Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

TUNA RUNGU

DOSEN PEMBIMBING
Agus Prima Aspa,S.Pd,M.Pd

DISUSUN OLEH
 Apri Wijaya (1905111153)
 Alivia Putri (1905111203)
 Ikhsan Nurus Sadad (1905111244)
 Zevanya Dasatita (1905112800)

UNIVERSITAS RIAU

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDDIDIKAN JASMANI DAN REKREASI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa karena
atas perkenaanya kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan
tepat pada waktunya. Semua itu anya berkat tutunan tuhan dalam kehidupan
kami. Dalam makalah yang kami susun ini berisi tentang pelajaran penjas
adaptif khusus membhas tentang bagian tuna rungu.

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah


membantu kami dalam penyusunan makalah ini, baik itu teman-
teman,dosen,dan semua yang telah membantu kami yang tidak bisa kami
sebutkan satu persatu.

Besar harapan kamibahwa makalah inidapat bernilai baik, dan dapat


digunakan dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah ini dapat
digunakan dengan sebaik- baiknya. Kami menyadari makalah yang kami susun
ini belumlah sempurna untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dalam
rangka penyempurnaan untuk pembuatan makalah selanjutnya. Sesudah dan
sebelumnya kami ucapkan terimakasih.

Pekanbaru,15 Februari 2022

KELOMPOK 2
DAFTAR ISI

Kata pengantar i

Daftar Isi ii

BAB 1: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Jasmani Khusus didefinisikan sebagai satu sistem penyampaian pelayanan


yang komprehensif yang dirancang untuk mengidentifikasi, dan memecahkan masalah dalam
ranah psikomotor . Pelayanan tersebut mencakup penilaian, program pendidikan individual
(PPI), pengajaran bersifat pengembangan dan / atau yang disarankan, konseling dan
koordinasi dari sumber atau layanan yang terkait untuk memberikan pengalaman pendidikan
jasmani yang optimal kepada semua anak dan pemuda.

Pelayanan ini dapat diberikan oleh spesialis dalam pendidikan jasmani khusus atau oleh
seorang guru Pendidikan Jasmani yang telah memperoleh latihan khusus untuk melaksanakan
berbagai macam tugas .

Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendidikan jasmani khusus adalah satu bagian khusus
adalah satu bagian khusus dalam pendidikan jasmani yang dikembangkan untuk menyediakan
program bagi individu dengan kebutuhan khusus.

Selain itu diketahui pula bahwa tujuan pendidikan jasmani bagi yang berkelainan adalah
untuk membantu mereka mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani, mental,
emosional dan sosial yang sepadan dengan potensi mereka melalui program aktivitas
pendidikan jasmani biasa dan khusus yang dirancang dengan hati-hati. Maka dari itu
disusunlah makalah ini untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai anak-anak
berpendengaran Terbatas.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah Definisi dari Tuli dan Mendengar Keras?

2. Bagaimana Karakteristik anak-anak Berkelaian Pendengaran?

3. Bagaimana Strategi Intruksional untuk Pengajaran?

4. Apa saja aktivitas yang disarankan dan dilarang untuk Pengajaran pada anak-anak
berpendengaran Terbatas?

5. Bagaimana proses pembelajaran penjas pada Tuna Rungu?


6. Apa saja alat bantu dalam proses pembelajaran pada Tuna Rungu?

C.  Pengertian Tuna Rungu

Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada pendengarannya


sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar
sama sekali, tetapi dipercayai bahwa tidak ada satupun manusia yang tidak bisa mendengar
sama sekali. Walaupun sangat sedikit, masih ada sisa-sisa pendengaran yang masih bisa
dioptimalkan pada anak tunarungu tersebut. Berkenaan dengan tunarungu, terutama tentang
pengertian tunarungu terdapat beberapa pengertian sesuai dengan pandangan dan kepentingan
masing-masing.

Menurut Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 1996: 74) mengemukakan


bahwa: seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu.
Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) atau kurang dengar (hard of
hearing). Tuli adalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf
berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah anak
yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk
mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).

Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya
pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila tidak mampu mendengar atau kurang
mampu mendengar suara. Apabila dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan
anak dengar pada umumnya. Pada saat berkomunikasi barulah diketahui bahwa anak tersebut

mengalami tunarunguan.

Murni Winarsih (2007: 22) mengemukakan bahwa tunarungu adalah suatu istilah umum yang
menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli
dan kurang dengar.

Orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses
informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu
dengar dimana batas pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan
proses informasi bahasa melalui pendengaran. Tin Suharmini (2009: 35) mengemukakan
tunarungu dapat diartikan sebagai keadaan dari seorang individu yang mengalami kerusakan
pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai rangsang
suara, atau rangsang lain melalui pendengaran.

Beberapa pengertian dan definisi tunarungu di atas merupakan definisi yang termasuk
kompleks, sehingga dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang memiliki
gangguan dalam pendengarannya, baik secara keseluruhan ataupun masih memiliki sisa
pendengaran. Meskipun anak tunarungu sudah diberikan alat bantu dengar, tetap saja anak
tunarungu masih memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

D. Karakteristik Anak Tuna Rungu

Karakteristik Anak TunarunguKarakteristik anak tunarungu dari segi fisik tidak


memiliki karakteristik yang khas, karena secara fisik anak tunarungu tidak mengalami
gangguan yang terlihat. Sebagai dampak ketunarunguannya, anak tunarungu memiliki
karakteristik yang khas dari segi yang berbeda. Permanarian Somad dan Tati Hernawati
(1995: 35-39) mendeskripsikan karakteristik ketunarunguan dilihat dari segi: intelegensi,
bahasa dan bicara, emosi, dan sosial.

a. Karakteristik dari segi intelegensi

Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi, rata-rata
dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki entelegensi normal dan rata-rata.
Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi anak normal karena
dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti pelajaran yang diverbalkan.
Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu memiliki perkembangan
yang sama cepatnya dengan anak normal. Prestasi anak tunarungu yang rendah bukan
disebabkan karena intelegensinya rendah namun karena anak tunarungu tidak dapat
memaksimalkan intelegensi yang dimiliki.

Aspek intelegensi yang bersumber pada verbal seringkali rendah, namun aspek

intelegensi yang bersumber pada penglihatan dan motorik akan berkembang dengan cepat.

b. Karakteristik dari segi bahasa dan bicara

Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan berbicara berbeda dengan anak
normal pada umumnya karena kemampuan tersebut sangat erat kaitannya dengan
kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, maka anak
tunarungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan alat dan sarana
utama seseorang dalam berkomunikasi. Alat komunikasi terdiri dan membaca, menulis dan
berbicara, sehingga anak tunarungu akan tertinggal dalam tiga aspek penting ini. Anak
tunarungu memerlukan penanganan khusus dan lingkungan berbahasa intensif yang dapat
meningkatkan kemampuan berbahasanya. Kemampuan berbicara anak tunarungu juga
dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh anak tunarungu. Kemampuan
berbicara pada anak tunarungu akan berkembang dengan sendirinya namun memerlukan
upaya terus menerus serta latihan danbimbingan secara profesional. Dengan cara yang
demikianpun banyak dari mereka yang belum bisa berbicara seperti anak normal baik suara,
irama dan tekanan suara terdengar monoton berbeda dengan anak normal.

c. Karakteristik dari segi emosi dan sosial

Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dengan lingkungan. Keterasingan


tersebut akan menimbulkan beberapa efek negatif seperti: egosentrisme yang melebihi anak
normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap

orang lain, perhatian mereka lebih sukar dialihkan, umumnya memiliki sifat yang polos dan
tanpa banyak masalah, dan lebih mudah marah dan cepat tersinggung.

1) Egosentrisme yang melebihi anak normal

Sifat ini disebabkan oleh anak tunarungu memiliki dunia yang kecil akibat interaksi
dengan lingkungan sekitar yang sempit. Karena mengalami gangguan dalam pendengaran,
anak tunarungu hanya melihat dunia sekitar dengan penglihatan. Penglihatan hanya melihat
apa yang di depannya saja, sedangkan pendengaran dapat mendengar sekeliling lingkungan.
Karena anak tunarungu mempelajari sekitarnya dengan menggunakan penglihatannya, maka
aka timbul sifat ingin tahu yang besar, seolah-olah mereka haus untuk melihat, dan hal itu
semakin membesarkan egosentrismenya.

2) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas

Perasaan takut yang menghinggapi anak tunarungu seringkali disebabkan oleh


kurangnya penguasaan terhadap lingkungan yang berhubungan dengan kemampuan
berbahasanya yang rendah. Keadaan menjadi tidak jelas karena anak tunarungu tidak mampu
menyatukan dan menguasai situasi yang baik.
3) Ketergantungan terhadap orang lain

Sikap ketergantungan terhadap orang lain atau terhadap apa yang sudah dikenalnya
dengan baik, merupakan gambaran bahwa mereka sudah putus asa dan selalu mencari
bantuan serta bersandar pada orang lain.

4) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan

Sempitnya kemampuan berbahasa pada anak tunarungu menyebabkan sempitnya alam


fikirannya. Alam fikirannya selamanya terpaku pada hal-hal yang konkret. Jika sudah
berkonsentrasi kepada suatu hal, maka anak tunarungu akan sulit dialihkan perhatiannya ke
hal-hal lain yang belum dimengerti atau belum dialaminya. Anak tunarungu lebih miskin
akan fantasi.

5) Umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah

Anak tunarungu tidak bisa mengekspresikan perasaannya dengan baik. Anak


tunarungu akan jujur dan apa adanya dalam mengungkapkan perasaannya. Perasaan anak
tunarungu biasanya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.

6) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung

Karena banyak merasakan kekecewaan akibat tidak bisa dengan mudah


mengekspresikan perasaannya, anak tunarungu akan mengungkapkannya dengan
kemarahan.Semakin luas bahasa yang mereka miliki semakin mudah mereka mengerti
perkataan orang lain, namun semakin sempit bahasa yang mereka miliki akan semakin sulit
untuk mengerti perkataan orang lain sehingga anak tunarungu mengungkapkannya dengan
kejengkelan dan kemarahan.

Berdasarkan karakteristik anak tunarungu dari beberapa aspek yang sudah dibahas diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa sebagai dampak dari ketunarunguannya tersebut hal yang
menjadi perhatian adalah kemampuan berkomunikasi anak tunarungu yang rendah.
Intelegensi anak tunarungu umumnya berada pada tingkatan rata-rata atau bahkan tinggi,
namun prestasi anak tunarungu terkadang lebih rendah karena pengaruh kemampuan
berbahasanya yang rendah. Maka dalam pembelajaran di sekolah anak tunarungu harus
mendapatkan penanganan dengan menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik
yang dimiliki.
Anak tunarungu akan berkonsentrasi dan cepat memahami kejadian yang sudah dialaminya
dan bersifat konkret bukan hanya hal yang diverbalkan. Anak tunarungu membutuhkan
metode yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berbahasanya yaitu metode yang dapat
menampilkan kekonkretan sesuai dengan apa yang sudah dialaminya. Metode

pembelajaran untuk anak tunarungu haruslah yang kaya akan bahasa konkret dan tidak
membiarkan anak untuk berfantasi mengenai hal yang belum diketahui.

d. Klasifikasi Anak Tunarungu

Klasifikasi mutlak diperlukan untuk layanan pendidikan khusus.Hal ini sangat


menentukan dalam pemilihan alat bantu mendengar yang sesuai dengan sisa pendengarannya
dan menunjang lajunya pembelajaran yang efektif. Dalam menentukan ketunarunguan dan
pemilihan alat bantu dengar serta layanan khusus akan menghasilkan akselerasi secara
optimal dalam mempersepsi bunyi bahasa dan wicara.

E. Kemampuan Umum Anak Tuna Rungu

Anak penyandang tuna rungu pada dasarnya tidak terlalu memiliki karakteristik dan
kemampuan umum yang berbeda dengan anak-anak normal yang lainnya. Kemampuan
umum anak tuna rungu dalam pendidikan jasmani dan olahraga hampir sama dengan
kemampuan anak-anak normal, hanya saja pada anak tuna rungu agak terganggu dan
terhalang jika aktivitas tersebut menggunakan suara-suara sebagai aba-abanya. Terlebih lagi
pada anak yang tuli yang sama sekali sulit untuk dapat mendengar suara sebagai aba-aba,
akan terhalang dalam aktivitas dan kemampuannya.

F. Ciri-Ciri Anak Berkelainan Pendengaran (Tuna Rungu)

a. Psikomotor

1. Menurut definisi, peserta didik pendengarannya terbatas atau hampir kehilangan


pendengaran. Hanya sedikit sekali yang tuli total.

2. Yang berpendengaran terbatas cenderung mendapat infeksi telinga.

3. Sejumlah peserta didik berpendengaran terbatas menderita dering yang terus menerus
dalam telinga.
4. Kehilangan kemampuan mendengar meniadakan umpan balik berlatar belakang
auditorial (berkaitan dengan pendengaran)yang akan mempengaruhi kemampuan
yang berkaitan dengan ruang dan gerak.

5. Peserta berpendengaran terbatas cenderung memiliki sikap badan yang kurang baik.

6. Kadangkala, peserta didik akan memperlihatkan gerak tanpa tujuan.

7. Beberapa individu berpendengaran terbatas berjalan dengan menyeret kaki. Masalah


ini berkaitan dengan ketidakmampuan mendengar gerak dan merasa aman bila selalu
ada kontak dengan tanah.

8. Perkembangan gerak dari peserta didik berpendengaran terbatas terbelakang kira-kira


1,5 tahun dari yang normal.

9. Peserta didik berpendengaran terbatas kenyataannya kurang bugar daripada yang


normal, karena mereka cenderung duduk .Mereka menggunakan energi psikis dan
jasmani untuk perjuangan berkomunikasi sehari-hari

10. Keseimbangan (statis dan dinamis) dan kelincahan biasanya kurang pada peserta didik
berpendengaran terbatas dengan komplikasi telinga di dalam.

b. Kognitif

1. Kebanyakan peserta didik berpendengaran terbatas berintelegent normal dalam


prestasi sekolah disebabkan masalah komunikasi. Kemampuan memahami abstrak
biasanya terpengaruh.

2. Kekurangan dalam berkomunikasi merupakan tantangan terbesar dari peserta didik


yang berpendengaran terbatas.

3. Kemampuan bahasa dari yang berpendengaran terbatas sering meningkat dengan


menggunakan alat pendengar yang memperkeras suara.

4. Di samping menggunakan alat pendengaran kemampuan mendengar residual, peserta


didik berpendengaran terbatas mengkompensasi kehilangan pendengaran terutama
dengan menggunakan penglihatan. Mereka memperhatikan tanda, isyarat dari bahasa
tubuh dan mengartikan isyarat lingkungan indera peraba adalah alat kedua digunakan
untuk berkomunikasi.
5. Pembaca bibir yang paling kompeten mungkin hanya dapat menangkap ucapan orang
lain sebanyak 25 %.Hanya sedikit ucapan suara dapat dipahami.

c. Afektif

1. Peserta didik berpendengaran terbatas cenderung kesepian, menutup diri dari dunia
luar. Mereka cenderung berhubungan orang lain yang juga kehilangan pendengaran.

2. Peserta didik yang muda yang berpendengaran terbatas paling cenderung kurang
social, karena mereka memiliki kesempatan sedikit untuk bermain secara alamiah.

3. Peserta didik berpendengaran sangat terbatas biasanya pendiam. Mereka jarang sekali
tertawa.

4. Peserta didik berpendengaran terbatas cenderung sangat cemas dan takut, sebagian
karena mereka tidak mudah di peringatkan terhadap bahaya.

G. Strategi Instruksional

a. Psikomotor

1. Gunakan indera lain untuk instruksional. Berikan bantuan khusus dalam


menggunakan bantuan visual, seperti papan pengumuman, papan tulis, pita video,
cermin dan demonstrasi. Gunakan tuntunan tangan untuk menggunakan kemampuan
residual.

2. Bila peserta didik memiliki radangan, hindari aktivitas dengan kondisi tempat yang
suhu banyak berubah.

3. Hindari suara yang terlalu banyak dalam ruang, kolam renang atau lapangan
permainan.

4. Ajar peserta didik untuk membedakan hubungan ruang melalui gerak baik pendidikan
gerak maupun permainan terstruktur.

5. Berikan model dari sikap static dan dinamis yang baik. Gunakan cermin dan alat
visual lainnya untuk mendorong memiliki sikap tubuh yang baik.

6. Langsung bertindak untuk menyiapkan perilaku yang tidak baik. Karena hal itu tidak
akan hilang dengan sendirinya.
7. Gunakan peserta didik yang normal dan anda sendiri sebagai model. Gunakan umpan
balik audio-visual dan cermin sebagai teknik. Secara fisik dorong peserta didik
mengangkat kaki dengan secara lembut memukul kakinya. Perkuat cara berjalan
dengan tidak menyeret kaki.

8. Seluruh rentangan perkembangan aktivitas amat penting bagi peserta didik ini.
Tekankan berjalan, lari, lompat, di samping keterampilan koordinasi mata-kaki dan
mata tangan, karena kemampuan tersebut dibutuhkan seumur hidup.

9. Berikan aktivitas untuk kekuatan kardiovaskuler, kelentukan paling kurang 3 kali per
minggu. Manfaatkan semaksimal mungkin bantuan visual.

10. Hindari aktivitas memanjat seperti tali tangga dan perkakas. Latihan kelincahan
melibatkan benda lain yang bergerak tidak disarankan.

b. Kognitif

1. Jangan perlakukan peserta didik berpendengaran terbatas sebagai yang bermental


terbelakang. Guru pelatih jasmani perlu selalu memperhatikan masalah dari peserta
didik berpendengaran terbatas sebagai penyebab utama prestasi kurang.

2. Menirukan gerak yang didemonstrasikan adalah cara berkomunikasi yang penting


bagi guru pendidikan jasmani. Gunakan hanya kata-kata esensial atau gerak untuk
menyampaikan suatu pesan. Ulangi pesan lisan dengan cara lain bila komunikasi
terputus. Jangan lakukan gerak bibir secara berlebihan bagi pembaca ucapan. Tetap
tinggal di tempat dan minta peserta didik mendekat dan bertatap muka dengan anda.
Hindari formasi lingkaran. Beri contoh keterampilan jasmani dengan punggung ke
peserta didik untuk menghindari kebingungan untuk meniru, tetapi jangan berbicara
sebelum anda menghadap peserta didik. Secara jasmaniah, bombing peserta didik
untuk melakukan gerak yang dikehendaki bila diperlukan, dan gunakan isyarat tangan
bilamana tempat dan waktu tepat.

3. Ketahui dimana alat pendengar dipasang, dilepas dan dirawat. Peserta didik jangan
memakai pakaian terbuat dari bahan yang renyah (crispy) yang dapat berupa sumber
suara static.
4. Gunakan penangkap perhatian, dengan berbagai cara seperti mengangkat tangan,
menghentakkan kaki, alat control jauh, cahaya senter dan bendera berwarna.
Usahakan lingkungan mengajar cukup diterangi cahaya dan cahaya di belakang guru.

5. Usahakan agar petunjuk-petunjuk pokok dipahami dengan cara mengulang-ulang


sebelum satu aktivitas dimulai. Petunjuk lebih sulit disampaikan bila peserta didik
telah bergerak.

c. Afektif

1. Aktivitas social harus menjadi prioritas tertinggi. Tunjukkan kepada peserta didik
yang normal akibat kehilangan pendengaran melalui simulasi dan penggunaan isyarat.

2. Ambil tindakan sedini mungkin terhadap anak-anak berpendengaran terbatas karena


keturunan. Bantu mereka dengan memberikan kesempatan untuk bermain, temukan
anak-anak berpendengaran normal dengan anak-anak berpendengaran terbatas.
Interaksi antara 2 kelompok itu harus diperkuat.

3. Berikan berbagai macam aktivitas jasmani yang melibatkan orang lain. Pengalaman
gerak itu merangsang emosi.

4. Kelas dari peserta didik yang berpendenagaran sangat terbatas harus terdiri dari hanya
7-10 orang. Perkenalan dengan alat dan fasilitas harus mendahului aktivitas. Ajarkan
peserta didik bagaimana cara jatuh. Semua petunjuk penting harus telah lengkap
diberikan sebelum gerak dimulai, dan gunakan isyarat visual dan rabaan

H. Aktivitas yang Disarankan dan Dilarang

a. Kebugaran Jasmani dan Gerak

Sebagaimana telah diutarakan, banyak peserta didik berpendengaran terbatas membutuhkan


program yang memberikan tekanan kepada kebugaran karena mereka cenderung lebih banyak
duduk. Berbagai macam aktivitas yang memerlukan kekuatan, daya tahan kardiovaskuler dan
kelentukan perlu sedikit disesuaikan atau tidak sama sekali bagi peserta berpendengaran
terbatas. Banyak latihan kebugaran yang dapat dilakukan tanpa peralatan, dapat dilakukan
dengan posisi rendah atau di tanah. Bila latihan dengan sikap tubuh biasanya tegak, peserta
didik yang berpendengaran terbatas yang mempunyai masalah keseimbangan harus
diperbolehkan mengambil posisi dengan pusat gravitasi yang rendah. Mereka yang tidak
memiliki masalah keseimbangan tidak diperlukan penyesuaian, mereka harus diizinkan
berpartisipasi sepenuhnya dalam aktivitas yang berkaitan dengan kesegaran ,termasuk:

1. Angkat Besi

2. Angkat Berat dengan system Universal

3. Latihan Kekuatan Isometrik

4. Senam

5. Lari jarak sedang dan jauh

6. Tes Kesegaran Jasmani

7. Latihan Sirkuit Berorientasi Kesegaran

8. Latihan lari Rintangan berorientasi Kesegaran

9. Program Latihan Rintangan Berorientasi Kesegaran

10. Aktivitas Mengetes Diri Untuk Meningkatkan Kesegaran

b. Keterampilan dan Pola Gerak Dasar

Di samping bentuk baku dari perkembangan keterampilan gerak yang harus diajarkan
kepada semua peserta didik, peserta didik berpendengaran terbatas membutuhkan aktivitas
yang meningkatkan orientasi irama, sikap tubuh dan keseimbangan.

Satu metode yang tidak menakutkan, yang dapat digunakan mengembangkan keterampilan
dasar itu adalah pendidikan gerak (movement education).Penemuan dan eksperimentasi yang
terpimpin tentang gerak yang baru dan yang telah dikenal sebagai satu pendekatan yang
digunakan dalam pendidikan gerak, dapat membantu mengurangi rasa cemas terhadap gerak
pada umumnya. Selain itu, setelah berpartisipasi dalam berbagai macam gerak, rasa cemas
peserta didik mungkin akan berkurang apabila gerak baru diperlukan di masa yang akan
datang.

Aktivitas keseimbangan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi peserta didik
berpendengaran terbatas yang pada umumnya kurang baik dalam keseimbangan. Walaupun
pusat keseimbangan tidak dapat diperbaiki, keseimbangan seakan-akan dapat diperbaiki
dengan meningkatkan kepekaan indera lain terutama kinestetik dan visual. Tugas
keseimbangan yang sederhana dengan factor bahaya kecil adalah tugas yang dilakukan di
lantai dengan sikap bungkuk atau berdiri. Aktivitas yang ada unsure tinggi (Tangga, Tali,
Balok keseimbangan yang tinggi) pada umumnya harus dihindarkan. Aktivitas memutar
tubuh juga tidak disarankan bagi peserta didik yang memiliki masalah keseimbangan.

Irama dapat secara efektif diajarkan dengan menggunakan penglihatan, pendengaran residual,
indera peraba dan kinestetik. Banyak bentuk gerak seperti berbaris dapat diajarkan dengan
berhasil dengan melalui cara menirukan. Lonceng, peluit, dengan nada rendah, fonograf,
mikrofon dan megafon dapat menimbulkan getaran yang dapat dirasakan oleh peserta didik
berpendengaran terbatas.

c. Aktivitas Individual dan Kelompok

Peserta didik berpendengaran terbatas dapat berhasil dalam semua tipe permainan
individual, ganda dan kelompok, Berikut diberikan beberapa saran penyesuaian dan pedoman
untuk individual dan kelompok (French dan Jasma:1982,197):

1. Permainan dengan sedikit peraturan, tidak ada unsure salah, dengan batasan-batasan
minimal akan meningkatkan keberhasilan dengan cepat. Permainan tradisi apapun
dapat dimodifikasi, kadangkala diperlukan bantuan peserta didik lain agar tujuan
dapat dicapai.

2. Bila peraturan permainan perlu dipatuhi, sungguh-sungguh, guru pendidikan jasmani


harus menggunakan bantuan visual dan usahakan agar peraturan dasar dan isyarat
sepenuhnya dipahami oleh semua peserta sebelum aktivitas dimulai.

3. Peserta didik berpendengaran terbatas dapat diberikan bahan tertulis untuk


melengkapi instruksi. Bahan tersebut dapat mengulangi peraturan dan strategi
permainan yang telah diperkenalkan dalam kelas.

4. Untuk aktivitas yang memungkinkan terjadi kepala ada kontak dengan benda atau
orang lain, semua alat Bantu pendengaran harus dilepas. Aktivitas ini tidak disarankan
untuk peserta didik yang cenderung akan lebih merusak mekanisme pendengaran.
Aktivitas seperti tinju, sepak bola, Amerika termasuk dalam kategori ini.

5. Permaianan yang harus menutup mata dengan kain tidak disarankan untuk semua
peserta didik yang pendengaranya tidak memadai.
6. Gunakan peluit dengan suara rendah. Tidak semua peluit mempunyai tingkat Hz yang
tetap.

7. Golf mensyaratkan teman bermain yang berpendengaran baik untuk bereaksi terhadap
teriakan “Bola”.

Unsur social dalam permainan sama pentingnya dengan perolehan dan pemeliharaan
keterampilan jasmani. Kemampuan dalam aktivitas waktu luang juga bernilai bagi
berpendengaran terbatas setelah meninggalkan lembaga pendidikan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sejarah Tuna Rungu

Pada jaman dahulu anak tunarungu dan anak terbelakang mental (tunamental) sukar di
bedakan, karena kedua –duanya sukar di ajak bicara. Orang yang mengajar murid tuli
(tunarungu berat) yang pertama adalah PEDRO PONCE DELEON. Dia seorang biarawan di
ST BENDEDICT (SPANYOL 1520 – 1584 Masehi).
Dialah yang melopori pendidikan anak tunarungu dengan mendidik anak tunarungu
keturunan bangsawan pada abad XVI (16), ia membuktikan bahwa anak tuna rungu dapat
diajari bicara dan menulis. Alphabet pertama lahir pada tahun 1620 atas usaha PLABLO
BONET. Oleh BONET dijelaskan behwa dalam pengajarannya juga terdapat pelajaran
ARTIKULASI seperti apa yang diberikan di Indonesia sekarang ini. Selajutnya Alphabet dari
PLABLO BONET tersebut berupa abjad yang terdiri isyarat tangan. Kemudian dilanjutkan
oleh JACOB RODRIGUES PEREIRE denan mengembangkan bahasa isyarat dengan
mempergunakan tangan. Selain itu juga dikembangkan metode lain yang disebut metode bibir
atau metode oral.
Pada abad XVII (17) JOHN BULWERE dan JOHN WALLIS di Inggris memulai penididikan
dan pengajaran anak tunarungu dengan metode isyarat, sedangkan di negeri Belanda dirintis
oleh JOHN AMMAN (1692). Dalam pemnbelajaran bahasa ia menulis antara lain jika murid-
muridnya mulai membaca dan dapat mengerti maksudnya, dia memperlakukan mereka
seperti anak yang baru lahir, yang sama sekali belum mengetahui apa-apa, mula-mula dia
ajarkan nama-nama benda yang mereka kenal dan perlu sedikit demi sedikit sesudah dia
tunjukkan dengan isyarat dimana dia rasakan betul.
Kemudian abad ke XVIII (18) muncullah seorang Paderi di Paris, ABBEDE L’EPPEE (1712
– 1789) nama lengkapnya ABBE CHARLES MICHEL DE L’EPPEE (Perancis). Dia
membuka sekolah pertama untuk orang tuli pada tahun 1775 . selanjutnya ia mengatakan
bahwa bahasa isyarat adalah bahasa pembawaan anak tunarungu sejak lahir, mengajarkan
bercakap terlalu banyak membuang waktu atau menghabiskan waktu, maka dari itu waktu
dipergunakan untuk lebih memajukan perkembangan kecerdasan murid-muridnya dengan
bahasa isyarat. Metode isyarat yang dikembangkan oleh ABBE DE L’EPPEE di Perancis
tersebut mencoba semua pengertian diisyaratkan dari semua isyarat itu di coba digambarkan
menjadi tanda-tanda gambar, sehingga isyarat yang sederhana saja sudah membutuhkan 3000
hingga 4000 buah tanda gambar. Dari inilah maka timbul abjad jari (Fingue Alphabet) yang
mula mula menggunakan dua tangan kemudian disederhanakan menjadi abjad jari satu
tangan , sehingga dia terkenal dengan sebutan tokoh metode isyarat (alican Perancis atau
manualisme).
Selanjutnya bersamaan dengan periode itu SAMUEL HEINICKE di Jerman mengembangkan
metode oral, jadi mulai itulah terjadi liran Jerman (aliran oralisme). Metode ini bertitik tolak
dari pandangan bahwa anak tuli ( anak tunarungu berat )  memiliki potensial untuk berbicara
dan dapat diajak bicara dengan baik. Pandangan ini didukung adanya kebutuhan anak tuli
(anak tunarungu berat ) untuk :
1.    Diakui sebagai anggota masyarakat seperti halnya anak-anak normal.
2.    Mendapat kesempatan berpribadi (memperoleh pengakuan harga diri).
3.    Menyesuaikan diri dalam sosial dari vocational.
Keuntungan metode oral bagi anak tuli  (tunarungu) adalah sebagai berikut:
a.    Dengan latihan berbicara akan memberikan penjelasan yang lebih mudah kedunia
sekitarnya, sehingga memperoleh penyesuaian dan sekaligus menghindarkan anak tuli
(tunarungu) dari perasaan terisolir dan tekanan batin.
b.    Bicara merupakan media komunikasi bersifat universal.
c.    Pergaulan anak tuli (tunarungu) tidak terbatas pada dunia anak tuli (tunarungu) yang
berisyarat saja.
d.    Anak normalpun akan lebih mudah bergaul dengan anak tuli (tunarungu) yang berbicara.
e.    Oralisme menitikberatkan pada kebutuhan berpartisipasi dalam dunia normal.
Kemudian secara bersama-sama aliran manualisme dan oralisme berkembang ke Amerika,
Manualisme dikembangkan oleh GALAUDET atas pengaruhbelajar di Paris Perancis,
sedangkan Oralisme dikembangkan oleh Alexander Graham Bell yang kemudian menemukan
alat telepon yang kenamaan dengan mengembangkan pemakaian alat Bantu Dengar
(HEARING AID) serta pengeras suara. Maka timbullah satuan ukuran pendengaran
seseorang yang disebut deciBell (dB). Dan di Inggris dikembangkan oleh THOMAS
BRAIDWOOD .
Di Indonesia pendidikan anak tunarungu dimulai di Bandung Jawa Barat, sekitar tahun 1930
dan beberapa tahun kemudian didirikan sekolah luar biasa B (SLB bagian B) di Wonosobo
Jawa Tengah dan sekarang ini telah tersebar di seluruh tanah air Indonesia dan kebanyakan
diselenggarakan oleh pihak swasta berupa yayasan – yayasan. Di Bali terdapat sekolah
pembina tingkat nasional dan di Subang ada sekolah pembina luar biasa B tingkat Provinsi.
Mengenai sistem pendidikan di Indonesia umumya mempergunakan metode membaca ajaran
bibir (lip reading) namun sejak beberapa tahun di SLB/B kota Jakarta khususnya SLB/B
Zinnia dan di Surabaya SLB/B karya Mulya telah dimulai dengan komunikasi total (total
communication). Adapun pengertian komunikasi total menurut Edward Miner Gollandet
(1837 – 1902) dalam buku  A WORLD OF LANGUAGE FOR DEAR CHILDREN sebagai
combined system and combined method yaitu a combined of signs, finger spelling and
speech.
Jadi merupakan kombinasi isyarat, ejaan jari dan bicara. Komunikasi total ini akan
dikembangkan di SLB/B seluruh Indonesia dengan dilakukannya kamus sistem isyarat bahasa
Indonesia sebagai komponen komunikasi total pada tanggal 2 Mei 1994 oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Bapak Prof. Ar. Ing. Wardiman Djojonegoro.
Selama ini belum terselenggara pendidikan terpadu secara resmi, meskipun sudah banyak
anak-anak tunarungu yang berhasil duduk di bangku sekolah SMTP, SMTA, maupun
Perguruan Tinggi. Pendidikan anak tunarungu telah dimulai pada usia yang sangat dini yakni
pada usia 2 tahun atau pada usia dimana anak telah dapat berjalan.
Adapun tujuan pendidikan sedini mungkin diterapkan agar sisa pendengaran dapat
dipertahankan dengan pemberian rangsangan atau stimulasi. Diharapkan anak dapat
mengembangkan bicaranya (tidak bisu), sehingga hanya menjadi anak tunarungu dan tidak
menjadi anak tunawicara.

B. Sebab-sebab tuna rungu

Penyebab ketunarunguan dapat terjadi sebelum lahir (pranatal), ketika lahir (natal),
dan sesudah lahir (post natal). Trybus (1985) dalam Somad dan Herawati (1996)
mengemukakan enam penyebab ketunarunguan: 1) keturunan, 2) Penyakit bawaan dari pihak
ibu, 3) komplikasi selama kehamilan dan kelahiran, 4) radang selaput otak (meningitis), 5)
otitis media (radang pada bagian telinga tengah), dan 6) penyakitanak-anak berupa radang
atau luka-luka. Namun penyebab ketunarunguan yang lebih banyak adalah keturunan,
penyakit, dari pihak ibu, dan komplikasi selama kehamilan.

C. Faktor-faktor penyebab ketunarunguan

1. Faktor internal diri anak

Faktor dari dalam diri anak terdapat beberapa hal yang menyebabkan ketunarunguan:

1. Faktor keturunan dari salah satu atau kedua orang tua yang mengalami
ketunarunguan.

2. Penyakit campak Jerman (Rubella) yang diderita ibu yang sedang mengandung.

3. Keracunan darah atau Toxaminia yang diderita ibu yang sedang mengandung.

2. Faktor eksternal diri anak

a) Anak mengalami infeksi saat dilahirkan. Misal, anak tertular Herpes implex yang


menyerang alat kelamin ibu.

b) Meningitis atau radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri yang


menyerang labyrinth (telinga dalam) melalui sistem sel-sel udara pada telinga tengah.

c) Radang telinga bagian tengah (otitis media) pada anak. Radang ini mengeluarkan nanah,
yang menggumpal dan mengganggu hantaran bunyi.

BAB III
PROGRAM PEMBELAJARAN

A. Perlunya Guru Pendidikan Jasmani Adaptif khusus untuk masing-masing kelainan

Penggunaan pendekatan non-kategori sangat penting bagi guru pendidikan


jasmani.Umpamanya, pada masa lalu guru diminta mengajar kelas pendidikan jasmani yang
semua terdiri dari anak-anak yang terbelakang mentalnya. Tetapi kategori atau penanaman
kelomp[ok itu sebagai satu keseluruhan sedikit sekali kaitannya dengan kebutuhan ,
kemampuan dan minat tiap anak dalam kelas . Sekarang dengan kecenderungan pada non
kategori ank dapat dimasukkan ke dalam kelas berdasarkan pada kemampuan fungsional
yang relevan dengan tujuan kelas. Umpamanya, guru telah diberi informasi bahwa anak-anak
dalm kelas itu kaku dala gerak dan dalam keterampilan gerak terbelakang, bila dibandingkan
dengan teman sebayanyayang normal. Kelas itu dapat terdiri dari anak yang prestasinya
dibawah normal, normal dan di atas normal.Tambahan lagi , beberapa anak tidak cocok betul
dalam satu kategori, mereka berkelainan ganda. Seorang anak dapat menderita ayan dan dia
secara mental jua terbelakang . Seorang guru dapat mempunyai anak-anak dengan berkelaian
ganda dalam satu kelas. Persiapan professional menurut kategori tidak akan dapat
mempersiapkan seorang guru pun secara optimal untuk mengajar semua tipe peserta didik.
Khusunya dalam pendidikan jasmani , banyak aktivitas dan metode yang digunakan untuk
anak-anak yang berkondisi kelaina gabungan karena mereka lebih menyerupai atau sama
denagn teman sebaya yang normal daripada mereka berbeda dari teman sebayanya.

1. Kelaian Pendengaran

Guru yang termasuk mengajarkan pendidikan jasmani, tidak melakukan


diagnosisi ,namun mereka berasda dalam posisi mengamati untuk memeroleh data tentang
keterbatasan pendengaran.Tanda-tandanya:

 Cara berbicara tidak baik

 Kepala diarahkan ke sumber bunyi

 Berulang kali meminta pertanyaan atau pernyataan diulang.

 Sering sakit kepala

 Melamun dan perhatian kurang

 Mempunyai masalah keseimbangan

2. Karakteristik dan Strategi Pengajaran

Guru pendidikan jasmani dapat meningkatkan kemampuaninstruksionalnya melalui


belajar berkomuikasi yang baik berbagai cara dengan semua tipe peserta didik.Komunikasi
tangan melalui isyarat –isyarat (isyarat tangan yang menunjukan kata atau frase) dapat
meningkatkan komunikasi dengan berpendengaran terbatas dalam kelas atau ruang yang
besar.Selain itu, dengan menggunakan isyarat tangan dapat membantu peserta didik
berkomunikasi lebih baik denagn teman sebaya yang berpendenagaran terbatas .

Guru Pendidikan jasmani dapat menggunakan teknik berkomunikasi tradisional dan non
trasisional dengan peserta didik berpendengaran terbatas .Schmit dan Dunn(1980)
menyarankan menggunakan isyarat yang mudah dipahami yang ditempel pada papan
pengumuman. Isyarat-isyarat itu dapat bervariasi dari yang konkret ke abstrak yang
meyatakan konsep kesadaran tubuh(body awareness), kesadaran ruang dan kualitas gerak.
Umpamanya , gambar sebuah tangan dapat menyatakan penggunaan tangan saja dalam tugas
satu gerak, panah dapat menyatakan arah gerak,satu garis berombak denagn banyak puncak
dan lembah dapat menyatakan rangkaian gerak yang cepat. Isyarat bahasa tradisional
mungkin lebih dapat diterima diantara anggota tim pendidikan khusus dan antara individu
berpendengaran terbatas. Penting sekali menggunakan teknik komunikasi yang tidak hanya
digunakan dalam pendidikan tetapi, juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh Gerakan Intruksional.

 BOLA- Pantomifn sebuah bola dengan kedua tangan.


 LARI – Kaitkan telunjuk kanan pada jempol tangan Telunjuk menunjuk; denycrn
gerakkan kedua ke depan.
 Buat tinju dengan kedua tangan, telapak tangan atas yang lain, telapak tangan
berhadapan. MERANGKAK jempol mengarah ke menghadap ke bawah Putar kedua
tangan pada gerakan merangkak.
 MENARI – Tempatkan dua jari di telapak tangan yang lain. Gerakkan kedua
jari Vmaju mundur seakan-akan menari.
 KE JAR – Genggam kedua tangan kecuali jempol. Genggaman arahkan ke samping;
dengan cepat tangan yang satu mengikuti yang lain ke depan.
 BAIK-Tangan terbuka.jari-jari letakkan di mulut. Gerakkan tangan ke depan, ,
sehingga telapak tangan mengnadap ke alas.LATIHAN – Buat linju dengan kedua
fangan Buat beberapa kali gerakan mengangkal barbel.
 GAME- Buat tinju dengan kedua tangan, jempol mengarah ke atas. Ke dua tinju
bergerak mendekati, bukD jari beradu dan bergerak ke atas.
 LOMPAT – Tempaikan dua jari tangan yang satu (V) berdiri tegak di telapaK tangan
yang lain. Tekuk kedua jari dan gerakkan ke atas.
 TANGKAP – Satu tangan membuat tinju dengan tangan yang lain terbuka. pantomim
gerak menangkap benda kecil, berakhirdengan tinju di atas tangan lain.
 KUAT-kedua tangan membuat tinju.Angkat di depan badan ,kedua lengan membuat
orang sikap kuat.
 LEMPAR Buat tinju dengan tangan yang satu. Pantomim gerakan melem-par.
 MANDI – Tinju berada dekatkepala, pantomim air memancur dengan mem-buka tinju
beberapa kali

BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

 Pendidikan Jasmani Khusus didefinisikan sebagai satu sistem penyampaian pelayanan


yang komprehensif yang dirancang untuk mengidentifikasi, dan memecahkan masalah
dalam ranah psikomotor .

 Tujuan pendidikan jasmani bagi yang berkelainan adalah untuk membantu mereka
mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani, mental, emosional dan sosial
yang sepadan dengan potensi mereka melalui program aktivitas pendidikan jasmani
biasa dan khusus yang dirancang dengan hati-hati.

 “Tuli “berarti satu kerusakan pendengaran yang begitu berat sehingga anak terhalang
dalam pemrosesan informasi linguistic melalui pendengaran dengan atau tanpa
pengeras suara yang sangat mempengaruhi unjuk kerja pendidikan.

“Mendengar Keras” berarti kerusakan pendengaran, baik tetap maupun tidak tetap yang akan
sangat mempengaruhi unjuk kerja pendidikan anak tetap tidak termasuk definisi tuli.

 Dua ciri bunyi adalah kekerasan(loudness)dan nada (pitch) bunyi.

 Penggolongan tingkat pendengaran sebagai berikut:

1. Pendengaran sedikit(slight) = 25-40 dB hilang

2. Pendengaran sedikit sekali(mild) = 41-55 dB hilang

3. Pendengaran Amat sedikit(marked) =56-70 dB hilang

4. Pendengaran amat sedikit sekali(severe) =71-90 dB hilang

5. Pendengaran sangat terbatas sekali = 91-….dB hilang

1. Tanda-tandanya adalah sebagai berikut:

1. Cara berbicara kurang baik


2. Kepala diarahkan ke sumber suara

3. Berulang kali minta pertanyaan atau pernyataan diulang

4. Sering sakit telinga

5. Cairan keluar dari telinga

6. Melamun dan perhatian kurang

7. Mempunyai masalah keseimbangan

1. Ciri-Ciri Anak Berkelainan Pendengaran

a. Psikomotor

1. cenderung mendapat infeksi telinga.

2. memiliki sikap badan yang kurang baik.

3. memperlihatkan gerak tanpa tujuan

4. berjalan dengan menyeret kaki

5. Keseimbangan (statis dan dinamis) dan kelincahan biasanya kurang pada peserta didik
berpendengaran terbatas dengan komplikasi telinga di dalam.

b. Kognitif

1. Kemampuan memahami abstrak biasanya terpengaruh.

2. Kekurangan dalam berkomunikasi merupakan tantangan terbesar dari peserta didik


yang berpendengaran terbatas

3. Kemampuan bahasa dari yang berpendengaran terbatas sering meningkat dengan


menggunakan alat pendengar yang memperkeras suara.

4. Pembaca bibir yang paling kompeten mungkin hanya dapat menangkap ucapan orang
lain sebanyak 25 %.

1. Strategi Instruksional

a. Psikomotor
1. Berikan bantuan khusus dalam menggunakan bantuan visual, seperti papan
pengumuman, papan tulis, pita video

2. Gunakan indera lain untuk instruksional

3. Hindari suara yang terlalu banyak dalam ruang, kolam renang atau lapangan
permainan

1. Berikan model dari sikap static dan dinamis yang baik

2. Gunakan peserta didik yang normal dan anda sendiri sebagai model.

3. Berikan aktivitas untuk kekuatan kardiovaskuler, kelentukan paling kurang 3 kali per
minggu

4. Hindari aktivitas memanjat seperti tali tangga dan perkakas.

b. Kognitif

1. Jangan perlakukan peserta didik berpendengaran terbatas sebagai yang bermental


terbelakang.

2. Menirukan gerak yang didemonstrasikan adalah cara berkomunikasi yang penting


bagi guru pendidikan jasmani.

3. Gunakan penangkap perhatian, dengan berbagai cara seperti mengangkat tangan,


menghentakkan kaki, alat control jauh, cahaya senter dan bendera berwarna.

c. Afektif

1. Aktivitas social harus menjadi prioritas tertinggi.

2. Ambil tindakan sedini mungkin terhadap anak-anak berpendengaran terbatas karena


keturunan

3. Kelas dari peserta didik yang berpendenagaran sangat terbatas harus terdiri dari hanya
7-10 orang

o Aktivitas yang Disarankan

1. Angkat Besi
2. Angkat Berat dengan system Universal

3. Latihan Kekuatan Isometrik

4. Senam

5. Lari jarak sedang dan jauh

6. Tes Kesegaran Jasmani

7. Latihan Sirkuit Berorientasi Kesegaran

8. Latihan lari Rintangan berorientasi Kesegaran

9. Program Latihan Rintangan Berorientasi Kesegaran

10. Aktivitas Mengetes Diri Untuk Meningkatkan Kesegaran

2. Saran

Dapat disarankan bahwa untuk mendapatkan banyak informasi mengenai ciri-ciri anak yang
mendapatkan kelainan pendengaran dan strategi instruksional . maka dapat menggunakan
makalah ini sebagai bahan acuan informasi .

 
DAFTAR PUSTAKA

Abdoellah,Arma.1996.Pendidikan Jasmani Adaptif.Jakarta: DEPDIKBUD Direktorat


Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.

Yunus,Mahmud&Johannes,Uray.1992.Psikologi Olahraga.Malang:DEPDIKBUD Institut


Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang Proyek Operasi dan Perawatan Fasilitas.

Widiati, Sri CH dan Murtadlo. 2007. Pendidikan Jasmani dan Olahraga Adaptif. Jakarta:
DEPDIKNAS, Dierektorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Ketenagaan.

Winarsih, Murni. 2007. Intervensi Dini Bagi Anak Tunarungu dalam Pemerolehan


Bahasa. Jakarta: DEPDIKNAS, Dierektorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat
Ketenagaan

Anda mungkin juga menyukai