Anda di halaman 1dari 20

FILSAFAT PENDIDIKAN

Pandangan filsafat Pancasila terhadap sistem pendidikan nasional

OLEH

KELOMPOK 5:

1.NUR ANISA SIMBOLON

2.RAMADANI SHOHIRO HASIBUAN

3.IRA SAFITRI

DOSEN MATA KULIAH:Dra.ROSDIANA,M.Pd

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt yang mana Berkat dan Karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu syarat untuk memenuhi nilai tugas mata
kuliah Filsafat Pendidikan.

Kami tahu bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,karena tiada gading yang tak retak
dan kami adalah manusia biasa yang memiliki banyak keterbatasan.Oleh karena itu,kritik dan
saran yang membangun kami harapkan dari semuanya agar ke depannya dapat lebih baik lagi.

Dan harapan kami untuk makalah ini adalah semoga dapat bermanfaat bagi semuanya
untuk mendukung serta menambah wawasan kita pada umumnya dan menambah wawasan
dalam belajar mata kuliah Filsafat Pendidikan pada khususnya.Dengan demikian untuk
perhatian,do’a dan dukungan dari semuanya,kami ucapkan terima kasih.

Kabupaten Batu Bara, 2021 3 oktober 2021

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI..................................................................................................................................... 3
BAB I ............................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................................... 5
BAB II .............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................... 6
2.1 Pengertian Filsafat Pendidikan Pancasila. ................................................................................. 6
2.2 Peranan filsafat pendidikan pancasila di Indonesia. .................................................................. 7
2.3 Pandangan Filsafat Pendidikan Pancasila Terhadap Sistem Pendidikan Nasional. ................... 10
BAB III ........................................................................................................................................... 19
PENUTUP ...................................................................................................................................... 19
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................ 19
3.2 Saran. .................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 20
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila merupakan dasar negara yang dijadikan pedoman dalam mengatur dan
menyelenggarakan pemerintahan negara,berdasarkan hal itu pancasila menjadi sumber
hukum dari segala sumber hukum positif yang berlaku di Indonesia.Kristalisasi nilai – nilai
Pancasila digali dari kehidupan masyarakat Indonesia yang menampung semua aliran dan
paham hidup masyarakat tersebut.Implementasi nilai Pancasila yang baik akan mengarah
pada cita – cita nasional karena itu,Pancasila menjadi sebuah sarana untuk dapat
mengembangkan bangsa sebagai sebuah falsafah hidup dan kepribadian bangsa yang
mengandung nilai,norma yang diyakini paling benar,tepat,adil,dan bijaksana bagi masyarakat
yang dijadikan pandangan hidup masyarakat.

Bangsa Indonesia memiliki falsafah Pancasila sebagai jiwa, kepribadian, pandangan


hidup dan dasar negara, Pancasila mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai
kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan, baik dalam
hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan masyarakatnya, dalam
hubungan manusia dengan alamnya, hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam
mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagian rohaniah.

Pancasila sebagai falsafah negara secara resmi sudah diterima sejak 18 Agustus 1945,
dengan ditetapkannya UUD 1945 sebagai UUD Negara Republik Indonesia. Sebagai hukum
dasar yang tertinggi, Pancasila seharusnya dilaksanakan dalam setiap aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara, yang menjadi pembimbing kita dalam mewujudkan kesatuan dan
persatuan bangsa. Apabila melaksanakannya dengan baik dan benar akan dapat
mengantarkan kita untuk sampai pada tujuan cita-cita kemerdekaan bangsa, yang salah satu
tujuannya adalah memajukan kesejahteraan umum.
1.2 Rumusan Masalah
1.Apakah pengertian dari filsafat pancasila ?

2.Bagaimana keterkaitan pandangan filsafat pancasila terhadap sistem pendidikan nasional ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. untuk menjelaskan materi mengenai Pandangan Filsafat Pancasila terhadap sistem


pendidikan nasional.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat Pendidikan Pancasila.

Pancasila yang dibahas secara filosofis disini adalah Pancasila yang butir-
butirnya termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang tertulis dalam alinia ke
empat. Dijelaskan bahwa Negara Indonesia didasarkan atas Pancasila. Pernyataan tersebut
menegaskan hubungan yang erat antara eksistensi negara Indonesia dengan Pancasila. Lahir,
tumbuh dan berkembangnya negara Indonesia ditumpukan pada Pancasila sebagai dasarnya.
Secara filosofis ini dapat diinterpretasikan sebagai pernyataan mengenai kedudukan Pancasila
sebagai jati diri bangsa.

Melihat dari beragamnya kebudayaan yang terdapat dalam bangsa Indonesia maka proses
kesinambungan dari kehidupan bangsa merupakan tantangan yang besar. Demi
perkembangan kebudayaan Indonesia selanjutnya dituntut adanya rumusan yang jelas yang
mampu berperan sebagai pemersatu bangsa sehingga ciri khas bangsa Indonesia menjadi
nyata.

Jadi, Pancasila mengarahkan seluruh kehidupan bersama bangsa, pergaulannya dengan


bangsa-bangsa lain dan seluruh perkembangan bangsa Indonesia dari waktu kewaktu. Namun
dengan diangkatnya Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia tidak berati bahwa Pancasila
dengan nilai-nilai yang termuat didalamnya sudah terumus dengan teliti dan jelas, juga tidak
berarti pancasila telah merupakan kenyataan didalam kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila
adalah pernyataan tentang jati diri bangsa Indonesia.

Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam


filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia.
Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai
dengan “permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.

(nhaa, 2012)
2.2 Peranan filsafat pendidikan pancasila di Indonesia.
Pendidikan dilakukan oleh manusia melalui kegiatan pembelajaran. Dalam praktik
pendidikan yang universal banyak ditemukan beragam komunitas dari manusia yang
memberikan makna yang beragam dari pendidikan. Di Indonesia pendidikan di tekankan
pada penguasaan landasan terbentuknya masyarakat meritorik, artinya memberikan waktu
jam pelajaran yang luas dalam penguasaan mata pelajaran tertentu. Pendidikan berdasarkan
terminologi merupakan terjemahan dari istilah Pedagogi.

Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yaitu Paidos dan agoo. Paidos artinya budak dan
agoo artinya membimbing. Pedagogie dapat diartikan sebagai bdak yang mengantarkan anak
majikan untuk belajar. (Jumali, dkk, 2004: 19)menjelaskan bahwa hakikat pendidikan adalah
kegiatan yang melibatkan guru, murid, kurikulum, evaluasi, administrasi yang secara
simultan memproses peserta didik menjadi lebih lebih bertambah pengetahuan, skill, dan nilai
kepribadiannya dalam suatu keteraturan kalender akademik.Filsafat pendidikan nasional
Indonesia berakar pada nilai-nilai budaya yang terkandung pada Pancasila.

Nilai Pancasila tersebut harus ditanamkan pada peserta didik melalui penyelenggaraan
pendidikan nasional dalam semua level dan jenis pendidikan. Ada dua pandanagan yang
menurut (Jumali, dkk , 2004:54), perlu dipertimbangkan dalam menetukan landasan filosofis
dalam pendidikan nasional Indonesia. Pertama, pandangan tentang manusia Indonesia.
Filosofis pendidikan nasional memandang bahwa manusia Indonesia sebagai:

a. Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya.

b. Makhluk individu dengan segalahal dan kewajibannya.

c. Makhluk sosial dengan segala tanggung jawab hidup dalam masyarakat yang pluralistik .

baik dari segi lingkungan sosial budaya, lingkungan hidup dan segi kemajuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia di tengah-tengah masyarakat global yang senantiasa
berkembang dengan segala tantangannya.

Kedua, Pandangantentang pendidikan nasional itu sendiri. Dalam pandangan filosofis


pendidikan nasional dipandang sebagai pranata sosila yang selalu berinteraksi dengan
kelembagaan sosial lainnya dalam masyarakat. Menurut John Dewey, filsafat pendidikan
merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut
daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju ke arah tabiat manusia,
maka filsafat juga diartikan sebagai teori umum pendidikan. Brubachen berpendapat bahwa
filsafat pendidikan adalah seperti menaruh sebuah kereta di depan seekor kuda dan filsafat
dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggal pendidikan. Filsafat pendidikan itu
berdiri secara bebas dengan memperoleh keuntungan karena memiliki kaitan dengan filsafat
umum, meskipun kaitan tersebut tidak penting, yang terjadi adalah suatu keterpaduan antara
pandangan filosofi dengan filsafat pendidikan, karena filsafat sering diartikan sebagai teori
pendidikan secara umum.

Pendidikan merupakan usaha sadar yang sengaja dan terencana untuk membantu
perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfat bagi kepentingan hidupnya
sebagai individu dan sebagai warga masyarakat. Pendidikan dipandang mempunyai peranan
yang besar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan anak. Dalam sejarah
pendidikan dapat dijumpai berbagai pandangan atau teori mengenai perkembangan manusia
dan hasil pendidikan, seperti :

1. Empirisme, bahwa hasil pendidikan dan perkembangan itu bergantung pada pengalaman
yang diperoleh anak didik selama hidpnya. Pengalaman itu diperolehnya di luar dirinya
berdasarkan perangsang yang tersedia baginya, John Locke berpendapat bahwa anak yang
dilahirkan di dunia ini bagaikan kertas kosong atau sebagai meja berlapis lilin (tabula rasa)
yang belum ada tulisan diatasnya.

2. Nativisme, teori yang dianut oleh Schopenhauer yang berpendapat bahwa bayi lahir
dengan pembawan baik dan pembawan yang buruk. Dalam hubungannya dengan pendidikan,
ia berpendapat bahwa hasil akhir pendidikan dan perkembangan itu ditentukan oleh
pembawaan yang sudah diperolehnya sejak lahir. Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan
tidak dapat menghasilkan tujuan yang diharapkan berhubungan dengan perkembangan anak
didik. Dengan kata lain aliran nativisme merupakan aliran Pesimisme dalam pendidikan,
berhasil tidaknya perkembangan anak tergantung pada tinggi rendahnya dan jenis
pembawaan yang dimilikinya.

3. Naturalisme, dipelopori oleh J.J Rousseau, ia berpendapat bahwa semua anak yang baru
lahir mempunyai pembawaan yang baik, tidak seorang anakpun lahir dengan pembawaan
buruk. Aliran ini berpendapat bahwa pendidik hanya wajib membiarkan pertumbuhan anak
didik saja dengan sendirinya, diserahkan saja selanjutnya kepada alam ( negativisme ).
Pendidikan tidak diperlukan, yang dilaksanakan adalah menyerahkan anak didik ke alam,
agar pembawaan yang baik tidak rusak oleh tangan manusia melalui proses pendidikan.

4. Konvergensi, dipelopori oleh William Stern, yang berpendapat bahwa anak dilahirkan
dengan pembawaan baik dan buruk. Hasil pendidikan itu bergantung dari pembawaan dan
lingkungan. Pendidikan diartikan sebagai penolong yang diberikan kepada lingkugan anak
didik untuk mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah berkembangnya
pembawan yang buruk.Dalam kehidupan suatu bangsa,

pendidikan mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan


dan kelangsungan kehidupan bangsa. Indonesia adalah negara yang berdasarkan
padaPancasila dan Undang- Undang dasar 1945 yang di dalamnya diatur bahwa pendidikan
diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai satu sistem pengajaran nasional.
Aristoteles mengatakan, bahwa tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikannya suatu
negara (Rapar, 1988). Demikian juga dengan Indonesia. Pendidikan selain sebagai sarana
tranfer ilmu pengetahuan, sosial budaya juga merupakan sarana untuk mewariskan ideologi
bangsa kepada generasi selanjutnya.Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti
ideologi suatu bangsa yang dianutnya.

Pancasila adalah dasar dan ideologi bangsa Indonesia yang mempunyai fungsi dalam
hidup dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Filsafat adalah berfikir secara mendalam
dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran, filsafat pendidikan adalah pemikiran yang
mendalam tentang pendidikan berdasarkan filsafat, apabila kita hubungkan fungsi Pancasila
dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, bahwa Pancasila pandangan hidup
bangsa yang menjiwai dalam kehidupan sehari-hari.

Karenanya sistem pendidikan nasional Indonesia wajarapabila dijiwai, didasari dan


mencerminkan identitas Pancasila. Cita dan karsa bangsa Indonesia diusahakan secara
melembaga dalam sistem pendidikan nasioanl yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu
keyakinan, pandangan hidup dan folosofi tertentu, inilah dasar pikiran mengapa filsafat
pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasioanl dan sistem filsafat pendidikan Pancasila
adalah sub sistem dari sistem negara Pnacasila. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan
dalam membangun potensi bangsa, khususnya dalam melestarikan kebudayaan dan
kepribadian bangsa yang ada padaakhirnya menentukan eksistensi dan martabat bangsa,
maka sistem pendidikan nasi dan filsafat pendidikan pancasila seyogyanya terbina secar
optimal supaya terjamin tegaknya martabat dan kepribadian bangsa. Filsafat pendidikan
Pancasila merupakan aspek rohaniah atau spiritual sistem pendidikan nasional, tiada sistem
pendidikan nasioanal tanpa filsafat pendidikan.

(Awaluddin, 2018)

2.3 Pandangan Filsafat Pendidikan Pancasila Terhadap Sistem Pendidikan Nasional.


Bagi bangsa Indonesia, Pancasila telah menjadi dasar negara dan pandangan hidup
segenap bangsa Indonesia. Nilai yang terkandung dalam Pancasila sepatutnya menjadi acuan
dasar dalam kehidupan manusia Indonesia. Dengan demikian, pembangunan pendidikan
nasional sebagai usaha sadar dan sistimatis untuk membina manusia Indonesia.

Pendidikan nasional harus mampu membawa segenap bangsa Indonesia untuk


menjadi manusia Pancasila seperti telah dirumuskan dalam GBHN (1993) yaitu “Pendidikan
nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, bertanggung jawab, dan
produktif serta sehat jasmani dan rohani, menimbulkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa
cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta
kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi
ke masa depan.

Tap MPR No. II/MPR/1978 memberi petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan
kelima sila Pancasila, bagi bidang pendidikan, hal ini sangat penting karena akan terdapat
kepastian nilai yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Petunjuk pengamalan
tersebut dapat pula disebut sebagai 36 butir nilai-nilai pancasila sebagai berikut.

1. Ketuhanaan Yang Maha Esa.


a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
b. Hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan pemeluk-pemeluk
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
c. Saling menghormati kebebesan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan.
d. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada oranglain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, persamaan kewajiban antar sesame manusia.
b. Saling mencintai sesame manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f. Gemar melakukan kegiatan manusia.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan
h. Bngsa Indonesia merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu
dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

3. Persatuan Indonesia
a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara diatas
kepentingan pribadi atau golongan.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara.
c. Cinta tanah air dan bangsa.
d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal
ika.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan
a. Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat.
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab meneriama dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah
f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
g. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan
Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat, serta nilai-nilai kebenaran dan
keadilan.

5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia


a. mengembangkan perbutan-perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaandan bergotong royong.
b. Bersikap riil.
c. Menjaga keseimbangan anrtara hak dan kewajiban.
d. Menghormati hak-hak orang lain.
e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
f. Menjauhi sikap pemerasan kepada orang lain.
g. Tidak bersikap boros.
h. Tidak bergaya hidup mewah.
i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
j. Suka bekerja keras.
k. Menghargai hasil karya orang lain.
l. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan social.

Pendidikan adalah upaya manusia untuk memanusiakan manusia. Manusia pada


hakikatnya adalah makhluk tuhan yang paling tinggi derajatnya dibanding dengan makhluk
lain citaannya di muka bumi ini. Manusia sebagai makhluk sosial terikat oleh suatu sistem
sosial dengan segala komponennya seperti pranata sosial, tatanan hidup kemasyarakatan.
Pendidikan adalah suatu proses sosial budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat
manusia. Dengan demikian pendidikan secara nyata merupakan proses sosialisasi antar warga
melalui interaksi insani menuju masyarakat yang berbudaya. Nana Sudjana (1989)
menyebutkan tiga gejala yang diwujudkan dalam kebudayaan umat manusia yaitu berupa:

1. Ide dan gagasan seperti: konsep, nilai, norma, peraturan sebagi hasil ciptaan dan karya
manusia.
2. Kegiatan seperti tindakan yang berpola dari manusia dalam bermasyarakat.
3. Hasil karya cipta manusia
Pendidikan merupakan suatu proses budaya, maka senantiasa dalam upaya membina
dan mengembangkan cipta, rasa dan karsa ke dalam tiga wujud di atas.Wujud pertama, yaitu
ide dan gagasan sifatnya cenderung abstrak. Adanya dalam pikiran manusia dan warga
masyarakat di tempat kebudayaan itu berada. Gagasan itu menjadi motivasi, pendorong, serta
memberi jiwa dan makna bagi kehidupan manusia dalam bermasyarakat sehingga pola pikir
tersebut menjadi suatu sistem yang dianut. Wujud yang kedua adalah kegiatan yang berpola
dari manusia, yaitu aktivitas manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam sistem sosial, aktivitas manusia cenderung bersifat konkret, bisa dilihat dan bisa di
observasi secara langsung.

Sedangkan wujud yang ketiga adalah seluruh hasil fisik atau non fisik serta perbuatan
atau karya manusia dalam masyarakat. Sudah barang tentu wujud fisik dan non fisik ini hasil
dari karya manusia sesuai dengan kebudayaan pertama dan kedua. Artinya, wujud ketiga
merupakan hasil buah pikir dan keterampilan manusia sesuai dengan gagasan atau ide dan
aktivitas manusia dalam struktur sistem sosialnya Dengan demikian program pendidikan
yang dirancang untuk membina kompetensi peserta didik, tak bisa lepas dari aspek sosial
budaya masyarakatnya.

Di sini berarti asas sosiologis akan memberikan pijakan yang mendasar untuk
memberikan apa yang cocok dipelajari para peserta didik, bagaimana mempelajari bahan
tersebut sehingga produktivitas pendidikan (out put) sesuai dengan harapan dan tuntutan
kebutuhan masyarakat, baik diamati dan perkembangan sosial budayanya maupun di amati
dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Perkembangan sosial budaya akan memberi warna dan corak kepada perencanaan dan
implementasi kurikulum pendidikan. Namun demikian, asas sosiologis tak berarti program
pendidikan hanya berorientasi kepada tuntutan kebutuhan dan perkembangan masyarakat
tanpa menghiraukan kebutuhan peserta didik sebagai pribadi yang mandiri. Oleh sebab itu,
harus dijaga keseimbangan kurikulum (curiculum balance) antara kepentingan peserta didik
sebagai individu yang unik dan mandiri dengan kepentingan peserta didik sebagai anggota
masyarakat.

Pendidikan yang terlalu memusatkan pada kepentingan masyarakat (sociely centered)


akan pincang dan membuahkan beberapa kelemahan. Misalnya, program pendidikan yang
dilakukan kurang menghiraukan perkembangan peserta didik sebagai pribadi yang unik dan
mandiri. Ini berarti, pendidikan harus menjaga keseimbangan kurikulum dengan menyajikan
program antara kepentingan sociely centered dengan program yang mengarah dan
memperhatikan kegiatan yang berorientasi pada student centered (memusatkan perhatian
pada kepentingan peserta didik sebagai pribadi).

Asas Ilmiah dan Teknologi


Asas lain yang mempengaruhi pendidikan adalah perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam beberapa dasa
warsa terakhir ini maju dengan pesat. Sebagai buah dari kegiatan penelitian dalam bidang
ilmu murni (pure science) dan ilmu terapan (applied science) yang berkembang pesat.
Perkembangan ini jelas memberi pengaruh dan dampak yang sangat kuat pada pendidikan.
Sedangkan isi kurikulum itu sendiri merupakan kumpulan pengalaman manusia yang disusun
secara sistematis dan sistemik sebagai hasil atau buah karya kebudayaan umat manusia.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai salah satu karakteristik
perkembangan sosial budaya, akan memberi corak dan warna bagi perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan pendidikan.

Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup sehingga mampu menyiapkan peserta


didik untuk dapat hidup wajar sesuai dengan sosial budaya manusia. Dalam konteks inilah,
kurikulum sebagai isi program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan
tersebut, bukan hanya dari penyiapan isi programnya saja tetapi juga pendekatan dan strategi
pelaksanaannya.Dalam pemahaman yang hampir sama, Daoed Joesoef dalam Raka Joni
(1983: 40) menyebutkan bahwa Sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat untuk
dikembangkan melalu proses pendidikan ada tiga hal yaitu:
1. Pikiran atau logika
2. Perasaan atau estetika
3. Kemauan (etika)

Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah nilai-nilai yang bersumber pada pikiran dan logika.
Sedangkan seni bersumber pada perasaan dan estetika. Mengingat pendidikan merupakan
proses penyiapan peserta didik dalam menghadapi perubahan zaman yang semakin pesat,
termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) maka
pengembangan pendidikan harus mengacu kepada asas IPTEKS tersebut.
Pada sisi lain perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung akan menjadi
isi / materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung memberikan tugas pada pendidikan
untuk membekali masyarakat dengan kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi sebagai
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan seni juga dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah
pendidikan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai salah satu karakteristik


perkembangan sosial budaya masyarakat akan memberi corak dan warna terhadap
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pendidikan. Sebab pada gilirannya
pembangunan pendidikan nasional adalah arti lain dari upaya untuk pembangunan sumber
daya manusia yang sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional.

Dalam UUD 1945 alinea keempat menyebutkan ”.......untuk membentuk satu


Pemerintahan segenap Negara Indonesia yang melindung segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial...

Dalam UUD 1945 tersebut menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tetap memiliki
komitmen kuat untuk melakukan upaya sebagai langkah mencerdaskan kehidupan bangsa
dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia internasional.
Lebih lanjut acuan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, UUD 1945 Pasal 31 hasil
amandemen 2002 yaitu :
1. setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
2. pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.yang diatur dengan undang-undang.
3. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Apa yang daiamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 belum dapat dilakukan
sepenuhnya dengan konsekuen. Para penyelenggara negara hendaknya harus memperhatikan
bahwa prioritas utama dalam pembangunan bangsa adalah pendidikan.hasilnya belum seperti
yang diharapkan. Pendidikan telah menjadi watak dan karakter budaya bangsa, namun sejauh
ini.Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan, dilihat dari aspek kuantitatif
secara nasional pemerintah telah mengambil berbagai kebijakan yang berkaitan dengan
pendidikan seperti :
1. Perubahan kurikulum pendidikan nasional.
2. Undang-undang dan peraturan mengenai pendidikan, termasuk undang-undang guru dan
dosen dan standarisasi pendidikann dan undang-undang lainnya.
3. Peningkatan angka partisipasi belajar anak usia sekolah pada semua jenjang sekolah.
4. Penambahan anggaran pendidikan oleh daerah, sesuai dengan amanat pembukaan Undang-
undang Dasar 1945
5. Konsep manajemen pendidikan berbasis sekolah, standarisasi pendidikan dsb.

Pendidikan adalah sebagai sutu investasi bagi pengembangan sumber daya manusia
sebagai individu dan anggota masyarakat. Bangsa Indonesiaa yang terdiri dari berbagai etnis
dan budaya yang berbeda merupakan modal atau aset nasional bagi bangsa untuk memajukan
bangsa, tetapi jika diabaikan dapat menjadi potensial sebagai sumber disentegrasi. Karena itu
sisdiknas harus mampu mengembangkan kearifan untuk belajar hidup bersama dalam
perbedaan. Tanpa kearifan yang tulus lembaga pendidikan tidak akan mampu berfungsi
sebagai lembaga pemersatu, bahkan bisa melahirkan benih-benih konflik yang sangat
berbahaya bagi keutuhan bangsa.
Hafid Abbas (2002) menyebutkan sisdiknas belum dapat berfungsi untuk mempersatukan
manusia Indonesia. Agar dapat berfungsi, maka :
1. Pendidikan harus dikelola dengan prinsip keadilan
2. pengelolaan pendidikan harus terbuka dalam rangka mengakomodir partisipasi masyarakat
banyak
3. pengelolaan pendidikan harus bersifat inklusif dan hindari jauh-jauh eklusif berlebihan
4. pengelolaan pendidikan di semua tingkatan harus secara profesional
5. pengelolaan pendidikan dengan melibatkan semua stakeholder dalam rangka pengayaan
dan demokratisasi pendidikan
6. pendidikan nasional hendaknya benar-benar mendorong tercapainya pemerataan
pendidikan

Pendidikan di Indonesia bersifat multi-kulttural. Sistem pendidikan nasional


Indonesia yang berlatar belakang plural harus dapat memahamkan bahwa manusia itu
beraneka ragam, hendaknya saling memahami, menghargai, menerima dan kerjasama dengan
peraturan yang adil dan proporsional, mengembangkan kerjasama demi kejayaan bangsa.
H.A.R.Tilaar (2002:95) mengemukakan bahwa model pendidikan yang populer dewasa ini
adalah pendidikan multikultural. Dengan model pendidikan yang saat ini setiap sub-budaya
diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk berkembang dan dipelihara.

Model multikultural semakin diperkuat dengan adanya otonomi daerah, sehingga


masing-masing budaya etnis yang ada di dalam masyarakat dapat berkembang dan
dikembangkan dengan seluas-luasnya.Bila disimak pelaksanaan sistem pendidikan nasional
masih belum sesuai dengan batang tubuh UUD 1945. Ujian Nasinal hanya memfokuskan
kepada salah satu aspek kecerdasan saja yaitu kecerdasan intelektual, dan kurang
memperhatikan kecerdasan emosional dan spritual. Demikian juga biaya pendidikan masih
relatif tinggi dan kurang dapat menjangkau setiap warga negara terutama di desa. Pndidikan
sebaiknya dikelola dalam satu atap di bawah naungan Sisdiknas oleh departemen pendidikan
nasional.
Mastuhu (1999: 94-98) menawarkan gagasan untuk mengantisipasi pendidikan abad 21,
yakni :

1. pendidikan yang diskriminatif, antara negeri dan swasta.


2. pendidikan dijadikan ” panglima” pembangunan Indonesia
3. dua poin di atas hanya bisa dilaksanakan oleh pemerintahan yang benar-benar demokratis,
terbuka, adil, jujur dan memiliki tatanan kehidupan bernegara terletak di tangan rakyat
4. agar pendidikan diatur sepenuhnya dengan kewenangan akademik, bukan kewenangan
kekuasaan apalagi sentralistik.
5. pendidikan hendaknya menggunakan pendekatan yang beeragam bukan yang serba
diseragamkan.
6. pendidikan hendaknya berorientasi pada siswa bukan pada guru atau materi pelajaran.
7. pendidikan diubah untuk mengarahkan siswa untuk ”menjadi” bukan hanya sekedar
memiliki.
8. pendidikan perlu membentuk ”networking” dengan berbagai sumber, mengingat kini
muncul fenomena tereduksinya peran sekolah dan guru sebagai sumber pendidikan, dan
9. pendidikan harus mampu mengembangkan budaya akademik, dan jangan terjebak pada
budaya politik kekuasaan.

(Mikael, 2021)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan.
Bagi bangsa Indonesia, Pancasila telah menjadi dasar negara dan pandangan hidup
segenap bangsa Indonesia. Nilai yang terkandung dalam Pancasila sepatutnya menjadi acuan
dasar dalam kehidupan manusia Indonesia. Dengan demikian, pembangunan pendidikan
nasional sebagai usaha sadar dan sistimatis untuk membina manusia Indonesia.

Pendidikan nasional harus mampu membawa segenap bangsa Indonesia untuk


menjadi manusia Pancasila seperti telah dirumuskan dalam GBHN (1993) yaitu “Pendidikan
nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, bertanggung jawab, dan
produktif serta sehat jasmani dan rohani, menimbulkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa
cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta
kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi
ke masa depan.

3.2 Saran.
Pelajarilah Pandangan Filsafat Pancasila terhadap sistem pendidikan nasional agar
kita mengetahui apa kaitan antara filsafat pancasila terhadp sistem pendidikan nasional apa
saja yang terdapat dalam setiap keterkaitan.
DAFTAR PUSTAKA
nhaa, b. (2012, Oktober). Retrieved from http://yanaanggraini.blogspot.com/2012/10/filsafat-
pancasila.html?m=1

Mikael , L. S. (2021). Retrieved fromhttps://id.scribd.com/document/360382667/Pandangan-


Filsafat-Pendidikan-Pancasila-Terhadap-Sistem-Pendidikan-Nasional

Awaluddin, A. (2018). Retrieved from https://osf.io/wzg26/download

Anda mungkin juga menyukai