Oleh :
Kelompok 1
1. Ade Dwi Prihanjani 153122410
2. Sonia Sukma Permani 15312241033
3. Maya Bekti Nur A 15312241038
4. Wahyu Tri Sarwiji 15312244008
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dan makna dari pendidikan
2. Mejelaskan makna dari kebudayaan
3. Mendeskripsikan kepribadian dalam proses kebudayaan
4. Menjelaskan transmisi kebudayaan
5. Menejelaskan pendidikan dalam proses pembudayaan
BAB II
PEMBAHASAN
B. Makna Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari (bahasa Sansekerta) buddayah yang
merupakan bentuk jamak dari kata budhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan
diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.
Kebudayaan = cultur (bahasa Belanda) = culture (bahasa Inggris) berasal dari
perkataan latin Colere yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan
mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Menurut ilmu antropologi,
kebudayaan adalah : keseluruhan gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan
nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan yang
luas. Agama, ideology, kebatinan dan kesenian yang merupakan hasil ekspresi jiwa
manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat termasuk di dalamnya. Cipta
merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup
bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Rasa
dan cinta dinamakan pula kebudayaan rohaniah (spiritual atau immaterial culture).
Semua karya, rasa, dan cipta, dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan
kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau seluruh masyarakat,
sedangkan karsa yaitu mengasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan, kesopanan dan
hukum (Soerjono Soekanto, 1993: 189-90).
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaman Soemardi (1964: 113), Kebudayaaan
adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan (material culture) yang
diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta
hasilnya dapat diabdikan untuk keperluanmasyarakat.
Susanna K. Langer (dalam Jusuf Amir Feisal, 1995) menyatakan apa yang
dimaksud dengan kebudayaan adalah ekspresi simbolis dari kebiasaan atau
perkembangan rasa. Yang dimaksud rasa disini bukan hanya rasa senang dan tidak
senang, tetapi meliputi emosi, sensasi, maupun segala sesuatu yang dapat dirasakan,
seperti irama perhatian dan tegang tidaknya pikiran, ketegangan dan kesantaian
badaniah yang dapat dikurangi oleh sikap mental dan berbagai macam kegiatan
gambaran (imagination), rasa humor yang terdapat pada seseorang dan sebagainya.
Dengan kata lain kebudayaan merupakan ekspresi pola rasa yang merupakan hasil
keseluruhan budi dan daya masyarakat yang bersifat simbolis. Hendropuspito (1989)
mengemukakan bahwa kebudayaan ialah keseluruhan pola kelakuan lahir dan batin
yang memungkinkan hubungan sosial diantara anggota suatu masyarakat .
Menurut Tilaar (dalam A. Malik Fajar. 2005) Proses kebudayaan adalah proses
humanisasi. Sementara itu Pranarka (dalam Rasjidi.1980) perangkum buku strategi
kebudayaan menjelaskan bahwa humanisasi atau memanusiakan adalah karakter
utama kebudayaan. Menurut Hendropuspito kebudayaan manusia pada hakikatnya
adalah kebudayaan sosial. Manusia bersama manusia lain menciptakan kebudayaan
dengan suatu tujuan.
Dari berbagai pengertian kebudayaan tersebut, dapat diperoleh pengertian
mengenai arti kebudayaan adalah keseluruhan kelakuan manusia secara lahir dan
batin yang pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat
tertentu melalui proses pembelajaran sehingga terjadi hubungan sosial diantara
anggota suatu masyarakat dan menghasilkan ekspresi simbolis dari kebiasaan sosial
mereka.Atau dapat dikatakan kebudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang
dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Jadi,
budaya bangsa adalah suatu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh suatu bangsa dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Apabila analisis Gillin di atas kita cermati, tampak betapa peranan kebudayaan
dalam pembentukan kepribadian manusia, maka pengaruh antropologi terhadap
konsep pembentukan kepribadian juga akan tampak dengan jelas. Terutama bagi para
pakar aliran behaviorisme, melihat adanya suatu rangsangan kebudayaan terhadap
pengembangan kepribadian manusia. Pada dasarnya pengaruh kebudayaan terhadap
pembentukan kepribadian tersebut sebagaimana dikutip Tilaar (1999) dapat dilukiskan
sebagai berikut.
1. Kepribadian adalah suatu proses. Seperti yang telah kita lihat kebudayaan juga
merupakan suatu proses. Hal ini berarti antara pribadi dan kebudayaan terdapat suatu
dinamika. Tentunya dinamika tersebut bukanlah suatu dinamika yang otomatis tetapi
yang muncul dari aktor dan manipulator dari interaksi tersebut ialah manusia.
2. Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangan untuk mencapai suatu misi
tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi di dalam ruang
kosong tetapi dalam suatu masyarakat manusia yang berbudaya.
3. Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor penting ialah imajinasi. Imajinasi
seseorang akan dapat diperolehnya secara langsung dari lingkungan kebudayaannya.
Manusia tanpa imajinasi tidak mungkin mengembangkan kepribadiannya. Hal ini
berarti apabila seseorang hidup terasing seorang diri dari nol di dalam perkembangan
kepribadiannya. Bayangkan bagaimana kehidupan kebudayaan manusia apabila setiap
kali harus dimulai dari nol.
4. Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup dalam masyarakat agar ia
dapat hidup dan berkembang. Tentunya manusia itu dapat saja menentang tujuan
hidup yang ada di dalam masyarakatnya, namun demikian itu berarti seseorang akan
melawan arus di dalam perkembangan hidupnya. Yang paling efisien adalah dia
secara harmonis mencari keseimbangan antara tujuan hidupnya dengan tujuan hidup
dalam masyarakatnya.
5. Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat
dibedakan antara tujuan dalam waktu yang dekat maupun tujuan dalam waktu yang
panjang. Baik waktu yang dekat maupun tujuan dalam jangka waktu yang panjang,
sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai hidup di dalam suatu masyarakat.
6. Berkaitan dengan keberadaan tujuan di dalam pengembangan kepribadian manusia,
dapatlah disimpulkan bahwa proses belajar adalah proses yang ditujukan untuk
mencapai tujuan Learning is agoal teaching behavior.
7. Dalam psikoanalisis juga dikemukakan mengenai peranan super-ego dalam
perkembangan kepribadian. Super-ego tersebut tidak lain adalah dunia masa depan
yang ideal. Dan seperti yang telah diuraikan, dunia masa depan yang ideal merupakan
kemampuan imajinasi yang dikondisikan serta diarahkan oleh nilai-nilai budaya yang
hidup di dalam suatu masyarakat.
8. Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia. Bersama-sama dengan ego,
beserta ide, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri pribadi seseorang.
D. Transmisi Kebudayaan
Kebudayaan ditaransmisikan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya.
Manusia atau pribadi adalah actor dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Dengan
demikian kebudayaan bukanlah sesuatu entity yang statis tetapi sesuatu yang terus-
menerus berubah. Variabel-variabel transmisi kebudayaan yang dikemukakan oleh
Fortes terdapat 3 unsur utama, yaitu:
1. Unsur-unsur yang ditransmisi.
2. Proses transmisi.
3. Cara transmisi.
Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang
lingkup kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama
menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil
perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses
hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu
rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut mampu
melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Disini kebudayaan
dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah
mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk
mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Tilaar menyatakan bahwasanya proses pendidikan dapat dijadikan sebagai
pemanusiaan manusia berbudaya Indonesia yang interaktif berkesinambungan, proses
pemanusiaan berimplikasi bahwa pendidikan terjadi dalam interaksi antar manusia
dalam masyarakat Indonesia yang majemuk. Interaksi terjadi dan berkembang dalam
lingkungan alam (ekologis) maupun lingkungan sosial (sosial-politik-ekonomi) yang
menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang beradab (sebagaimana butir-butir Pancasila
sila ke-2). Proses pemanusiaan tersebut merupakan suatu proses interkultural yang
meliputi budaya lokal, nasional, dan internasional menuju kepada terciptanya
masyarakat madani global yang bertumpu dari masyarakat madani Indonesia yang
mempunyai cirinya yang khas yaitu kebudayaan Indonesia
Pendidikandan kebudayaan mempunyai hubungan erat, memiliki suatu hal
yang sama, yaitu nilai-nilai yang terdapat di dalamnya, yang mana keduanyapun dekat
dan tidak dapat terpisah dari masyarakat. Tidak ada suatu proses pendidikan tanpa
kebudayaan dan tanpa masyarakat, sebaliknya tidak ada suatu kebudayaan dalam
pengertian suatu proses tanpa pendidikan. Proses kebudayaan dan pendidikan hanya
dapat terjadi di dalam suatu masyarakat tertentu.
Melihat masa lampau, di masa orde baru, pendidikan telah tercabut dari akarb
udaya yang hidup. Nilai-nilai moral sebagai inti kebudayaan dan pendidikan telah
direduksi menjadi indoktrinasi tanpa arti. Oleh karenanya pendidikan nasional di masa
reformasi hingga sekarang perlu merumuskan visi pendidikan, yaitu membangun
manusia dan masyarakat madani Indonesia yang memiliki identitas berdasarkan
budaya Indonesia.
Edward B. Tylor dalam karyanya "Primitive Culture" (dalam Supriyoko. 2003)
menulis kebudayaan mempunyai tiga komponen strategis, yaitu sebagai tata
kehidupan (order), suatu proses (process) , serta bervisi tertentu (goals), Masih
menurut Tylor, tidak ada proses pendidikan tanpa kebudayaan dan tanpa adanya
masyarakat; sebaliknya tidak ada kebudayaan dalam pengertian proses tanpa adanya
pendidikan. Sementara itu Theodore Brameld dalam karyanya Cultural Foundation
of Education (dalam Supriyoko. 2003) menyatakan adanya keterkaitan yang erat
antara pendidikan dengan kebudayaan berkenaan dengan satu urusan yang sama,
dalam hal ini ialah pengembangan nilai.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian dan Makna Pendidikan
Pengertian pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui
upaya pengajaran dan pelatihan. Makna dari pendidikan adalah proses
mempengaruhi individu/kelompok untuk usaha suatu perubahan tingkah laku
sehingga individu/kelompok dapat menjadi manusia yang berakhlak mulia.
2. Makna Kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan kelakuan manusia secara lahir dan batin yang
pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu
melalui proses pembelajaran sehingga terjadi hubungan sosial diantara anggota
suatu masyarakat dan menghasilkan ekspresi simbolis dari kebiasaan sosial
mereka. Atau dapat dikatakan kebudayaan adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan
dari generasi ke generasi.
3. Kepribadian dalam proses kebudayaan
Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam
perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada
kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadian-
kepribadian.
4. Trasmisi Kebudayaan
Kebudayaan ditaransmisikan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya.
Unsur kebudayaan yang ditranmisi yaitu nilai nilai budaya, adat istiadat
masyarakat, pandangan mengenai hidup, dan kebiasaan sosial lainnya.
5. Pendidikan dalam proses pembudayaan
Pendidikan dan kebudayaan mempunyai hubungan erat, memiliki suatu hal
yang sama, yaitu nilai-nilai yang terdapat di dalamnya, yang mana keduanyapun
dekat dan tidak dapat terpisah dari masyarakat. Tidak ada suatu proses pendidikan
tanpa kebudayaan dan tanpa masyarakat, sebaliknya tidak ada suatu kebudayaan
dalam pengertian suatu proses tanpa pendidikan. Proses kebudayaan dan
pendidikan hanya dapat terjadi di dalam suatu masyarakat tertentu.
Daftar Pustaka
Amir Feisal, Jusuf. 1995. Reorientasi pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insanis Press.
Fadjar,A malik. 2005. Holistik Pemikiran Pendidikan.Jakarta.: Raja Grafindo Persada.
Harsojo. 1986. Pengantar Antropologi. Jakarta: Binacipta..
Hendropuspito. 1989. Sosiologi Sistematik.. Yogyakarta. Kanisius.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Rasjidi,M. Startegi Kebudayaan &pembaharuan Pendidikan Nasioanal. 1980. Jakarta
: Bulan Bintang.
pendis.kemenag.go.id/file/dokumen/uuno20th2003ttgsisdiknas.pdfdiunduh pada
19/03/2017 20:23
Tilaar, H.A.R.. 1999. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia
(Strategi Reformasi Pendidikan Nasional). Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Supriyoko. Sistem pendidikan Nasional dan peran budaya dalam pembangunan
berkelanjutan. Makalah seminar pembangunan nasioanl VIII. Denpasar. 2003.
Format PDF diunduhdariwww.bsn.or.id/SNI pada tanggal 20 Maret
pukul16.06.
Soerjono Soekanto, 1993
SeloSoemardjan dan Soelaman Soemardi, 1964