PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya dan kehidupan manusia menjadi sebuah kenyataan yang tidak bisa
dipisahkan. Aktivitas budaya sangat mempengaruhi kualitas kehidupan manusia, dan
kualitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh kesadaran intelektualnya.
Kesadaran intelektual yang minim menjadikan kualitas pendidikan kita semakin
menurun. Oleh karena itu, pentingnya menanamkan kesadaran intelektual dalam
setiap langkah pendidikan. Sebab intelektual merupakan bagian yang melekat dalam
dunia pendidikan.
Dinamika zaman yang demikian pesat jika tidak diimbangi justru akan
menggerus semua yang ada. Termasuk di antaranya akan menggerus dunia
pendidikan, dimana masih ada nilai-nilai pendidikan yang bersifat rigid dan kaku
tanpa dikontekstualisasikan dengan realitas budaya. Karenanya, pendidikan harus
senantiasa dengan perubahan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip
dalam Pendidikan Islam, yakni prinsip perubahan yang diinginkan.1
B. Rumusan Masalah
1
Omar Muhammad Al-Toumy Al- Syaibany, Falsafal Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang 1979), hlm 441
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kebudayaan
Kebudayaan merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata budaya yang
mendapat awalan ke dan akhiran an. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa: “budaya” adalah pikiran dan akal budi.2 Kebudayaan berasal dari
bahasa Sansakerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi
atau akal). Budi mempunyai arti akal, kelakuan, dan norma. Sedangkan “daya”
berarti hasil karya cipta manusia. Dengan demikian, kebudayaan adalah semua hasil
karya, karsa dan cipta manusia di masyarakat.
2. Sistem Sosial (Social System), berwujud aktivitas, tingkah laku berpola, perilaku,
upacara serta ritus ritus yang wujudnya lebih konkrit dan dapat diamati.
5
Jalaluddin, 2009, Psikologi Agama, PT Raja Graafindo Prsada, Jakarta
Perkembangan kebudayaan yang didasari dengan nilai-nilai keagamaan
menunjukkan agama memiliki fungsi yang demikian jelas. Maju mundurnya
kehidupan umat manusia disebabkan adanya hal hal yang terbatas dalam
memecahkan berbagai persoalan dalam hidup dan kehidupan manusia sehingga
dibutuhkan suatu petunjuk berupa wahyu Allah serta sabda Nabi Muhammad sebagai
asas kebudayaan manusia Islam, yang selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi
suatu peradaban yaitu peradaban atau budaya yang Islami.
Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indoenesia berasal dari kata didik
yang mendapat awalan “pen” dan akhiran “an”, dimana dapat diartikan sebagai
perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik.6 Dengan demikian arti pendidikan
erat hubungannya dengan tindakan atau perbuatan mendidik objek yang lakukan oleh
subjek yang disebut pendidik. M. Ngalim Poerwanto mendefinisikan pendidikan
ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk
memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.7
6
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta : Balai Pustaka, 1991,
Cet-12), h. 250
7
M.Ngalim Poerwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung :Rosdakarta, 1990),
h. 10
kebahagian manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi
sering merupakan perjuangan pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh
kearah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin.
Pendidik adalah usaha kebudayaan, berasakan peradaban, yakni memajukan hidup
agar mempertinggi derajat kemanusian.8
Pendidikan dalam bahasa Arab dapat dijumpai dalam kata Tarbiyah, selain
kata Tarbiyah dapat dijumpai pula kata Ta’lim , Menurut Jusuf A. Faisal, Pakar
dalam bidang pendidikan mengatakan bahwa pengertian pendidikan Islam dari sudut
etimologi (ilmu akar kata) kata Tabiyah dan Ta‟lim yang berasal dari kata ‘allama
dan rabba’yang dipergunakan didalam al-Quran, sekalipun kata Tarbiyah lebih luas
konotasinya, yaitu mengandung makna mengajar (allama). Definisi arti kata dalam
bahasa Arab pun pada dasarnya tak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia.
8
Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, Yogyakarta, Majelis Luhur Persatuan
Taman Siswa, 1962, h. 166
dengan mahluk lainnya. Manusia dapat mempelajari apa yang ada dan mungkin ada
dengan baik dan benar, manusia dapat mengetahui kebenaran dan kedzaliman,
manusia juga dapat mengikat waktu.
Sebagai karakter suatu pendidikan yang bercorak Islam, maka sudah tentu
dalam perumusan tujuan pendidikannya mengacu dan berpihak pada hokum-hukum
ajaran Islam. Adapun tujuan pendidikan Islam dapat dilihat sebagai berikut.
9
Al-syaibani, Omar Muhammad Al-Touny, 1979, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang
Salah satu aspek penting yang berpengaruh besar terhadap keberadaan suatu
kebudayaan adalah pendidikan.10 Pendidikan dipahami sebagai proses transfer nilai
(values), pengetahuan (knowledge) dan ketrampilan (skill) kepada generasi muda
agar mampu hidup lebih baik.11 Dalam pengertian ini, pendidikan bisa berlangsung
secara formal di sekolah, keluarga (informal) maupun masyarakat (non-formal).
Dalam perspektif kebudayaan, praktek pendidikan terjadi di dalam interaksi antara
manusia dalam suatu masyarakat yang berbudaya. Tidak ada pendidikan yang terjadi
di arena yang vakum. Berdasarkan pandangan tersebut, kebudayaan mempunyai
keterkaitan dengan pendidikan. Dalam keterkaitan tersebut,12 berargumentasi, apabila
kebudayaan dipahami berdasarkan rumusan Tylor di mana kebudayaan mempunyai
tiga unsur penting yaitu kebudayaan sebagai suatu tata kelola kehidupan (order),
kebudayaan sebagai suatu proses dan kebudayaan yang mempunyai suatu visi
tertentu (goals), maka pendidikan dalam rumusan tersebut adalah sebenarnya proses
pembudayaan. Oleh karena itu antara pendidikan dan kebudayaan mempunyai
hubungan yang sangat erat dan berbicara pada tataran yang sama, yaitu nilai-nilai .13
Implikasi dari globalisasi menjalar keberbagai sector yang ada termasuk pada
kebudayaan. Dampak yang bisa dirasakan adalah adanya pertukaran antarnegara.
Contoh, dalam berpakaian, dahulu wanita Indonesia memakai pakaian bawahan
kebaya, sekarang hal tersebut digeser dengan pakaian jeans.
10
Juanda, 2010, “Peranan Pendidikan Formal dalam Proses Pembudayaan”, Jurnal Lentera
Pendidikan, Volume 13, Nomor 1 Juni.
11
Azizy, Qadri, 2002, Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial, Semarang:
Aneka Ilmu.
12
Tilaar, H.A.R., 2002a, Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia,
Bandung: Remaja Rosda Karya.
13
Ibid hal.5
menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katolik, Kristen,
Hindu, Budha Konghucu serta berbagai aliran kepercayaan.14
17
H.A.R. Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan: Suatu Tinjauan dari Perspektif Kultural,
(Magelang: Indonesia Tera, 2003), h. 172.
berkulit hitam maupun putih, berpangkat maupun masyarakat biasa, semua adalah
saudara. Maka menjadi tugas para pendidik pendidikan Islam maupun lembaga
pendidikan Islam untuk mengimplementasikan sistem pendidikan yang rohmatan
lil’aalamiin, tidak hanya sholeh untuk pribadi tapi juga sholeh untuk sosial
kemasyarakatan maupun bagi alam semesta.
Berkaitan dengan pendidik dan peserta didik, tentu tidak bisa dilepaskan dari
pembicaran tentang manusia, lebih khusus lagi tentang fitrah manusia. Pendidik dan
peserta didik merupakan dua unsur dalam pendidikan yang diperankan oleh
manusia. Dalam hal ini keduanya merupakan unsur yang paling sering mengadakan
interaksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Pendidik dan peserta didik
dalam hal ini selalu terlibat dalam aktivitas kebudayaan khususnya budaya
pendidikan. Rasulullah SAW bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah:
1. Pakaian
Seringkali budaya pakaian yang dipakai pelajar sekarang cenderung meniru
gaya barat, yakni pakaian yang menampakkan lekuk tubuhnya. Hal ini jelas
bertentangan budaya pakaian Islam. Inti dari ajaran Islam tentang pakaian
adalah untuk menutup aurat bukan mengumbar aurat. Karenanya sekolah
mengeluarkan kebijakan tentang pakaian untuk peserta didik.
2. Salat jamaah
Salah satu barometer Islam adalah salat lima waktu, satu-satunya ibadah yang
diterima langsung oleh Rasulullah Saw di sidratul munthaha. Pembudayaan
salat berjamaah di sekolah akan meningkatkan kadar keimanan peserta didik
sehingga terbiasa disiplin waktu.
3. Salat sunnah dhuha
Selain shalat wajib, peserta didik dibiasakan melakukan salat dhuha di
sekolah, ini diharapkan agar peserta didik terbiasaa melakukan salat sunnah
4. Membiasakan membaca al-Quran
Budaya yang dilakukan selain di atas adalah membiasakan membaca al-
Quran. Pembiasaan tersebut dilaksanakan sebelum pelajaran Pendidikan
Agam Islam (PAI) dimulai dan sebelum salat dhuhur dilaksanakan di sekolah,
dengan demikian peserta didik diharapkan terbiasa membaca al-Quran di
rumah.
5. Dilarang membawa hp
Salah-satu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang adalah adanya
Hp (hand phone). Hp mempunyai dampak positi dan negative, adapun
dampak positifnya adalah memudahkan komunikasi dengan orang lain,
meskipun jaraknya jauh. Dengan Hp orang dapat berkomunikasi dengan
orang dimanapun tempatnya. Sedangkan negatifnya adalah hp digunakan
dalam hal-hal yang kurang baik, diantaranta menyimpan gambar atau film
porno, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan adalah hidup. Manusia dan pendidikan adalah dua hal yang tidak
terpisah. Karena manusia adalah subjek dan objek pendidikan. Melalui pendidikan
manusia mengembangkan potensinya. Pendidikan dan kebudayaan adalah dua hal
yang tidak bisa dipisahkan, pendidikan juga menentukan eksistensi dari sebuah
kebudayaan atau berkembangnya kebudayaan seiring dengan ilmu pengetahuan yang
akhirnya penjadi sebuah peradaban. Indonesia yang merupakan negara dengan
beraneka ragam budaya, sudah seharusnya saling menghormati dan toleransi untuk
menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara.
Potret pendidikan Islam perspektif budaya menjadi salah satu alternatif untuk
menjaga kerukunan dan keberagaman budaya Indonesia semenjak dari usia sekolah.
Pendidikan Islam mengenal prinsip Islam rahmatan lil’aalamiin yaitu Islam yang
membawa misi kedamaian, kasih sayang, saling menghormati, toleransi dalam
berinteraksi sosial. Dengan memahami dan menerapkan pendidikan agama (Islam)
yang perspektif budaya, diharapkan lembaga pendidikan agama Islam di Indonesia
dapat menghindarkan dari gesekan-gesekan konflik budaya yang sering
mengakibatkan pada terpecah belahnya sesama anak bangsa.
B. Saran