Makalah ini di susun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi
Dosen Pengampu : Drs. Tahyu,M.pd
Disusun Oleh :
Kelompok 2
Arif Rahman ( C1986201047 )
Dhila Nurfadilah ( C1986201121 )
Nuri Rahmawati ( C1986201060 )
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
“Pendidikan Inklusi” adapun Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini yaitu “
Pendidikan Inklusi bagi penyandang Tunarungu”
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. .
Penulis,
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tunarungu?
2. Bagaimana karakteristik anak yang mengalami Tunarungu?
3. Bagaimana prinsip pembelajaran bagi yang mengalami Tunarungu?
4. Bagaimana peran guru BK dalam proses konseling belajar terhadap anak yang
Tunarungu?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui ap aitu tunarungu.
2. Untuk mengetahui karakteristik anak yang mengalami tunarungu.
3. Mengetahui bagaimana prinsip pembelajaran bagi yang mengalami tunarungu.
4. Agar mengetahui peran guru BK dalam proses konseling terhadap Tunarungu.
2
BAB II
ISI
5
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman
pendengaran. Dengan kondisi yang disandangnya anak tunarungu akan
mengalami hambatan dalam bahasa dan bicaranya. Pada anak tunarungu
proses penguasaan bahasa tidak mungkin diperoleh melalui pendengaran.
Dengan demikian anak tunarungu mempunyai ciri-ciri perkembangan
bahasa sebagai berikut:
a. Fase motorik yang tidak teratur
Pada fase ini anak melakukan gerakan-gerakan yang tidak teratur,
misalnya :
- Gerakan tangan.
- Menangis.
Menangis permulaan adalah gerak refleks dari bayi yang baru
lahir. Menangis sangat penting bagi perkembangan selanjutnya
karena dengan menangis secara tidak sengaja sudah melatih otot-
otot bicara, pita suara dan paru-paru.
b. Fase meraban (babbling)
Pada awal fase meraban (babling) tidak terjadi hambatan karena
fase meraban ini merupakan kegiatan alamiah dari pernapasan dan
pita suara. Mula-mula bayi babling, kemudian ibu meniru. Tiruan
itu terdengar oleh bayi dan ditirukan kembali. Peristiwa inilah
yang mkenjadi proses terpenting dalam pembinaan bicara anak.
Bagi anak tunarungu tidak terjadi pengulangan bunyinya sendiri,
karena anak tunarungu tidak mendengar tiruan ibunya. Dengan
demikian perkembangan bicara selanjutnya menjadi terhambat.
c. Fase penyesuaian diri.
Suara-suara yang diujarkan orang tua dan ditiru oleh bayi
kemudian ditirukan kembali oleh orang tuanya secara terus
menerus. Pada anak tunarungu hal tersebut terbatas pada peniruan
penglihatan (visual) yaitu gerakan-gerakan atau isyarat-isyarat,
sedangkan peniruan pendengaran (auditif) tidak terjadi karena anak
tunarungu tidak dapat mendengar suara.
Tiga faktor yang saling berkaitan antara ketidakmampuan bahasa dan
bicara dengan ketajaman pendengaran menurut Daniel F. Hallahan dan
6
James M. Kauffman yang dikutip oleh Andreas Dwijosumarto (1990 :
2) adalah sebagai berikut :
a. Penerima auditori tidak cukup sebagi umpan balik ketika ia
membuat suara.
b. Penerimaan verbal dari orang dewasa tidak cukup menunjang
pendengarannya.
c. Tidak mampu mendengar contoh bahasa dari orang
mendengar.
Ciri khusus anak tunarungu berkenaan dengan bahasanya adalah
miskin dalam kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit
mengartikan kata-kata yang mengandung arti kiasan. Sedangkan ciri-
ciri anak tunarungu berkenaan dengan bicaranya adalah nada
bicaranya tidak beraturan, bicaranya terputus-putus akibat dari
penguasaan kosa kata yang terbatas, dalam bicara cenderung diikuti
oleh gerakan-gerakan tubuh serta sulit menguasai warna dan gaya
bahasa.
3. Intetelegensi
Secara garis besar pendapat tentang intelegensi anak tunarungu di
klasifikasikan menjadi tiga bagian.
a. Pertama anak tunarungu dianggap sama dengan anak normal
(YukeSiregar, 1981 : 2)
b. Kedua, dianggap bahwa intelegensi anak tunarungu lebih rendah dari
anak normal .
c. Bahwa anak tunarungu mengalami kekurangan potensi intelektual pada
segi non verbal.
4. Kepribadian dan emosi.
Semua anak memerlukan perhatian dan dapat diterima di lingkungan yang
di tempati. tidak terkecuali anak tunarungu, tetapi semua itu akan sulit
didapatkan oleh anak tunarungu karena mereka hanya dapat merasakan
ungkapan tersebut melalui kontak visual. Berbeda dengan anak normal
yang dapat merasakan ungkapan yang diberikan melalui nada suara yang
diperoleh dengan cara mendengar. Hal ini akan berpengaruh pada
perkembangan emosi anak tunarungu. Karena keadaanya itu anak
tunarungu merasa terasing dan terisolasi dari lingkungannya. Sering
7
terjadi, ketidak mampuan mereka dalam berkomunikasi mengakibatkan
suatu kekurangan dalam keseluruhan pengalaman anak yang sebenarnya
dasar bagi perkembangan, sikap dan kepribadian.
Beberapa sifat yang terjadi pada anak tunarungu akibat dari
kekurangannya adalah :
a. Sifat egosentris yang lebih besar daripada anak normal, dunia
penghayatan mereka lebih sempit maka akan lebih terarah pada
dirinya sendiri. Sifat egosentis ini berarti :
- Sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan pada perasaan
orang lain.
- Dalam perilakunya sering di kuasai oleh perasaan dan pikiran
sendiri mereka sulit menyusuaikan diri.
b. Mempunyai perasaan takut akan hidup.
c. Sikap ketergantungan kepada orang lain
d. Perhatian yang sukar di alihkan.
e. Kemiskinan dalam bidang fantasi.
f. Sifat yang polos, sederhana tanpa banyak problem.
g. Mereka dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
h. Lekas marah dan cepat tersinggung.
i. Kurang mempunyai konsep tentang relasi atau hubungan.
5. Sosial
Setiap manusia memerlukan interaksi dengan lingkungannya. Untuk dapat
berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya di perlukan kematangan
sosial. Yuke R Siregar (1986 : 26) mengemukakan tentang saran untuk
mencapai kematangan sosial, yaitu:
a. Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai sosial dan kekhasan
dalam masyarakat.
b. Mempunyai kesempatan yang banyak untuk menerapkan
kemampuannya.
c. Mendapatkan kesempatan dalam hubungan sosial.
d. Mempunyai dorongan untuk mencari pengalaman.
e. Struktur kejiwaan yang sehat yang mendorong motivasi yang baik.
Karena kondisi yang dialami oleh anak tunarungu sulit untuk mencapai
kematangan oleh karenanya tidak jarang lingkungan memperlakukan
8
mereka dengan tidak wajar. Hal ini akan menyebabkan mereka cenderung
memiliki rasa curiga pada lingkungan, memiliki perasaan tidak aman dan
memiliki kepribadian yang tertutup, kurang percaya diri, menafsirkan
sesuatu secara negatif, memiliki perasaan rendah diri dan merasa
disingkirkan, kurang mampu mengontrol diri dan cenderung
mementingkan diri sendiri.
D. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam proses belajar terhadap anak
Tunarungu
Peran artinya suatu yang menjadi pimpinan, yang terutama dalam terjadinya
sesuatu hal atau peristiwa. peranan berasal dari kata “peran” yang bearti seperangkat
tingkat yang dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyaraka, kata tersebut
memperoleh bagian akhiran “an” yang mempunyai arti ‘bagian dari tugas utama yang
harus dilaksanakan.”
Guru adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimilki oleh orang yang
berkedudukan tinggi dalam masyarakat”, sedangkan,” peranan adalah bagian yang
dimainkan seorang pemain tindakan yang dilakukan seseorang pemain tindakan yang
dilakukan seseorang dalam satu peristiwa. Peran adalah suatu prilaku yang dilakukan
seseorang kepada orang lain atau prilaku yang di terapkan seorang guru terhadap
siswanya dalam proses belajar.
Ada 5 peranan pokok seorang guru:
1. Mengarahkan dan membimbing belajar murid-muridnya. Dalam hal ini guru
mengusahakan gangguan-gangguan yang timbul dilingkungan murid-murid
dapat dihindarakan. Guru kemudian menciptakan suasana belajar yang
konduktif, mantap, dan bertujuan. Guru hendaknya menguasai mata pelajaran
dan metode mengajar yang sesuai dengan suasana, dan menciptakan kegiatan
belajar yang melibatkan seluruh kelas, dapat memotivasi murid agar mereka
bisa belajar dengan giat.
2. Guru dapat merangsang murid sehingga menerbitkan minat belajar dikalangan
murid. Jika ada murid yang lemah dalam belajar harus diselidiki apakah dia
tidak mempunyai waktu untuk belajar di rumah, maka guru harus membimbing
mereka yang lemah agar bisa mengikuti teman-temannya yang lain.
11
3. Membantu mengembangkan sikap-sikap yang positif pada murid-murid, dan
menghilangkan sikap-sikap yang negatif pada dirinya. Pengembangan sikap-
sikap positif bisa dilakukan guru dengan memberikan pujian bila murid berhasil
melakukan perbuatan positif misalnya dapat menjawab soal dengan baik, dapat
berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan sopan, dapat membantu teman
yang kesulitan atau mendapat musibah, dan sebagainya.
4. Memperbaiki cara-cara mengajar dengan mempelajari metode dan didaktik
pengajaran. Didalam mengajar tidak boleh guru-guru melupakan beberapa hal
sebagai berikut:
a. Hubungan antara kematangan anak dengan belajarnya. Hal ini menyangkut
penyesuaian materi dan metode dengan anak. Misalnya murid-murid kelas
2 SD tdak pantas guru menceritakn peristiwa orang dewasa kepadannya
seperti kejadian-kejadian politik akhir-akhir ini.
b. Untuk murid yang telah dewasa, maka cerita guru hendaknya yang
berhubungan dengan pendekatan logis, dan sistematis. Misalnya cerita yang
menyangkut dengan kejadian-kejadian nyata dan populer dimasyarakat,
seperti kejahatanyang dilakukan teroris yang merusak citra agama islam.
c. Pendekatan psikologi., suatu pendekatan yang mempertimbangkan aspek-
aspek kjiwaan murid.
5. Guru hendaknya mengenal kualitas pribadinya (kekurangan dan kelebihannya).
Adanya guru-guru yang mengikuti sertifikasi tingkat S1 di seluruh Indonesia
adalah dalam rangka meningkatkan kualitas pribadinya baik dalam ilmu
pengetahuan maupun kualiatas pribadinya
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemampuan berbahasa anak tunarungu dapat berkembang dengan baik atau
sebaliknya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Khususnya faktor di luar diri anak
yaitu orang tua. Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama memberikan pengaruh
yang sangat besar terutama dalam mengembangkan kemampuan bahasa anak
tunarungu. Orang tua dituntut untuk dapat menerima anaknya secara realistis, positif
serta mampu menjalankan peran dalam mengembangkan bahasa anak tunarungu.
Peran orang tua dalam hal ini yaitu mencakup pada penerimaan terhadap anak,
memahami perkembangan bahasa anak, serta terampil dalam menciptakan dan
memberikan kesempatan berbahasa kepada anak sejak dini. Karena, keterampilan
berbahasa didapat oleh anak dengan cara proses meniru, peniruan terjadi apabila ada
motivasi dari anak untuk mau berbahasa/bicara dan motivasi tersebut akan muncul
apabila orang tua dapat menjalankan perannya dengan baik.
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Semoga pembaca dapat memahami isi materi yang telah kami susun ini. Kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dijadikan sebagai acuan kami
kedepannya. Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam pengetikan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua. Aamiin
13
DAFTAR PUSTAKA
Indah, Husada. (2012). Makalah Tunarungu II. (Diakses pada tanggal 9 April 2021) melalui
https://husadaindah.wordpress.com/2012/03/15/makalah-tunarungu-ii/
Julita, Elma. (2019). Peranan Guru Bimbingan Konseling Dalam Proses Belajar Terhadap
Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Di Slb Labui) (Diakses pada tanggal 9 April
2021) melalui https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/9961/