Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budaya dan kehidupan manusia menjadi sebuah kenyataan yang tidak bisa
dipisahkan. Aktivitas budaya sangat mempengaruhi kualitas kehidupan manusia, dan
kualitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh kesadaran intelektualnya.
Kesadaran intelektual yang minim menjadikan kualitas pendidikan kita semakin
menurun. Oleh karena itu, pentingnya menanamkan kesadaran intelektual dalam
setiap langkah pendidikan. Sebab intelektual merupakan bagian yang melekat dalam
dunia pendidikan.

Kesadaran intelektual yang perlu dibangun berdasarkan proses yang berjalan


perlu mendapatkan pengawalan dengan memperhatikan nilai-nilai religius. Karena
sampai saat ini religi atau agama masih memiliki peran yang strategis dalam
membentengi segala macam kerusakan.

Manifestasi kebudayaan dalam pendidikan Islam merupakan kenyataan yang


tidak bisa dihindari. Oleh karenanya harus disikapi dengan arif dan bijaksana.sebab
membangun intelektualisme budaya melalui nilai-nilai pendidikan Islam bisa
menjadikan budaya lebih penuh makna. Sebaliknya pendidikan Islam yang
berkembang seiring dengan perkembangan budaya perlu mendapatkan respon yang
serius sebagai wujud adaptasi terhadap kemajuan zaman.

Dinamika zaman yang demikian pesat jika tidak diimbangi justru akan
menggerus semua yang ada. Termasuk di antaranya akan menggerus dunia
pendidikan, dimana masih ada nilai-nilai pendidikan yang bersifat rigid dan kaku
tanpa dikontekstualisasikan dengan realitas budaya. Karenanya, pendidikan harus
senantiasa dengan perubahan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip
dalam Pendidikan Islam, yakni prinsip perubahan yang diinginkan.1

Berangkat dari itulah, makalah ini akan mengulas tentang bagaiman


membangun kebudayaan dan pendidikan Islam sehingga dapat berjalan beriringan
tanpa harus menghapus nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Dengan
harapan kebekuan dan kekakuan dalam dunia Islam bisa teratasi.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian kebudayaan dan pendidikanIslam serta tujuannya?


2. Bagaimana Relasi pendidikan Islam dan kebudayaan?
3. Bagaimana membangun budaya Islam di sekolah?

1
Omar Muhammad Al-Toumy Al- Syaibany, Falsafal Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang 1979), hlm 441
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian kebudayaan

Kebudayaan merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata budaya yang
mendapat awalan ke dan akhiran an. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa: “budaya” adalah pikiran dan akal budi.2 Kebudayaan berasal dari
bahasa Sansakerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi
atau akal). Budi mempunyai arti akal, kelakuan, dan norma. Sedangkan “daya”
berarti hasil karya cipta manusia. Dengan demikian, kebudayaan adalah semua hasil
karya, karsa dan cipta manusia di masyarakat.

Sedangkan istilah kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia


diartikan hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti
kepercayaan, kesenian, adat istiadat. Sedangkan dalam kamus Oxford Learners
Pocket Dictionary, istilah kebudayaan disebut dengan culture diartikan beliefs, art,
way of life, etc of a particular country or group.

Para ahli memberkan definisi kebudayaan sebagai berikut:

1. Kebudayaan menurut Marimba segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia


untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.3
2. Kebudayaan adalah pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam suatu
masyarakat. Kebudayaan meliputi keseluruhan pengetahuan, kepercayaan,
keterampilan, kesenian, moral, hokum, adar istiadat, dan kebiasaan manusia. 4

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah segala


sesuatu yang diciptakan oleh manusia (akal budi) seperti kepercayaan, kesenian, adat
2
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, ( Jakarta: PN Balai
Pustaka, 1985), cet. VIII, h. 157.
3
Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Maarif 1986), hlm.
124
4
S Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi AKsara, 1995), hlm. 63
istiadat, pandangan hidup, pola perilaku yang secara umum terdapat dalam
masyarakat. Kebudayaan dapat juga dikatakan merupakan kebiasaan yang dilakukan
oleh manusia.

Sedangakan menurut Koentjoroningrat yang ditulis oleh Jalaluddin dalam


bukunya “Psikologi Agama” membagi kebudayaan menurut bentuk dan isinya ada
tiga macam : 5

1. Sistem Kebudayaan (Cultural system ), suatu kebudayaan yang berwujud gagasan,


pikiran, konsep, nilai nilai budaya, norma norma, pandangan yang bentuknya
abstrak.

2. Sistem Sosial (Social System), berwujud aktivitas, tingkah laku berpola, perilaku,
upacara serta ritus ritus yang wujudnya lebih konkrit dan dapat diamati.

3. Benda benda budaya (Material Culture), sebagai kebudayaan pisik atau


kebudayaan material. Benda budaya merupakan tingkah laku dan karya pemangku
kebudayaan.

Kebudayaan Islam merupakan suatu sistem yang memiliki sifat-sifat ideal,


sempurna, praktis, aktual, diakui keberadaanya dan senantiasa diekspresikan. Al-
Qur’an memandang kebudayaan sebagai suatu proses dan meletakkan kebudayaan
sebagai eksistensi hidup manusia. Kebudayaan merupakan sebuah totalitas kegiatan
manusia yang mencakup akal, hati dan tubuh yang menyatu dalam sebuah perbuatan.
Oleh karena itu dapat dipahami kebudayaan merupakan hasil akal budi, karya cipta
dan rasa manusia sehingga tidak mungkin terlepas dengan nilai nilai kemanusiaan
yang bersifat universal walaupun sangat mungkin terlepas dari nilai nilai ketuhanan.
Kebudayaan Islam adalah hasil akal, budi, cipta, rasa dan karsa manusia yang
berlandaskan pada nilai nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal manusia untuk
berkiprah dan berkembang.

5
Jalaluddin, 2009, Psikologi Agama, PT Raja Graafindo Prsada, Jakarta
Perkembangan kebudayaan yang didasari dengan nilai-nilai keagamaan
menunjukkan agama memiliki fungsi yang demikian jelas. Maju mundurnya
kehidupan umat manusia disebabkan adanya hal hal yang terbatas dalam
memecahkan berbagai persoalan dalam hidup dan kehidupan manusia sehingga
dibutuhkan suatu petunjuk berupa wahyu Allah serta sabda Nabi Muhammad sebagai
asas kebudayaan manusia Islam, yang selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi
suatu peradaban yaitu peradaban atau budaya yang Islami.

Kebudayaan akan terus berkembang selama masih ada kehidupan manusia,


segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan dan kreativitas manusia
akan selalu terkait dengan kebudayaan orang lain.

Di sinilah menunjukkan manusia sebagai makhluk yang budaya dan sosial


yang tidak pernah berhenti aktivitasnya dan tidak akan pernah bisa hidup tanpa
bantuan manusia lainnya. Kebudayaan baru akan berhenti jika manusia sudah tidak
sanggup lagi mengggunakan akal budinya.

B. Pengertian dan tujuan pandidikan (Islam)

Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indoenesia berasal dari kata didik
yang mendapat awalan “pen” dan akhiran “an”, dimana dapat diartikan sebagai
perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik.6 Dengan demikian arti pendidikan
erat hubungannya dengan tindakan atau perbuatan mendidik objek yang lakukan oleh
subjek yang disebut pendidik. M. Ngalim Poerwanto mendefinisikan pendidikan
ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk
memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.7

Ki Hadjar Dewantoro menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha yang


dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan

6
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta : Balai Pustaka, 1991,
Cet-12), h. 250
7
M.Ngalim Poerwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung :Rosdakarta, 1990),
h. 10
kebahagian manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi
sering merupakan perjuangan pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh
kearah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin.
Pendidik adalah usaha kebudayaan, berasakan peradaban, yakni memajukan hidup
agar mempertinggi derajat kemanusian.8

Berdasarkan definisi pendidikan tersebut diatas dapat dipahami bahwa


pendidikan bukan saja proses pentransferan ilmu pengatahuan dari pendidik ke
peserta didik, melainkan banyak indikator lainnya yang berhubungan dengan
pendidikan. Rumusan pendidikan tersebut meberikan pandangan yang cukup
dinamis, modern dan progresif dimana pendidikan tidak kita pahami hanya sebatas
proses pembentukan dan pembelajaran dalam menciptakan generasi-genarasi yang
berdaya guna, melaikan lebih dari pada itu proses pendidikan dapat memberi ruang
dalam membangun masa depan bangsa yang berkebudayan dan berperadaban.

Pendidikan dalam bahasa Arab dapat dijumpai dalam kata Tarbiyah, selain
kata Tarbiyah dapat dijumpai pula kata Ta’lim , Menurut Jusuf A. Faisal, Pakar
dalam bidang pendidikan mengatakan bahwa pengertian pendidikan Islam dari sudut
etimologi (ilmu akar kata) kata Tabiyah dan Ta‟lim yang berasal dari kata ‘allama
dan rabba’yang dipergunakan didalam al-Quran, sekalipun kata Tarbiyah lebih luas
konotasinya, yaitu mengandung makna mengajar (allama). Definisi arti kata dalam
bahasa Arab pun pada dasarnya tak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia.

Dengan demikian dapat kita katakan proses pendidikan dalam memberi


pembelajaran dan pengarahan kepada anak didik dalam rangka menjadikan sang
anak manusia yang kaffah (Insan Kamil). Hakikat dari pendidikan tentunya akan
berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan memberikan stimulus baik secara jiwa
dan raga, jasmani dan rohani bagi sang anak didik. Manusia adalah makhluk Allah
Swt yang diangrahkan nikmat yang banyak dalam kehidupan di dunia dibandingkan

8
Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, Yogyakarta, Majelis Luhur Persatuan
Taman Siswa, 1962, h. 166
dengan mahluk lainnya. Manusia dapat mempelajari apa yang ada dan mungkin ada
dengan baik dan benar, manusia dapat mengetahui kebenaran dan kedzaliman,
manusia juga dapat mengikat waktu.

Pendidikan dapat menjadikan manusia memiliki kesadaran akan dirinya


sebagai makhluk Allah Swt yang sempurna dan memiliki tugas sebagai Kholifah di
muka bumi. Proses pendidikan yang bertujuan menjadikan Insan Kamil tersebut
membutuhkan pendidik yang memiliki pemahaman yang sangat mumpuni dalam
membantu membimbing sang anak menuju Insan kamil.

Terkait dengan definisi pendidikan sebagaimana telah kita pahami


sebelumnya, arti Pendidikan Agam Islam dapat kita artikan berdasarkan asal kata
perkata. Selanjutnya penulis akan membahas akan arti kata “Agama” secara bahasa
“A” berarti “tidak” dan “gama” berarti “kacau” berdasarkan hal tersebut maka dapat
diartikan agama adalah tatanan atau aturan agar tidak kacau / tertata dengan baik
sehingga menghantarkan manusia menuju kebahagian duniawi dan ukhrawi. Dalam
pemahaman barat, konsep agama (religion) dipandang lebih sempit dan terbatas bila
dibandingkan dengna konsep agama (ad-din) dalam.

Pendidikan islam adalah pendidikan yang sadar dan bertujuan Allah


meletakkan azaz-azaznya bagi seluruh manusia di dalam syariat ini. Oleh sebab itu,
sudah semestinya mangkaji pendidikan terlebih dahulu dan menjelaskan tujuan yang
luhur dan luas, yang telah ditetapkan oleh Allah sebagai aktivitas manusia karena
tujuannya merupakan kompas, barometer, sekaligus evaluator dan penyelenggaraan
suatu pendidikan.

Sebagai karakter suatu pendidikan yang bercorak Islam, maka sudah tentu
dalam perumusan tujuan pendidikannya mengacu dan berpihak pada hokum-hukum
ajaran Islam. Adapun tujuan pendidikan Islam dapat dilihat sebagai berikut.

Para ahli pendidikan memberikan pendapat tentang tujuan pedidikan Islam,


diantaranya:
1. Al-abrary mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan Islam adalah
pembentukan akhlak yang utama atau pembentukan moral yang tinggi.
2. Zaini mengatakan tujuan utama pendidikan Islam adalah membentuk manusia
yang berjasmani kuat, sehat, terampil, berotak cerdas dan berilmu banyak,
berhati tunduk kepada Allah serta mempunyai semangat kerja yang hebat,
disiplin yang tinggi dan pendirian yang teguh.
3. Chabib thoha mengatakan tujuan pendidikan Islam adalah
- Menumbuhkan dan mengembangkan ketakwaan kepada Allah SWT
- Membina dan memupuk akhlakul kharimah
- Menumbuhkan sikap dan jiwa yang selalu beribadah
- Menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa yang beramar ma’ruf nahi
munkar.
- Menumbuhkan kesadaran ilmiah, melalui kegiatan penelitian, baik
terhadap kehidupan manusia, alam maupun kehidupan makhluk Allah
semesta.

Dengan demikian berdasarkan rumusan tentang tujuan pendidikan Islam


dapat diformulasikan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya
kepribadian muslim yang mempunyai otak cerdas, berilmu banyak, berhati tunduk
kepada Allah serta mempunyai semangat kerja yang hebat, disiplin yang tinggi dan
pendirian yang teguh sehingga dapat menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa yang
yang beramar ma’ruf nahi munkar.

Sementara itu dasar pendidikan Islam adalah Al-Quran, as-Sunnah, qiyas,


ijma, dan sumber-sumber perundangan bimbingan dalam syariat Islam.9

C. Relasi antara kebudayaan dan pendidikan (Islam)

9
Al-syaibani, Omar Muhammad Al-Touny, 1979, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang
Salah satu aspek penting yang berpengaruh besar terhadap keberadaan suatu
kebudayaan adalah pendidikan.10 Pendidikan dipahami sebagai proses transfer nilai
(values), pengetahuan (knowledge) dan ketrampilan (skill) kepada generasi muda
agar mampu hidup lebih baik.11 Dalam pengertian ini, pendidikan bisa berlangsung
secara formal di sekolah, keluarga (informal) maupun masyarakat (non-formal).
Dalam perspektif kebudayaan, praktek pendidikan terjadi di dalam interaksi antara
manusia dalam suatu masyarakat yang berbudaya. Tidak ada pendidikan yang terjadi
di arena yang vakum. Berdasarkan pandangan tersebut, kebudayaan mempunyai
keterkaitan dengan pendidikan. Dalam keterkaitan tersebut,12 berargumentasi, apabila
kebudayaan dipahami berdasarkan rumusan Tylor di mana kebudayaan mempunyai
tiga unsur penting yaitu kebudayaan sebagai suatu tata kelola kehidupan (order),
kebudayaan sebagai suatu proses dan kebudayaan yang mempunyai suatu visi
tertentu (goals), maka pendidikan dalam rumusan tersebut adalah sebenarnya proses
pembudayaan. Oleh karena itu antara pendidikan dan kebudayaan mempunyai
hubungan yang sangat erat dan berbicara pada tataran yang sama, yaitu nilai-nilai .13

Implikasi dari globalisasi menjalar keberbagai sector yang ada termasuk pada
kebudayaan. Dampak yang bisa dirasakan adalah adanya pertukaran antarnegara.
Contoh, dalam berpakaian, dahulu wanita Indonesia memakai pakaian bawahan
kebaya, sekarang hal tersebut digeser dengan pakaian jeans.

Apabila dilihat secara mendalam, ternyata Indonesia merupakan salah-satu


Negara multicultural terbesar di dunia. Hal ini bisa dilihat jumlah pulau di Indonesia
13.000 pulau. Populasi penduduknya lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku
yang menggunakan hamper 200 bahasa yang berbeda. Selain itu mereka juga

10
Juanda, 2010, “Peranan Pendidikan Formal dalam Proses Pembudayaan”, Jurnal Lentera
Pendidikan, Volume 13, Nomor 1 Juni.
11
Azizy, Qadri, 2002, Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial, Semarang:
Aneka Ilmu.
12
Tilaar, H.A.R., 2002a, Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia,
Bandung: Remaja Rosda Karya.
13
Ibid hal.5
menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katolik, Kristen,
Hindu, Budha Konghucu serta berbagai aliran kepercayaan.14

Sekolah atau lembaga pendidikan dituntut untuk menyesuaikan diri dengan


perkembangan zaman dan harus relevan dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan
peserta didiknya. Apabila tidak demikian, lembaga pendidikan itu akan sepi dengan
peminatnya. Ini mengandung arti bahwa Islam itu selalu terbuka dengan budaya apa
pun, selama budaya itu dijadikan media untuk mengembangkan Islam.

Bagi proses pendidikan, kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan


pendidikan.15Tujuan dan sasaran sebuah proses pendidikan akan sulit tercapai tanpa
adanya sebuah kurikulum. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
maka kurikulum pun harus mengikuti perkembangan zaman. Ketika penyusunan
kurikulum PAI kerangka dasar penyusunannya harus bersumber dari al-Qur’an dan
al-
Hadits yang menjadi pegangan pokok umat Islam.Selanjutnya Gunawan
menambahkan bahwa dalam penyusunan kurikulum PAI juga menjaga serta
mengembangkan prinsip-prinsip yang islami, di antaranya adalah prinsip rahmatan
lil’aalamiin yaitu prinsip pemeliharaan perbedaan individual, perbedaan minat,
perbedaan kebutuhan serta perbedaan kebudayaan.16

Pendidikan yang berwawasan budaya dalam lingkup ke-Indonesiaan


merupakan pendidikan yang mengakui bahwa Indonesia mempunyai beraneka ragam
budaya. Secara sederhana mempunyai padanan arti dengan pendidikan multicultural.
Menurut H.A.R. Tilaar, pendidikan multikultural menawarkan pengembangan empat
nilai; (1) apresiasi terhadap kenyataan pluralitas budaya dalam masyarakat, (2)
pengakuan terhadap harkat martabat manusia dan hak asasinya, (3) pengembangan
14
Yaqin, M. Ainul, 2007, Pendidikan multicultural: crosscultural Understanding untuk
demokrasi dan keadilan, Yogyakarta: Pilar Media.
15
Nik Haryanti, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Bandung: Alfabeta,
2014), h. 1
16
Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Bandung:
Alfabeta, 2013), h. 33
tanggung jawab masyarakat dunia, (4) pengembangan tanggung jawab manusia
terhadap planet bumi.17

Kurikulum dan materi pendidikan berwawasan budaya bagaimana pun tidak


dapat terlepas dari dimensi perkembangan pendidikan multikultural. Kurikulum
pendidikan multikultural disini bukan berarti terdapat mata pelajaran khusus untuk
pengembangan pendidikan multikultural, namun pendidikan multikultural mendasari
dan menjiwai berbagai mata pelajaran, tak terkecuali pendidikan agama Islam.
Adapun komponen yang termasuk dalam kurikulum pendidikan multikultural antara
lain tentang studi etnis, minoritas, gender, kesadaran kultur, hubungan antarsesama
manusia, dan pengklarifikasian nilai-nilai dalam suatu kebudayaan.

Prinsip-prinsip pendidikan berwawasan budaya mengacu pada pendidikan


multikultural yaitu; pertama, pemilihan materi pelajaran harus terbuka secara budaya
didasarkan pada siswa sehingga dapat menyatukan opini-opini yang berlawanan dan
interpretasi-interpretasi yang berbeda. Kedua, Isi materi pelajaran yang dipilih harus
mengandung perbedaan dan persamaan dalam lintas kelompok. Ketiga, materi
pelajaran yang dipilih harus sesuai dengan konteks waktu dan tempat. Keempat,
pengajaran semua pelajaran harus menggambarkan dan dibangun berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan yang dibawa siswa ke kelas. Kelima, pendidikan
hendaknya memuat model belajar mengajar yang interaktif agar supaya mudah
dipahami.

Pendidikan Agama Islam (PAI) hendaknya terintegrasi dengan spirit


pendidikan berwawasan budaya. Oleh karena itu, dalam pengembangan kurikulum
PAI haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip berikut; pertama, bahwa Islam
mengajarkan konsep rahmatan lil’aalamiin, kedua, konsep ketaqwaan, yang dalam
Islam kedudukan tertinggi adalah yang paling bertaqwa kepada Allah. ketiga, konsep
persaudaran, yang berkeyakinan bahwa semua orang Islam baik kaya, miskin,

17
H.A.R. Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan: Suatu Tinjauan dari Perspektif Kultural,
(Magelang: Indonesia Tera, 2003), h. 172.
berkulit hitam maupun putih, berpangkat maupun masyarakat biasa, semua adalah
saudara. Maka menjadi tugas para pendidik pendidikan Islam maupun lembaga
pendidikan Islam untuk mengimplementasikan sistem pendidikan yang rohmatan
lil’aalamiin, tidak hanya sholeh untuk pribadi tapi juga sholeh untuk sosial
kemasyarakatan maupun bagi alam semesta.

Pendekatan budaya dimaksudkan sebagai cara pandang yang mendasari guru


atau pendidik untuk menyusun strategi, model, metode ataupun alat pembelajaran
dengan mempertimbangkan kondisi sosio-kultural peserta didik. Melalui pendekatan
ini, proses pendidikan agama akan mendapatkan konteksnya, karena berkaitan
dengan realitas subjektif anak, yakni nilai-nilai yang sudah diyakini sebelumnya,
sehingga memudahkan anak untuk menerima dan mengadaptasikannya. Demikian
halnya, pendekatan ini juga akan menghantarkan pendidikan agama Islam menjadi
bermakna karena berkaitan dengan relaitas objektif anak, berkaitan dengan
pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat.

D. Penerapan budaya Islam di sekolah

Berkaitan dengan pendidik dan peserta didik, tentu tidak bisa dilepaskan dari
pembicaran tentang manusia, lebih khusus lagi tentang fitrah manusia. Pendidik dan
peserta didik merupakan dua unsur dalam pendidikan yang diperankan oleh
manusia. Dalam hal ini keduanya merupakan unsur yang paling sering mengadakan
interaksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Pendidik dan peserta didik
dalam hal ini selalu terlibat dalam aktivitas kebudayaan khususnya budaya
pendidikan. Rasulullah SAW bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah:

“Tiada dari seorangpun yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan dalam keadaan


suci (fitrah), lalu kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau
Majusi”(al-Bukhārī, 1976:456).
Secara tidak langsung hadis di atas mengindikasikan bahwa setiap manusia
yang baru dilahirkan memiliki beberapa potensi, termasuk diantaranya potensi untuk
dididik. Dari potensi yang ada itu, akan sangat tergantung pada sosok yang mampu
mengarahkan potensinya, apakah akan dibawa ke arah yang positif atau di bawa ke
arah yang negatif. Dengan adanya ungkapan bahwa kedua orang tua yang akan
menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi adalah indikasi bahwa peran dari
pendidik sangat menentukan perkembangan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Meskipun dalam hadis tersebut yang disebutkan adalah kedua orang tua (orang tua
biologis), akan tetapi dalam kontekstualisasinya, tentu tidak hanya merujuk pada
kedua orang tua secara biologis saja, melainkan merujuk pada siapa pun yang
memiliki peran sebagai orang tua bagi setiap peserta didik baik secara formal,
informal, maupun non formal.

Untuk melahirkan individu yang berpendidikan, tentunya harus melalui suatu


proses yang disebut pendidikan. Setelah manusia menempuh suatu proses
pendidikan, maka diharapkan manusia tersebut mencapai tujuan-tujuan yang telah
dirumuskan oleh pendidikan dalam hal ini tentunya tujuan yang bernuansa Islam.
Setelah manusia tadi mencapai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan, hendaknya
diaplikasikan dalam kehidupan nyata bersama individu yang lain yang akhirnya akan
melahirkan kebudayaan.

Berangkat dari hal itulah lembaga pendidikan mesti melakukan sebuah


pembiasaan terhadap peserta didiknya, untuk membentengi adanya budaya luar yang
negative, di sekolah harus menerapkan budaya yang sesuai ajaran Islam, yakni:

1. Pakaian
Seringkali budaya pakaian yang dipakai pelajar sekarang cenderung meniru
gaya barat, yakni pakaian yang menampakkan lekuk tubuhnya. Hal ini jelas
bertentangan budaya pakaian Islam. Inti dari ajaran Islam tentang pakaian
adalah untuk menutup aurat bukan mengumbar aurat. Karenanya sekolah
mengeluarkan kebijakan tentang pakaian untuk peserta didik.
2. Salat jamaah
Salah satu barometer Islam adalah salat lima waktu, satu-satunya ibadah yang
diterima langsung oleh Rasulullah Saw di sidratul munthaha. Pembudayaan
salat berjamaah di sekolah akan meningkatkan kadar keimanan peserta didik
sehingga terbiasa disiplin waktu.
3. Salat sunnah dhuha
Selain shalat wajib, peserta didik dibiasakan melakukan salat dhuha di
sekolah, ini diharapkan agar peserta didik terbiasaa melakukan salat sunnah
4. Membiasakan membaca al-Quran
Budaya yang dilakukan selain di atas adalah membiasakan membaca al-
Quran. Pembiasaan tersebut dilaksanakan sebelum pelajaran Pendidikan
Agam Islam (PAI) dimulai dan sebelum salat dhuhur dilaksanakan di sekolah,
dengan demikian peserta didik diharapkan terbiasa membaca al-Quran di
rumah.
5. Dilarang membawa hp
Salah-satu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang adalah adanya
Hp (hand phone). Hp mempunyai dampak positi dan negative, adapun
dampak positifnya adalah memudahkan komunikasi dengan orang lain,
meskipun jaraknya jauh. Dengan Hp orang dapat berkomunikasi dengan
orang dimanapun tempatnya. Sedangkan negatifnya adalah hp digunakan
dalam hal-hal yang kurang baik, diantaranta menyimpan gambar atau film
porno, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan adalah hidup. Manusia dan pendidikan adalah dua hal yang tidak
terpisah. Karena manusia adalah subjek dan objek pendidikan. Melalui pendidikan
manusia mengembangkan potensinya. Pendidikan dan kebudayaan adalah dua hal
yang tidak bisa dipisahkan, pendidikan juga menentukan eksistensi dari sebuah
kebudayaan atau berkembangnya kebudayaan seiring dengan ilmu pengetahuan yang
akhirnya penjadi sebuah peradaban. Indonesia yang merupakan negara dengan
beraneka ragam budaya, sudah seharusnya saling menghormati dan toleransi untuk
menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara.
Potret pendidikan Islam perspektif budaya menjadi salah satu alternatif untuk
menjaga kerukunan dan keberagaman budaya Indonesia semenjak dari usia sekolah.
Pendidikan Islam mengenal prinsip Islam rahmatan lil’aalamiin yaitu Islam yang
membawa misi kedamaian, kasih sayang, saling menghormati, toleransi dalam
berinteraksi sosial. Dengan memahami dan menerapkan pendidikan agama (Islam)
yang perspektif budaya, diharapkan lembaga pendidikan agama Islam di Indonesia
dapat menghindarkan dari gesekan-gesekan konflik budaya yang sering
mengakibatkan pada terpecah belahnya sesama anak bangsa.

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai