Oleh :
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas berkat
rahmat, dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat tesusun hingga selesai. Tidak lupa kami
juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkonstribusi
dengan mencari beberapa isi materi.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang pendidikan inklusi bagi anak dengan
gangguan pendengaran dan gangguan bahasa komunikasi.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................................... 1
C. Pendidikan Inklusi Bagi Anak Dengan Gangguan Pendengaran Dan Bahasa Komunikasi .... 10
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan diatas, dapat ditarik
beberapa pokok permasalahan untuk dianalisis dan dikaji di dalam makalah ini. Pokok
permasalahannya adalah :
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah tertera seperti diatas, dapat disimpulkan
bahwa tujuan penulisan makalah ini adalah :
Pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat (1) yang menegaskan “setiap warga
berhak mendapatkan pendidikan”; Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat (2) yang
menegaskan “setiap warga ank a wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya”. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 5 ayat (1) yang menegaskan “setiap warga negara mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Undang-undang inilah yang menjadi
bukti kuat hadirnya pendidikan inklusi ditengah masyarakat.
Pada pendidikan dasar, kehadiran pendidikan inklusi perlu mendapat perhatian lebih.
Pendidikan inklusif sebagai layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak
berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama anak normal (non-ABK) usia sebayanya di
kelas ank ar/biasa yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Menerima ABK di Sekolah
Dasar terdekat merupakan mimpi yang indah yang dirasakan orang tua yang memiliki
anak dengan kebutuhan khusus.
2
masih ditemukan pada kelas inklusi. Pengintergrasian kurikulum belum dapat dilakukan
oleh guru Karena kemampuan guru yang terbatas. Guru-guru belum mendapatkan
training yang praktikal dan kebanyakan yang diberikan sifatnya hanya sebatas sosialisasi
saja. Wali kelas dan atau guru bidang studi yang kedapatan dikelasnya ada ABK masih
menunjukkan sikap “terpaksa” dalam mendampingi ABK memahami materi.
Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan
rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila tidak mampu
mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila dilihat secara fisik, anak
tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya. Pada saat
berkomunikasi barulah diketahui bahwa anak tersebut mengalami tunarungu.
3
Karakteristik anak tunarungu dari segi fisik tidak memiliki karakteristik yang
khas, karena secara fisik anak tunarungu tidak mengalami gangguan yang terlihat.
Sebagai dampak ketunarunguannya, anak tunarungu memiliki karakteristik yang
khas dari segi yang berbeda. Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1995: 35-39)
mendeskripsikan karakteristik ketunarunguan dilihat dari segi: intelegensi, bahasa
dan bicara, emosi, dan sosial.
Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi,
rata-rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki entelegensi normal
dan rata-rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi
anak normal karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti
pelajaran yang diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak
tunarungu memiliki perkembangan yang sama cepatnya dengan anak normal.
Prestasi anak tunarungu yang rendah bukan disebabkan karena intelegensinya
rendah namun karena anak tunarungu tidak dapat memaksimalkan intelegensi yang
dimiliki. Aspek intelegensi yang bersumber pada verbal seringkali rendah, namun
aspek intelegensi yang bersumber pada penglihatan dan motorik akan berkembang
dengan cepat.
Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan berbicara berbeda dengan anak
normal pada umumnya karena kemampuan tersebut sangat erat kaitannya dengan
kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa,
maka anak tunarungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa
merupakan alat dan sarana utama seseorang dalam berkomunikasi. Alat
komunikasi terdiri dan membaca, menulis dan berbicara, sehingga anak tunarungu
akan tertinggal dalam tiga aspek penting ini. Anak tunarungu memerlukan
penanganan khusus dan lingkungan berbahasa intensif yang dapat meningkatkan
kemampuan berbahasanya. Kemampuan berbicara anak tunarungu juga
dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh anak tunarungu.
Kemampuan berbicara pada anak tunarungu akan berkembang dengan sendirinya
namun memerlukan upaya terus menerus serta latihan dan bimbingan secara
profesional. Dengan cara yang demikian pun banyak dari mereka yang belum bisa
4
berbicara seperti anak normal baik suara, irama dan tekanan suara terdengar
monoton berbeda dengan anak normal.
Sifat ini disebabkan oleh anak tunarungu memiliki dunia yang kecil akibat
interaksi dengan lingkungan sekitar yang sempit. Karena mengalami gangguan
dalam pendengaran, anak tunarungu hanya melihat dunia sekitar dengan
penglihatan. Penglihatan hanya melihat apa yang di depannya saja, sedangkan
pendengaran dapat mendengar sekeliling lingkungan. Karena anak tunarungu
mempelajari sekitarnya dengan menggunakan penglihatannya, maka akan
timbul sifat ingin tahu yang besar, seolah-olah mereka haus untuk melihat, dan
hal itu semakin membesarkan egosentrismenya.
Sikap ketergantungan terhadap orang lain atau terhadap apa yang sudah
dikenalnya dengan baik, merupakan gambaran bahwa mereka sudah putus asa
dan selalu mencari bantuan serta bersandar pada orang lain.
e) Umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah
6
a) Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat
bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut Tuli
Konduktif.
b) Kerusakan pada telinga bagian dalam sehingga tidak dapat mendengar
bunyi/suara, disebut Tuli Sensoris.
Tuli pra bahasa (prelingually deaf) adalah mereka yang menjadi tuli
sebelum dikuasainya suatu bahasa (usia 1,6 tahun) artinya anak menyamakan
tanda (signal) tertentu seperti mengamati, menunjuk, meraih dan sebagainya
namun belum membentuk sistem lambang.
d. Cara Penanganan
7
4) Metode Komunikasi universal Metode komunikasi adalah salah satu
metode yang menggabungkan antara gerakan jari isyarat, pembacaan bibir
dan penuturan atau auditory oral. Elemen penting dalam metode ini adalah
penggunaan isyarat dan penuturan secara bersamaan.
2. Anak Dengan Ganggun Bahasa Komunikasi
a. Pengertian Anak Dengan Gangguan Bahasa Komunikasi
Gangguan bahasa merupakan salah satu bentuk kelainan atau gangguan dalam
komunikasi dengan indikasi klien mengalami kesulitan atau kehilangan dalam
proses simbolisasi. Kesulitan simbolisasi ini mengakibatkan seseorang tidak
mampu memberikan simbol yang diterima dan sebaliknya tidak mampu mengubah
konsep pengertiannya menjadi simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh orang
lain dalam lingkungannya.
8
1) Keterlambatan dalam Perkembangan Bahasa
Adalah suatu bentuk kelainan bahasa yang ditandai dengan kegagalan klien
dalam mencapai tahapan perkembangan bahasanya sesuai dengan
perkembangan bahasa anak normal seusianya. Kelambatan perkembangan
bahasa di antaranya disebabkan keterlambatan mental intelektual,
ketunarunguan, congenital aphasia, nutisme, disfungsi minimal otak dan
kesulitan belajar.
2) Afasia
Afasia adalah satu jenis kelainan bahasa yang disebabkan oleh adanya
kerusakan pada pusat-pusat bahasa di Cortex Cerebri. Adanya lesi di pusat-
pusat bahasa di Cortex cerebri menyebabkan klien mengalami kesulitan dan
atau kehilangan kemampaun dalam simbolisasi baik secara aktif maupun pasif.
d. Penanganan Dalam Gangguan Berbahasa
1) Terapi Bicara. Terapi bicara biasanya menggunakan audio atau video dan
cermin. Terapi bicara anak-anak biasanya menggunakan pendekatan bermain,
boneka, bermain peran, memasangkan gambar atau atau kartu. Terapi bicara
orang dewasa biasanya menggunakan metode langsung, yaitu melalui latihan
dan praktik. Terapi artikulasi pada orang dewasa berfokus untuk membantu
pasien agar dapat memproduksi bunyi dengan tepat, meliputi bagaimana
menempatkan posisi lidah dengan tepat, bentuk rahang, dan mengontrol nafas
agar dapat memproduksi bunyi dengan tepat.
2) Terapi Oral Motorik. Terapi ini menggunakan latihan yang tidak melibatkan
proses bicara, seperti minum melalui sedotan, meniup balon, atau meniup
terompet. Latihan ini bertujuan untuk melatih dan memperkuat otot yang
digunakan untuk berbicara.
3) Terapi Intonasi Melodi. Dalam Terapi intonasi melodi kita dapat diterapkan
pada penderita stroke yang mengalami gangguan berbahasa. Musik atau
melodi yang digunakan biasanya yang bertempo lambat, bersifat lirik, dan
mempunyai tekanan yang berbeda.
9
C. Pendidikan Inklusi Bagi Anak Gangguan Pendengaran Dan Gangguan Bahasa
Komunikasi
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang membuat manusia dapat saling
berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari di mana saja berada. Proses
komunikasi terjadi melalui bahasa, bentuk bahasa dapat berupa isyarat, gestur, tulisan,
gambar, dan wicara. Komunikasi akan berjalan dengan lancar dan berhasil apabila proses
itu berjalan dengan baik. Fungsi komunikasi adalah berusaha meningkatkan hubungan
insani, menghindari dan mengatasi konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu,
serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Cangara, 2006:56).
Banyak orang mengganggap bahwa berkomunikasi adalah hal yang mudah untuk
dilakukan. Namun komunikasi tidak akan berjalan mudah ketika adanya gangguan
komunikasi baik itu dari komunikan ataupun komunikatornya. Situasi tersebut
mengakibatkan proses komunikasi berjalan tidak efektif. Proses komunikasi tidak hanya
dilakukan untuk manusia normal saja tetapi orang-orang dengan kebutuhan khusus juga
memliki cara komunikasi tersendiri. Orang orang dengan kebutuhan khusus tersebut
adalah mereka yang mengalami hambatan, gangguan, keterlambatan atau faktor-faktor
lainnya, sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan khusus.
Kelompok ini yang kemudian dikenal sebagai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Salah satu diantara anak berkebutuhan khusus yang dimaksud adalah tunarungu
begitu pun dengan anak gangguan bahasa komunikasi. anak tunarungu adalah anak yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan dalam mendengar dan berbicara baik
sebagian atau keseluruhannya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau
keseluruhan alat pendengaran, sehingga tidak dapat menggunakan alat pendengaran dan
wicaranya dalam kehidupan sehari-hari (Sadjaah, 2005: 1-2). Mereka sulit menangkap
suara-suara khususnya bunyi bahasa melalui pendengarannya, akibatnya anak tidak dapat
menirukan atau mengulang kata-kata menjadi bahasa. Dengan demikian anak tunarungu
mengalami gangguan komunikasi. Sementara itu, dalam keseharian komunikasi
merupakan hal yang sangat penting. Apabila dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak
berbeda dengan anak normal pada umumnya, namun pada saat berkomunikasi barulah
dapat diketahui.
Salah satu wadah untuk menampung siswa tunarungu dan juga anak gangguan
bahasa untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu yaitu sekolah yang
menyelenggarakan program inklusi. Prinsip pendidikan inklusi pertama kali diadopsikan
pada konferensi dunia di Salamanca, tentang pendidikan kebutuhan khusus tahun 1994
(Tarmansyah, 2009:4). Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi merupakan tempat
pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk mendapat perlakuan secara
proporsional dari semua unsur yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan.
Konsekwensi dari kondisi sekolah penyelenggara pendidikan inklusi menuntut adanya
penyesuaian strategi pembelajaran dalam upaya melaksanakan kurikulum yang telah
disyahkan secara nasional.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu wadah untuk menampung siswa tunarungu dan juga anak gangguan
bahasa untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu yaitu sekolah yang
menyelenggarakan program inklusi. Prinsip pendidikan inklusi pertama kali diadopsikan
pada konferensi dunia di Salamanca, tentang pendidikan kebutuhan khusus tahun 1994
(Tarmansyah, 2009:4). Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi merupakan tempat
pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk mendapat perlakuan secara
proporsional dari semua unsur yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan.
Konsekwensi dari kondisi sekolah penyelenggara pendidikan inklusi menuntut adanya
penyesuaian strategi pembelajaran dalam upaya melaksanakan kurikulum yang telah
disyahkan secara nasional.
B. Saran
Diharapkan dengan selesainya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat
memahami assesmen dengan baik agar dapat melakukan penilaian yang tepat sasaran
12
DAFTAR PUSTAKA
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/komunikasi/article/download/431/455
http://scholar.unand.ac.id/18112/2/BAB%201%20Lisa.pdf
Masitoh. Gangguan Bahasa Dalam perkembangan Bicara Anak. Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia STKIP Muhammadiyah Kotabumi
13