Anda di halaman 1dari 15

DASAR FILSAFAT & PENDIDIKAN DI INDONESIA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah: Filsafat dan Ilmu Pendidikan

Dosen Pengampu: Dr. Fauzan, M.A

Disusun oleh :

Lulu Huril Ain 11210183000099

Irma Hermawati 11210183000114

Siti Aisyah Al-Humaira 11210183000125

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, shalawat dan salam
juga disampaikan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. serta sahabat dan
keluarganya. Dengan kebaikan beliau yang telah membawa kita dari zaman kebodohan ke
zaman berilmu seperti sekarang ini.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Filsafat dan
Ilmu Pendidikan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
“Dasar Filsafat dan Pendidikan Indonesia” bagi para pembaca dan juga penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Fauzan, M.A selaku dosen mata
kuliah Filsafat dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 06 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……..................................................................................................i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa ..........................................................2
1. Keselarasan tujuan negara dengan tujuan pendidikan..............................2
2. Analisis filsafati tujuan pendidikan …………………………………….4
3. Filsafat pendidikan nasional ……………................................................5

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………...11


1. Kesimpulan …………………………………………………………………….......11
2. Saran …………………………………………………………………….................11
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia baru lahir pada tahun 1945, tetapi bangsa Indonesia sudah lahir, tumbuh dan
berkembang selama ribuan tahun sebelumnya. Dalam perjalanan sejarah dan kebudayaan
bangsa itu, diketahui adanya kandungan jiwa bangsa yang menjadi sumber kebudayaan
bangsa itu. Bangunan jiwa bangsa itu pada zaman modern dikenal dengan nama Pancasila
yang oleh Soekarno selaku penggalinya ditegaskan jauh bermula dari lapisan tertua
kebudayaan bangsa.
Pancasila terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-
pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia
yang ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 itu bermula dari Pancasila sebagai
ideologi kebangsaan. Konsepsi Pancasila sebagai ideologi kebangsaan yang diperjuangkan,
dirumuskan, dan disepakati oleh para pendiri negara itu, nilai-nilainya berasal dan telah
dialami oleh bangsa Indonesia sebagai pengalaman hidupnya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa


Di dalam kehidupan manusia baik individual atau kelompok, peran ideologi sangat
penting untuk menuntun mereka agar tidak kehilangan arah dan serta menjaga sikap mereka
dalam bertindak dan berpikir. Ideologi merupakan kesatuan sistem ide-ide yang menawarkan
pandangan hidup yang rasional (way of life) kemudian dijadikan tuntunan hidup antara benar
atau salah dalam melakukan tindakan atau berpikir.
Lahirnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara tidak bisa dipisahkan dari sejarah
Indonesia. Contoh penerapan ideologi Pancasila tertera pada sila pertama yaitu seseorang berhak
dalam memilih agama yang akan dianutnya. Jadi, negara tidak boleh memaksa seseorang harus
memeluk satu diantara agama tertentu. Lalu, saling menghormati sesuai adab ketimuran yang
sesuai dengan Pancasila sila kedua.
Di dalam berbagai sistem pengetahuan ilmiah, Pancasila merupakan “sistem ilmiah
kefilsafatan”. Pancasila merupakan ilmu ilmiah yang menduduki tingkat tertinggi. Ilmu filsafat
Pancasila adalah ilmu filsafat kemanusiaan yang bersifat abstrak. Unsur-unsurnya adalah nilai
(abstrak), norma (konkret), dan moral (etika). Filsafat Pancasila lebih menekankan pada etika
atau moral tingkah laku manusia. Pancasila adalah sumber daripada moralitas terutama dengan
legitimasi kekuasaan, hukum, serta beberapa kebijakan dalam pelaksanaan negara.
Secara fisolofis, keterkaitan nilai-nilai luhur yang melekat pada diri pribadi dan perilaku
manusia adalah pondasi untuk manusia dalam bernegara dan berbangsa, yang telah tersusun pada
undang-undang yang telah disepakati bersama.

1. Keselarasan tujuan negara dengan tujuan pendidikan


Tujuan negara adalah untuk melindungi segenap warganya dan seluruh tumpah darahnya,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan warganya.
Pada dasarnya Pendidikan merupakan proses untuk membantu menusia untuk
mengembangkan potensi dirinya agar mampu menghadapi setiap perubahan yang akan
terjadi di masa yang akan mendatang. Semakin berkembangnya zaman, Pendidikan
banyak menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satunya adalah, rendahnya

2
mutu Pendidikan di negara ini sehingga membuat tenaga Pendidikan mempunyai
tantangan untuk mengelola agar mutu Pendidikan di Indonesia mempunyai peningkatan.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam agenda pemerintah untuk
menunjang kemajuan bangsa karna Pendidikan adalah sumber daya untuk meningkatkan
Sumber Daya Manusia (SDM) dan selaras dengan tujuan bangsa yaitu untuk melindungi
segenap warganya dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan warganya. Oleh karena itu kita mempunyai peran untuk
meningkatkan mutu khususnya pada sekolah dasar.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Berikut penjelasan dari tujuan pendidikan nasional tersebut:
1. Menjadi Manusia yang Beriman dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Tujuan pendidikan yang pertama ini menunjukkan bahwa iman dan takwa kepada
Tuhan yang Maha Esa adalah faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap kualitas
sumber daya manusia. Apalagi dalam Pancasila yang merupakan dasar negara, sila
pertama juga berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa. Dalam hal ini, pendidikan nasional
harus mengedepankan pendidikan agama. Kualitas pendidikan agama yang akan
membuat hubungan manusia dengan Tuhan-Nya dan sesama manusia juga akan
membaik. Jika tujuan ini tercapai maka suatu bangsa akan memiliki calon penerus
dengan sumber daya manusia yang baik.

2. Menjadi Manusia yang Berakhlak Mulia


Tujuan pendidikan nasional yang kedua ini berkaitan dengan manusia yang memiliki
sifat berbeda-beda. Setiap individu memiliki sifat yang berbeda, dan perbedaan ini
berpotensi menimbulkan konflik antar individu. Oleh karena itu, akhlak mulia adalah
salah satu solusi untuk menghindari konflik antar individu. Membentuk manusia yang
berakhlak mulia harus diterapkan pada pendidikan pada level terendah hingga tertinggi.
Kehidupan berbangsa dan bernegara akan menjadi lebih baik dengan adanya akhlak
mulia.

3
3. Menjadi Manusia yang Cakap
Tujuan pendidikan selanjutnya adalah menjadi manusia yang cakap. Hal ini sangat
penting sebagai tolak ukur kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Selama atau
setelah mengenyam pendidikan, sorang peserta didik harus memiliki suatu kecakapan
tertentu. Cakap dalam menulis dan membaca merupakan keharusan peserta didik. Kedua
kemampuaan tersebut tentunya dapat membuat seseorang memahami dan dapat
menyampaikan apa yang dipelajarinya.

2. Analisis filsafati tujuan pendidikan di Indonesia


Pengetahuan yang merupakan produk kegiatan berpikir merupakan obor
pencerahan peradaban dimana manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup
dengan lebih sempurna. Berbagai peralatan dikembangkan manusia untuk meningktkan
kualitas hidupnya dengan menerapkan pengetahuan yang diperolehnya. Proses penemuan
dan penerapan itulah yang menghasilan kapak dan batu zaman dulu sampai komputer
zaman ini.
Argumen ini menunjukkan bahwa berpikir kritis pada dasarnya merupakan sebuah
proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak
pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Oleh karenanya untuk mendapatkan pengetahuan,
ilmu membuat beberapa andaian (asumsi) mengenai obyek-obyek empiris. Asumsi ini
perlu, sebab pernyataan asumtif inilah yang memberikan arah dan landasan bagi kegiatan
penelahan kita. Maka dengan itu sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita
bisa menerima asumsi yang dikemukakaknya. Filsafat merupakan acuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan., disadari atau tidak, nampaknya dapat mempengaruhi
situasi dan kondisi yang memprihatinkan seperti saat ini, kita menumpukan seluruh
harapan kepada pendidikan, karena sadar bahwa hanya melalui pendidikan kita dapat
memperbaiki hidup. Memang seharusnya demikian, tetapi mengapa kehidupan bangsa ini
tidak juga mengalami perbaikan setelah lebih dari 60 tahun merayakan kemerdekaannya.
Mengapa pendidikan yang kita selenggarakan selama rentang waktu itu, dengan biaya
yang tentu saja tidak sedikit, belum juga mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa,

4
dengan keadaan ini menggambarkan ada masalah dengan pendidikan kita; itulah
jawabannya. Sistem pendidikan kita terbukti belum berhasil mengeluarkan bangsa ini
dari berbagai permasalahan hidup yang mengimpitnya.

Dari keterangan ini terlihat jelas dan lebih terfokus terhadap sistem pendidikan yang
belum maksimal rumusannya, sehingga hampir setiap ada pergantian pucuk pimpinan
negara, pemikiran rumusan kurikulum juga mengalami perubahan. Perubahan demi
perobahan terus berlanjut yang arahnya belum tuntas konsep satu dalam penerapannya
untuk diimplementasikan maksimal, muncul lagi konsep baru yang terjadi lagi pergantian
nama yang sampai saat ini dikenal kurikulum 2013. Artinya lain pimpinan lain pula
konsepnya, dan disitulah peranan Filsafat untuk terus menerus melihat aspek aspek yang
kurang untuk disempurnakan. Untuk mencapai suatu kesempurnaan dalam beraktivitas
sesuatu yang sangat sulit kita lakukan, namun jika sekiranya para pemimpin ingin ikhlas
dan menjabarkan segenap programnya untuk kemajuan pendidikan, dapat dipastikan
bahwa bangsa ini akan maju selangkah dengan situasi pendidikan bangsa lain.
Kemajuan suatu pendidikan merupakan langkah awal menuju kemajuan di bidang
lainnya. Kemajuan-kemajuan bangsa bangsa yang terkemuka saat ini bukan ditunjang
dengan keadaan alamnya yang melimpah, tetapi sangat ditunjang dengan kamajuan
pendidikan manusianya. Baik itu Amerika, Jepang, Jerman maupun bangsa bangsa di
Eropa Timur lainnya. Memajukan suatu pendidikan dampaknya bukan hanya terasa bagi
individu yang bersangkutan, namun dapat memberikan dampak yang positif terhadap
segenap manusia yang mempergunakannya.
Dari berbagai perspektif tentang fungsi dan tujuan Pendidikan di Indonesia adalah
berupaya untuk menciptakan bangsa yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan dan memiliki
pengetahuan serta wawasan luas dalam bernegara dan berbangsa. Pendidikan di Indonesia sangat
berperan penting dalam lingkungan masyarakat. Melalui Pendidikan, masyarakat bisa
mengetahui berbagai macam budaya, menciptakan tenaga kerja hingga menciptakan teknologi
canggih seperti saat ini.

3. Filsafat pendidikan nasional


Pendidikan Nasional adalah Pendidikan yang berdasar pada Pancasila dan UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional

5
Indonesia dan tanggap terhadap tuntunan zaman. Sistem Pendidikan nasional merupakan suatu
keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan Pendidikan yang berkaitan untuk
mengusahakan tercapainya suatu Pendidikan nasional.
UUD 1945 mengamanatkan pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan
undang-undang. Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan
pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan kehidupan lokal, nasional, dan perubahan global.
Untuk itu perlu dilakukan pembaruan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan.
Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 (bab IV pasal 5 ayat 1),
setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Karena itu, kesempatan memperoleh pendidikan merupakan hak setiap warga negara tanpa
membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, latar belakang sosial, dan tingkat kemampuan
ekonomi, kecuali satuan pendidikan yang bersifat khusus, seperti sekolah khusus wanita dan
sekolah agama tertentu. Dalam konteks ini, negara merupakan lembaga utama yang bertanggung
jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan nasional.
Untuk mewujudkan pemerataan pelaksanaan pendidikan nasional tersebut, pemerintah
Republik Indonesia menyelenggarakan Program Wajib Belajar 9 Tahun. Wajib Belajar menurut
UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 (Bab I Pasal 1 ayat 18) adalah program
pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab
pemerintah pusat dan daerah.
Sistem Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan Pendidikan,
peningkatan mutu serta efisiensi manajemen Pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai
dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan
pembaharuan Pendidikan secara terencana, tearah dan berkesinambungan.
Tujuan sistem pendikan ini adalah untuk mengembangkan dan membentuk sifat moral
yang bermartabat yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa agar peserta didik
berkembang menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sistem Pendidikan nasional juga

6
mempunyai fungsi salah satunya yaitu untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pada
dalam diri manusia yang bermartabat dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.
Sebagai filsafat pendidikan nasional, Pancasila menjadi acuan dalam penetapan berbagai
peraturan, perundang-undangan, dan kebijakan pendidikan nasional. Setiap praktik pendidikan
nasional, idealnya selalu bersumber dan mengacu pada pesan substansial sila-sila Pancasila. Oleh
Kaelan (2014:68), dikatakan bahwa: “Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik
Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan,
kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan”. Secara lebih rinci, tentang pendidikan nasional, dalam
UUD 45, Pasal 31, diuraikan dalam tiga ayat. Pernyataan dalam tiga ayat tersebut sebagai
berikut:
1. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulai dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

A. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Pendidikan


Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan pesan bahwa masyarakat Indonesia adalah
masyarakat yang percaya akan adanya kekuatan maha besar, maha agung, maha mulia, sebagai
pencipta, penguasa, serta pengatur segala yang ada dan mungkin ada. Sebutan terhadap sang
Tuhan dapat beraneka ragam, namun substansi pesannya sama, yakni ada pencipta dari apa yang
ada dan mungkin ada. Inilah salah satu ontologi filsafat Pancasila. Pernyataan ontologis ini
ditulis dalam Preambule UUD 45 yang berbunyi: “Atas berkat dan rahmad Allah Yang Maha
Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Pernyataan ontologis
ini kemudian dikukuhkan dalam alinea IV Preambul, yang menempatkan dasar Ketuhanan Yang
Maha Esa sebagai dasar pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Adanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa pada Pancasila sekaligus menunjukkan bahwa
Pancasila memiliki dasar antropologis. Oleh para pendiri dan pemikir negara, sila Ketuhanan
Yang Maha Esa diposisikan sebagai sila pertama dan utama, yang menjiwai dan meliputi sila-sila

7
lainnya. Sedangkan sila lainnya, secara hirarkhis diliputi dan dijiwai sila-sila diatasnya. Dengan
demikian, bila dikaitkan dengan pandangan filsafat tentang manusia, maka dapat dikatakan
bahwa filsafat Pancasila adalah filsafat Realisme, namun realisme yang berangkat dari idealisme.
Karena Pancasila menempatkan hal-hal Ketuhanan pada posisi pertama dan utama, yang sejalan
dengan salah satu semboyan idealism bahwa “manusia ada sebelum ia ada, dan tetap ada
walaupun sudah tiada”. Dan setelah itu, sila-sila lain yang mengikutinya mengandung unsur
materialisme, meski diliputi dan dikuasai oleh unsur idealisme, yang terkandung dalam sila
pertama, Ketuhanan yang Maha Esa.
Selanjutnya, oleh karena filsafat Pancasila sejalan dengan filsafat realisme, maka dapat
dikatakan bahwa implikasinya minimal relatif sama dengan implikasi pandangan realisme
tentang pendidikan. Dengan demikian, secara singkat dapat dikatakan bahwa terkait dengan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, pendidikan di Indonesia dikelola minimal sejalan dengan implikasi
hakikat manusia sebagai makhluk religi.

B. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan Pendidikan


Sila-sila Pancasila dari sila pertama sampai sila kelima dipahami sebagai sistem sila yang
hirarkhis. Dengan penempatan sila-sila Pancasila sebagai sistem hirarkhis, maka sila
kemanusiaan yang adil dan beradab dimaknai sebagai kemanusiaan yang berke-Tuhanan Yang
Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan
kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab telah mencakup semua sila pancasila, mulai dari
sila pertama sampai sila kelima. Karena hakikat manusia sebagai makhluk individu, sosial,
susila, dan religi tersirat maupun tersurat dalam semua sila Pancasila. Jadi, bila sila kemanusiaan
yang adil dan beradab dimaknai secara luas dengan berpusat pada kata kemanusiaan, maka
semua hakikat manusia dalam filsafat antropologi sudah termasuk dalam sila ini.
Maka dapat dikatakan bahwa implikasi sila kemanusiaan yang adil dan beradab terhadap
penyelenggaraan pendidikan minimal sama dengan implikasi pandangan filsafat antropologi
tentang semua hakikat manusia, baik sebagai makhluk individu, sosial, susila, maupun religi
terhadap penyelenggaraan pendidikan. Kalau pun terdapat implikasi lainnya, maka implikasi

8
tersebut lebih bersifat subyektif, sesuai penafsiran subyektif masyarakat Indonesia, yang
memang unik.

C. Sila Persatuan Indonesia dan Pendidikan


Sila persatuan Indonesia adalah sila yang menghargai aspek individu manusia dalam
kebersamaan sebagai satu kesatuan sosial manusia Indonesia. Sila persatuan Indonesia
memberikan pesan bahwa masyarakat Indonesia datang dari berbagai latar belakang yang
berbeda, namun mereka adalah satu.
Sebagai dalam peristiwa Sumpah Pemuda, bahwa para pemuda mengemukakan mereka
bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; dan
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Dibanding sila-sila Pancasila yang lain, sila ini merupaka sila khas Indonesia, karena sila
lain memiliki nilai universal, sedangkan sila Persatuan Indonesia mengandung istilah substansi
geografis dan antropologis, yakni satu tanah, satu bangsa, dan satu bahasa. Bahkan semboyan
“Bhineka Tunggal Ika” mewakili pesan sila ini adalah pernyataan filosofis sistematik akademik,
sebagaimana filsafat sistematik akademik produk Yunani Kuno. (Awuy, 2014). Dengan
demikian, implikasi sila Persatuan Indonesia dalam penyelenggaraan pendidikan sama dengan
implikasi hakikat manusia sebagai makhluk sosial dalam penyelenggaraan pendidikan.

D. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan dan Pendidikan
Sila keempat Pancasila ini merupakan tujuan yang selaras dengan hakikat manusia yaitu
sebagai makhluk sosial. Dengan demikian, secara umum implikasi sila ini dalam
penyelenggaraan pendidikan sama dengan implikasi hakikat manusia sebagai makhluk sosial
dalam penyelenggarakan pendidikan. Selain itu, sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan secara spesifik terkandung pesan politis,
maka unsur sosial-politis perlu dikaji pula implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Berikut ini beberapa implikasi politis dari sila keempat ini:
1. Dalam kurikulum sekolah perlu disediakan pendidikan politik, khususnya politik versi
NKRI.
2. Sejauh ini pendidikan tersebut sudah ada dalam wujud kurikulum pendidikan Pancasila.

9
3. Dalam kurikulum pendidikan Pancasila, disediakan kompetensi-kompetensi yang relevan
untuk mengembangkan sikap-sikap politik sebagai warga NKRI.

E. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dan Pendidikan


Dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, berisi pesan kebersamaan,
sehingga sejalan dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Sila keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia adalah sila yang mengakomodir pernyataan dalam Pembukaan UUD
1945, bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan memajukan kesejahteraan umum. Dalam konteks ini mencakup tiga jenis keadilan:
1. Keadilan distributif, yaitu suatu hubungan keadilan antara negara terhadap warganya,
dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan
membagi, dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi
serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban.
2. Keadilan legal (keadilan bertaat), yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara
terhadap negara dan dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan
dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara.
3. Keadilan komutatif, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan lainnya
secara timbal balik. (Kaelan, 2014: 77)
Selain itu sila ini juga mengandung pesan ekonomi. Berikut ini implikasi ekonomi dalam
sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam penyelenggaraan pendidikan:
1. Dalam sistem pendidikan nasional, terdapat peluang yang logis dan sistematis bagi setiap
warga negara tanpa kecuali, untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, sesuai
bakat dan minatnya.
2. Dalam kurikulum sekolah perlu disajikan kajian ekonomi, khususnya ekonomi versi
NKRI.
3. Secara khusus, dalam kurikulum sekolah disediakan kompetensi-kompetensi yang
relevan untuk mengembangkan kesadaran hidup berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

10
PENUTUP

1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan makalah di atas, maka dapat disimpulkan :
1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara kritis.
2. Tujuan filsafat adalah untuk mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara
menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
3. Filsafat pendidikan merupakan ilmu filsafat yang mempelajari hakikat pelaksanaan dan
pendidikan. Bahan yang dipelajari meliputi tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat
pendidikan.
4. Peranan filsafat pendidikan memberikan aspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan
negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan
pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan
rambu-rambu dari teori pendidik.
5. Hubungan antara filsafat dan pendidikan sangat erat sekali antara yang satu dengan yang
lainnya disebabkan karena kedua disiplin tersebut mengahadapi problema-problema filsafat
secara bersama-sama.
6. Keberadaan filsafat pendidikan akan membantu memecahkan personal-persoalan
pendidikan Islam dan dapat membentuk kepribadian pendidik, anak didik, atau calon
pendidik.
2. Saran

Saran yang dapat disampaikan penyusun adalah semoga makalah ini bermanfaat dan
dapat digunakan sebagai bahan rujukan oleh pembaca. Makalah ini diharapkan juga dapat
diterapkan dalam kegiatan penulisan lainnya. Makalah ini tentunya masih memiliki
banyak kekurangan dan kesalahan, untuk itu saran dan kritik dari para pembaca sangat
penyusun harapkan demi perbaikan penyusunan makalah di masa yang akan datang.

11
DAFTAR PUSTAKA

Prima Roza, Abdul Gani Jusuf, Dicky R. Munaf. 2015. Memahami Dan Memaknai Pancasila
Sebagai Ideologi Dan Dasar Negara. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Maryam B. Gainau, Dorce Bu”Tu. Julianus Labobar, Christina Anita Jeujanan, Semuel
Yanengga, Daniel Wenda, Pilipus M. Kopeuw. Evelien F. Ugadje. 2021. Problematika
Pendidikan di Indonesia. Yogyakarta. PT Kanisius.

Wilman, Winarini. (2008). Pendidikan. Ensiklopedi Umum 8: 135-136


Toenlioe, A. (2016). Teori Filsafat Pendidikan. Diakses pada 9 Maret 2022, dari
https://www.google.co.id/books/edition/TEORI_DAN_FILSAFAT_PENDIDIKAN/
qlAyDwAAQBAJ?
hl=en&gbpv=1&dq=pancasila+sebagai+filsafat+pendidikan+nasional&pg=PA47&printsec=fron
tcover

12

Anda mungkin juga menyukai