Anda di halaman 1dari 15

Teknik Umum/Keterampilan Dasar Konseling (Refleksi,

Eksplorasi, dan Konfrontasi)


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Keterampilan Dasar Konseling yang diampu oleh Resti Okta Sari, M.Pd

Disusun Oleh :

Salma Salsabila 20010087

Salman Alfaridzi 20010093

Syaiful Islam Al Anshori 20010166

Virliana Safira 20010158

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Teknik Umum/Keterampilan
Dasar Konseling (Refleksi, Eksplorasi, dan Konfrontasi)

Makalah ini diajurkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keterampilan Dasar
Konseling. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dalam
segi penyusunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu, kami bersedia menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah mengenai Teknik Umum/Keterampilan Dasar
Konseling (Refleksi, Eksplorasi, dan Konfrontasi) ini dapat membantu dalam penyelesaian tugas
kelompok ini dan semoga bermanfaat bagi para pembaca.

Cimahi,21 September 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I..........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.....................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................4

BAB II........................................................................................................................................5

PEMBAHASAN........................................................................................................................5

2.1 PENGERTIAN REFLEKSI...........................................................................................5

2.2 PENGERTIAN EKSPLORASI.....................................................................................9

2.3 PENGERTIAN KONFRONTASI...............................................................................13

BAB III....................................................................................................................................16

PENUTUP...............................................................................................................................16

3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konseling merupakan pekerjaan professional seperti hal nya guru. Sebagai suatu
pekerjaan professional menuntut dimilikinya sejumlah kompetensi dan keterampilan
tertentu. Selain itu, konseling juga merupakan suatu proses. Dalam setiap tahapan proses
konseling memerlukan penerapan keterampilan-keterampilan tertentu. Agar proses
konseling dapat berjalan secara lancar dan tujuannya tercapai secara efektif dan efisien,
konselor harus mampu mengimplementasikan keterampilan – keterampilan tertentu yang
relevan.

Konselor yang terampil adalah yang mengetahui dan memahami sejumlah keterampilan
tertentu dan mampu mengimplementasikan dalam proses konseling.

Secara umum proses konseling terbagi atas tiga tahap yaitu: pertama, tahap awal (tahap
identifikasi masalah). Kedua, tahap pertengahan (tahap kerja dengan masalah tertentu).
Ketiga, tahap akhir (action). Berikut akan dijelaskan keterampilan dalam masing-masing
tahapan konseling.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian dari Refleksi?
b. Apa pengertian dalam Eksplorasi?
c. Apa pengertian dari Konfrontasi?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui tata cara refleksi dalam proses konseling!
b. Untuk mengetahui tata cara eksplorasi dalam proses konseling!
c. Untuk mengetahui tata cara konfrontasi dalam proses konseling!
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN REFLEKSI

Geldard mengatakan salah satu cara terbaik untuk membantu klien merasa bahwa konselor
mendengarkan keluh kesah mereka dan memahami apa yang mereka sampaikan kepada konselor
adalah merefleksikan kembali kepada mereka isi dari hal- hal yang mereka bicarakan. Ketika
seorang konselor melakukan refleksi itu berarti seorang konselor telah menunjukkan kepada klien
bahwa konselor telah berempati terhadapnya dan memahami apa yang klien rasakan. Keterampilan
mikro berbentuk refleksi ini merupakan keterampilan yang palig bermanfaat ketika dipraktikkan
dengan benar dan pada saat yang tepat selama proses konseling.

Secara sederhana, refleksi dapat didefenisikan sebagai upaya konselor memperoleh


informasi lebih mendalam tentang apa yang dirasakan oleh klien dengan cara memantulkan kembali
perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Dalam hal ini, seorang konselor dituntut untuk menjadi
aktif. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bolton (2003) dalam Namora Lumongga yang
mengatakan bahwa mendengar adalah lebih dari hanya mendengarkan saja. Lebih khusus ia
mengatakan dalam proses mendengarkan terdapat unsur menyimak, yang berarti konselor harus
memperhatikan sungguh-sungguh pesan yang disampaikan oleh klien.

Kemudian Jennete Murad Lesmana juga menyatakan bahwa konselor harus berusaha
memahami pesan yang disampaikan oleh klien. Mendengarkan tidak berarti duduk diam dengan
mulut tertutup dan memasang kuping, tetapi membiarkan semuanya berlalu begitu saja.
Mendengarkan adalah proses aktif yang menuntut arsitipasi. Seorang konselor yang mendengarkan
harus menyampaikan kembali kepada klien tentang apa yang didengarkannya. Berarti si konselor
harus mampu untuk merefleksikan kembali apa yang diterimanya.

Menurut Sofyan S. Willis, Refleksi adalah suatu jenis teknik konseling yang penting dalam
hubungan konseling. Yaitu keterampilan konselor memantulkan kembali kepada klien tentang
pikiran, perasaan dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan
nonverbal. Hal ini harus dilakukan konselor sebab sering klien tidak menyadari akan perasaan,
pikiran, dan pengalamannya yang mungkin menguntungkan atau merugikannya. Namun jika dia
menyadari akan perasaannya, maka mungkin klien akan mengubah perilakunya ke arah yang
positif. Akan tetapi tidaklah mudah bagi seorang konselor untuk menangkap dan memahami
perasaan, dan pikiran klien serta pengalaman, lalu mengungkapkannya kembali kepada klien
dengan bahasa konselor sendiri. Sebab hal ini jika salah maka akan mengecewakan klien. Oleh
sebab itu seorang konselor penting untuk berkonsentrasi.

Munro menyatakan bahwa penggunaan refleksi yang efektif dilakukan dengan


mengisyaratkan kepada klien bahwa konselor benar-benar sedang berusaha memahami apa yang
klien katakan, mengerti dengan tepat apa yang klien maksudkan, dan bahwa konselor menerima
klien sebagaimana adanya. Konselor dapat merefleksikan isi pernyataan klien dengan singkat,
mengatakan kembali, atau mengalih ungkapkan, menyingkat, atau menyimpulkan dengan sederhana
isi pembicaraan klien. Seringkali apa (isi) yang dikatakan tidak mengkomunikasikan maksud yang
sesungguhnya. Refleksi hendaknya tidak hanya digunakan untuk menunjukkan bahwa konselor
mengerti apa yang diungkapkan klien, tetapi yang lebih penting lagi adalah untuk memudahkan
klien memperoleh pengenalan dan pemahaman diri yang lebih menyeluruh. Keterampilan-
keterampilan dalam memberikan refleksi dapat digunakan dengan efektif dan tepat pada setiap
tahap proses konseling.

Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu: (a) Refleksi Perasaan, (b) Refleksi Pikiran, (c) dan
Refleksi pengalaman.

a. Refleksi perasaan

Refleksi perasaan yaitu keterampilan konselor untuk dapat memantulkan perasaan klien
sebagai hasil pengamatan terhadap prilaku verbal dan nonverbal klien. Abubakar juga menjelaskan
bahwa memantulkan perasaan merupakan suatu teknik dasar konseling untuk mengungkapkan
ssesuatu yang terdapat dalam diri klien, sehingga klien dapat lebih siap dan leluasa untuk
menyampaikan perasaan dan pikirannya. Atau bagaimana konselor mengorek atau meminta kepada
klien untuk menuangkan perasaan dan pikirannya. Menggunakan teknik ini dengan cara konselor
merespon setiap pernyataan dan gagasan klien, yaitu dengan mengembalikan, menanyakan kembali
atau merumuskan setiap perasaan dan pikiran klien. Jennete menjelaskan bahwa Pada refleksi
perasaan tercakup cerminan kembali perasaan yang disampaikan oleh pemberi pesan (klien). Harus
dicari dengan akurat perasaan apa yang ingin disampaikan. Kata-kata “seperti sudah dibicarakan
terdahulu” bisa mengandung lebih dari satu arti. Orang yang menyampaikan pesan mungkin tidak
secara eksplisit mengatakan apa yang dirasakannya. Mungkin tanpa kesengajaan, mungkin pula
karena ia tidak menyadarinya. Pendengar yang baik,berusaha untuk membantu dengan mencari
perasaan yang ada dibalik pesan verbalnya itu. Pendengar seringkali kehilangan banyak dimensi
emosional suatu kecakapan karena ada kecenderungan untuk memusatkan perhatian hanya pada isi.
Kalau dilakukan refleksi, seringkali lebih terfokus hanya pada isi dan tidak pada perasaan. Kalau
konselor tidak tanggap terhadap perasaan yang yang disampaikan oleh klien, kemungkinannya
konselor akan kehilangan banyak data yang berharga. Orang cenderung tidak memperhatikan atau
tidak “mendengarkan” reaksi pribadi dari individu yang menyampaikan suatu pesan atau peristiwa
kegembiraannya, penderitaannya, kekecewaannya dan lain-lain, sering tidak tertangkap, karena si
pendengar terlalu terfokus pada isi pesan. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam teknik
refleksi perasaan ini diantaanya: (1); Memperoleh kejelasan tentang perasaan klien atau tentang
suatu peristiwa, (2); Konseli merasa dimengerti perasaannya, (3); Mengarahkan pembicaraan yang
lebih dalam terkait perasaan klien. Menurut Bolton (2013), dalam Jeannete Murad Lesmana
perasaan adalah kekuatan yang mendorong orang untuk memilah-milah data,
mengorganisasikannya, dan menggunakannya secara efektif pada waktu membentuk langkah-
langkah yang sesuai. Berarti orang harus meningkatkan kemampuan untuk mendengarkan perasaan.
Caranya antara lain dengan: (1). Fokus pada kata-kata perasaan, (2) Memperhatikan isi umum pesan
itu, (3) Mengamati bahasa tubuh, (4) dan Tanyalah kepada diri sendiri, “bila saya mengalami
peristiwa tersebut apa yang akan saya rasakan?”.

Refleksi perasaan merupakan suatu usaha konselor untuk menyatakan dalam bentuk kata-
kata yang segar dan sikap yang esensial (perlu) itu. Hal ini merupakan teknik penengah yang
bermanfaat untuk digunakan setelah hubungan permulaan dibuat dan sebelum pemberian informasi
dan tahap interpretasi dimulai. Untuk itu perasan itu seperti : positif, negative dan ambivalen.
Adapun aspek-aspek dalam merefleksikan perasaan adalah: (1). Mengamati perilaku klien.
Pengamatan ini terutama ditujukan pada postur tubuh dan ekspresi wajah klien, (2). Mendengarkan
dengan baik. Penekanannya pada usaha mendengarkan dengan cermat intonasi suara klien dan kata-
kata yang diucapkan, (3). Menghayati pesan yang dikomunikasikan klien.Tindakan ini
dimaksudkan untuk memahami dan menangkap isi pembicaraan klien, (4). Mengenali perasaan-
perasaan yang dikomunikasikan klien, (5). Menyimpulkan perasaan yang sedang dialami klien, (6).
Menyeleksi kata-kata yang tepat untuk melukiskan perasaan klien, (7). Mengecek kembali perasaan
klien. Namun seorang konselor harus melakukan keterampilan refleksi dengan sangat teliti agar
tujuan yang telah diuraikan diatas dapat tercapai sehingga klien tidak menarik diri dari refleksi yaitu
dengan memperhatikan beberapa prinsip dalam penerapan keterampilan ini.

Hal-hal yang perlu diperhatikan konselor dalam menerapkan teknik refleksi ini diantaranya:
(1). Hindari stereotip (jangan terbawa perasaan), (2). Pilih waktu yang tepat untuk merespon
pernyataan klien, (3). Gunakankata-kata yang melambangkan perasaan atau sikap konseli secara
tepat, dan (4). Sesuaikan bahasa yang digunakan dengan kondisi klien. Selanjutnya, menurut
Supriyo manfaat refleksi perasaan dalam proses konseling adalah: (1). Membantu klien untuk
merasa dipahami secara mendalam, (2). Klien merasa bahwa perasaan menyebabkan tingkah laku,
(3). Memusatkan evaluasi pada klien, (4). Memberi kekuatan untuk memilih, (5). Memperjelas cara
berpikir klien, (6). dan Menguji kedalaman motiv-motiv klien.

b. Refleksi Pikiran

Menurut Willis pengertian Refleksi pikiran yaitu keterampilan konselor untuk memantulkan
ide, pikiran, pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.

c. Refleksi Pengalaman

Menurut Abubakar Refleksi pengalaman yaitu keterampilan konselor untuk memantulkan


pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan prilaku verbal dan non verbal klien. Untuk
dapat mengungkapkan isi dari pikiran dan gagasan klien, yang dibutuhkan adalah suatu pernyataan
atau ungkapan dalam bentuk representasi mental: yaitu meminta klien untuk dapat menceritakan
suatu peristiwa, kejadian, atau pengalaman klien sendiri terhadap apa-apa yang pernah dialami dan
menjadi pengalaman baginya, baik itu menyenangkan atau tidak menyenangkan.

2.2 PENGERTIAN EKSPLORASI

Teknik konseling eksplorasi adalah suatu keterampilan untuk menggali perasaan,


pengalaman, dan pikiran klien. Hal ini penting, karena kebanyakan klien menyimpan rahasia batin,
menutup atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya dengan terus terang. Teknik eksplorasi
memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan, dan terancam. Dalam teknik
konseling ekplorasi, keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang konselor adalah merespon,
menguasai keterampilan dasar pendukung seperti ajakan pertanyaan terbuka, dan dapat
menciptakan kondisi inti yang mempermudah klien melakukan eksplorasi.

Penggunaan pertanyaan terbuka yang baik dilakukan diawal sesi ketika ingin membantu
klien untuk mengatakan alasan kedatangannya. Disesi-sesi selanjutnya, konselor mungkin akan
menemukan bahwa pertanyaan-pertanyaan terbuka berguna untuk mengetahui permasalahan. “apa
yang akan anda ceritakan kepada saya?”, “dapat dijelaskan lebih lanjut?”, dan agak kurang terbuka
“bagaimana perasaan anda tentang itu?”.Dengan menggunakan pertanyaan terbuka maka klien akan
dapat mengemukakan permasalahannya dengan baik, hal ini juga didukung oleh sikap, cara duduk,
isyarat, dan suara konselor yang akrab dan bersahabat yang makin menunjukkan konselor benar
ingin membantu menuntaskan permasalahan siswa.

Kondisi inti yang harus diperlukan dalam eksplorasi masalah adalah keterampilan merespon.
Merespon secara akurat berarti juga empati. Empati adalah kata yang digunakan jika konselor
memasuki dunia klien dan kemudahan melihat dunia ini menurut kaca mata (pandangan) klien.
Konselor mengkomunikasikan empati jika. Konselor dapat menciptakan kondisi agar klien dapat
merasa bebas mengeksplorasikan dirinya sendiri tanpa ada rasa takut. Selain itu, kenselor harus
berkomunikasi dengan tulus, tetapi konselor harus tidak membagi pengalaman dalam cara papapun
yang mungkin berlebihan bagi klien. Konselor harus menekankan kespesifikan dalam
mengeksplorasi, makin spesifik pengalaman yang dikemukakan oleh klien, konselor makin menjadi
empati.

Dalam eksplorasi pertanyaan terbuka sangat dibutuhkan karena dengan ini klien dapat
mengemukakan permasalahannya dengan baik, karena itu hendaknya dapat dihindarkan untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bertubi-tubi. Selain itu keterampilan mendengarkan juga
sangat penting dalam teknik eksplorasi, mendengarkan secara akurat sangat diperlukan selama
proses konseling berlangsung, terlebih pada saat permulaan yaitu ketika konselor ingin memperoleh
gambaran yang menyeluruh tentang diri dan permasalahan klien. Saat klien menceritakan
permasalahannya hendaklah seorang konselor memusatkan perhatian pada yang dikatakan klien,
tidak menyimpang ke arah lain, menambahkan atau mengurangi apa yang dikatakan klien. ia
merespon dengan kalimat yang ada dipertukarkan dengan ekspresi klien.Selama wawancara,
konselor menggunakan berbagai teknik konseling, yaitu reaksi atau atau jawaban tertentu dari pihak
konselor. Teknik konseling ada yang bertujuan menjamin kelangsungan wawancara (murid tetap
berbicara dan memusatkan perhatiannya pada pembicaraan).

A) Teknik-teknik itu harus digunakan secara fleksibel; makin banyak pengalaman konselor,
makin supel dia dalam menggunakan teknik-teknik. Sebagai contoh dapat disebut: a) Diam:
konselor mendengarkan dengan penuh perhatian. (kelangsungan). b) Menunjukkan pengertian:
dengan anggukan kepala atau dengan ucapan “Ya,ya; he-he” (kelangsungan) c) Mengulang isi
ungakapan : konselor merumuskan kembali apa yang baru dikatakan oleh murid (kelangsungan) d)
Ajakan untuk melanjutkan : konselor mengajak untuk menjelaskan lebih lanjut, misalnya “Apa
yang saudara maksudkan dengan itu?; Coba, Saudara jelaskan hal itu”. (kelangsungan; menyalurkan
jalan pemikiran). e) Pertanyaan khusus : konselor bertanya; “di mana, apa, siapa, kapan?”
(kelangsungan; menyalurkan jalan pemikiran) f) Pemberian informasi: konselor memberikan
keterangan yang ternyata dibutuhkan dalam rangka penyelesaian masalah (Pengarahan). g)
Penyajian alternatif: konselor mengemukakan bebrapa kemungkinan untuk kemudian dipikirkan
oleh murid. (pengarahan) h) Interpretasi: konselor menjelaskan latar belakang atau motif yang
mendasari perbuatan yang telah dilakukan oleh murid; menuntut pemahaman psikologis.
(pengarahan)

B). Jenis-jenis eksplorasi Eksplorasi ada tiga jenis :

1) Eksplorasi Perasaan Eksplorasi perasaan, yaitu keterampilan untuk menggali perasaan


klien yang tersimpan. Konselor dapat menggunakan kalimat-kalimat berikut untuk memulai
keterampilan eksplorasi perasaan. a) “Bisakah Saudara menjelaskan bagaimana perasaan bingung
yang anda maksudkan ?” b) Saya kira, rasa sedih Anda begitu dalam pada peristiwa tersebut.
Dapatkah anda kemukaan perasaan anda lebih jauh?” Kadang-kadang klien berhenti berbicara. Pada
saat inilah penting bagi konselor untuk memberinya waktu sejenak untuk berpikir. Meski demikian,
begitu klien sudah selesai berpikir, ada baiknya konselor memberikan satu permintaan pendek
kepada klien untuk melanjutkan bicara. Ini bisa dilakukan dengan menggunakan salah satu respon
berikut ini:“Kemudian...”,”Lalu...”,”Coba anda ceritakan lebih lanjut”,” Dapatkah anda ceritakan
lebih lanjut”,” Kalau boleh saya ingin mendengar lebih lanjut cerita anda”,” atau “Anda ingin
melanjutkan cerita anda?”. Konseling melibatkan seni mendengarkan secara konstruksif, jadi
penggunaan respon-respon minimal yang tepat dan permintaan-permintaan singkat untuk
melanjutkan pembicaraan adalah hal-hal yang penting.
2) Eksplorasi Pengalaman

Eksplorasi pengalaman yaitu keterampilan konselor untuk menggali pengalaman yang


dialami oleh klien. Contoh: “Saya terkesan dengan pengalaman yang anda lalui. Namun saya ingin
memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”

3) Eksplorasi Pikiran

Eksplorasi pikiran adalah keterampilan konselor untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat
klien. Dalam mengoperasikan keterampilan ini konselor dapat menggunakan kalimat berikut ini. a)
“Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih jauh tentang apa pendapat Anda tentang hadirnya ibu
tiri dalam rumah Anda” b) Saya kira pendapat Anda mengenai hal itu sangat baik sekali, dapakan
Anda menguraikan lebih lanjut?”

2.3 PENGERTIAN KONFRONTASI

Teknik confrontation (konfrontasi) pada awalnya digunakan secara paling menonjol dalam
terapi Gestalt (Diniah, 2017). Kemudian teknik ini muncul di banyak pendekatan lain dan
tersembunyi dalam pendekatan Humanistik-Eksistensial dan Microskills. Teknik confrontation
dalam penelitian ini merupakan keterampilan konselor membantu konseli untuk menyadari adanya
kesenjangan antara kata dan perbuatan atau bahasa badan, pikiran, tindakan dan perasaan konseli
sehingga konseli dapat merubah perilakunya menjadi terarah dan menjalani gaya hidup yang sehat
(Erford, 2017). Teknik Konfrontasi diimplementasikan untuk membantu konseli dalam
menganalisis kepercayaan diri melalui pertentangan antara kata dan perbuatan (diskrepansi)
individu. Secara teoretis, kontradiksi ini menciptakan disonansi (pemantulan diri) dalam hal ini agar
siswa dapat mengetahui apa yang dia katakan dengan apa yang terjadi pada dirinya sehingga dapat
memotivasi konseli untuk mengatasi jarak antara kata dan perbuatannya menjadi “terlepas dari
jebakan. Aplikasi efektif konfrontasi dan konfrontasi empatik membantu konseli mengubah
perilakunya menjadi kongruen dan menjalani gaya hidup dengan fungsi lebih sehat dan lebih penuh
(Corey, 2003).   Dari hal tersebut dapat dikatakan dengan teknik confrontation siswa dapat
menyesuaikan antara kata dan perbuatannya sehingga siswa mampu tampil didepan kelas ketika
diminta oleh guru, siswa berani mengajukan pertanyaan atau pendapatnya ketika melakukan diskusi
di dalam kelas, siswa tidak berbicara gugup ketika berbicara di depan kelas dan siswa tidak
menghidari pertanyaan dari guru.Konsep dasar confrontation, berasal dari konseling Gestalt. Gestalt
itu sendiri merupakan jenis pola yang unik terdiri dari bagian-bagian yang terdiri dalam bagian-
bagian yang terintegrasi dalam satu keseluruhan. Menurut (Erford, 2017), teknik konfrontasi adalah
teknik tantangan untuk membantu konseli menganalisis naratif mereka dari diskrepansi dan
kontradiksi antara kata dan perbuatan konseli. Pendapat senada diungkapkan oleh Knaap (Diniah,
2017) yang menjelaskan bahwa konfrontasi merupakan perangkat yang dilakukan konseli dengan
hati-hati dan sadar, dalam menunjukan kontradiksi dari pikiran, tindakan, perasaan yang dialami
konseli.

Menurut Leman (Diniah, 2017) konfrontasi merupakan teknik yang menantang konseli
untuk melihat adanya inkonsistensi antara perkataan dengan perilaku/perbuatan atau bahasa badan,
ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya adalah
untuk mendorong konseli mengadakan penelitian diri secara jujur, meningkatkaan potensi konseli,
membawa konseli kepada kesadaran adanya diskrepansi, konflik atau kontradiksi dalam
dirinyaBerdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik konfrontasi merupakan
keterampilan konselor membantu konseli untuk menyadari adanya kesenjangan antara kata dan
perbuatan atau bahasa badan, pikiran, tindakan dan perasaan konseli sehingga konseli dapat
merubah perilakunya menjadi terarah dan menjalani gaya hidup yang sehat.

a. Langkah atau prosedur penerapan teknik konfrontation

Menurut (Erford, 2017), langkah yang digunakan untuk mengimplementasikan teknik konfrontasi
yaitu:
1) seli secara aktif Mendengarkan konseli untuk mengidentifikasi diskrepansi, ambivalensi,
dan pesan-pesan campur-aduk. Mengidentifikasi enam tipe diskrepansi yang harus disimak
konselor, termasuk (a) diskrepansi antara pesan verbal dan nonverbal. (b) keyakinan dan
pengalaman (c) nilai-nilai dan perilaku (d) ucapan dan perilaku (e) pengalaman dan rencana
dan (f) pesan verbal. 

2) Konselor profesional membantu merangkum dan mengklarifikasi diskrepansi-


diskrepansi konseli, kemudian menggunakan keterampilan observasi dan mendengarkan
tambahan untuk membantu konseli mengatasi konflik-konflik internal dan eksternal yang
yang diakibatkan oleh diskrepansi-diskrepansi tersebut.

3) Mengusulkan konselor profesional untuk mengonfrontasi konseli secara empatik dengan


cara yang dapat diterima oleh konseli. Mengetahui cara yang mungkin diterima atau tidak
diterima oleh konseli membutuhkan banyak insight, keterampilan, dan pengalaman.

4) Melibatkan mengamati/mengobservasi dan mengevaluasi efektifitas konfrontasi. Dua


skala evaluasi konfrontasi telah diusulkan: client change scale (skala perubahan konseli).
Langkah-langkah yang digunakan dalam teknik konfrontasi yaitu: mendengarkan konseli
untuk menemukan kesenjangan antara kata dan perbuatannya, merangkum dan
mengklarifikasikan konflik internal dan eksternal yang diakibatkan oleh diskrepansi,
mengonfrontasikan dengan mengintegrasikan kedalam tanya jawab dan refleksi perasaan
yang difokuskan secara positif dan mengamati mengevaluasi efektifitas konfrontasi.
BAB III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN

Keterampilan-keterampilan dalam memberikan refleksi dapat digunakan dengan


efektif dan tepat pada setiap tahap proses konseling. Dalam hal ini, seorang konselor
dituntut untuk menjadi aktif. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bolton dalam Namora
Lumongga yang mengatakan bahwa mendengar adalah lebih dari hanya mendengarkan saja,
konselor harus berusaha memahami pesan yang disampaikan oleh klien. Mendengarkan
tidak berarti duduk diam dengan mulut tertutup dan memasang kuping, tetapi membiarkan
semuanya berlalu begitu saja konselor memantulkan kembali kepada klien tentang
pikiran, perasaan dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal
dan non verbal .

Teknik konseling eksplorasi adalah suatu keterampilan untuk menggali


perasaan, pengalaman, dan pikiran klien teknik eksplorasi memungkinkan klien untuk
bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan, dan terancam disesi - sesi selanjutnya, konselor
mungkin akan menemukan bahwa pertanyaan - pertanyaan terbuka berguna untuk
mengetahui permasalahan konseli.

Teknik Konfrontasi diimplementasikan untuk membantu konseli dalam menganalisis


kepercayaan diri melalui pertentangan antara kata dan perbuatan individu .

Dan dapat disimpulkan bahwa dari ketiga materi tersebut akan bisa dilaksanakan bila
segala macam indikator yang tersedia dapat dilaksanakan secara terbuka dan haruslah
terjalin adanya kedekatan terlebih dahulu dari sang konseli terhadap konselor, sehingga
keduanya dapat sama – sama nyaman dalam melaksanakan semua kegiatan konseling dari
awal hingga akhir secara efektif & efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Susanti Vera(2017), Konsep Keterampilan Refleksi Dalam Konseling Konvensional Menurut


Perspektif Islam, Jakarta

Jumadi M. Salam Tasikal (2020), Keterampilan – Keterampilan Dalam Konseling, Gorontalo


https://dosen.ung.ac.id/JumadiTuasikal/home/2020/3/24/keterampilan-keterampilan-dalam-
konseling.html

Sugiyanto ( 2019), Jenis Keterampilan Dasar Konseling , Yogyakarta

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132319838/pendidikan/15.+ketrampilan+dasar+konseling.pdf

Anda mungkin juga menyukai