Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN OBSERVASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

(TUNARUNGU) DI SDLB NEGERI DEMUNG BESUKI

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

DOSEN PENGAMPU :
Amalia Risqi Puspitaningtyas, M.Psi.

DI SUSUN OLEH:

Elok Ayu Wulandari W (202010091)


Moh. Arifin Billah (202010069)
Rasmawati (202010068)
Rosalinda Setianingrum (202010033)
Samsuri (202010081)
Zeny Agusti Nova (202010094)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ABDURRACHMAN SALEH
SITUBONDO
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya.
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya
mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.

Situbondo, 14 Desember 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah............................................................................. 3
C. Rumusan Masalah................................................................................. 3
D. Tujuan................................................................................................... 3
E. Manfaat.................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Kajian Teori.......................................................................................... 5
B. Profil Objek Oobservasi........................................................................ 16
C. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 18
D. Dukumentasi Hasil Wawancara Dan Pembahasan .............................. 20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 38
B. Saran..................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 40
LAMPIRAN........................................................................................................ 42

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak-anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memiliki
keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan
mereka dari anak-anak normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut
adanya penyesuaian dalam pemberian layanan pendidikan yang dibutuhkan.
Anak berkebutuhan khusus menurut Geniofam (2010 : 11) adalah anak dengan
karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selau
menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Keragaman yang terjadi, memang terkadang menyulitkan guru dalam
upaya pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah
memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan layanan
yang baik, maka akan dapat dilakukan secara optimal.
Dalam UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 51 juga
menyatakan  : “anak yang menyandang cacat fisik dan mental diberikan
kesempatan yang sama dan akses untuk memperoleh pendidikan biasa dan
pendidikan luar biasa”. Menurut UU No.44 tahun 1997 tentang penyandang
cacat, pasal 5 menyatakan : “setiap penyandang cacat mempunyai dan
kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.”
Untuk peningkatan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
Kementerian Pendidikan Nasional melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Luar
Biasa (PSLB) memiliki kebijakan sendiri dalam mengelompokkan anak
berkebutuhan khusus.
Tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”. Tuna artinya kurang
sedangkan rungu artinya pendengaran. Orang atau anak dapat dikatakan
tunarungu apabila tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar
sehingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Anak tunarungu dapat
diartikan suatu kehilangan pendengaran yang mengakibatkan anak tersebut
tidak dapat menangkap rangsangan atau suara melalui alat indera pendengaran

1
yaitu telinga sehingga anak tersebut kesulitan berkomunikasi dan bersosialisasi
dengan anak lainnya.
Tuna rungu merupakan gangguan pada organ pendengaran sehingga
mengakibatkan ketidakmampuan mendengar mulai dari tingkat ringan sampai
tingkat berat yang diklasifikasikan menjadi tuli (deaf) dan kurang dengar (hard
of hearing). Penyandang tuna rungu merupakan individu yang memiliki
hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena
memiliki hambatan dalam pendengaran, penyandang disabilitas tuna rungu
memiliki hambatan dalam berbicara sehingga bisa juga tuna rungu ini
merupakan tuna wicara. Cara berkomunikasi dengan penyandang disabilitas
tuna rungu melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat, dan bahasa tubuh
sehingga penyandang disabilitas tuna rungu cenderung kesulitan dalam
memahami konsep dari sesuatu yang abstrak sehingga akan berpengaruh
terhadap penyandang disabilitas tuna rungu untuk melakukan kegiatan atau
aktivitas, salah satunya yaitu dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
Dalam Pasal 5 UU Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa setiap
tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk
memperoleh pekerjaan. Jadi, perlu diperhatikan mengenai pekerjaan bagi
penyandang disabilitas terhadap kesetaraan hak peluang kerja bagi penyandang
disabilitas dengan melihat kemampuan tenaga kerja penyandang disabilitas
yang bersangkutan karena perlu kita ketahui bahwa penyandang disabilitas
secara lebih terperinci memiliki jenis dan kriteria disabilitas sehingga dari
derajat penyandang disabilitas yang berbeda membutuhkan perlakuan khusus
yang berbeda juga.
Berdasarkan uraian di atas dan informasi yang kami peroleh, maka
penulis berinisiatif melakukan observasi ke sekolah SLBN DEMUNG guna
mendapatkan informasi yang benar-benar sesuai dengan keadaan di lapangan,
tidak hanya sebatas teori saja. Oleh karena itu, dalam laporan hasil obeservasi
ini akan disajikan berbagai informasi yang diperoleh selama observasi.

2
B. PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan observasi yang telah kami lakukan maka kami membatasi
penelitian ini pada.
1. Penerapan Kurikulum di SLB Demung.
2. Proses belajar mengajar di dalam klasifikasi tunarungu kelas 3 SMA.
3. Proses interaksi guru dengan siswa di dalam kelas.
4. Proses pembelajaran dan komunikasi guru dengan siswa di kelas melalui
bahasa isyarat tangan.
5. proses pembelajaran dan komunikasi guru dengan siswa di kelas melalui
media kaca.
6. Teknik penggunaan Haptic dalam proses membantu pelafalan huruf pada
siswa tunarungu.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dibahas, maka rumusan
masalah yang dapat kami ambil ialah
1. Bagaimana penerapan kurikulum di SLB Demung ?
2. Bagaimana proses belajar mengajar di dalam kelas tunarungu untuk tingkat
3 SMA ?
3. Bagaimana proses interaksi antara guru dengan siswa tunarungu di dalam
kelas ?
4. Bagaimana proses pembelajaran dan komunikasi guru dengan siswa di kelas
melalui bahasa isyarat menggunakan tangan ?
5. Bagaimana proses pembelajaran dan komunikasi guru dengan siswa di kelas
melalui media kaca ?
6. Bagaimana teknik penggunaan Haptic dalam proses membantu pelafalan
huruf pada siswa tunarungu ?
D. TUJUAN
1. Untuk mengetahui penerapan kurikulum di SLB Demung ?
2. Untuk mengetahui belajar mengajar di dalam kelas tunarungu untuk tingkat
3 SMA ?

3
3. Untuk mengetahui proses interaksi antara guru dengan siswa tunarungu di
dalam kelas ?
4. Untuk mengetahui proses pembelajaran dan komunikasi guru dengan siswa
di kelas melalui bahasa isyarat menggunakan tangan ?
5. Untuk mengetahui proses pembelajaran dan komunikasi guru dengan siswa
di kelas melalui media kaca ?Untuk mengetahui teknik penggunaan haptic
dalam proses membantu pelafalan huruf pada siswa tunarungu ?
E. MANFAAT
1. Bagi Penulis
Manfaat yang di dapat oleh penulis yaitu dapat meningkatkan
wawasan tentang anak berkebutuhan khusus, memberikan pengalaman
langsung terhadap penanganan anak berkebutuhan khusus dari segi
komunikasi, pengajaran dan penerapan. lalu pengalaman berinteraksi dan
berkomunikasi yang menyenangkan bersama peserta didik.
2. Bagi Pembaca
Manfaat yang di dapat oleh pembaca yaitu dapat memberikan
wawasan terhadap pembaca tentang anak berkebutuhan khusus tentang
penanganannya.
3. Bagi Guru Bidang Studi
Manfaat yang di dapat oleh guru yaitu mendapatkan alternative
tentang penanganan anak berkebutuhan khusus agar kegiatan belajar
mengajar menjadi menyenangkan, menarik minat siswa, serta efisien
4. Peserta Didik
Manfaat yang di dapat oleh peserta didik yaitu mendapatkan
pengalaman baru dengan berinteraksi dan berkomunikasi yang
menyenangkan dengan penulis serta mendapatkan buah tangan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. KAJIAN TEORI
1. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) diartikan sebagai individu-individu
yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari individu lainnya yang
dipandang normal oleh masyarakat pada umumnya. Secara lebih khusus
anak berkebutuhan khusus menunjukkan karakteristik fisik, intelektual, dan
emosional yang lebih rendah atau lebih tinggi dari anak normal sebayanya
atau berada di luar standar normal yang berlaku di masyarakat. Sehingga
mengalami kesulitan dalam meraih sukses baik dari segi sosial, personal,
maupun aktivitas pendidikan (Bachri, 2010). Kekhususan yang mereka
miliki menjadikan ABK memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengoptimalkan potensi dalam diri mereka secara sempurna (Hallan dan
Kauffman 1986, dalam Hadis, 2006).
Heward (2003) mendefinisikan ABK sebagai anak dengan
karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukkan pada ketidak mampuan mental, emosi, atau fisik. Definisi
tentang anak berkebutuhan khusus juga diberikan oleh Suran dan Rizzo
(dalam Semiawan dan Mangunson, 2010) ABK adalah anak yang secara
signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi
kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial
terlambat dalam mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan dan potensinya
secara maksimal. meliputi mereka yang tuli, buta, gangguan bicara, cacat
tubuh, retardasi mental, gangguan emosional, juga anak-anak berbakat
dengan inteligensi tinggi termasuk kedalam kategori anak berkebutuhan
khusus karena memerlukan penanganan dari tenaga profesional terlatih.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diberikan oleh para tokoh di
atas, ABK dapat didefinisikan sebagai individu yang memiliki karakteristik

5
fisik, intelektual, maupun emosional, di atas atau di bawah rata-rata inividu
pada umumnya.
2. Pengertian Tunarungu
Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada
pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna
atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali, tetapi dipercayai bahwa
tidak ada satupun manusia yang tidak bisa mendengar sama sekali.
Walaupun sangat sedikit, masih ada sisa-sisa pendengaran yang masih bisa
dioptimalkan pada anak tunarungu tersebut. Berkenaan dengan tunarungu,
terutama tentang pengertian tunarungu terdapat beberapa pengertian sesuai
dengan pandangan dan kepentingan masing-masing.
Menurut Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 1996:
74) mengemukakan bahwa: seseorang yang tidak atau kurang mampu
mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi
dua kategori, yaitu tuli (deaf) atau kurang dengar (hard of hearing). Tuli
adalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf
berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang
dengar adalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan,
tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa
menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).
Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya
kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila
10 tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila
dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada
umumnya. Pada saat berkomunikasi barulah diketahui bahwa anak tersebut
mengalami tunarunguan.
Beberapa pengertian dan definisi tunarungu di atas merupakan definisi
yang termasuk kompleks, sehingga dapat disimpulkan bahwa anak
tunarungu adalah anak yang memiliki gangguan dalam pendengarannya,
baik secara keseluruhan ataupun masih memiliki sisa pendengaran.

6
Meskipun anak tunarungu sudah diberikan alat bantu dengar, tetap saja anak
tunarungu masih memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
3. Karakteristik Anak Tunarungu
Karakteristik anak tunarungu dari segi fisik tidak memiliki
karakteristik yang khas, karena secara fisik anak tunarungu tidak mengalami
gangguan yang terlihat. Sebagai dampak ketunarunguannya, anak tunarungu
memiliki karakteristik yang khas dari segi yang berbeda. Permanarian
Somad dan Tati Hernawati (1995: 35-39) mendeskripsikan karakteristik
ketunarunguan dilihat dari segi: intelegensi, bahasa dan bicara, emosi, dan
sosial.
a. Karakteristik dari segi fisik
1) Cara berjalannya kaku dan agak membungkuk akibat terjadinya
permasalahan pada organ keseimbangan di telinga. Itulah sebabnya
anak-anak tunarungu mengalami kekurangan keseimbangan dalam
aktivitas fisiknya.
2) Pernapasannya pendek dan tidak teratur. Anak-anak tunarungu tidak
pernah mendengarkan suara-suara dalam kehidupan sehari-hari.
Bagaimana bersuara atau mengucapkan kata-kata dengan intonasi
yang baik, sehingga mereka juga tidak terbiasa mengatur
pernapasannya dengan baik, khususnya dalam berbicara.
3) Cara melihatnya agak beringas. Penglihatan merupakan salah satu
indra yang paling dominan bagi anak-anak penyandang tunarungu
karena sebagian besar pengalamannya diperoleh melalui penglihatan.
Oleh karena itu anak-anak tunarungu juga dikenal sebagai anak visual
sehingga cara melihatnya selalu menunjukkan keingintahuan yang
besar dan terlihat beringas.
b. Karakteristik dari segi intelegensi
Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu
tinggi, rata-rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki
entelegensi normal dan rata-rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih
rendah daripada prestasi anak normal karena dipengaruhi oleh

7
kemampuan anak tunarungu dalam mengerti pelajaran yang diverbalkan.
Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu memiliki
perkembangan yang sama cepatnya dengan anak normal. Prestasi anak
tunarungu yang rendah bukan disebabkan karena intelegensinya rendah
namun karena anak tunarungu tidak dapat memaksimalkan intelegensi
yang dimiliki.
c. Karakteristik dari segi bahasa dan bicara Kemampuan
anak tunarungu dalam berbahasa dan berbicara berbeda dengan
anak normal pada umumnya karena kemampuan tersebut sangat erat
kaitannya dengan kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu tidak
bisa mendengar bahasa, maka anak tunarungu mengalami hambatan
dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan alat dan sarana utama
seseorang dalam berkomunikasi. Alat komunikasi terdiri dan membaca,
menulis dan berbicara, sehingga anak tunarungu akan tertinggal dalam
tiga aspek penting ini. Anak tunarungu memerlukan penanganan khusus
dan lingkungan berbahasa intensif yang dapat meningkatkan kemampuan
berbahasanya. Kemampuan berbicara anak tunarungu juga dipengaruhi
oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh anak tunarungu.
Kemampuan berbicara pada anak tunarungu akan berkembang dengan
sendirinya namun memerlukan upaya terus menerus serta latihan dan
bimbingan secara profesional. Dengan cara yang demikianpun banyak
dari mereka yang belum bisa berbicara seperti anak normal baik suara,
irama dan tekanan suara terdengar monoton berbeda dengan anak
normal.
d. Karakteristik dari segi emosi dan sosial
Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dengan
lingkungan. Keterasingan tersebut akan menimbulkan beberapa efek
negatif seperti: egosentrisme yang melebihi anak normal, mempunyai
perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap
orang lain, perhatian mereka lebih sukar dialihkan, umumnya memiliki

8
sifat yang polos dan tanpa banyak masalah, dan lebih mudah marah dan
cepat tersinggung.
1) Egosentrisme yang melebihi anak normal
Sifat ini disebabkan oleh anak tunarungu memiliki dunia yang
kecil akibat interaksi dengan lingkungan sekitar yang sempit. Karena
mengalami gangguan dalam pendengaran, anak tunarungu hanya
melihat dunia sekitar dengan penglihatan. Penglihatan hanya melihat
apa yang di depannya saja, sedangkan pendengaran dapat mendengar
sekeliling lingkungan. Karena anak tunarungu mempelajari sekitarnya
dengan menggunakan penglihatannya, maka aka timbul sifat ingin
tahu yang besar, seolah-olah mereka haus untuk melihat, dan hal itu
semakin membesarkan egosentrismenya.
2) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas
Perasaan takut yang menghinggapi anak tunarungu seringkali
disebabkan oleh kurangnya penguasaan terhadap lingkungan yang
berhubungan dengan kemampuan berbahasanya yang rendah.
Keadaan menjadi tidak jelas karena anak tunarungu tidak mampu
menyatukan dan menguasai situasi yang baik.
3) Ketergantungan terhadap orang lain
Sikap ketergantungan terhadap orang lain atau terhadap apa
yang sudah dikenalnya dengan baik, merupakan gambaran bahwa
mereka sudah putus asa dan selalu mencari bantuan serta bersandar
pada orang lain.
4) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan
Sempitnya kemampuan berbahasa pada anak tunarungu
menyebabkan sempitnya alam fikirannya. Alam fikirannya selamanya
terpaku pada hal-hal yang konkret. Jika sudah berkonsentrasi kepada
suatu hal, maka anak tunarungu akan sulit dialihkan perhatiannya ke
hal-hal lain yang belum dimengerti atau belum dialaminya. Anak
tunarungu lebih miskin akan fantasi.

9
5) Umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak
masalah
Anak tunarungu tidak bisa mengekspresikan perasaannya
dengan baik. Anak tunarungu akan jujur dan apa adanya dalam
mengungkapkan perasaannya. Perasaan anak tunarungu biasanya
dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
6) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung
Karena banyak merasakan kekecewaan akibat tidak bisa dengan
mudah mengekspresikan perasaannya, anak tunarungu akan
mengungkapkannya dengan kemarahan. Semakin luas bahasa yang
mereka miliki semakin mudah mereka mengerti perkataan orang lain,
namun semakin sempit bahasa yang mereka miliki akan semakin sulit
untuk mengerti perkataan orang lain sehingga anak tunarungu
mengungkapkannya dengan kejengkelan dan kemarahan.
Berdasarkan karakteristik anak tunarungu dari beberapa aspek
yang sudah dibahas diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
menjadi perhatian adalah kemampuan berkomunikasi anak tunarungu
yang rendah. Intelegensi anak tunarungu umumnya berada pada
tingkatan rata-rata atau bahkan tinggi, namun prestasi anak tunarungu
terkadang lebih rendah karena pengaruh kemampuan berbahasanya
yang rendah. Maka dalam pembelajaran di sekolah anak tunarungu
harus mendapatkan penanganan dengan menggunakan metode yang
sesuai dengan karakteristik yang dimiliki. Anak tunarungu akan
berkonsentrasi dan cepat memahami kejadian yang sudah dialaminya
dan bersifat konkret bukan hanya hal yang diverbalkan. Anak
tunarungu membutuhkan metode yang tepat untuk meningkatkan
kemampuan berbahasanya yaitu metode yang dapat menampilkan
kekonkretan sesuai dengan apa yang sudah dialaminya. Metode
pembelajaran untuk anak tunarungu haruslah yang kaya akan bahasa
konkret dan tidak membiarkan anak untuk berfantasi mengenai hal
yang belum diketahui.

10
4. Klasifikasi Anak Tunarungu
Klasifikasi mutlak diperlukan untuk layanan pendidikan khusus. Hal
ini sangat menentukan dalam pemilihan alat bantu mendengar yang sesuai
dengan sisa pendengarannya dan menunjang lajunya pembelajaran yang
efektif. Dalam menentukan ketunarunguan dan pemilihan alat bantu dengar
serta layanan khusus akan menghasilkan akselerasi secara optimal dalam
mempersepsi bunyi bahasa dan wicara.
Menurut Boothroyd (dalam Murni Winarsih, 2007:23) klasifikasi
ketunarunguan adalah sebagai berikut.
a. Kelompok I : kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau
ketunarunguan ringan. Daya tangkap terhadap suara cakapan manusia
normal.
b. Kelompok II: kehilangan 31-60, moderate hearing losses atau
ketunarunguan atau ketunarunguan sedang. Daya tangkap terhadap suara
cakapan manusia hanya sebagian.
c. Kelompok III: kehilangan 61-90 dB, severe hearing losses atau
ketunarunguan berat. Daya tangkap terhadap suara cakapan manusia
tidak ada.
d. Kelompok IV: kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau
ketunarunguan sangat berat. Daya tangkap terhadap suara cakapan
manusia tidak ada sama sekali.
e. Kelompok V: kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing losses atau
ketunarunguan total. Daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak
ada sama sekali.
Selanjutnya Uden (dalam Murni Winarsih, 2007:26) membagi
klasifikasi ketunarunguan menjadi tiga, yakni berdasar saat terjadinya
ketunarunguan, berdasarkan tempat kerusakan pada organ pendengarannya,
dan berdasar pada taraf penguasaan bahasa.
a. Berdasarkan sifat terjadinya

11
1) Ketunarunguan bawaan, artinya ketika lahir anak sudah
mengalami/menyandang tunarungu dan indera pendengarannya sudah
tidak berfungsi lagi.
2) Ketunarunguan setelah lahir, artinya terjadinya tunarungu setelah anak
lahir diakibatkan oleh kecelakaan atau suatu penyakit.

b. Berdasarkan tempat kerusakan


1) Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat
bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut Tuli
Konduktif.
2) Kerusakan pada telinga bagian dalam sehingga tidak dapat mendengar
bunyi/suara, disebut Tuli Sensoris.
c. Berdasarkan taraf penguasaan bahasa
1) Tuli pra bahasa (prelingually deaf) adalah mereka yang menjadi tuli
sebelum dikuasainya suatu bahasa (usia 1,6 tahun) artinya anak
menyamakan tanda (signal) tertentu seperti mengamati, menunjuk,
meraih dan sebagainya namun belum membentuk system lambang.
2) Tuli purna bahasa (post lingually deaf) adalah mereka yang menjadi
tuli setelah menguasai bahasa, yaitu telah menerapkan dan memahami
system lambang yang berlaku di lingkungan.
Klasifikasi dalam dunia pendidikan diperlukan untuk menentukan
bagaimana intervensi yang akan dilakukan lembaga terkait. Ada banyak
jenis klasifikasi termasuk yang sudah dipaparkan di atas. Klasifikasi di atas
merupakan jenis klasifikasi yang membagi tunarungu menjadi beberapa
kelompok sesuai dengan kehilangan pendengarannya dan tempat terjadi
kerusakan.
5. Faktor Penyebab Anak Tunarungu
Kehilangan pendengaran bisa disebabkan oleh faktor genetik, infeksi
pada ibu seperti cacar air selama kehamilan, komplikasi ketika melahirkan,
atau penyakit awal masa kanak-kanak seperti gondok atau cacar air. Banyak
anak sekarang ini dilindungi dari kehilangan pendengaran dengan vaksinasi

12
seperti untuk mencegah infeksi. Tanda-tanda masalah pendengaran adalah
mengarahkan salah satu telinga ke pembicara, menggunakan salah satu
telinga dalam percakapan, atau tidak memahami percakapan ketika wajah
pembicara tidak dapat dilihat indikasi lain adalah tidak mengikuti arahan,
sering kali meminta orang untuk mengulang apa yang mereka katakan, salah
mengucapkan kata atau nama baru, atau tidak mau berpartisipasi dalam
diskusi kelas (Anita, 2004 : 608).
Sebab-sebab kelainan pendengaran atau tunarungu dapat terjadi
sebelum anak dilahirkan, atau sesudah anak dilahirkan. Menurut
Sardjono(1997:10-20) mengemukakan bahwa faktor penyebab
ketunarunguan dapatdibagi dalam:
a. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal)
1) Faktor keturunan Cacar air,
2) Campak (Rubella, Gueman measles)
3) Terjadi toxaemia (keracunan darah)
4) Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar
5) Kekurangan oksigen (anoxia)
6) Kelainan organ pendengaran sejak lahir
b. Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal)
1) Faktor Rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis
2) Anak lahir pre mature
3) Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang)
4) Proses kelahiran yang terlalu lama
c. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (post natal)
1) Infeksi
2) Meningitis (peradangan selaput otak)
3) Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan
4) Otitis media yang kronis
5) Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan.
Menurut Trybus (1985) dalam Somat dan Hernawati (1996:27)
mengemukakan enam penyebab ketunarunguan yaitu :

13
a. Keturunan
b. Penyakit bawaan dari pihak ibu
c. Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran
d. Radang selaput otak (mengikis)
e. Otitis media (radang pada bagian telinga tengah)
f. Penyakit anak-anak berupa radang atau luka-luka
Dari berbagai pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa faktor
penyebab terjadinya tuna rungu wicara yaitu pre natal (keturunan), natal
(bawaan dari pihak ibu), post natal (otitis media).
6. Kebutuhan Anak Tunarungu
Anak tunarungu seperti halnya anak normal pada umumnya,
mempunyai kebutuhan-kebutuhan utama yang dikemukakan oleh Salim
sebagaiberikut:
a. Kebutuhan akan keteraturan yang bersifat biologis seperti kebutuhan
makan, minum, tidur, bermain, dan sebagainya.
b. Kebutuhan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam keluarga. Anak
tunarungu membutuhkan perlakuan yang wajar, ikut serta dalam suka
dan duka dan kesibukan seperti halnya anggota keluarga yang lain.
c. Kebutuhan akan keberhasilan dalam suatu kegiatan baik secara
individual maupun secara kolektif. Anak tunarungu menghendaki segala
usaha mencapai hasil yang memuaskan baik untuk dirinya sendiri
maupun untuk orang lain, meskipun anak tunarungu harusmengalami
berbagai hambatan dan kesukaran sebagai akibat ketunaannya.
d. Kebutuhan akan aktivitas, yaitu kebutuhan ikut terlibat dalam kegiatan
keluarga maupun dalam lingkungan yang lebih luas lagi. Sebagaimana
halnya pada anak normal lainnya, anak tunarungu pun ingin melibatkan
diri dalam permainan dengan teman sebayanya.
e. Kebutuhan akan kebebasan, yakni ia membutuhkan kebebasan untuk
berbuat, berinisiatif, bebas untuk bertanggung jawab atas perbuatannya
sendiri. anak tunarungu tidak ingin selalu terikat oleh orang lain.

14
Kebebasan yang anak tunarungu butuhkan bukan kebebasan mutlak,
melainkan kebebasan dengan batas-batas tertentu.

Menurut Depdiknas ada beberapa hal yang terlebih dahulu harus


dipahami secara seksama oleh guru yang berkaitan dengan kegiatan
pembelajaran, yaitu:
a. Anak tunarungu sebagai siswa dengan segala karakteristiknya yang terus
berusaha mengembangkan dirinya seoptimal mungkin melalui berbagai
kegiatan belajar. Guna mencapai tujuan sesuai dengan tahapan
perkembangan yang dijalaninya.
b. Tujuan, yaitu akhir dari yang diharapkan setelah adanya kegiatan
Pembelajaran. Tujuan merupakan seperangkat tugas, tuntutan atau
kebutuhan yang harus dipenuhi atau sistem nilai yang harus nampak
dalam sistem perilaku dan merupakan karakteristik kepribadian
anaktunarungu yang diterjemahkan ke dalam berbagai bentuk kegiatan
yang berencana dan dapat dievaluasi (diukur).
c. Guru, yaitu orang dewasa yang karena jabatannya secara formal selalu
mengusahakan terciptanya situasi yang tepat (mengajar), sehingga
memungkinkan tercapainya tujuan Pembelajaran yang diharapkan.
Terjadinya proses pengalaman belajar (learning experiences) dengan
menggunakan strategi belajar mengajar (teaching-learning strategic) yang
tepat.

15
B. Profil Objek Observasi
DESKRIPSI INSTITUSI PENYEDIA LAYANAN ABK
SDLB NEGERI DEMUNG
I. Nama Institusi : SDLB NEGERI DEMUNG
II. Lokasi : Jl. Semiring, Demung, Kec.
Besuki, Kabupaten
Situbondo, Jawa Timur 68356
III. Nama dan Latar Belakang SLB demung besuki adalah satu satunya
: SLB yang berstatus negeri di situbondo
dan menangani beberapa ketunaan, yaitu
tuna netra, tunarungu, tuna daksa,
tunagrahita, dan tuna laras. Serta dari
beberapa jenjang, yakni SD, SMP,
sampai SMA. SDLB ini berdiri dan
mendapat SK operosional pada 10 juli
2018. Memiliki luas tanah (m2), sekolah
SLB ini masih proses sertifikasi dan
kurikulum yang digunakan di sekolah ini
adalah (K13).

IV. Jumlah ABK ditangani saat ini : 59 Siswa


Rentang usia mereka : 7 tahun sampai 19 tahun
V. Jenis ABK yang ditangani : (SDLB Kelas 1) Tuna grahita ringan (2
PD)
Tuna grahita sedang (1 PD)
(SDLB Kelas 2) Tuna Rungu (1 PD)
(SDLB Kelas 3) Tuna Rungu (5 PD)
Tuna Grahita Ringan (2 PD)
(SDLB Kelas 4) Tuna Rungu (2 PD)
Tuna Grahita Ringan (4 PD)
(SDLB Kelas 5) Tuna Netra (1 PD)

16
Tuna Rungu (4 PD)
Tuna Grahita Ringan (2 PD)
Tuna Grahita Sedang (2 PD)
(SDLB Kelas 6) Tuna Grahita Ringan (4 PD)
VI. Prosedur Klasifikasi ABK : Tidak ada tes yang dilakukan sekolah
untuk mengenali kriteria – kriteria masalah khusus yang lebih spesifik
dalam setiap jenis anak berkebutuhan khusus.
VII. Jenis Layanan : 1. Medis – fisiologis
2. Layanan pedagogis/pendidikan
VIII. Jumlah dan Latar Belakang Pendidikan Guru / terapis / tenaga medis :

17
No Nama L/P TTL Ijazah jabatan Terhtung
terakhi mulai
r
1 Indah Fitri P Situbondo, S1 Kepala 01-10-2003
Nilawardani, 29-30-1974 SGPL sekoalh
S.Pd. B
2 Dra. P Yogyakarta S1 Guru 01-01-2011
Estiningsih , 01-01-
Budi Rahayu 1966
3 Siti Rahayu P Yogyakarta D2 guru 01-07-2000
, 06-09- SGPL
1963 B
4 Sulaima, S.Pd. P Situbondo, S1 Guru 01-01-2000
27-05-1979
5 Erdin Bangun L Situbondo, S1 Guru 22-07-2003
Prabondo, S.Pd.
27-09-1980
6 Ahmad Shofairi, L Situbondo, S1 Guru 20-07-2005
S.Pd.
26-12-1978
7 Basori Alwi, S.Pd. L Situbondo, S1 Guru 20-07-2005
07-02-1972 SGPL
B
8 Kiki Indah P Situbondo, SMA Guru 22-10-2008
Wijayanti
07-09-1986
9 Moch. Hasan L Situbondo, D2 Tenaga 22-12-2008
12-07-1983 administrasi
sekolah
10 Septianingsih, P Situbondo, S1 Guru mapel 01-07-2017
S.Pd.
28-09-1994 SGPL
B
11 Abdul Wahid L Situbondo, SMA Guru seni 01-07-2017
15-01-1994 musik
12 L Situbondo, SMA Tenaga 01-05-2018
08-08-1996 administrasi
Abdul Barri
sekolah
13 Riski Karunia P Situbondo, SMK Tenaga 02-07-2018
Ilahi 25-05-2000
18 administrasi
sekolah
IX. Model Pembelajaran ( individual/ klasikal) : pola pembelajaran yang
dalam waktu sama, seluruh anak didik melakukan suatu kegitan yang sama
dalam satu kelas (klasikal).
X. Waktu dan Tempat Pemberian Layanan : Waktu : 08.00 – 11.00
Tempat : Ruangan (kelas)
XI. Pembiayaan : 1. Dana BOS (pemerintah)
2. Dana swadaya (vokasi peserta didik)
XII. Kerjasama dengan lembaga layanan ABK yang lain : Sekolah SDLB
DEMUNG besuki bekerja sama dengan Puskesmas, kepolisian, toko kue
dan kosmetik dalam pelayanan abk.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode merupakan suatu cara atau prosedur yang digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu. Metode penelitian adalah suatu teknik, cara dan alat
yang digunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran
suatu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah. Secara umum metode
penelitian didefinisikan sebagai suatu kegiatan ilmiah yang terencana,
terstruktur, sistematis dan memiliki tujuan tertentu baik secara praktis maupun
teoritis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan
penelitian kualitatif dipilih karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang
natural atau menggambarkan keadaan yang sesungguhnya dari Sekolah SLB
Negeri Demung. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif yaitu metode penelitian yang berupa gambaran mengenai
situasi atau kejadian, kata-kata tertulis atau lisan dan orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati dan diarahkan pada latar alamiah tersebut secara
menyeluruh.
Dalam penelitian kualitatif data yang dikumpulkan bukan berupa angka-
angka melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan
lapangan, dokumen pribadi, catatan memo dan dokumen resmi lainnya.
Penelitian deskriptif kualitatif merupakan penelitian yang berusaha
mendeskripsikan dan menginterpretasikan data yang ada.

19
1. Tempat dan waktu penelitian
Lokasi penelitian ini adalah SLB Negeri Demung, Jl. Semiring No
504 Demung Besuki Telp. 082-335-370-714 Situbondo. Lokasi ini dipilih
karena SLB Negeri Demung adalah sekolah yang menampung semua anak
berkebutuhan khusus salah satunya anak tunarungu.
2. Sumber data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata atau
pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh responden, dan tingkah laku
yang ditunjukkan oleh objek penelitian. Sumber data adalah subjek dari
mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini memperoleh data dari
beberapa sumber, diantaranya yaitu:
a. Responden
Responden dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang mengajar dan
siswa-siswi tunarungu di SLB Negeri Demung.
b. Informan
Informan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah dan dewan guru di
SLB Negeri Demung.
3. Teknik pengumpulan data
a. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan
pengamatan langsung, dengan menggunakan mata tanpa alat bantuan
untuk keperluan tersebut dengan perencanaan yang sistematik.
Pengamatan dapat dilakukan terhadap suatu benda, keadaan, kondisi,
kegiatan, proses, atau penampilan tingkah laku seseorang.
b. Wawancara atau interview
Interview yang sering disebut juga dengan wawancara atau
kuesioner lisan adalah merupakan salah satu teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan mengadakan tanya jawab baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan sumber data. Metode ini digunakan untuk
mengetahui secara langsung bagaimana keadaan siswa tunarungu di SLB

20
Negeri Demung, untuk mengetahui berbagai informasi yang ada
disekolah tersebut khususnya pada siswa tunarungu.
Dalam hal ini peneliti mengadakan wawancara kepada:
1) Kepala Sekolah
adalah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
keseluruhan proses pendidikan di sekolahnya.
2) Guru
adalah pihak yang mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik berkebutuhan khusus,
sekaligus dalam hal program layanan pendidikan khusus.
3) Siswa-siswi adalah individu yang memerlukan program khusus dan
layanan khusus.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang tersedia yang
berbentuk surat-surat, foto, video, dokumen, catatan harian, laporan dan
sebagainya. Misalnya keadaan siswa, guru (tenaga pendidik) di SLB
Negeri Demung dan untuk menggali data-data yang berupa dokumen.
D. Hasil Wawancara Dan Pembahasan
1. Hasil wawancara
a. Latar Belakang
Kami mahasiswa universitas abdurachman saleh fakultas keguruan dan
ilmu pendidikan prodi pendidikan guru sekolah dasar mendapatkan tugas
untuk melakukan observasi anak berkebutuhan khusus di SDLB demung
besuki.
b. Maksud Dan Tujuan
Maksud dan tujuan kegiatan ini adalah untuk menggali informasi lebih
lanjut dan memperdalam pemahaman kami tentang anak berkebutuhan
khusus (tunarungu) di SDLB demung besuki yang meliputi bebagai
aspek yang berkaitan dengan kebiasaan dan pembelajarannya.
c. Topik Wawancara
Anak berkebutuhan khusus (tunarungu)

21
d. Waktu Dan Tempat
Wawancara dilaksanakan pada :
Hari/tanggal : rabu, 24 november 2021
Waktu : 09.00 – 10.00 WIB
Tempat : ruang kepala sekolah (SDLB demung besuki)
e. Laporan Hasil Wawancara
Wawancara kepala sekolah
No Mahasiswa Kepala sekolah
1 Tahun berapa ibu Indah lulus? Lulusan SLB dari tahun 1994
sudah lulus SMA sudah masuk
Sekolah Guru Pendidikan Luar
Biasa (SGLB) angkatan terakhir,
kemudian pada tahun 1995
masuk Perguruan Tinggi IKIP
Surabaya juga angkatan pertama
di Sekolah Pendidikan Luar
Biasa selama 7 tahun.

2 Untuk guru di SLB apakah Guru pengajar lulusan SLB di


ada yang lulusan SLB juga? demung terdapat 3 guru pengajar
(Bhasori Almi, Siti Rahayu,
Anis)
3 Ada berapa ketunaan? SLB Negeri Demung terdapat
beberapa ketunaan, yaitu tuna
netra, tuna rungu, tuna grahita,
dan tuna daksa.
4 Untuk rung belajar apakah Sementara SD demung memiliki
terpisah? keterbatasan ruang belajar hanya
sedikit tetapi pada standar
sesungguhnya di pisah atau
masing-masing mempunyai
ruang belajar khusus. Tetapi

22
pada kelas 1,2,3 dan seterusnya
terdapat tuna rungu, tuna netra,
tuna grahita, dan tuna daksa
semua ada pada setiap kelas,
namun pada mata pelajaran
tertentu misalnya untuk tuna
netra terdapat pembelajaran
orientasi mobilitas biasanya di
sendirikan atau individu,
selanjutnya tuna rungu terdapat
pembelajaran bahasa isyarat itu
ada di ruangan tersendiri,
5 Apakah sekolah mengadakan SLB demung bekerjasama
kerja sama dengan instansi dengan puskesmas minimal
lain? untuk setiap tahun
mendatangkan dokter umum,
dokter gigi untuk memeriksa
anak serta setiap 6 bulan sekali
ada penimbangan berat badan,
pemberian imunisasi, dan obat
cacing. Juga bekerjasama
dengan kepolisian, pada setiap 3
bulan sekali pihak kepolisian
memberikan pengarahan untuk
menjauhi narkoba dan tidak
kebut kebutan saat mengendarai
sepeda, serta memberikan
pengarahan kepada orang tua
untuk tidak memperbolehkan
anak untuk keluar malam.
6 Jadi selain menerima Selain diajarkan seperti

23
pembelajaran didalam kelas, pelajaran biasa anak
apakah peserta didik juga berkebutuhan khusus juga
mendapatkan pelatihan diajarkan kewirausahaan seperti
kewirausahaan? kegiatan vokasi. Biasanya anak-
anak berkreasi dengan membuat
berbagai karya seperti boneka
bahkan membuat kue.
7 Apakah ada peran pemerintah Peran pemerintah untuk
untuk mengembangkan mengembangkan lembaga ini
Lembaga ini baik dari satpras adanya pemberian ruang kelas
dan layanan yang diberikan baru, bantuan gedung serta alat
pemerintah untuk SLB ini? sarana dan prasarana
8 Apakah kurikulum yang Untuk kurikulum disini
dipakai SLB Negeri Demung mengadopsi atau menggunakan
sama dengan kurikulum kurikulum pada umumnya tetapi
sekolah pada umumnya? kita modifikasi sendiri
menyesuaikan kemampuan
peserta didik disekolah.
9 Prestasi apa saja yang telah Dalam prestasi yang telah
dicapai SLB Negeri Demung? dicapai disini baru tingkat
kecamatan, yang tingkat
provinsi ada dicabang olahraga
bulutangkis, ada juga untuk
lomba menyanyi baru harapan
saja.
10 Di SLB Negeri Demung ini Jadi SLB itu jenjang
ada berapa jenjang pendidikannya ada jenjang
pendidikan? pendidikan Sekolah Dasar,
Sekolah Menengah Pertama dan
Sekolah Menengah Atas.
Sedangkan SDLB hanya jenjang
pendidikan Sekolah Dasar saja.

24
11 Apakah ada penanganan Untuk penanganan anak autis
khusus terhadap anak autisme kebetulan dia berobat sendiri.
dari Lembaga-lembaga Sedangkan dari sekolah hanya
tertentu menyediakan pengobatan pada
umumnya seperti vaksin,
pemeriksaan gigi dan lainnya.
12 Apakah psikologi juga Dulunya iya, ada dana dari
didatangkan secara berkala? pemerintah tapi hanya
berlangsung 1 tahun. Karena
biaya yang mahal.
13 Pada masa pandemi apakah Untuk melangsungkan kegiatan
sekolah melakukan pembelajaran daring, sekolah
pembelajaran ? mengalami kesulitan. Missal
saja pada tunanetra mana bisa
mereka melihat video
pembelajaran harusnya mereka
belajar huruf braile dengan cara
meraba jadi jika dilakukan
secara daring mereka akan
kesulitan. Untuk tunarungu
mereka juga tidak bisa
menerima pembelajaran dengan
baik. Missal saja penggunaan
Bahasa isyarat mereka susah
sekali melihat gerak bibir guru
jika pembelajaran dilakukan
dengan daring. Sekolah
mengupayakan berbagai cara
yaitu dengan guru berkelilimg
kerumah rumah. Sekolah sudah
menyediakan bilik disinfektan

25
dan meminta izin ke cabang
dinas pendidikan provinsi
akhirnya diperbolehkan
melakukan proses pembelajaran
secara tatap muka. Tapi tetap
melaksanakan jaga jarak.
14 Bagaimana cara mengatasi Cara mensiasatinya yaitu jika
keterbatasan guru dalam ada guru yang tidak masuk
menyampaikan materi disetiap mengajar maka peserta didik
jenjang pendidikan di diarahkan keruangan
sekolah? keterampilan atau belajar
menggunakan media.
15 Apakah ada pengadaan ujian Ada. Jika sekolah umm
di SLB ini? melaksanakan ANBK maka
sekolah SLB Negeri Demung
juga melaksanakan bahkan kita
menggunakan computer sendiri.
Kita tidak berani meminjam
pada sekolah lain karena kita
menjaga mental anak didik kita
takutnya mereka menjadi
tontonan orang lain, disisi lain
jika kita meminjam takutnya ada
kerusakan pada computer. Lebih
baik kita punya sendiri.
16 Bagaimana penggunaan media Pada penggunaan media
disetiap ketunaan? pembelajaran terdapat perbedaan
disetiap ketunaan. Missal saja
pada tunarungu kita ada alat
bantu dengar, untuk tunanetra
ada braile dan tongkat lipat, ada
ruang computer dan lain

26
sebagainya.
17 Dalam penyelenggaraan SLB, dalam ini perbaikan yang paling
perbaikan yang manakah yang penting adalah ketersediaan
dianggap paling penting untuk ruang belajar. Karena SLB ini
segera dilakukan? kurang sekali ruang kelas.

Wawancara guru kelas


No Mahasiswa Guru kelas
1 Sudah berapa lama bapak atas nama bapak Bhasori, sudah
mengajar di SLB ini? mengajar lebih dari 15 tahun.
2 Perlu diketahui bahwa untuk Sangat berbeda, tingkat
anak normal tingkat konsentrasi yang mereka miliki
konsentrasi yang dimiliki adalah setengah dari tingkat
hanya sekitar 15 - 30 menit. konsentrasi anak normal pada
Apakah anak berkebutuhan umumnya.
khusus juga memiliki tingkat
konsentrasi yang sama tau
berbeda ?
3 Bagaimana ibu/bapak sebagai Sejujurnya bapak Bhasori juga
guru juga pasti punya rasa iba memiliki anak berkebutuhan
menghadapi ABK ini. khusus. Yaitu tunanetra. Jadi ia
Bagaimana cara ibu juga pasti memiliki perasaan
menyembunyikan perasaan sedih tiap harinya. Tetapi
sedih, jika perasaan sedih itu sebagai guru ia harus
datang ? menyembunyikan rasa sedihnya
karena ia tidak mungkin
menunjukkan perasaannya pada
peserta didik. Ia harus
menunjukkan dedikasinya

27
sebagai guru di SLB ini.
4 Apakah ada ekstrakulikuler di Sebenernya ada tapi sekolah ini
sekolah ini? lebih memfokuskan pada
kegiatan kewirausahaan.
f. Kesimpulan Hasil Wawancara
Dari beberapa pertanyaan dapat disimpulkan bahwa SLB Negeri
Demung memiliki guru lulusan SLB sebanyak 4 orang termasuk kepala
sekolah SLB Negeri Demung yaitu Ibu Fitri Nilawardani. Di sekolah
tersebut ada beberapa ketunaan diantaranya adalah tunarungu, tunanetra,
tunadaksa dan tunagrahita. Untuk proses pembelajaran sekolah
menerapkan kelas belajar yang terpisah sesuai dengan jenis ketunaan
yang ada. Untuk membantu berlangsungnya semua aktivitas disekolah,
SLB Negeri Demung banyak melakukan kerjasama dengan instansi lain
seperti puskesmas, kepolisian dan toko-toko sebagai wadah vokasi
mereka. Vokasi di lakukan untuk melatih kemampuan kewirausahaan
peserta didik. Perihal kurikulum, SLB Negeri Demung mengadopsi
kurikulum yang sedang berlangsung yaitu k-13 tetapi ada sedikit
modifikasi menyesuaikan kemampuan peserta didik disekolah. Dalam hal
prestasi, SLB ini telah banyak meraih prestasi baik di tingkat kecamatan
maupun provinsi. SLB Negeri Demung merupakan satu-satunya sekolah
SLB negeri yang ada di Kabupaten Situbondo dengan jenjang pendidikan
mulai dari SD sampai SMA. Untuk penanganan psikologis dan
penanganan medisnya, SLB Negeri Demung sempat rutin melakukan
pengecekan tetapi hanya berlangsung selama 1 tahun dengan anggaran
yang diberikan oleh pemerintah. Setelah itu, sekolah tidak lagi
menangani penanganan khusus ABK karena biaya yang cukup mahal.
Pada masa masa pandemi seperti ini SLB Negeri Demung sempat
melakukan pembelajaran secara daring, tetapi hasilnya nihil. Tetap saja
pembelajaran daring dirasa kurang efektif untuk menyampaikan materi.
Jadi sekolah berusaha untuk meminta izin kepada cabang dinas
pendidikan untuk melakukan kegiatan pembelajaran secara tatap muka
tetapi tetap menerapkan protokol kesehatan sepertinya adanya bilik

28
disinfektan, menjaga jarak dan mencuci tangan. Guru di SLB Negeri
Demung masih sangat minim dari itu sekolah mensiasati berbagai cara
agar proses pembelajaran tetap berjalan meskipun tenaga pendidik di
sekolah minim. Untuk melaksanakan ujian, peserta didik di SLB Negeri
Demung tetap melaksanakan seperti halnya sekolah umum. Mereka
melaksanakan ujian dengan menggunakan perangkat komputer milik
SLB Negeri Demung sendiri tidak meminjam ataupun menyewa karena
beberapa hal. Penggunaan media disekolah disesuaikan dengan jenis
ketunaan yang ada disana misal saja penggunaan braile untuk anak
tunanetra, alat bantu dengar untuk anak tunarungu dan lain sebagainya.
Terakhir hal yg paling mendesak untuk segera dilakukan adalah
pengadaan ruang kelas. Karena ruang kelas di SLB Negeri Demung perlu
tambahan untuk proses pembelajaran.
bapak Bhasori telah mengajar kurang lebih 15 tahun di SLB Negeri
Demung. Ia juga menjelaskan bahwa anak berkebutuhan memiliki tingkat
konsentrasi setengah dari anak normal padam umumnya. Sebagai guru, ia
juga memiliki perasaan sedih ketika melihat anak didiknya tersebut tetapi
ia menjelaskan bahwa ia menyembunyikan rasa sedihnya dengan
mengajar menggunakan perasaan. Jika menggunakan pikiran ia akan
merasa sedih. Ditambah lagi ia memiliki anak yang juga berkebutuhan
khusus yaitu tunanetra jadi ia harus terus menyembunyikan perasaan
sedih itu didepan anak didiknya. Untuk kegiatan ekstrakurikuler, SLB
Negeri Demung juga ada tetapi lebih memfokuskan pada kegiatan
kewirausahaan.
2. Pembahasan Hasil Observasi
a. Penerapan Kurikulum Di SDLB Demung Besuki
Kurikulum adalah sebagai perencanaan pembelajaran. Kurikulum
dipersiapkan untuk peserta didik yang mengikuti proses dalam
pembelajaran. Dalam pelaksanaan kurikulum, SLB Negeri Demung
menerapkan kurikulum yang berlaku di sekolah pada umumnya. Dengan
kata lain sekolah tersebut mengadopsi kurikulum yang berlaku sekarang,

29
yakni kurikulum k-13. Tetapi perlu di garis bawahi bahwa kurikulum
tersebut tidak sertamerta langsung diaplikasikan ke proses pembelajaran
di SLB Negeri Demung. Kata Ibu Indah Fitri Nilawardani selaku Kepala
Sekolah mengatakan bahwa ada sedikit modifikasi terhadap kurikulum k-
13 yang berlaku, kurikulum disesuaikan dengan kemampuan potensi
peserta didik di sekolah dan juga disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik.
Kurikulum dimodifikasi agar menghasilkan proses pembelajaran
yang cocok untuk anak berkebutuhan khusus, baik dari segi kognitif,
afektif, dan psikomotoriknya. Sebetulnya kurikulum untuk anak normal
dan untuk anak berkebutuhan khusus itu sama saja, namun yang
membedakan adalah strateginya.
b. Proses Belajar Mengajar Di Dalam Kelas Tunarungu Untuk Tingkat
(SMA) SLB Demung
Anak tunarungu pada umumnya merupakan anak yang mempunyai
gangguan pada pendengarannya sehingga tidak mampu mendengar bunyi
dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali. Anak
tunarungu menunjukkan kesulitan mendengar dari kategori ringan sampai
berat. Anak tunarungu mengalami hambatan dalam menerima informasi
yang disampaikan oleh orang lain melalui pendengaran, baik memakai
ataupun tidak memakai alat bantu.
Mengajar anak tunarungu pastinya berbeda dengan anak normal,
maka dibutuhkan media untuk membantu anak tunarungu. Kebanyakan
anak tunarungu memerlukan komunikasi yang baik dengan orang lain,
baik itu guru, orang tua ataupun masyarakat disekitarnya. Maka
komunikasi interpersonal sangat dominan dilakukan pada anak tunarungu
dimana dalam interaksi tersebut melibatkan dua orang atau lebih secara
langsung sehingga proses komunikasi lebih mudah terutama saat berada
di dalam kelas.
Model belajar memberi penjelasan kuat mengenai pendekatan,
strategi, metode, dan teknik dalam pembelajaran kepada anak disabilitas

30
khususnya tunarungu. Proses belajar dan model belajar dilakukan
bertahap dan sangat penting untuk dikaji terlebih dahulu oleh guru,
sehingga ada hubungan kuat antara guru, murid, dan model
pembelajaran. Dan juga dalam pemilihan memilih model pembelajaran,
guru wajib memahami dan mengerti kondisi dan karakter seorang murid
serta paham model pembelajaran yang akan digunakan, apalagi
berhubungan dengan anak tunarungu.
Berdasarkan hasil observasi, kami melihat bahwa proses belajar
mengajar yang dilakukan oleh guru terhadap anak yang memiliki
ketunaan berupa tunarungu di kelas 3 SMA lebih menggunakan
komunikasi berupa bahasa isyarat serta mengaitkan pembelajaran pada
dunia nyata agar anak mampu memahami pembelajaran secara benar. Hal
tersebut dikarenakan anak tunarungu di SLB Demung ini kebanyakan
memiliki klasifikasi tunarungu tingkat berat sehingga memerlukan
bahasa isyarat sebagai alat komunikasi.
Sebelum memulai pelajaran guru memberikan informasi kepada
anak dengan baik seperti membimbing anak untuk duduk dengan benar,
tidak berbicara dan berdoa melalui metode praktek dan menggunakan
bahasa isyarat. Setelah selesai berdoa, guru menyampaikan salam kepada
anak dengan menggunakan bahasa isyarat agar anak lebih paham atas apa
yang disampaikan oleh guru. Materi yang diajarkan oleh guru di kelas
tunarungu antara lain huruf bahasa isyarat, angka, nama hari, nama bulan
serta nama lain yang memiliki kata lebih pendek. Media yang digunakan
dalam proses pembelajaran dapat melalui foto, kartu huruf, kartu kalimat,
berbagai kerajinan berbentuk bangun datar, dan cermin.
Dalam proses belajar mengajar, guru menjadi sumber pengetahuan
utama bagi anak tunarungu, karena menurut mereka gurulah yang
menjadi sumber transfer ilmu paling konkrit dan kompleks dibandingkan
dengan sumber lainnya. Selain itu, anak tunarungu juga lebih banyak
menangkap materi yang dijelaskan guru menggunakan metode dan
strategi berupa bahasa isyarat, bahasa bibir serta gestur tubuh. Guru

31
menggunakan bahasa isyarat bersamaan dengan gestur tubuh saat
menjelaskan materi yang lebih panjang misalnya saat menyanyikan lagu
Indonesia Raya. Apabila guru menggunakan bahasa bibir, guru hanya
menjelaskan secara ringkas seperti saat mengucapkan kata pipi, mulut
ataupun gigi.
Beberapa contoh media yang digunakan saat proses pembelajaran
dikelas yaitu:
1) Gambar
Gambar merupakan sebuah alat peraga untuk membantu
memberikan pemahaman kepada anak tunarungu agar mampu
memahami materi yang sedang diajarkan. Biasanya media gambar ini
digunakan saat menunjukkan beberapa makhluk hidup seperti gambar
pakaian adat di Indonesia, Penggunaan bahasa isyarat .
2) Cermin
Media cermin juga merupakan media yang sering digunakan
guru dalam menyampaikan materi yang diajarkan kepada anak.
Penerapan media cermin ini biasanya dilakukan saat guru ingin
menyampaikan sesuatu kepada salah satu anak tunarungu.
Penggunaan media cermin ini dilakukan ketika guru dan anak duduk
bersamaan menghadap cermin. Kemudian guru menunjukkan salah
satu bagian tubuh atau lainnya yang diucapkan secara lisan dan
anakpun dapat menangkap informasi yang di berikan melalui lisan
atau gerak bibir guru.
3) Benda tiruan (miniatur)
Media benda tiruan yang ada di SLB Demung di kelas tunarungu
yaitu media tiruan berupa bangun datar yang dibuat dari bilah bambu.
Kerajinan yang ada di kelas tersebut berupa bangun datar segi enam.
Setelah proses belajar mengajar di kelas selesai, anak tunarungu
biasanya menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama sama dengan guru
sebagai pemandu menggunakan bahasa isyarat saat kegiatan bernyanyi
berlangsung. Saat kegiatan bernyanyi usai, anak tunarungu dibimbing

32
berdoa secara bersama sama yang dibimbing langsung oleh guru. Apabila
kegiatan berdoa selesai anak anak biasanya melakukan sungkeman atau
salaman kepada guru dan proses belajar mengajar dikelas usai.
c. Proses Interaksi Antara Guru Dengan Siswa Tunarungu Di Dalam
Kelas
Interaksi yang dilakukan oleh guru dengan siswa untuk kelas
tunarungu di SLB Negeri Demung yaitu dengan menggunakan 2 jenis
komunikasi yakni:
1) Komunikasi Interpersonal. (komunikasi antar pribadi) Komunikasi
antar pribadi adalah proses paduan penyampaian pikiran dan perasaan
oleh seseorang kepada orang lain agar mengetahui, mengerti, dan
melakukan kegiatan tertentu. (Efendi, 2010:126).
Secara umum komunikasi interpersonal dapat diartikan sebagai proses
pertukaran informasi diantara komunikator dengan komunikan.
Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal mengubah
sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis
berupa percakapan. Komunikasi interpersonal dampaknya dapat
dirasakan pada waktu itu juga oleh pihak yang terlibat. (Rumanti,
2002:88).
2) Komunikasi Kelompok. Komunikasi kelompok adalah komunikasi
antara seseorang (komunikator) dengan sejumlah orang (komunikasi)
yang berkumpul bersama-sama dalam satu kelompok. (Effendy,
2005:6). Komunikasi kelompok ini mempunyai beberapa
karakteristik. Pertama, proses komunikasi terhadap pesan-pesan yang
disampaikan oleh seorang pembicara kepada khalayak yang lebih
besar dan tatap muka. Kedua, komunikasi berlangsung secara
kontinue dan bisa dibedak an sumber dan penerima. Ketiga, pesan
yang disampaikan terencana dan bukan spontanitas untuk segmen
khalayak tertentu. (Nuruddin, 2005:33).
d. Proses Pembelajaran Dan Komunikasi Guru Dengan Siswa Di Kelas
Melalui Bahasa Isyarat Menggunakan Tangan

33
Proses komunikasi yang dilakukan guru terhadap anak tunarungu
tentunya sangat berbeda dengan pola interaksi guru dengan anak normal.
Saat berada di dalam kelas, guru lebih sabar dan telaten terhadap anak
tunarungu dalam proses interaksi baik saat berada di kelas ataupun diluar
kelas.
Berdasarkan hasil observasi, kami melihat bahwa dalam proses
interaksi yang dilakukan oleh guru terhadap siswa berkebutuhan khusus
terutama anak tunarungu ini terjalin komunikasi dengan baik walaupun
harus menggunakan bahasa isyarat sebagai alat komunikasi sehari-hari.
Begitupun saat anak tunarungu berada diluar kelas, anak tunarungu
cenderung menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi baik
dengan orang tua, sesama tunarungu , maupun guru. Dalam proses
belajar mengajar, guru tentunya menggunakan bahasa isyarat sebagai alat
komunikasi agar dapat menyampaikan materi sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang digunakan.
Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep
dari sesuatu yang abstrak. Contohnya saat guru hendak menyuruh siswa
untuk berdoa. Tentu guru harus membimbing siswa mulai dari cara
duduk yang benar, posisi siap berdoa dengan menekuk kedua tangan.
Setelah berdoa, guru bersiap untuk memulai pelajaran. Dalam
pembelajaran, guru juga menyampaikan materi menggunakan bahasa
isyarat.
Komunikasi nonverbal mempunyai kekuatan yang penting
menyampaikan pesan pesan. Tahapan komunikasi nonverbal ada dua
yaitu ,menggunakan bahasa lisan dan juga bahasa isyarat. Dimana kedua
bahasa ini sangat penting diterapkan dikelas khususnya bagi tunarungu.
Komunikasi total digunakan dalam proses belajar mengajar ini sangat
penting agar memudahkan siswa dalam menerima pesan yang
disampaikan oleh guru. Penggunaan komunikasi total ini dianggap
efektif, karena menggunakan dua bahasa sekaligus dan keduanya

34
berperan saling memperkuat dan mempercepat pemahaman dalam proses
pembelajaran.
Pesan nonverbal yang dilakukan di kelas SLB Demung tersebut
menggunakan pesan wajah serta gestur tubuh dalam membantu
komunikasi menggunakan bahasa isyarat ataupun bahasa lisan. Karena
dengan menggunakan ekspresi wajah dan gestur tubuh secara otomatis
siswa setidaknya lebih memahami penyampaian materi apa yang
disampaikan oleh guru. Sehingga siswa dapat menangkap atau menerima
informasi yang diberikan oleh guru.
e. Proses Pembelajaran Dan Komunikasi Guru Dengan Siswa Di Kelas
Melalui Media Kaca
Media kaca merupakan salah satu media yang digunakan guru
dalam membantu menyampaikan materi yang diajarkan kepada anak
anak berkebutuhan khusus, salah satunya kepada anak tuna rungu, yaitu
anak yang tidak mempunyai kemampuan untuk mendengar. Penerapan
media kaca ini biasanya dilakukan saat guru ingin menyampaikan sesuatu
kepada anak tuna rungu, dengan melakukan pendekatan pembelajaran
komunikasi dan bahasa.
Pembelajaran dengan pendekatan komunikasi dapat dilakukan
dengan tiga cara, yaitu dengan cara verbal, nonverbal, dan gabungan dari
verbal-nonverbal. Sedangkan dalam pendekatan pembelajaran bahasa,
menguatamakan proses pembelajaran ilmu umum kepada anak tunarungu
sambil mempelajari bahasa dan kosa kata baru.
Penggunaan media ini dilakukan ketika guru dan anak duduk
bersamaan menghadap kaca. Kemudian guru menunjukkan salah satu
bagian tubuh atau lainnya yang diucapkan secara lisan dan anakpun dapat
menangkap informasi yang di berikan melalui lisan atau gerak bibir guru
melalui media kaca .
Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, perlu diketahui jenis
ketuna runguan berdasarkan taraf penguasaan bahasa, yakni tuna rungu
pra bahasa, yakni anak yang menjadi tuli sebelum dikuasainya bahasa.

35
Jenis tunarungu ini sebagian besar karena bawaan sejak lahir atau anak
menjadi tunarungu sebelum berusia 18 bulan atau 1,5 tahun. Yang kedua
adalah tuli purna bahasa, tuli setelah menerapkan dan memahami sistem
lambang bahasa. Jenis ini terjadi karena seseorang terkena suatu penyakit
yang merusak fungsi pendengarannya.
f. Teknik Penggunaan Haptic Dalam Proses Membantu Pelafalan
Huruf Pada Siswa Tunarungu
Sentuhan atau touch secara formal dikenal dengan haptics. Haptic
berasal dari bahasa Yunani yaitu haptikos yang berarti sentuh (touch).
Sentuhan ialah menempatkan bagian dari tubuh dalam kontak dengan
sesuatu (Budyatna, Ganiem, 2011). Haptic merupakan komunikasi dasar
yang pertama kali dipelajari manusia dalam hidupnya. Bagi seorang
balita, sentuhan merupakan alat utama untuk menerima pesan-pesan
mengenai kasih sayang dan kenyamanan. Secara umum, perilaku
menyentuh merupakan aspek fundamental komunikasi nonverbal.
Seseorang menggunakan tangan, lengan dan bagian-bagian tubuh
lainnya untuk menepuk, merangkul, mencium, mencubit, memukul,
menendang, menggelitik, dan memeluk. Melalui haptic, pengirim pesan
mengkomunikasikan macam-macam emosi dan pesan (Budyatna,
Ganiem, 2011).
Berdasarkan pemaparan diatas, haptic communication ialah
sentuhan yang dilakukan dalam pemberian informasi, dalam keadaan
santai, dan dilakukan dalam proses komunikasi. Haptic merupakan media
komunikasi yang dilakukan manusia dalam kontak langsung.
Karakteristik Haptic Menurut Knapp (1980), haptic secara umum
dilakukan saat: memberikan informasi atau masukan, memberikan
perintah, mengajukan permintaan, melakukan persuasi, melakukan
percakapan yang intim, dalam keadaan santai, berbicara dalam
komunikasi dengan orang lain, dan memberi kabar yang mencemaskan
dari lawan bicara.

36
Dalam penelitian yang kami lakukan di SLB demung Besuki
khususnya di tingkat SMA salah satu cara pembelajaran yang dilakukan
oleh seorang guru adalah menggunakan haptic pada saat tertentu ketika
Ketika huruf tidak bisa terdeteksi secara akurat oleh gerakan bibir, maka
guru akan menggunakan teknik haptic, yaitu komunikasi yang dilakukan
dengan cara mendeteksi suara atau pengejaan suara melalui perabaan
leher untuk mendeteksi getaran atau meraba gerakan tangan ketika
membentuk bahasa isyarat, haptic banyak digunakan oleh anak yang
berkebuhtuhan khusus yaitu tunarungu atau tuna netra untuk
menyampaikan maksud yang dibicaraka. Misalnya huruf “R’ yang sulit
untuk dideteksi oleh anak tunarungu melalui gerakan bibir, maka salah
satu cara untuk menyampaikan maksud tersebut guru memegang leher
seorang siswa tersebut dan sebaliknya seorang siswa akan memegang
leher gurunya. Lalu gurunya mengucapkan huruf tersebut, dengan itu
siswa mendapatkan suatu getaran sentuhan melalui perabaan leher
sehingga siswa dapat mengetahui huruf apa yang di lafalkan oleh guru,
ini adalah salah satu bentuk pembelajaran yang dilakukan oleh SLB
demung Basuki dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) di dalam kelas.

37
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
SLB Negeri Demung merupakan SLB negeri satu-satunya yang ada di
Situbondo. Sekolah tersebut memiliki sekitar 13 tenaga pendidik termasuk
tenaga administrasi sekolah. Ibu Indah Fitri Nilawardani selaku kepala sekolah
mengatakan bahwa ada 4 pendidik yang memang lulusan dari PLB, untuk
sisanya beliau mengatakan bukan dari lulusan PLB. Namun untuk pendidik
yang bukan lulusan PLB tetap mendapatkan bimbingan dari pendidik yang
memang lulusan PLB jika mereka merasa kesulitan menghadapi peserta didik
dikelas.
Dari pelaksanaan observasi, diketahui bahwa anak tunarungu yang
berada di SDLB Demung Besuki kelas 3 SMA sebanyak 10 orang siswa yang
terdiri dari laki-laki 6 anak dan perempuan 4 anak. Mereka kehilangan

38
pendengaran yang menyebabkan pendengarnya tidak berfungsi sehingga
mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari. Karakteristik anak
tunarungu dilihat dari segi fisik, segi intelegensi, segi bahasa dan kemampuan
bicara, serta segi emosi dan sosialnya. Klasifikasi anak tunarungu di SDLB
tersebut berada pada tingkat yang berat sehingga untuk berkomunikasi
memerlukan alat berupa bahasa komunikasi dan bahasa lisan.
Penerapan kurikulum yang ada di SDLB Demung Besuki ini mengadopsi
kurikulum 2013 dengan dilakukan modifikasi agar proses belajar mengajar
sesuai dengan kondisi anak baik dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik.
Proses belajar mengajar yang ada dikelaspun juga menggunakan bahasa isyarat
dengan media pembelajaran yang cukup sederhana yaitu berupa gambar, papan
tulis serta cermin. Komunikasi yang dilakukan oleh guru kepada siswa lebih
banyak menggunakan bahasa isyarat. Namun guru juga menggunakan bahasa
lisan dengan menampilkan gestur tubuh dan ekspresi wajah agar anak
memahami pembelajaran di dalam kelas. Penggunaan metode yang ada di
dalam kelas juga menggunakan teknik haptic yang dapat membantu proses
pelafalan huruf pada siswa.
B. Saran
Pada umunya orang masih berpendapat bahwa anak tunarungu tidak
dapat berbuat apapun. Pandangan semacam ini sangat merugikan anak
tunarungu untuk memperoleh lapangan kerja, dan dia bersaing dengan orang
normal. Sulit mendapatkan lapangan kerja mengakibatkan kecemasan baik dari
anak itu sendiri maupun dari keluarganya. Untuk itu sebaiknya guru harus
kreatif dalam melakukan pembelajaran maupun pelatihan untuk anak
tunarungu sehingga pandangan tersebut menjadi tidak benar.
Dan kita tidak boleh memandang bahwa anak yang mempunyai
kekurangan merupakan anak yang tidak bisa apa-apa. Tetapi kita harus
berpandangan bahwa kekurangan bukan merupakan hambatan, tetapi
kekurangan merupakan motivasi dalam menjalani kiehidupan. Untuk itu kita
sebagai sesama manusia haruslah senantiasa saling membantu dan tidak
mendiskriminasikan anak yang memiliki kebutuhan khusus.

39
DAFTAR PUSTAKA

Atmadjaja, B. E. (2017, Maret 1). PENGARUH HAPTIC COMMUNICATION


PADA PARTISIPASI ANAK. Retrieved Desember 5, 2021, from
https://repository.usd.ac.id:https://repository.usd.ac.id/9333/2/109114046_
full.pdf

eprints. (n.d.). Anak Tunarungu. Retrieved Desember 1, 2021, from


https://eprints.uny.ac.id: https://eprints.uny.ac.id/9577/2/BAB%20II.pdf

eprints. (n.d.). Tinjauan tentang Anak Tunagrahita. Retrieved Desember 1, 2021,


from eprints.uny.ac.id: https://eprints.uny.ac.id/9906/2/bab%202%20-
%2008103247020.pdf

Efendi, Mohammad, Dr. M.Pd., M.Kes. 2006, Pengantar Psikopedagogik Anak


Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

malang, u. (n.d.). Anak Berkebutuhan Khusus. Retrieved Desember 1, 2021, from


http://etheses.uin-malang.ac.id: http://etheses.uin-
malang.ac.id/1484/6/11410112_Bab_2.pdf

40
Nofiaturrahmah, F. (2018). PROBLEMATIKA ANAK TUNARUNGU DAN
CARA MENGATASINYA. Iain Kudus, Indonesia, 1-15.

Nuruddin, 2005, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta: PT. Grafindo Persada Sr.
Maria Assumpte Rumanti OSF, 2002, Dasar-dasar Public Relation Teori
dan Praktis, Jakarta: Grasindo

Prabawati Anggi T DKK. 2013. STUDI KASUS PADA SMA LUAR BIASA B
(TUNARUNGU) DHARMA BHAKTI DHARMA PERTIWI BANDAR
LAMPUNG.

Putri, S. M. (2015, february sunday). POLA KOMUNIKASI NONVERBAL GURU


DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR BAGI SISWA TUNARUNGGU
DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA PEKANBARU. Retrieved
from https://123dok.com/document/y8rj4g0q-komunikasi-nonverbal-
belajar-mengajar-tunarunggu-sekolah-pembina-pekanbaru.:
https://123dok.com/document/y8rj4g0q-komunikasi-nonverbal-belajar-
mengajar-tunarunggu-sekolah-pembina-pekanbaru.html

Restendy M. S. Model Belajar dan Komunikasi Anak Disabilitas Tunarungu


Wicara Di taman Pendidikan Al Quran Luar Biasa (Tpqlb) Spirit Dakwah
Indonesia Tulungagung. UIN Sunan Kalijaga.

sayhid, i. (2019). INTERAKSI SOSIAL ANAK TUNARUNGU DI SEKOLAH


STUDY KASUS DI TK TUNAS HARAPANPARSEH SOCAH
BANGKALAN. Retrieved from http://ejournal.stital.ac.id:
http://ejournal.stital.ac.id/index.php/alibrah/article/view/68

Uinsby. (n.d.). Pendekatan dan Jenis Penelitian. Retrieved Desember 5, 2021,


from http://digilib.uinsby.ac.id: http://digilib.uinsby.ac.id/5937/6/Bab
%203.pdf

41
LAMPIRAN – LAMPIRAN

42
43
Ruang Guru Dapur

44
Administrasi Sekolah Foto Kegiatan

Tempat Pengadaan Kegiatan Mushollah

Tempat Makan/Istirahat Guru Perpustakaan

45
Parkiran

Parkiran Bilik Disinfektan

46
Gazebo Foto Bersama

Foto Bersama Kepala Sekolah Foto Siswa

Foto Bersama Siswa dan Guru

47

Anda mungkin juga menyukai