Anda di halaman 1dari 22

PEMEROLEHABAHASA

PERBEDAAN DISINKRONISITAS PERKEMBANGAN BAHASA ANAK

DENGAN AUTISME, ADHD, DAN GANGGUAN BELAJAR

Diajukan Untuk Memenuhi salah satu tugas perkuliahan “Pemerolehan Bahasa”


yang dibina oleh Dr. Amril Amir, M.Pd., dan Dr. Irfani Basri,M.Pd.

Essy Yunita Windari

22174018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

PROGRAM MAGISTER FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemerolehan Bahsa. Makalah ini disusun

untuk mendeskripsikan tentang “Perbedaan Disinkronisitas Perkembangan Bahasa Anak,

Autisme, ADHD, dan Gangguan Belajar”

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam

penulisan makalah ini khususnya Bapak Dr. Amril Amir, M.Pd., dan Ibu Dr. Irfani Basri,

M.Pd., yang telah membimbing penulis dengan sabar demi terselesaikan makalah ini. Penulis

berharap makalah yang sederhana dapat menjadi tambahan bagi pembaca yang ingin

mempelajari lebih jauh tentang “Perbedaan Disinkronisitas Perkembangan Bahasa Anak,

Autisme, ADHD, dan Gangguan Belajar”

Demikian sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan

sederhana ini semoga dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca. Khususnya bagi

mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia untuk meningkatkan

pengetahuan dan pengembangan keterampilan demi terciptanya pendidik professional.

Padang, 24 November 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2


DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 5
C. Tujuan ............................................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 7
A. Interverensi Perkembangan Bahasa dan Stimulasi ......................................................... 7
B. Perkembangan Bahasa yang Tertinggal .......................................................................... 9
C. Pengembangan Keberbakatan, Model Pendidikannya, Peran Orang Tua dalam
Menghadapinya, Peran Guru, Permasalahan yang Terjadi pada Anak Berbakat,
Kondisi Lingkungan yang dapat Menyulitkan Kondisi Anak Berbakat ...................... 11
1. Hakikat Keberbakatan ............................................................................................... 11
2. Model Pendidikan Keberbakatan .............................................................................. 13
3. Peranan Orang Tua .................................................................................................... 16
4. Peran Guru................................................................................................................. 16
5. Permasalahan yang dapat Terjadi pada Anak Berbakat ............................................ 17
6. Kondisi lingkungan yang dapat menyulitkan anak berbakat..................................... 17
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 19
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 19
B. Saran ............................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini telah banyak orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, namun

banyak diantaranya yang belum memahami anak mereka termasuk dalam kriteria

“kekhususan”yang mana. Disini akan dijelaskan secara singkat mengenai anak disinkronistas,

gifted, anak Autis dan ADHD .

Disinkronisasi menurut KBBI perihal menyinkronkan, penyerentakan, penyesuaian

antara bunyi (suara) dengan sikap mulut atau mimik (tentang film). Disinkronisasi hal yang

biasa terjadi pada anak autis, terutama mengenai pemerolehan bahasa. Autisme adalah

perkembangan kekacauan otak dan gangguan pervasif yangditandai dengan terganggunya

interaksi sosial, keterlambatan dalam bidangkomunikasi, gangguan dalam bermain, bahasa,

perilaku, gangguan perasaan danemosi, interaksi social, gangguan dalam perasaan sensoris,

serta tingkah lakuyang berulang-ulang. Gangguan yang membuat seseorang menarik diri

daridunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri: berbicara, tertawa,menangis dan

marah-marah sendiri. Gejala autisme dapat terdeteksi pada usiasebelum 3 tahun. Anak autis

adalah penderita minor brain damage (kelainanatau kerusakan otak yang sangat mikro.

Kemudian Gifted itu adalah anak yang memiliki Inteligensi tinggi,

berbakatintelektual “gifted”. Namun kebanyakan orang mengira anak berbakat (gifted) adalah

anak bertalenta. Perbedaan anak berbakat dengan anak bertalenta adalah :Anak berbakat

(gifted) adalah anak yang memiliki kemampuan Inteligensiayang tinggi sedangkan anak

bertalenta (talented) adalah anak yang mempunyaikreatifitas tinggi. Anak Gifted merupakan

anak yang memiliki sebuahkekhususan atau keistimewaan, biasanya berupa kecerdasan yang

luar biasa.Dengan kata lain ia merupakan anak yang cerdas dan istimewa (gifted child).Anak

gifted juga seringkali disebut anak indigo karena dia memiliki instuisiyang tajam dan

4
beberapa diantaranya bisa melihat sesuatu yang akan terjadi.Dalam kesehariannya, mereka

kerapkali memperlihatkan sifat orang yang sudahdewasa dan tidak mau diperlakukan seperti

anak kecil. Sehingga, orang dewasa menganggap anak indigo sebagai anak yang memiliki

„kelainan‟. Hal ini yang menyebabkan anak-anak gifted balita mendapatkan kekeliruan

diagnosa sepertiautisme, maupun gangguan belajar (learning disabilities).

Beda antara perilaku autis dan gifted memang tipis. Malah hampir mirip. Anak autis

memiliki ketakutan yang lebih permanen dibanding anak gifted. Jika mendapat tugas dari

sekolah, anak gifted tidak mau mengerjakan tugas itukarena indera mata, telinga, dan

perabanya terlalu tajam sehingga konsentrasinya mudah buyar oleh sesuatu yang tiba-tiba

menarik hatinya. Lalu tingkat sangat aktifnya muncul. Sedang si anak autis tidak bisa diberi

tugaskarena kita tidak mampu menembus kontak dengannya.Oleh karena, didalam makalah

yang kami buat akan membahas mengenai anak-anak yang memiliki bakat diatas rata-rata

(Gifted), ADHD.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat diambil yaitu:

1. Apa itu interverensi perkembangan bahasa dan stimulasi

2. Bagaimana perkembangan bahasa yang tertinggal?

3. Bagaimana pengembangan keberbakatan, model pendidikannya, peran orang tua

dalam menghadapinya, peran guru, permasalahan yang terjadi pada anak berbakat,

kondisi lingkungan yang dapat menyulitkan kondisi anak berbakat?

C. Tujuan

Adapun tujuan yang dapat diambil yaitu:

1. Dapat mengetahui apa itu interverensi perkembangan bahasa dan stimulasi gangguan

belajar dan bimbingannya

2. Dapat mengetahui perkembangan bahasa yang tertinggal

5
3. Pengembangan Keberbakatan, Model Pendidikannya, Peran Orang Tua dalam

Menghadapinya, Peran Guru, Permasalahan yang Terjadi pada Anak Berbakat,

Kondisi Lingkungan yang dapat Menyulitkan Kondisi Anak Berbakat

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Interverensi Perkembangan Bahasa dan Stimulasi

Syalviana, dkk (2021:50), intervensi pada anak dengan gangguan bahasa dapat lebih

difokuskan pada pemberian penanganan yang disebut Language Intervention Activities.

Pemberian language intervensi dapat diberikan kepada anak sejak dini melalui pendidikan

kepada orangtua. Pendidikan tersebut dapat diberikan secara langsung dengan memberikan

pengarahan, penjelasan beberapa strategi yang harus dilakukan orangtua, serta pendidikan

tidak langsung dengan menunjukkan dalam bentuk kegiatan dan orangtua dapat menirunya.

Menurut Stranovska, dkk (2013:815), language intervetion merupakan metode efektif

untuk meningkatkan kepekaan, toleransi, dan empati antarbudaya terhadap berbagai budaya

individu. Selain itu, hal itu secara positif mempengaruhi kemampuan bahasa pelajar. Hal ini

didasarkan pada kombinasi dari strategi intervensi berakar pada model teoritis berikut:

kognitifperilaku, neuro-psikologis, psiko-dinamis, humanistik, perilaku, dan lainnya.

Language intervetion meningkatkan kreativitas linguistik, intuisi linguistik, kepercayaan diri,

harga diri dalam produksi bahasa asing, identitas dengan bahasa asing di bidang pelatihan

guru. Disebut program Intervensi karena unsur intinya adalah modifikasi dalam aspek-aspek

tertentu dari pembelajaran bahasa asing proses bahasa. Tujuannya adalah untuk mencapai

peningkatan tingkat kemahiran bahasa, serta tingkat antar budaya pendidikan, peningkatan

toleransi ambiguitas dalam berbagai situasi sosial di lingkungan bahasa asing juga sebagai

memperkuat kemampuan untuk mencapai struktur kognitif. Terlebih lagi, penelitian meneliti

kemampuan untuk mencapai struktur kognitif, khususnya toleransi ambiguitas dan

hubungannya dengan kemampuan bahasa. Wijaya (2020:76-77), membagi intervensi menjadi

dua bagian yaitu sebagai berikut.

7
a. Intervensi dini

Intervensi dini terkait gangguan belajar spesifik dapat dilakukan sesuai domain yang

terganggu. Misalnya gangguan belajar spesifik aspek membaca, dapat dilakukan intervensi

berfokus pada pengenalan fonologi di tingkat taman kanak-kanak yang mempunyai pengaruh

positif terhadap perkembangan membaca ketika anak sampai ke kelas satu sekolah dasar.

Namun, pada kasus ini tidak dilakukan intervensi dini sebelum anak masuk sekolah dasar

karena kesulitan membaca baru diketahui oleh orang tua setelah mendapatkan laporan dari

wali kelas.

Intervensi dini lainnya dilakukan pada anak dengan risiko tinggi, seperti bayi

prematur yang lahir dengan BBLSR. Beberapa modalitas stimulasi terdiri dari stimulasi

auditorik, yaitu dengan mendengaran suara ibu melalui inkubator saat bayi tidur, perawatan

metode kangguru dengan meningkat-kan sentuhan dan kontak antara ibu dan bayi serta

stimulasi taktil atau kinestetik, seperti pijat bayi. Intervensi dini berupa stimulasi segera

setelah lahir dan stimulasi belajar pada perkembangan selanjutnya diharapkan akan

meningkatkan kualitas anak dengan BBLSR di kemudian hari.

b. Intervensi lanjutan

Intervensi lanjutan bergantung hasil pemeriksaan yang komprehensif, meliputi tata

laksana di bidang medis maupun bidang pendidikan. Pasien mendapatkan psikoterapi suportif

untuk anak dan keluarganya sehingga mendapat pemahaman mengenai kesulitan yang ada

dan mengupayakan motivasi yang konsisten untuk mengatasi kesulitan belajar. Tata laksana

di bidang pendidikan pada pasien ini meliputi RTI sampai tingkat III (terapi intensif dan

remedial), yaitu bimbingan langsung dan berulang dengan metode belajar yang sudah

disesuaikan kemampuan dan kelemahan pasien. Anak pada kasus ini mengikuti pelajaran

intensif selama satu periode waktu oleh seorang guru yang kompeten. Pasien memiliki

kelemahan fonologi yang serius dan keterampilan pengenalan kata dan dekode yang buruk

8
sehingga respons intervensi lebih lambat dibanding teman sebayanya, tetapi pasien ini

mengalami kemajuan pada tiap tahapan belajar. Intervensi pada kasus ini meliputi

peningkatan kesadaran fonologis, ortografis dan morfologis. Kesadaran fonologis melibatkan

kemampuan identifikasi suku kata. Kesadaran ortografis merupakan kemampuan visual untuk

menerima urutan dan pola huruf, diantaranya pasien secara visual dilatih membedakan antara

„b‟ dan „d‟ ketika berusaha untuk mengodekan teks. Kesadaran morfologis membantu pasien

memahami arti suatu kata melalui ejaannya. Anak dengan gangguan belajar spesifik seperti

pada kasus ini dapat mengatasi hambatan serta meningkatkan kemampuannya melalui

intervensi yang kuat.

B. Perkembangan Bahasa yang Tertinggal

Keterlambatan bahasa terjadi ketika keterampilan bahasa anak diperoleh dalam urutan

yang seharusnya, tetapi tertinggal atau lebih lambat dari tonggak perkembangan bahasa anak

seusianya. Gangguan Bahasa ditandai dengan penguasaan bahasa yang atipikal yang secara

bermakna mengganggu komunikasi sehari-hari. Keterlambatan bahasa dapat berupa

keterlambatan bahasa reseptif, bahasa ekspresif ataupun keduanya. Penyebab keterlambatan

perkembangan bahasa:

a. Kelainan neurologis: meningitis, cerebral palsy

b. Gangguan telinga: infeksi, gangguan saraf pendengaran

c. Psikologis, lingkungan seperti pola asuh

d. Gabungan dari 2 atau 3 penyebab diatas.

1. Faktor Risiko Keterlambatan Perkembangan Bahasa dan Bicara

Sebuah penelitian pada 2019 menunjukkan faktor risiko yang ditemukan untuk

keterlambatan bahasa dan bicara adalah gangguan kejang, asfiksia lahir, deformitas oro-

faringeal, lingkungan keluarga multilingual, terdapat riwayat keluarga, pendidikan orangtua

9
dan stimulasi yang tidak adekuat. Bila terdapat keterlambatan atau gangguan perkembangan

bahasa dan bicara, perlu dilakukan penilaian yang meliputi:

a. Anamnesis: riwayat kehamilan, kelahiran, penyakit yang pernah diderita, faktor risiko,

riwayat perkembangan, gangguan perilaku

b. Pemeriksaan: antropometri, neurologis, kelainan bentuk muka, telinga, rongga mulut

c. Mencari keterlambatan perkembangan di aspek perkembangan lain

d. Menilai jenis keterlambatan perkembangan bahasa (pemahaman, pengucapan, atau

keduanya atau gangguan bicara)

e. Setelah deteksi dini, perlu segera dilakukan intervensi dini.

Dampak jangka panjang gangguan perkembangan bahasa dan bicara dapat

memengaruhi perkembangan kognitif atau kecerdasan pada anak usia 1-3 tahun. Selain itu,

dapat terjadi gangguan kesehatan mental, sosial dan gangguan luaran akademik di kemudian

hari. Orangtua harus kawatir bila ada gejala “red flag” atau tidak boleh ditunggu seperti pada

tabel berikut:

Umur (bulan) Bahasa / kognitif

Baru lahir Tidak respon terhadap bunyi keras

2 Tidak respon terhadap suara

4 Tidak ada cooing

6 Tidak menoleh kearah suara

9 Tidak ada babbling dengan konsonan

12 Tidak respon terhadap namanya, tidak mengerti kata “jangan”

15 Tidak menyebut kata “mama, papa, dada”

18 Tidak menggunakan minimal 6 kata

24 Tidak mampu membuat kalimat terdiri 2 kata yang berarti


Tidak mampu mengikuti instruksi sederhana
36 Tidak mampu membuat kalimat terdiri 3 kata

10
Sementara itu, gejala “red flag” untuk anak pengidap autisme adalah:

a. Tidak ada babbling pada usia 12 bulan

b. Tidak ada gestur (menunjuk, melambai) pada usia 12 bulan

c. Tidak ada 1 kata bermakna pada usia 16 bulan

d. Tidak dapat membuat kalimat sendiri yang terdiri 2 kata pada usia 24 bulan

e. Kemunduran kemampuan bahasa atau sosial pada usia berapapun

Orangtua dapat memantau mandiri tumbuh kembang anak dengan memanfaatkan

Buku KIA versi 2020 yang dapat diunduh dari www.kesga.kemkes.go.id atau menggunakan

Primaku yang dapat di unduh dari AppStore. Kedua perangkat ini berisi cara-cara

menstimulasi anak sesuai dengan usianya dan dapat digunakan untuk mengenal gejala

keterlambatan bahasa dan bicara serta aspek perkembangan lainnya sebelum konsultasi ke

dokter anak tumbuh kembang. Namun, jika Anda merasa adanya gejala keterlambatan

bahasa dan bicara serta aspek lainnya segera konsultasikan dengan dokter spesialis anak

tumbuh kembang di RS Hermina Kemayoran.

C. Pengembangan Keberbakatan, Model Pendidikannya, Peran Orang Tua dalam

Menghadapinya, Peran Guru, Permasalahan yang Terjadi pada Anak Berbakat,

Kondisi Lingkungan yang dapat Menyulitkan Kondisi Anak Berbakat

1. Hakikat Keberbakatan

Keberbakatan merupakan bentuk dari karunia yang diberikan oleh Allah Yang Maha

Kuasa. Menurut Davis and Rimm (1985) keberbakatan merupakan suatu yang komplek. Hal

ini terdiri atas istilah Gifted dan Talent. Gifted digunakan untuk menjelaskan orang yang

berinteligensi tinggi, berbakat intelektual, dan talented untuk menunjukkan orang yang

memiliki keterampilan dan kemampuan. Penggambaran mengenai gifted ini, sering dikaitkan

11
dengan anugrah ataupun karunia yang diterima sejak lahir, hal ini mencakup intelegensi

ataupun intelektual.

Penggambaran mengenai talent ini, sering dikaitkan dengan kemampuan ataupun

keterampilan yang akan terus berkembang apabila terus diasah. Talent ini biasanya muncul

dengan beriring waktu berdasarkan perkembangan si anak. Keberbakatan ini mencakup

intelektual, artistik, dan sosial. Menurut Cohn‟s (1981) keberbakatan ini terbagi atas

intelektual, artistik, dan sosial. Keberbakatan berdasarkan intelektual merupakan

keberbakatan yang sudah ada sejak lahir, karena keberbakatan intelektual ini berpusat pada

kognitif si anak. Keberbakatan artistik merupakan keberbakatan yang dimiliki oleh anak

dalam masa perkembangan tahap tumbuh-kembang si anak. Keberbakatan sosial merupakan

keberbakatan yang dimiliki oleh anak yang dalam masa perkembangan si anak, namun

dipengaruhi intelektual si anak yang berkaitan dengan kepribadian.

Kepribadian ini tentunya juga akan dipengaruhi oleh tumbuh-kembang si anak.

Keberbakatan ini memiliki beberapa tingkatan, yaitu di atas rata-rata, rata-rata, dan di bawah

rata-rata. Keberbakatan setiap anak itu tentunya memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Hal

ini berdasar pada pengaruh gifted dan talent yang merupakan bagian dari keberbakatan itu

sendiri. Dalam lingkungan sekolah, seorang pendidik tentunya bisa menilai kognitif si anak,

apakah anak tersebut termasuk ke dalam tingkatan di atas rata-rata, rata-rata, dan di bawah

rata-rata. Berkaitan dengan talenta ataupun keterampilan si anak, seseorang tentu bisa

menilai, misalnya di dalam kegiatan ekstrakulikuler, guru olahraga yang sekaligus pendidik

tentunya bisa menilai mana anak yang memiliki keterampilan di atas rata-rata, rata-rata, dan

di bawah rata-rata.

Menurut Gunarsa (2004) ada beberapa pembagian karakteristik pada anak berbakat,

berikut pembagian dari anak berbakat:

12
a. Karakteristik Fisik : Anak Berbakat cenderung lebih tinggi, berat, kuat, bertenaga, dan

sehat.

b. Karakteristik Sosial dan Emosional : Anak Berbakat cenderung lebih gembira, disenangi

oleh teman-temanya, dan menjadi pemimpin di kelompoknya.

c. Karakteristik Pendidikan : Anak Berbakat cenderung lebih maju daripada anak normal

dalam bidang akademis.

2. Model Pendidikan Keberbakatan

Pendidikan bagi anak berbakat dapat dilaksanakan dengan berbagai model, seperti

akselarasi, pengayaan dan pengelompokan berdasarkan kemampuan.

a. Model Akselarasi atau percepatan

Akselarasi tidah hanya diartikan sebagai cara untuk mempercepat penyelesaian studi

agar lulus lebih awal, tetapi lebih menekankan kepada kebutuhan belajar siswa berbakat agar

meningkatkan produktivitas, efisiensi dan evektivitas belajar mereka, percepatan yang terjadi

dalam belajar tanpa intervensi pendidikan dan mengurangi kebosanan atau kejenuhan dalam

belajar. Menurut Menurut Sastradiharja (2002) akselerasi merupakan model strategi

pelayanan pendidikan alternatif dalam manajemen pendidikan yang perlu dikembangkan

untuk menghasilkan peserta didik yang unggul, melalui pemberian perhatian, perlakuan dan

layanan pendidikan berdasarkan bakat minat dan kemampuannya. Model akselarasi dapat

dilaksanakan dalam berbagai bentuk, meliputi:

a) Loncat Kelas

Usia mental para anak berbakat lebih tinggi dari usia sebenarnya, maka mudah timbul

perasaan tidak puas belajar bersama dengan anak-anak seumurnya. Meskipun banyak aspek

perkembangan lain pada anak ternyata memang lebih maju daripada anak-anak seumurnya

misal aspek sosial. Akan tetapi cara percepatan dengan meloncat anak pada kelas-kelas yang

lebih tinggi dianggap kurang baik, antara lain karena mempermudah timbulnya masalah-

13
masalah penyesuaian, baik di sekolah, dirumah maupun dilingkungan sosialnya. Kecuali

norma yang dipakai adalah norma yang diikuti bukan norma dari anak berbakat itu

sendiri.

b) Percepatan Melalui Pelayanan Individual

Cara ini tergolong cara yang baik karena diberikan berdasarkan keadaan, kebutuhan

dan kemampuan anak itu sendiri. Kesulitannya ialah pengaturan andsminitrasi sekolah yang

meliputi pengaturan-pengaturan tenaga pengajar karena hanya memberikan pelajaran secara

individual kepada anak. Pada anak sendiri dikhawatirkan akan timbul kesulitan dalam

penyesuai diri, baik sosial maupun emosional karena terbatasnya hubungan-hubungan sosial

dengan teman-teman sebaya.

c) Mengikuti pembelajaran di kelas yang lebih tinggi

Siswa memiliki peluang untuk mengikuti mata pelajaran tertentu yang diprogramkan

di kelas yang lebih tinggi. Pelung yang diberikan itu dapat mempercepat penyelesaian studi

siswa.

b. Model Pengayaan

Melayani siswa yang memiliki kemampuan unggul, dapat dilakukan dengan program

pengayaan yaitu memberikan tugas-tugas tambahan yang relevan dengan bidang studi yang

diterimanya. Model pengayaan ini dapat memenuhi harapan atau kebutuhan siswa dalam

mengembangkan kemampuan intelektualnya, dengan tidak memisahkan mereka dari teman-

teman sekelasnya.

c. Model Pengelompokan Berdasarkan Kemampuan

Siswa yang diidentifikasi berbakat dari semua tingkat kelas yang sama disuatu

sekolah dikelompokan ke dalam satu kelas. Kelompok tersebut terdapat lima atau delapan

anak. Jika lebih dari delapan anak sebaiknya mereka dikelompokan menjadi dua kelompok.

14
Setiap kelompok dibimbing oleh guru yang memiliki kemampuan atau keterampilan khusus

untuk mengajar atau membimbing para siswa yang berkemampuan luar biasa.

a) Sekolah khusus

Berdasarkan sudut administrasi sekolah mudah diatur. Namun dari sudut anak banyak

kerugiannya karena dengan mengikuti pendidikan khusus, anak terlempar jauh dari

lingkungan sosialnya dan menjadi anggota kelompok sosial khusus dan istimewa.

Perkembangan aspek kepribadian sangat mengkhawatirkan karena kurangnya kemungkinan

anak untuk mendefinisikan aspek-aspek kepribadian seluas-luasnya. Dalam hal ini bisa

dicapai melaui pergaulan, nilai sebagai anggota masyarakat, ia akan mudah merasa sebagai

anggota masyarakat dengan kelas dan tingkatan.

b) Kelas khusus

Pada model ini kurikulum dibuat khusus demikian pula dengan guru-gurunya.

Keuntungannya ialah mudah mengatur pelaksanaannya dan pada murid sendiri merasa ada

persaingan dengan teman-temannya yang seimbang kemampuannya dan jumlah pelajaran

serta kecepatan dalam menyelesaiakan suatu mata pelajaran bisa disesuaikan dengan keadaan

dan kebutuhan anak. Kerugia akan terjadi pada anak-ana normal yang sebaya, sehingga

proses sosialisasi di sekolah menjadi berkurang. Perlakuan istimewa oleh pihak sekolah dan

guru-guru menimbulkan perasaan harga diri yang berlebihan. Karena dalam kenyataannya dia

berada dalam kelas yang eksekutif, tersendiri dan sulit menyesuaikan diri.

c) Kelas terintegrasi

Cara ini bisa dilakukan di setiap sekolah karena anak berbakat mengikuti secara

penuh acara di sekolah dan setelah itu memperoleh pelajaran tambahan dikelas khusus.

Waktu belajarnya bertambah dan mata pelajaran dasar atau yang berhubungan dengan

kemampuan khusus ditambah. Permasalahan yang muncul dalam penyelenggaraan

15
pendidikan model terintegrasi atau inklusi adalah bagaimana memberikan perhatian kepada

setiap individu anak dalam setting kelas yang relatif beragam kemampuannya.

3. Peranan Orang Tua

Orang tua memegang peranan yang sangat penting bagi tumbuh kembang anak

berbakat istimewa. Menurut Masnipal (2004) orang tua dan guru memiliki peran penting

terhadap pengembangan keberbakatan anak. Ada beberapa peran yang perlu dipahami oleh

orang tua, yaitu:

a) Memahami konsep keberbakatan istimewa

b) Perlu dipahami bahwa anak yang memiliki potensi berbakat istimewa memerlukan

dorongan psikologis maupun materil yang berbeda maka pengasuhannya diharapkan

disesuaikan dengan karakteristik yang dimilikinya.

c) Membuat komunikasi dengan pihak sekolah dalam mengembangkan pendidikan bagi

anaknya.

d) Mengembangkan lingkungan yang kondusif dalam proses pendidikan anak berbakat

istimewa.

4. Peran Guru

a) Pertama-tama guru perlu memahami diri sendiri, karena anak yang belajar tidak hanya

dipengaruhi oleh apa yang dilakukan guru, tetapi juga bagaimana guru melakukannya,

guru pun perlu memiliki pengertian tentang keterbakatan.

b) Guru hendaknya mengusahakan suatu lingkungan belajar sesuai dengan perkembangan

yang unggul dari kemampuan-kemampuan anak.

c) Guru anak berbakat hendaknya lebih banyak memberikan tantangan daripada tekanan

d) Guru anak berbakat tidak hanya memperhatikan produk atau hasil belajar siswa, tetapi

lebih-lebih proses belajar.

e) Guru anak berbakat lebih baik memberikan umpan balik daripada penilaian

16
f) Guru anak berbakat harus menyediakan beberapa alternatif strategi belajar

g) Guru hendaknya dapat menciptakan suasana di dalam kelas yang menunjang rasa harga

diri anak serta dimana anak merasa aman dan berani mengambil resiko dalam

menentukan pendapat dan keputusan.

5. Permasalahan yang dapat Terjadi pada Anak Berbakat

Kerentanan anak berbakat terletak dalam tingkat kemungkinan yang lebih tinggi akan

ketegangan emosional dan konflik sosial yang memerlukan tingkat adaptasi yang tinggi agar

tidak mengganggu kesehatan mental dan berfungsinya secara umum. Kerentanan ini tampak

pada semua anak berbakat, tetapi kebanyakan dari mereka mampu menggunakan kekuatan

intelektual unggul mereka untuk penyesuaian diri secara efektif. Namun, sebagian dari

mereka kurang berhasil dalam penyesuaian diri ini disebabkan oleh konflik yang mereka

alami.

6. Kondisi lingkungan yang dapat menyulitkan anak berbakat

a. Isolasi sosial

Karena kurang memahami ciri-ciri dan kebutuhan anak berbakat, orang dewasa dalam

sikap dan perilaku mereka dapat menunjukkan sentimen atau penolakan terhadap anak

berbakat. Demikian pula kelompok sebaya dapat memberi tekanan terhadap anggota

kelompokyang menyimpang dari mayoritas, yang kreatif dan berbakat. Kondisi ini dapat

menyebabkan anak berbakat mengalami isolasi sosial.

b. Harapan yang tidak realistis

Kecenderungan untuk menggeneralisasi sehingga anak berbakat diharapkan/dituntut

menonjol dalam semua bidang. Kemudian pelibatan ego orang tua atau guru terhadap

keberhasilan anak (ingin merasa bangga atas prestasi anak)

17
c. Tidak tersedia pelayanan pendidikan yang sesuai

Ketidakpedulian terhadap kebutuhan anak berbakat dan penolakan terhadap hak-hak

mereka menyebabkan masyarakat kurang memberikan kesempatan pendidikan yang sesuai

bagi anak berbakat. Akibat dari keterlantaran ini ialah bahwa siswa berbakat harus

menyelesaikan pendidikan formal mereka dalam sekolah yang lebih menekankan konformitas

terhadap “yang rata-rata”. Dalam iklim sosial ini anak “berbeda”, hal ini dapat mempunyai

dampak negat if terhadap kesehatan mentalnya maupun terhadap pertumbuhan dan

perkembangannya secara menyeluruh.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Disinkronisasi menurut KBBI perihal menyinkronkan, penyerentakan, penyesuaian

antara bunyi (suara) dengan sikap mulut atau mimik. Disinkronisasi merupaka hal yang

biasa terjadi pada anak autis, terutama mengenai pemerolehan bahasa.

Ketidakseimbangan (disikronisasi) perkembangan bahasa pada anak autis ini meliputi

pemerolehan bahasa yang mengalami keterlambatan dari segi fonologi, morfologi,

sintaksis, pragmatik (Gani, 2020).

2. Syalviana, dkk (2021:50), intervensi pada anak dengan gangguan bahasa dapat lebih

difokuskan pada pemberian penanganan yang disebut Language Intervention Activities.

Pemberian language intervensi dapat diberikan kepada anak sejak dini melalui

pendidikan kepada orangtua. Pendidikan tersebut dapat diberikan secara langsung

dengan memberikan pengarahan, penjelasan beberapa strategi yang harus dilakukan

orangtua, serta pendidikan tidak langsung dengan menunjukkan dalam bentuk kegiatan

dan orangtua dapat menirunya.

3. Keterlambatan bahasa terjadi ketika keterampilan bahasa anak diperoleh dalam urutan

yang seharusnya, tetapi tertinggal atau lebih lambat dari tonggak perkembangan bahasa

anak seusianya. Gangguan Bahasa ditandai dengan penguasaan bahasa yang atipikal

yang secara bermakna mengganggu komunikasi sehari-hari. Keterlambatan bahasa dapat

berupa keterlambatan bahasa reseptif, bahasa ekspresif ataupun keduanya.

4. Menurut Gunarsa (2004) ada beberapa pembagian karakteristik pada anak berbakat,

berikut pembagian dari anak berbakat:

a. Karakteristik Fisik : Anak Berbakat cenderung lebih tinggi, berat, kuat, bertenaga, dan

sehat.

19
b. Karakteristik Sosial dan Emosional : Anak Berbakat cenderung lebih gembira,

disenangi oleh teman-temanya, dan menjadi pemimpin di kelompoknya.

c. Karakteristik Pendidikan : Anak Berbakat cenderung lebih maju daripada anak normal

dalam bidang akademis.

B. Saran

Alhamdulillah penulis sampaikan sebagai implementasi rasa syukur atas selesainya

makalah Pemerolehan Bahasa tentang “Perbedaan Disinkronisitas Perkembangan Bahasa

Anak, Autisme, ADHD, dan Gangguan Belajar” ini. Namun, dengan selesainya makalah ini

bukan berarti makalah ini telah sempurna, karena penulis sebagai manusia, sadar bahwa

dalam diri penulis tersimpan berbagai sifat kekurangan dan ketidak sempurnaan yang

tentunya sangat mempengaruhi terhadap kinerja penulis. Oleh karena itu, saran serta kritik

yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis perlukan guna penyempurnaan dalam

tugas berikutnya dan dijadikan suatu pertimbangan dalam setiap langkah sehingga penulis

terus termotivasi ke arah yang lebih baik dan semoga makalah kami ini bermanfaat bagi kita

semua.

20
DAFTAR PUSTAKA

Idris, R. (2009). Mengatasi Kesulitan Belajar dengan Pendekatan Psikologi Kognitif. Lentera
Pendidikan. Vol. 12, No. 2, pp. 152-172.

Cohn,S. J.(1981).What is giftedness? a Multidimensional Approach. in A. H.


Kramer (Ed.), Gifted children: Challenging their potential (pp.33-45). New York:
Trillium Press.

Davis, G. A., & Rimm, S. B. (1985). Education of the Gifted and Talented. Boston:
Pearson Education Press.

Gunarsa, D. Singgih. (2004). Dari anak sampai usia lanjut: bunga rampai psikologi
anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Lisinus, R., & Sembiring, P. (2020). Pembinaan Anak Berkebutuhan Khusus (Sebuah
Perspektif Bimbingan dan Konseling). Bandung: PT Rosdakarya.

Hasanah, C. W., Khairun, D. Y., & Nurmala, M. D. (2021). Kesulitan Belajar Membaca
(Dyslexia) dan Alternatif Penanganannya. Jurnal Bimbingan dan Konseling. Vol. 8,
No.1, pp. 20-38.

Hindal, Huda Soud. 2014. Visual-Spatial Learning: A Characteristic Of Gifted Students.


European Scientific Journal. Vol.10, No.13.

Mardhiyah, A., Nurhasanah, & Fajriani. (2019). Hambatan dan Upaya Guru dalam
Penanganan Siswa Disleksia di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Kejuruan Muda,
Aceh Tamiang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling. Vol. 4, No. 4, pp.
18 - 24.

Masnipal 2004. Karakteristik Guru Pendidikan Siswa Berbakat. Tesis. Bandung:


Universitas Pendidikan Indonesia

Mutiani, R., & Suyadi. (2020). Diagnosa Diskalkulia Generasi Alpha: Masalah dan
Perkembangannya. Edumaspul: Jurnal Pendidikan. Vol. 4, No. 1, pp. 105-112 Sa‟adati,
T. I. (2015). Intervensi Psikologis pada Siswa dengan Kesulitan Belajar (Disleksia,
Disgrafia dan Diskalkulia). Jurnal Lentera. Vol. 13, No. 1, pp. 13-37.

Suparno. (2006). Model Layanan Pendidikan untuk Anak Berkesulitan Belajar. Jurnal
Pendidikan Khusus. Vol. 2, No. 2, pp. 44-60.

Sastradiharja, & Edy Junaedi. (2002). "Konsep dan Penerapan Program Percepatan
Belajar (Akselerasi) Bagi Anak Berbakat Intelektual di Sekolah". Jakarta.

21
Syalviana, Evie, dkk. 2021. Penerapan Language Intervention Activities dalam
Meningkatkan Kemampuan Bahasa Ekspresif pada Anak Usia Dini dengan Gangguan
Bahasa. Prosiding Temu Ilmiah Nasional (TEMILNAS XII) Ikatan Psikologi
Perkembangan Indonesia.

Tiel, Julia Maria van. 2009. Permasalahan Deteksi dan Penanganan Anak Cerdas Istimewa
Dengan Gangguan Perkembangan Bicara dan Bahasa Ekspresif (Gifted Visual-spatial
Learner). Jurnal Psikobuana. Vol.1, No.2, 128–146.

Torgesen, J. 2005. Recent Discoveries On Remedial Interventions For Children With


Dyslexia. In: Snowing MJ, Hulme C, editors. The Science of Reading. Oxford:
Blackwell.

Wijaya, Ellen. 2020. Identifikasi dan Intervensi Gangguan Belajar Spesifik Pada Anak.
Damianus Journal of Medicine. Vol.19 No.1 Mei 2020. 70-79.

22

Anda mungkin juga menyukai