Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TUNARUNGU

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Dosen Pengampuh : MARIA HERLIYANI DUA BUNGA, M.Pd

Disusun oleh:

Kelompok 2

1. Magdalena Mariana Trisnawati 081220101


2. Redemptha Sewai Krova 081220121
3. Agustina Yunengsa 081220111

UNIVERSITAS NUSA NIPA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “ TUNARUNGU ini dengan tepat waktu. Dan juga
kami berterima kasih pada ibu MARIA HERLIYANI DUA BUNGA, M.Pd selaku dosen pengampuh
mata kuliah Anak Berkebutuhan Khusus Universitas Nusa Nipa Indonesia yang telah.memberikan tugas
serta bimbingannya.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kita mengenai Pengembangan Kurikulum. Semoga Tuhan, memberikan balasan atas kebaikan yang telah
diberikan penulis. Akhir kata penulis berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Namun, jika masih ada kekurangan kami bersedia menerima saran perbaikan.

Maumere, 28 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI.....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang.......................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

a. Konsep ABK Tunarungu.................................................................................5


b. Penyebab ABK ..........................................................................................................9
c. Layanan Ketunaan ..................................................................................................10
d. Layanan pendidikaan .............................................................................................11

BAB III PENUTUP

Kesimpulan.........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................14


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak tunarungu memiliki hambatan dalam pendengaran akibatnya individu
tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut
tunawicara. Cara berkomunikasi seseorang yang menyandang tunarungu dengan
individulainyaitu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan
secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara.

Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi, rata-
rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki entelegensi normal dan rata-
rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi anak normal
karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti pelajaran
yang diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu
memiliki perkembangan yang sama cepatnya dengan anak normal. Prestasi anak
tunarungu yang rendah bukan disebabkan karena intelegensinya rendah namun
karena anak tunarungu tidak dapat memaksimalkan intelegensi yang dimiliki.
Aspek intelegensi yang bersumber pada verbal seringkali rendah, namun aspek
intelegensi yang bersumber pada penglihatan dan motorik akan berkembang dengan cepat
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep ABK Tunarungu


1. Pengertian

Menurut Soewito dalambuku Ortho paedagogik Tunarungu adalah :


“Seseorang yangmengalami ketulian berat sampai total, yang tidak dapat
menangkap tuturkata tanpa membaca bibir lawan bicaranya”. Anak tunarungu
adalah anak yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar baik itu
sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan kerusakan fungsi pendengaran
baik sebagian atau seluruhnya sehingga membawa dampak kompleks terhadap
kehidupannya.

Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan


pada pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna
atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali, tetapi dipercayai bahwa
tidak ada satupun manusia yang tidak bisa mendengar sama sekali. Walaupun
sangat sedikit, masih ada sisa-sisa pendengaran yang masih bisa dioptimalkan
pada anak tunarungu tersebut. Berkenaan dengan tunarungu, terutama
tentang pengertian tunarungu terdapat beberapa pengertian sesuai dengan
pandangan masing-masing.MenurutAndreas
Dwidjosumartomengemukakanbahwa seseorangyang tidak atau kurang mampu
mendengarsuaradikatakan tunarungu.Ketunarunguan dibedakan menjadi dua
kategori, yaitu tuli (deaf) atau kurang dengar (hard of hearing)(Laila, 2013: 10)

Murni Winarsih mengemukakan bahwa tunarungu adalah suatu istilah


umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat,
digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yang
kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambatproses informasi
bahasa melalui pendengaran, baikmemakai ataupun tidak memakai alat bantu
dengar dimana batas pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan
keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran.Tin Suharmini
mengemukakan tunarungudapatdiartikansebagai keadaan dari individuyang
mengalami kerusakan pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak
bisa menangkap berbagai rangsang suara, atau rangsang lain melalui
pendengaran(Laila, 2013 : 10).

Beberapa pengertian dan definisi tunarungu di atas merupakan


definisi yang termasuk kompleks, sehingga dapat disimpulkan bahwa anak
tunarungu adalah anak yang memiliki gangguan dalam pendengarannya, baik
secara keseluruhan ataupun masih memiliki sisa pendengaran. Meskipun anak
tunarungu sudah diberikan alat bantu dengar, tetap saja anak tuna rungu
masih memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

2. Ciri-Ciri Fisik
a. Segi Fisik
 Cara berjalannya kaku dan agak membungkuk akibat
terjadinya permasalahan pada organ keseimbangan di
telinga. Itulah sebabnya anak-anak tunarungu mengalami
kekurangan keseimbangan dalam aktivitas fisiknya
 Pernapasannya pendek dan tidak teratur. Anak-anak
tunarungu tidak pernah mendengarkan suara-suara dalam
kehidupan sehari-hari. Bagaimana bersuara atau mengucapkan
kata-kata dengan intonasi yang baik, sehingga mereka juga
tidak terbiasa mengatur pernapasannya dengan baik, khususnya
dalam berbicara
 Cara melihatnyaagak beringas. Penglihatan merupakansalah
satu indra yang paling dominan bagi anak-anak penyandang
tunarungu karena sebagian besar pengalamannya diperoleh
melalui penglihatan. Oleh karena itu anak-anak
tunarungujuga dikenal sebagai anak visual sehingga cara
melihatnya selalu menunjukkan keingintahuan yang besar dan
terlihat beringas.
b. Segi Bahasa
 Kosa katayang dimiliki tidak banyak
 Sulit mengartikan kata-kata yang mengandung ungkapan atau
idiomatik.
 Tata bahasanya kurang teratur
c. Intelektual
 Kemampuan intelektualnya normal. Pada dasarnya anak-anak
tunarungu tidak mengalami permasalahandalam segi intelektual.
Namun akibatketerbatasan dalam berkomunikasi dan berbahasa,
perkembangan intelektualnya menjadi lamban
 Perkembangan akademiknya lamban akibat keterbatasan
bahasa. Sering terjadinya keterlambanandalam perkembangan
intelektualnya akibat adanya hambatan dalam berkomunikasi,
dalam segi akademik anak tunarungu juga mengalami
keterlambatan
d. Sosial-Emosional
 Sering merasa curiga dan berprasangka. Sikap seperti ini terjadi
akibat adanya kelainanfungsi pendengarannya. Merekatidakdapat
memahami apa yang dibicarakan orang lain sehingga anak-anak
tunarungu menjadi mudah merasa curiga.
 Sering bersikap agresif.Anak-anak tunarungu bersikap agresif karena
mereka merasa tidak bisa mengartikan apa yang dikatakan orang lain.

3. Klasifikasi
Dalam International Standard Organization (ISO) (Efendi, 2009: 59-
64), klasifikasi penyandang tunarungu ditinjau dari kepentingan tujuan
pendidikannya dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan
1. SlightLossesatauanaktunarungudengan tingkat ketunarunguanantara
20-30 Deci-Bell (disingkat dB).
Adapun ciri cirinya:
a. Kemampuan mendengar masih baik karena berada di garis
batas antara pendengaran normal dan kekurangan pendengaran.
b. Tidak mengalami kesulitan dalam memahami pembicaraan
dan bisa mengikuti sekolah umum. Akan tetapi, syaratnya
tempat duduknya harus di depan guru dan dekat dengan
guru.
c. Dapat bicara dengan baik dengan mengandalkan kemampuan
mendengarkan.
2. MildLosses atau anak tunarungudengan tingkat ketunarunguanantara
30-40 dB. Adapun ciri-cirinya adalah:
a. Dapat memahamipercakapan biasapada jarak yang sangat dekat.
b. Bisa mengekspresikan isi hatinya secara lisan.
c. Tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah (bisikan).
d. Dapat menangkap isi pembicaraan jika berada pada posisi yang
berhadapan.
3. Moderate Losses atau anak tunarungu dengan tingkat
ketunarunguan antara40-60 dB. Ciri-cirinya adalah:
a. Dapat memahamipercakapan keras dari jarak yang dekat
kurang lebih 1 meter.
b. Sering terjadi kesalahpahaman terhadap lawan bicaranya jika
diajak bicara.
c. Mengalami kelainan bicara terutama pada huruf konsonan
d. Kurang mampumenggunakan bahasa dengan benar dalam
percakapan.
e. Pembendaharaan katanyaterbatas.
4. Severe Losses atau anak tunarungu dengan tingkat ketunarunguan
antara 60-75 dB. Ciri-cirinya adalah.
a. Sulit untukmembedakan suara.
b. Tidak menyadari akan getaran suaradaribenda-bendadi
sekitarnya
5. Profoundly Losses atau anak tunarungu dengan ketunarunguan 75 dB
ke atas. Ciri-cirinya adalah:
a. Hanya mampu mendengarkansuara sangat keras pada jarak
kurang lebih 1 inchi (2,5cm) atau sama sekali tidak
mendengarkan suara.
b. Biasanya tidak menyadari bunyi keras dan mungkin juga bisa
bereaksi jika dekat dengan telinga.
c. Meskipun menggunakan alat bantu dengar tetap saja tidak
memahami pembicaraan.

B. Penyebab ABK
Ada beberapa faktor penyebab tunarungu pada anak. Berikut beberapadiantaranya:
1. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (prenatal), meliputi keturunan, cacar air,
campak (rubella, gueman measles), toxaemia (keracunandarah), penggunaan pil
kina atau obat-obatan dalam jumlah yang sangat besar, kekurangan oksigen
(anoxia), serta kelainan organ pendengaransejak lahir.
2. Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal), yaitu rheus (Rh) ibu da anakyang
sejenis, kelahiran secara premature, kelahiran menggunakan forcep(alat bantu
tang), serta proses bersalinyang terlalu lama.
3. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (postnatal), diantaranya infeksi, meningitis
(radang selaput otak), tunarungu perspektif yang bersifatketurunan, serta otitis
media yang kronis

Namun ada beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai upaya


pencegahantercadinya tunarungu. Upaya tersebut dapat dilakukan pada saat
sebelumnikah (pranikah), hamil (prenatal), persalinan (natal), dan setelah kelahiran(post
natal), yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut

1. Upaya yang dapat dilakukan pada saat sebelum nikah (pranikah).


a. Menghindari pernikahan sedarah atau pernikahan dengan saudaradekat,
terutama pada keluarga yang mempunyai sejarah tunarungu.
b. Melakukan pemeriksaan darah.
c. Melakukan konseling genetika
2. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu hamil (prenatal)
a. Menjaga kesehatan dan memeriksakan kehamilan secara teraturkepada
dokter kadungan atau bidan.
b. Mengonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang sertamenghindari
makanan yang mengandung bahan berbahaya.
c. Tidak meminum obat sembarangan karena dapat menyebabkankeracunan
pada janin.
d. Melakukan imunisasi anti tetanus.
3. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu melahirkan (natal)
a. Pada saat melahirkan diupayakaan tidak menggunakan alat penyedot.
b. Apabila ibu tersebut terkena virus herpes simplek pada daerahvaginanya,
maka kelahiran harus melalui operasi Caesar
4. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu setelah melahirkan (post natal)
a. Melakukan imunisasi dasar serta imunisasi rubella yang sangat penting,
terutama bagi wanita.
b. Apabila anak mengalami sakit influenza, harus dijaga/ diobati jangan
sampai terlalu lama karena virusnya dapat masuk kerongga telinga
tengah melalui saluran eustaschius, dan dapat menyebabkan peradangan
(otitis media).
c. Menjaga telinga dari kebisingan, seperti menggunakan pelindung telinga
bagi para pekerja di pabrik
C. Layanan Ketunaan
Anak tuna rungu dapat belajar di lingkungan sekitarnya sehingga tiak menutup
kemungkinan bahwa mereka tumbuh menjadi sosok yang mandiri, partisipatif, serta
penuh kontribusi di dalam masyarakat inkluif. Anak yang diajari keterampilan
mendengarkan terdiri dari tingkat deteksi, diskiminasi, identifikasi dan pemahaman
bunyi.
Ada dua teknik pembelajaran yang utama bagi anak yang mengalami hambatan
pendengaran adalah dengan mendorong identifikasi dini dan selanjutnyaa amplifikasi
atau implant koklea. Pendekatan oral ini menekankan penggunaan suara yang di
perkuat untuk mengembangkan bahasa lisan. Pembelajaran dilakukan secara dua
tahap yang saling melengkapi yaitu tahap fonetik bertujuan untuk mengembangkan
suku kata secara terpisah. Tahap phonologic yaitu mengembangkan keterampilan
dalam memahami kata-kata, frasa, dan kalimat . pembelajaran bahasa di lakukan
secara natural dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pad diri anak. Pada masa
prasekolah pengajar, pengajar bagi anak dan pengasuhnya di lakukan secara
individual. Adapun memasuki masa sekolah pengajar dilaksanakan dalam bentuk
kelas inklusifa atau khusus bagi tuna rungu di sekolah regular. Model pembelajran ini
bergantung pada keterampilan sosial, komunikasi dan belajar anak. Senada dengan itu
cara lain dalam pembelajaran untuk anak tuna rungu yaitu: 1) bahasa isyarat
menggunakan kombinasi gerakan tangan, tubuh dan wajah untuk menyampaikan kata
dan konsep dari pada huruf. 2) fingerspelling menggunakan representasi tangan untuk
masing-masing dua puluh enak huruf alfphabet.
D. Layanan pendidikaan

Gangguan pendengaran dapat menyulitkan proses belajar anak. Anak yang tuli
secara lahir atau menderita tuli saat masih anak-anak biasanya lemah dalam kemampuan
berbicara dan bahasanya. Banyak anak yang memiliki masalah pendengaran mendapatkan
pengajaran tambahan diluar kelas regular. Pendekatan pendidikan untuk membantu anak
yang punya masalah pendengaran terdiri dari dua kategori :

1. Pendekatan oral, pendekatan ini menggunakan metode membaca gerak bibir,


speech reading (menggunakan alat visual untuk mengajar membaca), dan

sejenisnya.

2. Pendekatan manual adalah sistem gerakan tangan yang melambangkan kata.


Bahasa isyarat adalah system gerakan tangan yang melambangkan kata.
Pengejaan jari adalah “mengeja” setiap kata dengan menandai setiap huruf dari
satu kata

Pendekatan oral dan manual dipakai bersama untuk mengajar murid yang
mengalami gangguan pendengaran (Hallahann & Kauffman, 2000). Beberapa kemajuan
medis dan tekhnologi, seperti yang disebutkan di sini, juga telah meningkatkan
kemampuan belajar anak yang menderita masalah pendengaran (Boyles & Contadino,
1997) :

1. Pemasangan cochlear (dengan prosedur pembedahan). Ini adalah cara


kontroversial karena banyak komunitas orang tuli menentangnya, sebab
menganggapnya intrusive dan melukai kultur orang tuli. Yang lainnya
beranggapan bahwa pemasangan cochlear ini bisa meningkatkan kualitas hidup
banyak anak yang menderita problem pendengaran (Hallahann & Kauffman,
2003).
2. Menempatkan semacam alat di telinga (prosedur pembedahan untuk disfungsi
telinga tingkat menengah). Ini bukan prosedur permanen. System hearing aids

dan amplifikasi.

3. Perangkat telekomunikasi, teletypewriter – telephone, dan RadioMail


(menggunkan internet).
BAB III

PENUTUP

Tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of hearing)
maupun seluruhnya (deal) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di
dalam kehidupan sehari-hari. Kehilangan pendengaran pada anak tunarungu dapat
diklasifikasikan dari 0dB-91 dB ke atas.
Anak tunarungu mempunyai karakteristik yang spesifik bahwa anak tunarungu
mempunyai hambatan dalam perkembangan bahasa (mendapatkan bahasa). Ada beberapa faktor
penyebab tunarungu pada anak yaitu faktor sebelum anak dilahirkan (prenatal), faktor saat anak
dilahirkan (natal), dan faktor sesudah anak dilahirkan (postnatal). Namun ada beberapa cara yang
dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan tercadinya tunarungu. Upaya tersebut dapat dilakukan
pada saat sebelum nikah (pranikah), hamil (prenatal), persalinan (natal), dan setelah kelahiran
(post natal).
Banyak anak yang memiliki masalah pendengaran mendapatkan pengajaran tambahan
diluar kelas regular. Pendekatan pendidikan untuk membantu anak yang punya masalah
pendengaran terdiri dari dua kategori yakni pendekatan oral dan manual.
DAFTAR PUSTAKA

Rahmah, F. N. (2018). Problematika anak tunarungu dan cara mengatasinya. Quality, 6(1), 1-15.

Supena, A., & Iskandar, R. (2021). Implementasi layanan inklusi anak berkebutuhan khusus
tunarungu. Jurnal Komunikasi Pendidikan, 5(1), 124-137.

Tat, B. A., Hudin, R., & Nardi, M. (2021). Metode Pembelajaran Dalam Mengembangkan
Interaksi Sosial Anak Tunarungu. Jurnal Literasi Pendidikan Dasar, 2(1), 21-32.

Anda mungkin juga menyukai