Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KOMUNIKASI KEPERAWATAN

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
PADA PASIEN KEBUTUHAN KHUSUS

Dosen Pengampu: Ns. Almumtahanah., M.Kep

Disusun Oleh

Kelompok 5

Ilhamsyah (S20129026)

Siti Aisyah (S20129005)

Nindi Ridma Atika D.S (S20129022)

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

MUHAMMADIYAH PONTIANAK

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan kurnia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Kebutuhan Khusus” dengan baik dan tepat
pada waktunya. Dalam penyusanan makalah ini mungkin ada hambatan namun
berkat bantuan serta dorangan dari teman-teman dan bimbingan dari dosen
pembimbing. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu proses


pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini dan
saya mohon maaf apabila makalah ini banyak kekurangan karena keterbatasan
penulis yang masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu kritik dan saran
yang sifatnya mebangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan pembuatan
makalah selanjutnya.

Pontianak, 20 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
A. Definisi Kebutuhan Khusus.........................................................................4
B. Gangguan Komunikasi Pada Anak Dengan Kebutuhan Khusus.................4
C. Macam- Macam Karakter Perkembangan Anak Kebutuhan Khusus...........5
D. Macam-Macam Gangguan Komunikasi Pada Anak Dengan Kebutuhan
Khusus........................................................................................................10
E. Teknik dan Strategi Komunikasi Pada Anak ABK (gangguan perilaku :
hiperaktif)...................................................................................................17
BAB III PENUTUP..............................................................................................19
A. Kesimpulan................................................................................................19
B. Saran...........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan
meningkatkan kontrak dengan orang lain karena komunikasi dilakukan oleh
seseorang, setiap hari orang sering kali salah berpikir bahwa komunikasi
adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang
kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan
individu berasosiasi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Dalam kehidupan di sekitar kita, tentu tidak jarang kita menjumpai anak
yang menagalami hambatan dalam komunikasi baik yang di derita sejak
lahir maupun yang terjadi di dalam perjalanan aspek perkembangannya.
Tanggapan dan opini umum berpendapat bahwasannya komunikasi secara
lisan adalah media utama dan cara termudah untuk mempelajari dan
menguasai bahasa. Berkomunikasi melalui berbicara adalah cara yang
terbaik. Maka menjadi permasalahan yang sangat mendasar ketika ternyata
anak dalam perkembangannya tidak mampu melakukan kegiatan
komunikasi verbal secara normal. Kondisi tersebut menjadi sulit manakala
orang tua tidak memiliki upaya yang keras untuk mencari solusi bagaimana
agar si anak mampu menjalani hidup secara layak dengan keterbatasan
kemampuan komunikasinya melalui intervensi pihak lain, misalnya
psikoterapi maupun fisioterapi. Sikap negative orang tua akan memperburuk
perkebangan kepribadian anak dan menghambat potensi mereka untuk
melakukan aktualisasi diri yang semestinya menjadi hak setiap individu
dalam kondisi apapun.
Bentuk dukungan bagi ABK bukan hanya terfokus pada diri sang anak,
melainkan juga pada penciptaan lingkungan yang kondusif. Masyarakatlah
yang saat ini harus lebih banyak diberi edukasi tentang apa dan bagaimana
seharusnya memperlakukan anak berkebutuhan khusus di sekitar kita.
Saatnya kita lebih mendekatkan diri dan bersahabat dengan ABK. Emosi

1
2

positif yang terus diberikan lingkungan kepada mereka sangat membantu


perkembanganya ke arah perbaikan. Mereka juga mempunyai masa depan
selayaknya orang lain. Mereka mempunyai harapan.
Di Indonesia, sejauh ini upaya pemerintah untuk memberi intervensi
terhadap pelayanan perkembangan dan pendidikan mereka paling banyak
kita jumpai pada eksistensi Sekolah Luar Biasa (SLB). Bahkan delapan
tahun terakhir pendidikan inklusi telah menjadi solusi alternatif
mewujudkan pendidikan untuk semua (Education for All). Sekolah inklusi
adalah sekolah reguler yang menerima siswa ABK dan menyediakan sistem
layanan pendidikan yang disesuaikan untuk anak reguler dan ABK. Sekolah
inklusi mulai banyak menerima ABK pada level tertentu seperti autis dan
down syndrome. Sedangkan anak berkebutuhan khusus berupa buta, tuna
rungu, tuna grahita, tuna daksa, masih banyak bersekolah di Sekolah Luar
Biasa (SLB) karena memiliki peralatan penunjang yang lebih lengkap dan
sesuai untuk mereka. Dalam interaksi mereka, walaupun pengucapan bahasa
ABK seringkali tidak terlalu jelas bagi kebanyakan orang, namun karena
interaksi yang intens, teman-teman sekelasnya secara perlahan akan
mengerti. Rupanya masalah komunikasi yang kurang jelas tidak menjadi
hambatan anak berkebutuhan khusus untuk berinteraksi dengan anak
reguler. Bahasa tidak harus selalu diucapkan. Interaksi bisa dilakukan
dengan gerakan tangan, tatap mata, gerak-gerik dan tautan hati. Komunikasi
dua arah antara ABK dengan anak normal bukan hanya menjadikan ABK
sebagai obyek. Artinya, transfer informasi dapat terjadi dua arah, bisa dari
anak normal ke ABK dan sebaliknya.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara komunikasi terapeutik pada pasien anak berkebutuhan
khusus.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
3

Untuk memperoleh gambaran tentang cara komunikasi


terapeutik pada pasien anak berkebutuhan khusus.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi tentang kebutuhan khusus.
b. Untuk mengetahui gangguan komunikasi pada anak berkebutuhan
khusus.
c. Untuk mengetahui apa saja macam-macam karakter perkembangan
anak berkebutuhan khusus.
d. Untuk mengetahui apa saja macam-macam gangguan komunikasi
ada anak dengan berkebutuhan khusus.
e. Untuk mengetahui Teknik dan strategi komunikasi pada anak
berkebuhan khusus (gangguan perilaku: hiperaktif).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang tergolong cacat atau
tidak normal yang menyandang ketentuan, dan lantib serta berbakat. Dalam
perkembangan saat ini konsep ketunaan berubah menjadi berkelainan atau
luar biasa (Mulyono, 2006). Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
memiliki kemampuan yang terbatas, mental terbelakang baik fisik maupun
emosional.  Sehingga ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan
khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.
Kebutuhan khusus adalah suatu kondisi yang memerlukan pemahaman
dan perlakuan secara khusus pada pasien/anak yang mempunyai
keterbatasan atau kelainan tertentu. Di masyarakat, cukup banyak anak-anak
atau orang dewasa dengan kebutuhan khusus sehingga mereka mengalami
kesulitan hidup di tengah-tengah masyarakat normal. Sebagian mereka
seperti terkucilkan/tidak diterima karena “kelainan” atau “gangguannya”
dan tidak mendapatkan bantuan atau penanganan yang adekuat. Salah satu
faktor yang penyebab pasien dengan kebutuhan khusus sulit diterima
masyarakat adalah ketidakmampuannya dalam berkomunikasi/kesulitan
berbahasa dan menyampaikan pendapat, serta perilaku yang “aneh” dan sulit
untuk dipahami.
B. Gangguan Komunikasi Pada Anak Dengan Kebutuhan Khusus
1. Ilustrasi kasus:
Dody adalah anak laki-laki berusia 2 tahun dan masih belum bisa
berbicara. Dia dapat mengatakan beberapa kata, namun dibandingkan
teman sebayanya dia jauh ketinggalan. Keterlambatan ini harus segera
dikenali agar tidak terlambat dalam menangani masalah komunikasi
Dody. Kasus ini adalah kasus yang umum kita temukan di kalangan
orang tua, yaitu kasus anak terlambat berbicara. Banyak orang tua ragu
untuk mencari bantuan karena mereka berusaha meyakinkan diri bahwa

4
5

anaknya kelak juga akan bisa berbicara. Mengetahui apa itu normal dan
yang tidak di dalam perkembangan berbicara dan bahasa anak dapat
membantu anda untuk lebih teliti memperhatikan apakah anak masih
dalam kemampuan bicara yang normal atau tidak.
2. Apakah yang dimaksud gangguan komunikasi?
Gangguan komunikasi adalah gangguan bicara pada anak sebagai
salah satu kelainan yang sering dialami oleh anak-anak. Gangguan
komunikasi ini sering terjadi pada usia presekolah. Hal ini mencakup
gangguan berbicara (3%) dan gagap (1%). Gangguan wicara yang
terlambat ditangani adalah jika terjadi perubahan yang signifikan dalam
hal tingkah laku, gangguan kejiwaan, kesulitan membaca, dan
gangguan prestasi akademik termasuk penurunan prestasi di sekolah
sampai drop-out.
Sedangkan gangguan pendengaran bervariasi sekitar 5% dari anak
usia sekolah dengan level pendengaran di bawah normal. Dari jumlah
ini, 10-20% memerlukan pendidikan khusus dan sekitar 1/3 dari anak
yang memiliki gangguan pendengaran, bersekolah di sekolah biasa, 2/3
dari mereka memasuki pendidikan khusus atau sekolah luar biasa untuk
tuna rungu.
C. Macam- Macam Karakter Perkembangan Anak Kebutuhan Khusus
1. Autisme
Dari beberapa bentuk hambatan yang terjadi pada anak
brkebutuhan khusus, diantaranya yang tidak asing lagi adalah autism.
Menurut Baron dan Cohen (1985) autis adalah suatu kondisi mengenai
seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita yang membuat dirinya
tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal
selain itu juga mengalami kesulitan untuk memahami bahwa sesuatu
dapat dilihat dari sudut pandang orang lain. Akibatnya anak-anak
tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive,
aktifitas dan minat yang obsesif serta sulit mengembangkan
kemampuan berinteraksi dan bergaul, sedangkan menurut Sugiarto dan
6

kawan-kawan (2004) mengemukakan bahwa autis merupakan kondisi


anak yang mengalami gangguan hubungan sosial yang terjadi sejak
lahir atau masa perkembangan sehingga menyebabkannya terisolasi dari
kehidupan manusia. Kemudian menurut Wing dan Gould (Wolfberg,
1999), ada tiga jenis interaksi sosial yang mencirikan anak autistic
spectrum disorder yaitu ; Aloof (bersikap menjauh atau menyendiri),
Passive (bersikap pasif), Active and Odd (bersikap aktif tetapi aneh).
2. Tunagrahita (Mental retardation).
Anak Tunagrahita adalah anak yang memiliki intelegensi yang
signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan
ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa
perkembangan. Karakteristik anak dengan hendaya perkembangan atau
Tunagrahita, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial dan emosional sama
seperti anak-anak yang tidak menyandang tunagrahita.
b. Selalu bersifat eksternal lokus of control sehingga mudah sekali
melakukan kesalahan (Expectancy for filure).
c. Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya
mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan
(outerdirectedness).
d. Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri.
e. Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial (social
behavioral).
f. Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar.
g. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan.
h. Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik.
i. Kurang mampu untuk berkomunikasi.
j. Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak.
k. Mempunyai masalah berkaitan dengan psikiatrik, adanya
gejalagejala depresif.
7

3. Kesulitan belajar (learning disabilities) atau anak yang berprestasi


rendah (specific learning disability)
Anak yang berprestasi rendah (underachievers), menurut Delphie
(2006:35) umumnya kita temui disekolah, karena mereka pada
umumnya tidak mampu menguasai bidang tertentu yang diprogramkan
oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. Ada sebagian besar dari
mereka mempunyai nilai pelajaran sangat rendah ditandai pula dengan
test IQ di bawah re-rata normal. Mereka mempunyai karakteristik
khusus berupa kesulitan di bidang akademik, masalah-masalah kognitif,
dan masalah emosi sosial.
Dalam bidang kognitif, berkaitan erat dengan kemampuan berpikir.
Umumnya peserta didik yang berprestasi rendah menunjukkan
kekurangmampuan dirinya dalam mengadaptasi proses informasi yang
datang pada dirinya. Baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun
persepsi tubuhnya (visual, auditory and spatial perception).
Karakteristik anak dengan kesulitan belajar sangat berbeda dengan
anak-anak lain diantaranya:
a. Kemampuan persepsi yang rendah
b. Kesulitan menyadari tubuh sendiri
c. Kelainan gerak
d. Tingkat atensi yang tidak tepat
4. Tunarungu (Communication disorder and deafness).
Menurut Delphie (2006:103) Anak Tunarungu adalah anak yang
memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak
permanen dan biasanya memiliki hambatan dalam berbicara sehingga
mereka biasa disebut tunawicara. Anak Tunarungu mengalami
gangguan komunikasi secara verbal karena kehilangan seluruh atau
sebagian daya pendengarannya, sehingga mereka menggunakan bahasa
isyarat dalam berkomunikasi, oleh karena itu pergaulan dengan orang
normal mengalami hambatan. Selain itu mereka memiliki sifat ego-
sentris yang melebihi anak normal, cepat marah dan mudah
8

tersinggung. Kesehatan fisik pada umumnya sama dengan anak normal


lainnya. Anak dengan masalah pendengaran pada umumnya mengalami
hambatan-hambatan pekembangan sebagai berikut:
a. Perkembangan bahasa dan komunikasi
Manusia berkomunikasi dengan mimik muka, sentuhan, gerak
badan, mendengar dan bertutur kata. Kehilangan pendengaran
menghalangi perkembangan komunikasi dan bertutur kata, dengan
kata lain anak - anak yang mengalami masalah pendengaran
kemungkinan besar perkembangannya akan terhambat dalam
bahasa dan komunikasi. Ciri-ciri umum hambatan bahasa dan
komunikasi antara lain:
1) Kurang memperhatikan saat guru memberikan pelajaran.
2) Selalu memiringkan kepalanya, sebagai upaya untuk berganti
posisi telinga terhadap sumber bunyi, seringkali ia meminta
pengulangan penjelasan guru.
3) Mempunyai kesulitan untuk mengikuti petunjuk secara lisan.
4) Keengganan untuk berpartisipasi secara oral, mereka kesulitan
untuk berpartisipasi secara oral dan dimungkinkan karena
hambatan pendengarannya.
5) Adanya ketergantungan terhadap petunjuk atau intruksi saat
dikelas.
6) Mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicara.
7) Perkembangan intelektual peserta didik tunarungu wicara
terganggu.
8) Mempunyai kemampuan akademik yang rendah khususnya
dalam membaca.
Problem lain yang dihadapi anak tuna rungu tentang aspek
kebahasaan menurut Sastrawinata dalam Efendi (2008: 77) adalah:
1) Miskin kosakata (perbendaharaan kata/bahasa terbatas).
2) Sulit mengaratikan ungkapan bahasa yang mengandung arti
kiasan atau sindiran.
9

3) Kesulitan mengartikan kata-kata abstrak seperti kata Tuhan,


pandai, mustahil dan lain-lain.
4) Kesulitan menguasai irama dan gaya Bahasa.
b. Perkembangan sosial dan emosi
Perkembangan sosial dan emosi anak-anak yang memiliki
masalah pendengaran sangat dipengaruhi oleh pengalaman mereka,
perlakuan yang diterima, dan melalui kemampuan berkembang
mereka sendiri mengungkapkan perasaan mereka, keinginan,
kebutuhan dan untuk memahami perasaan orang lain. Atau dengan
kata lain masalah komunikasi memberi implikasi terhadap
kemandirian, kemampuan untuk bermain, dan berbagi dengan
rekan sebayanya, perkembangan tersebut melingkupi (Muhammad,
2008: 68-69):
1) Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif merujuk pada cara untuk
memahami dan mengatur dunia mereka. Ini termasuk
kemampuan untuk menyerap, menyimpan dan mengingat
informasi, mengklasifikasi benda, mendefinisikan, menilai,
membandingkan dan membedakan, menciptakan sesuatu,
menyelesaikan masalah dan sebagainya. Keterlambatan bahasa
anak yang memiliki masalah pendengaran juga memperlambat
perkembangan kognitif mereka.
2) Perkembangan fisik dan motorik
Perkembangan fisik dan motorik anak dengan masalah
pendengaran tidak berbeda dengan anak-anak normal lain.
5. Tunanetra (Partially seing and legally blind) atau disebut anak yang
mengalami hambatan dalam penglihatan.
Anak yang mengalami hambatan penglihatan atau Tunanetra
memiliki perkembangan yang berbeda dengan anak-anak berkebutuhan
khusus lainnya, tidak hanya dari sisi penglihatan tetapi juga dari hal
lain.
10

Anak dengan hambatan penglihatan tersebut memiliki ciri-ciri


antara lain: mempunyai kemampuan berhitung, menerima informasi
dan kosakata hampir menyamai anak normal tetapi mengalami kesulitan
dalam hal pemahaman yang berhubungan dengan penglihatan; kesulitan
penguasaan keterampilan sosial yang ditandai dengan sikap tubuh tidak
menentu, agak kaku, serta antara ucapan dan tindakan kurang sesuai
karena tidak dapat mengetahui situasi yang ada di lingkungan
sekitarnya. Umumnya mereka menunjukkan kepekaan indera
pendengaran dan perabaan yang lebih baik dibandingkan dengan anak
normal, serta sering melakukan perilaku stereotip seperti menggosok-
gosokkan mata dan meraba-raba sekelilingnya.
6. Tunadaksa
Pengertian anak tunadaksa Secara etiologis, yaitu seseorang yang
mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai
akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan
akibatnya kemampuan untuk meakukan gerakan-gerakan tubuh
teretentu mengalami penurunan, sedangkan secara definitif pengertian
kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah ketidak mampuan
anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya secara normal, akibat
luka, penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempuran (Suroyo dalam
Efendi, 2008:114 ).
Anak Tunadaksa tersebut menurut gizikia depkes memiliki
karakteristik yaitu: anggota gerak tubuh tidak lengkap, bentuk anggota
tubuh dan tulang belakang tidak normal, kemampuan gerak sendi
terbatas, ada hambatan dalam melaksanakan aktifitas kehidupan sehari-
hari.

D. Macam-Macam Gangguan Komunikasi Pada Anak Dengan Kebutuhan


Khusus
Secara umum, ada 4 macam bentuk gangguan komunikasi pada pasien
dengan kebutuhan khusus, yaitu gangguan bahasa, gangguan bicara,
gangguan suara, dan gangguan irama.
11

1. Gangguan Bahasa
Bahasa adalah apa yang disampaikan dengan kata-kata (ujaran) dan
bukan tulisan. Hal ini sesuai dengan kaidah pertama bahasa, yakni
sebagai lambang bunyi. Seorang pembicara akan selalu sadar apa yang
akan ia katakan, tetapi ia tidak sadar bagaimana ia mengatakannya.
Akan tetapi, tidak semua orang dapat menggunakan bahasa dengan baik
dan mudah. Ada sebagian orang yang memerlukan kebutuhan khusus
karena ia bermasalah atau mengalami gangguan dalam menggunakan
bahasa.
Gangguan bahasa merupakan salah satu jenis kelainan atau
gangguan dalam komunikasi dengan indikasi klien mengalami kesulitan
atau kehilangan dalam proses simbolisasi. Kesulitan simbolisasi ini
mengakibatkan seseorang tidak mampu memberikan simbol yang
diterima dan sebaliknya tidak mampu mengubah konsep pengertiannya
menjadi simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh orang lain dalam
lingkungannya. Gangguan ini adalah satu bentuk kegagalan klien dalam
mencapai tahapan perkembangannya sesuai dengan perkembangan
bahasa anak normal seusianya.
Beberapa bentuk gangguan bahasa adalah keterlambatan dalam
perkembangan bahasa dan afasia seperti uraian berikut.
a. Keterlambatan dalam perkembangan bahasa
Kelambatan perkembangan bahasa antara lain disebabkan
keterlambatan mental intelektual, tunarungu, afasia congenital,
autisme, disfungsi minimal otak, dan kesulitan belajar. Anak-anak
yang mengalami sebab-sebab tersebut terlambat dalam
perkembangan kemampuan bahasa sehingga anak mengalami
kesulitan transformasi yang diperlukan dalam komunikasi.
Gangguan tingkah laku tersebut sangat memengaruhi proses
pemerolehan bahasa di antaranya kurang perhatian dan minat
terhadap rangsangan yang ada di sekelilingnya, perhatian yang
mudah beralih, konsentrasi yang kurang baik, nampak mudah
12

bingung, cepat putus asa, kreativitas dan daya khayalnya kurang,


serta kurangnya pemilikan konsep diri.
b. Afasia
Afasia adalah salah satu jenis kelainan bahasa yang disebabkan
adanya kerusakan pada pusat-pusat bahasa di cortex cerebri. Secara
klinis afasia dibedakan menjadi berikut.
1) Afasia sensoris Yaitu kelainan yang ditandai dengan kesulitan
dalam memberikan makna rangsangan yang diterimanya.
Bicara spontan biasanya lancar hanya kadang-kadang kurang
relevan dengan situasi pembicaraan atau konteks komunikasi.
Contoh:
Seorang afasia dewasa akan kesulitan untuk menyebutkan
kata buku walau di hadapannya ditunjukkan benda buku. Klien
dengan susah menyebut busa, bulu, bubu. (Klien tampak susah
dan putus asa). Untuk afasia auditory, klien tidak mampu
memberikan makna apa yang didengarnya. Ketika ditanya,
“apakah bapak sudah makan?” maka jawabannya adalah
“piring, piring, meja, ya, ya”.
2) Afasia Motoris
Afasia motoris ini ditandai dengan kesulitan dalam
mengoordinasikan atau menyusun pikiran, perasaan, dan
kemauan menjadi simbol yang bermakna dan dimengerti oleh
orang lain. Bicara lisan tidak lancar, terputus-putus, dan sering
ucapannya tidak dimengerti orang lain. Apabila bertutur
kalimatnya pendek-pendek dan monoton. Seorang dengan
kelainan ini mengerti dan dapat menginterpretasikan
rangsangan yang diterimanya, hanya untuk mengekspresikan-
nya mengalami kesulitan.

Pasien afasia motoris mengerti dan dapat menginterpretasikan


rangsangan yang diterimanya, tetapi tidak mampu
13

mengekspresikannya bahasanya.

Contoh:
Seorang perempuan dewasa berumur 59 tahun, pada saat
di tanya kesulitan menjawab: rumah bapak di mana, dengan
menunjuk arah barat dan dengan kesal karena tidak ada
kemampuan dalam ucapannya. Jenis afasia ini juga dialami
dalam menuangkan ke bentuk tulisan. Jenis ini disebut dengan
disgraphia (agraphia).
3) Afasia konduktif
Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam meniru
pengulangan bunyi-bunyi bahasa. Pada ucapan kalimat-kalimat
pendek cukup lancar, tetapi untuk kalimat panjang mengalami
kesulitan.
4) Afasia amnestic
Kelainan yang ditandai dengan kesulitan dalam memilih
dan menggunakan simbol-simbol yang tepat. Umumnya
simbol yang dipilih yang berhubungan dengan nama, aktivitas,
dan situasi yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan.
Contoh:
o apabila mau mengatakan kursi, pasien akan menjadi kata
duduk.
2. Gangguan Bicara
Gangguan bicara Perkembangan bahasa tidak dapat dipisahkan
dengan perkembangan bicara. Perkembangan bahasa seseorang akan
memengaruhi perkembangan bicara. Perkembangan bahasa dipengaruhi
oleh situasi dan kondisi lingkungan ketika anak dibesarkan. Kelainan
bicara merupakan salah satu jenis kelainan atau gangguan perilaku
komunikasi yang ditandai dengan adanya kesalahan proses produksi
bunyi bicara. Kelainan proses produksi menyebabkan kesalahan
artikulasi baik dalam titik artikulasinya maupun cara pengucapannya,
14

akibatnya terjadi kesalahan seperti penggantian/substitusi atau


penghilangan.
Secara klinis, kelainan bicara dalam hubungannya dengan
penyebab kelainannya dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu
disaudia, dislogia, disartria, displosia, dan dislalia.
a. Disaudia
Disaudia adalah satu jenis gangguan bicara yang disebabkan
gangguan pendengaran yang menyebabkan terjadinya kesulitan
dalam menerima dan mengolah nada baik secara intensitas maupun
kualitas bunyi bicara. Gangguan ini menyebabkan terjadinya pesan
bunyi yang tidak sempurna dan mungkin salah arti. Pada anak
tunarungu kesalahan tersebut sering dipergunakan dalam
berkomunikasi. Anak yang mengalami gangguan pendengaran
cenderung bersuara monoton dan bernada tinggi, tidak mengenal
lagu kalimat, mana kalimat tanya, kalimat penegasan, dan tidak
mengenal makna tanda seru dalam kalimat.
Contoh:
kata/kopi/, ia dengar/topi/, kata/bola/, ia dengar/pola/.
Umumnya, anak dengan disaudia dalam berkomunikasi cenderung
menggunakan bahasa isyarat yang telah dikuasainya. Namun, tidak
semua lawan bicaranya dapat menerima sehingga komunikasi
secara umum komunikasinya terganggu.
b. Dislogia
Dislogia adalah bentuk kelainan bicara yang disebabkan oleh
kemampuan kapasitas berpikir atau taraf kecerdasan di bawah
normal. Kesalahan pengucapan disebabkan karena tidak mampu
mengamati perbedaan bunyi-bunyi benda terutama bunyi-bunyi
yang hampir sama.

Contoh:
15

Kata tadi diganti dengan dengan tapi, kopi dengan topi.


Rendahnya kemampuan mengingat menyebabkan penghilangan
suku kata atau kata pada waktu mengucapkan kalimat.
/makan/diucapkan/kan/, /pergi/diucapkan/gi/, /ibu pergi ke
pasar/diucapkan/bu…gi….cal/.
c. Disartria
Disartria diartikan jenis kelainan/ketidakmampuan bicara yang
terjadi akibat adanya kelumpuhan, kelemahan, kekakuan atau
gangguan koordinasi otot alat-alat ucap atau organ bicara karena
adanya kerusakan susunan syaraf pusat. Gangguan ini disebabkan
oleh beberapa keadaan, yaitu akibat spastisitas atau kekakuan otot-
otot bicara, lemahnya otot-otot organ bicara, gangguan koordinasi
gerakan-gerakan fonasi, artikulasi dan resonansi, penurunan gerak
dari otot-otot organ bicara terhadap rangsangan dari pusat/cortex,
dan kegagalan bicara karena adanya gerakan yang tidak disengaja
Gangguan-gangguan tersebut dapat mengakibatkan kesulitan
bicara, keterlambatan, putus, putus atau tidak adanya produksi
suara atau bicara dengan nada monoton. Kondisi ini sulit dipahami
lawan bicara.
d. Disglosia
Disglosia mengandung arti kelainan bicara yang terjadi karena
adanya kelainan bentuk struktur dari organ bicara. Kegagalan
tersebut akibat adanya kelainan bentuk dan struktur organ
artikulasi, yaitu sumbing langitan, tidak sesuai konstruksi gigi atas
dan gigi bawah, kelainan anomali, yaitu kelainan atau
penyimpangan/cacat bawaan, misalnya bentuk lidah yang tebal,
tidak tumbuh atau tali lidah yang pendek.
16

e. Dislalia
Dislalia adalah gejala gangguan bicara karena
ketidakmampuan dalam memperhatikan bunyi-bunyi bicara yang
diterima sehingga tidak mampu membentuk konsep Bahasa.
Misalnya /makan/ menjadi/kaman/atau/nakam/
3. Gangguan Suara
Gangguan suara, yaitu salah satu jenis gangguan komunikasi yang
disebabkan adanya gangguan pada proses produksi suara. Macam
gangguan suara tersebut sebagai berikut:
a. Kelainan nada: gangguan pada frekuensi getaran pita suara pada
waktu ponasi yang berakibat pada gangguan nada yang diucapkan.
b. Kelainan kualitas suara: gangguan suara yang terjadi karena adanya
ketidaksempurnaan kontak antara pita suara pada saat aduksi
sehingga suara yang dihasilkan tidak sama dengan suara yang
biasanya. Contoh gangguan: suara menjadi sengau, mengecil, atau
membesar.
c. Afonia, yaitu kelainan suara yang diakibatkan ketidakmampuan
dalam memproduksi suara atau tidak dapat bersuara sama sekali
karena kelumpuhan pita suara.
4. Gangguan Irama
Gangguan irama adalah gangguan bicara dengan ditandai adanya
ketidaklancaran pada saat berbicara, antara lain gagap, yaitu gangguan
dalam kelancaran berbicara berupa pengulangan bunyi atau suku kata,
perpanjangan dan ketidakmampuan untuk memulai pengucapan kata,
dan gangguan kelancaran bicara yang ditandai bicara yang sangat cepat
sehingga terjadi kesalahan artikulasi yang sulit dipahami dan
dimengerti. Kesulitan bicara pada pasien/anak dengan kebutuhan
khusus perlu dikenali dan dipahami oleh perawat. Perawat harus
berusaha memahami komunikasi pasien, BUKAN pasien yang harus
memahami komunikasi perawat.
17

E. Teknik-Teknik Yang Digunakan Dengan Pasien Berkebutuhan Khusus


1. Pasien Dengan Gangguan Penglihatan
Berikut adalah Teknik komunikasi yang dapat digunakan dengan
pasien gangguan penglihatan
a. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien apabila ia
mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal
keberadaan atau kehadiran perawat ketika anda berada di dekatnya.
b. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama dan peran anda.
c. Berbicara dengan menggunakna nada suara normal karena kondisi
klien tidak memungkinkan menerima pesan non verbal secara
visual. Nada suara anda memegang peranan besar dan bermakna
bagi pasien.
d. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata-kata
sebelum melakukan tindakan pada pasien.
e. Ketika anda akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus
komunikasi/pembicaraan informasikan kepada pasien.
f. Orientasikan klien pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya.
g. Orientasikan klien pada lingkungannya bila pasien dipindahkan ke
lingkungan yang asing baginya.
2. Pasien Dengan Gangguan Pendengaran
Berikut adalah Teknik komunikasi yang dapat digunakan dengan
pasien gangguan pendengaran
a. Orientasikan kehadiran diri anda dengan cara meyentuh klien atau
memposisikan diri di depan pasien.
b. Usahakan menggunakan Bahasa yang sederhana dan bicaralah
dengan perlahan untuk memudahkan pasien membaca gerak bibir
anda.
c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan pasien dan
pertahankan sikap tubuh atau mimik wajah yang lazim.
d. Gunakan bahsa pantomime bila memungkinkan dengan Gerakan
sederhana dan perlahan.
18

e. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah


sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (symbol).
3. Pasien Dengan gangguan wicara.
Berikut adalah Teknik komunikasi yang dapat digunakan dengan
pasien gangguan wicara.
a. Perawat benar-benar dapat memperhatikan mimic dan gerak bibir
pasien.
b. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang
Kembali kata-kat yang diucapkan pasien.
c. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu
banyak topik.
d. Mengendalikan pembicara sehingga menjadi lebih rileks dan pelan.
e. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pasien dapat
diterima dengan baik.
f. Apabila perlu, gunakan Bahasa tulisan dan symbol.
g. Apabila memungkinkan hadirkan orang yang terbiasa
berkomunikasi lisan dengan pasien untuk menjadi mediator
komunikasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi adalah suatu proses menyampaikan pesan yang dilakukan
oleh seseorang kepada pihak lain yang bertujuan untuk menciptakan
persamaan pikiran antara pengirim dan penerima pesan. Komunikasi
terapeutik sendiri maksudnya adalah komunikasi yang dilakukan secara
sadar,bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.

B. Saran
1. Bagi Penulis
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini akan tetapi masih banyak kekurangan yang perlu penulis
perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang
penulis miliki. Oleh karena itu, penulis perlu bimbingan dari dosen
pembimbing maupun pembaca untuk kesempurnaan dari makalah ini,
kami berharap semoga penyusunan makalah ini dapat memberikan ilmu
dan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan komunikasi
keperawatan.
2. Bagi Pembaca
Pemulis berharap agar para pembaca dapat memahami apa yang
penulis sampaikan dalam makalah ini serta senantiasa mencari referensi
lain terkait komunikasi terapeutik keperawatan agar dapat menambah
wawasan pembaca.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anjaswarni, T. (2016). Komunikasi Dalam Keperawatan. Cetakan 1. Jakarta:


Penulis.
Kurniawan, H. (2015). Komunikasi Terhadap Orang Yang Berkebutuhan Khusus.
Mardiyah, S. (2018). Komunikasi Keperawatan.
Nida, F.L.K. (2013). Komunikasi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Komunikasi
Penyiaran Islam. Vol 1. 163-189.
Triwardhani, I.J. (2020). Komunikasi Terapeutik Pada Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) Di Sekolah. Ilmu Komunikasi. Vol 7. 232-244.

20

Anda mungkin juga menyukai