Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Gangguan Pendengaran Pada Siswa


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus

Dosen Pengampu:

Dr. Siti Masyithoh, M. Pd

OLEH:

Lulu Huril Ain 11210183000099

Putri Ramadhani 11210183000117

Laili Sabrina 11210183000119

Kelompok: 3

Kelas: D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah-Nya
sehingga makalah “Gangguan Pendengaran Pada Siswa” dapat terselesaikan dengan baik untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keterampilan Berbahasa MI/SD.

Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Siti Masyithoh,
M. Pd, selaku dosen mata kuliah Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus yang telah memberikan
ilmunya kepada penulis, teman-teman yang banyak memberikan masukan dan informasi, dan
kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.

Pada kesempatan ini, penulis berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan sumber-
sumber yang relevan. Untuk itu saran dan kritik penulis harapkan berkenaan dengan pembuatan
makalah ini demi kesempurnaannya. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Depok, 10 Oktober 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Tunarungu...............................................................................................................5
B. Gangguan Pendengaran pada Siswa.....................................................................................5
C. Area Masalah Siswa dengan Gangguan Pendengaran..........................................................6
D. Strategi Pendidikan bagi Anak Tunarungu...........................................................................8
BAB III PENUTUP
A. Penutup...............................................................................................................................10
B. Saran ..................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................12

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan inklusif merupakan solusi atas implementasi sistem pendidikan yang


memberi peluang bagi semua peserta didik dan tidak membeda-bedakan antara anak
dengan kondisi normal maupun anak berkebutuhan khusus agar proses pembelajaran bisa
diikuti dalam satu lingkungan pendidikan yang sama secara merata. Pemerintah dan
masyarakan percaya bahwa model pendidikan inklusi ini berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan tanpa membeda-bedakan derajat, kondisi ekonomi, atau kelainannya.
Salah satu pendidikan inklusif memberikan pelayanan kepada anak tunarungu
dimana memiliki hambatan dalam pendengaran akibatnya individu tunarungu memiliki
hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara
berkomunikasi seseorang yang menyandang tunarungu dengan individu lain yaitu
menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional
sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara.
Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi, rata-
rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki intelegensi normal dan rata-
rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi anak normal
karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti pelajaran yang
diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu memiliki
perkembangan yang sama cepatnya dengan anak normal. Prestasi anak tunarungu yang
rendah bukan disebabkan karena intelegensinya rendah namun karena anak tunarungu
tidak dapat memaksimalkan intelegensi yang dimiliki. Aspek intelegensi yang bersumber
pada verbal seringkali rendah, namun aspek intelegensi yang bersumber pada penglihatan
dan motorik akan berkembang dengan cepat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan definisi tunarungu?


2. Apa saja gangguan pendengaran pada siswa?

3
3. Apa saja area masalah pada siswa yang memiliki gangguan pendengaran?
4. Bagaimana strategi pendidikan bagi anak tunarungu?
5. Apa saja isu terkini mengenai siswa tunarungu?

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi tunarungu


2. Mengetahui gangguan pendengaran pada siswa
3. Mengetahui area masalah pada siswa yang memiliki gangguan pendengaran
4. Mengetahui strategi pendidikan yang tepat bagi anak tunarungu
5. Mengetahui isu terkini mengenai siswa tunarungu

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Tunarungu
Anak tunarungu merupakan anak yang kehilangan sebagian atau seluruh
pendengarannya sehingga menyebabkan ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara
lisan, gangguan tersebut digabungkan dengan tunawicara (susah atau tidak bisa
berbicara). Gangguan ini dapat disebabkan anak mengalami kerusakan gendang telinga
yang mengakibatkan gangguan pendengaran, cacat bawaan atau cacat karena kecelakaan
Tunarungu pada anak adalah kondisi dimana anak mengalami gangguan pendengaran
yang signifikan atau kehilangan pendengaran secara total.1
Saat seorang anak mengalami gangguan pendengaran bawaan, ia akan mengalami
kesulitan dalam berbicara karena keterbatasan pendengaran untuk ia pelajari dalam kata-
kata atau berekspresi dalam ungkapan kalimat selama tahap perkembangannya. Anak
tunarungu kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya, sehingga mengalami
gangguan berkomunikasi secara verbal.2 Secara fisik, anak tunarungu tidak jauh berbeda
dengan anak-anak pada umumnya. Mereka berbicara tanpa suara yang kurang atau tidak
jelas artikulasinya, atau bahkan tidak berbicara sama sekali, mereka berisyarat.

B. Gangguan Pendengaran pada Siswa


Gangguan pendengaran secara umum memiliki berbagai definisi. Bukan hanya
dilihat dari kehilangan pendengaran saja, tetapi dengan klasifikasi tertentu. Istilah yang
berkaitan dengan gangguan pendengaran (hearing impaired) mencakup keseluruhan
gangguan pendengaran. Gangguan itu dapat dibagi mulai dari ringan, sedang, berat, dan
bahkan sangat berat. Gangguan pendengaran mencakup dua istilah yaitu tunarungu (deaf)
dan kurang pendengaran (hard of hearing).3
Anak tunarungu memiliki 4 kategori, mulai dari ringan, sedang, berat dan bahkan
sangat berat. Beberapa tingkatan kategori tunarungu:

1
Sahril Buchori, dkk. Konseling Anak Berkebutuhan Khusus, (Padang: PT Global Eksekutif Teknologi, 2023), hlm 18.
2
Fenny Thresia, dkk. Implementasi Kurikulum Merdeka di SLB Harapan Ibu Kota Metro, (Magelang: Pen Fighters,
2023), hlm 25.
3
Purwowibowo, dkk. Mengenal Pembelajaran Komunikasi Total Bagi Anak Tunarungu, (Yogyakarta: PANDIVA
BUKU, 2019), hlm 82.

5
1. Tingkat 1, pendengaran dari 35-54 dB memerlukan bantuan dalam pendengaran dan
pembicaraan secara khusus. Tetapi, dalam hal pendidikan, ia tidak membutuhkan
penempatan sekolah secara khusus.
2. Tingkat 2, pendengaran dari 55-69 dB. Tunarungu yang membutuhkan bantuan dalam
pengembangan bahasa, pendengaran serta bicaranya secara khusus. Kategori ini
membutuhkan sekolah secara khusus.
3. Tingkat 3, pendengaran dari 70-89 dB yang membutuhkan bantuan secara khusus dan
sudah disebut dalam kategori tuli. Orang dengan pendengaran ini memerlukan
bantuan secara khusus, baik dalam hal penempatan sekolah maupun dalam hal
interaksi.
4. Tingkat 4, 90 dB atau lebih termasuk kedalam kategori tunarungu sangat berat.
Seperti ketiga tingkat di atas, tunarungu jenis ini memiliki kebutuhan khusus, serta
membutuhkan bantuan dalam pengembangan bahasa dan sekolah khusus.

No dB Keterangan
1. 0 dB Menunjukkan pendengaran yang optimal
2. 0-26 dB Masih mempunyai pendengaran yang normal
3. 27-40 dB Kesulitan mendengar bunyi yang jauh
4. 41-55 dB Membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara
5. 56-70 dB Tergolong tunarungu agak berat
6. 71-90 dB Tunarungu berat
7. > 91 dB Keatas tergolong tunarungu berat sekali

C. Area Masalah Siswa dengan Gangguan Pendengaran

Kehilangan pendengaran bisa disebabkan oleh faktor genetik, infeksi pada ibu
seperti cacar air selama kehamilan, komplikasi ketika melahirkan, atau penyakit awal
masa kanak-kanak seperti gondok atau cacar air. Banyak anak sekarang ini dilindungi
dari kehilangan pendengaran dengan vaksinasi seperti untuk mencegah infeksi. Tanda-
tanda masalah pendengaran adalah mengarahkan salah satu telinga ke pembicara,
menggunakan salah satu telinga dalam percakapan, atau tidak memahami percakapan
ketika wajah pembicara tidak dapat dilihat indikasi lain adalah tidak mengikuti arahan,

6
sering kali meminta orang untuk mengulang apa yang mereka katakan, salah
mengucapkan kata atau nama baru, atau tidak mau berpartisipasi dalam diskusi kelas
(Anita, 2004 : 608). Sebab-sebab kelainan pendengaran atau tunarungu juga dapat terjadi
sebelum anak dilahirkan, atau sesudah anak dilahirkan. Menurut Sardjono
mengemukakan bahwa faktor penyebab ketunarunguan dapat dibagi dalam:

a. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal)

1) Faktor keturunan Cacar air,

2) Campak (Rubella, Gueman measles)

3) Terjadi toxaemia (keracunan darah)

4) Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar

5) Kekurangan oksigen (anoxia)

6) Kelainan organ pendengaran sejak lahir

b. Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal)

c. Faktor Rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis

1) Anak lahir pre mature

2) Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang)

3) Proses kelahiran yang terlalu lama

d. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (post natal)

1) Infeksi

2) Meningitis (peradangan selaput otak)

3) Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan

4) Otitismedia yang kronis

7
5) Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan.

D. Strategi Pendidikan bagi Anak Tunarungu


Strategi pendidikan dan pembelajaran pada anak tunarungu dapat dilakukan
melalui pendekatan yang sebenarnya tidak dapaat dipisahkan tersebut. Kedua pendekatan
tersebut adalah pendekatan komunikasi dan pendekatan bahasa.
a. Pendekatan komunikasi meliputi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal meliputi:
1) Kemampuan wicara atau oral sebagai wujud komunikasi verbal ekspresif
2) Membaca ujaran serta memanfaatkan sisa pendengaran sebagai wujud komunikasi
verbal reseptif
3) Membaca sebagai wujud kemampuan komunikasi verbal reseptif vidual
4) Menulis sebagai wujud komunikasi verbal ekspresif Pengajaran pada lingkup
komunikasi dilengkapi dengan berabjad jari, baik ekspresif maupun manual, abjad jari
memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan dan atau pengganti bahasa tulis.
Untuk itu, abjad jari atau ejaan jari tidak bisa dikatakan sebagai bagian dari komunikasi
non verbal.

Kompetensi komunikasi verbal dikembangkan melalui bina wicara. Sedangkan


untuk memanfaatkan sisa pendengaran dari ketajaman merespons vibrasi dikembangkan
melalui bina persepsi bunyi dan irama. Komuniaksi non verbal merupakan cara
berkomunikasi yang diwujudkan bukan dengan cara verbal.
Komunikasi non verbal meliputi:
1) Cara berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh (body language)
2) Gesture
3) Mimik
4) Isyarat, baik siyarat baku maupun isyarat alamiah

b. Pendekatan bahasa
Miskinnya bahasa sebagai akibat kehilangan pendengaran menyebabkan anak-
anak tuanrungu tidak dapat memperoleh masa penguasaan bahasa seperti anak halnya

8
anak mendengar. Oleh karena itu, strategi pembelajaran bagi anak tunarungu haruslah
dilandasi pada pendekatan kompetensi berbahasa dan komunikasi yang selanjutnya dapat
diimplementasikan dalam pengajaran bahasa yang menggunkan pendekatan percakapan.
Metode ini sejalan dengan konsep Language Across the Curricullum atau kurikulum
lintas bahasa. Kurikulum ini memiliki filososfi bahwa tujuan kurikulum dapat dicapai
jika didahului dengan penguasaan dan keterampilan bahasa yang tinggi

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak ketunarungu adalah anak mengalami hambatan dalam mendengar yang di
sebabkan karena tidak berfungsinya sebagian atau dan keseluruhan alat pendengaran
sehingga anak memerlukan bimbingan pendidikan khusus agar dapat mengembangkan
bahasa serta potensi yang dimiliki anak seoptimal mungkin.
Penyebab ketunarunguan tidak saja dari faktor dalam individu seperti
ketunarunguan dari orang tua atupun pada saat ibu mengandung terserang penyakit
Tetapi faktor luar diri Individu mempunyai peluang yang mengakibatkan seseorang
mengalami ketuna runguan, seperti infeksi peradangan dan kecelakaan.
Berdasarkan karakteristik anak tunarungu dari beberapa aspek yang sudah dibahas
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagai dampak dari ketunarunguannya tersebut
hal yang menjadi perhatian adalah kemampuan berkomunikasi anak tunarungu yang
rendah. Intelegensi anak tunarungu umumnya berada pada tingkatan rata-rata atau bahkan
tinggi, namun prestasi anak tunarungu terkadang lebih rendah karena pengaruh
kemampuan berbahasanya yang rendah. Maka dalam pembelajaran di sekolah anak
tunarungu harus mendapatkan penanganan dengan menggunakan metode yang sesuai
dengan karakteristik yang dimiliki.
Dan ada pun Strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran anak tunarungu
adalah sebagai berikut Strategi individualisasi, yaitu strategi pembelajaran dengan
menggunakan suatu
program yang disesuaikan dengan kondisi individu, karakteristik, kebutuhan,maupun
kemampuannya secara perorangan. Strategi kooperatif yaitu strategi pembelajaran yang
menekankan unsur gotong royong atau saling membantu satu sama lain dalam mencapai
tujuan pembelajaran.Strategi modifikasi perilaku, yaitu strategi pembelajaran yang
bertujuan untuk
mengubah perilaku anak ke arah yang lebih positif melalui pengondisian (conditioning)
dan membantunya agar lebih produktif schingga menjadi pribadi yang mandiri.

10
B. Saran

Dari hal tersebut dapat diberikan solusi yang diantaranya: Percakapan prefektif,
komunikasinya menggunakan bahasa isyarat. Berbicara dengan mengeja perkata. Bicara
dengan keras, senam lidah, Kerjasama dengan puskesmas dalam hal kesehatan. Jadi
menurut kami, penempatan dikelas tunarungu ringan ciri- ciri yang ditemukan pada anak
tersebut.

Sebaiknya guru melakukan terapi wicara pada anak agar kemampuan berbahasa
anak dapat berkembang sehingga apa yang diinginkan anak dapat diketahui dan dipenuhi
oleh guru atau orang tua. Jika hal tersebut dapat terlaksana dengan baik maka akan
meminimalisir atau menghilangkan perilaku anak yang mudah marah dan mudah
tersinggung. Selain melakukan terapi wicara, sebaiknya guru juga melakukan terapi
akademik. Hal tersebut dilakukan agar kemampuan akademik anak meningkat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Wasita, Seluk Beluk Tunarungu dan Tunawicara Serta Strategi Pembelajarannya,
(Jogjakarta: Javalitera, 2013), 33-36.
Eka. (2019, November 17). Suasana Menyimak . Retrieved from scribd.com:
https://id.scribd.com/document/483575754/5B-KENDALA-MENIMAK-docx

Hasmayati, d. (2022). Pendidikan Inklusif . Padang: PT Global Eksekutif Teknologi.

Mellinia, E. F. (2020, November 09). Kendala Menyimak . Retrieved from scribd.com:


https://id.scribd.com/document/435409077/makalah-menyimak

Nofiaturrahmah, (2018), PROBLEMATIKA ANAK TUNARUNGU DAN CARA


MENGATASINYA, Volume 6, Nomor 1, 2018: 1-15
Purwowibowo, d. (2019). Mengenal Pembelajaran Komunikasi Total Bagi Anak Tunarungu.
Yogyakarta: PANDIVA BUKU.

Sahril Buchori, d. (2023). Konseling Anak Berkebutuhan Khusus. Padang: PT Globall Eksekutif
Teknologi.

12

Anda mungkin juga menyukai