Anda di halaman 1dari 17

PENDIDIKAN INKLUSI TERHADAP PENYANDANG TUNARUNGU

Makalah ini di susun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi
Dosen Pengampu : Drs. Tahyu,M.pd

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Arif Rahman ( C1986201047 )
Dhila Nurfadilah ( C1986201121 )
Nuri Rahmawati ( C1986201060 )

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
“Pendidikan Inklusi” adapun Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini yaitu “
Pendidikan Inklusi bagi penyandang Tunarungu”
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. .

Tasikmalaya, 10 April 2021

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1
A. Latar Belakang …………………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………….2
C. Tujuan …………………………………………………………………………...2
BAB II ISI .......................................................................................................................3
A. Pengertian Anak Tunarungu ………………………………………………….…3
B. Karakteristik Anak Tunarungu ……………………………………………….…5
C. Prinsip Pembelajaran Umum dan Khusus Pada Anak Tunarungu ……………...9
D. Peran Guru BK dalam Proses Belajar Terhadap Anak Tunarungu ……………..11
BAB III PENUTUP ........................................................................................................13
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………...13
B. Saran …………………………………………………………………………….13
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kehilangan fungsi pendengaran,


baik sebagian maupun seluruhnya yang berdampak kompleks dalam kehidupannya.
Anak tunarungu secara fisik terlihat seperti anak normal, tetapi bila diajak
berkomunikasi barulah terlihat bahwa anak mengalami gangguan pendengaran. Anak
tunarungu tidak berarti anak itu tunawicara, akan tetapi pada umumnya anak
tunarungu mengalami ketunaan sekunder yaitu tunawicara. Penyebabnya adalah anak
sangat sedikit memiliki kosakata dalam sistem otak dan anak tidak terbiasa berbicara.
Anak tunarungu memiliki tingkat intelegensi bervariasi dari yang rendah hingga
jenius. Anak tunarungu yang memiliki intelegensi normal pada umumnya tingkat
prestasinya di sekolah rendah. Hal ini disebabkan oleh perolehan informasi dan
pemahaman bahasa lebih sedikit bila dibanding dengan anak mampu dengar. Anak
tunarungu mendapatkan informasi dari indera yang yang masih berfungsi, seperti
indera penglihatan, perabaan, pengecapan dan penciuman. Anak tunarungu mendapat
pendidikan khusus di lembaga informal dan formal.

Pendidikan informal yang menangani anak tunarungu yaitu LSM, organisasi


penyandang cacat, posyandu dan klinik-klinik anak berkebutuhan khusus. Lembaga
pendidikan formal yang menangani anak tunarungu adalah home schooling, sekolah
inklusi, dan Sekolah Luar Biasa (SLB). Penyelenggaraan pendidikan khusus tersebut
termuat dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32
ayat 1 yang menyatakan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan khusus yang dimaksud yaitu pemberian
layanan pendidikan sesuai kebutuhan anak tunarungu. Pendidikan khusus
dilaksanakan secara tersistem. Salah satu wujud pendidikan khusus adalah
pelaksanaan pembelajaran di kelas. Pelaksanaan pembelajaran bagi anak tunarungu
harus dimulai dari hal-hal yang dialami anak dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip
pembelajaran bagi anak tunarungu dimulai dari hal-hal yang mudah kemudian
berangsur ke tingkat yang lebih sulit. Pembelajaran bagi anak tunarungu dapat
dilakukan dengan cara memberikan pengalaman-pengalaman nyata dan secara
berulang-ulang. Anak tunarungu kurang memiliki pemahaman infomasi verbal. Hal
ini menyebabkan anak sulit menerima materi yang bersifat abstrak, sehingga
dibutuhkan media untuk memudahkan pemahaman suatu konsep pada anak
tunarungu. Media gambar yang menarik dan digemari siswa adalah dirasa sebagai
media yang relevan untuk membantu anak tunarungu dalam mengatasi permasalahan
pembelajaran yang memiliki materi abstrak. Anak tunarungu mengalami kesulitan
dalam pembelajaran yang bersifat abstrak. Salah satu pembelajaran utama di SLB
tingkat dasar adalah pelajaran matematika. Pelajaran matematika adalah mata
pelajaran ilmu pasti.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tunarungu?
2. Bagaimana karakteristik anak yang mengalami Tunarungu?
3. Bagaimana prinsip pembelajaran bagi yang mengalami Tunarungu?
4. Bagaimana peran guru BK dalam proses konseling belajar terhadap anak yang
Tunarungu?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui ap aitu tunarungu.
2. Untuk mengetahui karakteristik anak yang mengalami tunarungu.
3. Mengetahui bagaimana prinsip pembelajaran bagi yang mengalami tunarungu.
4. Agar mengetahui peran guru BK dalam proses konseling terhadap Tunarungu.

2
BAB II
ISI

A.  Pengertian Anak Tunarungu


Menurut Hallahan dan Kauffman (1982 : 234) memberikan batasan tentang
tunarungu di tinjau dari kehilangan kemampuan mendengarnya, bahwa : Hearing
impairment. A genetic term indicating a hearing disabiliti that range insevety from
milk to profound in includis the subsets deaf and hard of hearing. Deaf person in one
whos hearing disability precludes successful processing of linguistic information
though audio, with or without a haering aid, has residual hearing sufficient to enable
sucxessful processing of linguistic information thoght audition.
Andreas Dwijosumarto dalam seminar ketuna runguan di bandung (19 juni
1988) mengemukakan bahwa tuna rungu adalah suatu kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai perangsang, terutama
indra pendengaran.
Kemudian Donald F Moores menjelaskan pengertian tuna rungu
dalam bukunya Education the deaf (Psychology principles and practices) Hougtoh
Miflin Company, Boston (1981: 3) sebagai berikut : A deaf person is one whose
hearing is disabled to exten (usually 70 dB ISO grather ) that precluds the
understanding of speech through the earlone without or with the use of hearing aid. A
hard of hearing person is one whose hearing is disabled to an exten ( usually 35 to 69
dB ISO ) That makes difficult but dose not preclude the understanding of speech
through the ear alone with  out our with a hearing aid.
Menurut batasan dari Sri Moerdiani (1987: 27) dalam buku psikologi anak
luar biasa bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang menaglami gangguan
pendengaran sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai fungsi praktis dan tujuan
komunikasi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Adapun Moh Amin dalam buku Ortopedagogik umum mengemukakan bahwa
anak tuna rungu adalah mereka yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebakan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya
sebagian atau seluruh organ pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam
perkembanganya sehingga memerlukan bimbingan pendidikan khusus. (1991: 1).
Ahli lainnya memberikan batasan mengenai tunarungu ditinjau dari segi medis
dan pedagogis sebagai berikut : “Tunarungu berarti kekurangan atau kehilangan
3
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan seluruh alat pendengaran
yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan bahasa sehingga memerlukan
bimbingan dan pelayanan khusus”. ( Salim,1984 : 8)
Orang tuli adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan untuk
mendengar sehingga tidak dapat mengembangkan, biasanya pada tingkat 70 dB ISO
atau lebih besar sehinga menghalangi untuk mengerti pembicaraan orang lain melalui
pendengaranya sendiri tanpa mengunakan alat bantu dengar. Seseorang dikatakan
kurang mendengar adalah ketidak mampuan untuk mendengar sehingga tidak dapat
mengembangkan, bisanya pada tingkat 35 sampai 69 Db ISO tetapi tidak menghalangi
untuk mengerti pembicaraan orang lain melauli pendengaranya sendiri tanpa atau
menggunakan alat bantu dengar. Pernyataan tersebut kurang lebih berarti bahwa
tunarungu adalah suatu istilah umun yang menunjukan kesulitan mendengar dari yang
ringan sampai yang berat dan di golongkan kedalam bagian tuli dan kurang dengar.
Orang tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga
tidak dapat memproses informasi bahasa melalui pendengaran dengan atau tanpa alat
bantu dengar. Sedangkan orang kurang dengar adalah seseorang yang pada umumnya
menggunakan alat bantu dengar sisa pendengarannya  cukup memungkinkan
keberhasilan memproses informasi bahasa melalui pendengarannya. Dari
beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak
yang mengalami hambatan dalam mendengar  yang di sebabkan karena tidak
berfungsinya sebagian atau keseluruhan  alat pendengaran sehingga anak memerlukan
bimbingan dan pendidikan khusus agar dapat mengembangkan bahasa serta potensi
yang dimiliki anak seoptimal mungkin. Atau dengan menggunakan bahasa lain,
bahwa anak tuna rungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang diakibatkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya
indra pendengaran sehingga mengalami hambatan dalam perkembanganya. Denagn
demikian anak tuna rungu memerlukan pendidikan secara khusus untuk mencapai
kehidupa lahir batin yang layak.

B. Karakteristik Anak Tunarungu


Semua individu memiliki karakteristik tertentu demikian pula anak-anak yang
mengalami ketunarunguan dan dampak yang paling mencolok yaitu terhambatnya
4
perkembangan bahasa dan bicara, mereka terbatas dalam kosa kata dan pengertian
kata-kata yang abstrak. Hal ini karena mereka hanya memanfaatkan penglihatan
dalam belajar bahasa. Belajar bahasa hanya melalui penglihatan memiliki banyak
kelemahan-kelemahan sehingga mereka tidak dapat memanfaatkan intelegensinya
secara maksimal, akibatnya mereka tampak bodoh.
Perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda dengan
perkembangan bahasa anak normal sekitar usia enam bulan anak mencapai pada tahap
meraban. Pada perkembangan ini semua anak mengalaminya karena merupakan awal
untuk belajar bahasa. Anak yang sejak lahir mengalami ketunarunguan, pada saat bayi
mengulang-ulang bunyi bayi tidak dapat mendengar bunyi yang dikeluarkan begitu
pula ia tidak dapat mendengar respon yang dikeluarkan oleh orang tua atau orang-
orang yang dekat darinya.
Ada beberapa perbedaan karakteristik anatara anak tunarungu dengan anak
normal. Hal ini disebabkan keadaan mereka yang sedemikian rupa sehingga
mempunmyai karakter yang khas yang menyebabkan anak tunarungu mendapatkan
kesulitan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga mereka perlu
mendapat pembinaan yang khusus untuk mengatasi masalah ketunarunguan.
Karakteristik yang khas dari anak tunarungu adalah sebagai berikut:
1. Fisik
Jika dibandingkan dengan kecacatan lain nampak jelas dalam arti
tidak terdapat kelainan. Tetapi bila diperhatiakan lebih teliti mereka
mempunyai karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Tati Hernawati
(1990 : 1) sebagai berikut :
a. Cara berjalan kaku dan agak membungkuk hal ini terjadi pada anak
tunarungu yang mempunyai kelainan atau kerusakan pada alat
keseimbangannya.
b. Gerakan mata cepat yang menunujukan bahwa ia ingin menguasai
lingkungan sekitarnya.
c. Gerakan kaki dan tangan yang cepat.
d. Pernapasan yang pendek dan agak terganggu. Kelainan pernapasan
terjadi karena tidak terlatih terutama pada masa meraban yanmg
merupakan masa perkembangan bahasa.
2. Bahasa dan Bicara

5
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman
pendengaran. Dengan kondisi yang disandangnya anak tunarungu akan
mengalami hambatan dalam bahasa dan bicaranya. Pada anak tunarungu
proses penguasaan bahasa tidak mungkin diperoleh melalui pendengaran.
Dengan demikian anak tunarungu mempunyai ciri-ciri perkembangan
bahasa sebagai berikut:
a. Fase motorik yang tidak teratur
Pada fase ini anak melakukan gerakan-gerakan yang tidak teratur,
misalnya :
- Gerakan tangan.
- Menangis.
Menangis permulaan adalah gerak refleks dari bayi yang baru
lahir. Menangis sangat penting bagi perkembangan selanjutnya
karena dengan menangis secara tidak sengaja sudah melatih otot-
otot bicara, pita suara dan paru-paru.
b. Fase meraban (babbling)
Pada awal fase meraban (babling) tidak terjadi hambatan karena
fase meraban ini merupakan kegiatan alamiah dari pernapasan dan
pita suara. Mula-mula bayi babling, kemudian ibu meniru. Tiruan
itu terdengar oleh bayi dan ditirukan kembali. Peristiwa inilah
yang mkenjadi proses terpenting dalam pembinaan bicara anak.
Bagi anak tunarungu tidak terjadi pengulangan bunyinya sendiri,
karena anak tunarungu tidak mendengar tiruan ibunya. Dengan
demikian perkembangan bicara selanjutnya menjadi terhambat.
c. Fase penyesuaian diri. 
Suara-suara yang diujarkan orang tua dan ditiru oleh bayi
kemudian ditirukan kembali oleh orang tuanya secara terus
menerus. Pada anak tunarungu hal tersebut terbatas pada peniruan
penglihatan (visual) yaitu gerakan-gerakan atau isyarat-isyarat,
sedangkan peniruan pendengaran (auditif) tidak terjadi karena anak
tunarungu tidak dapat mendengar suara.
Tiga faktor yang saling berkaitan antara ketidakmampuan bahasa dan
bicara dengan ketajaman pendengaran menurut Daniel F. Hallahan dan

6
James M. Kauffman yang dikutip oleh Andreas Dwijosumarto (1990 :
2) adalah sebagai berikut :
a. Penerima auditori tidak cukup sebagi umpan balik ketika ia
membuat suara.
b. Penerimaan verbal dari orang dewasa tidak cukup menunjang
pendengarannya.
c. Tidak mampu mendengar contoh bahasa dari orang
mendengar.
Ciri khusus anak tunarungu berkenaan dengan bahasanya adalah
miskin dalam kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit
mengartikan kata-kata yang mengandung arti kiasan. Sedangkan ciri-
ciri anak tunarungu  berkenaan dengan bicaranya adalah nada
bicaranya tidak beraturan, bicaranya terputus-putus akibat dari
penguasaan kosa kata yang terbatas, dalam bicara cenderung diikuti
oleh gerakan-gerakan tubuh serta sulit menguasai warna dan gaya
bahasa.
3. Intetelegensi
Secara garis besar pendapat tentang intelegensi anak tunarungu di
klasifikasikan menjadi tiga bagian.
a. Pertama anak tunarungu dianggap sama dengan anak normal
(YukeSiregar, 1981 : 2)
b. Kedua, dianggap bahwa  intelegensi anak tunarungu lebih rendah dari
anak normal .
c. Bahwa anak tunarungu mengalami kekurangan potensi intelektual pada
segi non verbal.
4. Kepribadian dan emosi.
Semua anak memerlukan perhatian dan dapat diterima di lingkungan yang
di tempati. tidak terkecuali anak tunarungu, tetapi semua itu akan sulit
didapatkan oleh anak tunarungu karena mereka hanya dapat merasakan
ungkapan tersebut melalui kontak visual. Berbeda dengan anak normal
yang dapat merasakan ungkapan yang diberikan melalui nada suara yang
diperoleh dengan cara mendengar. Hal ini akan berpengaruh pada
perkembangan emosi anak tunarungu. Karena keadaanya itu anak
tunarungu merasa terasing dan terisolasi dari lingkungannya. Sering
7
terjadi, ketidak mampuan mereka dalam berkomunikasi mengakibatkan
suatu kekurangan dalam keseluruhan pengalaman anak yang sebenarnya
dasar bagi perkembangan, sikap dan kepribadian.
Beberapa sifat yang terjadi pada anak tunarungu akibat dari
kekurangannya  adalah :
a. Sifat egosentris yang lebih besar daripada anak normal, dunia
penghayatan mereka lebih sempit maka akan lebih terarah pada
dirinya sendiri. Sifat egosentis ini berarti :
- Sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan pada perasaan
orang  lain.
- Dalam perilakunya sering di kuasai oleh perasaan dan pikiran
sendiri   mereka sulit menyusuaikan diri.
b. Mempunyai perasaan takut akan hidup.
c. Sikap ketergantungan kepada orang lain
d. Perhatian yang sukar di alihkan.
e. Kemiskinan dalam bidang fantasi.
f. Sifat yang polos, sederhana tanpa banyak problem.
g. Mereka dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
h. Lekas marah dan cepat tersinggung.
i. Kurang mempunyai konsep tentang relasi atau hubungan.
5. Sosial
Setiap manusia memerlukan interaksi dengan lingkungannya. Untuk dapat
berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya di perlukan kematangan
sosial. Yuke R Siregar (1986 : 26) mengemukakan tentang saran untuk
mencapai kematangan sosial, yaitu:
a. Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai sosial dan kekhasan
dalam masyarakat.
b. Mempunyai kesempatan yang banyak untuk menerapkan
kemampuannya.
c. Mendapatkan kesempatan dalam hubungan sosial.
d. Mempunyai dorongan untuk mencari pengalaman.
e. Struktur kejiwaan yang sehat yang mendorong motivasi yang baik.
Karena kondisi yang dialami oleh anak tunarungu sulit untuk mencapai
kematangan oleh karenanya tidak jarang lingkungan memperlakukan
8
mereka dengan tidak wajar. Hal ini akan menyebabkan mereka cenderung
memiliki rasa curiga pada lingkungan, memiliki perasaan tidak aman dan
memiliki kepribadian yang tertutup, kurang percaya diri, menafsirkan
sesuatu secara negatif, memiliki perasaan rendah diri dan merasa
disingkirkan, kurang mampu mengontrol diri dan cenderung
mementingkan diri sendiri.

C. Prinsip Pembelajaran Umum Dan Khusus Pada Anak Tunarungu


1. Prinsip pembelajaran umum
Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara aktif dan efesien guru perlu
memperhatikan prinsip-prinsip secara umum sama dengan prinsip-prinsip
pembelajaran yang berlaku pada siswa pada umumnya, namun demikian, karena di
dalam kelas inklusi terdapat siswa berkelainan yang mengalami kelainan
atau penyimpangan baik fisik, intelektual, sosial, emosional dan sensor
isneurologis dibanding dengan siswa pada umumnya, maka guru yang mengajar di
kelas inklusif disamping menerapkan prinsip-prinsip umum pembelajaran juga
harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai  dengan kelainan siswa.
Prinsip-prinsip umum pada pembelajaran anak tuna rungu adalah:
a. Prinsip motivasi guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada anak agar
tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan
belajar mengajar.
b. Prinsip latar/konteks guru perlu mengenal siswa secara mendalam,
menggunakancontoh, memanfaatkan sumber belajar yang di lingkungan
sekitar, dan maksimal mungkin menghindari pengulangan-pengulanganmateri
pengajaran yang sebenarnya tidak terlalu perlu bagi siswa.
c. Prinsip keterarahan setiap akan melakukan kegiatan pembelajaran, guru
harusmerumuskan tujuan secara jelas menetapkan bahan dan alat yangsesuai
serta mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat.
d. Prinsip hubungan sosial dalam kegiatan belajar mengajar, guru perlu
mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan
interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan
lingkungan, serta interaksi banyak arah.
e. Prinsip belajar sambil bekerja dalam kegiatan pembelajaran, guru harus
banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan
9
praktek/percobaan atau menemukan sesuatu melalui pengamatan, penilaian,
dansebagainya.
f. Prinsip individualisasi guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik
setiap siswa secara mendalam baik dari segi kemampuan maupun
ketidakmampuan, kelambanannya dalam belajar, dan perilakunya sehingga
setiap kegiatan pembelajaran masing-masing siswa mendapat perhatian dan
perlakuan yang sesuai.
g. Prinsip menemukan guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang
mampu memancing siswa untuk terlibat secara aktif baik fisik, mental,sosial
dan emosional.
h. Prinsip pemecahan masalah guru hendaknya sering mengajukan
berbagai persoalan yang ada di lingkungan sekitar, dan siswa dilatih untuk
merumuskan, mencari data, menganalisis dan memecahkan masalah yang
sesuai dengan kemampuan. 
2. Prinsip Pemecahan Masalah
a. Prinsip keterarahan wajah
Siswa tunarungu adalah siswa yang mengalami gangguan pendengarannya
(kurang dengar atau bahkan tuli), sehingga organ pendengarannya
kurang/tidak berfungsi dengan baik. Bagi yang sudah terlatih, mereka dapat
berkomunikasi dengan orang lain dengan cara melihat gerak bibir (lip
reading) lawan bicaranya. Oleh karena itu ada yang menyebut siswa tuna
rungu dengan istilah ”permata”, karena matanya seolah-olah tanpa berkedip
melihat gerak bibir lawan bicaranya. Prinsip ini menuntut guru ketika member
penjelasan hendaknya menghadap ke siswa (face to face). Sehingga siswa
dapat membaca gerak bibir guru, karena organ bicaranya kurang berfungsi
sempurna, akibatnya bicaranya sulit dipahami (karena kurang sempurna) oleh
lawan bicaranya. Agar guru dapatmemahaminya, maka siswa diminta
menghadap guru (face to face) ketika berbicara.
b. Prinsip keterarahan suara
Setiap kali ada suara/bunyi, pasti ada sumber suara/bunyinya. Dengan sisa
pendengarannya, siswa hendaknya dibiasakan mengkonsentrasikan sisa
pendengarannya ke arah sumber suara/bunyi yang dihayatinya sangat
membantu proses belajar-mengajar siswa terutama dalam pembentukan
sikap, pribadi, tingkah laku, dan perkembangan bahasanya. Dalam proses
10
belajar-mengajar, ketika berbicara guru hendaknya menggunakan lafal atau
ejaan yang jelas dan cukup keras, sehingga arah suaranya dikenali siswa.
Demikian pula, bagisiswa yang mengalami gangguan komunikasi, agar
bicaranya selalu menghadap ke lawan bicaranya agar suaranya terarah.
c. Prinsip keperagaan
Siswa tunarungu karena mengalami ganguan oragan pendengaran,maka
mereka lebih banyak menggunakan indera.

D. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam proses belajar terhadap anak
Tunarungu
Peran artinya suatu yang menjadi pimpinan, yang terutama dalam terjadinya
sesuatu hal atau peristiwa. peranan berasal dari kata “peran” yang bearti seperangkat
tingkat yang dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyaraka, kata tersebut
memperoleh bagian akhiran “an” yang mempunyai arti ‘bagian dari tugas utama yang
harus dilaksanakan.”
Guru adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimilki oleh orang yang
berkedudukan tinggi dalam masyarakat”, sedangkan,” peranan adalah bagian yang
dimainkan seorang pemain tindakan yang dilakukan seseorang pemain tindakan yang
dilakukan seseorang dalam satu peristiwa. Peran adalah suatu prilaku yang dilakukan
seseorang kepada orang lain atau prilaku yang di terapkan seorang guru terhadap
siswanya dalam proses belajar.
Ada 5 peranan pokok seorang guru:
1. Mengarahkan dan membimbing belajar murid-muridnya. Dalam hal ini guru
mengusahakan gangguan-gangguan yang timbul dilingkungan murid-murid
dapat dihindarakan. Guru kemudian menciptakan suasana belajar yang
konduktif, mantap, dan bertujuan. Guru hendaknya menguasai mata pelajaran
dan metode mengajar yang sesuai dengan suasana, dan menciptakan kegiatan
belajar yang melibatkan seluruh kelas, dapat memotivasi murid agar mereka
bisa belajar dengan giat.
2. Guru dapat merangsang murid sehingga menerbitkan minat belajar dikalangan
murid. Jika ada murid yang lemah dalam belajar harus diselidiki apakah dia
tidak mempunyai waktu untuk belajar di rumah, maka guru harus membimbing
mereka yang lemah agar bisa mengikuti teman-temannya yang lain.

11
3. Membantu mengembangkan sikap-sikap yang positif pada murid-murid, dan
menghilangkan sikap-sikap yang negatif pada dirinya. Pengembangan sikap-
sikap positif bisa dilakukan guru dengan memberikan pujian bila murid berhasil
melakukan perbuatan positif misalnya dapat menjawab soal dengan baik, dapat
berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan sopan, dapat membantu teman
yang kesulitan atau mendapat musibah, dan sebagainya.
4. Memperbaiki cara-cara mengajar dengan mempelajari metode dan didaktik
pengajaran. Didalam mengajar tidak boleh guru-guru melupakan beberapa hal
sebagai berikut:
a. Hubungan antara kematangan anak dengan belajarnya. Hal ini menyangkut
penyesuaian materi dan metode dengan anak. Misalnya murid-murid kelas
2 SD tdak pantas guru menceritakn peristiwa orang dewasa kepadannya
seperti kejadian-kejadian politik akhir-akhir ini.
b. Untuk murid yang telah dewasa, maka cerita guru hendaknya yang
berhubungan dengan pendekatan logis, dan sistematis. Misalnya cerita yang
menyangkut dengan kejadian-kejadian nyata dan populer dimasyarakat,
seperti kejahatanyang dilakukan teroris yang merusak citra agama islam.
c. Pendekatan psikologi., suatu pendekatan yang mempertimbangkan aspek-
aspek kjiwaan murid.
5. Guru hendaknya mengenal kualitas pribadinya (kekurangan dan kelebihannya).
Adanya guru-guru yang mengikuti sertifikasi tingkat S1 di seluruh Indonesia
adalah dalam rangka meningkatkan kualitas pribadinya baik dalam ilmu
pengetahuan maupun kualiatas pribadinya

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kemampuan berbahasa anak tunarungu dapat berkembang dengan baik atau
sebaliknya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Khususnya faktor di luar diri anak
yaitu orang tua. Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama memberikan pengaruh
yang sangat besar terutama dalam mengembangkan kemampuan bahasa anak
tunarungu. Orang tua dituntut untuk dapat menerima anaknya secara realistis, positif
serta mampu menjalankan peran dalam mengembangkan bahasa anak tunarungu.
Peran orang tua dalam hal ini yaitu mencakup pada penerimaan terhadap anak,
memahami perkembangan bahasa anak, serta terampil dalam menciptakan dan
memberikan kesempatan berbahasa kepada anak sejak dini. Karena, keterampilan
berbahasa didapat oleh anak dengan cara proses meniru, peniruan terjadi apabila ada
motivasi dari anak untuk mau berbahasa/bicara dan motivasi tersebut akan muncul
apabila orang tua dapat menjalankan perannya dengan baik.

B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Semoga pembaca dapat memahami isi materi yang telah kami susun ini. Kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dijadikan sebagai acuan kami
kedepannya. Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam pengetikan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua. Aamiin

13
DAFTAR PUSTAKA
Indah, Husada. (2012). Makalah Tunarungu II. (Diakses pada tanggal 9 April 2021) melalui
https://husadaindah.wordpress.com/2012/03/15/makalah-tunarungu-ii/

Julita, Elma. (2019). Peranan Guru Bimbingan Konseling Dalam Proses Belajar Terhadap
Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Di Slb Labui) (Diakses pada tanggal 9 April
2021) melalui https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/9961/

UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Hallahan, D. P and Kauffman, J. M. 1988. Exceptional Children: Introduction to Special


Education. New Jersy: Prentice Hall, Inc.

Anda mungkin juga menyukai