Anda di halaman 1dari 9

6.

STRUKTUR KEPEMIMPINAN DALAM MASYARAKAT

PENDAHULUAN
Dalam suatu organisasi, kelompok atau masyarakat pada umumnya pasti ada
pemimpinnya. Bahkan, suatu masyarakat yang ingin berkembang membutuhkan tidak saja
adanya pemimpin namun juga bentuk dan tipe kepemimpinan yang mampu mengarahkan dan
memfasilitasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat, sekaligus menegakkan aturan main yang
telah disepakati oleh kelompok masyarakat tersebut.
Ada korelasi antara tipe kepemimpinan yang berkembang di suatu masyarakat dengan sistem 
kepemerintahan dalam masyarakat tersebut. Sebagai contoh, sistem kepemerintahan monarkhi
akan mengembangkan tipe kepemimpinan yang menempatkan raja sebagai pemimpin tunggal
yang bisa jadi memiliki kecenderungan otoriter.

Secara konseptual Kepemimpinan (leadership) dibedakan dengan Kekepalaan


(Headship). Kepemimpinan merupakan  proses interaksi antara seseorang (pemimpin) dengan
sekelompok orang yang menyebabkan orang seorang atau kelompok berbuat yang sesuai dengan
kehendak pemimpin (Nawawi,1993:72).
Kepemimpinan yang efektif adalah yang mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang ada.
Efektivitas seorang pemimpin mensyaratkan agar pemimpin tersebut memperlakukan orang lain
dengan baik, sementara memberikan motivasi agar mereka menunjukkan performa yang tinggi
dalam melaksanakan tugas (Gordon,1986:8).

Headship lebih mengacu pada hirarkhi pada suatu organisasi yang menyangkut tugas,
wewenang, dan tanggung jawab yang telah ditentukan secara formal. Seorang kepala belum
tentu leader, sedangkan seorang leader belum tentu memiliki kedudukan sebagai kepala.
 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kajian tentang kepemimpinan ini tetap menarik untuk didiskusikan karena persoalan ini
tidak lepas dari perjalanan kehidupan manusia. Bagi kaum muda, persoalan kepemimpinan juga
patut menjadi perhatian serius karena pemuda merupakan generasi penerus bangsa, dan
dipundaknya harapan kemajuan bangsa in digantungkan. Ini merupakan posisi strategis pemuda
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Adhyaksa Dault menyatakan bahwa ibarat mata
rantai yang tergerai panjang, posisi generasi muda dalam masyarakat menempati posisi mata
rantai yang paling sentral dalam artian bahwa pemuda berperan sebagai pelestari budaya,
perjuanngan, pelopor, perintis pembaharuan melalui karsa, karya, dan dedikasi.

Bagi manusia secara umum,persolalan kepemimpinan juga menjadi sangat penting karena
diharapkan mampu mengatur pola sosialisasi dan interaksi diantara mereka dan yang lebih
pentinng lagi, manusia dapat berharap dengan kepemimpina agar mampu mengatur
kehidupannya dengan lebih baik. Kita bisa melihat jangankan manusia, makhluk-makhluk
lainpun memiliki kepemimpinan seperti binatang dan lain sebagainya. Pendek kata, ketika ada
suatu komunitas, maka diperlukan kepemimpinan bahkan dalam posisi dua orangpun tetap
dibutuhkan seorang pemimpin diantara mereka.
Dalam berbagai literature ditemukan  berbagai definisi tentang kepemimpinan yang
dikemukakan oleh beberapa tokoh dan ahli. Setiap definisi tentu tidak lepas dari berbagai
kelemahan dan kebaikan masing-masing, akan tetapi yang perlu diketehui bahwa masing-masing
definisi tersebut memiliki latar belakang dana argumentasi serta berbijak pada latar belakang dan
bidang ilmu yang digeluti.

Dengan banyaknya definisi tersebut, maki banyak alternatif bagi kita untuk dijadikan
perbandingan dalam rangka melaksanakan proses kepemimpinan. Secara umum, definisi-definisi
yang di kemukakan oleh para ahli tersebut bertentangan, akan tetepi pada pada prinsipnya
definifi-definisi tersebut saling saling melengkapi bahkan saling menguatkan. Dalam hal ini,
beragamnya definisi tersebut semakain menambah khazanah wawasan tentang kepemimpinan.
Berbagai definisi kepemimpinan yang dikemukakan berikut ini pada dasarnya lebih ditujukan
untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep kepemimpinan secara lebih
utuh dan komprehensif, disamping itu, untuk memberikan berbagai alternatif dan perbandingan.

1.2 Tujuan
            Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui kepemimpinan dalam masyarakat
2. Untuk identifikasi kepemimpinan
3. Untuk mengetahui fungsi kepemimpinan dalam masyarakat
4. Untuk mengetahui karakterisitik pemimpin
5. Untuk mengetahui tipe – tipe kepemimpinan

BAB II
ISI
2.1   KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan merupakan suatu konsep abstrak, akan tetapi hasilnya nyata, kadangkala
kepemimpinan mengarah kepada seni, akan tetapi sering pula berkaitan dengan ilmu. Pada
kenyataannya kepemimpinan merupak seni dan sekaligus ilmu. Pada kejian tentang
kepemimpinan ini, paling tidak ada tiga definisi, yaitu pemimpin,
kepemimpinan, dan memimpin. Pada dasarnya tiga istilah tersebut berasal dari kata dasar yang
sama yaitu pimpin. Akan tetapi ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda. Pemimpin
adalah suatu peran dalam system tertentu. Oleh karena itu, seseorang dalam peran normal belum
tentu memiliki keterampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Pemimpin juga
pada hakekatnya seoarang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain
didalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan itu tersendiri berarti kemampuan
untuk mengarahkan dan mepengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus
dilaksanakannya.
Istilah kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan keterampilan, kecakapan, dan tingkat
pengaruh yang dimiliki seseorang. Oleh sebaba itu, kepemimpinan bisa dmiliki oleh orang yang
bukan pemimpin. Sementara itu, istilah pemimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan
peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya untuk memengaruhi orang lain dengan
berbagai cara.

Ordway Tead mengatakan bahwa “Leadership is the activity influencing people to cooperate
towards some goal which they come to find desirable”. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan
mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama guna mencapai tujuan tertenttu ynag diinginkan.
Singkatnya, dalam pengertian yang sederhana bahwa kepemimpinan adalah mempengaruhi
orang lain atau seni mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu tujuan.

Sejalan dengan definisi diatas, Sofyan bahri harahap mengatakan bahwa kepemimpinan
mempengaruhi orang lain yang dimaksudkan membentuk prilaku sesuai dengan kehendak kita.
Oleh karena itu, sebagai seorang leader biasanya mempengaruhi orang lain dengan gaya dan
keahliannya memimpin tanpa mengandalkan kekuasaan.

Dari definisi-definisi diatas maka dapat dikatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses
mempengaruhi orang lain untuk mengerjakan hal-hal yang kita inginkan dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini seorang pemimpin beruaha semaksimal
mungkin dengan berbagai upaya agar orang lain mengikuti apa yang diinginkannya. Oleh karena
itu, kemampuan mempengaruhi ini merupakan kemampuan tersendiri bagi seorang pemimpin
yang tidak dimiliki oleh orang lain. Bahkan kemampuan ini harus dimiliki oleh seseorang jika
mau menjadi seorang pemimpin.

Secara lebih rinci, Ralph m. stogdill seperti yang dikutip oleh anasom mengungkapkan bahwa
dalam member arti kepemimpinan ini, dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu :

 Kepemimpinan sebagai titik pusat proses kelompok


 Kepemimpinan adalah sebagai suatu bentuk kepribadian yang mepunyai pengaruh
 Kepemimpinan adalah seni untuk menciptakan kesesuaian paham atau kesepakatan
 Kepemimpinan adalah suatu pelaksanaan pengaruh
 Kepemimpinan dalam tindakan atau perilaku
 Kepemimpinan adalah suatu bentuk persuasi
 Kepemimpinan adalah suatu suatu hubungan kekuatan atau kekuasaan
 Kepemimpinan adalah sarana pencapaian tujuan
 Kepemimpinan adalah suatu hasil dari interaksi
 Kepemimpinan sebagai inisiasi (permulaan) dan struktur
Sedangkan Fillmore H.Sanford mengungkapkan bahwa suatu kepemimpinan yang komprehensif
harus meliputi tiga fakta, yaitu :

 Pemimpin dengan karakter psikologisnya


 Para pengikut dengan masalah, sikap, dan kebutuhannya
 Situasi kelompok yang mana pemimpin dan pengikut saling berinteraksi. Jelasnya,
bahwa kepemimpinan itu tidak selalu diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi
Sesuai dengan formasi kumpulan manusia tersebut, beberapa anggotanya terlihat berperanan
lebih aktif apabila dibandingkan dengan anggota lainnya, lebih disukai, lebih didengar dengan
rasa hormat, lebih berpengaruh terhadap yang lainnya. Hal ini merupakan permulaan anggota-
anggota kelompok ke dalam penggolongan para “pemimpin” dan para pengikut. Jika kelompok
tersebut berkembang dan makin stabil, akan makin terlihat batasan hirarki “pemimpin”-
pengikut.
2.2    IDENTIFIKASI DAN DEFINISI “PEMIMPIN”.
Dalam melakukan identifikasi “pemimpin” suatu kelompok, dapat menggunakan cara sebagai
berikut:
 Bertanya kepada anggota-anggota kelompok, siapakah menurut mereka yang
paling berpengaruh di dalam mengarahkan kelompok.
 Bertanya kepada pengamat kelompok untuk menyebutkan anggota-anggota
kelompok yang terlihat berpengaruh terhadap anggota-anggota lainnya. Atau
mencatat banyaknya perbuatan-perbuatan yang mempunyai konotasi
mempengaruhi anggota-anggota kelompok.
Dari cara-cara di atas dapat diakui bahwa kriteria identifikasi “pemimpin” adalah pengaruh
individu terhadap individu lain. Jadi secara sederhana dapat didefinisikan
bahwa “pemimpin” adalah anggota kelompok yang dapat mempengaruhi aktivitas-aktivitas
kelompok.
Berdasarkan pada definisi tadi dapat diambil kesimpulan, bahwa:

 Setiap anggota kelompok, pada tingkatan tertentu adalah “pemimpin”. Hal ini


dengan mudah dapat dimengerti karena setiap anggota kelompok pada saat tertentu
dituntut untuk mempengaruhi aktivitas anggota-anggota lain di dalam kelompok.
 Perbuatan-perbuatan yang mencerminkan “kepemimpinan” merupakan kejadian
yang dapat digolongkan ke dalam ‘interpersonal-behaviour’, misalnya interaksi.
Semua interaksi bersifat dua arah dalam hal ini “pemimpin” mempengaruhi
pengikut dan sebaliknya pengikut mempengaruhi “pemimpin”. Menurut Haythorn,
bahwa tingkah laku “pemimpin” pada tingkatan tertentu merupakan fungsi sikap
anggota-anggota kelompok.
 Perlu dibedakan antara “pemimpin” sebagai individu yang mempunyai sejumlah
pengaruh yang berarti dengan “pemimpin” formal dari suatu kelompok yang
mungkin mempunyai pengaruh yang sangat kecil. Disini dapat dikatakan bahwa
tidak semua “pemimpin” formal adalah  “pemimpin” yang benar-
benar “pemimpin”.

Struktur, situasi dan tugas-tugas kelompok, akan menentukan “kepemimpinan” yang


tumbuh dan berfungsi di dalam suatu kelompok. “Pemimpin” yang merupakan pusat posisi di
dalam kelompok memainkan peranan penting di dalam pencapaian tujuan kelompok, ideologi
kelompok, struktur kelompok dan di dalam pencapaian aktivitas-aktivitas yang disetujui oleh
anggota-anggota kelompok. Disini nampak adanya hubungan timbal-balik antara
munculnya “kepemimpinan” dan fungsi-fungsi yang terbentuk dengan struktur, situasi dan
tugas-tugas kelompok.
Pada umumnya pengaruh di dalam kelompok lebih diarahkan pada satu atau beberapa orang saja,
jarang yang diarahkan pada semua anggota kelompok. Secara alamiah perubahan
konsentrasi “kepemimpinan” dapat beraneka ragam sesuai dengan pertumbuhan dan
berfungsinya kelompok.
Hierarkhi “kepemimpinan” berkembang di dalam kelompok yang tumbuh menjadi besar dan
kompleks karena tuntutan dan fungsi “pemimpin” kelompok serta pelengkap tujuan kelompok
meningkat. Pada tingkat tertinggi dari hierarkhi “kepemimpinan” dipegang
oleh “pemimpin” utama, satu tingkat lebih rendah dipegang oleh “pemimpin” kedua, satu
tingkat lebih rendah dipegang oleh “pemimpin” ketiga, dan seterusnya. Pada tingkat yang paling
rendah terdapat pengikut.
Di dalam hierarkhi “kepemimpinan” yang membentuk struktur kelompok ada pendelegasian
atau penyebaran “kepemimpinan”. Sering diduga bahwa “kepemimpinan” yang hierarkhis
adalah “kepemimpinan” yang mempunyai konsentrasi  “kepemimpinan” di satu tangan
manusia. Dugaan seperti ini tidak benar ! Mengapa? —- Karena makin besar dan makin
kompleks suatu kelompok atau organisasi, makin dibutuhkan banyak “pemimpin”, karena makin
banyak memberikan kondisi untuk munculnya “pemimpin-pemimpin”.
“Kepemimpinan” akan muncul pula pada situasi dimana usaha-usaha pencapaian tujuan
kelompok mengalami hambatan atau pada saat kelompok menderita tekanan-tekanan dari luar
yang mengancam keselamatan kelompok. Situasi kelompok yang demikian menuntut adanya
pengertian yang dapat melangkahkan kelompok mencapai tujuannya atau mengatasi bahaya yang
dihadapinya. Pengertian tersebut dapat muncul pada individu di dalam kelompok yang diterima
oleh kelompok karena karakteristik pribadinya yang berani, terampil, berpengetahuan, percaya
diri sendiri dan karakteristik lainnya, sehingga diakui kelompok sebagai seorang “pemimpin”.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa situasi kelompok yang mengalami krisis dapat
mengarahkan munculnya “kepemimpinan”. Analisa historis terhadap munculnya kediktatoran
terbukti karena adanya situasi krisis yang menuntut perubahan-perubahan segera di dalam
pencapaian tujuan kelompok.
Apabila masalah dalam kelompok tersebut sangat rumit, fungsi “kepemimpinan” didistribusikan
diantara sejumlah anggota sehingga muncul “pemimpin-pemimpin” baru. Dengan berkurangnya
tugas yang dilakukan karena sebagian tugas didelegasikan kepada anggota lain,
maka “kepemimpinan” dapat dilaksanakan dengan lebih berkonsentrasi lagi. Pembagian tugas
yang mewujudkan tugas-tugas semudah mungkin sehingga setiap orang dapat melaksanakan
pekerjaannya merupakan kunci kesuksesan di dalam pencapaian tujuan kelompok.
“Pemimpin-pemimpin” baru juga dapat muncul seandainya “pemimpin” formal kelompok
tersebut tidak menjalankan fungsinya sebagai seorang “pemimpin”.
Namun Walaupun situasi dan kondisi kelompok memungkinkan munculnya “kepemimpinan”,
tetapi tidak ada anggota kelompok yang mempunyai potensi “pemimpin”, maka tidak akan
muncul seorang pemimpin pun di dalam kelompok tersebut. Jadi ….. Selain kesempatan, potensi
psikologis “pemimpin” dibutuhkan untuk muncul “kepemimpinan”. “Pemimpin” yang muncul
adalah “pemimpin-pemimpin” yang mempunyai keinginan-keinginan terutama keinginan untuk
meningkatkan kekuasaan, prestasi dan materi.

2.3    FUNGSI-FUNGSI “PEMIMPIN”.
Bagaimanapun alam dan situasi kelompok. semua “pemimpin” harus dapat menjalankan fungsi-
fungsi “pemimpin” sesuai dengan tujuan kelompok. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
 “Pemimpin” sebagai orang yang menjalankan “kepemimpinan”nya.
Peranan “pemimpin” yang paling jelas di dalam setiap kelompok adalah sebagai
koordinator tertinggi di dalam mengelola aktivitas-aktivitas
kelompok. “Pemimpin” dituntut berperan langsung di dalam pemutusan
kebijaksanaan atau penentuan tujuan-tujuan kelompok.
Namun…. “pemimpin” tidak diharuskan untuk melakukan sendiri semua aktivitas
kelompok.
 “Pemimpin” sebagai perencana.
 “Pemimpin” sebagai pembuat kebijaksanaan.
 “Pemimpin” sebagai seorang ahli.
 “Pemimpin” sebagai wakil kelompok.
 “Pemimpin” sebagai pengawas hubungan di dalam kelompok.
 “Pemimpin” sebagai orang yang mampu memberikan hadiah dan hukuman
(reward and punishmant).
 “Pemimpin” sebagai pelerai dan penengah.
 “Pemimpin” sebagai contoh.
 “Pemimpin” sebagai simbol kelompok.
 “Pemimpin” sebagai pengganti tanggung jawab individu.
 “Pemimpin” sebagai orang yang mempunyai ideologi.
 “Pemimpin” sebagai tokoh ayah.
 “Pemimpin” sebagai orang yang selalu dipersalahkan.
Dari semua fungsi yang disebutkan tadi dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu:

 Fungsi utama.
 Fungsi pelengkap.
Yang termasuk dalam fungsi utama adalah: fungsi sebagai orang yang
menjalankan “kepemimpinan”, sebagai perencana, sebagai pembuat keputusan, sebagai ahli,
sebagai wakil kelompok, sebagai pengawas hubungan dalam kelompok, sebagai orang yang
mampu memberikan hadiah dan hukuman, sebagai penengah dan pendamai.
Sedangkan fungsi pelengkap adalah: Fungsi sebagai model atau contoh, sebagai simbol
kelompok, sebagai pengganti tanggung jawab individu, sebagai orang yang mempunyai ideologi,
sebagai tokoh ayah, sebagai orang yang selalu dipersalahkan.

2.4    KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN “PEMIMPIN”.
Pada umumnya seorang “pemimpin” memiliki intelegensi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan intelegensi para pengikutnya. Disamping itu seorang “pemimpin” juga memperlihatkan
karakteristik penyesuaian diri yang lebih baik, lebih dominan, lebih ekstrovert, lebih jantan, tidak
konservatif dan lebih sensitif di dalam hubungan antar manusia bila dibandingkan dengan
anggota kelompok lainnya.
Karakteristik “pemimpin” akan berkembang apabila berperanan sebagai “pemimpin”, artinya
apabila bergumul dengan masalah-masalah yang menuntut usaha mengarahkan kelompok.
Dengan demikian pola “pemimpin” pada seseorang adalah hasil dari proses belajar.
Penampilan yang terus menerus dalam waktu yang cukup lama di dalam melakukan suatu
pekerjaan akan membentuk kepribadian tertentu. Misalnya seseorang yang bekerja sebagai
pedagang akan memperlihatkan kepribadian yang berbeda dengan kepribadian seorang yang
mempunyai pekerjaan sebagai guru atau pegawai negeri, dan seterusnya. Jadi dapat dikatakan
bahwa kantor atau pekerjaan dapat membentuk pribadi manusia. Demikian pula dengan
kedudukan “pemimpin” dengan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakannya dapat
mempengaruhi dan membentuk pribadi tertentu pada seorang “pemimpin”.
Mengenai sifat “kepemimpinan” ada dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan
bahwa “kepemimpinan” itu bersifat umum, artinya seseorang yang menjadi “pemimpin” di
dalam suatu situasi akan menjadi “pemimpin” di dalam situasi-situasi lainnya. Pendapat kedua,
menyatakan bahwa “kepemimpinan” itu bersifat khusus, artinya seorang “pemimpin” dari suatu
kelompok dengan tugas dan karakteristik tertentu belum tentu dapat menjadi “pemimpin” dari
kelompok dengan tugas dan karakteristik yang lain. Perubahan tugas dan karakteristik kelompok
dapat menyebabkan timbulnya perubahan di dalam cara memimpinnya.
Menurut Carter dan Nixon, ada tiga macam tugas dalam kelompok, yaitu:

 Tugas yang menuntut pemikiran.


 Tugas yang menuntut keahlian mekanis.
 Tugas yang ada kaitannya dengan keagamaan.
Dari ketiga macam tugas tadi dihitung korelasinya sehingga dihasilkan adanya dua
macam “kepemimpinan”, yaitu:
 “Kepemimpinan” Intelektual.
 “Kepemimpinan” mekanik (tehnik).
Di dalam studi lebih lanjut lagi, Carter menyimpulkan hanya ada dua macam tugas yaitu tugas
yang menuntut pemikiran dan tugas yang menuntut penggunaan obyek.

2.5    TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN
Tipe kepemimpinan dalam suatu organisasi atau kelompok masyarakat dapat digolongkan dalam
lima tipe sebagai berikut :

1)      Tipe otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis memiliki ciri-ciri dalam kepemimpinannya sebagai berikut :

 Menganggap organisasi sebagai milik pribadi;


 Mengindentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;
 Mengangap bawahan sebagai alat semata-mata;
 Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat;
 Terlalu tergantung kepada kekuasaan formilnya;
 Dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan pendekatan yang
mengandung unsur pemaksaan dan punitif (bersifat menghukum).
2)      Tipe militeristis.
Seorang pemimpin dengan tipe militeristis tidak berarti selalu seorang pemimpin dari organisasi
militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis adalah seorang pemimpin yang memiliki ciri-
ciri dalam kepemimpinannya sebagai berikut :

 Dalam menggerakan bawahannya lebih sering mepergunakan sistem perintah;


 Dalam menggerakan bawahan senang bergantung pada pangkat dan jabatannya;
 Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan;
 Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan;
 Sukar menerima kritik dari bawahannya;
 Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
3)      Tipe paternalistis.
Seorang pemimpin bertipe paternalistis memiliki ciri-ciri dalam kepemimpinannya sebagai
berikut :

 Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa;


 Bersikap terlalu melindungi (over protective);
 Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk ikut mengambil
keputusan;
 Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif;
 Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya
kreasi dan fantasinya;
 Sering bersikap maha tahu.
4)      Tipe kharismatis.
Seorang pemimpin yang kharismatis mempunyai daya penarik yang amat besar dan oleh karena
itu pada umumnya memiliki pengikut dalam jumlah besar, meskipun para pengikut tersebut
sering tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin tersebut.

Sulit untuk mengetahui mengapa seseorang menjadi pemimpin yang kharismatis, karena dari
mana asalnya kharismanya memang sulit untuk ditelusuri. Sering disebutkan bahwa pemimpin
yang kharismatis diberkahi kekuatan gaib. Kekayaan, profil, kesehatan tidak dapat dipergunakan
sebagai kriteria untuk kharisma. Sebagai contoh : Gandhi bukanlah orang kaya yang ataupun
mememiliki wajah yang tampan.

5)      Tipe demokratis.
Seorang pemimpin yang demokratis memiliki ciri-ciri dalam kepemimpinannya sebagai berikut :

 Dalam proses penggerakan bawahan melalui kritik tolak dari pendapat bahwa
manusia adlah makhluk yang termulia;
 Selalu berusaha menyelaraskan kepentingan dan tujuan organisasi dengan
kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya;
 Senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya;
 Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan kerja tim dalam usaha mencapai
tujuan;
 Dengan ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya
untuk berbuat kesalahan yang kemudian dibandingkan dan diperbaiki agar
bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi tetap berani untuk
berbuat kesalahan yang lain;
 Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses dari pada dia sendiri;
 Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai seorang pemimpin.
Variasi yang baik dari tipe-tipe kepemimpin ini adalah tipe kepemimpinan yang demokratis
sekaligus kharismatis.. Dengan demikian keberadaan pemimpin memiliki legitimasi ganda
karena dipilih dan menerpakan pola kepemimpinan yang demokratis sekaligus memiliki
kharisma di hadapan masyarakatnya.

Tetapi, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah
pemimpin yang dapat menerapkan berbagai macam tipe memimpin di atas sesuai dengan kondisi
dan situasi. Ada kalanya dia bertipe demokratis, tapi dalam kondisi dan situasi yang menuntut
dia harus tegas maka sah-sah saja apabila dia bertipe militeristis.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Kajian tentang kepemimpinan ini tetap menarik untuk didiskusikan karena persoalan ini
tidak lepas dari perjalanan kehidupan manusia. Bagi kaum muda, persoalan kepemimpinan juga
patut menjadi perhatian serius karena pemuda merupakan generasi penerus bangsa, dan
dipundaknya harapan kemajuan bangsa in digantungkan. Ini merupakan posisi strategis pemuda
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembahasan ini menyatakan bahwa ibarat mata
rantai yang tergerai panjang, posisi generasi muda dalam masyarakat menempati posisi mata
rantai yang paling sentral dalam artian bahwa pemuda berperan sebagai pelestari budaya,
perjuanngan, pelopor, perintis pembaharuan melalui karsa, karya, dan dedikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Burns, j. M. (1987). Leadership. Usa: harper colophon.
Gordon, t. Kepemimpinan yang efektif. Jakarta: rajawali.
Kellerman, b. (1986). Political leadership ; a source book. Usa: university of pittsburg.
Mar’at. (1983). Pemimpin dan kepemimpinan. Jakarta: ghalia indonesia.
Millet, j. D. (1954). Management in the public service. New york – usa: hill book company.
Nawawi, h. (1993). Kepemimpinan yang efektif. Yogyakarta: gadjah mada university press.
Sondang, s. (1988). Teori dan praktek kepmimpinan. Jakarta: pt. Bina aksara.
Sondang, s. (1990). Teori dan praktek pengambilan keputusan. Jakarta: pt. Inti idayu press.
Sutarto. (1991). Dasar-dasar kepemimpinan administrasi. Yogyakarta: gadjah mada university
press.
Sutarto. (1995). Kepemimpinan. Jakarta: lembaga administrasi negara republik indonesia.

Anda mungkin juga menyukai