi 2 jam atau kurang
dalam setiap harinya. Kelompok ini memiliki akses media yang lebih luas
sehingga sumber informasi mereka menjadi lebih variatif. Karena
kenyataan ini, maka pengaruh televisi tidak cukup kuat pada diri mereka.
Untuk membandingan penonton yang sudah tersorot televisi dan
yang belum tersorot, maka Gerbner membuat istilah baru yaitu Cultivation
Differential. Peneliti menargetkan 4 sikap:
1. Chances of involvement with violence, orang-orang dengan
kebiasaan yang selalu menonton televisi terlalu sering kemungkinan
juga akan terlibat dalam kekerasan.
2. Fear of walking alone at night, orang dengan kebiasaan menonton
televisi terlalu sering cenderung akan melebih-lebihkan tindakan
criminal dan mereka akan lebih percaya 10 kali lebih buruk daripada
kenyataanya.
3. Perceived activity of police, orang dengan kebiasaan menonton
televisi terlalu sering akan percaya bahwa 5 persen dari masyarakat
terlibat dalam penegakan hukum. Orang dengan kebiasaan menonton
terlalu sering akan memperkirakan sebuah peristiwa lebih realistis 1
persen. Mereka juga akan berpikiran bahwa setiap hari polisi akan
menarik senjatanya yang sebenarnya itu tidak benar.
4. General mistrust of people, orang-orang dengan kebiasaan
menonton televisi terlalu sering akan mempunyai kebiasaan
mencurigai motif orang lain. Misalnya seperti, sebagian besar orang
hanya akan memperdulikan dirinya sendiri. Gerbner menyebutkan

pemikiran seperti itu sebagai mean world syndrome (sindrom dunia


kejam).
Gerbner juga mengemukakan 2 mekanisme yang terpisah yang sudah
kecanduan akan televisi, yaitu
1. Mainstreaming, menurut bahasa, salah satu pengertian popular
mainstream adalah arus utama, sedangkan mainstreaming adalah
proses mengikuti arus utama yang terjadi ketika berbagai symbol,
informasi dan ide yang ditayangkan televisi mendominasi atau
mengalahkan simbol, informasi dan ide yang berasal dari sumber lain.
Televisi menjadikan penontonnya bersifat homogeny yang pada
akhirnya menjadikan para penonton berat merasa berbagi nilai,
orientasi dan perspektif dengan orang lain dan mengibaratkan televisi
sebagai tempat berbagi pengalaman. Penonton kelompok berat
cenderung mempercayai realitas yang digambarkan televisi bahwa
dunia adalah tempat yang tidak aman, bahwa semua pejabat dan politis
korup, bahwa kekerasan pada/dan oleh anak meroket, bahwa kekayaan
alam negeri ini berlimpah ruah, bahwa setan dan hantu mengancan
hidup manusia, bahw pemerintah tidak berhasil membangun ekonomi
dan seterusnya.
2. Resonance adalah yang terjadi ketika apa yang disajikan oleh televisi
sama dengan realitas actual sehari-hari yang dihadapi penonton.
Penonton yang konsisten menonton tayangan televisi lebih merasakan
resonance televisi berperan dalam penggambaran kembali tentang
pengalaman yang ada dalam tayangannya. Televisi menjadi resonansi
terhadap pengulangan pengalaman nyata dikehidupan si penonton.
Realitas social yang ditanamkan ke dalam pikiran penonton boleh jadi
sama atau sesuai dengan realitas objektif mereka, namun efek yang
ditimbulkan adalah terjadinya penghalangan atau hambatan untuk
terbentuknya realitas social yang lebih optimis atau positif. Realitas
yang ditayangkan di televisi menghilangkan harapan bahwa mereka
dapat mewujudkan situasi yang lebih baik.

B. Teori Agenda-Setting
Agenda-Setting Theory (Teori Pengaturan Agenda) merupakan
sebuah teori yang menjelaskan tentang kemampuan dari media berita untuk
mempengaruhi sebuah topic yang paling penting pada public agenda (agenda
public). Teori ini juga dikenal sebagai pengaturan fungsi agenda dari media
massa yang mencetuskan teori ini adalah 2 orang professor Jurnalistik, yaitu
Maxwell McCombs dan Donald Shaw. Tepatnya pada tahun 1972. Mereka
berpendapat bahwa sebuah media khususnya media berita tidak selalu bisa
berhasil dalam memberitahukan kepada kita tentang apa yang harus
dipikirkan, tetapi mereka selalu saja berhasil untuk memberitahukan kepada
kita tentang apa yang harus dipikirkan. Menurut mereka, media massa
memiliki kemampuan untuk menstransfer materi yang tersembunyi dari
sebuah acara baru kepada public. Teori ini muncul pada kemampuan untuk
menunjukan kecocokan diantara agenda media dan agenda public. Focus dari
teori ini adalah komunikasi massa.
Maxwell McCombs dan Donald Shaw menyatakan bahwa: media
massa memiliki kemampuan memindahkan hak-hal penting dari agenda berita
mereka menjadi agenda public. Kita menilai penting apa saja yang dinilai
penting oleh media. Dalam hal ini, McCombs dan Shaw tidak menyatakan
bahwa media secara sengaja berupaya mempengaruhi public, tetapi public
melihat kepada para professional yang bekerja pada media massa untuk
meminta petunjuk kepada media kemana public harus memokuskan
perhatiannya.
Terdapat 2 level Agenda-Setting:
1. Sikap objek sebagai hasil yang menarik dari gambaran media massa di
dunia dan menjadi gambaran di kepala atau otak kita.
2. Sikap perlengkapan sebagai hasil yang menarik dari hubungan media
dengan sikap objek sebagai fungsi gambaran dari pemikiran kita. Media
juga berpengaruh pada perilaku masyarakat.

Framing bukanlah sebuah pilihan. Media tidah hanya menyuruh


kita untuk berpikir tentang apa, tetapi bagaimana untuk memikirkan tentang
apa yang dipikirkan dan mungkin apa yang dilakukan. Saluran media secara
terus-menerus mencari bahan yang mereka anggap patut untuk dijadikan
berita.
Mengenai efek perilaku dari agenda media, kebanyakan peneliti
menetapkan efek sampingnya adalah opini public. Tetapi beberapa penemu
yang lainnya meyakini bahwa kepentingan media mempengaruhi perilaku
manusia.
Pandangan lain dari Stephen Reese (1991) menyatakan bahwa
agenda media merupakan hasil tekanan yang berasal dari luar dan dari dalam
media itu sendiri. Dengan kata lain, agenda media sebenarnya terbentuk
berdasarkan kombinasi sejumlah factor yang memberikan tekanan kepada
media, seperti proses penentuan program internal, keputusan redaksi dan
menejemen, serta berbagai pengaruh eksternal yang berasal dari sumber nonmedia, seperti pengaruh individu tertentu, pengaruh pejabat pemerintah,
pemasang iklan dan sponsor.
Kekuatan media dalam membentuk agenda public sebagian
tergantung pada hubungan media bersangkutan dengan pusat kekuasaan. Jika
media memiliki hubungan yang dekat dengan kelompok elite masyarakat,
maka kelompok tersebut akan mempengaruhi agenda media dan pada
gilirannya juga akan mempengaruhi agenda public. Pada umumnya, para
pendukung teori kritis percaya bahwa media dapat menjadi atau biasanya
menjadi instrument ideology dominan di masyarakat, dan bila hal itu terjadi,
maka ideology dominan itu akan mempengaruhi agenda public. Dalam hal ini,
terdapat empat tipe hubungan kekasaan antara media massa dengan sumbersumber kekuasaan di luar media, khususnya pemerintahan/penguasa.

C. Teori Uses and Gratification


Uses and Gratifications adalah sekelompok orang atau orang itu
sendiri dianggap aktif dan selektif menggunakan media sebagai cara untuk
memenuhi kebutuhannya. Teori Uses and Gratifications dikemukakan oleh
Elihu Katz, Jay G. Blumbler, dan Michael Gurevitch (Griffin, 2003) yang
menyatakan bahwa pengguna media memainkan peran yang aktif dalam
memilih dan menggunakan media. Pengguna media menjadi bagian yang aktif
dalam proses komunikasi yang terjadi serta berorientasi pada tujuannya dalam
media yang digunakannya.
Uses and Gratification atau penggunaan dan pemenuhan
(kepuasan) merupakan pengembangan dari teori atau model jarum
hipordemik. Model ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan oleh media pada
diri seseorang, tetapi ia tertarik dengan apa yang dilakukan orang terhadap
media. Khalayak dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi
kebutuhannya.
Uses and Gtaifications menunjukan bahwa yang menjadi
permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku
khalayak, tetapi bagaiman media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial
khalayak.

khalayak dianggap secara aktif dengan sengaja menggunakan

media untuk memenuhi kebutuhan dan mempuyai tujuan. Studi dalam bidang
memusatkan perhatian pada penggunaan (uses) isi media untuk mendapat
kepuasan (Gratications) atas pemenuhan kebutuhan seseorang dan dari situlah
timbul istilah Uses Gtarifications.
Sementara itu Katz, Jay, dan Gurevitch menjelaskan bahwa
kebutuhan manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosial, afiliasi kelompok, dan
ciri-ciri kepribadian sehingga terciptalah kebutuhan manusia yang berkaitan
dengan media meliputi kebutuhan kognitif, kebutuhan afektif, kepribadian
secara integratif, kebutuhan sosial secara integratif dan kebutuhan pelepasan
ketegangan.

Kebutuhan Khalayak adalah sebagai berikut:


a. Kebutuhan kognitif yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan
informasi mengenai pemahaman dan lingkungan. Kebutuhan ini
didasarkan dengan hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan
dan memuaskan rasa keingintahuan kita.
b. Kebutuhan afektif yaitu berkaitan dengan peneguhan pengalamanpengalaman yang estis menyenangkan emosidional. Kebutuhan ini
mengacu pada kegiatan atau segala sesuatu yang berkaitan dari segi
prilaku yang menyenangkan.
c. Kebutuhan pribadi secara integratif yaitu kebutuhan ini berkaitan
dengan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individual yang
diperoleh dari hasrat dan harga diri.
d. Kebutuhan sosial secara integratif yaitu berkaitan dengan peneguhan
kontak bersama keluarga, teman dan dunia. Hal tersebut didasarkan
pada hasrat berealisasi bekaitan.
e. Kebutuhan pelepasan ketegangan yaitu kebutuhan yang berkaitan
dengan upaya menghindarkan tekanan, tegangan dan hasrat akan
keanekaragaman.
Menurut Katz dan Gurevitch (1974, dalam Fiske, 2007:213-214) beberapa
asumsi mendasar dari uses and gratifications adalah sebagai berikut:
1. Khalayak dianggap aktif. Khalayak bukanlah penerima yang pasif atas
apa pun yang Cmedia siarkan. Khalayak memilih dan menggunakan isi
program.
2. Dalam proses komunikasi massa, Para anggota khalayak secara bebas
menyeleksi media dan program-programnya yang terbaik yang bisa
mereka gunakan untuk memuaskan kebutuhannya.
3. Media massa harus besaing dengan sumber-sumber lain untuk
memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media lebih luas.

4. Tujuan media masa disimpulkan dari data yang diberikan anggota


khalayak artinya, orang yang dianggap mengerti untuk melaporkan
kepentingan dan motif pada situasi tertentu
5. Pertimbangan nilai tentang signifikansi kultural dari media massa harus
dicegah. Semisal, tidaklah relevan untuk menyatakan program-program
infotainment itu sampah, bila ternyata ditonton oleh sekian juta
penonton.

D. Teori Pembelajaran Sosial


1. Pengertian Teori Pembelajaran Sosial
Teori belajar sosial terkenal dengan sebutan teori observational
learning, belajar observasional / dengan pengamatan

itu (Presly &

McCormick 1995 cit Syah 2005) adalah teori belajar yang relatif masih
baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Tokoh utama teori
ini adalah Albert Bandura. Bandura memandang tingkah laku manusia
bukan semata-mata efleks otomatis dan stimulus (S-R bond), melainkan
juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan
dengan skema kognitif manusia itu sendiri.(Syah,2005).
Menurut Psikolog Albert Bandura dan rekan-rekannya, suatu
bagian utama dari pembelajaran manusia terdiri atar belajar observasional,
yang mana merupakan pembelajaran dengan cara melihat perilaku orang
lain, atau model. Karena pendasarannya pada observasi terhadap orang
lain-fenomena sosial-sudut pandang yang diambil oleh Bandura ini sering
disebut dengan pendekatan kognisi sosial tentang belajar.(Bandura,
1999,2004 cit Feldman,2012).

Santrock (2009), mengemukakan bahwa pembelajaran observasional


adalah pembelajaran yang meliputi perolehan keterampilan, strategi dan
keyakinan dengan cara mengamati orang lain. Wortman et al (2004)
menyatakan bahwa melalui pembelajaran observasional kita peroleh
representasi kognitif dari pola perilaku lainnya, yang kemudian dapat
berfungsi sebagai model untuk perilaku kita sendiri. Teori kognitif sosial
menyatakan bahwa banyak dari kebiasaan cara kita menanggapi gaya
kepribadian kita telah dipengaruhi oleh belajar observasional.
Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk belajar sosial
dan moral. Menurut Barlow (1985), sebagian besar dari yang dipelajari
manusia terjadi melalaui peniruan (imitation) dan penyajian contoh
perilaku (modelling). Dalam hal ini seorang siswa belajar mengubah
perilakunya sendiri melalui penyaksian cara orang atau sekelompok orang
mereaksi atau merespons sebuah stimulus tertentu. Siswa juga dapat
mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan terhadap
perilaku contoh dari orang lain. (Syah,2005)
Pembelajaran observasional memiliki relevansi kelas tertentu,
karena anak-anak tidak melakukan apa yang orang dewasa suruh untuk
mereka lakukan, melainkan apa yang mereka lihat orang dewasa lakukan.
Jika asumsi Bandura benar, guru dapat kekuatan ampuh dalam membentuk
perilaku siswa mereka dengan perilaku mengajar yang mereka
demonstrasikan di kelas. Pentingnya model terlihat dalam penafsiran
Bandura tentang apa yang terjadi sebagai akibat dari mengamati orang
lain:

a. Pengamat dapat memperoleh tanggapan baru


b. Pengamatan model dapat memperkuat atau memperlemah tanggapan
c.

yang ada
Pengamatan model dapat menyebabkan munculnya kembali respon
yang tampaknya dilupakan. (Elliot et al, 2000)
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial

dan moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan


merespons) dan imitation (peniruan).
1)

Conditioning. Menurut prinsip-prinsip kondisioning, proses belajar

dalam mengembangkan perilaku dan moral pada dasarnya sama dengan


prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku-perilaku lainnya, yakni
dengan reward dan punishment.
2) Imitation. Prosedur lain yang juga penting dan menjadi bagian yang
integral dengan prosedur-prosedur belajar menurut teori belajar sosial
ialah proses imitasi atau peniruan. Dalam hal ini, orang tua dan guru
seyogyanya memainkan peran penting sebagai model atau tokoh yang
dijadikan contoh perilaku sosial dan moral bagi siswa. (Syah.2005)
2. Elemen-elemen Observational Learning
Bandura (1986) mengatakan bahwa observational learning
mencakup empat elemen yaitu memperhatikan, menyimpan informasi atau
kesan, menghasilkan perilaku dan termotivasi untuk mengulangi perilaku
itu.
1) Atensi. Untuk belajar melalui observasi, kita harus memperhatikan.
Dalam

pengajaran,

Anda

harus

memastikan

bahwa

siswa

memperhatikan fitur-fitur kritis pelajaran dengan membuat presentasi


yang jelas dan menggarisbawahi poin-poin penting.

2)

Retensi. Untuk meniru perilaku seorang model. Anda harus


mengingatnya. Hal ini melibatkan representasi tindakan mdoel itu
secara mental dengan cara-cara tertentu, mungkin sebagai langkah-

langkah verbal.
3) Produksi. Begitu kita tahu bagaimana perilaku seharusnya terlihat
dan ingat elemen-elemen atau langkah-langkahnya, kita mungkin
tetap belum dapat melakukannya dengan lancar.
4) Motivasi dan Reinforcement. Teori pembelajaran sosial membedakan
antara perolehan dan perbuatan. Kita mungkin memperoleh sebuah
keterampilan atau perilaku baru melalui observasi, tetapi kita
mungkin tidak melakukan perbuatan itu sampai ada motivasi atau
insentif untuk melakukannya. Reinforcement dapat memainkan
beberapa peran dalam observational learning. (Woolfolk,2008)
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Observational Learning
Schunk (2004) mengemukakan ada enam faktor yang mempengaruhi
observational learning, yaitu:
1) Status Perkembangan
Peningkatan dan perkembangan, termasuk pemusatan perhatian yang
lebih lama dan kapasitas untuk memproses informai yang semakin
meningkat, menggunakan berbagai strategi, membandingkan kinerja
dengan representasi ingatan, dan mengadopsi motivator-motivator
intrinsik.
2) Prestise dan Kompetensi Model
Pengamat memberi perhatian yang lebih besar pada model-model
yang kompeten dan berstatus tinggi. Konsekuensi perilaku yang
dijadikan model memberikan informasi tentang nilai fungsional.

Pengamat berusaha mempelajari tindakan yang mereka yakini sebagai


tindakan yang perlu mereka lakukan.
3) Vicarious Consequences
Konsekuensi yang dialami model memberikan informasi tentang
kesesuaian antara perilaku dan kemungkinan hasil tindakannya.
4) Ekspektasi Hasil
Pengamat lebih berkemungkinan untuk melakukan tindakan yang
dimodelkan yang mereka yakini tepat dan akan menghasilkan sesuatu
yang rewarding.
5) Menetapkan tujuan
Pengamatan akan cenderung memperhatikan model-model yang
memperlihatkan perilaku-perilaku yang membantu pengamat dalam
mencapai tujuannya.
6) Efikasi Diri
Pengamat memperhatikan model bila percaya bahwa dirinya mampu
mempelajari tau melakukan perilaku yang dimodelkan. Observasi
terhadap model yang mirip mempengaruhi efikasi diri.

E. Spiral Keheningan (Spiral of Silence)


Konsep spiral of silence diambil dari badan teori yang lebih besar mengenai
opini publik yang dibangun dan diuji oleh Noelle-Neuman (1974,1984,1991)
selama bertahun-tahun. Teori ini komunikasi antarpribadi dan hubungan sosial,
pernyataan opini individual, dan persepsi di mana individu memiliki iklim opini
yang melingkupi dalam lingkungan sosial mereka sendiri. Menurut Neuman

(1984, hlm. 5), pengamatan yang dibuat dalam satu konteks (media massa)
menyebar kepada yang lain dan mendorong orang untuk menyuarakan pandangan
mereka atau menelannya dan diam, hingga dalam proses yang spiral, satu
pandangan dianggap mendominasi ranah publik sementara yang lain hilang dari
kesadaran publik dan para pendukungnya tidak bersuara lagi. Hal inilah proses
yang disebut spiral of silence. Dengan kata lain, karena orang takut pada
keterasingan atau pemisahan dari sekeliling mereka, mereka cenderung menjaga
sikap ketika mereka merasa berada pada kalangan minoritas. Asumsi utama dari
teori ini (Noelle-Neuman, 1991) adalah sebagai berikut :

Masyarakat mengancam individu yang menyimpang dengan isolasi.


Individu mengalami ketakutan akan isolasi secara terrus-menerus.
Ketakutan akan isolasi ini menyebabkan individu untuk mencoba

mengukur iklim opini sepanjang waktu.


Hasil dari perkiraan ini memengaruhi perilaku mereka dalam publik,
terutama kesediaan mereka untuk mengekspresikan opini secara teerbuka
maupun tidak.

Teori ini menjelaskan bahwa masyarakat cenderung menyembunyikan


pandangan mereka jika mereka merasa sebagai minoritas dan akan lebih memilih
untuk mengungkapkan opini jika mereka merasa memiliki pendapat yang
dominan.

Hasilnya

adalah

bahwa

pandangan-pandangan

tersebut

yang

dipersepsikan sebagai dominan mendapatkan lebih banyak pondasi dan


pandangan alternatif akan semakin menjauh.

Media, karena beragam faktor, cenderung untuk menampilkan satu (atau


paling banyak dua) sisi dari sebuah isu, dan menyingkirkan yang lain, yang
kemudian mendorong orang-orang untuk diam dan bahkan menjaga bagi media
untuk tidak membuka dan menyiarkan sudut pandang yang berbeda.
Menurut Noelle-Neuman, cara pengumpulan dan penyebaran berita secara
efektif menghambat jangkauan dan kedalaman pilihan yang tersedia untuk

masyarakat. Ia mengidentifikasi tiga karakteristik media yang menghasilkan


kelangkaan perspektif:
1. Ada di mana saja
Yaitu media sebagai sumber informasi hampir berada di mana-mana
2. Kumulasi
Yaitu beragam media cenderung mengulang kisah dan perspektif di
antara berbagai program atau edisi yang berbeda-beda, di antara media
yang berbeda pula, dan di sepanjang waktu
3. Kecocokan
Yaitu kesesuaian atau kesamaan nilai yang dimiliki para pembuat
berita memengaruhi konten yang mereka buat.

Fokus Noelle-Neuman bukan pada pemahaman level mikro mengenai


bagaimana orang biasa memersepsikan agenda publik; tetapi berfokus pada
konsekuensi di tingkat makro jangka panjang daari persepsi ini. Jika beragam
sudut pandang mengenai agenda diabaikan, dipinggirkan, atau dibuat dangkal oleh
pemberitaan media, maka orang-orang akan tidak ingin membahasnya.
Dalam sebuah esai kritis mengenai teori spiral of silence, Elihu Katz
merangkum pemikiran Noelle-Neuman sebagai berikut:
1. Individu memiliki opini;
2. Takut dikucilkan, individu-individu tersebut tersebut tidak akan
mengungkapkan opini mereka jika merasa diri mereka tidak ada yang
mendukung;
3. Sebuah pandangan statistik yang semu dilakukan oleh individu
untuk mencari tanda-tanda dukungan kepada lingkungan sekitar;
4. Media massa membangun sumber utama referensi informasi mengenai
penyaluran pendapat, dan juga iklim dukungan ataupun tidak
mendukung suatu isu;
5. Media cenderung berbicara dalam satu suara , hampir monopolistik;
6. Media cenderung melakukan penyimpangan pada distribusi opini
dalam masyarakat, menurut bias sang jurnalis;
7. Ketika merasa diri mereka tidak didukung, kelompok individu yang
barangkali merupakan mayoritas- akan kehilangan kepercayaan diri
dan menghindar dari debat publik sehingga mempercepat berakhirnya
posisi mereka sendiri melalui spiral of silence. Mereka mungkin tidak

berubah pikiran, tetapi mereka berhenti memengaruhi orang lain dan


menolak berjuang ;
8. Sehingga masyarakat dimanipulasi dan dirugikan. (Katz, 1983, hlm.
89)

F. Teori Imperialisme Budaya (Cultural Imperialism Theory)


Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herb Schiller pada tahun
1973. Tulisan pertama Schiller yang dijadikan dasar bagi munculnya teori ini
adalah Communication and Cultural Domination. Teori imperialisme budaya
menyatakan bahwa negara Barat mendominasi media di seluruh dunia ini. Ini
berarti pula, media massa negara Barat juga mendominasi media massa di
dunia ketiga. Alasannya, media Barat mempunyai efek yang kuat untuk
mempengaruhi media dunia ketiga. Media Barat sangat mengesankan bagi
media di dunia ketiga. Sehingga mereka ingin meniru budaya yang muncul
lewat media tersebut. Dalam perspektif teori ini, ketika terjadi proses peniruan
media negara berkembang dari negara maju, saat itulah terjadi penghancuran
budaya asli di negara ketiga.

Kebudayaan Barat memproduksi hampir semua mayoritas media


massa di dunia ini, seperti film, berita, komik, foto dan lain-lain. Mengapa
mereka bisa mendominasi seperti itu? Pertama, mereka mempunyai uang.
Dengan uang mereka akan bisa berbuat apa saja untuk memproduksi berbagai
ragam sajian yang dibutuhkan media massa. Bahkan media Barat sudah
dikembangkan secara kapitalis. Dengan kata lain, media massa Barat sudah
dikembangkan menjadi industri yang juga mementingkan laba.
Kedua, mereka mempunyai teknologi. Dengan teknologi modern yang
mereka punyai memungkinkan sajian media massa diproduksi secara lebih
baik, meyakinkan dan seolah nyata. Jika Anda pernah menyaksikan film
Titanic ada kesan kapal.

Titanic tersebut benar-benar ada, padahal itu semua tidak ada. Bahkan
ketika kapal tersebut akhirnya menabrak gunung es dan tenggelam, seolah
para penumpang kapal itu seperti berenang di laut lepas, padahal semua itu
semu belaka. Semua sudah bisa dikerjakan dengan teknologi komputer yang
seolah kejadian nyata. Semua itu bisa diwujudkan karena negara Barat
mempunyai teknologi modern.
Negara dunia ketiga tertarik untuk membeli produk Barat tersebut.
Sebab, membeli produk itu jauh lebih murah jika dibanding dengan
membuatnya sendiri. Berapa banyak media massa Indonesia yang setiap
harinya mengakses dari media massa Barat atau kalau berita dari kantor berita
Barat. Setiap hari koran-koran di Indonesia seolah berlomba-lomba untuk
menampilkan tulisan dari kantor berita asing. Bahkan, foto demonstrasi di
Jakarta yang seharusnya bisa difoto oleh wartawan Indonesia sendiri justru
berasal dari kantor berita AFP (Perancis). Sesuatu yang sulit diterima, tetapi
nyata terjadi. Dampak selanjutnya, orang-orang di negara dunia ketiga yang
melihat media massa di negaranya akan menikmati sajian-sajian yang berasal
dari gaya hidup, kepercayaan dan pemikiran. Kalau kita menonton film
Independence Day saat itu kita sedang belajar tentang Bangsa Amerika dalam
menghadapi musuh atau perjuangan rakyat Amerika dalam mencapai
kemerdekaan. Berbagai gaya hidup masyarakatnya, kepercayaan dan
pemikiran orang Amerika ada dalam film itu. Mengapa bangsa di dunia ketiga
ingin menerapkan demokrasi yang memberikan kebebasan berpendapat?
Semua itu dipengaruhi oleh sajian media massa Barat yang masuk ke dunia
ketiga.
Selanjutnya, negara dunia ketiga tanpa sadar meniru apa yang
disajikan media massa yang sudah banyak diisi oleh kebudayaan Barat
tersebut. Saat itulah terjadi penghancuran budaya asli negaranya untuk
kemudian mengganti dan disesuaikan dengan budaya Barat. Kejadian ini bisa
dikatakan terjadinya imperialisme budaya Barat. Imperialisme itu dilakukan
oleh media massa Barat yang telah mendominasi media massa dunia ketiga.
Salah satu yang mendasari munculnya teori ini adalah bahwa pada dasarnya
manusia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan bagaimana mereka

berpikir, apa yang dirasakan dan bagaimana mereka hidup. Umumnya, mereka
cenderung mereaksi apa saja yang dilihatnya dari televisi. Akibatnya,
individu-individu itu lebih senang meniru apa yang disajikan televisi.
Mengapa? Karena televisi menyajikan hal baru yang berbeda dengan yang
biasa mereka lakukan. Teori ini juga menerangkan bahwa ada satu kebenaran
yang diyakininya. Sepanjang negara dunia ketiga terus menerus menyiarkan
atau mengisi media massanya berasal dari negara Barat, orang-orang dunia
ketika akan selalu percaya apa yang seharusnya mereka kerjakan, pikir dan
rasakan. Perilaku ini sama persis seperti yang dilakukan oleh orang-orang
yang berasal dari kebudayaan Barat.
Teori imperislisme budaya ini juga tak lepas dari kritikan. Teori ini
terlalu memandang sebelah mata kekuatan audience di dalam menerima
terpaan media massa dan menginterpretasikan pesan-pesannya. Ini artinya,
teori ini menganggap bahwa budaya yang berbeda (yang tentunya lebih maju)
akan selalu membawa pengaruh peniruan pada orang-orang yang berbeda
budaya. Tetepi yang jelas, terpaan yang terus-menerus oleh suatu budaya yang
berbeda akan membawa pengaruh perubahan, meskipun sedikit.

G. Determinisme Teknologi (Technological Determinism)


Teori Technological Determinism ini dikemukakan oleh Marshall
McLuhan pertama kali pada tahun 1962 dalam tulisannya The Guttenberg
Galaxy: The Making of Typographic Man. Asumsi dasar teori ini adalah
bahwa perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan
membentuk juga keberadaan manusia itu sendiri. Teknologi membentuk
individu bagaimana cara mereka berpikir, berperilaku dalam masyarakat dan
teknologi tersebut akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu
abad teknologi ke abad teknologi yang lain.
Penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan
budaya. Jika kita lihat saat ini tidak ada satu segi kehidupan manusia pun yang

tidak bersinggungan dengan apa yang namanya media massa. Mulai dari ruang
keluarga, dapur, sekolah, kantor, pertemanan, bahkan agama, semuanya
berkaitan dengan media massa. Hampir-hampir tidak pernah kita bisa
membebaskan diri dari media massa dalam kehidupan kita sehari-hari.
McLuhan bersama Quentin Fiore menyatakan bahwa media pada
setiap zamannya menjadi esensi masyarakat. Mereka mengemukakan adanya
empat era atau zaman dalam sejarah media, yaitu :
1. The Tribal Age: An Acoustic Community (Era Kesukuan)
Menurut McLuhan, pada era suku zaman dahulu manusia menggunakan
indera

pendengaran,

sentuhan,

perasan,

dan

penciuman

untuk

mengembangkan lebih jauh kemampuan untuk menggambarkan dalam


khayalan. Pada masa ini telinga adalah raja ketika hearing is
believing. McLuhan mengklaim bahwa masyarakat primitif lebih
komplek karena stimulasi yang diterima lebih mengutamakan pendengaran
dibanding visualisasi.
2. The Age of Literacy: A Visual Point of View (Era Tulisan)
Manusia pada masa ini bisa menukarkan telinga menjadi mata. Semenjak
ditemukanya alfabet, cara manusia berkomunikasi mulai berubah. Indera
penglihatan

kemudian

menjadi

dominan

mengalahkan

indera

pendengaran. Manusia lebih mengandalkan komunikasi menggunakan


tulisan.
3. The Print Age: Prototype of the Industrial Revolution (Era Cetak)
Jika alfabet membuat ketergantungan penglihatan, media

cetak

membuatnya tersebar luas. McLuhan mengatakan bahwa revolusi cetakan


mempertunjukan produksi massa yang menghasilkan hasil yang serupa,
sehingga menjadi pelopor dari revolusi industri. McLuhan melihat efek
samping dari penemuan Gutenberg, mengakibatkan kemajuan dibidang
(media) komunikasi massa. Berkembangnya ,nasionalisme diikuti oleh
homogenitas dari berubahnya bahasa daerah menjadi bahasa nasional.
4. The Electronic Age: The Rise of The Global Village (Era Elektronika)
Samuael Morse adalah orang yang pertama kali menemukan alat
komunikasi elektronik (telegram). Kemudian memicu ditemukanya alat
komunikasi lain seperti, telepon, radio, proyektor film, tv, computer, fax,
HP, VCR, CD, DVD, modem, internet. McLuhan menggambarkan semua

dari kita sebagi anggota dari suatu desa global (global village). Desa
global menjelaskan bahwa tidak ada lagi batasan waktu dan tempat untuk
mendapatkan informasi dari satu tempat ke tempat yang lain dalam waktu
yang sangat singkat menggunakan teknologi.
Adanya teknologi juga menyebabkan adanya dampak teknologi bagi
masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Marshall McLuhan bahwa kini
manusia

bukan

hanya

bertindak

sebagai

pencipta

dan

pemrakarsa

pengembangan teknologi melainkan telah jauh dikendalikan oleh teknologi itu


sendiri. Teknologi itu sendiri tidak lain merupakan produk sejarah masa
lampau yang berkembang dari bentuknya yang paling sederhana dengan
fungsi yang terbatas kemudian berkembang dengan karakteristik dan
kelebihan tertentu. Maka secara cultural teknologi juga berkaitan dengan
proses tranformasi budaya di dalam masyarakat yang turut membentuk
masyarakat secara perlahan-lahan dalam berbagai aspek kehidupan.
Interaksi sosial masyarakat yang ada di masa kini dan masa lampau
sangat jauh berbeda, bahkan pemaknaan mereka tentang hubungan antar
manusia, adat istiadat, moral dan juga norma sosial sudah banyak terkikis.
Dalam hal ini kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan teknologi yang
berkembang. Hal yang terpenting disini adalah bagaimana masyarakat secara
cerdas mempersiapkan diri menghadapi gempuran kemajuan teknologi yang
ada lantas secara cerdas memanfaatkannya untuk tujuan positif dan
memudahkan sejumlah kebutuhan dan kepentingan yang ada. Teknologi
komunikasi bagaikan oli yang melumasi hampir seluruh aspek kehidupan
masyarakat masa kini.
Dari semua uraian diatas terdapat hal positif yang dapat diambil dari
kemajuan teknologi komunikasi,yaitu :
1. Hilangnya kendala geografis dalam penyebaran informasi maupun
kegiatan komunikasi
2. Beragamnya optimalisasi kegiatan komunikasi dengan media dan saluran
yang beraneka ragam
3. Kebutuhan informasi yang cepat dan tepat menjadi meningkat
4. Efisien dan mennghemat waktu serta biaya
5. Terbukanya potensi inovasi diberbagai aspek seperti ekonomi, budaya dll

Namun kita juga tidak bisa melupakan aspek-aspek negative yang


muncul dibalik kemajuan teknologi komunikasi itu sendiri , diantaranya :
1.
2.
3.
4.

Kriminalitas
Pornografi
Hilangnya rasa kebangsaan dan nasionalisme
Konsumerisme yang meningkat
Kemajuan-kemajuan dan perubahan-perubahan yang ada tentunya

harus diimbangin dengan kesiapan masyarakat agar dengan cerdas memilah


mana pengaruh positif yang dapat diambil dan mana potensi-potensi
kerusakan yang dapat ditimbulkan bila menggunakan teknologi komunikasi
dengan tidak cerdas. Selain itu, masyarakat harus memiliki literasi yang baik
agar kehancurandari nilai-nilai positif yang seharusnya dipertahankan tetap
ada dan tidak hilang oleh waktu.

H. Difusi Inovasi (Diffusion of Inovation)


1. Pengertian Difusi Inovasi
Difusi adalah proses dengan mana suatu inovasi dikomunikasikan
melalui saluran tertentu pada waktu tertentu diantara para anggota sistem
sosial. Suatu inovasi adalah suatu gagasan, perbuatan, atau objek yang
dipahami sebagai hal baru oleh unit penerimaan individual atau lainnya.
Dari kedua padanan kata di atas, maka difusi inovasi adalah suatu
proses penyebar serapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam upaya untuk
merubah suatu masyarakat yang terjadi secara terus menerus dari suatu
tempat ke tempat yang lain, dari suatu kurun waktu ke kurun waktu yang
berikut, dari suatu bidang tertentu ke bidang yang lainnya kepada
sekelompok anggota dari sistem sosial. Teori ini menyatakan bahwa suatu
inovasi menyebar dalam pola yang dapat diperkirakan. Beberapa orang
akan segera menerima suatu inovasi begitu mereka mengetahuinya,
sementara orang lain membutuhkan waktu lebih laa untuk mencoba
sesuatu yang baru, sedangkan kelompok lainnya lagi membutuhkan waktu
yang lebih lama lagi.

2. Tipe Penerima Inovasi


Rogers (1983) menjelaskan dalam menerima suatu inovasi ada
beberapa tipologi penerima adopsi yang ideal yaitu :
1. Inovator adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba
hal-hal baru. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memiliki
gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau
relasi.
2. Pengguna awal (early adopter ). Kategori adopter ini menghasilkan
lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari
informasi tentang inovasi.
3. Mayoritas awal (early majority). Kategori pengadopsi seperti ini akan
berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam
mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama.
Orang-orang

seperti

ini

menjalankan

fungsi

penting

untuk

menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak


digunakan atau cukup bermanfaat.
4. Mayoritas akhir (late majority). Kelompok yang ini lebih berhati-hati
mengenai

fungsi

sebuah

inovasi.

Mereka

menunggu

hingga

kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum


mereka mengambil keputusan.
5. Lamban (laggard). Kelompok ini merupakan orang yang terakhir
melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan
untuk mencoba hal hal baru. Saat kelompok ini mengadopsi inovasi
baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya,
dan menganggap mereka ketinggalan zaman.
3. Proses Difusi dan Adopsi
Dalam proses difusi dan adopsi, penelitian menunjukkan bahwa
saluran komunikasi publik atau komunikasi melalui media massa biasanya
mampu menyebarkan kesadaran atau pengetahuan mengenai suatu inovasi
secara jauh lebih cepat daripada saluran interpersonal. Terdapat empat
tahapan penting yang menjadi inti proses difusi, yaitu :

1. Tahap pengetahuan.
Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai
inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus
disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa
melalui

media

elektronik,

media

cetak,

maupun

komunikasi

interpersonal diantara masyarakat.


2. Tahap persuasi.
Pada tahap ini individu tertarik pada inovasi dan aktif mencari
informasi/detail mengenai inovasi. Tahap kedua ini terjadi lebih
banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna.
3. Tahap pengambilan keputusan.
Pada tahap ini individu mengambil konsep inovasi dan menimbang
keuntungan/kerugian dari menggunakan inovasi dan memutuskan
apakah akan mengadopsi atau menolak inovasi.
4. Tahap implementasi.
Pada tahap ini mempekerjakan individu untuk inovasi yang berbedabeda tergantung pada situasi. Selama tahap ini individu menentukan
kegunaan dari inovasi dan dapat mencari informasi lebih lanjut tentang
hal itu.
5. Tahap konfirmasi.
Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari
pembenaran atas keputusan mereka. Tidak menutup kemungkinan
seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi
menerima inovasi setelah melakukan evaluasi.
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi
terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
1. Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh
seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif
menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide

dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu.
Konsep baru dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
2. Saluran komunikasi; alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi
dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi,
sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya
komunikasi

dan

(b)

karakteristik

penerima.

Jika

komunikasi

dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak


yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih
tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi
dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara
personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran
interpersonal.
3. Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang
mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya,
dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan
dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam:
a. proses pengambilan keputusan inovasi
b. keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat
dalammenerima inovasi, dan
c. kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
4. Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan
terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka
mencapai tujuan bersama.

KESIMPULAN

Komunikasi

massa

mengandung pengertian

suatu

proses

dimana

organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara


luas dan pada sisi lain merupakan proses
digunakan,

dan

dikonsumsi

dimana

pesan

tersebut

dicari,

oleh audience. Pusat dari studi mengenai

komunikasi massa adalah media. Media merupakan

organisasi

yang

menyebarkan

atau

yang

informasi

yang

berupa

produk budaya

pesan

mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat.


Littlejhon (1999), membaginya ke dalam teori makro dan teori mikro.
Teori mikro komunikasi massa adalah teori yang mengkaji tentang hubungan
antara media dengan khalayaknya. Sedangkan teori makro komunikasi massa
mengkaji media massa dari sisi masyarakat dan institusinya.
Teori kultivasi membahas tentang efek samping yang ditimbulkan oleh
televisi dalam jangka waktu yang lama akan mengembangkan keyakinan atau
pemikiran seseorang tentang dunia yang menakutkan dan penuh dengan
kekerasan.Teori agenda-setting menjelaskan tentang kemampuan dari media
berita untuk mempengaruhi sebuah topic yang paling penting pada public agenda
(agenda publik). Uses and gratification membahas tentang sekelompok orang atau
orang itu sendiri dianggap aktif dan selektif menggunakan media sebagai cara
untuk memenuhi kebutuhannya. Teori pembelajaran social menjelaskan tentang
pembelajaran yang meliputi perolehan keterampilan, strategi dan keyakinan
dengan cara mengamati orang lain. Spiral keheningan menjelaskan bahwa
jawaban dari pertanyaan tersebut terletak dalam suatu proses
mempengaruhi
persepsi

antara

individu

atas

komunikasi
pendapatnya

massa,

komunikasi antarpribadi,

sendiri

saling
dan

dalam hubungannya dengan

pendapat orang lain dalam masyarakat. Cultural imperialism menyatakan bahwa


negara Barat mendominasi media di seluruh dunia. Determinisme teknologi secara
singkat menjelaskan bahwa penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan
perubahan budaya. Dan difusi inovasi menjelaskan bahwa suatu proses penyebar
serapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam upaya untuk merubah suatu

masyarakat yang terjadi secara terus menerus dari suatu tempat ke tempat yang
lain, dari suatu kurun waktu ke kurun waktu yang berikut, dari suatu bidang
tertentu ke bidang yang lainnya kepada sekelompok anggota dari sistem sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro.dkk. 2014. Komunikasi Massa. Bandung: Simbiosa Rekatama


Media.
McQuail, Denis. 2009. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Salemba Humanika.

Morrisan. 2010. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia.


_______. 2013. Teori Komunikasi Massa. Cetakan ke-2. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Rajawali Pers.
Baran, Stanly J.dkk.2014.Mass Communication Theory:Foundations,Ferment,and
Future.5th ed.Jakarta: Salemba Humanika
http://rianamuslikhah.blogspot.co.id/2015/02/teori-pembelajaran-sosialobservational.html (diakses pada Rabu,16 September 2015 pukul 23.10 WIB)
http://www.academia.edu/6777738/9_Teori_Komunikasi_Massa
Rabu,16 September 2015 pukul 23.30 WIB)

(diakses

pada

Anda mungkin juga menyukai