Anda di halaman 1dari 17

KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN

TUNA RUNGU DAN KESULITAN BELAJAR

Dosen Pengmapu: Anung Probo Ismoko M.Or

Disusun oleh:
KELOMPOK 7

Rian Agung S 2285201002


Adi Prastyo 2285201006
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarahkatuh

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah serta inayah-Nya sehingga kita masih diberi kesehatan dan kebahagiaan di dunia
tanpa aral suatu apapun. Serta atas kehendak-Nya pula tugas makalah mata kuliah Penjas
Adaptif dengan materi “ Karakteristik Anak Berkebutuhan Tunarungu dan Kesulitan Belajar
“ ini dapat terselesaikan tepat waktu walaupun masih jauh dari kesempurnaan.

Dalam proses penyelesaian makalah in, tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak.
Karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Anung Probo Ismoko, M.Or. selaku dosen pengampu mata kuliah Penjas
Adaptif yang telah memberikan arahan dalam ketentuan dan materi maklah.

2. Pihak yang terkait dalam proses penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penyusun mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar tdak menjadi
sebuah pelajaran dalam penyusunan makalah selanjutnya. Apabila ada kesalahan, kami
kelompok 7 selaku penyusun makalah mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoa makalah ini dapat mendukung materi pembelajaran serta


bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pacitan, 12 Oktober 2023

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus


yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam anak berkebutuhan
khusus antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan
belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain
bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena
karakteristik dan hambatan yang dimilki, anak berkebutuhan khusus memerlukan bentuk
pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka,
contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan
Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.

Dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus, ermasuk anak tunarungu dan anak
dengan kesulitan belajar, diperlukan pendekatan yang berbeda dan penuh perhatian. Guru
dan orang tua perlu memahami karakteristik dan kebutuhan anak tersebut agar dapat
memberikan dukungan dan bantuan yang tepat dalam proses pmebelajaran.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penyusun makalah merumuskan


masalah yang perlu dikaji sebagai berikut:

1. Apa pengertian anak berkebutuhan khusus tuna grahita ?

2. Bagaimana karakteristik ABK Tuna Grahita ?

3. Apa saja faktor yang mempengaruhi ABK Tuna Grahita ?

4. Apa saja kesulitan belajar ABK Tuna Grahita ?

C. Tujuan Penyusunan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut tujuan penyusunan makalah adalah


sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian anak berkebutuhan khusus tuna grahita.

2. Memahami karakteristik ABK Tuna Grahita.

3. Memahami faktor yang mempengaruhi ABK Tuna Grahita.

4. Mengetahui kesulitan belajar ABK Tuna Grahita.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Tuna Grahita

Menurut Mangunsong (2014 :129), dilihat dari asal katanya, tuna berarti merugi
sedangkan grahita berarti pikiran. Tuna grahita merupakan kata lain dari reterdasi mental
(mental reterdation) yang terbelakang secara mental. Sedangkan menurut Kokasih
(2012 :140) bahwa tuna grahita merupakan suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh
dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidak cakapan
komunikasi sosial. Anak tunagrahita juga sering dikenal dengan istilah keterbelakang
mental dikarenakan keterbatasan kecerdasannya yang mengakibatkan anak tuna grahita
ini sulit untuk mengikuti pendidikan di sekolah biasa.

Anak berkebutuhan khusus (ABK) diartikan sebagai individu-individu yang


mempunyai karakteristik yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang normal
oleh masyarakat pada umumnya. Secara lebih khusus anak berkebutuhan khusus
menunjukkan karakteristik fisik, intelektual, dan emosional yang lebih rendah atau lebih
tinggi dari anak normal sebayanya atau berada di luar standar normal yang
berlaku di masyarakat. Heward (2003) mendefinisikan ABK sebagai anak dengan
karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan
pada ketidak mampuan mental, emosi , atau fisik.

Definisi tentang anak berkebutuhan khusus juga diberikan oleh Suran dan Rizzo
(dalam Semiawan dan Mangunson,2010) ABK adalah anak yang secara signifikan
berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Anak
berkebutuhan khusus tuna grahita adalah anak yang memiliki kemampuan intelektual dan
kognitifnya berada dibawah ata-rata pada orang pada orang pada umumny. Anak dengan
tuna grahita memiliki karakteristik yang berbeda dari anak pada umumnya, sehingga
memerlukn perhtian khusus dalam proses pembelajaran.

Anak tunagrahita memiliki bebrapa kekurangan diantaranya adalah lemahnya


daya serap/ingatan yang menyebabkan sulitnya mereka untuk mengingat angka yang telah
diajarkan sehingga guru harus sekreatif mungkin untuk membantu siswa yang dapat
mengingat matrei pelajaran. Tak hanya itu, guru dan orang tua wajib bekerja sama demi
kelancaran selama pembelajaran terlebih lagi untuk anak tunagrahita yang sulit
beradaptasi dengan lingkungan baru mereka.

B. Karakteristik ABK Tuna Grahita

Saat ini banyak msyarakat dan pendidik yang belum mengetahui bagaimana
karakteristik dari anak tunagrahita. Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan
kondisi dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak
mencapai tahap perkembangan yang optimal. Menurut Somantri (2007), karakteristik
anak tunagrahita antara lain :

1. Keterbatasan Inteligensi

Inteligensi merupakan kemampuan untuk mempelajari informasi dan


ketrampilan-ketrampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan
situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berfikir
abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan,
mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa
depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam hal tersebut. Kapasitas
belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti menulis,
berhitung, dan membaca juga sangat terbatas.

2. Keterbatasan Sosial

Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita juga


memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dan bergaul di masyarakat.
Oleh karena itu mereka memerlukan bantuan dari orang lain untuk membantu
mereka berinteraksi dengan lingkungan. Anak tunagrahita cenderung berteman
dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua
sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana,
sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah
dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.

3. Keterbatasan Fungsi Mental


Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan
reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi
terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya
dari hari ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi suatu kegiatan atau
tugas dalam jangka waktu yang lama.

Anak tunagrahita juga memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka


bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat pengolahan (perbendaharaan
kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka membutuhkan
kata-kata konkret yang sering didengarnya. Persamaan dan perbedaan harus ditujukan secara
berulang-ulang. Latihan-latihan sederhana seperti mengajarkan konsep besar dan kecil, keras
dan lemah, perlu menggunakan pendekatan yang konkrit. Selain itu mereka juga kurang
mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan yang baik dan yang buruk. Amin
(1995: 18) mengemukakan bahwa karakteristik anak tunagrahita secara umum adalah sebagai
berikut:

1. Kecerdasan; kecerdasan belajarnya sangat terbatas teruatama untuk hal-hal yang


konkrit dan mengalami kesulitas menangkap rangsangan atau lamban, memerlukan
waktu yang lama untuk menyelesaikan tugas.

2. Sosial; dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara dan memimpin
diri, mereka bermain dengan teman yang lebih muda usianya, setelah dewasa
kepentingan ekonominya sangat tergantung pada bantuan orang lain.

3. Fungsi mental lainnya; mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya dan


mudal lupa.

4. Kepribadian; tidak percaya terhadap kemampuannya sendiri, tudak mampu


mengontrol dan memnyerahkan diri, selalu tergantung pada pihak luar, terlalu percaya
diri.

Karakteristik kecerdasan anak tnagrahita ringan dikemukakan oleh Munzayanah


(2002:23) sebagai berikut:

a. Dapat dilatih tentang tugas-tugas yang ringan.


b. Mempunyai kemampuan yang terbatas dalam bidang intelektual sehingga hanya
mampu dilatih untuk membaca, menulis, dan menghitung pada batasan-batasan
tertentu.

c. Dapat dilatih untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang rutin maupun


keterampilan

d. Mengalami kelainan bicara speech direct, sehingga sulit untuk diajak komunikasi.

e. Peka terhadap penyakit.

Mumpuniarti (2007 :41-42) mengemukakan bahwa karakteristik anak tunagrahita ringan


dapat ditinjau secara fisik, psikis, dan sosial diantaranya :

1) Karakter fisik , nampak perti anak normal hanya sedikit mengalami kelemahan dalam
kemampuan sistem sensomotorik.

2) Karakteristik sukarberfikir abstrak dan logis, kurang memiliki kemampuan analisa,


asosiasi lemah, fantasi lemah, kurang mampu mengendalikan perasaan, mudah
dipengaruhi kepribadian, kurang harmonis karena tidak mampu menilai baik an
buruk.

3) Karakteristik sosial, mereka tidak mampu bergaul, menyesuaikan dengan lingkungan


yang tidak teratas hanya pada keluarga saja, namun ada yang sederhana dan
melakukan secara penuh sebagai orang dewasa.

Amin(1995 :38) mengemukakan karakteristik anak tunagrahita sedang (mamapu latih)


berdasarkan ketunagrahitanya dan berdasarkan aspek-aspek individu.

1. Karakteristik berdasarkan tingkat ketunagrahutanya adalah sebagai berikut:

a.Mereka hampir tidak bisa mempelajari pelajaran akademik namun dapat ilatih untuk
melaksanakan pekerjaan rutin sehari-hari.

b. Kemampuan maksimalnya sama dengan anak normal usia 7-10 tahun.

c. Mereka selalu tergantung pada orang lain tetapi masih dapat membedakan bahaya
dan bukan bahaya

d. Masih mempunyai potensi untuk memelihara iri dan menyesuaikan diri terhadap
lingkungan.
2. Karakteristik anak tunagrahita pada aspek -aspek individu adalah sebagai berikut:

a.Karakteristik fisik,mereka menampakan kecacatannya ,terlihat jelas seperti down


syndrome dan brain damage,koordinasi motorik lemah sekali dan penampilannya
nampak seperti anak terbelakang.

b. Karakteridtik psikis ,pada umur dewasa mereka baru mencapai kecerdasan setara
anak normal umur 7 atau 8 tahun.

c. Karakteristik sosial,pada umumnya mereka sikap sosialnya kurang baik,rasa etisnya


kurang ,tidak mempunyai rasa terima kasih,belas kasihan dan rasa keadilan.

Amin(1995:37) menjelaskan bahwa karakteristik anak tunagrahita berat dan sangat berat
yakni sepanjang hidupnya selalu bergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain.
Mereka tidak dapat membedakan bahaya atau tidak, kurang dapat bercakap-cakap.
Kecerdasannya hanya dapat berkmbang paling tinggi seperti anak normal berusia 3 atau 4
tahun.

C. Faktor yang Mempengaruhi ABK Tuna Grahita

Berikut ini beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik yang
berasal dari faktor keturunan maupun faktor lingkungan.

1. Kelainan kromosom

Dilihat dari bentuk dapat berupa inversiatau kelainan yang menyebabkan


berubahnya urutan gen karena melihatnya kromosom; delesi (kegagalan meiosis),
yaitu salah satu pasangan sel tidak membelah sehingga terjadi kekurangan
kromosom pada salah satu sel; duplikasi yaitu kromosom tidak berhasil
memisahkan diri sehingga terjadi kelebihan kromosom pada salah satu sel lainnya;
translokasi, yaitu adanya kromosom yang patah dan patahannya menempel pada
kromosom lain dan Kelainan gen. Kelainan ini terjadi pada waktu imunisasi, tidak
selamanya tampak dari luar namun tetap dalam tingkat genotif.

2. Faktor metabolisme gizi


Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan individu terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan
metabolisme dan kegagalan pemenuhan kebutuhan gizi dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu. Keadaan ini disebabkan oleh
terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada didalam kandungan.

3. Faktor Infeksi dan Keracunan

Diantara penyebab terjadinya ketunagrahitaan adalah adanya infeksi dan


keracunan yang mana terjadi selama janin masih berada dalam kandungan
ibunya. . Infeksi dan keracunan ini tidak lansung, tetapi lewat penyakit-
penyakit yang dialami ibunya, diantaranya adalah penyakit rubella, syphilis
bawaan, syndrome gravidity yang beracun.

4. Faktor trauma

Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atau terkena
radiasi zat radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan ketunagrahitaan. Trauma
yang terjadi pada saat dilahirkan biasanya disebabkan olehkelahiran yang sulit
sehingga memerlukan alat bantuan.

5. Faktor Kelahiran

Masalah yang terjadi pada saat kelahiran, misalnya kelahiran yang disertai
hypoxia yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan otak, kejang dan napas
pendek. Kerusakan juga dapat disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada
kelahiran yang sulit.Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab
terjadinya ketunagrahitaan.

6. Faktor Lingkungan

Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab terjadinya


ketunagrahitaan. Menurut (Mangunsong, 2012), bahwa bermacam-macam
pengalaman negatif atau kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi
selama periode perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan.
Latar belakang pendidikan orangtua sering juga dihubungkan dengan
masalahmasalah perkembangan. Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya
pendidikan dini serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan rangsangan
positif dalam masa perkembangan anak menjadi penyebab salah satu timbulnya
gangguan

D. Kesulitan Belajar ABK Tuna Grahita

Anak berkebutuhan khusus tunagrahita adalah anak yang memiliki kemampuan


intelektual dan kognitifnya berada dibawah rata-rata orang paa umumnya. Anak dengan
tunagrahita memiliki karakteristik yang berbeda dari ana pada umumnya, sehingga
memerlukan perhatian khusus dalam proses pembelajaran. Berikut beberapa kesulitan
belajar yang dihadapi oleh anak berkebutuhan khusus tunagrahita :

1) Kesulitan dalam memahami an menguasai materi pelajaran

2) Kesulitan dalam memproses informasi secara efektif dan efisien

3) Kesulitan dalam mengingat informasi yang telah dipelajari

4) Kesulitan dalam mengorganisir dan mengelola informasi

5) Kesulitan dlam berkomunikasi dengan teman dan guru

6) Kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar

7) Kesulitan dalam mengikuti intruksi yayng disampaikan secara lisan

Kesulitan belajar merupakan bidang yang sangat luas, dan sangat komplek untuk
dipelajari, karena menyangkut sekurang-kurangnya aspek psikologis, neurologis,
pendidikan dan aspek kehidupan sosial anak dalam keluarga/ masyarakat. Setiap disiplin
ilmu memiliki cara pandang yang berebeda dalam memahami dan menjelaskan fenomena
kesulitan belajar yang dialami oleh seorang anak. Anak berkesulitan belajar adalah anak
yang memiliki gangguan satu atau lebih dari proses dasar yang mencakup pemahaman
penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri
dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir,
berbicara, membaca, menulis,mengeja atau menghitung. Batasan tersebut meliputi
kondisi-kondisi seperti gangguan perceptual, luka pada otak, diseleksia dan afasia
perkembangan.

Ketika seorang anak belajar memerlukan kemampuan dalam beberapa aspek


yaitu: persepsi (perception), baik pendengaran, penglihatan, taktual dan kinestetik,
kemampuan mengingat (memory), proses kognitf (cognitive prcsess) dan perhatian
(attention). Kemampuan-kemampuan tersebut bersifat internal di dalam otak. Proses
belajar akan mengalami hambatan/kesulitan apabila kemampuan-kemampuan tersebut
mengalami gangguan. Apabila ada seorang anak yang mengalami kesulitan pada
keempat aspek seperti itu ada kemungkinan anak tersebut mengalai kesulitan belajar
yang bersifat internal (learning disability). Berikut beberapa kesulitan lain dalam belajar
yang dialami oleh anak tunagrahita antara lain:

1. Kesulitan Membaca

Kesulitan belajar membaca sering disebut juga disleksia (dyslexia). Ada nama-
nama lain yang menunjuk kesulitan belajar membaca, yaitu corrective readers dan
remedial readers, (Hallahan, Kauffman, and Lloyd, 1985 : 202). Membaca
mengandung beberapa pengertian. Di dalam Karnus Besar Bahasa Indonesia,
membaca diartikan (1) melihat dan memahami isi dari apa yang tertulis (dengan
melisankan atau dalam hati). (2) mengeja atau melafalkan apa yang tertulis. Hal itu
menunjukkan bahwa untuk dapat membaca diperlukan adanya keterarnpilan khusus,
yang dalam konteks ini adalah mengeja dan melafalkan apa yang tertulis. Dalam
belajar membaca, anak harus terampil dalam mempersepsi bunyi fonem, morfem,
sematik dan sintaksis. Ini biasa mdisebut dengan kemampuan berbahasa/ linguistik.
Anak yang mempunyai kesadaran linguistik dengan baik, tidak akan mengalami
kesulitan dalam belajar membaca.

Pada umumnya anak Tunagrahita memiliki kemampuan yang kurang dalam


hal mengingat (memory) yang merupakan suatu kesulitan kronis yang diduga
bersumber dari neurologis (syaraf) , sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan
membaca anak Tunagrahita dipengaruhi oleh Aspek Persepsi dan Aspek Memory
yang merupakan proses mental yang terletak di otak . Persepsi diperlukan dalam
belajar utuk menganalisis informasi yang diterima. Misalnya, seorang anak
diperlihatkan bentuk /h/ dan /n/. atau angka /6/ dengan /9/. Anak yang persepsi
penglihatannya baik, akan dapat membedakannya. Sedangkan anak yang mengalami
ganguan persepsi akan sangat sulit untuk menemukan karakter yang membedakan
kedua bentuk tersebut. Dapat dibayangkan betapa sulitnya bagi seorang anak yang
mengalami hambatan seperti ini untuk belajar membaca.

2. Kesulitan Menulis
Anak Tunagrahita memiliki kesulitan dalam mengingat abjad,huruf atau
simbol sehingga mereka cenderung sulit untuk membaca tulisan,kata, bahkan
kalimat. Kesulitan belajar menulis sering disebut juga disgrafia (dysgraphia).
(Jordon dikutip oleh Hallahan, Kauffman, & Lloyd, 1985 : 237). Kesulitan
belajar menulis yang berat disebut juga afgrafia. Pada dasarnya disgrafia
menunjuk pada adanya ketidakkemampuan mengingat cara membuat huruf atau
simbol – simbol matematika yang biasanya dikaitkan dengan kesulitan membaca
atau disleksia.

Ada beberapa aspek yang menyebabkan anak Tunagrahita berkesulitan


dalam belajar menulis yakni :

a. Memegang pensil (Psikomotorik)

1) Sudut pensil terlalu besar

2) Sudut pensil terlalu kecil

3) Menggenggam pensil seperti mau meninju

4) Menyangkutkan pensil di tangan atau menyeret pensil. Jenis memegang


pensil seperti ini yakni termasuk ciri – ciri bagi anak kidal.

b. Mengenal huruf

Anak Tunagrahita sulit dalam mengenal huruf, apabila sudah di acak-


acak letaknya. Sehingga untuk menuliskan huruf-huruf dengan rapi dan benar
juga kesulitan. Dengan demikian maka Daya Ingat (Memory) anak
Tunagrahita sangat lemah, sehingga perlu pelayanan khusus dalam
pembelajaran.

c. Menulis ekspresif.

Yakni mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam suatu bentuk tulisan.


Sehingga dapat dipahami oleh orang lain yang sebahasa, menulis ekspresif
disebut juga mengarang atau komposisi.

Ada beberapa klasifikasi anak Tunagrahita yang di ukur melalui IQ:

1. Tunagrahita Ringan (IQ 51-70)


Anak yang tergolong dalam tunagrahita ringan memiliki banyak kelebihan dan
kemampuan. Mereka mampu dididik dan dilatih. Misalnya, membaca, menulis,
berhitung, menjahit, memasak, bahkan berjualan. Tunagrahita ringan lebih mudah
diajak berkomunikasi. Selain itu kondisi fisik mereka tidak begitu mencolok. Mereka
mampu berlindung dari bahaya apapun. Karena itu anak tunagrahita ringan tidak
memerlukan pengawasan ekstra.

2. Tunagrahita Sedang (IQ 36-51)

Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita ringan. Anak tunagrahita sedang pun
mampu diajak berkomunikasi. Namun, kelemahannya mereka tidak begitu mahir dalam
menulis, membaca, dan berhitung. Tetapi, ketika ditanya siapa nama dan alamat
rumahnya akan dengan jelas dijawab. Mereka dapat bekerja di lapangan namun dengan
sedikit pengawasan. Begitu pula dengan perlindungan diri dari bahaya. Sedikit perhatian
dan pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita
sedang.

3. Tunagrahita Berat (IQ dibawah 20)

Anak tunagrahita berat disebut juga idiot. karena dalam kegiatan sehari-hari
mereka membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan pelayanan yang maksimal. Mereka
tidak dapat mengurus dirinya sendiri apalagi berlindung dair bahaya. Asumsi anak
tunagrahita sama dengan anak Idiot tepat digunakan jika anak tunagrahita yang dimaksud
tergolong dalam tungrahita berat.

Beberapa karakteristik anak tunagrahita yang erlu diperhatikan dalam proses


pembelajaran antara lain :

1) Kemampuan berbahasa berkembang lebih lambat daripada anak pada


umumnya

2) Kesulitan dalam memahami bahasa dan osakata yang kompleks

3) Kesulitan dalam mengikuti pembelajaran yang disampaikan secara lisan

4) Kesulitan dalam memahami kalimat-kalimat kompleks atau kalima-kalimat


panjang serta bentuk kiasan
5) Kesulitan dalam berkomunikasi dengan teman dan guru

6) Kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.

Dalam menghadapi anak tuna grahita, diperlukan pendekatan dan strategi pembelajaran yang
berbeda dan penuh perhtian. Guru dan orang tua perlu memahami karakteristik dan
kebutuhan anak tersebut agar dapat memberikan dukungan dan bantuan yang tepat dalam
proses pembelajaran. Terdapat beberapa cara mengatasi kesulitan belajar anak berkebutuhan
khusus tuna grahita :

1. Menggunakan metode pembelajaran yang tepat

Guru perlu menggunakan metode pembelajaran yang tepat untuk membantu anak
tuna grahita dalam memahami dan menguasai materi pelajaran. Metode pembelajaran
yang tepat dapat membantu anak tuna grahita dalam memproses informasi secara efektif
dan efisien.

2. Menggunakan media pembelajaran yang tepat

Guru perlu menggunakan media pembelajaran yang tepat untuk membantu anak
tuna grahita dalam memahami materi pelajaran. Media pembelajaran yang tepat dapat
membantu anak tuna grahita dalam mengingat informasi yang telah dipelajari.

3. Meningkatkan kemampuan berbahasa

Guru perlu meningkatkan kemampuan berbahasa anak tuna grahita dengan


memberikan latihan-latihan pengucapan, kosakata, dan tata bahasa. Hal ini dapat
membantu anak tuna grahita dalam memahami bahasa dan kosakata yang kompleks.

4. Menggunakan teknologi pendidikan

Guru dapat menggunakan teknologi pendidikan, seperti video pembelajaran dan


aplikasi pembelajaran, untuk membantu anak tuna grahita dalam memahami materi
pelajaran. Teknologi pendidikan dapat membantu anak tuna grahita dalam mengikuti
pembelajaran yang disampaikan secara lisan.

5. Meningkatkan interaksi sosial

Guru perlu meningkatkan interaksi sosial anak tuna grahita dengan teman sekelas
dan guru. Hal ini dapat membantu anak tuna grahita dalam berkomunikasi dengan teman
sekelas dan guru.
6. Meningkatkan lingkungan belajar

Guru perlu meningkatkan lingkungan belajar yang kondusif bagi anak tuna
grahita. Lingkungan belajar yang kondusif dapat membantu anak tuna grahita dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.

7. Memberikan pendampingan belajar

Anak tuna grahita memerlukan pendampingan belajar yang intensif dan konsisten
untuk membantu mereka dalam memahami dan menguasai materi pelajaran.
Kesimpulan

DAFTAR REFERENSI

Anda mungkin juga menyukai