Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ANALISIS KESALAHAN FONOLOGIS PADA ANAK TUNAGRAHITA DAN


IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas akhir semester 1

Dosen Pengampu : Laila Tri Lestari, M.Pd

Disusun oleh : Mariyatin (22032151)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ISLAM DARUL 'ULUM LAMONGAN

Tahun Pelajaran 2022/2023


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Illahi
Rabbi yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal ini. Salawat seiring salam semoga tercurakan kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita dari alam kegelapan
sampai ke alam terang benderang seperti ini.proposal yang berjudul “Analisis
Kesalahan Fonologis pada Anak Tunagrahita dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Studi Kasus Sekolah Luar Biasa Permata Ciranjang Kabupaten
Cianjur” disusun untuk memenuhi syarat tugas akhir semester 1 jurusan
pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di universitas Islam darul 'ulum
Lamongan.

Tidak dapat dipungkiri adanya kekurangan dan kesalahan dalam penulisan


proposal ini. Terima kasih atas bimbingan, motivasi, doa, semangat yang tidak
pernah putus diberikan kepada penulis. Semoga Allah membalas kebaikan kalian
semua. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam
pembuatan penelitian ini. Semoga dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Semoga kita selalu berada dalam lindunganNya. Aamiin ya Rabbal „alamin.

03 Januari 2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................3

1.3 Tujuan ............... ........................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Kesalahan Berbahasa .............................................................................5

B. Fonologi . ....................................................................................................6

C. Berbicara . .................................................................................................11

D. Tunagrahita ...........................................................................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................14

B. Saran..........................................................................................................14

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

memiliki peran penting pada kelangsungan hidup manusia karena bahasa


merupakan salah satu media untuk menyampaikan pesan. Sebagai makhluk
sosial manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena
itu, manusia membutuhkan interaksi dengan sesamanya. Dalam proses interaksi
ini dibutuhkan suatu media atau alat yang dapat menunjang proses interaksi,
salah satu media yang paling sesuai dengan proses interaksi yaitu bahasa.
Kedudukan bahasa sebagai alat penghubung dan penyelaras tidak bisa lepas dari
proses interaksi, sehingga ketiadaan bahasa akan menimbulkan masalah dalam
proses interaksi tersebut. Seiring berkembangan zaman, kedudukan bahasa tidak
hanya terbatas digunakan untuk interaksi pada komunikasi satu komunitas saja,
melainkan bahasa juga digunakan untuk tukar menukar informasi antardaerah
bahkan antarnegara, melihat begitu pentingnya bahasa, tidak heran jika saat ini
bahasa termasuk dalam cabang ilmu pengetahuan yang dipelajari diberbagai
lembaga pendidikan. Secara umum tujuan mempelajari suatu bahasa adalah
mampu menggunakan bahasa tersebut secara baik dan benar dalam
berkomunikasi lisan maupun tulisan. Setiap manusia memiliki tugas untuk dapat
mengembangkan potensi yang ada dalam diri supaya terus menjadi lebih baik
lagi di masa depannya. Salah satu potensi yakni potensi berbicara. Di dalam
berbicara tentunya kita mengeluarkan suatu bunyi, dan maksud tersirat yang
hendak disampaikan. Kemampuan berbahasa secara fonologi hampir dimiliki
setiap manusia ketika terlahir di dunia, melalui proses lama maupun singkat.
Seseorang akan mampu berkomunikasi dengan orang lain melalui kemampuan
fonologi. Dengan demikian, kemampuan fonologi menjadi salah satu elemen
utama berkomunikasi seseorang, tidak terkecuali untuk anak berkebutuhan
khusus.Pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah tidak hanya terbatas kepada
siswa biasa saja. Pada kenyataannya, tidak semua manusia diberikan
kemampuan berbicara. Anak berkebutuhan khusus yang dimaksud disini adalah
istilah lain dari kata Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan
khusus. Anak dengan berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Anak berkebutuhan khusus
adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, dan
fisik.Terdapat beragam jenis anak berkebutuhan khusus diantaranya tunarungu
(mengalami gangguan pada indra pendengaran), tunanetra (mengalami
gangguan pada indra penglihatan), tunadaksa (mengalami gangguan gerak yang
disebabkan oleh kelainan struktur tulang/cacat tubuh), tunagrahita (memiliki
intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan
ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa
perkembangan), tunalaras (mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi
dan kontrol sosial), tunaganda (penderita cacat lebih dari satu kecacatan yaitu
cacat fisik dan mental). Namun sangat disayangkan tidak semua fasilitas tersedia
untuk anak-anak tersebut.Padahal sudah tertulis dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI Bagian Kesebelas
Pasal 32 Butir 1 Mengenai Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
yang menyatakan bahwa: “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa.Proses berbahasa merupakan salah satu
perilaku dari kemampuan manusia untuk berfikir, bercakap-cakap, dan bersuara
sehingga terjadi proses memahami dan menggunakan isyarat komunikasi yang
disebut bahasa. Berbahasa merupakan gabungan antara dua proses yaitu proses
produktif dan proses reseptif. Proses produktif berlangsung pada diri pembicara
yang menghasilkan kode-kode bahasa yang bermakna dan berguna. Proses
reseptif berlangsung pada diri pendengar yang menerima kode-kode bahasa
yang bermakna dan berguna yang disampaikan oleh pembicara melalui alat-alat
artikulasi dan diterima oleh alat-alat pendegar. Apabila proses berbahasa
terhambat oleh keterbatasan intelegensi atau keterbelakangan mental
(tunagrahita) pada saat memproduksi bahasa seperti yang diketahui seseorang
yang mengalami keterbelakangan mental kemungkinan akan menemui
ketidaklaziman pada proses berbahasa dalam tuturannya. Ketidaklaziman ini
diperoleh akibat proses produktif bahasa yang menghasilkan kode-kode yang
sesuai dengan kemampuan seseorang yang mengalami keterbelakangan mental
dan ketidaklaziman ini dapat diukur berdasarkan proses produktif bahasa
seseorang yang normal. Berdasarkan alasan di atas penulis tertarik untuk
mengetahui bentuk tuturan pada penderita tunagrahita. Sebelumnya telah
diketahui bahwa anak tunagrahita memiliki tingkat intelegensi rendah, sehingga
terdapat kondisi dimana perkembangan kecerdasan mengalami hambatan
sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Dengan adanya
keterbatasan itu secara tidak langsung mempengaruhi proses produksi bahasa
atau performasi dalam tuturannya.Terapi bicara dapat dilakukan oleh anak-anak
tunagrahita untuk menunjang daya bicara dalam beradaptasi. Misalnya pada
mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah guru memberikan wacana kepada
siswa untuk dibaca secara berkala, dan dari terapi ini diharapkan ada
perkembangan yang dicapai. Anak-anak yang berkategori tunagrahita umumnya
belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB), salah satu sekolah yang menangani anak-
anak tunagrahita adalah SLB Permata Ciranjang, Kabupaten Cianjur. Di sekolah
ini seluruh siswanya berkebutuhan khusus dengan kategori SLB ABC (tunanetra,
tunarungu, dan tunagrahita). SLB Permata Ciranjang memiliki jenjang
pendidikan tingkat SDLB, SMPLB, dan SMALB. Pada jenjang dan pembagian kelas
di sekolah ini hampir sama dengan sekolah lainnya. Namun yang
membedakannya adalah jumlah siswa yang lebih sedikit tiaptiap kelasnya dan
dijumpai siswa memiliki usia diatas usia anak sekolah pada sekolah normal.Hasil
dari proses produktif dalam bentuk tuturan siswa tunagrahita yang berupa
fonem-fonem, morfem-morfem, hingga kalimat-kalimat inilah yang akan
dijadikan objek untuk penulisan tugas akhir ini dengan tujuan dapt
mengklasifikasikan tuturan pada siswa tunagrahita, khususnya untuk fonem.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah


dijabarkan dalam bentuk pertanyaan analisis sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan berbahasa siswa tunagrahita SMALB C di SLB


Permata, Ciranjang, Kabupaten Cianjur?

2. Bagaimana kesalahan pelafalan kata pada siswa tunagrahita SMALB Cdi SLB
Permata, Ciranjang, Kabupaten Cianjur?
3. Apa saja bentuk-bentuk kesalahan fonologi yang terjadi pada siswa
tunagrahita SMALB C di SLB Permata, Ciranjang, Kabupaten Cianjur dalam
membaca wacana?
4. Bagaimana implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
tersebut?

Sebagaimana rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas.

1.3 Tujuan

maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui kemampuan berbahasa siswa tunagrahita SMALB C di SLB


Permata, Ciranjang, Kabupaten Cianjur.
2. Mengetahui kesalahan pelafalan kata pada siswa tunagrahita SMALB C di SLB
Permata, Ciranjang, Kabupaten Cianjur.

3. Mengetahui bentuk-bentuk kesalahan fonologi yang terjadi pada siswa


tunagrahita SMALB C di SLB permata, Ciranjang, Kabupaten Cianjur pada saat
membaca wacana.

4. Mengetahui implikasi penelitian terhadap pembelajaran bahasa Indonesia


SMALB C di SLB Permata, Ciranjang, Kabupaten Cianjur.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Teoretis

1. Kesalahan Berbahasa

a. Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa

Kesalahan berbahasa dianggap sebagai bagian dari proses belajar mengajar,


namun kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa dalam suatu proses
belajar mengajar mengindikasikan bahwa tujuan pengajaran bahasa belum
tercapai secara maksimal. Semakin sering kesalahan berbahasa itu terjadi, maka
semakin sedikit tujuan pengajaran yang dicapai. Menurut Ellis, analisis
kesalahan adalah suatu prosedur kerja, yang biasa digunakan oleh para peneliti
dan guru bahasa, yang meliputi pengumpulan sampel, pengidentifikasian
kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan kesalahan tersebut,
pengklasifikasian kesalahan berdasarkan penyebabnya, serta penilaian taraf
keseriusan kesalahan.Tarigan (1996/1997:48-49) berpendapat bahwa kesalahan
berbahasa dalam bahasa Indonesia dapat diklsifikasikan menjadi:

1) Berdasarkan tataran linguistik, kesalahan berbahasa dapat diklasifikasikan


menjadi: kesalahan berbahasa di bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis (frasa,
klausa, kalimat), semantik, dan wacana.

2) Berdasarkan kegiatan berbahasa atau keterampilan berbahasa dapat


diklasifikasikan menjadi kesalahan berbahasa dalam menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis.

3) Berdasarkan sarana atau jenis bahasa yang digunakan dapat berwujud


kesalahan berbahasa secara lisan maupun tertulis.

4) Berdasarkan penyebab kesalahan tersebut terjadi dapat diklasifikasikan


menjadi kesalahan berbahasa karena pengajaran dan kesalahan berbahasa
karena interverensi.

5) Kesalahan berbahasa berdasarkan frekuensi terjadinya dapat diklasifikasikan


atas kesalahan berbahasa yang paling sering, sering, sedang, kurang, dan jarang
terjadi.Selanjutnya pendapat lain mengemukakan bahwa analisis kesalahan
berbahasa (AKB) adalah suatu prosedur yang digunakan oleh para peneliti dan
para guru, yang mencakup pengumpulan sampel bahasa pelajar, pengenalan
kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam sampel tersebut, pendeskripsian
kesalahankesalahan itu, pengklasifikasian berdasarkan sebab-sebabnya yang
telah dihipotesiskan serta pengevaluasian keseriusannya.3 Dalam penelitian ini,
peneliti lebih memfokuskan pada kesalahan fonologi pada bagian bunyi bahasa
(fon) yang disebut tata bunyi (fonetik) dan yang kedua mengkaji fonem yang
disebut tata fonem.

2. Fonologi

a. Hakikat Fonologi Bahwa bahasa adalah sistem bunyi ujar yang sudah disadari
oleh para linguis. Oleh karena itu, objek utama kajian linguistik adalah bahasa
lisan, yaitu bahasa dalam bentuk bunyi ujar. Fonologi berkonsentrasi pada
persoalan bunyi, morfologi pada persoalan-persoalan struktur internal kata,
sintaksis pada persoalan susunan kata dalam kalimat, semantik pada persoalan
perbendaharaan kata.Sebagai bidang yang berkonsentrasi dalam deskripsi dan
analisis bunyi-bunyi ujar, hasil kerja fonologi berguna bahkan sering
dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguistik yang lain, yaitu linguistik teoretis
maupun terapan.Secara etimologi kata fonologi berasal dari gabungan kata fon
yang berarti bunyi, dan logi yang berarti ilmu. Sebagai sebuah ilmu, fonologi
lazim diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari,
membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang
diproduksi oleh alat-alat ucap manusia.Fonologi adalah bidang dalam linguistik
yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.fonologi adalah
subdisiplin linguistik yang mempelajari bunyi bahasa yang menghiraukan arti
maupun yang tidak.Dari beberapa deskripsi di atas, dapat disimpulkan bahwa
fonologi adalah cabang ilmu linguistik atau bahasa yang menyelidiki,
mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia beserta fungsinya. Fonologi juga
membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa dan cara menganalisanya.

b. Kajian Fonologi

Fonologi mengkaji bunyi-bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran


beserta dengan gabungan antar bunyi yang membentuk silabel atau suku kata
dengan unsur-unsur suprasegmentalnya. Misalnya tekanan, nada, hentian, dan
durasi.Selain itu, kajian psikolinguistik juga banyak meminta bantuan kajian
fonologi. Waktu membicarakan perkembangan pemerolehan bunyi-bunyi
bahasa pada kanak-kanak tentu memerlukan bantuan fonologi. Misalnya,
mengapa bunyi bilabial lebih dahulu diperoleh seorang kanak-kanak daripada
bunyi dental atau palatal. Begitu juga mengapa bunyi lateral dan bunyi tril pada
kanak-kanak usia tertentu sering dipertukarkan. Jadi fonologi tidak hanya
mempelajari bunyi-bunyi bahasa, tetapi cabang ilmu linguistik yang lain seperti
psikolinguistik Bunyi-bunyi ujar dapat dipelajari dengan dua sudut pandang.
Pertama, bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai media bahasa semata, tak ubahnya
seperti benda atau zat. Kedua, bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai bagian dari
sistem bahasa.Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa fonologi tidak
hanya mengkaji tentang ilmu bunyi, tetapi juga mengkaji ilmu-ilmu yang lain.
Misalnya psikolinguistik dan sosiolinguistik.

c. Bidang Pembahasan Fonologi

Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studi fonologi mempunyai
dua cabang kajian. Pertama fonetik yaitu cabang kajian yang menyelidiki dan
menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur, serta mempelajari
bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap
manusia.Fonetik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa
tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai
pembeda makna atau tidak.Menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa,
fonetik dibedakan menjadi tiga cabang, yaitu:

1) Fonetik artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik fisiologi, mempelajari


bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan
bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.

2) Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau


fenomena alam bunyi-bunyi itu diselidiki getarannya, amplitudonya, dan
intensitasnya.

3) Fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi


bahasa itu oleh telinga kita.
Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang berurusan dengan dunia linguistik adalah
fonetik artikulatoris. Sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah
bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia.
Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik
auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran Kedua, fonemik yaitu kesatuan
bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Chaer
mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi
membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b], dan [u]; dan [r], [a], [b] dan
[u] jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu
bunyi [l] dan bunyi [r]. Dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah
fonem yang berbeda dalam bahasa indonesia yaitu fonem /l/ dan fonem /r/. Gorys
Keraf dalam bukunya yang berjudul Komposis menjelaskan fonemik adalah ilmu
yang mempelajari bunyi ujaran dalam fungsinya sebagai pembeda arti. Misalnya
perbedaan bunyi [p] dan [b] yang terdapat dalam kata [paru] dan [baru]. Dalam
kajian fonologi mencakup dua fonem, yaitu fonem segmental dan
suprasegmental. Klasifikasi segmental didasarkan pada berbagai macam kriteria,
yaitu : (1) ada tidaknya gangguan

(2) mekanisme udara,

(3) arah udara

(4) pita suara

(5) lubang lewatan suara

(6) mekanisme artikulasi

(7) cara gangguan

(8) maju mundurnya lidah

(9) tinggi rendahnya lidah

(10) bentuk bibir.

Sedangkan unsur suprasegmental dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu


tinggi rendahnya bunyi (nada), keras lemahnya bunyi (tekanan), panjang
pendeknya bunyi (tempo), kesenyapan (jeda).18Istilah lain yang berkaitan
dengan fonologi antara lain fona, fonem, konsonan, dan vokal. Fona adalah
bunyi ujaran yang bersifat netral, atau masih belum terbukti membedakan arti,
sedang fonem adalahsatuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti. Variasi
fonem karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alofon. Gambar atau
lambang fonem dinamakan huruf. Jadi, fonem berbeda dengan huruf. Untuk
menghasilkan suatu bunyi atau fonem ada tiga unsur yang penting, yaitu udara,
artikulator atau bagian alat ucap yang bergerak, dan titik artikulaso atau bagian
alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator. Pembentukan bunyi vokalterjadi
setelah melewati pita suara, tidak mendapat hambatan apaapa dan bunyi vokal
adalah semuanya bersuara, sebab dihasilkandengan pita suara terbuka sedikit.
adalah fonem yang dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit

d. Analisis dan Prosedur Kesalahan Fonologi

Analisis kesalahan fonologi merupakan bentuk penyederhanaan dari analisis


kesalahan berbahasa dalam tataran fonologi. Kesalahan berbahasa dalam
tataran fonologi dibedakan menjadi dua kategori , yaitu kesalahan ucapan atau
pelafalan dan kesalahan ejaan. Kesalahan ucapan terjadi dalam penggunaan
bahasa secara lisan, sedangkan kesalahan ejaan terjadi dalam penggunaan
bahasa secara tertulis.Sebagaimana telah penulis katakan sebelumnyabahwa
analisis kesalahan fonologi adalah bentuk penyederhanaan dari analisis
kesalahan berbahasa dalam tataran fonologi, jadi analisis kesalahan fonologi
termasuk salah satu bentuk kegiatan analisis kesalahan berbahasa. Henry
Guntur Tarigan dan Djago Tarigan menjelaskan tentang langkah-langkah yang
harus ditempuh dalam menganalisis kesalahan berbahasa. Langkah-langkah
tersebut meliputi:20

1) Memilih Korpus Bahasa

Kegiatan dalam hal ini meliputi beberapa ha, yaitu:

a) Menetapkan luas sampel

b) Menentukan media sampel

c) Menentukan kehomogenan sampel (yang berkaitan dengan usia pelajar, latar


belakang B1, tahap perkembangan, dan lain-lain)
2) Mengenali Kesalahan

Kalimat-kalimat dapat berupa overtli idiosyncratic yaitu yang mempunyai cacat


yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa sasaran dan convertly
idiosyncratic yaitu yang secara sepintas merupakan baik tetapi bila konteks
pemakaiannya diuji dan diteliti ternyata tidak gramatis.

3) Mengklasifikasi Kesalahan

Kesalahan berbahasa dalam tataran fonologi dibedakan menjadi dua kategori,


yaitu kesalahan ucapan atau pelafalan dan kesalahan ejaan. Kesalahan ucapan
terjadi dalam penggunaan bahasa secara lisan, sedangkan kesalahan ejaan
terjadi dalam penggunaan bahasa tertulis

e. Gejala Fonologi Bahasa Indonesia

1) Penambahan fonem, penambahan fonem pada suatu kata pada umumnya


berupa penambahan bunyi vokal. Penambahan ini dilakukan untuk kelancaran
ucapan.

2) Penghilangan fonem, penghilangan fonem adalah hilangnya bunyi atau fonem


pada awal, tengah, dan akhir sebuah kata tanpa mengubah makna. Penghilangan
ini biasanya berupa pemendekan kata.

3) Perubahan fonem, perubahan fonem adalah berubahnya bunyi atau fonem


pada sebuah kata agar kata menjadi terdengar dengan jelas atau untuk tujuan
tertentu.

4) Kontraksi, kontraksi adalah gejala yang memperlihatkan adanya satu atau


lebih fonem yang dihilangkan. Kadangkadang ada perubahan atau penggantian
fonem.

5) Analogi, analogi adalah pembentukan suatu kata baru berdasarkan suatu


contoh yang sudah ada.

6) Fonem Suprasegmental, fonem vokal dan konsonan merupakan fonem


suprasegmental karena dapat diruas-ruas. Fonem tersebut biasanya terwujud
bersama-sama dengan ciri suprasegmental seperti tekanan, jangka, dan nada.
Disamping ketiga ciri itu, pada untaian terdengar pula ciri suprasegmental yang
lain, yaitu intonasi dan ritme.Jika dilihat dari banyaknya gejala fonologi yang
tertera di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hal yang demikian maklum
terjadi pada kalangan masyarakat. Misalnya pada kontraksi atau gejala
penghilangan satu fonem atau lebih yang mengakibatkan perubahan atau
penggantian fonem. Seorang anak apabila ditanya ”Ayah mau kemana hari ini?”,
maka ia hanya menjawab “kantor” secara tidak sadar ia telah menghilangkan
suatu fonem yang seharusnya ia menjawab “Ayah ku hari ini pergi ke kantor”.

3. Berbicara

a. Pengertian Berbicara

Manusia adalah makhluk sosial. Manusia baru akan menjadi manusia bila ia
hidup dalam lingkungan manusia. Lingkungan hidup manusia dapat berwujud
aneka bentuk. Sebagai anggota masyarakat setiap individu dituntut untuk
terampil berkomunikasi. Terampil menyampaikan pikiran, gagasan, ide dan
perasaan.Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi
atau kata-kata untuk mengekspresikan , menyatakan serta menyampaikan
pikiran, gagasan dan perasaan. Dari pengertian tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa berbicara merupakan salah satu karunia terbesar bagi
manusia. Berbicara memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia sebagai
makhluk sosial yang berinteraksi . berbicara berfungsi sebagai alat
berkomunikasi. Selain itu, berbicara merupakan pembeda antara manusia
dengan makhluk lain. Jika menyinggung tentang kemampuan, maka kemampuan
adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan untuk melakukan sesuatu.
Kemampuan diperoleh pada taraf pertama melalui pendidikan, kursus, dan
latihan, kemudian dikembangkan dengan praktik sehingga mewujudkan hasil
yang nyata. Sama halnya dengan kemampuan berbicara yaitu kemampuan
mengucapkan kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, dan menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan. Berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar,
manusia belajar untuk mengucapkan dan akhirnya berbicara. Berbicara
merupakan suatu komponen menyampaikan pesan dan amanat secara lisan.
Keterampilan berbicara tidak dapat dipisahkan dari keterampilan
mendengarkan. Bahasa merupakanalat komunikasi yang efektif antar
manusia.Dalam berbagai situasi, bahasa dapat dimanfaatkan untuk
menyampaikan gagasan pembicaraan kepada pendengar atau penulis kepada
pembaca. Keterampilan berbicara lebih menuntut guru daripada siswa

4. Tunagrahita

Mental atau kecerdasan bagi manusia merupakan pelengkap

kehidupan yang sempurna, karena kecerdasan merupakan pembenar yang


menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk yang lain di bumi ini. Istilah
anak berkelainan mental subnormal dalam beberapa reverensi disebut pula
dengan keterbelakangan mental, lemah ingatan, flebeminded, mental subnormal,
dan tunagrahita.Semua makna dari istilah tersebut sama, yaitu menunjukan
kepada seseorang yang memiliki kecerdasan mental di bawah normal, dan dalam
istilah Pendidikan Luar Biasa (PLB) menggunakan sebutan tunagrahita. Etgar
Doll berpendapat seseorang dapat dikatakan tunagrahita jika: secara sosial tidak
cakap, secara mental di bawah normal, kecerdasan terhambat sejak lahir atau
pada usia muda, kematangannya terhambat, serta kecerdasannya secara umum
dibawah rata-rata dan mengalami kesulitan penyesuaian sosial dalam setiap fase
perkembangannya.Jadi individu dapat dikatakan tunagrahita yaitu mereka yang
memiliki kecerdasan mental di bawah normal. Seorang psikolog
mengklasifikasikan anak tunagrahita mengarah kepada aspek mental
intelegensinya, indikasinya dapat dilihat dari tes kecerdasan, seperti IQ 0-
25dikategorikan idiot, IQ 25 sampai 50 dikategorikan embicil, Dan IQ 50-&5
dikategorikan debil atau moron.

a. Anak tunagrahita yang mampu didik (debil). Anak tunagrahita yang tidak
mampu mengikuti sekolah biasa, namun masih memiliki kemampuan yang
dapat dikembangkan walaupun hasilnya kurang maksimal. Anak tunagrahita
yang mampu didik berarti anak tunagrahita yang mampu dididik secara minimal
dalam bidangbidang akademis, sosial, dan pekerjaan.

b. Anak tunagrahita yang mampu dilatih (embicil). Aank tunagrahita yang


mampu latih berarti anak tunagrahita yang hanya mampu dilatih untuk
mengurus diri sendiri melalui aktifitas kehidupan sehari-hari, serta melakukan
fungsi sosial kemasyarakatan menurut kemampuannya.
c. Anak tunagrahita mampu rawat (idiot). Anak tunagrahita yang memiliki
kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri dan
sangat membutuhkan perawatanmsepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia
tidak mamputerus hidup tanpa bantuan orang lain

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kesalahan fonologi anak tunagrahita
yang dikhususkan pada fonetik dan fonemik pada keterampilan membaca
wacana siswa SMALB C di SLB Permata Ciranjang, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:Dari empat ratus lima kata dalam wacana yang dianalisis fonetik
dan fonemiknya oleh penulis diperoleh hasil kesalahan fonetik sebanyak 58,1%
dan kesalahan fonemik sebanyak 38,8% Kesalahan yang paling banyak terjadi
dikarenakan siswa tunagrahita di sekolah tersebut jarang mendapatkan latihan
membaca. Akibatnya terdapat banyak kesalahan fonem yang menyebabkan
banyaknya kekeliruan ujaran

saran Anak berkebutuhan khusus memang sedikit mendapatkan perhatian. Hal


ini juga terjadi di kabupaten Cianjur yang hanya terdapat sedikit sekolah luar
biasa. Pemerintah kurang memperhatikan pendidikan untuk anak berkebutuhan
khusus. Perlu bimbingan khusus untuk anak berkebutuhan khusus pada
umumnya dan untuk anak tunagrahita pada khususnya. Dengan adanya
penelitian ini sebaiknya kita sebagai calon guruharus lebih perduli dan
memperhatikan siswa dan sering melakukan komunikasi supaya siswa terlatih
berbicara juga. Penelitian ini diharapkan jadi pembelajaran untuk kita semua
sebagai calon guru Pendidikan Bahasadan Sastra Indonesia. Sebagai calon guru
kita harus lebih peka terhadapn kesalahan berbahasa yang dilakukan siswa, agar
siswa dapat memperbaiki kesalahannya.

B. Saran

Anak berkebutuhan khusus memang sedikit mendapatkan perhatian. Hal ini


juga terjadi di kabupaten Cianjur yang hanya terdapat sedikit sekolah luar biasa.
Pemerintah kurang memperhatikan pendidikan untuk anak berkebutuhan
khusus. Perlu bimbingan khusus untuk anak berkebutuhan khusus pada
umumnya dan untuk anak tunagrahita pada khususnya. Dengan adanya
penelitian ini sebaiknya kita sebagai calon guru harus lebih perduli dan
memperhatikan siswa dan sering melakukan komunikasi supaya siswa terlatih
berbicara juga. Penelitian ini diharapkan jadi pembelajaran untuk kita semua
sebagai calon guru Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sebagai calon guru
kita harus lebih peka terhadap kesalahan berbahasa yang dilakukan siswa, agar
siswa dapat memperbaiki kesalahannya.

Anda mungkin juga menyukai