Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

“TUNAGRAHITA”

Dosen Pengampu : Briggita Erlita T.A., M.Psi.

Disusun Oleh:

Shinta Hera Natalia 171134107/4D

Filza Putri Purwani 171134238/4D

Nyoman Lina Asih 171134134/4D

V. Palma Anjas Aviguna 171134020/4D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Di Indonesia khususnya pada masyarakat umum dalam hal pemahaman anak


berkebutuhan khusus masih sangat minim, kebanyakan dari mereka menganggap
bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang tidak memiliki
kemampuan apapun. Salah satu anak berkebutuhan khusus adalah anak
tunagrahita. Anak tunagrahita merupakan kondisi anak yang kecerdasannya
dibawah rata-rata hal ini ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan
ketidaklancaran dalam berinteraksi dengan masyarakat umum. Anak tunagrahita
juga dikenal dengan istilah memiliki keterbelakangan mental karena
keterbatasan kecerdasannya sulit dalam hal mengikuti program pendidikan di
sekolah biasa.
Namun walaupun begitu, anak tunagrahita juga memiliki hak yang sama
dengan anak-anak yang lainnya. Salah satu hak itu adalah mendapatkan
Pendidikan, karena selain memiliki hambatan intelektual mereka juga masih
memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan kapasitas yang
dimiliki oleh mereka dan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Oleh karena
itu, diperlukan Pendidikan khusus bagi anak tunagrahita.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari anak tunagrahita?
2. Apa penyebab dari tunagrahita?
3. Apa karakteristik tunagrahita?
4. Berapa macam-macam atau jenis anak tunagrahita?
5. Bagaimana pendampingan anak tunagrahita di bidang pendidikan?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari anak tunagrahita
2. Mengetahui hambatan/kekurangan yang ada pada anak tunagrahita
3. Mengetahui cara menangani anak tunagrahita
4. Mengetahui macam-macam jenis tunagrahita

2
5. Mengatahui cara mendampingi anak tunagrahita dengan baik dan
benar

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Tunagrahita

Tunagrahita adalah anak yang termasuk kategori lamban dalam belajarnya.


Mereka memiliki tingkat kecerdasan jauh di bawah rata-rata anak normal.
Mereka membutuhkan pelayanan pendidikan khususnya. Anak ini disebut
anak terbelakang mental. Istilah resminya di Indonesia seperti dikemukakan
Mohammad Amin (1995:11) yang dikutip dari Peraturan Pemerintah nomor
72 tahun 1991, yaitu anak tunagrahita.
Anak tunagrahita memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, sehingga
mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mereka tidak
mampu memikirkan hal-hal yang abstrak dan berbelit-belit. Demikian juga
dalam pelajaran seperti mengarang, berhitung, dan lain sebagainya. Adapun
yang dimaksud dengan kecerdasann di bawah rata-rata ialah apabila
perkembangan umur kecerdasan (Mentally Age) terbelakang atau di bawah
pertumbuhan usianya (Cronological Age).
Dalam masyarakat anak tunagrahita itu sebagai orang gila, antara anak
tunagrahita dengan anak sakit ingatan dan sakit mental jelas sangat berbeda.
Dalam bahasa inggris sakit mental disebut mental illness, yaitu kegagalan
dalam membina kepribadian dan tingkah laku. Sedangkan tunagrahita dalam
bahasa inggris disebut mentally retarded atau mental retardation, yaitu
ketidakmampuan dalam memecahkan persoalan karena inteligensinya kurang
berkembang. Definisi dari American Association on Mentally Deficiency
(AAMD) yang dikutip Grossman sebagai berikut: “Mental retardation refers
to significantly sub average general intellectuall functioning exiting
concurrently with deficits adaptive behavior and manifested during the
development period (Hallahan and Kauffman, 1982:40).
Berbagai ahli mengklasifikasikan anak tunagrahita itu berbeda-beda. Hal
ini disesuaikan dengan bidang ilmunya masing-masing ada yang berdasarkan
kemampuannya dan ada juga yang berdasarkan ciri-ciri klinisnya.
Penggolongan ini sangat diperlukan karena untuk memudahkan memberikan
pelayanan dan bantuan sebaik-baiknya. Penggolongan yang sudah lama

4
dikenal ialah debil untuk yang ringan, imbesil untuk anak yang sedang, dan
idiot untuk anak yang berat. Untuk ketiga kelompok anak tunagrahita tersebut
ada juga yang menyebutkan sebagai berikut: (1) mampu mendidik dengan IQ
berkisar antara 50-70; (2) mampu latih antara 30-50; dan (3) perlu rawat
dengan IQ kurang dari 30. Seiring dengan diberlakukannya Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 72 tahun 1991, Pengelompokkan anak
tunagrahita dapat dibedakan menjadi tiga tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Tunagrahita ringan (IQ 50-80)

Pada tunagrahita ini mereka yang termasuk dalam kelompok


kecerdasannya dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka mempunyai
kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik,
penyesuaian social dan kemampuan bekerja.
2. Tunagrahita sedang (IQ 30-50)

Pada tunagrahita ini anak mempunyai kemampuan intelektual umum dan


adaptasi perilaku dibawah tunagrahita ringan. Mereka dapat belajar
keterampilan sekolah untuk tujuan fungsional, mencapai suatu tingkat
“tanggung jawab sosial” dan mencapai penyesuaian sebagai bekerja dengan
bantuan.
3. Tunagrahita berat (IQ dibawah 30)

Anak yang tergolong dalam kelompok ini pada umumnya hampir tidak
memiliki kemampuan untuk dilatih mengurus diri sendiri melakukan
sosialisasi dan bekerja. Diantara mereka ada yang dapat mengurus diri
sendiri dan dapat berkomunikasi secara sederhana serta dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekitarnya namun sangat terbatas.

B. Penyebab tunagrahita
Seseorang menjadi tunagrahita disebabkan oleh berbagai faktor. Para ahli
membagi faktor penyebab tersebut atas berbagai kelompok. Strauss membagi
faktor penyebab tunagrahita menjadi dua gugus yaitu endogen dan eksogen.
Faktor endogen adalah apabila letak penyebabnya pada sel keturunan
sedangkan adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya infeksi, virus yang
menyerang otak, benturan kepala yang keras, radiasi dll. (Moh. Amin,

5
1995:62). Cara lain yang sering digunakan dalam penglompokan faktor
penyebab tunagrahita adalah berdasarkan waktu terjadinya, yaitu faktor yang
terjadi sebelum lahir (prenatal), saat kelahiran (natal) dan setelah lahir
(postnatal). Berikut ini beberapa penyebab tunagrahita yang sering ditemukan
baik berasal dari faktor keturunan maupun lingkungan.
a. Faktor keturunan
Penyebab kelainan yang berkaitan dengan faktor keturunan, meliputi
hal berikut:
1) Kelainan kromosom, hal ini dapat dilihat dari bentuk dan
nomornya. Dilihat dari bentuknya dapat berupa inverensi
(kelainan yang menyebabkan berubahnya urutan gene karena
melilitnya kromoson), delesi (kegagalan meiosis, yaitu salah satu
pasangan tidak membelah sehingga terjadi kekurangan kromosom
pada salah satu sel): duplikasi (kromosom tidak berhasil
memisahkan diri sehingga terjadi kelebihan kromosom pada salah
satu sel yang lain): translokasi (Adanya kromosom yang patah
dan patahannya menempel pada kromosom lain).
2) Kelainan Gene. Kelainan ini terjadi pada waktu mutasi, tidak
selamanya tampak dari luar (tetap dalam tingat genotif). Ada 2 hal
yang perlu diperhatikan untuk memahaminya, yaitu kekuatan
tersebut dan tempat gena (locus) yang mendapat kelainan.
b. Gangguan metabolism dan gizi
Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan individu terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan
metabolism dan kegagalan pemenuhan kebutuhan gizi dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu.
Kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolism dan gizi, antara
lain phenylketonuria (akibat gangguan metabolism asam amino) dengan
gejala yang tampak berupa: tunagrahita, kekurangan pigmen, kejang
saraf, kelainan tingkah laku; gargoylism (kerusakan metabolism
saccharide yang menjadi tempat penyimpanan asam
mucopolysaccharide dalam hati, limpa kecil, dan otak) dengan gejala

6
yang tampak berupa ketidaknormalan tinggi badan, kerangka tubuh
yang tidak proporsional, telapak tangan lebar dan pendek, persendian
kaku, lidah lebar dan menonjol, dan tunagrahita; cretinism (keadaan
haypohydroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau saat
dilahirkan) dengan gejala kelainan yang tampak adalah
ketidaknormalan fisik yang khas dan ketunagrahitaan.
c. Infeksi dan keracunan
Keadaan ini disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama
janin masih berada dalam kandungan. Penyakit yang dimaksud, antara
lain rubella yang mengakibatkan ketunagrahitaan serta adanya kelainan
pendengaran, penyakit jantung bawaan, berat badan yang sangat kurang
ketika lahir; syphilis bawaan; syndrome gravidity beracun, hampir pada
semua kasus berakibat ketunagrahitaan.
d. Trauma dan zat radioaktif
Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atau
terkena radiasi zat radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan
ketunagrahitaan. Trauma yang terjadi pada saat dilahirkan biasanya
disebabkan oleh kelahiran yang sulit sehingga memerlukan alat bantu
ketidaktepatan penyinaran atau radiasi sinar X selama bayi dalam
kandungan mengakibatkan cacat mental microsephaly.
e. Masalah pada kelahiran
Masalah yang terjadi pada saat kelahiran, kelahirannya disertai hypoxia
yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan otak, kejang, dan napas
pendek. Kerusakan juga dapat disebabkan oleh trauma mekanis terutama
pada kelahiran yang sulit.
f. Faktor lingkungan
Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab terjadinya
ketunagrahitaan. Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk
membuktikan hal ini, salah satunya adalah temuan Patton & Polloway
(1986:188) bahwa bermacam-macam pengalaman negative atau kegagalan
dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan
menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan. Studi yang dilakukan Kirk

7
(Triman Prasadio, 1982:25) menemukan bahwa anak yang berasal dari
keluarga yang tingkat sosial ekonominya rendah menunjukkan
kecenderungan mempertahankan mentalnya pada taraf yang sama, bahkan
prestasi belajarnya semakin berkurang dengan meningkatnya usia.
Latar belakang pendidikan orang tua sering dihubungkan dengan
masalah-masalah perkembangan. Kurangnya kesadaran orang tua akan
pentingnya pendidikan dini serta kurangnya pengetahuan dalam
memberikan rangsang positif dalam masa perkembangan anak menjadi
salah satu penyebab timbulnya gangguan. Mengenai hal ini Triman
Prasadio (1982:26) mengemukakan bahwa kurangnya rangsan intelektual
yang memadai mengakibatkan timbulnya hambatan dalam perkembangan
inteligensia sehingga anak dapat berkembang menjadi anak retardasi
mental.

C. Karakteristik Tunagrahita
1. Karakteristik tunagrahita ringan (Mumpuniarti, 2000)
a. Karakteristik kognitif
- Mempunyai IQ berkisar 50-70.
- Kapasitas belajarnya sangat terbatas.
- Kemampuan berfikir rendah, lambat perhatian dan daya
ingatnya rendah.
- Masih mampu untuk menulis, membaca dan menghitung.
- Umur kecerdasaanya apabila sudah dewasa sama dengan anak
normal yang berusia 12 tahun.
b. Karakteristik fisiknya
- Anak tunagrahita ringan Nampak seperti anak normal, hanya
sedikit mengalami keterlambatan dalam kemampuan
sensomotorik.
c. Karakteristik sosial/perilaku
- Anak tunagrahita ringan mampu bergaul, menyesuaikan dirinya
pada lingkungan, tidak monoton hanya dekat pada keluarga,
ada juga yang mampu mandiri dalam masyarakat, mampu

8
melakukan pekerjaan sedethana dan melakukannya secara
penuh sebagai layaknya orang dewasa.
d. Karakteristik pada emosi
- Anak tunagrahita ringan sikar berfikir abstrak dan logis, mudah
dpengaruhi, kepribadian kurang harmonis karena tidak mampu
menilai baik buruk.
- Tidak mampu mendeteksi kesalahan pada dirinya, sehingga
acuh tak acuh.
e. Karakteristik motorik
- Anak tunagrahita ringan mengalami keterlambatan dalam
kemampuan sensomotorik.
- Dalam berbicaranya banyak yang lancer, tetapi kata dalam
bahasnaya masih sangat minim.
2. Karakteristik tunagrahita sedang (Mumpuniarti, 2000)
a. Karakteristik kognitif
- Mempunyai IQ berkisar 30-50
- Sangat sulit belajar secara akademik seperti belajar menulis,
membaca dan berhitung.
- Kurang Tangguh dalam megahadapi tugas (pelupa)
- Perhtiannya mudah teraliihkan kehal yang lebih menarik.
b. Karakteristik fisiknya
- Penampilannya menunjukan sebagai anak terbelakang, lebih
menampakan kecacatannya.
c. Karakteristik sosial/perilaku
- Sikap emosinya kurang bak, terlihat tidak mempunyai rasa
terima kasih, rasa belak kasihan dan rasa keadilan.
- Masih mampu untuk berinteraksi dengan lingkungan dan
mengurus keperluan diri sendiri seperti, mandi, makan, minum
berpakaian.
- Sangat tergantung pada orang lain.
d. Karakteristik pada emosi
- Kehidupan emosinya sangat lemah.

9
- Memiliki imajinasi yang sangat tinggi.
e. Karakteristik motorik
- Kurang mampu untuk mengkoordinasikan pada gerak
tubuhnya.
- Tangan-tangannya kaku.
3. Karakteristik tunagrahita berat
Anak tunagrahita berat memiliki IQ di bawah30. Anak ini
sepanjang hidupnya memerlukan pertolongan dan abntuan orang lain,
sehingga berpakaian, ke WC dan sebagainya harus dibantu oleh orang
lain. Mereka tidak dapat membedakan hal yang bahaya dan hal yang
tidak bahaya, kata-kata dan ucapannya sangatlah sederhana,
kecerdasaannya sampai setinggi anak normal yang berusia tiga tahun.

D. Macam-macam Tunagrahita
Tunagrahita mengacu pada fungsi intelek umum yang nyata berada
dibawah rata-rata bersamaan dengan kekurangan dalam adaptasi pada
masyarakat umum. Adapun tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-
istilah sebagai berikut:
a. Lemah pikiran (feeble Minded)
b. Terbelakang mental (Mentaly Retarded)
c. Bodoh atau dungu (Idiot)
d. Pandir (Imbecile)
e. Tolol (moron)
f. Oligofrenia (Oligophrenia)
g. Mampu didik (Educable)

Anak yang memiliki IQ 50-70 atau 75. Anak yang berada pada jenis
ini tidak mampu mengikuti program pada sekolah regular, tapi masih dapat
mengembangkankemampuan melalui Pendidikan walaupun hasilnya tidak
dapat maksimal. Kemmapuan yang dapat dikembangkan pada anak
tunagrahita mampu didik antara lain: 1. Membaca, menulis, mengeja, dan
berhitung; 2. Menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri kepada

10
orang lain; 3. Keterampilan sederhana untuk kepentingan kerja dikemudian
hari.

h. Mampu latih (Trainable)

Anak yang memiliki IQ 30-50 atau 35-55. Memiliki kecerdasan yang


rendah sehingga dapat mengikuti program pembelajran seperti pada
tunagrahita mampu didik. Keterampilan anak tunagrahita mampu latih yang
dapat diberdayakan, adalah 1. Belajar mengurus diri sendiri, misalnya
makan, menggunakan pakaian sendiri, tidur, mandi sendir; 2. Belajar
menyesuaikan diri di lingkungan rumah maupun sekitarnya; 3. Mempelajari
kegunaan ekonomi dirumh, dibengkel kerja atau di Lembaga khusus.

i. Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau butuh rawat Adalah


anak yang memiliki IQ dibawah 25 atau 30.
j. Mental subnormal
k. Defisit mental
l. Defisit kognitif
m. Cacat mental
n. Defisiensi mental
o. Gangguan intelektual

E. Pendampingan Tunagrahita Dibidang Pendidikan


Pembelajaran bagi Tunagrahita pada hakikatnya sama dengan
pembelajaran bagi siswa normal pada ummumnya. Pembelajaran bagi
Tunagrahita adalah dengan tujuan agar terjadi perubahan perilaku positif
sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki. Sehingga dengan
pembelajaran diharapkan siswa tunagrahita dapat hidup mandiri dalam
masyarakat. Dalam pembelajaran interaksi merupakan kegiatan utama yang
terjadi, interaksi terjadi antara siswa yang belajar dengan lingkungan
belajarnya, lingkungan belajarnya dapat berupa guru, sesame siswa, tutor,
media pembelajaran, maupun sumber-sumber belajar lainnya.
Pendampingan dalam hal pemberian materi pembelajaran bagi tunagrahita
harus disesuaikan dengan kurikulum sekolah. Akan tetapi, perlu dilakukan

11
pengorganisasian dalam penyampaian materi. Materi yang diberikan harus
disesuaikan dengan karakteristik dari masing-masing individu. Pada siswa
tunagrahita materi yang diberikan idealnya setiap siswa berbeda, hal ini
dikarenakan tiap siswa tunagrahita mempunyai kebutuhan Pendidikan yang
berbeda secara individu (Mumpuniarti, 2007:77).
Materi pembelajran yang diberikan kepada siswa harus dipilih sesuai
dengan isi dari kurikulum. Meteri pembelajaran yang diberikan untuk siswa
tunagrahita harus disesuaikan dengan kemmampuan dan karakteristiknya
seperti halnya pemberian keterampilan yang digunakan dan bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari..

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai tingkat intelegensi
rendah di bawah rata-rata yaitu berkisar antara 30-70 dan terbagi menjadi
tiga tipe yaitu tipe tunagrahita ringan, tipe tunagrahita ringan, dan tipe
tunagrahita berat. Oleh sebab itu kemampuan berfikir mereka sangat
lambat dan kurang dapat menyesuaikan diri pada lingkungan.
Pendampingan dalam segi pendidikan untuk anak tunagrahita juga
sangatlah perlu diperhatikan agar saat pendampingan dapat mengacu pada
tujuan membentuk kepribadian anak tunagrahita agar dapat hidup dengan
mandiri secara perlahan.

B. Saran
Sebagaimana kita sebagai calon pendidik hendaknya mengetahui dan
dapat membedakan mengenai hal tentang anak yang memiliki kebutuhan
khusus sehingga dalam pemdampingan pemberian Pendidikan sesuai
dengan porsi seorang anak tersebut, hal ini juga mengacu pada
perkembangan sensomotorik anak yang harus diperhatikan pada saat guru
memberikan sebuah pengajaran atau materi di sekolah.

13
DAFTAR REFERENSI

Amin, M. (1955). Ortopedagonik Anak Tunagrahita. Bandung:Departemen.

Delphie, P. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (dalam Setting


Pendidikan Inklusi). Bandung: PT. Reflika A

14

Anda mungkin juga menyukai