Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Disusun Oleh :

1. ANNIS ELYAWATI 19144600216

2. IMAS ROSADAH BADRUMILAH 19144600218


3. NANA WINARDININGSIH 19144600219
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sementara itu
pendukung kebudayaan adalah makhluk manusia itu sendiri. Sekalipun makhluk manusia akan
mati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan pada keturunannya, demikian
seterusnya. Pewarisan kebudayaan makhluk manusia, tidak selalu terjadi secara vertikal atau
kepada anak-cucu mereka; melainkan dapat pula secara horisontal yaitu manusia yang satu dapat
belajar kebudayaan dari manusia lainnya. Berbagai pengalaman makhluk manusia dalam rangka
kebudayaannya, diteruskan dan dikomunikasikan kepada generasi berikutnya oleh individu lain.

Dapat dikatakan, sistem persekolahan adalah salah satu pilar penting yang menjadi riang
penyangga sistem sosial yang lebih besar dalam suatu tatanan kehidupan masyarakat, untuk
mewujudkan cita-cita kolektif. Maka, pendidikan yang diselenggarakan melalui-meskipun tidak
hanya terbatas pada-sistem persekolahan semestinya dimaknai sebagai sebuah strategi
kebudayaan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Pendidikan?

2. Apakah makna dari pendidikan?

3. Apakah pengertian Budaya?

4. Apakah arti dari Kebudayaan?

5. Bagaimana pendidikan dalam Lingkup Kebudayaan?

6. Bagaimana Peran Pendidikan dalam Proses Pewarisan Kebudayaan?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari pendidikan.

2. Untuk mengetahui makna dari pendidikan.

3. Untuk mengetahui pengertian budaya.

4. Untuk mengetahui arti dari kebudayaan.

5. Untuk mengetahui pendidikan dalam lingkup kebudayaan.


6. Untuk mengetahui peran pendidikan dalam proses pewarisan kebudayaan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan

Menurut UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.

Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat
imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan
mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan.

Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang


pengertian pendidikan yaitu: tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,
pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan
kebahagiaan setinggi-tingginya.

Sedangkan pengertian pendidikan menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi)
dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik
dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar
intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia. Disimpulkan bahwa Pendidikan adalah
bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak
untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas
hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.

B. Makna Pendidikan

Pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara
mendidik.

Menurut pengertian tersebut, pendidikan dimaknai sebagai upaya yang dilakukan untuk
mencapai tujuan melalui proses pelatihan dan cara mendidik. Definisi di atas, menunjukkan
bahwa pendidikan merupakan usaha sistematis yang bertujuan agar setiap manusia mencapai
satu tahapan tertentu di dalam kehidupannya, yaitu tercapainya kebahagian lahir dan batin.
C. Pengertian Budaya

a. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaman Soemardi (1964: 113)

Kebudayaaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan (material culture) yang diperlukan oleh
manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk
keperluan masyarakat.

b. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

Kebudayaan adalah sebagai pikiran, akal budi atau adat-istiadat. Secara tata bahasa, pengertian
kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia.

c. Menurut Koentjaraningrat

Kebudayaan adalah suatu sistem gagasan dan rasa, tindakan serta karya yang dihasilkan manusia
dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar.

d. Menurut E.B. Taylor

Kebudayaan adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni,
kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari
manusia sebagai anggota masyarakat.

e. Menurut Linton

Kebudayaan adalah keseluruhan daripengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan
kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.

f. Menurut Kluckhohn dan Kelly

Kebudayaanadalah semua rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit
maupun implisit, rasional, irasional, yang ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial
untuk perilaku manusia.

Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik,
adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Jadi, budaya bangsa adalah
suatu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh suatu bangsa dan diwariskan
dari generasi ke generasi.
D. Arti Kebudayaan

Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang
perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan yang luas. Agama, ideology, kebatinan
dan kesenian yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota
masyarakat termasuk di dalamnya. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir
orang-orang yang hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu
pengetahuan. Rasa dan cinta dinamakan pula kebudayaan rohaniah (spiritual atau immaterial
culture). Semua karya, rasa, dan cipta, dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan
kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau seluruh masyarakat, sedangkan
karsa yaitu mengasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan, kesopanan dan hukum (Soerjono
Soekanto, 1993: 189-90).

E. Pendidikan dalam Lingkup Kebudayaan

Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup kebudayaan.
Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan baik
dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil perolehan tersebut berguna untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan
luarnya telah mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses
tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Disini
kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah
mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk mengelola
keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.

Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya
berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni nilai-nilai. Dalam konteks kebudayaan justru
pendidikan memainkan peranan sebagai agen pengajaran nilai-nilai budaya. Karena pada
dasarnya pendidikan yang berlangsung adalah suatu proses pembentukan kualitas manusia sesuai
dengan kodrat budaya yang dimiliki.

Oleh karena itu kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat proses belajar tentang
tata cara bertingkah laku. Sehingga secara wujudnya, substansi kebudayaan itu telah mendarah
daging dalam kepribadian anggota-anggotanya. Uraian tentang pendidikan dan kebudayaan akan
diterangkan dalam urutan pembahasan dibawah ini.

1. Kepribadian dalam Proses Kebudayaan

Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam perkembangan kepribadian
manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah
sekadar jumlah kepribadian-kepribadian. Para pakar antropologi, menunjuk kepada peranan
individu bukan hanya sebagai bidak-bidak di dalam papan catur kebudayaan. Individu adalah
creator dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Di dalam hal ini studi kebudayaan
mengemukakan pengertian “sebab-akibat sirkuler” yang berarti bahwa antara kepribadian dan
kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan.

Di dalam perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan


dapat berkembang melalui kepribadian–kepribadian tersebut. Hal ini menunjukkan kepada kita
bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayaan secara pasif tetapi perlu
mengembangkan kepribadian yang kreatif. Pranata sosial yang disebut sekolah harus kondusif
untuk dapat mengembangkan kepribadian yang kreatif tersebut.

Kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang bisa dipelajari.
Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti tingkah-laku binatang tetapi
yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang dewasa dalam suatu generasi. Di sini
kita lihat betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pembentukan kepribadian manusia. Para
pakar yang menaruh perhatian terhadap pendidikan dalam kebudayaan mula-mulanya muncul
dari kaum behavioris dan psikoanalisis Para ahli psikologi behaviorisme melihat perilaku
manusia sebagai suatu reaksi dari rangsangan dari sekitarnya.Begitu pula psikologi aliran
psikoanalis menganggap perilaku manusia ditentukan oleh dorongan-dorongan yang sadar
maupun tidak sadar ini ditentukan antara lain oleh kebudayaan dimana pribadi itu hidup

John Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai
perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut.

a. Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari untuk belajar.

b. Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi perilaku tertentu.
Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir ini kebudayaan merupakan
perangsang-perangsang untuk terbentuknya perilaku-perilaku tertentu.

c. Kebudayaan mempunyai sistem “reward and punishment” terhadap perilaku-perilaku tertentu.


Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk perilaku yang sesuai dengan system nilai
dalam kebudayaan tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman terhadap perilaku-perilaku
yang bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat budaya tertentu.

d. Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui proses belajar.

Apabila analisis Gillin di atas kita cermati, tampak betapa peranan kebudayaan dalam
pembentukan kepribadian manusia, maka pengaruh antropologi terhadap konsep pembentukan
kepribadian juga akan tampak dengan jelas. Terutama bagi para pakar aliran behaviorisme,
melihat adanya suatu rangsangan kebudayaan terhadap pengembangan kepribadian manusia.
Pada dasarnya pengaruh kebudayaan terhadap pembentukan kepribadian tersebut sebagaimana
dikutip Tilaar (1999) dapat dilukiskan sebagai berikut.
a. Kepribadian adalah suatu proses. Seperti yang telah kita lihat kebudayaan juga merupakan
suatu proses. Hal ini berarti antara pribadi dan kebudayaan terdapat suatu dinamika. Tentunya
dinamika tersebut bukanlah suatu dinamika yang otomatis tetapi yang muncul dari aktor dan
manipulator dari interaksi tersebut ialah manusia.

b. Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangan untuk mencapai suatu misi


tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi di dalam ruang kosong tetapi
dalam suatu masyarakat manusia yang berbudaya.

c. Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor penting ialah imajinasi. Imajinasi
seseorang akan dapat diperolehnya secara langsung dari lingkungan kebudayaannya. Manusia
tanpa imajinasi tidak mungkin mengembangkan kepribadiannya. Hal ini berarti apabila
seseorang hidup terasing seorang diri dari nol di dalam perkembangan kepribadiannya.
Bayangkan bagaimana kehidupan kebudayaan manusia apabila setiap kali harus dimulai dari nol.

d. Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup dalam masyarakat agar ia dapat
hidup dan berkembang. Tentunya manusia itu dapat saja menentang tujuan hidup yang ada di
dalam masyarakatnya, namun demikian itu berarti seseorang akan melawan arus di dalam
perkembangan hidupnya. Yang paling efisien adalah dia secara harmonis mencari keseimbangan
antara tujuan hidupnya dengan tujuan hidup dalam masyarakatnya.

e. Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat dibedakan
antara tujuan dalam waktu yang dekat maupun tujuan dalam waktu yang panjang. Baik waktu
yang dekat maupun tujuan dalam jangka waktu yang panjang, sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai
hidup di dalam suatu masyarakat.

f. Berkaitan dengan keberadaan tujuan di dalam pengembangan kepribadian manusia,


dapatlah disimpulkan bahwa proses belajar adalah proses yang ditujukan untuk mencapai tujuan.
Learning is agoal teaching behavior.

g. Dalam psikoanalisis juga dikemukakan mengenai peranan super-ego dalam perkembangan


kepribadian. Super-ego tersebut tidak lain adalah dunia masa depan yang ideal. Dan seperti yang
telah diuraikan, dunia masa depan yang ideal merupakan kemampuan imajinasi yang
dikondisikan serta diarahkan oleh nilai-nilai budaya yang hidup di dalam suatu masyarakat.

h. Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia. Bersama-sama dengan ego, beserta
ide, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri pribadi seseorang.

2. Penerusan Kebudayaan

Satu proses yang dikenal luas tentang kebudayaan adalah transmisi kebudayaan. Proses tersebut
menunjukkan bahwa kebudayaan itu ditransmisikan dari satu generasi kepada generasi
berikutnya. Bahkan banyak ahli pendidikan yang merumuskan proses pendidikan tidak lebih dari
proses transmisi kebudayaan. Mengenai masalah ini marilah kita cermati lebih jauh oleh karena
seperti yang telah dijelaskan, kepribadian bukanlah semata-mata hasil tempaan dari kebudayaan.

Manusia atau pribadi adalah aktor dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Dengan demikian,
kebudayaan bukanlah sesuatu entity yang statis tetapi sesuatu yang terus-menerus berubah.
Untuk membuktikan hal tersebut marilah kita lihat variabel-variabel transmisi kebudayaan yang
dikemukakan oleh Fortes dalam Koentjoroningrat (1991).

Di dalam transmisi tersebut kita lihat tiga unsur utama yaitu, (1) unsur-unsur yang ditransmisi,
(2) proses transmisi, dan (3) cara transmisi. Unsur-unsur kebudayaan manakah yang ditransmisi?
Pertama-tama tentunya unsur-unsur tesebut ialah nilai-nilai budaya, adat-istiadat masyarakat,
pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat.
Selanjutnya berbagai kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para
anggota di dalam masyarakat tersebut.

Transmisi unsur-unsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Seperti telah dikemukakan
manusia adalah aktor dan manipulator dalam kebudayaannya. Oleh sebab itu, unsur-unsur
tersebut harus diidentifikasi. Proses identifikasi itu berjalan sepanjang hayat sesuai dengan
tingkat kemampuan manusia itu sendiri. Nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang harus
mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya. Artinya perilaku-perilaku tersebut harus
mendapatkan pengakuan sosial yang berarti bahwa perilaku-perilaku yang dimiliki tersebut
adalah yang sesuai atau yang seimbang dengan nilai-nilai yang ada di dalam lingkungannya.

Rangkaian transmisi berangkat dari imitasi, identifikasi, dan sosialisasi, berkaitan dengan
bagaimana cara. Pada saatnya proses transmisi kebudayaan di dalam masyarakat modern akan
menghadapi tantangan-tantangan yang berat. Di sinilah letak peranan pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian yang kreatif dan dapat memilih nilai-nilai dari berbagai
lingkungan. Dalam hal ini kita berbicara mengenai keberadaan kebudayaan dunia yang meminta
suatu proses pendidikan yang lain yaitu kepribadian yang kokoh yang tetap berakar kepada
budaya lokal.

3. Transmisi Kebudayaan

Kebudayaan ditaransmisikan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya. Manusia atau
pribadi adalah actor dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Dengan demikian kebudayaan
bukanlah sesuatu “entity” yang statis tetapi sesuatu yang terus-menerus berubah. Variabel-
variabel transmisi kebudayaan yang dikemukakan oleh Fortes terdapat 3 unsur utama, yaitu:

a. Unsur-unsur kebudayaan yang ditransmisi, yaitu:

1) Nilai-nilai budaya, adat istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai
konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat.
2) Kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota di dalam
masyarakat tersebut. Berbagai sikap serta peranan yang diperlukan dalam dunia pergaulan.

3) Proses transmisi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi, dan sosialisasi. Imitasi adalah
meniru tingkah laku dari sekitar. Manusia adalah actor dan manipulator dalam kebudayaannya.
Cara mentransmisikannya yaitu dengan 2 bentuk yaitu:

a) Peran-serta

Dengan perbandingan,demikian pula peran serta dapat berwujud ikut serta dalam kehidupan
sehari-hari di dalam lingkungan masyarakat.

b) Bimbingan

Bentuk bimbingan dapat berupa instruksi, persuasi, rangsangan dan hukuman.Dalam


pelaksanaan bimbingan tersebut melalui pranata-pranata tradisional seperti inisiasi, upacara-
upacara yang berkaitan dengan tingkat umur, sekolah agama, dan sekolah formal yang sekuler.

F. Peran Pendidikan dalam Proses Pewarisan Kebudayaan

Pendidikan bertujuan untuk membentuk agar manusia dapat menunjukkan perilakunya sebagai
mahluk yang berbudaya yang mampu bersosialisasi dalam masyarakatnya dan menyesuaikan diri
dengan lingkungannya dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup, baik secara pribadi,
kelompok, maupun masyarakat secara keseluruhan.

Sekolah atau pendidikan formal adalah salah satu sarana atau media dari proses pembudayaan
media lainnya (keluarga dan institusi lainnya yang ada dalam masyarakat). Hartoko Dalam
konteks inilah pendidikan disebut sebagai proses untuk memanusiakan manusia (Dick).

Fungsi pendidikan budaya adalah:

1. Memperkenalkan, memelihara dan mengembangkan unsur- unsur budaya;

2. Pengembangan: Pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik;
ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya
bangsa;

3. Perbaikan: Memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam


pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan

4. Penyaring: Untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

5. Menumbuhkembangkan semangat kebudaya bangsa

Tujuan pendidikan budaya adalah:


1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara
yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;

2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-
nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;

3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus
bangsa;

4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif,


berwawasan kebangsaan; dan

5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman,


jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh
kekuatan (dignity).

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi
dari sumber-sumber berikut ini.

1. Agama: Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan
individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara
politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar
pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada
nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

2. Pancasila: Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan


kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD
1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya,
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik,
hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa
bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga
negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilainilai Pancasila dalam
kehidupannya sebagai warga negara.

3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang
tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan
dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota
masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat
mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

4 Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga
negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur.
Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga
negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling
operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya
bangsa sebagai berikut ini.

1. Nilai Religius yaitu Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk
agama lain.

2. Nilai Tanggung-jawab yaitu Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

3. Nilai Toleransi yaitu Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Nilai Disiplin yaitu Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan

5 Nilai Kerja yaitu Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya

6. Nilai Mandiri yaitu Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.

7. Nilai Demokratis yaitu Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.

8 Nilai Semangat Kebangsaan yaitu Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya

9. Nilai Cinta Tanah Air yaitu Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa

10.Nilai Menghargai Prestasi yaitu Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain

11. Nilai Cinta Damai yaitu Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa
senang dan aman atas kehadiran dirinya

12. Nilai Peduli Lingkungan dan sosial yaitu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Selo Soemardjan dan Soelaman Soemardi (1964: 113) menjelaskan bahwa kebudayaaan adalah
semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan tekhnologi dan
kebudayaan kebendaan (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.

Pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara
mendidik.

Pendidikan dan Kebudayaan akan diterangkan dalam urutan pembahasan :

1. Kepribadian dalam Proses Kebudayaan

2. Penerusan Kebudayaan

3. Transmisi Kebudayaan

Peran pendidikan adalah sebagai transfer nilai-nilai budaya atau sebagai cara yang paling efektif
dalam mentrasnfer nilai-nilai budaya adalah dengan cara proses pendidikan, karena keduanya
sangat erat hubungannya. Kebudayaan dengan pendidikan sangat erat sekali keduanya saling
berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan karena saling dan membutuhkan antara satu sama
lainnya.

B. Saran

Dengan adanya pendidikan dalam lingkup kebudayaan ini diharapkan dapat membantu dan
memotivasi orang untuk terus belajar mengenai kepribadian dalam proses kebudayaan dan akan
berusaha menciptakan penerus-penerus yang sangat mencintai serta melestarikan kebudayaan
yang telah bangsa kita miliki.
DAFTAR PUSTAKA

Fauzan. 2009. Landasan Sosial Budaya Sosial Budaya Pendidikan. [Online]. Tersedia
:http://defauzan.wordpress.com. [ 11 September 2014].

Arifin, H. M. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Manan, Imran. 1989. Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.

Toha. 2009. Dampak Perubahan Sosial Masyarakat. [Online]. Tersedia :


http://tohacenter.blogspot.com/2009/09/dampak-perubahan-sosial-masyarakat.html. [11
September 2014].

Anda mungkin juga menyukai