Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara
genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang
berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan
bahwa budaya itu dipelajari. Mewariskan budaya dari generasi yang satu ke
generasi yang lain melalui sebuah kegiatan pengiriman atau penyebaran sebuah
kebiasaan/adat istiadat yang sulit untuk diubah disebut dengan transmisi
budaya.
Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan
kecakapan hidup, merupakan hal yang menjadi variabel pembeda antara
manusia dengan makhluk lain yang ada dimuka bumi ini. Sejalan dengan
berjalannya waktu, hasil dari pemanfaatan akal manusia telah berhasil
memperlihatkan hal-hal yang sangat luar biasa, fantastis, dan memberikan
decak kekaguman kepada semua orang. Kebudayaan akan berubah terus
sejalan dengan perkembangan zaman, percepatan perkembangan ilmu dan
teknologi, serta perkembangan kepandaian manusia. Bila kebudayaan berubah
maka pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat
mengubah kebudayaan. Disini tampak bahwa peranan pendidikan dalam
mengembangkan kebudayaan adalah sangat besar.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan kebudayaan dan sub budaya
2. Apakah yang dimaksud dengan transmisi budaya dan pendidikan
3. Bagaimana perkembangan institusi pendidikan

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang kebudayaan dan sub budaya
2. Memberikan informasi tentang transmisi budaya dan pendidikan
3. Memberikan informasi tentang perkembangan institusi pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebudayaan dan Sub-Budaya


1. Kebudayaan
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang telah berkembang secara
historis, memiliki organisasi dan struktur yang berkembang terus menerus
serta dipelajari oleh anggota-anggota suatu masyarakat. Sistem gagasan
yang bersumber dari akal manusia itu melahirkan bentuk-bentuk tingkah
laku berpola dan berbagai jenis kebudayaan materil. Koentjaraningrat
dalam Imran Manan (1989: 26) mengemukakan tiga wujud kebudayaan,
yaitu :
a. Wujud Kompleks Ide-Ide
Wujud ini ada dalam pikiran anggota suatu masyarakat atau telah
dituangkan dalam berbagai media, maka akan ditemui dalam berbagai
media cetak atau media elektronik. Dalam masyarakat, wujud ideal
kebudayaan ini dinamakan adat atau tata kelakuan. Kebudayaan ideal ini
berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan
memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam
masyarakat. Wujud ideal ini berbentuk nilai, hukum dan peraturan-
peraturan.
b. Wujud Kompleks Aktivitas Kelakuan Berpola
Wujud ini adalah tingkah laku nyata yang berpola yang dapat
diamati dalam aktivitas-aktivitas anggota-anggota masyarakat yang
berinteraksi, berhubungan, dan bergaul berdasarkan tuntutan nilai,
norma, peraturan atau adat istiadat tertentu. Kelakuan berpola ini
dinamakan sistem sosial yang secara konkrit dapat diamati,
didokumentasi, dan difilmkan
c. Wujud benda-benda hasil karya manusia
Wujud ini berupa hasil karya anggota-anggota suatu masyarakat dan semua
benda-benda yang mempunyai makna dalam kehidupan suatu kelompok
atau suatu masyarakat.
2. Sub-Budaya
Secara teoritis, ada kemungkinan bahwa dalam suatu masyarakat
sederhana yang terdiri dari beberapa puluh orang, seorang anggota yang
telah dewasa dapat mengetahui hampir semua unsur budaya kelompok-nya.
Namun demikian adanya pembagian kerja yang paling elementer antara
wanita dan pria telah menyebabkan adanya perbedaan dalam penguasaan
unsur-unsur dan wujud kebudayaan yang dapat dikuasai oleh seseorang.
Dalam konteks yang demikian, dalam membahas dan menganilisa
kebudayaan perlu dipahami konsep “sub-culture” yaitu sebuah unit dalam
sebuah kebudayaan yang lebih besar, sebuah unit yang memiliki beberapa
hakekat dari ideologi sebuah kebudayaan yang lebih besar tetapi tidak
dikenal secara khusu karena ia memiliki pola-pola berfikir tersendiri.
Pemahaman konsep sub-budaya ini mempunyai arti penting, karena
bisa terjadi ada jurang yang terdapat dalam transmisi budaya pada suatu
sistem persekolahan, karena para guru mungkin berasal dari suatu budaya
yang dominan sedangkan siswa berasal dari kelompok sub-budaya lain. Hal
ini dapat menimbulkan kesukaran-kesukaran dalam pencapaian tujuan
pendidikan yang telah direncanakan.

B. Transmisi Budaya dan Pendidikan


Pengertian transmisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
penerusan pesan dari seseorang kepada orang lain. Sedangkan budaya adalah
sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan. Pendidikan adalah sarana untuk
mewujudkan kebudayaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa transmisi
kebudayaan yakni suatu usaha untuk menyampaikan sejumlah pengetahuan
atau pengalaman untuk dijadikan sebagai pegangan dalam meneruskan estafet
kebudayaan. Dalam penyampaian ini muncul beberapa istilah yaitu:
1. Enkulturation (pembudayaan/pewarisan)
Menurut Heskovist dalam Manan (1989:30) enkulturasi adalah aspek-
aspek pengelaman belajar yang memberi ciri khusus atau yang membedakan
manusia dari makhluk lain dan dengan menggunakan pengalaman-
pengalaman ini sejak awal kehidupan dan dalam kehidupan selanjutnya, dia
memperoleh kompetensi dalam kebudayaannya. Sedangkan enkulturasi
menurut Hansen dan Gillin dalam (Manan,1989:30) adalah proses perolehan
keterampilan bertingkah laku, pengetahuan tentang standar-standar budaya,
dan kode-kode perlambangan seperti bahasa dan seni, motivasi yang
didukung oleh kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan menanggapi ideoligi dan
sikap-sikap. Jadi, enkulturasi adalah proses ketika individu memilih nilai-
nilai yang dianggap baik dan pantas untuk hidup bermasyarakat, sehingga
dapat dipakai sebagai pedoman bertindak.
Proses enkulturatif bersifat kompleks dan berlangsung hidup, tetapi
proses tersebut berbeda-beda pada berbagai tahap dalam lingkaran
kehidupan seorang. Enkulturasi terjadi secara agak dipaksakan selama awal
masa kanak-kanak tetapi ketika mereka bertambah dewasa akan belajar
secara lebih sadar untuk menerima atau menolak nilai-nilai atau anjuran-
anjuran dari masyarakatnya. Bahwa tiap anak yang baru lahir memiliki
serangkaian mekanisme biologis yang diwarisi, yang harus dirubah atau
diawasi supaya sesuai dengan budaya masyarakatnya.
Fungsi enkulturasi adalah merobah respon-respon bilogis anak-anak
menjadi bentuk tingkah laku budaya yang secara sosial disetujui. Hasilnya
adalah “biocultural behavior” atau tingkah laku kehidupan yang berbudaya.
2. Socialization (sosialisasi/pemasyarakatan)
Menurut Sujarwa (2005:9) mengatakan sosialisasi adalah proses
penyesuaian diri individu ke dalam kehidupan kelompok dimana individu
tersebut berada, sehingga kehadirannya dapat diterima oleh anggota
kelompok lain. Menurut Gillin sosialisasi adalah proses yang membawa
individu dapat menjadi anggota yang fungsional dari suatu kelompok, yang
bertingkah laku menurut standar-standar kelompok, mengikuti kebiasaan-
kebiasaan kelompok, mengamalkan tradisi kelompok, dan menyesuaikan
dirinya dengan situasi-situasi sosial yang ditemuinya untuk mendapatkan
penerimaan yang baik dari teman-teman sekelompoknya. Sehingga
sosialisasi mengandung unsur-unsur nilai, pla bertingkah laku, dan
keterampilan-keterampilan, pengetahuan dan sikap yang diperlukan oleh
seseorang individu untuk dapat berfungsi sebagai anggota suatu masyarakat
yang mendukung suatu kebudayaan.
3. Education (pendidikan),
Menurut Hansen pendidikan merupakan sub-bahagian dari
enkulturasi, usaha yang disengaja dan bersifat sistematis untuk
menyampaikan keterampilan-keterampilan dan pengetahuan, kebiasaan
berfikir dan bertingkah laku yang dituntut harus dimiliki oleh para pelajar
sebagai anggota baru. Sedangkan menurut Herkovist pendidikan adalah
“direct learning”
4. Schooling (persekolahan).
Persekolahan adalah pendidikan yang dilembagakan. Pelajar seolah-
olah mengalami sendiri peran-peran dari lingkungan-lingkungan yang
terpisah dari peran dan lingkungan yang sebenarnya. Wallace
mendefenisikan persekolahan sebagai “learning” yang dilakukan disekolah
dan sebuah sekolah adalah sebuah institusi yang secara sengaja dan
sistematik (dengan menggunakan bahasa dalam membaca, perkuliahan,
ataupun upacara) berusaha merobah sekelompok orang yang punya
perhatian yang sama dikumpulkan ditempat dan selama waktu tertentu dari
kondisi ketaktahuan ke kondisi pencerahan (berpengetahuan),
berkepandaian, bermoral, berpengetahuan teknis dan keterampilan.

C. Perkembangan Institusi Pendidikan


Asal mula munculnya sekolah adalah atas dasar anggapan dan kenyataan
bahwa pada umumnya para orang tua tidak mampu mendidik anak mereka
secara sempurna dan lengkap. Lembaga pendidikan tidak dapat dipisahkan
dengan masyarakat itu sendiri. Lembaga pendidikan ada di masyarakat, hidup
bersama-sama dengan warga masyarakat. Antara masyarakat dan sekolah
saling membutuhkan. Masyarakat membutuhkan agar para siswa dan para
remaja dibina di sekolah, sebaliknya sekolah membutuhkan agar masyarakat
membantu kelancaran proses belajar di sekolah dengan memberikan berbagai
macam fasilitas.
Antara lembaga pendidikan dengan masyarakat terjadi hubungan timbal
balik. Pendidikan atau sekolah memberi manfaat kepada masyarakat begitupula
masyarakat memberikan dukungannya kepada sekolah. Hubungan seperti itu
jelas menguntungkan kedua belah pihak. Wuradji (1988) juga menulis tentang
sekolah sebagai kontrol sosial dan perubah sosial. sebagai kontrol antara lain
dengan memperbaiki kebiasaan-kebiasaan jelek anak-anak di rumah dan di
masyarakat. Dan sebagai perubah sosial antara lain dengan menyeleksi nilai-
nilai, menghasilkan warga negara yang baik, menciptakan ilmu dan teknologi
baru.
Dari pendapat beberapa ahli, manfaat sekolah atau pendidikan bagi
masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan sebagai transmisi budaya dan pelestari budaya
2. Sekolah sebagai pusat budaya bagi masyarakat sekitarnya
3. Sekolah mengembangkan kepribadian anak
Perkembangan persekolahan tergantung kepada faktor-faktor, antara lain
kemampuan suatu masyarakat untuk membiayai sistem persekolahan,
kemungkinan orang tua membebaskan anak-anaknya dari pekerjaan produktif
menolong orang tua, perhatian dari kelompok-kelompok tertentu dalam
mengawasi penguasaan pengetahuan dari ketarampilan tertentu dan dalam
memberi kesempatan kepada generasi muda menguasainya untuk menjamin
kesinambungan masyarakat dan kelestarian pengetahuan.
Dalam masyarakat manusia pendidikan merupakan gejala yang universal,
tetapi tidak semua masyarakat mempunyai sistem persekolahan atau
pendidikan formal. Setiap masyarakat melatih perkembangan gerakan-gerakan
fisik sejak dari kelahiran seorang bayi. Teknik-teknik yang dipakai akan
berpengaruh terhadap perkembangan struktur kepribadian anak kelak kalau
mereka telah dewasa. Semua masyarakat melatih anak-anak menggunakan
media komunikasi, yaitu bahasa. Dan semua masyarakat melatih anak-anak
dan generasi muda mereka menginterpretasikan tingkah laku sesama anggota
masyarakatnya dan mengajar mereka bertindak dalam situasi-situasi tertentu
terhadap orang-orang yang punya hubungan tertentu satu sama lainnya. Tidak
ada masyarakat pun yang tidak mengajarkan kepada anggota-anggotanya
bagaimana cara mendapatkan mata pencarian hidupnya dan menanamkan nilai-
nilai ekonomi yang disetujui masyarakatnya.
Menurut Margaret Mead (dalam Imran, 1989: 34) “pendidikan formal
diluar keluarga kelihatannya baru akan dimulai berkembang bila struktur sosial
suatu masyarakat sudah cukup terdiferensiasi sehingga anak-anak dapat
memperoleh kedudukan dan peran yang berbeda dari orang tua mereka.
Demikian pula bila keterampilan-keterampilan yang penting dan diinginkan
telah demikian komplek untuk dipelajari dengan mudah, atau bila para orang
tua sendiri tidak mungkin lagi mengajarkannya, maka keterampilan-
keterampilan tersebut diajarkan mula-mula oleh orang-orang yang dekat
dengan anak-anak dan nantinya mungkin oleh orang lain.
Dengan demikian pengajaran itu akan diberikan oleh orang lain yang
khusus dilatih untuk itu (para spesialis). Hal ini akan menjurus pada
pembentukan sistem persekolahan. Perkembangan persekolahan juga
tergantung kepada faktor-faktor seperti kemampuan suatu masyarakat untuk
membiayai sistem persekolahan, kemungkinan orang tua membebaskan anak-
anak dari pekerjaan produktif menolong orang tua, dan perhatian dari
kelompok-kelompok tertentu dalam mengawasi penguasaan pengetahuan dari
keterampilan tertentu dan dalam memberi kesempatan kepada generasi muda
menguasai untuk menjamin kesinambungan masyarakat dan kelestarian
pengetahuan.
Dengan adanya faktor-faktor pendorong seperti diatas, maka dalam
berbagai masyarakat telah berkembang berbagai bentuk sistem persekolahan,
termasuk dalam masyarakat sederhana dengan ekonomi yang masih bersifat
subsistensi dan belum mempunyai aksara. Ada atau tidaknya aksara dalam
suatu masyarakat membawa perbedaan yang bersifat kualitatif dalam
kehidupan kemasyarakatannya. Hansen mengemukakan perbedaan kualitatif
kehidupan masyarakat yang memiliki aksara dengan masyarakat tanpa aksara.
Perbedaan kualitatif kehidupan masyarakat yang memiliki aksara dengan
masyarakat tanpa aksara :
Masyarakat tanpa aksara Masyarakat Beraksara

1. Jumlah pengetahuan relatif 1. Jumlah pengetahuan besar dan


terbatas dan tidak berkembang. berkembang
2. Belajar bersifat informal dan tidak 2. Belajar bersifat formal dan
sistematis. sistematis
3. Pendidikan ditekankan terutama 3. Pendidikan terutama mengenai
pada moralitas, etika, dan agama. pengetahuan objektif seperti
matematika, sains, sejarah,
kesusasteraan.
4. Pengetahuan yang disampaikan 4. Pengetahuan yang disampaikan
terutama yang bersifat konkrit, terutama bersifat abstrak, dan
pragmatis dan berhubungan tidak langsung berhubungan
langsung dengan kehidupan anak. dengan kehidupan anak.
5. Mengajar hanya merupakan satu 5. Mengajar merupakan sebuah
aspek dari seorang dewasa atau pekerjaan
seorang spesialis.
6. Tidak ada sekolah formal. 6. Ada sekolah formal

Dalam bentuk lain, Don Adams dan G.M Reagan menggambarkan


perkembangan pendidikan dan persekolahan serta hubungannya dengan
perkembangan diferensiasi masyarakat secara menarik sekali. Menurut mereka
ada 4 tahap perkembangan pendidikan dan hubungannya dengan
perkembangan masyarakat.
1. Tahap pertama adalah pendidikan dalam masyarakat tanpa aksara.
Pendidikan dalam masyarakat ini ditandai oleh proses belajar yang bersifat
informal dalam keluarga dan hubungan-hubungan yang tersusun antara satu
generasi dengan generasi berikutnya untuk memberikan keterampilan-
keterampilan ekonomi dan perkenalan perilaku sosial yang benar. Pada
tahap ini peran-peran siswa dan pengajar ditentukan semata-mata atas dasar
kriteria yang bersifat askriptif.
2. Dalam tahap kedua, sebagian dari proses sosialisasi mulai terdiferensiasi
dari keluarga. Disini para remaja mulai di didik oleh sekelompok orang
dewasa yang sudah terspesialisasi pengetahuan atau keterampilan. Pada
tahap kedua ini umur dan jenis kelamin merupakan penentu siapa yang jadi
siswa. Perhatian terhadap pembawaan sudah mulai menentukan siapa yang
bisa jadi pengajar, latihan untuk lebih pandai daro orang biasa sudah
diberikan guru. Dengan demikian spesialisasi sebagai pengajar dengan
tanggung jawab mengajar lebih besar sebagai pendidikan mulai
berkembang.
3. Pada tahap ketiga, ketika masyarakat sudah makin terdeferensiasi dan
masalah seleksi sosial semakin besar, keluarga-keluarga atau kelompok-
kelompok tertentu dalam masyarakat memperoleh kekuasaan yang lebih
besar atau keuntungan ekonomi yang besar dan pendidikan formal mulai
tidak menjadi hak semua anggota masyarakat. Pendidikan mulai terlihat
sebagai institusi yang dikaitkan kepada sekelompok-sekelompok yang
relatif kecil yang memegang kekuasaan politik, ekonomi atau agama.
4. Pada tahap keempat, yaitu tahap yang paling maju terlihat hubungan antara
pendidikan dan masyarakat menjadi rumit. Industrialisasi dan peningkatan
diferensiasi masyarakat diukur dengan pembagian kerja dan spesialisasi
peran menjadi ciri yang utama dari masyarakat. Para pendidikansering kali
menyatakan bahwa tingkatan dan masalah pendidikan yang banyak yang
disupervisi dan diajar oleh berbagai spesialis memegang peranan penting
dalam memajukan industrialisasi dan dalam menanamkan nilai-nilai
modern. Tahap ini memberikan beban yang besar kepada persekolahan
dalam bentuk pendidikan massal, persiapan-persiapan bagi bermacam-
macam pekerjaan dan seleksi sosial.
Menyertai diferensiasi dan spesialisasi beberapa dekade terakhir, terlihat
ada dua perobahan pendidikan yaitu :
1. Penyebaran dan ekspansi persekolahan
2. Asumsi peningkatan peran pendidikan formal dalam meningkatkan
perobahan sosial ekonomi lebih lanjut. Pendidikan massal telah menjadi
tujuan setiap bangsa. Meskipun diberbagai masyarakat bangsa
persekolahan yang bersifat universal masih merupakan tujuan yang
belum terpenuhi, namun dalam masyarakat yang paling kurang maju pun
pendidikan dasar telah diberikan kepada sejumlah besar anak-anak yang
dimasa lalu kebanyakan mereka tidak pernah bersekolah.
Peningkatan pemusatan sistem pendidikan dan perobahan sosial ekonomi
yang direncanakan dan tidak direncanakan terlihat dalam beberapa hal.
Sementara kemajuan telah dibuat kearah kehidupan modern, pencapaian atau
keberhasilan pendidikan makin terus dikaitkan dengan prestise sosial dan status
pekerjaan. Dalam masyarakat masa kini pendidikan formal kelihatannya
menjadi faktor utama bagi mobilitas sosial dalam satu dan antar generasi.
Fungsi sosial dari persekolahan dalam masyarakat modern adalah :
1. Pengawasan (custodial care)
2. Pensileksi peran sosial (sosial role selection)
3. Indoktrinasi (indoctrination)
4. Pendidikan (education)
Persekolahan yang dianggap sebagai sebuah industri menghasilkan :
1. Ilmu pengetahuan (knowledge)
2. Keterampilan (skiils)
3. Jasa pengawasan (cultodial care)
4. Sertifikasi (sertification)
5. Kegiatan komunitas (community activity)
Tingkat pendidikan di negara-negara maju merupakan elemen penting
dalam memelihara tingkat pembangunan yang tinggi. Hal tersebut terjadi
disebabkan oleh :
1. Dalam masyarakat maju produksi dan perdagangan semuanya
menggunakan sistem keuangan. Ini berarti diperlukan sistem pembukuan
yang luas, pengumpulan dan penyimpanan informasi yang cermat, dan
pengaturan kontrak-kontrak yang kompleks.
2. Dalam masyarakat modern kebanyakan komunikasi dilaksanakan secara
tertulis. Hukum tertulis telah menggantikan hukum adat. Selanjutnya
keharusan sosial menyangkut alokasi tenaga kerja didasarkan pada
catatan mengenai lapangan kerja, lamaran tertulis, surat rekomendasi dan
lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai