Disusun Oleh:
KELOMPOK 9
Meita Widyaningrum (16.0305.0112)
2019
A. Definisi Disleksia
Disleksia adalah sebuah gangguan dalam perkembangan tulis-baca yang
umumnya terjadi pada anak di usia 7 hingga 8 tahun. Ditandai dengan kesulitan
belajar membaca dengan lancar dan kesulitan dalam memahami meskipun normal
diatas rata-rata. Ini termasuk kesulitan dalam penerapan ilmu fonologi, kemampuan
bahasa/pemahaman verbal. dyslexia adalah kesulitan belajar yang paling umum dan
gangguan membaca yang paling dikenal. Ada kesulitan kesulitan dalam membaca
namun tidak berhubungan dengan dyslexia (wikipedia). Disleksia umumnya
dikaitkan dengan masalah kelancaran membaca, tapi masalah pengolahan informasi
ini juga dapat mempengaruhi kemampuan anak dalam menulis, mengeja, dan
bahkan berbicara.
B. Tanda-tanda umum
Jika tanda-tanda ini mengingatkan Anda pada anak Anda, berbicaralah
dengan guru anak Anda untuk mengetahui bantuan ekstra yang dapat mereka
tawarkan. Jika kesulitan terus berlanjut, bicarakan dengan kepala sekolah tentang
mendapatkan evaluasi gratis untuk anak Anda.
a. Prasekolah
1. Sulit mengucapkan kata-kata
2. Lambat menambahkan kata kosa kata baru
3. Tidak bisa mengingat kata yang tepat
4. Kesulitan mempelajari alfabet, angka, hari dalam seminggu, warna, bentuk,
cara menulis namanya
5. Tidak dapat mengikuti petunjuk multi langkah atau rutinitas
6. Mengalami kesulitan untuk menceritakan dan / atau menceritakan kembali
sebuah cerita dalam urutan yang benar
7. Sering mengalami kesulitan untuk memisahkan suara dalam kata-kata dan
mencampur suara untuk membuat kata-kata
b. Taman kanak-kanak/TK
1. Lambat belajar koneksi antara huruf dan suara
2. Membingungkan kata-kata kecil — di / ke, berkata / dan, apakah / pergi
3. Kesalahan membaca dan ejaan yang konsisten
4. Sulit mengingat fakta
5. Lambat belajar keterampilan baru; sangat bergantung pada menghafal tanpa
pengertian
6. Impulsif dan rentan terhadap kecelakaan
7. Sudah susah payah merencanakan
8. Seringkali menggunakan pensil secara canggung/tidak seperti biasa layaknya
anak yg lain
9. Sulit belajar memberitahukan waktu
C. Sebab Disleksia
1. Neuroanatomi
Sebagian besar penderita disleksia bermasalah pada bagian neuroanatomi
(susunan otak). Kasus yang paling sering muncul pada penderita disleksia adalah
masalah pada bagian otak kiri, tepatnya pada Brocas area dan Wernickes area.
Kedua bagian ini adalah bagian otak yang berperan penting pada proses
bahasa.Tidak seimbangnya bentuk dan ukuran otak juga menjadi salah satu
faktor penyebab disleksia. Orang yang memiliki bentuk otak kanan lebih besar,
cenderung akan menunjukkan lebih banyak gejala dari disleksia. Hal ini
didasarkan pada penelitan yang melihat bahwa kebanyakan penderita dileksia
adalah kidal di mana otak kanannya lebih dominan dibandingkan otak kiri.
Masalah pada bagian neuroanatomi bisa dimulai sejak bayi dalam kandungan,
maupun setelah dewasa (misalnya benturan pada kepala).
2. Genetik
Berdasarkan penelitian Dearbon (1929), ditemukan bahwa orang yang
dengan riwayat keluarga (family trees) buta huruf, akan cenderung memiliki
keturunan yang beresiko buta huruf pula. Buta huruf itu yang saat ini kita kenal
dengan disleksia. Hal ini kemudian mulai terbukti secara medis, bahwa disleksia
diturunkan dari generasi ke generasi melalui faktor hereditas. Faktor utama
disleksia adalah genetik. Penelitian yang dilakukan oleh Sladen di tahun 1970
menemukan bahwa disleksia resesif pada wanita namun dominan pada pria.
Inilah alasannya mengapa mayoritas jumlah penderita disleksia adalah pria
(penderita yang menunjukkan gejala nyata). Meskipun demikian, disleksia
terikat pada kromosom X yang dimiliki oleh wanita. Jadi meskipun disleksia
resesif pada wanita, namun sesungguhnya wanita pula yang membawa unit
hereditas disleksia pada keturunanannya.
4. Faktor luar
Faktor di luar genetik dan faktor di luar masalah pada diri anak juga
turut mengambil peran pada kasus disleksia. faktor lingkungan misalnya, seperti
bagaimana proses pengajaran bahasa, bagaimana cara orang tua berkomunikasi,
dan lain-lain, turut membuat seorang anak kesulitan dalam memperoleh bahasa
khususnya pada hal membaca.
D. Macam- Macam
1. Disleksia Primer (primary dyslexia)
Disleksia jenis ini sering sekali dikait-kaitkan dengan faktor keturunan.
Penderita disleksia primer, biasanya sudah menunjukkan gejala-gejala disleksia
sejak usia dini. Gejala ini berlanjut dan bersifat permanen hingga usia dewasa.
Mayoritas penderita disleksia primer adalah laki-laki. Meskipun demikian,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya disleksia dibawa oleh
kromosom X yang ada pada ibu, dan bersifat resesif.
a. Ajarkan mendetail
Pertama, ajarkan anak dengan menunjukkan satu kata, misalnya
“beruang” dan bacakan untuknya dengan suara yang jelas dan lantang.
Kemudian, minta ia untuk coba mengeja huruf pembentuk kata tersebut.
Tanyakan huruf hidup apa saja yang ia lihat, huruf apa yang ia lihat di awal,
tengah, dan akhir kata. Hal ini akan membantunya untuk menganalisis kosakata
tersebut dan memprosesnya dengan terinci.
c. Menulis di udara
Menulis di udara akan memperkuat hubungan antar suara dan setiap huruf
melalui “memori otot”. Hal ini juga dapat membantu memperkuat anak untuk
bisa membedakan bentuk huruf yang membingungkan, misalnya “b” dan “d”.
Ajarkan anak menggunakan dua jari — telunjuk dan jari tengah — untuk
membuat huruf imajinasi di udara, sambil menjaga siku dan pergelangan tangan
tetap lurus. Setiap kali ia membuat satu huruf di udara, minta ia untuk mengeja
bunyi huruf tersebut dengan keras. Aktivitas ini juga akan membantu mereka
untuk membayangkan bentuk huruf yang mereka tulis. Anda mungkin bisa
melakukan improvisasi dengan meminta si kecil mengasosiasikan penulisan
huruf dengan warna tertentu, misalnya merah untuk “b”, kuning untuk “d”.
f. Ketukan jari
Menggunakan ketukan jari saat mengeja huruf mengajarkan anak untuk
merasa, meraba, dan mendengar bagaimana huruf-huruf tertentu bisa
membentuk satu kata, beserta bunyi keseluruhannya. Misalnya, kata “Budi”.
Minta anak untuk mengetukkan jari telunjuk ke ibu jarinya saat mereka
mengucapkan huruf “b”, ketukkan jari tengah dengan ibu jari saat mengucapkan
huruf “d”, jari manis dengan ibu jari saat mengucapkan “u”, dan kelingking
untuk huruf “i”.
g. Bantuan gambar
Untuk beberapa anak, mengingat kata akan lebih mudah jika mereka
menghubungkannya dengan suatu gambar. Berikut salah satu cara untuk
menyiasatinya:
Tuliskan kata yang ingin dilatih pada kedua sisi kertas, misalnya kata “dua”.
Pada satu sisi, Anda bersama si kecil bisa menggambar langsung pada kata
tersebut (misalnya, menambahan dua buah mata di atas huruf U untuk
menggambar wajah tersenyum; atau menggambar angsa yang melambangkan
bentuk angka “2”). Menggunakan kata berilustrasi ini, latih si kecil untuk
mengasosiasikan kata tersebut dengan gambar dan huruf-huruf pembentuknya
— dua pasang mata untuk mewakili kata “dua”. Ketika anak Anda mulai lancar
untuk membaca dengan cepat dan lebih mudah, alihkan latihan ke sisi lainnya
dimana hanya ada teks kata “dua”.
Ada banyak alat dan strategi lainnya yang sama baiknya dalam membantu
anak Anda lebih lancar untuk menulis-membaca. Mungkin akan membutuhkan
beberapa percobaan kanan-kiri bagi Anda untuk mencari tahu mana yang terbaik
bagi anak Anda. Yang paling penting adalah usaha dan dukungan yang konsisten
dari orang-orang di sekitarnya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak untuk
terus belajar.
C. Sebab-Sebab Disgrafia
Penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti, namun apabila disgrafia
terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun orang dewasa, dapat diduga
bahwa penyebabnya karena trauma kepala, baik disebabkan oleh
kecelakaan, penyakit, atau lainnya. Penyebab yang paling umum adalah
neurologis, yaitu adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang
berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Gangguan
neorologis tersebut, juga berupa kurangnya kecakapan koordinasi mata dan
tangan untuk menulis huruf balok, menulis indah dan menulis bersambung,
dan membuat gambar.
Adapun penyebab disgrafia menurut Lerner (2000) sebagai berikut:
1. Gangguan motorik anak
2. Gangguan perilaku yang dialami anak
3. Gangguan persepsi pada anak
4. Gangguan memori
5. Gangguan tangan pada anak
6. Gangguan anak pada saat memahami intruksi
7. Gangguan kemampuan melaksanakan cross modal.
D. Macam-Macam Disgrafia
Jenis-jenis kesulitan menulis yang muncul pada anak disgrafia menurut
(Yusuf, dkk, 2003) adalah:
1. terlalu lambat dalam menulis
2. salah arah pada penulisan huruf dan angka
3. terlalu miring
4. jarak antar huruf tidak konsisten
5. tulisan kotor
6. tidak tepat dalam mengikuti garis horisontal
7. bentuk huruf atau angka tidak terbaca
8. tekanan pensil tidak tepat (terlalu tebal atau terlalu tipis)
9. ukuran tulisan terlalu besar atau terlalu kecil
10. bentuk terbalik (seperti bercermin)
C. Karakteristik Diskalkulia
Karakteristik atau ciri anak yang mengalami diskalkulia beragam
bentuknya. Berikut ini merupakan karakteristik anak diskalkulia,
diantaranya :
1. Biasanya anak tidak memahami proses matematis, yang ditandai
dengan kesulitan mengerjakan tugas yang melibatkan angka atau
simbol matematis.
2. Anak kesulitan dalam menggunakan konsep waktu. Seorang anak
bingung mengurutkan masa lampau dan masa sekarang.
3. Kurangnya pemahaman anak tentang nilai tempat, seperti satuan,
puluhan, ratusan, dan seterusnya.
4. Anak sulit untuk memfokuskan diri khususnya pada matapelajaran
matematika. Akan tetapi memiliki kemampuan berbahasa yang
normal (baik verbal, membaca, menulis maupun mengingat kalimat
tertulis sebelumnya).
5. Anak mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung
mengikuti aturan permainan yang berhubungan dengan sistem skor.
6. Memberikan jawaban yang berubah-ubah (inkonsisten) saat
diberikan pertanyaan seputar penjumlahan, pengurangan, perkalian
dan pembagian.
7. Anak sulit melakukan hitungan matematis dalam kehidupan sehari-
hari, misalnya dia sulit menghitung transaksi (berbelanja) termasuk
menghitung uang kembalian. Seringkali anak tersebut menjadi takut
memegang uang, menghindari transaksi, maupun kegiatan yang
harus melibatkan penggunaan uang.
8. Selain lemah pada kemampuan matematika, anak diskalkulia juga
sulit memahami not-not angka dalam pelajaran musik yang
menyebabkan anak kesulitan memainkan alat musik.
D. Rekomendasi Pendampingan
Solusi yang digunakan dalam rangka mendampingi atau membimbing
anak diskalkulia beragam caranya. Dibawah ini adalah beberapa kegiatan
yang dapat dilakukan untuk mendampingi anak diskalkulia, antara lain :
1. Melatih anak secara bertahap untuk memahami dan menguasai
simbol angka dan simbol operasi perhitungan matematika.
2. Membantu anak memahami soal cerita pada konsep matematika
dengan cara menghadirkan benda-benda yang disebutkan dalam
soal secara visual.
3. Melatih anak untuk mengerti dan menguasai konsep nilai pada
uang. Hal ini dapat dilakukan dengan berlatih berbelanja sendiri
mulai dari sejumlah barang yang sedikit sampai dengan yang
cukup banyak.
4. Anak dilatih untuk melakukan ordering (mengurutkan) dan
seriasi pada suatu obyek. Misalnya mengurutkan bilangan dari
yang terkecil sampai terbesar.
5. Melatih korespondensi pada anak. Korespondensi adalah
keterampilan memahami jumlah satu set obyek pada suatu
tempat adalah sama banyaknya dengan satu set obyek pada
tempat lain tanpa menghiraukan karakteristik obyek tersebut.
Misalnya, menghubungkan gambar 5 buah mangga dengan
lambang bilangan 5.
6. Matematika dapat digunakan dalam aplikasi kegiatan sahari-
hari. Misalnya, anak diajak untuk menghitung jumlah kursi yang
ada di meja makan, menghitung jumlah pensil yang ada di kotak
pensil, dan lain sebagainya.
7. Memberikan pujian ketika anak sudah menunjukkan kemajuan
dalam memahami konsep matematika, namun jangan terlalu
menekan anak untuk pandai berhitung.
8. Memperbanyak contoh-contoh konkret dalam memberikan
pemahaman pada konsep yang abstrak, misalnya dengan
menghadirkan alat peraga yang mempermudah anak untuk
mulai mempelajarinya. Sebab dengan adanya bantuan alat
peraga (benda konkret), berfungsi untuk membantu anak dalam
pemahamannya akan konsep abstrak yang belum bisa dikuasai.
Tentu hal ini merupakan strategi untuk melatih visualisasi anak
yang perlu mendapat perhatian.
E. Probilitas Diskalkulia
Anak yang mengalami diskalkulia diperkirakan ± 5 % adalah anak usia
sekolah. Anak perempuan memiliki kecenderungan lebih besar mengalami
diskalkulia dibandingkan anak laki-laki. Anak usia 4-5 tahun biasanya
belum diwajibkan mengenal konsep jumlah yang melibatkan pengurutan
proses yang kompleks, namun hanya dikenalkan konsep hitungan
sederhana. Anak yang berusia 6 tahun keatas umumnya sudah mulai
dikenalkan konsep jumlah yang menggunakan simbol operasi penambahan
(+) dan pengurangan (-). Apabila pada usia 6 tahun anak sulit mengenali
dan memahami konsep jumlah, maka kemungkinan nantinya dia akan
mengalami kesulitan kemampuan pada berhitung. Berdasarkan penelitian,
anak yang mengalami diskalkulia kebanyakan terdeteksi pada saat berada di
kelas 2 dan 3 SD (usia 6-8 tahun). Jika dilihat dari segi angka kelahiran,
diskalkulia hanya dialami berkisar antara 1-2 anak dari 100 kelahiran.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani diskalkulia,
antara lain:
a. Gunakan gambar, grafik, atau kata-kata untuk membantu
pemahaman anak. Misalnya, ibu membeli jeruk seharga lima
ribu, gambarkan buah jeruk dan uang kertas senilai lima ribu.
b. Hubungkan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari.
Misalnya ketika menghitung piring sehabis makan atau
mengelompokkan benda sesuai dengan warna lalu
menjumlahkannya dapat mempermudah anak berhitung.
c. Buat pelajaran matematika menjadi sesuatu yang menarik. Anda
bisamenggunakan media komputer atau kalkulator. Lakukan
latihan secara kontinyu dan teratur.
Cara mengatasi diskalkulia bisa dengan cara mengubah pembelajaran
supaya memori bisa hidup kembali. Misalkan, penggunaan warna-warna
yang melambangkan angka. Kelainan diskalkulia juga bisa berkomplikasi
dengan kelainan lain, misalnya autis. Anak-anak dengan kesulitan belajar
belum tentu bodoh, tapi bisa jadi dia mengalami kelainan komunikasi,
sosialisasi, dan kreativitas seperti yang terjadi pada anak autis, Diskalkulia
juga terkadang dikaitkan dengan ketidakseimbangan orientasi otak kanan
dan kiri yang imbasnya menimbulkan kesulitan orientasi matematika.
Aktivitas fisik diduga ada hubungannya dengan anak yang kesulitan
geometri atau bangun ruang. Ada juga yang mengatakan bahwa diskalkulia
terkait dengan kelainan pada motorik sehingga terapi bisa diberikan untuk
memperbaiki saraf motoriknya.
Bagaimanapun, kesulitan ini besar kemungkinan terkait dengan
kesulitan dalam aspek-aspek lainnya, seperti disleksia. Perbedaan derajat
hambatan akan membedakan tingkat treatment dan strategi yang
diterapkan. Selain penanganan yang dilakukan ahli, orang tua pun
disarankan melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan
belajar, yaitu:
1. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti,
dengan menggunakan gambar ataupun cara lain untuk
menjembatani langkah-langkah atau urutan dari proses
keseluruhannya.
2. Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit
dimengerti dan minta si anak mendengarkan secara cermat.
Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam
memahami konsep secara verbal.
3. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di
atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak.
Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu
anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
4. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas
sederhana sehari-hari. Misalnya, berapa sepatu yang harus
dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam
sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang
diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan
sebagainya.
5. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif,
entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang
mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.
6. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang
dilakukan oleh anak.
7. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan
dengan kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah
memahaminya.
8. Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk
menentukan strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan dan
kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk
memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran
tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-
buku bacaan, serta latihan yang disarankan.
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, di antaranya:
1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual
3. Fobia matematika