Anda di halaman 1dari 6

KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

Sita Puspa Triana


Universitas Halim Sanusi PUI Bandung

sitaptr03@gmail.com

Abstract
Leadership is someone who can influence, encourage, invite, guide, move others to accept
the influence of something that can help achieve certain goals. Leadership is essentially
related to human power or organized groups, and as a strength or potential. One of the
guidelines is the human obligation to obey everything that is ordered for a better life and stay
away from all prohibitions to avoid disgraceful acts. In the course of the dynamics of human
life, it turns out that humans cannot live alone, humans need a leader. The majority of
Indonesia's population is Muslim. To run the wheel of leadership, it should be dominated by
Islam or sharia. Although the State of Indonesia does not apply Islamic law. So that there is
no gap in carrying out leadership, how can we compare between Islamic and conventional
leadership? Because the ways of carrying out leadership will affect the results of
performance both in the family, community and employees or employees where he leads. In
other words, the success of an organization depends on the character of the nature of the
leadership. This paper provides a brief overview of the comparison of Islamic and
conventional leadership and how the two can synergize.
Keyword : Leadership, Islamic, Conventional
Abstrak
Kepemimpinan adalah seseorang yang dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak,
menuntun, menggerakkan orang lain agar menerima pengaruh sesuatu yang dapat
membantu pencapaian tujuan tertentu. Kepemimpinan pada hakikatnya berhubungan dengan
tenaga manusia atau kelompok yang terorganisasi, dan sebagai satu kekuatan atau potensi.
Salah satu pedoman itu adalah kewajiban manusia untuk mentaati segala yang
diperintahkan untuk kehidupan yang lebih baik dan menjauhi segala larangan untuk
menghindari diri dari perbuatan tercela. Dalam perjalanan dinamika kehidupan manusia,
ternyata manusia tidak bisa hidup sendiri, manusia membutuhkan seorang pemimpin.
Mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam. Untuk menjalankan roda
kepemimpinan seharusnya di dominasi secara Islam atau syariah. Walaupun Negara
Indonesia tidak menerapkan hukum Islam. Supaya tidak terjadi kesenjangan dalam
menjalankan kepemimpinan, bagaimana kita bisa membandingkan antara kepemimpinan
Islam dan konvensional? Sebab cara-cara menjalankan kepemimpin akan mempengaruhi
hasil dari kinerja baik itu dalam keluarga, masyarakat maupun karyawan atau pegawai
dimana ia pimpin. Dengan kata lain suksesnya suatu organisasi tergantung kepada karakter
dari sifat kepemimpinan. Tulisan ini memberikan sedikit gambaran tentang perbandingan
kepemimpinan secara Islam dan konvensional dan bagaimana supaya keduanya bersinerji.
Kata kunci : Kepemimpinan, Islam, Konvensional
PENDAHULUAN
Manusia diciptakan oleh Allah SWT ke muka bumi ini, sebagai khalifah (pemimpin),
oleh sebab itu maka manusia tidak terlepas dari perannya sebagai pemimpin, dimensi
kepemimpinan merupakan peran sentral dalam setiap upaya pembinaan. Hal ini telah banyak
dibuktikan dan dapat dilihat dalam gerak langkah setiap organisasi. Peran kepemimpinan
begitu menentukan bahkan seringkali menjadi ukuran dalam mencari sebab-sebab jatuh
bangunnya suatu organisasi. Dalam menyoroti pengertian dan hakikat kepemimpinan,
sebenarnya dimensi kepemimpinan memiliki aspek-aspek yang sangat luas, serta merupakan
proses yang melibatkan berbagai komponen di dalamnya dan saling mempengaruhi.
Secara eksplisit keberadaan kepemimpinan ini dilegitimasi dalam al-Qur’an sebagai
seseorang yang mempunyai kedudukan kepatuhan (taat), setelah Allah dan rasul-nya.
Kepatuhan tersebut menyangkut berbagai hal yang menjadi kebijakannya, baik suka maupun
tidak suka. Hanya saja kepatuhan tersebut dibatasi kepada sejauh mana kebijakannya tidak
bertentangan dengan koridor yang telah ditentukan Allah dan rasul-nya.
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses
perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah
jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri
seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian
dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan
dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya dan ketika
keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya. Pada saat itulah seseorang lahir
menjadi pemimpin sejati. Jadi, pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan
dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang.
Kepemimpinan lahir dari proses pengalaman internal dalam diri seseorang.
Saat ini kta dihadapkan kepada dua dimensi kepemimpinan, antara kepemimpinan
Islam dan kepemimpinan konvensional, Islam telah memberi gambaran nyata akan
keberhasilannya dalam memimpin suatu oraganisasi sebagaimana yang telah dilakukan oleh
nabi kita muhammad SAW. Akan tetapi disisi lain orientalis-orientalis Barat dengan berbagai
teorinya yang ilmiah mencoba mengalihkan perhatian masyarakat dari kepemimpinan Islam
dan berpaling terhadap kepemimpinan yang ditawarkan oleh orang-orang Barat, yang jelas-
jelas bertentangan dengan kepemimpinan dalam Islam. Walaupun tidak seluruhnya
bertentangan dengan kepemimpinan Islam akan tetapi ini bisa menjadi penyebab bagi umat
untuk meninggalkan aturan-aturan Islam. Dalam perspektif Islam, pemimpin yang ideal
adalah pemimpin yang dilandasi oleh keyakinan beragama yang kuat, yang tidak terlepas dari
firman dan hadis-hadis Rasulullah SAW sebagai landasan dalam melaksanakan proses
kepemimpinanya.
Tujuan tulisan ini ialah untuk menganalisis bagaimana konsep kepemimpinan dalam
Islam, memahami apa itu kepemimpinan, kepemimpinan dalam Islam, dan bagaiman
kepemimpinan yang ideal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kepemimpinan Konvensional
Kepemimpinan Konvensional diartikan sebagai kepemimpinan yang terjadi di luar
kepemimpinan menurut Islam, walaupun sistem kepemimpinannya sebagian mengadopsi
unsur-unsur keislaman, tetapi kepemimpinan konvensional ini bersumber dari berbagai
sumber, baik dari segi literaturnya maupun pengalamannya. Disadari atau tidak,
kepemimpinan konvensional ini banyak menganut ajaran-ajaran Islam yaitu sistem
kepemimpinan yang sejalan dengan ajaran Islam. Memang keberhasilan seorang pimpinan
adalah bisa menampung semua aspirasi dan menyatukan semua perbedaan, tetapi kalau telah
ada perbedaan sebelumnya maka sangat sulit untuk memimpinnya. Karena kepemimpinan
akan mempengaruhi moral dan kepuasan, keamanan, kualitas kehidupan orang banyak, maka
tujuan dari suatu organisasi sangat sulit untuk terpenuhi kalau sudah terlahir terlebih dahulu
perbedaan.

Kepemimpinan adalah suatu hal yang menyangkut orang banyak terutama sekali
pemimpin publik. Kepemimpinan juga menyangkut masalah kekuasaan. Pemimpin
mempunyai kewenangan untuk membagi kegiatan guna mencapai tujuan organisasi, namun
bawahan atau pengikut atau orang yang dipimpin tidak bisa mengarahkan kegiatan pimpinan
secara langsung, tetapi secara tak langsung dengan beberapa cara tergantung dari kemampuan
bawahan untuk mempengaruhi pimpinan. Selain daripada itu pimpinan juga sangat
mempunyai pengaruh yang besar terhadap jalannya roda organisasi yaitu pimpinan bukan
hanya bisa mengarahkan dan memerintah tetapi juga bisa mempengaruhi bawahan atau orang
yang dipimpinnya karena kepemimpinan tidak sama dengan manajemen.
Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk
mempengaruhi orang lain agar dapat mencapai tujuan dan sasaran, jadi disini kharismatik
seseorang sangat berperan karena ada unsur kepercayaan.
Kepemimpinan dalam Islam
Pemimpin dalam Islam berarti umara yang sering disebut juga dengan Ulil amri,
umara atau penguasa adalah orang yang mendapatkan amanah untuk mengurus urusan orang
lain. Dengan kata lain, pemimpin itu adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus
urusan rakyat. Jika ada pemimpin yang tidak mau mengurus kepentingan rakyat, maka ia
bukanlah pemimpin (yang sesungguhnya). Pemimpin sering juga disebut khadimul ummah
(pelayan umat) (Hadarawi Nawawi, 1993). Menurut istilah, seorang pemimpin harus
menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan masyarakat, bukan minta dilayani. Dengan
demikian, hakikat pemimpin sejati adalah seorang pemimpin yang sanggup dan bersedia
menjalankan amanat Allah SWT untuk mengurus dan melayani umat atau masyarakat.
Pemimpin adalah seseorang yang dapat mempersatukan orang-orang dan dapat
mengarahkannya sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan
yang diinginkan oleh seorang pemimpin, maka ia harus mempunyai kemampuan untuk
mengatur lingkungan kepemimpinannya. Sementara dari segi ajaran Islam, kepemimpinan
berarti kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan menunjukkan jalan yang diridhai
Allah SWT. Kegiatan ini bermaksud untuk menumbuh kembangkan kemampuannya sendiri
di lingkungan orang-orang yang dipimpin dalam usahanya mencapai ridha Allah SWT
selama kehidupannya di dunia dan di akhirat.
Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan di atas rata-rata masyarakatnya sehinga
memiliki kepercayaan diri. Kecerdasan pemimpin akan membantu dia dalam memecahkan
segala macam persoalan yang terjadi di masyarakat. Pemimpin yang cerdas tidak mudah
frustasi menghadapai masalah, karena dengan kecerdasannya dia akan mampu mencari
solusi. Pemimpin yang cerdas tidak akan membiarkan masalah berlangsung lama, karena dia
selalu tertantang untuk menyelesaikan masalah tepat waktu.
Contoh kecerdasan luar biasa yang dimiliki oleh khalifah kedua Sayyidina Umar ibn
Khattab adalah ketika beliau menerima kabar bahwa pasukan Islam yang dipimpin oleh Abu
Ubaidah ibnu Jarrah yang sednag bertugas di Syria terkena wabah mematikan. Sebagai
pemimpin yang bertanggung jawab, Umar ibn Khattab segera berangkat dari Madinah
menuju Syria untuk melihat keadaan pasukan muslim yang sedang ditimpa musibah tersebut.
Ketika beliau sampai di perbatasan, ada kabar yang menyatakan bahwa keadaan di tempat
pasukan mulimin sangat gawat. Semua orang yang masuk ke wilayah tersebut akan tertular
virus yang mematikan. Mendengar hal tersebut, Umar bin Khattab segera mengambil
tindakan untuk mengalihkan perjalanan. Ketika ditanya tentang sikapnya yang tidak
konsisten dan dianggap telah lari dari takdir Allah, Umar bin Khattab menjawab, “Saya
berpaling dari satu takdir Allah menuju takdir Allah yang lain”. Kecerdasan pemimpin
tentunya ditopang dengan keilmuan yang tinggii Ilmu bagi pemimpin yang cerdas merupakan
bahan bakar untuk terus melaju di atas roda kepemimpinannya. Pemimpin yang cerdas selalu
haus akan ilmu, karena baginya hanya dengan keimanan dan keilmuan dia akan memiliki
derajat tinggi di mata manusia dan juga pencipta.
Sifat-sifat Kepemimpinan
Kalau kita lihat mantan-mantan pemimpin negara di dunia seperti Sukarno, Napoleon,
Abraham Lincoln, Hitler dan lain sebagainya, mempunyai sifatsifat kepemimpinan yang
berbeda-beda. Ini menunjukan bahwa sifat-sifat yang baku secara absolut tidak ada dalam
ilmu kepemimpinan. Namun demikian ada sifat-sifat yang harus dimiliki secara umum oleh
pemimpin seperti: ulet, berani, tegas, bisa sebagai pembuat keputusan yang tepat, dan lain-
lain. Menurut Edwin Ghiselli (1971: 198), seorang pemimpin harus menunjukan sifat-sifat
tertentu yang tampaknya penting diantaranya:
1. Kemampuan sebagai pengawas (supervisory ability).
2. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan
3. Kecerdasan.
4. Ketegasan.
5. Kepercayaan diri.
6. Inisiatif.
Dengan memperhatikan sifat-sifat seorang pemimpin tersebut di atas, maka seorang
pemimpin harus mempunyai kemampuan dalam mengawasi pekerjaan-pekerjaan atau
menjalankan fungsi manajemen untuk pengawasan pekerjaan. Oleh karena itu pemimpin
perlu juga untuk mengetahui bagaimana karakter seseorang atau anggota organisasi agar
mudah dan senang apabila diberi pengawasan. Berbeda dengan beberapa pemimpin yang
hanya mengawasi pekerjaan saja dan tidak mengetahui sedikit banyaknya sifat-sifat bawahan,
maka seseorang akan merasa tidak senang untuk diawasi sehingga tujuan organisasi tidak
akan tercapai dengan baik karena keharmonisan hubungan antara bawahan dan atasan tidak
terjalin secara simultan. Seorang pemimpin harus meraih prestasi yaitu keberhasilan dari
tujuan organisasi atau produk dari organisasi yang bisa berupa riil atau abstraks. Seorang
pemimpin harus cerdas sehingga bisa membuat kebijakan, mempunyai pemikiran-pemikiran
yang kreatif dan mampu menciptakan suasana yang kondusif di kalangan organisasi. Menurut
Keith Davis, sebagaimana dikutip oleh Hani Handoko (1995: 297), ada empat sifat utama
yang berpengaruh terhadap kepemimpinan organisasi yaitu:
1. Kecerdasan.
2. Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial.
3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi.
4. Sikap-sikap hubungan manusiawi.
Jadi seorang pemimpin harus bisa juga memotivasi diri sendiri untuk mencari celah-
celah keberhasilan suatu organisasi. Dengan memotivasi diri akan timbul internal spirit dan
muncul hasrat untuk maju dan berprestasi. Dan pemimpin tersebut harus mengerti bagaimana
menjaga hubungan antar anggota organisasi secara kemanusiaan. Pemimpin harus
mempunyai jiwa sosial dengan tidak mengedepankan keuntungan materi semata apalagi
keuntungan itu untuk kepentingan individu atau golongan.
Ciri-ciri Pemimpin Menurut Islam
Pemimpin dalam Islam mempunyai beberapa ciri-ciri, diantaranya: a) Niat yang
ikhlas; b) Laki-laki; c) Tidak meminta jabatan; d) Berpegang dan konsistan pada hukum
Allah; d) Senantiasa ada ketika diperlukan; e) Menasehati rakyat; f) Tidak menerima hadiah;
g) Mencari pemimpin yang baik; h) Lemah lembut; i) Tidak meragukan rakyat; j) Terbuka
untuk menerima idea dan kritikan. Sejarah Islam telah membuktikan pentingnya masalah
kepemimpinan ini setelah wafatnya Rasulullah SAW. Para sahabat telah memberi penekanan
dan keutamaan dalam melantik pengganti beliau dalam memimpin umat Islam. Umat Islam
tidak seharusnya dibiarkan tanpa pemimpin.
Sayyidina Umar R.A pernah berkata, “Tiada Islam tanpa jamaah, tiada jama’ah tanpa
kepemimpinan dan tiada kepemimpinan tanpa taat”. Pentingnya pemimpin dan
kepemimpinan ini perlu dipahami dan dihayati oleh setiap umat Islam di negeri yang
mayoritas warganya beragama Islam ini, meskipun Indonesia bukanlah negara Islam. Allah
SWT telah memberi tahu kepada manusia, tentang pentingnya kepemimpinan dalam islam,
sebagaimana dalam al-Quran kita menemukan banyak ayat yang berkaitan dengan masalah
kepemimpinan.
ۖ ٰٓ ۡ
‫ا‬BBَ‫ ُد فِيه‬B‫ا َمن ي ُۡف ِس‬BBَ‫ ُل فِيه‬B‫ض َخلِيفَ ٗة قَالُ ٓو ْا أَتَ ۡج َع‬ ِ ‫ر‬ ۡ َ ‫ل فِي ٱأۡل‬ٞ ‫اع‬ِ ‫ج‬َ ‫ي‬ ِّ ‫ن‬ِ ‫إ‬ ‫ة‬
ِ َ
‫ك‬ ِ ‫ئ‬َ َ ُّ‫َوإِ ۡذ قَا َل َرب‬
‫ك لِل َمل‬
٣٠ ‫ون‬ َ ‫ال إِنِّ ٓي أَ ۡعلَ ُم َما اَل تَ ۡعلَ ُم‬
َ َ‫ك ق‬ َ ۖ َ‫ك َونُقَ ِّدسُ ل‬ َ ‫ك ٱل ِّد َمٓا َء َونَ ۡح ُن نُ َسبِّ ُح بِ َحمۡ ِد‬ ُ ِ‫َويَ ۡسف‬
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui" (Q.S Al-Baqarah ayat 30)
Kepemimpinan yang Ideal
Pemimpin yang ideal itu adalah pemimpin yang memiliki semua sifat kepemimpin
baik itu secara Islam maupun karakteristik kepemimpinan secara konvensional, namun
pemimpin itu seorang manusia yang mempunyai kekurangan karena setiap manusia itu tidak
ada yang sempurna kecuali para nabi dan rasul. Dengan mempelajari ilmu kepemimpinan
yang bertujuan untuk memperbaiki kekurangan sifat kepemimpinannya itu sudah lebih dari
cukup. Dengan berlandaskan surat al-Asyri di mana hari ini lebih baik dari hari kemarin, hari
esok harus lebih baik dari sekarang. Baik dalam arti: baik untuk semuanya bukan baik untuk
pemimpin saja atau golongannya saja. Seorang pemimpin yang sudah punya niat untuk
melakukan suatu hal yang tidak baik atau suatu kesalahan yang keluar dari aturan dan etika
yang berlaku maka kepemimpinan akan terjadi pembiasan yang akan bertambah bias sesuai
berjalannya waktu karena penyimpangan yang dilakukan pemimpin akan berlaku pula pada
bawahannya atau ummatnya sehingga akan menimbulkan kekacauan.
PENUTUP
Dari pembahasan di atas, kepemimpinan dalam Islam adalah cara pandang Islam yang
menjadi dasar landasan pemikiran terhadap peran kepemimpinan. Konsep kepemimpinan
adalah konsep yang dimiliki oleh ajaran Islam dalam memandang kepemimpinan,
kepemimpinan dalam Islam memandang dan mencakup beberapa Aspek: a) Aspek pengaruh,
Dalam ajaran Islam, pemimpin yang tidak memiliki pengaruh akan menyebabkan hilangnya
kepercayaan umat pada pemimpin tersebut. Bisa menjadi contoh yaki kholifah Abu Bakar,
Umar Bin khattab, Utsman Bin Affan, Ali Bin Abi Tholib. b) Aspek Kerohanian, Selain
sebagai pemimpin umat, seorang pemimpin juga memilki kedudukan sebagai pemimpin
agama, hal demikian ini bisa ditunjukkan bagaimana Nabi Muhammad SAW, beliau adalah
seorang pemimpin rakyat dilain sisi beliau juga seorang pemimpin Agama. c) Aspek
karasteristik, yaitu aspek yang digunkan untuk menilai kepemimpinan seseorang, meliputi
karakter pemimpin baik maupun buruk.
Pemimpin adalah seseorang yang dapat mempersatukan orang-orang dan dapat
mengarahkannya sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan
yang diinginkan oleh seorang pemimpin, maka ia harus mempunyai kemampuan untuk
mengatur lingkungan kepemimpinannya. Sementara dari segi ajaran Islam, kepemimpinan
berarti kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan menunjukkan jalan yang diridhai
Allah SWT. Kegiatan ini bermaksud untuk menumbuh kembangkan kemampuannya sendiri
di lingkungan orang-orang yang dipimpin dalam usahanya mencapai ridha Allah SWT
selama kehidupannya di dunia dan di akhirat. Dapat disimpulkan, kepemimpinan yang ideal
adalah kepemimpinan yang bisa menerapkan teori kepempinan konvensional dan Islam yaitu
berdasarkan al-Qur’an dan Hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Siti. 2010. “KEPEMIMPINAN ISLAM DAN KONVENSIONAL (Sebagai Studi
Perbandingan)” dalam RELIGIA Vol. 13, No. 2, Oktober 2010.
Maimunah. 2017. “Kepemimpinan Dalam Perspektif Islam Dan Dasar Konseptualnya”
dalam Jurnal AlAfkar Universitas Islam Indigari, Vol. V, No. 1, 2017.
Nawawi, Hadari. 1993. Kepemimpinan Menurut Islam. Yogyakarta: Gama University Press.

Anda mungkin juga menyukai