PENDAHULUAN
Tidak ada satu anak manusia yang diciptakan sama yang satu dengan
lainnya. Tidak ada satu anak manusia tidak memiliki kekurangan. Tidak ada satu
anak manusia yang ingin dilahirkan ke dunia ini dengan menyandang kelainan atau
memiliki kecacatan. Demikian juga tidak akan ada seorang Ibu yang menghendaki
kelahiran anaknya menyandang kecacatan. Dengan demikian maka sejak
kelahirannya ke dunia, anak cacat atau dikenal dengan anak berkebutuhan khusus
(ABK) sudah tidak dikehendaki oleh kedua orang tuanya. Jadi pendidikan jasmani
adaptif mutlak diperlukan dalam suatu pembelajaran penjas untuk anak
berkebutuhan khusus dan diharapkan penjas adaptif mampu mengembangkandan
mengkoreksi kelainan dan keterbatasan yang ada.
Sejarah pendidikan jasmani adaptif dapat dibagi dalam tiga kurun waktu
berdasarkan kemajuan medis, pendidikan dan perubahan dari sikap masyarakat
terhadap yang berkelainan. Kurun waktu pertama disebut masa primitive prasejarah
sampai tahun 500 sebelum masehi, selama kurun ini sedikit sekali usaha untuk
mengembangkan atau rehabilitasi gerak dan keterampilan jasmani dari yang
berkelainan. Kurun waktu kedua disebut periode yunani dan romawi, kurun ini
bercirikan perubahan dari sikap yang biasa terhadap peran latihan jasmani. Kurun
ketiga timbul Perhatian yang baru dan kontinue dalam nilai pengobatan dari latihan
jasmani.
Sejarah pendidikan jasmani adaptif di Indonesia, sebagaimana telah
diutarakan dalam bagian pendahuluan secara tertulis belum menjumpai dalam
literature tentang pendidikan-pendidikan di Indonesia ada aspek yang
membicarakan masalah pendidikan adaptif beserta sejarahnya. Selama pelajaran
pendidikan jasmani peserta didik yang salah satu kakinya lebih pendek dan kecil
dari pada yang lain, sehingga ia pakai tongkat penyangga untuk berjalan.
1. Siswa Autis
2. Siswa yang mengalami hambatan penglihatan (Tunanetra)
3. Siswa yang mengalami hambatan pendengaran dan komunikasi (Tunarungu)
4. Siswa yang mengalami hambatan emosi ( Tunalaras)
5. Siswa Tunagrahita
6. Siswa yang mengalami Hambatan fisik (Tunadaksa)
7. Siswa yang memiliki hambatan belajar (LD)
8. Siswa yang memiliki hambatan lainnya seperti epilepsy, HIV, ADD dan
ADHD, Asma, Leukimia dan lain sebagainya.
Selain itu menurut Undang-undang rehabilitasi Amerika serikat (Section
504 of the Rehabilitation Act of 1973) siswa yang berhak mendapatkan layanan
pendidikan jasmani adaptif adalah: “a person with a disability is anyone who has a
physical or mental impairment that limits one or more major life activities, has a
record of impairment, or is regarded as having animpairment.” (Adapted Physical
Education, 2009)
Jadi menurut undang-undang tersebut yang termasuk mendapatkan layanan
pendidikan jasmani adaptif adalah siswa yang memiliki hambatan baik fisik
maupun mental, atau memiliki satu atau lebih hambatan yang bisa mengganggu
aktivitas hidupnya, memiliki riwayat hambatan yang dimilikinya atau dianggap
memiliki hambatan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sejarah pendidikan jasmani adaptif dibagi menjadi tiga periode diantaranya
Kurun waktu pertama disebut masa primitive prasejarah sampai tahun 500 sebelum
masehi, Kurun waktu kedua disebut periode yunani dan romawi, kurun ini
bercirikan perubahan dari sikap yang biasa terhadap peran latihan jasmani. Kurun
ketiga timbul Perhatian yang baru dan kontinue dalam nilai pengobatan dari latihan
jasmani.
Pendidikan jasmani adaptif, merupakan pendidikan melalui aktivitas
jasmani yang disesuaikan atau dimodifikasi yang memungkinkan individu dengan
kebutuhan khusus (kurang mampu) dapat berpartisipasi atau memperoleh
kesempatan beraktivitas dengan aman dan berhasil dengan baik (sesuai dengan
keterbatasannya) serta memperoleh kepuasan.
Tujuan umum pendidikan jasmani adaptif adalah membantu mereka yang
berkelainan dalam memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan jasmani,
mental, emosional, dan sosial yang sesuai dengan potensinya melalui program
aktivitas jasmani yang dirancang khusus dengan hati-hati. Selain itu terdapat
manfaat pendidikan jasmani untuk membantu perkembangan kemampuan yang
dibutuhkan siswa berkebutuhan kusus. Ruang lingkup yang digunakan adalah
siswa yang memiliki kekurangan atau berkebutuhan kusus.
3.2 Saran