Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

KESULITAN BELAJAR SPESIFIK

OLEH:

Yustina Eka Safitri 171134009

Katarina Intan Tyas P 171134011

Daniel Adi Nugroho 171134019

Niken Ambar Arumi 171134064

Friska Kagina Br Tarigan 171134098

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses pembelajaran anak dengan kesulitan belajar membutuhkan
beberapa strategi yang disesuaikan pada kondisi anak. Kesulitan membaca,
kesulitan dalam menulis, dan kesulitan dalam proses berhitung merupakan
bagian dari kesulitan belajar pada kelompok masalah prestasi akademik.
Beberapa karakteristik yang umumnya dimiliki oleh siswa dengan kesulitan
belajar belajar, dikelompokkan kedalam enam macam masalah, yaitu masalah
prestasi akademik, masalah perseptual, preseptual-motor, dan kordinasi umum
(gangguan atensi dan hiperaktif, masalah memori, kognitif dan metakognitif,
masalah social-emosional, dan masalah motivasional). Klasifikasi tersebut
masalah prestasi akademik terbagi dalam istilah disleksia, diskalkulia, dan
disgrafia.
Kesulitan membaca merupakan gangguan belajar yang paling banyak
dijumpai dan mucul dengan bentuk tertentu. Gangguan matematika muncul
paling banyak diantara gangguan membaca dan gangguan menulis. Studi-
studi terdahulu menunjukkan bahwa lebih banyak anak laki-laki yang
memiliki gangguan membaca dibandingkan anak perempuan yang
menyandang gangguan ini mungkin sebanding. Gangguan belajar dapat
menimbulkan sejumlah akibat yang berbeda, tergantung sejauh mana
disabilitasnya dan sejauh mana dukungan yang tersedia bagi mereka.
Sebagian individu degan gangguan belajar dapat mencapai tujuan pendidikan
atau kariernya. Tetapi, hal ini tampaknya akan lebih sulit dicapai oleh
penderita gangguan berat belajar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi disleksia, disgrafia, dan diskalkulia ?
2. Apa penyebab disleksia, disgrafia, dan diskalkulia ?
3. Bagaimana karakteristik disleksia, disgrafia, dan diskalkulia ?
4. Apa saja kategori disleksia, disgrafia, dan dikalkulia ?
5. Bagaimana penanganan disleksia, disgrafia, dan dikalkulia di bidang
pendidikan ?

C. Tujuan
1. Mengetahui penyebab disleksia, digrafia, dan diskalkulia.
2. Mengetahui bagaimana karakteristik disleksia, disgrafia, dan diskalkulia.
3. Mengetahui apa saja kategori-kategori dari disleksia, disgrafia, dan
diskalkulia.
4. Mengetahui bagaimana cara penanganan disleksia, disgrafia, dan
dikalkulia di bidang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Disleksia
1. Definisi
Istilah disleksia berasal dari bahasa Yunani, yaitu “dys” yang berarti
“sulit dalam” dan “lex” (berasal dari legein, yang artinya “berbicara”).
Menderita disleksia berarti menderita kesulitan yang berhubungan dengan
kata atau simbol-simbol tulis atau “kesulitan membaca”. Ada nama-nama
lain yang menunjukkan kesulitan membaca yaitu corrective readers dan
remedial readers., Sedangkan menurut Learner, kesulitan belajar membaca
yang berat sering disebut aleksia (alexia). Istilah dileksia banyak
digunakan dalam dunia kedokteran dan dikaitkan dengan adanya
gangguan fungsi neurofisiologis. Bryan dan Bryan seperti dikutip oleh
Marcer mendefinisikan disleksia sebagai suatu sindroma kesulitan dalam
mempelajari komponen-komponen kata dalam kalimat, mengintregasikan
komponen-komponen kata dalam kata dan kalimat dan dalam belajar
segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah dan masa. Sedangkan
Orban Dyslexia of the USA disleksia adalah salah satu dari beberapa
ketidakmampuan belajar. Disleksia ditunjukkan dengan kesulitan dalam
aspek-aspek bahasa yang berbeda, termasuk problem membaca, problem
dalam memperoleh kecakapan dalam menulis dan mengeja. Definisi ini
memuat beberapa point, yaitu: (1) disleksia adalah salah dari satu
kesulitan belajar, (2) kesulitan dalam fonologi, (3) disleksia mencakup
problem mengeja dan menulis.
Snowling mendefinisikan disleksia adalah gangguan kemampuan dan
kesulitan yang memberikan efek terhadap proses belajar, diantaranya
adalah gangguan dalam proses membaca, mengucapkan, menulis dan
terkadang sulit untuk memberikan kode (pengkodean) angka ataupun
huruf. Disamping itu, mungkin dapat diidentifikasikan melalui proses
keepatan area dalam otak, yang menyangkut short-term memory (ingatan
jangka pendek), perilaku, pendengaran, atau persepsi visual, berbicara dan
ketrampilan motorik. Disleksia adalah ketidakmampuan belajar secara
neurologis yang menghambat proses dan penguasaan bahasa.

2. Penyebab
a. Neuroanatomi ( susunan otak)
Kasus yang paling sering muncul pada penderita disklesia
adalah masalah pada bagian otak kiri. Kedua bagian ini adalah bagian
otak yang berperan penting pada proses bahasa. Orang yang memiliki
bentuk otak kanan lebih besar, cenderung akan menunjukan lebih
banyak gejala dari disklesia.
b. Genetik (keturunan)
Riwayat keluarga (family trees ) buta huruf, akan cenderung
memiliki keturunan yang beresiko buta huruf pula. Buta huruf itu yang
saat ini kita kenal dengan disleksia.
c. Masalah visual dan pendengaran
Para penderita disleksia kesulitan membaca sebab terdapat
masalah pada fungsi visual, seperti pergerakan mata yang tidak focus,
masalah pada retina mata, serta masalah pada saraf-saraf yang
menghubungkan mata dan otak sehingga tulisan tidak dapat
diterjemahkan dengan benar pada bagian otak.
d. Faktor luar
Faktor lingkungan misalnya, seperti bagaimana proses
pengajaran bahasa, bagaimana cara orang tua berkomunikasi, dan lain-
lain, turut membuat seorang anak kesulitan dalam memperoleh bahasa
khususnya pada hal membaca.

Beberapa pendapat meyatakan ketidakmampuan membaca karena


faktor neurologis.
3. Karakteristik
a. Membaca kata-kata secara tidak akurat atau lambat dan memerlukan
usaha dalam membaca kata, misalnya membaca sebuah kata dengan
keras dan ragu-ragu, kadang menebak-nebak kata, mengalami
kesulitan untuk mengucapkan kata-kata.
b. Kesulitan memahami arti dari apa yang dibaca. Mereka dapat
membaca dengan lancar namun tidak memahami urutan, kesimpulan,
dan arti lebih dalam dari yang dibaca.
c. Kesulitan mengeja, menambahkan (menghilangkan, atau mengganti
huruf konsonan atau vocal).
d. Memiliki kekurangan dalam diskriminasi penglihatan.
e. Kurang mampu menginteraksikan penglitan dan pendengaran.
f. Kurang memiliki kemampuan dalam berfikir konseptual.

4. Kategori
a. Disleksia Ringan :
Disleksia jenis ini sering sekali dikait-kaitkan dengan faktor
keturunan. Menunjukkan gejala-gejala desleksia sejak usia dini. Gejala
ini berlanjut dan bersifat permanen hingga usia dewasa. Mayoritas
penderita disleksia primer adalah laki-laki.mesikpun demikian,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya disleksia dibawa
oleh kromosom X yang ada pada ibu, dan bersift resesif.
b. Disleksia Sedang
Seorang anak menderita cedera otak (brain damage) di usia
yang masih muda. Kerusakan otak inilah yang membuatnya
mengalami gangguan membaca, bahkan ketika anak itu beranjak
dewasa. Disleksia jenis ini sering kali disebabkan gangguan pada
proses kehamilan, gangguan pada proses kelahiran, maupun benturan
yang terjadi ketika anak tersebut masih bayi
c. Disleksia Parah
Biasanya dialami oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan
benturan keras atau penyakit lain, seperti stroke misalnya yang
mengakibatkan cadera pada otak sehingga fungsi kebahasaan
teragnggu. Para penderita disleksia traumatis sering kali kehilangan
kemampuan membaca.

5. Cara menghadapi atau membantu anak disleksia


a. Mengajarkan anak tentang kesadaran fonologis (kesadaran terhadap
karakteristik bunyi dari suatu kata.
b. Mendikte kata atau kalimat pada anak kemudian anak menuliskannya.
c. Dalam membaca wacanan menerangkannya dengan media bacaan
yang bergambar (buku cerita).
d. Belajar membedakan huruf “b” dan “d” dengan bantuan ibu jari tangan
kanan dan kiri.
e. Memberikan materi dalam bentuk/cara yang sesuai dengan modalitas
belajar anak (visual, auditory, atau kinestetik), bisa juga secara
multisensory yang meliputi pengelihatan, perabaan pendengaran, dan
kinestetik.
f. Mengajarkan anak membuat mind map.
g. Memberikan handout untuk dibaca di rumah sebagai pengetahuan
awal sebelum masuk materi.
h. Mengakomodasi tugas, misalnya dengan memberi waktu tambahan,
pengurangan jumlah soal, memperbesar tulisan, membantu
membacakan soal pada saat tes.
i. Memberikan giliran membaca paling akhir saat pelajaran membaca di
kelas, agar dapat mendengarkan teman-temannya terlebih dahulu.
B. Disgrafia
1. Definisi
Santrock mendefinisikan disgrafia sebagai kesulitan belajar yang
ditandai dengan adanya kesulitan dalam mengungkapkan pemikiran dalam
komposisi tulisan. Pada umumnya, istilah disgrafia digunakan untuk
mendekripsikan tulisan tangan yang sangat buruk. Anak-anak yang
memiliki disgrafia mungkin menulis dengan sangat pelan, hasilnya tulisan
mereka bisa menjadi sangat tak terbaca, dan mereka mungkin melakukan
banyak kesalahan ejaan karena ketidakmampuan mereka untuk
memadukan bunyi dan huruf.

2. Penyebab
Penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti, namun apabila terjadi
secara tiba-tiba pada anak maupun orang dewasa, dapat diduga bahwa
penyebabnya karena trauma kepala, baik disebabkan oleh kecelakaan,
penyakit, atau lainnya. Penyebab yang paling umun adalah neorologis,
yaitu adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang berhubungan
dengan kemampuan membaca dan menulis. Dan mungkin juga karena
gangguan neorologis, yaitu berupa kurangnya kecakapan koordinasi mata
dan tangan untuk meulis huruf balok, menulis indah, dan menulis
bersambung, dan bahkan membuat gambar.

3. Karakteristik
a. Terdapat ketidakkonsistenan betuk huruf dalam tulisannya.
b. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih
tercampur.
c. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
d. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide,
pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
e. Sulit memegang bolpoint atau pensil, caranya memegang alat tulis
seringkali terlalu dekat bahkan hamper menempel dengan kertas.
f. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau memperhatikan
tangan yang dipakai menulis.
g. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat
dan abnormalitasproporsional.
h. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh
tulisan yang sudah ada.

4. Kategori
Kategori disgrafia ada tiga jenis yaitu :
a. Penderita Disleksia Dysgraphia adalah dimana konsep pertama adalah
kertas kerja disalin terbaca tapi tidak dapat diterima. Seorang anak
dengan jenis dysgraphia akan mengalami kesulitan dengan ejaan juga.
Dysgraphia penderita Disleksia tidak berarti bahwa anak memiliki
disleksia, cacat membaca.
b. Motor Dysgraphia didefinisikan sebagai memiliki deficit dalam
keterampilan motoric halus, ketangkasan oto miskin dan miskin.
Seorang anak dengan dysgraphia motor akan tulisan tangan biasanya
tak terbaca, bahkan ketika pekerjaan tersebut disalin. Surat
pembentukan dalam isolasi baik-baik saja, namun butuh banyak waktu
dan usaha. Ejaan umumnya baik-baik saja untuk anak ini.
c. Dysgraphia spasial akan muncul dengan sendirinya dalam pekerjaan
tertulis tak terbaca, bahkan ketika pekerjaan tersebut disalin.
Sebaliknya, seorang anak dengan dysgraphia spasial biasanya
memiliki kemampuan ejaan normal.
5. Cara menghadapi atau membantu anak disgrafia
a. Ajak anak untuk melakukan aktivitas menulis dengan menggunakan
media lain, seperti papan tulis dan pasir. Penggunaan papan tulis dan
pasir bertujuan untuk mematangkan keterampilan motorik kasar,
motorik halus, serta koordinasi visual motorik (mata-tangan) yang
terkait dengan keterampilan menulis.
b. Menulis di meja dan kursi yang kokoh dan sejajar.
c. Menulis dengan posisi kertas yang benar, bila perlu kertas direkatkan
dengan selotip (untuk menulis cetak kertas sejajar meja, untuk menulis
sambung kertas 60 derajat ke kiri untuk anak tangan kanan dan 60
derajat ke kanan untuk anak tangan kidal).
d. Ajari anak memegang pensil dengan benar, yaitu posisi ibu jari dan
telunjuk berada diatas pensil, sedangkan jari tengan berada di bawah
pensil. Pensil punharus dipegang agak sedikit di atas bagian yang
diraut. Bagi anak yang belum dapat memegang pensil dengan benar,
bagian pensil yang harus dipegang dapat dibatasi dengan selotip, atau
bisa juga dengan menggunakan pensil grip. Sebelumnya, latihan
memegang pensil dapat dimulai dengan meggunakan alat tulis degan
diameter yang jauh lebih besar seperti spidol besar.
e. Berlatih menjiplak atau menghubungkan titik-titik. Pertama ajak anak
untuk menjiplak atau menghubungkan titik-titik yang berupa garis-
garis tegak lurus, mendatar, miring ke kiri, miring ke kanan, lengkung
ke kiri, lengkung ke kanan, legkung ke atas, lengkung ke bawah, baru
kemudia bentuk segi empat, segi tiga, lingkaran, angka, dan huruf.
f. Ajari anak menulis huruf-huruf yang mudah seperti m, n, t, I, u, r, s, l,
e, lalu meingkat ke huruf yang lebih sulit seperti x, z, y, j, p, b, h, k, f,
g, dan q, baru kemudia gabungan dari keduannya.
g. Pada saat belajar meulis, guru dapat memberikan bentuan verbal
dengan mengucapkan petunjuk seperti “naik”, “turun”, “belok”,
“stop”, dan sebagainya.
h. Menggunakan pensil 2B untuk anak yang tekanannya terlalu lemah
dan pensil HD untuk yang tekanannya sangat kuat.

C. Diskalkulia
1. Definisi
Menurut diagnostik and stastitikal manual of mental disorder, bahwa
gangguan matematika adalah salah satu gangguan belajar. Gangguan
matematika dikelompokkan menjadi empat keterampilan yaitu :
keterampilan linguistic, keterampilan perseptual, keterampilan
matematika, keterampilan atensional.

2. Penyebab
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, diantaranya:
a. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual
Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar mengalami
diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja
dan menulis dengan tangan.
b. Bermasalah dalam hal mengurut informasi
Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam megurutkan dan
mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga akan
kesulitan mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk
menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi
penyebabnya, maka anak cenderung mengalami hambatan hambatan
pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan
mengeja, serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat
kembali ha-hal detail.
c. Fobia Matematika
Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika
bisa kehiolanagn rasa percaya dirinya. Jika hal ini tidak diatasi segera,
ia akan mengalami kesulitan dengan semua hal yang mengandung
unsur hitungan.
d. Masalah yang disebabkan fungsi fisiologis tubuh
Diskalkulia berkolaborasi dengan luka pada area spesifik otak yaitu:
supramarginal dan angular gyri yang menjembatani lobus temporal dan
parietal pada kulit otak. Anak dengan gejala diskalkulia
berkecenderungan memiliki anggota keluarga dengan gejala yang
sama.

3. Karakteristik
a. Gangguan Hubungan Keruangan
Konsep hubungan keruangan seperti depan-belakang, atas-
bawah, tinggi-rendah, awal-akhir, dan jauh-dekat umumnya dikuasai
oleh anak sebelum masuk SD. Tetapi anak berkesulitan belajar sering
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan lingkungan sosial juga
tidak mendukung terciptanya situasi yang kondusif.
b. Abnormalitas Persepsi Visual
Anak berkesulitan belajar matematika sering megalami
kesulitan untuk melihat berbagai objek dalam hubungannya degan
kelompok. Kesulitan semacam itu merupakan salah satu gejala adanya
abnormalitas adanya persepsi visual. Anak yangmegalami kesulitan
bila mereka diminta untuk menjumlahkan dua kelompok benda yang
masing-masing terdiri dari lima dan empat anggota. Anak semacam itu
mungkin akan meghitung satu-persatu anggota tiap kelompok dahulu
sebelum mejumlahkannya.
c. Asosiasi Visual-Motor
Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak menghitung
benda-benda secara berurutan sambil meyebutkan bilangannya. Anak
semacam ini dapat memberikan kesan mereka hanya megahafal
bilangan tanpa memahami maknanya.
d. Perseverasi
Anak yang perhatiannya melekat pada satu objek dalam jangka
waktu yang relative lama. Gangguan perhatian semacam itu disebut
perseverasi. Anak tersebut mungkin mulanya dapat megerjakan tugas
dengan baik, tetapi lama kelamaan perhatiannya melekat pada suatu
objek tertentu.
e. Kesulitan mengenal dan memahami simbol
Anak kesulitan belajar matematika sering mangalami kesulitan
dalam megenal dan menggunakan simbol-simbol matematika.
Kesulitan semacam ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan
memori tetapi juga dapat disebkan oleh adanya gangguan persepsi
visual.
f. Gangguan penghayatan tubuh
Anak berkesulitan matematika sering memperlihatkan adanya
gangguan penghayatan tubuh (body image). Anak sering merasa sulit
untuk memahami hubungan bagian-bagian dari tubuh sendiri. Jika
menggambar bagian-bagian tubuh yang utuh tetapi pada posisi yang
salah.
g. Kesulitan dalam bahasa dan membaca
Matematika itu sendiri pada hakikatnya adalah simbolis
(Jhonson & Myklebust, 1967). Oleh karena itu, kesulitan dalam bahasa
dapat berpengaruh terhadap kemampuan membaca untuk
memecahkannya. Oleh karena itu , anak yang mengalami kesulitan
membaca akan mengalami kesulitan pula dalam memecahkan soal
matematika yang berbentuk cerita tertulis.
h. Performance IQ jauh lebih rencah daripada skor verbal IQ
Hasil tes WISC (Wechler Intelegence Scale for Children)
menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar matematika memiliki
skor PIQ (Performance Intellegence Quotioent). Tes intelegensi ini
memiliki dua sub tes, tes verbal dan tes kinerja (performance) . subtes
verbal mencakup: (1) informasi, (2) persamaan, (3) arirmatika, (4),
perbendaharaan kata, (5) pemahaman. Subtes kinerja mencakup (1)
melengkapi gambar, (2) menyusun gambar, (3) menyusun balok, (4)
menyusun obyek, (5) coding (Anastasia, 1992). Rendahnya skor PIQ
pada anak berkesulitan belajar matematika terkait dengan kesulitan
memahami konsep keruangan, gangguan persepsi visual, adanya
gangguan asosiasi visual-motor.

4. Upaya membantu anak dengan diskalkulia


a. Di kelas, guru menyesuaikan materi pelajaran sesuai dengan
kemampuan anak.
b. Di rumah orang tua mendukung anak mempelajari matematika melalui
aktivitas sehari-hari (menghitung buah, lakukan klasifikasi atau
penggolongan).
c. Meyediakan alat-alat yang membantu memudahkan pemahaman,
misalnya menggunkaan kertas berpetak untuk proses penjumlahan dan
pengurangan, menggambarkan symbol < dan > (lebih besar atau lebih
kecil), seperti mulut buaya dimana mulut uaya selalu menghadap ke
angka yang lebih besar.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Upaya untuk membantu anak dalam proses belajar perlu disesuaikan
dengan karatereristik anak mencakup kondisi fisik dan psikis. Pada sebagian
anak terdapat beberapa gangguan yang membuatnya kesulitan hingga
mempengaruhi prestasi akademik yang cenderung menurun antara lain
disleksia (kesulitan dalam proses membaca), disgrafia (kesulitan dalam proses
menulis) dan diskalkulia (kesulitan dalam proses berhitung). Dalam prosesnya
dapat dilakukan tindakan lebih dini bertujuan agar memberikan program
pembelajaran atau pendidikan yang tepat. Namun demikian beberapa hal yang
bersifat pendampingan seperti pendampingan psikologis berupa perlibatan
orang tua, motivasional dan senam otak serta pendampingan guru di kelas
juga sangat dibutuhkan. Hal tersebut menjadi beberapa alternatif yang dapat
dilakukan atau digunakan untuk membantu anak dalam meningkatkan
kemampuannya dan pada akhirnya diharapkan kemampuan serta prestasi anak
cenderung meningkat.
Daftar Pustaka
Widyorini, Endang. (2017). DISLEKSIA: Deteksi Diagnosis Penanganan di
Sekolah dan Di Rumah.Jakarta: PT. Fajar Interpratama Mandiri.
Konsultasi, Jasa. (). Anak dengan Probematika Belajar. Semarang: CV. Mitra
Keluarga Mandiri

Anda mungkin juga menyukai