Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI PENDIDIKAN

PENDIDIKAN DALAM KEBUDAYAAN

Oleh :
Kelompok 1
1. Ade Dwi Prihanjani 153122410
2. Sonia Sukma Permani 15312241033
3. Maya Bekti Nur A 15312241038
4. Wahyu Tri Sarwiji 15312244008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kebudayaan dan manusia merupakan satu kesatuan, manusia menjadi salah


satu agen pewaris kebudayaan. Pewarisan kebudayaan tak selalu diturunkan secara
vertikal atau kepada anak-cucu mereka; melainkan dapat pula secara horisontal yaitu
manusia yang satu dapat belajar kebudayaan dari manusia lainnya. Pewarisan secara
horizontal ini menyebabkan perkembangan kebudayaan, yang dimaksud dengan
perkemangan kebudayaanyaitu berbagai pengalaman manusia dalam rangka
kebudayaannya, diteruskan dan dikomunikasikan dalam bentuk gagasan kepada
generasi berikutnya oleh indiividu lain, sehingga gagasan-gagasan tersebut
dikembangkan dalam bentuk lambang-lambang vokal berupa bahasa, baik lisan
maupun tertulis.
Dalam pengemabangan ke dalam bentuk lambang-lambang vokal berupa
bahasa, baik lisan maupun tertulis, tentunya manusia memperlukan suatu proses yang
membantu dalam mengnebangkan gagasan tersebut, proses yang dimaksud yaitu
pendidikan. Pendidikan yang diselenggarakan tidak hanya terbatas pada-sistem
persekolahan semestinya dimaknai sebagai sebuah strategi kebudayaan. Dalam hal
ini, pendidikan merupakan medium transformasi nilai-nilai budaya, penguatan ikatan-
ikatan sosial antarwarga masyarakat, dan pengembangan ilmu pengetahuan untuk
mengukuhkan peradaban umat manusia.
Pada makalah ini maka akan dibahas lebih mendalam mengenai kepribadian
dalam proses kebudayaan, transmisi kebudayaan, dan pendidikan dalam proses
pembudayaan, sehingga diharapkan setelah membaca makalah ini pembaca akan lebih
paham dan mengerti tentang pendidikan dalam kebudayaan.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dan makna dari pendidikan?
2. Apa makna dari kebudayaan?
3. Bagaimana kepribadian dalam proses kebudayaan?
4. Bagaimana transmisi kebudayaan?
5. Bagaimana pendidikan dalam proses pembudayaan?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dan makna dari pendidikan
2. Mejelaskan makna dari kebudayaan
3. Mendeskripsikan kepribadian dalam proses kebudayaan
4. Menjelaskan transmisi kebudayaan
5. Menejelaskan pendidikan dalam proses pembudayaan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Makna Pendidikan


Menurut Kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata didik
dan mendapat imbuhan pe dan akhiran an, maka kata ini mempunyai arti proses
atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003 : 16) Pendidikan secara umum
adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik
individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Berdasarkan beberapa pengertian pendidikan diatas dapat diketahui makna
dari pendidikan itu sendiri adalah proses mempengaruhi individu/kelompok untuk
usaha suatu perubahan tingkah laku sehingga individu/kelompok dapat menjadi
manusia yang berakhlak mulia.

B. Makna Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari (bahasa Sansekerta) buddayah yang
merupakan bentuk jamak dari kata budhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan
diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.
Kebudayaan = cultur (bahasa Belanda) = culture (bahasa Inggris) berasal dari
perkataan latin Colere yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan
mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Menurut ilmu antropologi,
kebudayaan adalah : keseluruhan gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan
nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan yang
luas. Agama, ideology, kebatinan dan kesenian yang merupakan hasil ekspresi jiwa
manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat termasuk di dalamnya. Cipta
merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup
bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Rasa
dan cinta dinamakan pula kebudayaan rohaniah (spiritual atau immaterial culture).
Semua karya, rasa, dan cipta, dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan
kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau seluruh masyarakat,
sedangkan karsa yaitu mengasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan, kesopanan dan
hukum (Soerjono Soekanto, 1993: 189-90).
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaman Soemardi (1964: 113), Kebudayaaan
adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan (material culture) yang
diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta
hasilnya dapat diabdikan untuk keperluanmasyarakat.

Menurut R Linton dalam bukunya The Cultural Background of Personality,


(dalam Harsojo, 1986) bahwa kebudayaan, adalah konfigurasi tingkah laku yang
dipelajari dan hasil tingkah laku yang unsur pembentukannya didukung dan
diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu. Kebudayaan dalam bahasa Inggris
disebut culture. Sebuah istilah yang relatif baru karena istilah culture sendiri dalam
bahasa Inggris baru muncul pada pertengahan abad ke-19.

Susanna K. Langer (dalam Jusuf Amir Feisal, 1995) menyatakan apa yang
dimaksud dengan kebudayaan adalah ekspresi simbolis dari kebiasaan atau
perkembangan rasa. Yang dimaksud rasa disini bukan hanya rasa senang dan tidak
senang, tetapi meliputi emosi, sensasi, maupun segala sesuatu yang dapat dirasakan,
seperti irama perhatian dan tegang tidaknya pikiran, ketegangan dan kesantaian
badaniah yang dapat dikurangi oleh sikap mental dan berbagai macam kegiatan
gambaran (imagination), rasa humor yang terdapat pada seseorang dan sebagainya.
Dengan kata lain kebudayaan merupakan ekspresi pola rasa yang merupakan hasil
keseluruhan budi dan daya masyarakat yang bersifat simbolis. Hendropuspito (1989)
mengemukakan bahwa kebudayaan ialah keseluruhan pola kelakuan lahir dan batin
yang memungkinkan hubungan sosial diantara anggota suatu masyarakat .

Menurut Tilaar (dalam A. Malik Fajar. 2005) Proses kebudayaan adalah proses
humanisasi. Sementara itu Pranarka (dalam Rasjidi.1980) perangkum buku strategi
kebudayaan menjelaskan bahwa humanisasi atau memanusiakan adalah karakter
utama kebudayaan. Menurut Hendropuspito kebudayaan manusia pada hakikatnya
adalah kebudayaan sosial. Manusia bersama manusia lain menciptakan kebudayaan
dengan suatu tujuan.
Dari berbagai pengertian kebudayaan tersebut, dapat diperoleh pengertian
mengenai arti kebudayaan adalah keseluruhan kelakuan manusia secara lahir dan
batin yang pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat
tertentu melalui proses pembelajaran sehingga terjadi hubungan sosial diantara
anggota suatu masyarakat dan menghasilkan ekspresi simbolis dari kebiasaan sosial
mereka.Atau dapat dikatakan kebudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang
dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Jadi,
budaya bangsa adalah suatu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh suatu bangsa dan diwariskan dari generasi ke generasi.

C. Kepribadian dalam proses kebudayaan


Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam
perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada
kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadian-
kepribadian. Para pakar antropologi, menunjuk kepada peranan individu bukan hanya
sebagai bidak-bidak di dalam papan catur kebudayaan. Individu adalah creator dan
sekaligus manipulator kebudayaannya. Di dalam hal ini studi kebudayaan
mengemukakan pengertian sebab-akibat sirkuler yang berarti bahwa antara
kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan. Di
dalam perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan
akan dapat berkembang melalui kepribadiankepribadian tersebut. Hal ini
menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi
kebudayaan secara pasif tetapi perlu mengembangkan kepribadian yang kreatif.
Pranata sosial yang disebut sekolah harus kondusif untuk dapat mengembangkan
kepribadian yang kreatif tersebut.
Kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang bisa
dipelajari. Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti
tingkah-laku binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang
dewasa dalam suatu generasi. Di sini kita lihat betapa pentingnya peranan pendidikan
dalam pembentukan kepribadian manusia. Para pakar yang menaruh perhatian
terhadap pendidikan dalam kebudayaan mula-mulanya muncul dari kaum behavioris
dan psikoanalisis Para ahli psikologi behaviorisme melihat perilaku manusia sebagai
suatu reaksi dari rangsangan dari sekitarnya.
Di sinilah peran pendidikan di dalam pembentukan perilaku manusia. Begitu
pula psikolog aliran psikoanalis menganggap perilaku manusia ditentukan oleh
dorongan-dorongan yang sadar maupun tidak sadar ini ditentukan antara lain oleh
kebudayaan dimana pribadi itu hidup. John Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan
pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian
manusia sebagai berikut :
1. Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari
untuk belajar.
2. Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi
perilaku tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir
ini kebudayaan merupakan perangsang-perangsang untuk terbentuknya
perilaku-perilaku tertentu.
3. Kebudayaan mempunyai sistem reward and punishment terhadap
perilaku-perilaku tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk
perilaku yang sesuai dengan system nilai dalam kebudayaan tersebut dan
sebaliknya memberikan hukuman terhadap perilaku-perilaku yang
bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat budaya
tertentu.
4. Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu
melalui proses belajar.

Apabila analisis Gillin di atas kita cermati, tampak betapa peranan kebudayaan
dalam pembentukan kepribadian manusia, maka pengaruh antropologi terhadap
konsep pembentukan kepribadian juga akan tampak dengan jelas. Terutama bagi para
pakar aliran behaviorisme, melihat adanya suatu rangsangan kebudayaan terhadap
pengembangan kepribadian manusia. Pada dasarnya pengaruh kebudayaan terhadap
pembentukan kepribadian tersebut sebagaimana dikutip Tilaar (1999) dapat dilukiskan
sebagai berikut.

1. Kepribadian adalah suatu proses. Seperti yang telah kita lihat kebudayaan juga
merupakan suatu proses. Hal ini berarti antara pribadi dan kebudayaan terdapat suatu
dinamika. Tentunya dinamika tersebut bukanlah suatu dinamika yang otomatis tetapi
yang muncul dari aktor dan manipulator dari interaksi tersebut ialah manusia.
2. Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangan untuk mencapai suatu misi
tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi di dalam ruang
kosong tetapi dalam suatu masyarakat manusia yang berbudaya.
3. Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor penting ialah imajinasi. Imajinasi
seseorang akan dapat diperolehnya secara langsung dari lingkungan kebudayaannya.
Manusia tanpa imajinasi tidak mungkin mengembangkan kepribadiannya. Hal ini
berarti apabila seseorang hidup terasing seorang diri dari nol di dalam perkembangan
kepribadiannya. Bayangkan bagaimana kehidupan kebudayaan manusia apabila setiap
kali harus dimulai dari nol.
4. Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup dalam masyarakat agar ia
dapat hidup dan berkembang. Tentunya manusia itu dapat saja menentang tujuan
hidup yang ada di dalam masyarakatnya, namun demikian itu berarti seseorang akan
melawan arus di dalam perkembangan hidupnya. Yang paling efisien adalah dia
secara harmonis mencari keseimbangan antara tujuan hidupnya dengan tujuan hidup
dalam masyarakatnya.
5. Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat
dibedakan antara tujuan dalam waktu yang dekat maupun tujuan dalam waktu yang
panjang. Baik waktu yang dekat maupun tujuan dalam jangka waktu yang panjang,
sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai hidup di dalam suatu masyarakat.
6. Berkaitan dengan keberadaan tujuan di dalam pengembangan kepribadian manusia,
dapatlah disimpulkan bahwa proses belajar adalah proses yang ditujukan untuk
mencapai tujuan Learning is agoal teaching behavior.
7. Dalam psikoanalisis juga dikemukakan mengenai peranan super-ego dalam
perkembangan kepribadian. Super-ego tersebut tidak lain adalah dunia masa depan
yang ideal. Dan seperti yang telah diuraikan, dunia masa depan yang ideal merupakan
kemampuan imajinasi yang dikondisikan serta diarahkan oleh nilai-nilai budaya yang
hidup di dalam suatu masyarakat.
8. Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia. Bersama-sama dengan ego,
beserta ide, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri pribadi seseorang.

D. Transmisi Kebudayaan
Kebudayaan ditaransmisikan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya.
Manusia atau pribadi adalah actor dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Dengan
demikian kebudayaan bukanlah sesuatu entity yang statis tetapi sesuatu yang terus-
menerus berubah. Variabel-variabel transmisi kebudayaan yang dikemukakan oleh
Fortes terdapat 3 unsur utama, yaitu:
1. Unsur-unsur yang ditransmisi.
2. Proses transmisi.
3. Cara transmisi.

Unsur-unsur kebudayaan yang ditransmisi, yaitu:

1. Nilai-nilai budaya, adat istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup


serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat.
2. Kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para
anggota di dalam masyarakat tersebut. Berbagai sikap serta peranan yang
diperlukan dalam dunia pergaulan.
3. Proses transmisi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi, dan sosialisasi.
Imitasi adalah meniru tingkah laku dari sekitar. Manusia adalah actor dan
manipulator dalam kebudayaannya. Cara mentransmisikannya yaitu dengan
2 bentuk yaitu:
a. Peran-serta
Cara transmisi dengan peran serta antara lain dengan perbandingan.
Demikian pula peran serta dapat berwujud ikut serta dalam kehidupan
sehari-hari di dalam lingkungan masyarakat.
b. Bimbingan

Bentuk bimbingan dapat berupa instruksi, persuasi, rangsangan


dan hukuman.Dalam pelaksanaan bimbingan tersebut melalui pranata-
pranata tradisional seperti inisiasi, upacara-upacara yang berkaitan
dengan tingkat umur, sekolah agama, dan sekolah formal yang sekuler.

E. Pendidikan dalam proses pembudayaan

Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang
lingkup kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama
menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil
perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses
hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu
rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut mampu
melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Disini kebudayaan
dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah
mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk
mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Tilaar menyatakan bahwasanya proses pendidikan dapat dijadikan sebagai
pemanusiaan manusia berbudaya Indonesia yang interaktif berkesinambungan, proses
pemanusiaan berimplikasi bahwa pendidikan terjadi dalam interaksi antar manusia
dalam masyarakat Indonesia yang majemuk. Interaksi terjadi dan berkembang dalam
lingkungan alam (ekologis) maupun lingkungan sosial (sosial-politik-ekonomi) yang
menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang beradab (sebagaimana butir-butir Pancasila
sila ke-2). Proses pemanusiaan tersebut merupakan suatu proses interkultural yang
meliputi budaya lokal, nasional, dan internasional menuju kepada terciptanya
masyarakat madani global yang bertumpu dari masyarakat madani Indonesia yang
mempunyai cirinya yang khas yaitu kebudayaan Indonesia
Pendidikandan kebudayaan mempunyai hubungan erat, memiliki suatu hal
yang sama, yaitu nilai-nilai yang terdapat di dalamnya, yang mana keduanyapun dekat
dan tidak dapat terpisah dari masyarakat. Tidak ada suatu proses pendidikan tanpa
kebudayaan dan tanpa masyarakat, sebaliknya tidak ada suatu kebudayaan dalam
pengertian suatu proses tanpa pendidikan. Proses kebudayaan dan pendidikan hanya
dapat terjadi di dalam suatu masyarakat tertentu.
Melihat masa lampau, di masa orde baru, pendidikan telah tercabut dari akarb
udaya yang hidup. Nilai-nilai moral sebagai inti kebudayaan dan pendidikan telah
direduksi menjadi indoktrinasi tanpa arti. Oleh karenanya pendidikan nasional di masa
reformasi hingga sekarang perlu merumuskan visi pendidikan, yaitu membangun
manusia dan masyarakat madani Indonesia yang memiliki identitas berdasarkan
budaya Indonesia.
Edward B. Tylor dalam karyanya "Primitive Culture" (dalam Supriyoko. 2003)
menulis kebudayaan mempunyai tiga komponen strategis, yaitu sebagai tata
kehidupan (order), suatu proses (process) , serta bervisi tertentu (goals), Masih
menurut Tylor, tidak ada proses pendidikan tanpa kebudayaan dan tanpa adanya
masyarakat; sebaliknya tidak ada kebudayaan dalam pengertian proses tanpa adanya
pendidikan. Sementara itu Theodore Brameld dalam karyanya Cultural Foundation
of Education (dalam Supriyoko. 2003) menyatakan adanya keterkaitan yang erat
antara pendidikan dengan kebudayaan berkenaan dengan satu urusan yang sama,
dalam hal ini ialah pengembangan nilai.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengertian dan Makna Pendidikan
Pengertian pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui
upaya pengajaran dan pelatihan. Makna dari pendidikan adalah proses
mempengaruhi individu/kelompok untuk usaha suatu perubahan tingkah laku
sehingga individu/kelompok dapat menjadi manusia yang berakhlak mulia.
2. Makna Kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan kelakuan manusia secara lahir dan batin yang
pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu
melalui proses pembelajaran sehingga terjadi hubungan sosial diantara anggota
suatu masyarakat dan menghasilkan ekspresi simbolis dari kebiasaan sosial
mereka. Atau dapat dikatakan kebudayaan adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan
dari generasi ke generasi.
3. Kepribadian dalam proses kebudayaan
Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam
perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada
kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadian-
kepribadian.
4. Trasmisi Kebudayaan
Kebudayaan ditaransmisikan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya.
Unsur kebudayaan yang ditranmisi yaitu nilai nilai budaya, adat istiadat
masyarakat, pandangan mengenai hidup, dan kebiasaan sosial lainnya.
5. Pendidikan dalam proses pembudayaan
Pendidikan dan kebudayaan mempunyai hubungan erat, memiliki suatu hal
yang sama, yaitu nilai-nilai yang terdapat di dalamnya, yang mana keduanyapun
dekat dan tidak dapat terpisah dari masyarakat. Tidak ada suatu proses pendidikan
tanpa kebudayaan dan tanpa masyarakat, sebaliknya tidak ada suatu kebudayaan
dalam pengertian suatu proses tanpa pendidikan. Proses kebudayaan dan
pendidikan hanya dapat terjadi di dalam suatu masyarakat tertentu.
Daftar Pustaka
Amir Feisal, Jusuf. 1995. Reorientasi pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insanis Press.
Fadjar,A malik. 2005. Holistik Pemikiran Pendidikan.Jakarta.: Raja Grafindo Persada.
Harsojo. 1986. Pengantar Antropologi. Jakarta: Binacipta..
Hendropuspito. 1989. Sosiologi Sistematik.. Yogyakarta. Kanisius.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Rasjidi,M. Startegi Kebudayaan &pembaharuan Pendidikan Nasioanal. 1980. Jakarta
: Bulan Bintang.
pendis.kemenag.go.id/file/dokumen/uuno20th2003ttgsisdiknas.pdfdiunduh pada
19/03/2017 20:23
Tilaar, H.A.R.. 1999. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia
(Strategi Reformasi Pendidikan Nasional). Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Supriyoko. Sistem pendidikan Nasional dan peran budaya dalam pembangunan
berkelanjutan. Makalah seminar pembangunan nasioanl VIII. Denpasar. 2003.
Format PDF diunduhdariwww.bsn.or.id/SNI pada tanggal 20 Maret
pukul16.06.
Soerjono Soekanto, 1993
SeloSoemardjan dan Soelaman Soemardi, 1964

Anda mungkin juga menyukai