Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

KELAINAN KECERDASAN / SUBNORMAL (TUNAGRAHITA)


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Individu Berkelainan
Dosen Pengampu:Drs. Towil, M.Pd., Kons. dan Drs. Arie S, M.Pd.

Nama Kelompok :
1. Dewi Ayu T . (17.0301.0025)
2. Kurnia Suciati (17.0301.0026)
3. Alifudin S. P. (17.0301.0041)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2018
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tunagrahita kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai
oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak
tunagrahita atau keterbelakangan mental karena keterbatasan kercedasannya
mengakibatkan dirinya sulit untuk mengikuti program Pendidikan klasikal sehingga anak
itu membutuhkan layanan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak
tersebut.
Tunagrahita seringkali dikucilkan banyak yang mengejek dan menganggap dia
seperti orang gila.
Tunagrahita membutuhkan layanan khusus sesuai dengan kemampuan anak.
Mereka pun membutuhkan system pembelajran yang tepat tidak bisa disamakan dengan
anak normal. Pembelajarannya harus bersifat konkret tidak bisa dengan sifat abstrak.
Penguasaan kosa kata juga sangat rendah.

2. Rumusan masalah
1. Apa pengertian tunagrahuta?
2. Apa karakteristk tunagrahita?
3. Apa saja jenis- jenis tunagrahita?
4. Bagaimana hambatan tunagrahita dan kebutuhan pembelajaran tunagrahita?

3. Tujuan
1. Memahami tentang Tunagrahita
2. Mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak tunagrahita
3. Mengetahui cara-cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tunagrahita.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Tunagrahita
Tunagrahita merupakan kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata
dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.
Anak tunagrahita atau keterbelakangan mental karena keterbatasan kercedasannya
mengakibatkan dirinya sulit untuk mengikuti program Pendidikan klasikal sehingga anak
itu membutuhkan layanan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak
tersebut.
Keterbelakangan mental menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata secara
jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa
perkembangan (Kauffman dan Hallahan, 1986)
2. Ciri- ciri atau Karakteristik Tunagrahita

a. Keterbatasan Inteligensi
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan intelegensi. Kapasitas belajar anak
tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan
membaca juga terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau
cenderung belajar dengan membeo.
b. Keterbatasan social
Anak tunagrahita tidak hanya memiliki keterbatasan tetapi juga kesulitan dalam
mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan
bantuan. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lenih muda
usianya, ketergantungan terhadap orangtua sangat besar, tidak mampu memikul
tanggung jawab social sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka
mudah dipengaruhi dan melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
c. Keterbatasan Fungsi- fungsi Mental Lainnya
Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada
situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila
mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak
tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu
lama.
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa.
Perbendaharaan kata kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu anak
tunagrahita membutuhkan kata – kata konkret yang sering didengarnya. Perbedaan
dan persamaan harus ditunjukkan secara berulang- ulang. Menggunakan pendekatan
konkret saat mengajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah, pertama, kedua,
dan lain – lain.
Anak tunagrahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan
antara baik dan buruk, benar atau salah. Kemampuannya terbatas sehingga anak
tunagrahita tidak dapat membayangkan terlebih dahulu keonsekuensi dari
perbuatannya.

3. Jenis – jenis Tunagrahita

a. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan (moron atau debil ). Menurut binet tunagrahita ringan
memiliki IQ 65-52, sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55.
Mereka masih bisa belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana. Anak
tunagrahita ringan tidak mampu melakukan penyesuaian social secara independent.
Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka
secara fisik tampak seperti anak normal umumnya.
b. Tunagrahita Sedang
Tunagrahita Sedang (Imbesit). Menurut Binet tunagrahita sedang memiliki skala
IQ 51 – 36 dan menurut Weschler anak ini memiliki skala IQ 54 – 40. Mereka dapat
dididik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri misalkan berjalan dijalan raya
dan lain – lain.
Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik
seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung walaupun mereka masih dapat
menulis secara social, misalnya namanya sendiri, alamat rumahnya dan lain – lain.
Anak tunagrahita dapat mengurus diri seperti mandi, berpakaian, makan, minum.
Dalam kehidupan sehari – hari anak tunagrahita sedang membutuhkan pengawasan
terus – menerus.
c. Tunagrahita Berat
Tunagrahita Berat memiliki dua kategori yaitu tunagrahita kategori berat (severe)
memiliki IQ 32 – 20 menurut Binet sedangkan menurut Weschler (WISC) skala 39 –
25. Tunagrahita kategori sangat berat (profound) menurut Binet kategori ini memiliki
IQ dibawah 19 sedangkan menurut Weschler memiliki IQ dibawah 24. Kemampuan
mental makasimal yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun. Anak tunagrahita berat
memerlukan bantuan perawatan secara total seperti berpakaian, mandi, makan, dan
lain – lain.

Level IQ
Keterbelakangan Standford Binet Skala Weschler
Ringan 68 – 52 69 – 55
Sedang 51 – 36 54 – 40
Berat 32 – 20 39 – 25
Sangat Berat >19 >24
4. Hambatan Belajar

Hambatan belajar yang dihadapi oleh anak tunagrahita mencakup hambatan yang
berhubungan dengan masalah perkembangan:
a. Kognitif
1. Hambatan dalam aspek Bahasa
Berkaitan dengan kemapuan berbahasa pada anak tunagrahita juga terlihat
dalam penguasaan kosa kata, jumlah kosa kata anak tunagrahita jauh lebih sedikit
daripada anak normal yang seusianya. Anak tunagrahita kata – kata yang
memiliki awalan dan akhiran relative menunjukkan frekuensi yang rendah dalam
pembicaraan- pembicaraannya. Penguasaan kosa kata mereka juga cenderung
pada kata – kata dasar atau kata benda. Pada usai mental (MA) 11 mereka hanya
mampu menggunakan 3 kata dalam kalimat.
2. Persepsi
Anak tunagrahita dalam memahami sesuatu harus di wujudkan dengan
nyata karean mereka tidak bisa menafsirkan atau membayangkan seperti anak
normal biasa, anak tunagrahita sering sekali salah persepsi jika tidak dibuktikan
secara nyata.
3. Perhatian dan Konsentrasi
Perhatian akan terkait dengan aktivitas di dalam memilih informasi atau
stimulus yang relevan. Sedangkan konsentrasi berkaitan dengan durasi disaat
individu memfokuskan diri pada stimulus atau informasi tadi. Sebagian besar
anak tunagrahita mengalami gangguan dalam perhatian dan konsentrasi.
Disamping mudah pecah perhatiannya, durasi mereka juga pendek. Akibatnya
mereka kerap kali mengalami kegagalan dalam belajar.
4. Daya Ingat
Daya ingat anak tunagrahita lebih rendah dibandingkan anak normal
apalagi anak tunagrahita berat kemampuan daya ingatnya sangaat rendah.

b. Motoric
Kondisi fisik erat kaitannya dengan masalah motoric, pada anak tunagrahita
gangguan motoric sering kali muncul dan menghambat belajar mereka. Keephart
(dalam Suhaeri HN :1987) mendasarkan teori belajar pada 4 generalisasi motor yaitu
postur dan keseimbangan, kontak, locomotor, menerima dan mendorong.
Sebagian anak tunagrahita, terutama pada anak tunagrahita sedang dan berat
mempunyai hambatan dan kesulitan didalam melakukan gerak kasar seperti,
keseimbangan, ketrampilan mengatur gerak tubuh (body amage), kesadaran akan
fungsi dan posisi anggota tubuh (body perception). Hambatan tersebut berdampak
langsung terhadap kegiatan sehari- hari seperti, berjalan, mengurus diri (memakai
kemeja, celana, sepatu, makan, minum, dan lain – lain) oleh karena itu mereka
membutuhkan pengembangan ketrampilan dalam motorik kasar.
Seseorang yang mengalami hambatan motoric halus menghadapi masalah ketika
mereka belajar menulis, atau menggambar , dan ketika melakukan pekerjaan seperti
mengkancingkan baju, menali sepatu, memegang sendok dan lain – lain.

c. Perilaku adaptif
1. Adaptif di sekolah, terkait dengan masalah – masalah pemusatan perhatian,
menyelesaikan tugas – tugas, mengatur tindakan (disiplin), kesulitan dalam
mengikuti perintah, kesulitan dalam mengajukan pertanyaan, kesulitan dalam
mengatur waktu.
2. Adaptif dalam ketrampilan social, kesulitan melakukan hubungan secara
kooperatif dengan teman sebaya, pemahaman terhadap situasi, dan kesulitan
dalam melakukan komunikasi yang secara social diterima.
3. Mentransfer hasil belajar kedalam kehidupan.
4. Belajar secara akademik

5. Kebutuhan Pembelajaran Anak Tunagrahita

1. Kebutuhan mengembangkan aspek kognitif


a. Kebutuhan dalam mengembangkan ketrampilan berbahasa
1. Mengenbangkan tata bunyi (huruf atau kata)
2. Pengembangan kosa kata
3. Pengembangan struktur kalimat.
4. Pengembangan ketrampilan menyimak baik dalam pembicaraan maupun isi
dalam bacaan.
b. Kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan persepsi
1. Ketrampilan mengelompokkan obyek berdasarkan atribut tertentu (warna,
bentuk, ukuran, rasa, raba, bau, suara dan lain – lain)
2. Ketrampilan membedakan objek berdasarkan atribut tertentu (warna, bentuk,
ukuran, rasa, raba, bau, suara dan lain – lain)
3. Ketrampilan mengurutkan objek berdasarkan atribut tertentu (warna, bentuk,
ukuran, rasa, raba, bau, suara dan lain – lain)
c. Kebutuhan untuk mengembangkan perhatian dan konsentrasi
1. Menyajikan stimulus yang relevan pada dimensi tertentu dan memperbanyak
waktu untuk pemusatan pada stimulus yang relevan serts memfokuskan arah
perhatian pada stimulus yang dimaksud.
2. Memberikan hadiah saat anak sukses dalam melakukan satu tugas.
d. Kebutuhan untuk mengembangkan memori
1. Proses belajar hendaknya dilakukan secara berulang.
2. Proses belajar dimulai dari yang sederhana.
3. Materi yang diajarkan hendaknya dirinci.
e. Kebutuhan untuk mengembangkan perilaku adaptif
1. Memberikan peluang lebih besar kepada anak tunagrahita untuk mencoba
melakukan suatu pekerjaan yang bersifat sederhana/ praktis.
2. Bermakna dan fungsional, apa yang diajarkan kepada mereka benar- benar
memiliki arti dalam kehidupan nyata sehari – hari.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tunagrahita merupakan kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan
ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak
tunagrahita atau keterbelakangan mental karena keterbatasan kercedasannya mengakibatkan
dirinya sulit untuk mengikuti program Pendidikan klasikal sehingga anak itu membutuhkan
layanan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut. Memiliki ciri- ciri,
Keterbatasan Inteligensi, keterbatasan social, keterbatasan Fungsi- fungsi Mental Lainnya. Jenis
jenis tunagrahita yaitu, tunagrahita ringan, sedang dan berat. Tunagrahita memiliki beberapa
hambatan dan system pembelajarannya harus konkrit karena tunagrahita sulit memahami
pembelajaran yang bersifat abstrak. Anak tersebut penguasaan kosa kata sangat rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Somantri,Sutjihati.2007.Psikologi Anak Luar Biasa.Refika Aditama:Bandung.
Rochyadi, Endang dan Alimin, Zaenal.2005.Pengembangan Program Pembelajaran Individual
Bagi Anak Tunagrahita.Departemen Pendidikan Nasional:Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai