Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pratinjau Sekitar 51% siswa di kelas pendidikan luar biasa telah
didiagnosis dengan ketidakmampuan belajar. Konselor sekolah
profesional dapat membantu siswa-siswa ini menjadi sukses secara
akademis dan mengatasi masalah-masalah pribadi dan sosial yang
disebabkan oleh kecacatan mereka. Aspek yang menarik dari Learning
Disability atau ketidakmampuan belajar adalah bahwa tidak ada satu
penyebab spesifik, ada beberapa jenis, dan bahkan siswa dengan jenis
ketidakmampuan belajar yang sama mungkin memiliki serangkaian
kekurangan yang berbeda. Ketidakmampuan belajar membingungkan
karena para siswa ini mungkin memiliki kecerdasan normal atau berbakat,
namun mereka tidak selalu berhasil di sekolah.
Ketidakmampuan belajar tidak hanya dihadapi oleh siswa – siswa di
kelas pendidikan luar biasa saja. Namun di kelas reguler pun tidak
menutup kemungkinan juga ada siswa yang memiliki ketidakmampuan
belajar. Siswa yang mengalami ketidakmampuan belajar mencakup
kesulitan kognitif akan mengalami masalah dalam membaca, berhitung,
atau berpikir; beberapa memiliki masalah dengan keterampilan motorik
kasar atau persepsi; yang lain mungkin memiliki kekurangan sosial.
Sebagai seorang guru maupun calon guru khususnya guru sekolah dasar
kita harus memahami tentang Learning Disability atau Ketidakmampuan
Belajar.
Berdasarkan cuplikan di atas penulis bermaksud membahas Learning
Disability dalam makalah ini.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Learning Disability?
2. Bagaimana karakteristik Learning Disability?
3. Strategi konseling apa yang dapat digunakan dalam mengatasi
Learning Disability?
4. Apa yang dimaksud Program Pendidikan Individual?

C. TUJUAN
1. Untuk memahami maksud Learning Disability.
2. Untuk mengetahui karakteristik Learning Disability.
3. Untuk mengetahui strategi konseling yang dapat digunakan dalam
mengatasi Learning Disability.
4. Untuk memahami maksud Program Pendidikan Individual.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KESULITAN BELAJAR (LEARNING


DISABILITIES)

Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris


“learning disability” yang memiliki arti ketidakmampuan belajar. Kata
disability diterjemahkan ”kesulitan” untuk memberikan kesan optimis
bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Kesulitan belajar
merupakan beragam gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca,
menulis, dan berhitung karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu
disfungsi minimal otak atau DMO (Prasetya, 2011).

The Nasional Joint Committee Learning Disabilities (NJCLD),


mendefinisikan kesulitan belajar sebagai sekelompok kesulitan yang
dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan nyata; dalam kemahiran dan
penggunaan kemampuan, untuk mendengarkan, bercakap-cakap,
membaca, menulis, berhitung, berbahasa, sampai kepada kemampuan
persepsi motorik.
Dari berbagai pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kesulitan belajar (Learning Disabilities) adalah suatu kondisi dalam proses
belajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam
mencapai tujuan belajar. Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas
akademik, baik disebabkan oleh problem-problem neurologis, maupun
sebab-sebab psikologis lain, sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai
dengan potensi dan usaha yang dilakukan.

3
B. KARAKTERISTIK LEARNING DISABILITY
Kondisi kesulitan belajar memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu
(Abdurrahman, 2003):
a. Gangguan internal
Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang
berasal dari dalam anak itu sendiri.
b. Kesenjangan antara potensi dan prestasi
Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi
normal, bahkan beberapa di antaranya di atas rata-rata.Namun
demikian, pada kenyataannya mereka memiliki prestasi akademik
yang rendah.Dengan demikian, mereka memiliki kesenjangan yang
nyata antara potensi dan prestasi yang ditampilkannya.
c. Tidak adanya gangguan fisik dan/atau mental
Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki
gangguan fisik dan/atau mental.

Secara garis besar, kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua


kelompok yaitu: (1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan
perkembangan (developmental learning disabilities) dan (2) kesulitan belajar
akademik (academic learning disabilities).

1. Kesulitan Belajar Perkembangan


Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup
gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi,
dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial.

4
a. Kesulitan Berbahasa (Disphasia)
Kesulitan dalam berbicara atau berbahasa ini, sering menjadi
indikasi awal bagi kesulitan belajar yang dialami anak.Tanda
kesulitan ini, lebih banyak dipengaruhi oleh ketidakseimbangan
kognitif. Membedakan bunyi wicara, pembentukan konsep,
memahami dan transformasi semantik, mengklarifikasi kata,
kemampuan menilai, produksi bahasa, sampai pada proses
pragmatik dan memori.Berdasarkan definisi gangguan ini, maka
kita dapat meringkas ciri-ciri spesifiknya, sebagai berikut:
 Keterlambatan dalam hal pengucapan bunyi bahasa
Anak atau siswa yang mengalami gangguan ini biasanya
mengalami masalah dalam hal pengucapan sesuatu dengan
tepat. Sebagai contoh, pada umur 6 tahun Atik masih
mengucapkan kata “lakus” yang seharusnya berbunyi
“rakus” dan “lesah” untuk “resah”. Keterlambatan
perkembangan pengucapan, sebenarnya sesuatu yang
umum terjadi. 10% anak di bawah usia 8 tahun mengalami
kesulitan ini. Untungnya, kesulitan pengucapan dapat
diatasi sepenuhnya dengan mengikuti terapi bicara (wicara).
 Keterlambatan dalam hal mengekspresikan pikiran atau
gagasannya melalui bahasa yang baik dan benar
Sebagian anak yang menderita kesulitan berbahasa
(disphasia), biasanya juga mengalami kesulitan dalam
mengekspresikan dirinya saat bicara.Kesulitan semacam ini
disebut juga keterlambatan kemampuan untuk berbahasa
dengan baik dan benar. Tetapi tentu saja gangguan
perkembangan berbahasa ini dapat timbul dalam wujud
yang lain. Sebagai contoh, seorang anak berumur 4 tahun
yang hanya dapat mengucapkan dua frase saja, dan seorang
anak lain yang telah berusia 6 tahun tetapi tidak dapat
menjawab pertanyaan yang sederhana sekalipun, dapat pula

5
digolongkan sebagai anak yang mengalami kesulitan dalam
hal berbahasa.
 Keterlambatan dalam hal pemahaman bahasa
Sebagian anak atau siswa, menemui kendala dalam
mencerna apa yang diucapkan orang lain (baik gurunya
sendiri, teman atau orang tuanya). Kendala ini terjadi ketika
otak mereka berada pada frekuensi yang berbeda, dan
sistem penerimaannya sedang tidak berfungsi atau
lemah.Sebagai contoh, seorang anak yang tidak mampu
merespon ketika namanya dipanggil, atau seorang siswa
ketika di kelas yang memberikan penggaris ketika Anda
meminta pensil padanya.Hakekatnya, pendengaran mereka
normal tetapi tidak dapat memberikan respon yang baik
danbenar terhadap suara, kata-kata, atau kalimat yang
didengar. Mereka tampaknya tidak memperhatikan apa
yang orang lain katakan pada mereka. Hal ini terjadi,
karena mengucapkan atau mengekspresikan sesuatu dan
memahami apa yang dikatakan orang lain memiliki
keterkaitan yang sangat erat. Karenanya, orang yang
mengalami masalah dalam memahami bahasa juga
mengalami masalah dalam mengekspresikannya.

Terlepas dari apapun, bahasa adalah produk mekanisme saraf


dalam otak, terutama kulit otak manusia.Bahasa memungkinkan
manusia keluar dari tahap insting ke tahap refleksi dan makna.Ia
tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, bahasa juga
menjadi alat berpikir.

Selanjutnya, pada 1860 Paul Broca menemukan bahwa adanya


kerusakan pada daerah tertentu diotak (dikemudian hari lokasi ini
disebut area broca) menimbulkan kesulitan berbicara, yang
disebutnya afasia ekspresif atau afasia motorik.Betul si pembicara

6
dapat berbicara, tetapi kata-katanya hampir tanpa makna. Kurang
dari lima belas tahun kemudian, pada 1874, Carl Wernicke seorang
peneliti bangsa Jerman, menemukan adanya kerusakan pada daerah
tertentu di otak (di kemudian hari lokasi itu di kenal sebagai daerah
wernicke) yang dapat membuat seseorang kesulitan untuk
berbahasa. Jika daerah ini rusak, ucapan orang lain masih dapat di
dengar, demikian juga huruf-huruf masih dapat dibaca, tetapi
semua informasi itu tidak dapat dimengerti. Manusia ini juga dapat
berkata-kata, bahkan dengan artikulasi yang baik. Namun, kata-
kata yang diucapkan tidak bermakna sama sekali, kata-kata yang
dipakainya pun sering salah. Kerusakan pada daerah ini disebut
afasia reseptif atau afasia sensoris.
b. Gangguan Motorik (dispraksia)
Gangguan motorik adalah gangguan pada integrasi auditori-
motor (clumsy) yang ditandai dengan gangguan motorik kasar;
aktivitas berjalan, balok keseimbangan, motorik kasar, loncat, lari
cepat, stand up dan lain sebagainya. Gangguan motorik halus;
melempar, menangkap, melipat, menempel.Serta gangguan
penghayatan dan kesadaran tubuh, laiknya ekspresi wajah,
permainan pantomim, menunjuk bagian tubuh dan lain-lain.
Cara kerja motorik manusia, menurut Richard Haier, guru
besar saraf dari Universitas California di Irvine, lebih banyak
difungsikan oleh daerah lymbic temporal (pada pria) dan cyngulata
gyrus (pada wanita).Sehingga, anak atau individu bisa mengalami
gangguan dispraksia, bila terjadi ketidakseimbangan diantara
keduanya.Disamping pola kreativitas, penyembuhan, pemecahan
masalah, sampai kepada menikmati hubungan yang sempurna,
yang sepenuhnya ada pada kerja otak kanan.
c. Gangguan Persepsi (dispersepsi)
Persepsi adalah pekerjaan otak. Bila sensasi (masuknya impuls
atau informasi melalui panca indra), terjadi pada ujung-ujung saraf,

7
maka persepsi terjadi pada pusatnya, di otak. Mungkin ini
pekerjaan paling berat dari otak, karena persepsi membentuk
pikiran dan cara berpikir. Komponen paling penting dari berpikir
adalah mempersepsi. Otak tidak saja mempersepsi informasi yang
masuk via panca indra (artinya, objek itu betul-betul ada), tetapi
juga untuk objek yang tidak ada, di sini dan pada saat ini. Otak,
melalui sel kerja saraf, sirkuit saraf dan neurontransmiter
“menangkapnya” untuk dipahami (dipersepsi).
Ketika individu mendengar suara maka yang terlibat adalah
mulai dari saraf pendengaran (saraf VIII, saraf auditoris), area
pendengaran di kulit otak dua sisi kepala, daerah-daerah
pemahaman bahasa, daerah asosiasi, daerah motoris dan persarafan
di permukaan tubuh. Inilah cara kerja otak manusia sampai kepada
persepsi yang dibakukan.
Dapat diasumsikan, jika mekanisme otak diatasada salah satu yang
terlewati dari kerja otak individu, maka hampir dipastikan dia
sedang mengalami gangguan dalam mempersepsi, baik persepsi
visual dan auditori.
d. Attention Deficit Hiperaktivity Disorder (ADHD)
Attention Deficit Hiperaktivity Disorder (ADHD),
didefinisikan sebagai anak yang mengalami defisiensi dalam
perhatian, tidak dapat menerima implus-implus dengan baik, suka
melakukan gerakan-gerakan yang tidak terkontrol, dan menjadi
lebih hiperaktif. Adapun kriteria anak hiperaktif pada masa sekolah
adalah sebagai berikut:
 Mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian (defisit
dalam pemusatan perhatian), sehingga anak tidak dapat
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya
secara baik,

8
 Jika di ajak bicara siswa hiperaktif, tidak dapat
memperhatikan lawan bicaranya (bersikap apatis terhadap
lawan bicaranya),
 Mudah terpengaruh oleh stimulus yang datang dari luar
dirinya,
 Tidak dapat duduk tenang walaupun dalam batas waktu
lima menit dan suka bergerak serta selalu tampak gelisah,
 Sering mengucapkan kata-kata spontan (tidak sadar dan
cenderung negatif),
 Sering melontarkan pertanyaan yang tidak bermakna
kepada guru selama pelajaran berlangsung,
 Tidak mengikuti petunjuk atau gagal dalam menyelesaikan
pekerjaan sekolah (sering tidak mengerjkan PR, ulangan
harian tugas atau takut mengahadapi ujian),
 Sering menghindar, tidak suka atau enggan terlibat dalam
pekerjaan sehari-hari yang dinilai membebani.
e. Gangguan Memori (dismemory)
Penderita kesulitan belajar juga mengalami kesulitan dalam
mengingat.Mereka memiliki kesulitan dalam mengolah informasi
sehingga dapat disimpam dalam memori jangka panjang. Sebagai
contoh, siswa penderita keterlambatan balajar akan “belajar”
dengan menatap buku catatan atau membaca daftar kata-kata sukar
terus-menerus, di mana hal ini merupakan strategi belajar yang
kurang efektif. Akibatnya, kesulitan dalam mengingat juga akan
berpengaruh pada memori jangka panjang seseorang ketika ia
harus menemukan serta mengingat hal dalam waktu singkat.
f. Gangguan Metakognis (dismetakognition)
Penderita kesulitan belajar, juga memiliki peluang untuk
menderita kelemahan dalam bidang metakognisi, yakni kesadaran
tentang bagaimana individu berpikir serta memantau apa yang
dipikirkannya. Hasil riset menyatakan bahwa penderita kesulitan

9
belajar yang tidak mengetahui strategi kognitif efektif agar
sanggup menerima, mengolah, menyimpan, serta memperlihatkan
bahwa ia mengalami suatu informasi. Kelemahan dalam bidang ini
pada akhirnya, akan memengaruhi kemampuan mereka untuk
menerapkan suatu strategi dalam tempat serta waktu yang tepat.
Demikian halnya dengan keahlian mereka dalam memilih serta
memantau penerapan strategi itu.
2. Kesulitan Belajar Akademik
Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-
kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas
yang diharapkan.
a. Kesulitan Membaca (Disleksia)
Bryan & Bryan (dalam Abdurrahman, 1999: 204), menyebut
disleksia sebagai suatu sindroma kesulitan dalam mempelajari
komponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan
komponen-komponen kata dan kalimat dan dalam belajar segala
sesuatau yang berkenaan dengan waktu, arah dan masa.Sedangkan,
menurut Lerner seperti di kutip oleh Mercer (1979: 200),
mendefinisikan kesulitan belajar membaca sangat bervariasi, tetapi
semuanya menunjuk pada adanya gangguan fungsi otak.
Myklebust & Johnson, menyebutkan ciri anak disleksia:
 Mengalamikekurangan dalam memori visual dan auditoris,
baik memori jangka pendek (short time memory) dan
jangka panjang (long time memory);
 Memiliki masalah dalam mengingat data, seperti mengingat
hari-hari dalam seminggu;
 Memiliki masalah dalam mengenal arah kiri dan kanan;
 Memiliki kekurangan dalam memahami waktu;
 Jika diminta menggambar sering tidak lengkap;
 Miskin dalam mengeja;
 Sulit dalam menginterpretasikan globe, peta atau grafik;

10
 Kekurangan dalam koordinasi dan keseimbangan;
 Kesulitan dalam belajar berhitung; dan
 Kesulitan dalam belajar bahasa asing.
Pada kenyataannya, kesulitan membaca dialami oleh 2-8%
anak sekolah dasar. Sebuah kondisi, dimana ketika anak atau siswa
tidak lancar atau ragu-ragu dalam membaca; membaca tanpa irama
(monoton), sulit mengeja, kekeliruan mengenal kata; penghilangan,
penyisipan, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, dan
membaca tersentak-sentak, kesulitan memahami; tema paragraf
atau cerita, banyak keliru menjawab pertanyaan-yang terkait
dengan bacaan; serta pola membaca yang tidak wajar pada anak.
b. Kesulitan Menulis (Disgrafia)
Menulis juga memerlukan koordinasi berbagai bagian dan
fungsi otak.Bagian-bagian otak yang mengatur perbendaharaan
kata, tata bahasa, gerakan tangan, dan ingatan harus berada dalam
kondisi serta koordinasi yang baik.Permasalahan dalam hal ini,
dapat mengakibatkan gangguan dalam kemampuan menulis
siswa.Jenis kesulitan ini ditandai dengan anak kerepotan menulis
dengan tangan, tulisan sangat jelek, terbalik-balik, dan sering
menghilangkan atau malah menambah huruf.
Aktivitas menulis, sebenarnya lebih banyak digerakkan oleh kerja
otak kiri (left himespher), begitu juga pengenalan huruf, kata, linier
dan angka, yang menghasilkan produk berpikir rasional. Bila
pemungsian otak kiri dilakukan dengan baik (dengan banyak
berlatih, atau senam otak), dan tidak ada tanda-tanda patologis,
hampir dapat dipastikan bahwa kesulitan menulis tidak akan terjadi
pada anak.

c. Kesulitan Berhitung (Diskalkulia)


Dalam hal ini, anak sulit dalam memahami simbol matematika
dan dialog operasional hitung.Misalnya, tanda tambah (+), dilihat

11
sebagai tanda kali (×). Atau ketika ditanya berapa hasil lima
dengan lima, meskipun mereka menjawab dengan benar,yakni 25
tetapi dalam menuliskannya salah. Bukan angka 25 yang ditulis,
tetapi 52; begitu seterusnya.
Berhitung melibatkan pengenalan angka-angka, pemahaman
berbagai simbol matematis, mengingat berbagai fakta seperti tabel
perkalian, dan pemahaman konsep-konsep abstrak seperti nilai
tempat dan pecahan.Hal seperti ini mungkin terasa sulit bagi anak-
anak penderita diskalkulia.Masalah dengan angka-angka atau
konsep dasar sepertinya datang sejak awal.Sedangkan, masalah
yang berhubungan dengan matematika yang baru terjadi pada
kelas-kelas terakhir lebih sering berkaitan dengan logika.

C. STRATEGI KONSELING

Layanan Bimbingan Konseling Bagi Anak Berkesulitan Belajar


Layanan bimbingan merupakan bagian dan penunjang yang tak
terpisahkan dari keseluruhan kegiatan pendidikan termasuk pada kegiatan
pendidikan untuk anak berkesulitan belajar dan mencakup seluruh tujuan
dan fungsi bimbingan. Syaodah & Agustin (2008) Dilihat dari tujuan dan
materinya, lingkup layanan bimbingan untuk anak berkesulitan belajar
mengutamakan penekanan pada jenis kegiatan berikut ini

 Bimbingan pribadi-sosial

Bimbingan pribadi sosial ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan


dan tugas perkembangan pribadi sosial anak dalam mewujudkan
pribadi yang mampu menyesuaikan diri dan bersosialisasi dengan
lingkungan secara baik.

Bimbingan pribadi sosial merupakan bimbingan untuk membantu


anak dalam memecahkan masalah-masalah pribadi-sosial. Biasanya

12
yang tergolong dalam masalah pribadi sosial adalah masalah hubungan
dengan sesama teman, dengan guru pendamping di tempat belajar,
masalah penerimaan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar
dan masyarakat tempat tinggal anak.

Bimbingan pribadi-sosial diarahkan untuk memantapkan


kepribadian dan mengembangkan kemampuan anak dalam menangani
masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang
mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan
memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam
permasalahan yang dihadapi anak.

Bimbingan pribadi-sosial diberikan dengan cara menciptakan


lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab,
mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif,
serta keterampilan-keterampilan sosial pribadi yang tepat.
Bimbingan pribadi-sosial yang memuat layanan bimbingan yang
bersentuhan dengan:

o Pemahaman diri.
o Mengembangkan sikap positif.
o Membuat pilihan kegiatan secara sehat.
o Menghargai orang lain.
o Mengembangkan rasa tanggung jawab.
o Mengembangkan keterampilan hubungan antar pribadi.
o Keterampilan menyelesaikan masalah.
o Membuat keputusan secara baik

 Bimbingan belajar

Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas


perkembangan pendidikan. Bimbingan belajar merupakan bimbingan

13
yang diarahkan untuk membantu para anak dalam menghadapi dan
memecahkan masalah-masalah belajar.

Bimbingan belajar dilakukan dengan cara mengembangkan


suasana belajar-mengajar yang kondusif agar terhindar dari kesulitan
belajar. Para guru/pendamping membantu anak mengatasi kesulitan
belajar, mengembangkan cara belajar yang efektif, membantu anak
agar sukses dalam belajar dan agar mampu menyesuaikan diri tehadap
semua tuntutan belajar, para pembimbing berupaya memfasilitasi
indvidu dalam mencapai tujuan akademik yang diharapkan dengan
berbagai cara, misalnya membantu mengembangkan kreatifitas pada
anak melalui kegiatan bermain.

Bimbingan belajar, memuat layanan yang berkenaan dengan

o Belajar yang benar.


o Menetapkan tujuan dan rencana pendidikan.
o Mencapai prestasi belajar secara optimal sesuai dengan bakat
dan kemampuannya
o Keterampilan untuk menghadapi ujian.

Program Layanan Bimbingan Konseling Anak Berkesulitan Belajar

Rancangan layanan bimbingan dan konseling dibuat dengan


memperhatikan permsalahan dan kebutuhan anak berkesulitan belajar.
Contoh program layanan bimbingan belajar
Pendekatan teori perilaku memandang bahwa membaca merupakan
bentuk kemampuan yang kemampuan dan hambatannya tampak pada saat
proses membacanya sendiri. Ketidaklancaran membaca merupakan salah satu
bentuk hambatan yang sering tampak.
Model layanan pembelajaran yang ditawarkan oleh pendekatan pembelajaran
ini berupa kegiatan remediasi, seperti:

14
 Pembiasaan membaca huruf, suku kata, kata dan kalimat yang secara
bertahap taraf kesulitannya kian ditingkatkan .
 Pengenalan huruf, suku kata, kata dan kalimat, terutama pada bagian di
mana anak kerap menunjukkan kesulitan.
 Rekomendasi : Metode Bunyi untuk aktivitas membaca permulaan dan
Metode Linguistik untuk aktivitas membaca pemahaman

Untuk lebih jelasnya akan divisualisasikan sebagai berikut:
a) Metode bunyi atau fonik
Metode membaca permulaan dengan pendekatan perilaku
· Prinsip
1. Menamai huruf sesuai dnegan bunyinya
Misalnya Huruf “K” dibunyikan ek/ke
Huruf “G” dibunyikan eg/ge
· Langkah-langkah
1. Anak diperintahkan menggunakan bunyi huruf saat mengeja
2. Anak memanjangkan bunyi huruf tersebut saat akan menyambungkan
dengan bunyi huruf lain
3. Pengajaran dimulai dengan susunan huruf KV-KV lalu dilanjutkan
dengan pola huruf lain yang lebih rumit
4. Anak dikenalkan dengan bunyi konsonan rangkap sebagai suatu
kesatuan bunyi misalnya konsonan –ng/ny/
5. Selain itu anak juga dikenalkan dengan bunyi diftong (vokal rangkap)
sebagai suatu kesatuan bunyi misalnya diftong—ai/au/ao/
(Kirk & Minskoff, dalam Lenner, 2000)

Sumber: Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas 2007


Macam-macam layanan bimbingan dan konseling :
Prayitno & Amti (2008) macam-macam layanan bimbingan dan konseling
sebagai berikut:

15
 Layanan Orientasi
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta
didik (klien) memahami lingkungan (seperti sekolah) yang baru dimasuki
peserta didik, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya
peserta didik di lingkungan yang baru itu.
 Layanan Informasi
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta
didik (klien) menerima dan memahami berbagai informasi (seperti
informasi pendidikan dan jabatan) yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik
(klien).
 Layanan Penempatan dan penyaluran
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta
didik (klien) memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat
(misalnya penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar,
jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ektrakulikuler)
sesuai dengan potensi, bakat, minat erta kondisi pribadinya.
 Layanan pembelajaran
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta
didik (klien) mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik
dalam menguasai meteri pelajaran yang cocok dengan kecepatan dan
kemampuan dirinya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar
lainnya.
 Layanan Konseling Individual
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta
didik (klien) mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara
perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan
pengentasan permasalahan pribadi yang dideritanya.
 Layanan Bimbingan Kelompok
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta
didik (klien) secara bersama-sama melalui dinamika kelompok

16
memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu (teruama dari guru
pembimbing) dan/atau membahas secara bersama-ama pokok bahasan
(topik) tertentu yang berguna untuk menunjanguntuk pemahaman dan
kehidupannya mereka sehari-hari dan/atau untuk pengembangan
kemampuan sosial, baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, serta
untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan
tertentu.
 Layanan Konseling Kelompok
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta
didik (klien) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan
permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok, masalah yang
dibahas itu adalah maalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-
masing anggota kelompok.

D. KONSULTAN GURU DENGAN ORANG TUA


Program Fasilitasi Sebaya Konsultasi Guru dan Persen Beberapa orang
berpendapat bahwa guru dan orang tua cenderung memiliki perasaan
negatif yang lebih besar terhadap siswa dengan LD daripada pada anak-
anak lain (Rothman & Cosden, 1995). di ruang kelas mereka (Snih &
Luckasson, 1995) Mereka melaporkan membutuhkan bantuan dengan
strategi pengajaran dan manajemen kelas Konselor sekolah profesional
dapat berkonsultasi dengan guru secara individu atau dalam kelompok
untuk membantu dalam membangun keterampilan dan mengembangkan
intervensi akadernik yang efektif. Konselor sekolah profesional dapat
membantu guru mempelajari lebih lanjut tentang pengaruh LD terhadap
pembelajaran siswa dan perilaku di kelas dengan mengadakan lokakarya
dan dalam pelatihan layanan selama pertemuan fakultas. Beberapa strategi
ruang kelas yang telah bekerja dengan siswa dengan LD meliputi:
a. Menugaskan pekerjaan dalam jumlah yang lebih kecil (cg, 8 masalah
matematika instecad 20)

17
b. Memberikan demonstrasi tugas yang diharapkan dan memberikan
penjelasan langkah-langkah yang jelas, mengatur bahan-bahan dalam
folder kode warna
c. Bergerak di sekitar ruangan lebih sering untuk memeriksa kemajuan
siswa
d. Meminta siswa menuliskan instruksi dan menggunakan pena tip untuk
menyorot informasi
e. Mengulangi poin-poin penting
f. Arah pita rekaman
g. Menggunakan daftar periksa tertulis
h. Menggunakan isyarat individual
i. Mempresentasikan materi dalam berbagai cara (visual, oral,
kinestetik)
j. Memberi penghargaan kepada siswa karena menunjukkan perilaku
yang sesuai (Hunt Riegel et al., 1988).

Demikian pula, kelompok dapat dilakukan untuk orang tua, untuk


membantu mereka menyusun strategi atau cara agar mereka dapat
membuat siswa mereka menjadi sukses. Satu studi menunjukkan bahwa
siswa dari orang tua yang berpartisipasi dalam lokakarya efektivitas orang
tua sembilan minggu meningkatkan konsep diri mereka dalam
perbandingan untuk siswa yang orang tuanya tidak berpartisipasi (Elbaruin
& Vaughn, 1999). Selain lokakarya efektivitas orang tua, konselor
sekolah profesional juga dapat membantu orang tua dengan mengajarkan
mereka antara lain:

a. Teknik manajemen benatn;


b. Bagaimana membantu anak-anak mereka dengan tugas sekolah
c. Struktur rumah dan lingkungan belajar, dan
d. Bagaimana berkomunikasi lebih efektif untuk anak-anak dan guru
mereka (Lombana, 1992).

18
Banyak orang tua akan membutuhkan bantuan dalam memahami
reaksi perilaku anak-anak mereka terhadap kecacatan mereka dan
tantangan-tantangan yang dihadapi selama 596. Professional Schoot
Coutseling A Handk Support groups dapat dikembangkan untuk
membantu orang tua berbagi strategi yang berhasil dan untuk
meningkatkan kesadaran bahwa orang lain berbagi frustrasi dan tantangan
yang sama (Lombana, 1992; Thompson & Rudolph, 2000).

E. PROGRAM PENDIDIKAN INDIVIDUAL


Program Pendidikan Individual (IEP) dikembangkan berdasarkan
kebutuhan unik dari orang tua (Ariel, 1992). IEP menetapkan layanan
pendidikan dan terkait (mis., Konseling) topi akan diberikan dan bertindak
sebagai perangkat pemantauan untuk memastikan siswa menerima
kenyataan yang disetujui oleh orang tua dan personel sekolah. IEP harus
mencakup:
a. Penilaian, medis, sosial-pribadi, fungsi perilaku, kinerja pendidikan
saat ini, prestasi akademik, fungsi kognitif dan fungsi motorik)
b. Tujuan dan sasaran jangka pendek dan jangka panjang
c. Layanan pendidikan yang akan disediakan, nama individu yang akan
memberikan layanan tersebut, dan jadwal waktu tertentu, dan
d. Prosedur evaluasi tahunan. Kebutuhan Pribadi, Sosial, dan Pendidikan
Siswa dengan LD mengalami frustrasi dalam menyelesaikan tugas dan
tugas sehari-hari.

Mereka mungkin menunjukkan rasa takut akan kegagalan, takut


belajar, dan mendekati tugas dengan diam. Orang mungkin sering
mendengar mereka berkata, "Saya tidak bisa melakukan ini," "Saya tidak
tahu caranya," atau "Saya tidak akan pernah belajar ini." Selain itu, siswa-
siswa ini dapat menunjukkan toleransi frustrasi yang rendah dan
cenderung menunjukkan kemarahan dan perilaku yang mengganggu ketika

19
dihadapkan dengan situasi belajar (Ariel, 1992). Perasaan gagal, tidak
berharga, dan rendah diri dapat semakin memperparah masalah belajar;
Oleh karena itu, siswa dengan LD sering membutuhkan konseling
individual untuk membantu mereka mengatasi perasaan mereka dan
menyesuaikan diri dengan ketidakmampuan mereka (Thompson &
Rudolph, 2000; Vernon, 1993).

F. ADVOKASI DAN KOLABORASI


Advokasi dan Kolaborasi, Advokasi dimulai dengan membantu
memastikan bahwa siswa dengan LD diidentifikasi secara tepat sehingga
layanan pendidikan dan konseling dapat diberikan untuk memfasilitasi
keberhasilan sekolah. Konselor sekolah profesional dapat memfasilitasi
proses identifikasi dengan mendidik guru, guru, dan staf sekolah lainnya
tentang karakteristik dan kebutuhan siswa ini. Advokasi Otails terus,
konsultasi kolaboratif dengan anggota tim multi-disiplin untuk secara
efektif mengumpulkan sumber daya, mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah, dan berbagi pengambilan keputusan dan tanggung jawab untuk
pelaksanaan strategi pendidikan (VanTassel-Baska,1991). Penting juga
bahwa konselor sekolah profesional bertindak sebagai anggota komite
peningkatan sekolah dan perencanaan strategis mereka sebagai jalan lain
untuk advokasi.
Konselor sekolah profesional dapat membantu orang tua menjadi
pembela yang efektif untuk anak-anak mereka dengan membantu mereka

20
belajar sebanyak mungkin tentang LD, kebutuhan anak-anak mereka,
perhatian publik dan hukum yang berkaitan dengan LD, dan program
pendidikan khusus (Maker & Udall, 1985). Orang tua akan memerlukan
bantuan dalam menavigasi melalui sistem pendidikan ketika mereka
berusaha untuk membantu anak-anak mereka dan berpartisipasi dalam
proses IEP (Lockhart, 2003). Konselor sekolah profesional harus
mengetahui sumber daya masyarakat dan spesialis yang sesuai yang dapat
membantu siswa dengan LD dan keluarga mereka di luar pengaturan
sekolah (Lockhart, 2003). Selain itu, konselor sekolah profesional perlu
menunjukkan kepekaan dan pemahaman dengan orang tua dari budaya
yang berbeda yang mungkin tidak fasih berbahasa Inggris atau memiliki
pengetahuan tentang harapan sekolah tentang kecacatan anak mereka
(Lockhart, 2003). Akhirnya, siswa dengan LD perlu diajari untuk menjadi
pendukung mereka sendiri.
Keterampilan advokasi diri dapat membantu siswa menjadi lebih
terlibat dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi akademis dan
karier mereka. Keterampilan advokasi dapat diajarkan dan dipraktikkan
oleh siswa dalam intervensi kelompok kecil dan kelompok besar (Bailey,
Getch, & Chen-Hayes, 2003). Ringkasan / Kesimpulan Ketidakmampuan
belajar mempengaruhi pemahaman atau penggunaan bahasa dan dapat
bermanifestasi dalam berbagai cara, berbeda pada setiap siswa.
Strategi konseling dilaksanakan melalui konseling individu dan
kelompok dapat membantu siswa dengan LD di semua tingkatan untuk
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, sosial, dan akademik
yang efektif yang akan membantu mereka menjadi sukses di sekolah.
Beberapa di antaranya termasuk konseling terfokus solusi singkat, teknik
bermain, seni dan tulisan ekspresif, permainan peran, boneka (usia sekolah
dasar). biblioterapi, teknik perilaku-kognitif, pengurangan stres, relaksasi,
citra visual terpandu, dan eksplorasi karier. Untuk membantu para siswa
ini mengompensasi kesulitan akademik, kelompok-kelompok yang dapat
dididik dapat dilakukan untuk mengajarkan mereka teknik-teknik khusus

21
seperti strategi mnemonik, mengatur materi sekolah, menggunakan
kalkulator dan komputer untuk memeriksa matematika dan kesalahan
pengejaan, dan penggunaan alat bantu audiovisual dan pengajaran lainnya.
Advokasi dan kolaborasi dengan staf sekolah dan personel masyarakat
sangat penting untuk memastikan hak-hak siswa LD yang terpenuhi.
Mengajar siswa dengan keterampilan advokasi mandiri LD juga
membantu mereka menjadi lebih mandiri dalam membuat pilihan
akademik dan karir Referensi Amstea, E. S. (1989).

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris
“learning disability” yang memiliki arti ketidakmampuan belajar. Kata
disability diterjemahkan ”kesulitan” untuk memberikan kesan optimis
bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Kesulitan belajar
merupakan beragam gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca,
menulis, dan berhitung karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu
disfungsi minimal otak atau DMO (Prasetya, 2011).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kesulitan belajar (Learning
Disabilities) adalah suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai

22
dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam mencapai tujuan belajar.
Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik
disebabkan oleh problem-problem neurologis, maupun sebab-sebab
psikologis lain, sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi
dan usaha yang dilakukan.
B. SARAN
Setiap anak memiliki hal masing-masing yang membuat mereka
berbeda. Begitu juga anak kesulitan belajar. Mereka memang memiliki
perbedaan dengan anak lainnya tetapi mereka tetaplah anak-anak yang
mmebutuhkan kasih sayang, perhatian serta perlakuan yang sama. Dalam
hal memperlakukan anak kesulitan belajar janganlah menganggap
perbedaan mereka menjadi hal yang negatif sehingga mereka terkucilkan.
Anak kesulitan belajar memiliki potensi serta kelebihan bakat-bakat di
samping kekurangan mereka. Memperhatikan serta membantu
mengembangkan bakat anak kesulitan belajar adalah hal yang perlu
dilakukan untuk membangkitkan kepercayaan diri dan mengaktualisasi
diri mereka.

DAFTAR PUSTAKA

 Fitrika1127.blogspot.com. Bimbingan Konseling: Learning Disorder.


Diakses pada tanggal 18 Desember 2019.
https://fitrika1127.blogspot.com/2012/05/learning-disabilities.html
 https://zakimu.com/bimbingan-konseling-bagi-anak-berkesulitan-belajar/
 Kemuning Senja. Bimbingan Belajar Bagi anak Berkesulitan Belajar.
Diakses pada tanggal 18 Desember 2019.
http://senjaplb.blogspot.com/2013/06/bimbingan-belajar-bagi-
anak_28.html

23
 Portal Jurnal UNJ. Penangan Bagi Siswa dengan Learning Disability.
Diakses pada tanggal 18 Desember 2019.
htttp://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jkkp/article/download/11913/7557/
 Cia Fauziah Tahir. Makalah Learning Disabilities. Diakses pada tanggal
18 Desember 2019. https://id.scribd.com/document/362852888/Makalah-
Learning-Disabilities
 Journal UNY. Model Layanan untuk Anak Berkesulitan Belajar. Diakses
pada tanggal 18 Desember 2019.
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpk/article/download/1004/806

24

Anda mungkin juga menyukai