Anda di halaman 1dari 13

Anak dengan gangguan bahasa

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Melsin dunggio

Nurpajri lapananda

Parman ibrahim

Dosen pengampuh :

Dra. Tuti Wantu M,pd. Kons

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2021

KATA PENGANTAR

[1]
Anak dengan gangguan bahasa
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh....

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.Atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Bimbingan Dan
Konseling bagi anak berkebutuhan khusus. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada
Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Kami berharap makalah tentang anak dengan gangguan bahasa dapat menjadi referensi
bagi pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penyusun menyadari makalah anak dengan gangguan bahasaini masih memerlukan


penyempurnaan, terutama pada bagian isi.Kami menerima segala bentuk kritik dan saran
pembaca demi penyempurnaan makalah.Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini,
kami memohon maaf.Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Gorontalo, Maret 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii
BAB IPENDAHULUAN...........................................................................................................................iv
1.1 Latar belakang..................................................................................................................................iv
1.2 Rumusan masalah.............................................................................................................................iv
1.3 Tujuan penulisan makalah................................................................................................................iv
BAB IIPEMBAHASAN..............................................................................................................................1
2.1 Anak yang gagap...............................................................................................................................1
2.2 Anak yang mengalami Gangguan bahasa Ekspresif dan Reseptif......................................................4
BAB IIIPENUTUP......................................................................................................................................8
3.1. Kesimpulan.......................................................................................................................................8
3.2. Saran.................................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................9

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Berbahasa merupakan proses mengomunikasikan bahasa
tersebut. Proses berbahasa sendiri memerlukan pikiran dan perasaan yang dilakukan oleh
otak manusia untuk menghasilkan kata-kata atau kalimat.
Alat bicara yang baik akan mempermudah berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang
memiliki kelainan fungsi otak dan bicaranya, tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa,
baik produktif maupun reseptif. Inilah yang di sebut sebagai gangguan berbahasa.
          Gangguan-gangguan berbahasa tersebut sebenarnya akan sangat mempengaruhi
proses berkomunikasi dan berbahasa. Banyak faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan
adanya gangguan berbahasa, kemudian faktor-faktor tersebut akan menimbulkan gangguan
berbahasa. Maka dari itu, dalam makalah ini akan dijabarkan macam gangguan berbahasa
yang sering dialami manusia berserta faktor-faktor yang menyebakannya.

           Secara medis menurut Sidharta (1984) gangguan berbahasa itu dapat di bedakan atas
tiga golongan, yaitu (1) gangguan berbicara, (2) gangguan berbahasa, dan (3) gangguan
berpikir. Ketiga gangguan itu masih dapat di atasi kalau penderita  gangguan itu mempunyai
daya dengar yang normal; jika tidak, maka akan menjadi sukar atau bahkan sangat sukar.

1.2 Rumusan masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan Anak gangguan berbahasa?
2. Apa Yang Membedakan gangguan bahasa Ekspresif dan Reseptif?

1.3 Tujuan penulisan makalah


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan apa yang dimaksud anak gangguan dengan berbahasa serta jenis-jenis
gangguannya.
2. Menjelaskan mengenai anak yg mengalami gangguan bahasa Ekspresif dan Reseptif

BAB II
PEMBAHASAN
ANAK DENGAN GANGGUAN BAHASA

Gangguanberbicara/berbahasadalambahasakedokterandisebutdenganaphasia.Aphasiamerupakans
uatukeadaandimanaanaktidakmempunyaikemampuandalamberbahasaakibatdarikerusakanotak.K
emampuandalamberbahasayangdimaksudmeliputiberbicara,menulis,mengarangsertamembaca.Ke
mampuan berbahasa memang betul merupakan suatu indikator perkembangan anak. Seorang anak
tidak akan mampu berbicara tanpa dukungan dari lingkungannya. Periode kritis bagi perkembangan
kemampuan berbicara dan bahasa adalah periode antara 9 -24 bulan awal kehidupan. Periode 2 -4
tahun pertama menunjukkan  peningkatan yang cepat dalam jumlah dan kompleksitas perkembangan
berbicara, kekayaan perbendaharaan kata, dan kontrol neuromotorik.

Penyebab kelainan berbahasa bermacam – macam yang melibatkan berbagai faktor yang
dapat mempengaruhi, antara lain kemampuan lingkungan, pendengaran, kognitif, fungsi saraf,
emosi psikologis dan lain sebagainya. Masing – masing faktor penyebab tersebut mengakibatkan
efek pada perkembangan bicara yang berbeda – beda. Terdapat banyak klasifikasi kelainan
bahasa pada anak yang dapat menjadikan pedoman. Penegakkan diagnosa gangguan bicara dan
bahasa pada anak tidak mudah dan memerlukan pemeriksaan yang komprehensif bahkan sampai
dengan pengamatan di lapangan pada saat anak bermain, serta tidak jarang memerlukan bantuan
psikolog / neuropsikiater anak. Deteksi dan penanganan dini pada problem bicara dan bahasa
pada anak, akan membantu anak – anak dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil
kelainan pada masa sekolah. Prognosis atau kemungkinan kesembuhan gangguan bicara pada
anak tergantung pada penyebab dan penanganannya sejak dini. Oleh karena itu alangkah bijak
apabila orang tua dapat mengkonsultasikan gangguan bicara dan bahasa anaknya kepada dokter
atau dokter spesialis anak, apakah hal tersebut masih dalam tahap yang normal atau sudah
mengalami keterlambatan karena penyebab tertentu.

2.1 Anak yang gagap

Gagap adalah kondisi di mana penderitanya mengalami gangguan dalam berbicara.


Penderita gagap biasanya mengulang suku kata atau memperpanjang penyebutan suatu kata
ketika berbicara.
Gagap dapat dialami oleh segala usia. Umumnya, kondisi ini diderita oleh anak-anak usia
di bawah 5 tahun. Gagap pada anak usia tersebut merupakan bentuk ketidakmampuan dalam
menyampaikan maksud. Hal ini tergolong wajar dan dapat hilang dengan sendirinya, seiring
bertambahnya usia.

Namun, gagap juga dapat disebabkan karena adanya gangguan pada otak, saraf, atau otot
yang terlibat dalam kemampuan berbicara. Jika dibiarkan, kondisi gagap dapat memburuk, serta
berdampak pada hilangnya kepercayaan diri dan mengganggu hubungan sosial.

Penyebab Gagap

Berdasarkan penyebabnya, gagap terbagi menjadi 3 tipe, yakni:

 Pertumbuhan. Gagap umumnya terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Gagap


yang muncul merupakan bentuk keterbatasan dalam menyampaikan suatu maksud
melalui bahasa atau perkataan. Hal ini tergolong wajar dan akan hilang dengan
sendirinya.
 Neurogenik. Gagap neurogenik adalah gagap yang disebabkah oleh gangguan pada otak,
saraf, dan otot yang terlibat dalam kemampuan berbicara. Kondisi tersebut dapat
disebabkan oleh kecelakaan atau penyakit, misalnya stroke.
 Psikogenik. Gagap psikogenik tergolong jarang terjadi. Tipe ini gagap disebabkan oleh
adanya trauma atau masalah dalam pemikiran atau penalaran.

Selain itu, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat memicu munculnya atau memburuknya
gagap, yakni:

 Tumbuh kembang yang terhambat. Anak-anak yang mengalami gangguan dalam


proses tumbuh kembang atau memiliki gangguan bicara lainnya akan lebih mudah
menderita gagap.
 Jenis kelamin. Gagap lebih banyak dialami oleh laki-laki dibanding perempuan.
 Stres. Mengalami tekanan akibat situasi tertentu dapat memperburuk gagap yang
diderita.
 Keturunan. Memiliki anggota keluarga yang menderita gagap.
Gejala Gagap
Seseorang yang menderita gagap biasanya mengalami kesulitan dalam berbicara, berupa
mengulang atau memperpanjang penyebutan suatu kata. Misalnya “ma-ma-ma-makan” atau
“mmmmmmmakan”. Penderita gagap juga biasanya sering mengambil jeda dalam berbicara,
menggunakan kata pengisi seperti “ummm” atau “aaa” dalam jeda tersebut, dan menghindari
kontak mata dengan lawan bicaranya.

Gagap juga memiliki gejala fisik. Gejala fisik yang umumnya muncul pada penderita
gagap adalah bibir gemetar, mata berkedip secara berlebihan, ketegangan pada wajah, sering
mengepalkan tangan, dan otot wajah berkedut.

Gejala gagap dapat memburuk ketika penderitanya merasakan lelah, stres, penuh tekanan,
terburu-buru, atau bahkan terlalu bersemangat dalam suatu hal. Namun, gagap dapat tidak
muncul ketika penderita gagap tengah bernyanyi atau berbicara dengan dirinya sendiri.

Meski umumnya gagap dapat sembuh dengan sendirinya, tetapi sebaiknya penderita gagap
memeriksakan diri ke dokter, bila:

 Gagap berlangsung lebih lama dari 6 bulan.


 Gagap tetap muncul atau bahkan frekuensi kambuhnya meningkat ketika anak-anak
bertambah dewasa.
 Memengaruhi kemampuan berkomunikasi di sekolah, tempat kerja, atau lingkungan
tempat tinggal.
 Menyebabkan gangguan emosional, seperti gelisah, takut, dan menghindar dari aktivitas
atau situasi yang mengharuskan berbicara.
 Mengalami kesulitan untuk mengucapkan semua kata.

Diagnosis Gagap

Dalam mendiagnosis gagap, dokter akan melakukan pengamatan terhadap pasien. Beberapa hal
yang akan diamati dokter meliputi:

 Awal munculnya gejala gagap.


 Pengobatan medis yang pernah dijalani.
 Ada atau tidaknya dampak dalam dalam kehidupan sehari-hari.
 Riwayat penyakit yang dapat memicu gagap, seperti sidrom Tourette atau stroke.
 Kondisi kesehatan secara umum.
 Perubahan cara bicara, biasanya dilihat dengan melakukan tes membaca dengan lantang.

Pengobatan Gagap

Pengobatan dalam menangani gagap pada tiap orang berbeda-beda, disesuaikan dengan hasil
pemeriksaan dokter. Penanganan yang dilakukan juga tidak bisa menghilangkan gagap secara
menyeluruh, namun dapat membantu penderita gagap dalam mengendalikan gejala yang ada.

Beberapa metode yang digunakan untuk mengobati gagap adalah:

 Terapi bicara. Terapi ini berfokus pada mengurangi frekuensi munculnya gejala gagap
saat berbicara. Pasien akan diberikan arahan untuk meminimalkan munculnya gagap
dengan berbicara lebih perlahan, mengatur pernapasan saat berbicara, dan memahami
kapan gagap akan muncul. Terapi ini juga dapat menghilangkan kegelisahan pada
penderita yang sering muncul ketika akan melakukan komunikasi.
 Menggunakan peralatan khusus. Pasien dapat menggunakan peralatan khusus yang
bertujuan untuk mengendalikan gejala. Salah satu alat yang sering digunakan untuk
mengendalikan gejala gagap adalah DAF atau delayed auditory feedback. Alat ini bekerja
dengan mengulang apa yang penggunanya ucapkan, sehingga membuat pengguna seperti
berbicara secara serempak dengan orang lain.
 Terapi perilaku kognitif. Terapi perilaku koginitif bertujuan untuk mengubah pola pikir
yang dapat memperburuk kondisi gagap. Selain itu, metode ini juga dapat menghilangkan
stres dan rasa gelisah yang dapat memicu gagap.

Belum ada obat-obatan yang terbukti dapat mengatasi gagap. Pada anak-anak, keterlibatan
orang tua sangat berpengaruh. Memahami cara berkomunikasi yang baik dengan penderita
gagap, dapat membantu dalam perbaikan kondisi penderita. Beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk berkomunikasi secara efektif dengan penderita gagap adalah:
 Dengarkan apa yang penderita sampaikan. Lakukan kontak mata secara alami dengan
penderita selagi berbicara.
 Hindari melengkapi kata yang ingin disampaikan penderita. Biarkan penderita
menyelesaikan perkataannya.
 Pilih tempat berbicara yang tenang dan nyaman. Bila perlu, atur momen ketika penderita
tengah merasa sangat tertarik untuk menceritakan sesuatu.
 Hindari bereaksi negatif ketika gagap kambuh. Berikan koreksi dengan lembut dan puji
penderita ketika menyampaikan suatu maksud dengan lancar.
 Berbicara secara perlahan. Penderita gagap secara tidak sadar akan mengikuti kecepatan
berbicara lawan bicaranya. Jika lawan bicaranya berbicara secara perlahan, penderita juga
akan berbicara secara perlahan, sehingga dapat lebih lancar menyampaikan maksudnya.

Komplikasi Gagap
Belum ada bukti yang menunjukan bahwa gagap dapat menyebabkan komplikasi berupa
penyakit lain. Komplikasi yang umumnya terjadi karena kondisi ini adalah:

 Kehilangan peran dalam sekolah, tempat kerja, dan tempat tinggal.


 Menjadi korban perundungan atau bullying.
 Memiliki kepercayaan diri yang rendah.
 Gelisah ketika akan berbicara
 Menghindari aktivitas yang melibatkan bicara.

2.2Anak yang mengalami Gangguan bahasaEkspresif dan Reseptif

Jenis gangguan bicara yang terjadi ada dua dan penyebabnya berbeda-beda. Gangguan
yang pertama yaitu gangguan berbahasa ekspresif. Anak dengan gangguan berbahasa
ekspresif kesulitan untuk bicara secara lisan tapi sebetulnya mengerti kata-kata.

Orang tua bisa mengenali gangguan bahasa ekspresif bila misalnya di usia dua tahun
anak masih tak bisa bicara satu kata pun atau sedikit kata-katanya. Tetapi ketika orang tua
memberikan perintah sederhana anak bisa paham dan mematuhinya.
Mengapa anak alami gangguan bahasa ekspresif bisa karena perkembangan pusat bahasa
yang kurang baik. Pemicunya bisa karena autisme atau memang stimulasi yang kurang
diberikan.

Gangguan kedua adalah gangguan bahasa reseptif. Pada kasus ini anak terlambat
berbicara karena memang ia tidak bisa memahami bahasa. Penyebabnya bisa karena
ketulian, retardasi mental, atau juga autisme. Tanda anak yang alami gangguan bahasa
reseptif yaitu sejak usia satu tahun dirinya tidak bisa memberi respon bila diajak
berkomunikasi. Seiring bertambah usia anak dengan gangguan bahasa reseptif juga akan
kesulitan memahami struktur dan aspek bahasa seperti nada suara atau bahasa tubuh.

Untuk mengenali apakah anak memiliki gangguan bahasa reseptif atau gangguan bahasa
ekspresif, penting untuk memahami perbedaan bahasa reseptif dan ekspresif.

1. Bahasa Ekspresif

Bahasa Ekspresif adalah kemampuan untuk mengekspresikan keinginan dan


kebutuhan melalui komunikasi verbal atau nonverbal. Kemampuan ini bersifat sebagai
output atau keluaran. Ini adalah kemampuan merangkai pemikiran dan menyusunnya
ke dalam kalimat yang masuk akal. Anak-anak memang belum dituntut untuk bertata
bahasa secara benar, namun kita dapat mengenali urutan kata-kata dan maksudnya.
Anak yang mengalami kesulitan mengomunikasikan keinginan dan kebutuhan
mereka kemungkinan mengalami gangguan bahasa ekspresif. Misalnya adalah saat
mereka tidak dapat memberi tahu kalau lapar atau perlu ke kamar mandi.
Anak-anak yang kesulitan mengekspresikan bahasa biasanya:
a) Sulit bertanya
b) Sulit memberi nama objek
c) Jarang menggunakan bahasa tubuh atau gerakan ekspresi
d) Jarang menggunakan ekspresi wajah
e) Jarang berkomentar
f) Penggunaan kosa kata yang sedikit
g) Penggunaan aturan tata bahasa yang kurang baik
h) Penggunaan kata atau kalimat yang tidak memiliki makna jelas
2. Bahasa Reseptif

Bahasa Reseptif adalah kemampuan untuk memahami bahasa lisan yang


didengar atau dibaca. Kemampuan ini bersifat sebagai input atau masukan. Contohnya
yaitu saat anak mendengarkan dan mengikuti instruksi seperti “Ayo mandi”. Ini
adalah keterampilan bahasa reseptif anak. Dalam tumbuh kembang anak secara
umum, anak-anak dapat memahami bahasa sebelum mereka dapat
mengomunikasikannya. Input dulu, Output kemudian:
Mendengar -> Berbicara
Membaca -> Menulis
Anak-anak yang tidak dapat memahami bahasa mungkin memiliki gangguan
bahasa reseptif.
Anak-anak yang mengalami kesulitan memahami bahasa biasanya:
a) Sulit mengikuti arahan
b) Sulit memahami apa arti gerakan tubuh
c) Sulit menjawab pertanyaan
d) Sulit mengenali objek dan gambar
e) Sulit memahami bacaan
f) Sulit memahami sebuah cerita
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kemampuan berbahasa memang betul merupakan suatu indikator perkembangan anak.


Seorang anak tidak akan mampu berbicara tanpa dukungan dari lingkungannya. Periode kritis
bagi perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa adalah periode antara 9 -24 bulan awal
kehidupan.Gagap adalah berbicara yang kacau karena sering tersendat-sendat, mendadak
berhenti, lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah berhasil
mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat diselesaikan. Gangguan berbicara dan berbahasa
dalam bahasa kedokteran disebut dengan aphasia. Aphasia merupakan suatu keadaan di mana
anak tidak mempunyai kemampuan dalam berbahasa akibat dari kerusakan otak. Kemampuan
dalam berbahasa yang dimaksud meliputi berbicara, menulis, mengarang serta membaca.

Penyebab gangguan fungsi berbahasa ini karena adanya kerusakan otak pada hemisfer
otak besar. Otak mempunyai dua bagian penting. Kerusakan pada kedua bagian ini akan
menyebabkan gangguan berbahasa.

3.2. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekuarangan. Untuk kedepannya
penulis akan menjelaskan makalah secara lebih fokus dan detail dengan sumber yang lebih
banyak dan dapat dipertanggungjawabkan. Kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sangat dibutuhkan penulis.
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul, 2009, Psikolinguistik Kajian Teoritik, Jakarta; PT Rineka Cipta.

Kusumoputro, S. & Sidiarto, L. 1984. Gangguan Bahasa, Persepsi dan Memori pada Kelainan

Otak. Cermin Dunia Kedokteran (vol.34) hal. 7-11.

Tiel, J.M. 2006. Gangguan Perkembangan Bahasa dan Bicara dan Menanganinya pada Pure

Dysphatic Development. Anakberbakat@yahoogroups.com. Diakses 5 Juli 2011.

Obler, L.K. & Gjerlow, K. 2000. Language and the Brain. Cambridge: Cambridge University

Press.

Anda mungkin juga menyukai