Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


MODUL 8

KELOMPOK 7

1. ENDAH TRIASIH Br SIHALOHO (855797123)


2. HIZKIA ENDAH PUSPITASARI (855797109)
3. NOVI INDARWATI (855797241)
4. JULIUS ADHI WIJAYA (855797155)

UPBJJ UT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2023

<
MODUL 8

PENDIDIKAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR

A. Definisi, dan Jenis-jenis Kesulitan Belajar

1. Definisi Kesulitan Belajar

Istilah yang digunakan untuk menyebut Anak Berkesulitan Belajar (ABB) cukup
beragam. Keberagaman istilah ini disebabkan oleh sudut pandang ahli yang berbeda-
beda. Kelompok ahli bidang medis menyebutnya dengan istilah brain injured dan
minimal brain dysfunction, kelompok ahli psikolinguistik menggunakan istilah language
disorders. Namun istilah umum yang sering digunakan oleh para ahli pendidikan adalah
learning disabilities yang diartikan sebagai “kesulitan belajar” oleh karena itu sifat
kelainannya yang spesifik, kelompok anak yang mengalami kesulitan belajar ini disebut
specific learning disabilitas, yaitu kesulitan belajar khusus.
Anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalai kesulitan dalam tugas tugas
akademiknya yang disebabkan oleh gangguan dalam psikologis dasar, sehingga
berakibatnya terlambatnya dalam melaksanakan tugas akademik.

2. Klasifikasi Kesulitan Belajar

Menurut Kirk dan Gallagher (1989:187) menjelaskan bahwa kesulitan belajar


dibedakan dalam dua kategori besar, yaitu:
a. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan.
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan misalnya
gangguan perhatian, ingatan, motorik,persepsi, berbahasa dan berpikir.
b. Kesulitan belajar akademik.
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan, mencakup gangguan
perhatian, ingatan, motorik, persepsi, berbahasa, dan berpikir. Sedangkan kesulitan
belajar akademik mencakup kesulitan belajar membaca, menulis, dan berhitung
atau matematika.

2
3. Penyebab Kesulitan Belajar

Menurut Roos (1976), Siegel dan Gold (1982), serta Painting (1983), bahwa
kesulitan belajar khusus disebabkan oleh disfungsi sistem saraf yang disebabkan oleh:
a. Cedera otak pada masa perkembangan otak.
b. Ketidakseimbangan zat-zat kimia di dalam otak.
c. Gangguan perkembangan saraf, dan
d. Kelambatan proses perkembangan individu.
Ahli lain, yaitu Hallahan dan Kauff Man (1991:127-128) mengemukakan tiga
faktor penyebab kesulitan belajar, yaitu:
a. Faktor organis/biologis
Faktor organis/biologis disebabkan disfungsi syaraf pusat.
b. Faktor genetik
Faktor genetik disebabkan keturunan dari orang tua.

c. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan disebabkan karena lingkungan keluarga kurang mendukung.

Dari hasil penelitian para ahli diagnostik, ditemukan 4 faktor yang dapat
memperberat gangguan dalam belajar. Keempat faktor ini sering ditemukan pada
anak yang mengalami kesulitan dalam belajar. Adapun keempat faktor tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Gangguan Fisik
Meliputi gangguan visual, gangguan pendengaran, gangguan
keseimbangan, dan orientasi ruang, body image yang rendah, hiperaktif, serta
kurang gizi.
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah yang kurang
menguntungkan bagi anak, akan menghambat perkembangan sosial, psikologi,
dan pencapaian prestasi akademis.
c. Faktor Motivasi dan Afeksi
Anak yang selalu gagal dalam suatu mata pelajaran atau beberapa pelajaran
cenderung menjadi tidak percaya diri, mengabaikan tugas, dan rendah diri. Sikap

3
ini akan mengurangi motivasi belajar dan muncul perasaan-perasaan negatif
terhadap hal-hal yang berhubungan dengan sekolah.
d. Kondisi Psikologis
Anak berkesulitan belajar terganggu sebagai akibat dari gangguan
perhatian, persepsi, visual, persepsi pendengaran, persepsi motorik, ketidakmampuan
berpikir, dan keterlambatan dalam kemampuan berbahasa.

B. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar

Pembahasan mengenai karakteristik anak berkesulitan belajar mencakup karakteristik


yang bersifat umum dan khusus.

1. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar Secara Umum

Menurut Clement yang dikutip oleh Hallahan dan Kauffman ( 1991:133 ) terdapat
10 (sepuluh) gejala yang sering dijumpai pada anak berkesulitan belajar, yaitu: (1)
hiperaktif, (2) gangguan persepsi motorik, (3) emosi yang labil, (4) kurang koordinasi,
(5) gangguan perhatian, (6) impulsif, (7) gangguan memori dan berfikir, (8) kesulitan
pada akademik khusus ( membaca, matematika, dan menulis), (9) gangguan dalam
berbicara dan mendengar, dan (10) hasil electroencephalogram (EEG )tidak teratur serta
tanda neurologis yang tidak jelas. Hallahan menjelaskan bahwa tidak semua gejala
selalu ditemukan pada anak yang mengalami kesulitan belajar, adakalanya hanya
beberapa ciri yang tampak.
Selanjutnya para peneliti mengelompokkan kesepuluh ciri tersebut dengan

menggabungkan hal-hal yang dianggap sejenis. Adapun pengelompokkannya adalah


sebagai berikut:
a. Masalah persepsi dan koordinasi
Hallahan (1975) mengemukakan bahwa beberapa anak berkesulitan belajar
menunjukkan gangguan dalam persepsi penglihatan dan pendengaran. Masalah ini
tidak sama dengan masalah ketajaman penglihatan dan ketajaman pendengaran,
seperti yang dialami oleh seorang tunanetra atau tunarungu. Sebagai contoh, anak
yang mengalami gangguan persepsi visual, tidak dapat membedakan huruf atau
kata - kata yang bentuknya mirip, seperti huruf "d" dengan "b" atau membedakan
kata "sabit" dengan "sakit". Kemudian anak yang
mengalami masalah persepsi

4
pendengaran mengalami kesulitan untuk membedakan kata yang bunyinya hampir
sama, seperti kata kopi dengan topi. Di samping mengalami masalah dalam
persepsi, pada anak berkesulitan belajar ada yang mengalami masalah dalam
koordinasi motorik yaitu gangguan keterampilan motorik halus seperti gangguan
dalam menulis dan keterampilan motorik kasar seperti tidak dapat melompat dan
menendang bola secara tepat.
b. Gangguan dalam perhatian dan hiperaktif
Anak yang berkesulitan belajar mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian
dan mengalami hiperaktif. Meskipun terdapat anak yang memiliki masalah dalam
perhatian dan hiperaktif tanpa disertai kesulitan belajar, munculnya kesulitan
belajar sangat tinggi di antara anak yang mengalami masalah perhatian dan
hiperaktif. Para ahli menekankan bahwa dalam hal ini masalahnya bukan pada
kelebihan geraknya akan tetapi yang lebih mendasar adalah masalah sulitnya
berkonsentrasi. Walaupun

anak banyak melakukan gerakan yang dalam batas-batas tertentu gerakannya lebih
terarah, belum tentu disebut hiperaktif. Anak yang hiperaktif banyak bergerak,akan
tetapi tidak mengarah dan tidak bisa tenang dalam waktu yang ditetapkan, seperti
menyelesaikan pekerjaan dalam waktu 2 — 3 menit. Di samping itu, anak yang
hiperaktif sulit untuk melakukan kontak mata dan sulit untuk mengkonsentrasikan
perhatiannya. Nampaknya segala stimulus yang ada di dekatnya diresponnya tanpa
ada seleksi. Sebagai contoh, apabila anak diberi tugas untuk melakukan sesuatu, ia
tidak dapat menuntaskan pekerjaannya karena perhatiannya segera beralih pada
obyek lainnya, dan begitu seterusnya.
c. Mengalami gangguan dalam masalah mengingat dan berfikir
1) Masalah Mengingat
a) Anak berkesulitan belajar kurang mampu menggunakan strategi untuk
mengingat sesuatu. Contoh : kepada beberapa anak diperlihatkan suatu
daftar kata untuk diingat. Anak normal secara spontan dapat
mengkatagorikan kata- kata tersebut agar mudah diingat sedangkan anak
berkesulitan belajar tidak mampu melakukan strategi tersebut.
b) Anak berkesulitan belajar mendapat kesulitan untuk mengingat materi

secara verbal. Hal ini terjadi karena mereka mempunyai masalah dalam

5
pemahaman

6
bunyi bahasa, sehingga sulit memaknai kata atau kalimat. Apabila anak
salah menangkap bunyi bahasa, maka akan menimbulkan kesalahan dalam
memaknai kata tersebut. Misalnya anak sulit membedakan bunyi huruf k
dan t, sehingga kata kopi kedengarannya seperti topi. Dengan demikian ia
sulit memahami ucapan yang mengandung kata kopi dan topi, yang pada
akhirnya ia sulit mengingat kalimat yang diucapkan tersebut. b. Masalah
Berpikir Berpikir meliputi kemampuan untuk memecahkan masalah sampai
kepada pembentukan konsep atau pengertian. Anak berkesulitan belajar
mengalami kelemahan dalam masalah tersebut. Contoh : bagaimana
menentukan strategi untuk menemukan kembali barang yang hilang. Contoh
lain adalah bagaimana mengungkapkan kembali suatu cerita yang telah
dibacanya. Anak yang berkesulitan belajar tidak mampu untuk menemukan
strategi yang diperlukan untuk kepentingan itu.

d. Kurang mampu menyesuaikan diri


Anak berkesulitan belajar menunjukkan gejala kurang mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Pada umumnya, anak yang mengalami kesulitan belajar
sering mengalami kegagalan sesuai dengan tingkat kesulitannya. Dampak dari
kegagalan tersebut yaitu anak menjadi kurang percaya diri , merasa cemas, dan
takut melakukan kesalahan yang akan menjadi bahan cemoohan teman-temannya,
sehingga ia menjadi ragu-ragu dalam berinteraksi dengan lingkungannya atau ia
mengasingkan diri.
e. Menunjukkan gejala sebagai siswa yang tidak aktif.
Anak berkesulitan belajar kurang mampu melakukan strategi untuk
memecahkan masalah akademis secara spontan. Hal ini terjadi karena mereka sering
mengalami kegagalan. Contoh: Anak berkesulitan belajar tidak berani menjawab
pertanyaan guru atau menjawab soal di papan tulis secara spontan.
f. Pencapaian hasil belajar yang rendah
Sebagian anak berkesulitan belajar memiliki ketidakmampuan dalam berbagai
bidang akademik, misalnya dalam membaca, pengucapan, tulisan, berhitung dan
sebagian anak lagi hanya pada satu atau dua aspek saja.

7
2. Karakteristik Khusus Anak Berkesulitan Membaca

Pada uraian berikut ini akan dibahas mengenai kesulitan khusus membaca
berdasarkan hasil-hasil penelitian, yaitu sebagai berikut:
a. Gangguan membaca lisan
Loper dalam Lovitt (1990: 198) melakukan dua eksperimen untuk meneliti
kemampuan anak berkesulitan belajar dengan cara memprediksi dan mengevaluasi
ketrampilan mengucapkan kata-kata. Eksperimen pertama dilakukan pada anak-
anak berkesulitan belajar dan anak-anak yang bukan berkesulitan belajar usia
sekolah dasar, apakah mereka dapat mengucapkan kata secara benar dengan
berbagai variasi pengucapan atau tidak. Beberapa kata dikelompokkan dari kata
yang mudah diucapkan, sampai pada nada tinggi, nada rendah dan kata yang sulit
diucapkan. Hasilnya menunjukkan bahwa dari variasi nada tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang berarti antara dua kelompok anak tersebut. Akan tetapi anak-anak
berkesulitan

belajar tertentu kurang percaya diri pada kemampuannya untuk mengucapkan kata-
kata pada daftar kata yang mudah diucapkan. Pada eksperimen kedua, siswa-siswa
diminta untuk memprediksikan tampilan kata-kata yang tidak punya arti dari tes
membaca di mana butir-butir pertanyaannya disusun berdasarkan tingkat kesulitan.
Setelah itu mereka diberi tugas untuk membaca kata-kata, dengan urutan kegiatan
sebagai berikut: Daftar kata-kata disusun untuk setiap peserta. Daftar itu meliputi
rentangan kata yang mudah sekali sampai yang paling sukar.
Hasilnya menunjukkan bahwa anak yang tidak berkesulitan belajar dalam
keterampilan pengucapannya menunjukkan perbedaan di antara kedua kelompok
itu terutama pada level melaksanakan tugas-tugas tertentu. Berbeda dengan anak
yang bukan berkesulitan belajar, anak yang berkesulitan belajar kurang mampu
membedakan kata-kata yang berbeda secara ortografis . Akan tetapi jika daftar kata
tersebut tulisannya disamakan dan diklasifikasikan menurut tingkat kesulitannya,
ternyata tidak ada perbedaan di antara kelompok tersebut dalam hal ketepatan
membaca.
b. Gangguan Ingatan Jangka Pendek
Ingatan jangka pendek merupakan sesuatu hal yang diperlukan untuk
memahami isi bacaan. Anak yang mengalami kesulitan membaca mengalami

8
kesulitan merekam

9
huruf yaitu mengeja bunyi secara teratur. Baddeley (1966) menjelaskan bahwa
dengan ingatan jangka pendek yang stabil, seseorang dapat menguasai huruf secara
stabil. Dengan demikian kemampuan untuk membentuk kode fonologi yang stabil
dalam ingatan jangka pendek berkaitan dengan kecakapan memahami isi bacaan.
Hasil tersebut sejalan dengan hipotesis bahwa pembaca yang terampil tampaknya
lebih banyak menyimpan kata-kata dalam bentuk fonologis dalam memory jangka
pendek. Hal itu ditampakkan dalam kemampuan membentuk fonologi secara cepat,
yang membawa keuntungan tambahan untuk membantu mengingat bunyi-bunyi
huruf. Keuntungan kedua tampaknya memberikan tanda-tanda yang lebih stabil ,
yang membantu pembaca memahami informasi di dalam ingatan jangka pendek.
Ketidakmampuan menghubungkan huruf dengan bunyi huruf secara cepat akan
menghalangi pemahaman dan penyimpanan informasi dalam ingatan jangka
pendek. Pada anak berkesulitan membaca, proses perekaman fonologi dalam
ingatan jangka

pendek tidak dapat berlangsung secara sempurna. Beberapa pembaca berkesulitan


belajar cenderung mengalami kekurangan dalam menghafal dan dalam strategi
mengingat yang dapat memberi kemudahan dalam membaca.
c. Gangguan pemahaman
Selain kesulitan dalam kemampuan menyusun kata ke dalam kalimat, ada
sejumlah bukti bahwa anak yang kesulitan membaca kurang mahir dalam
menggunakan strategi pemahaman, dan kesulitan itu secara khusus menjadi
masalah dalam menulis teks. Kesulitan itu berhubungan dengan strategi kognitif yang
berbeda. Anak-anak berkesulitan membaca menampakkan kelemahan dalam
pemahaman dan pendekatan melalui teks akan membuat anak menjadi lebih pasif
(Bransford, Stein dan Vye, 1982). Selanjutnya mereka kurang efisien dalam strategi
membaca sepintas (Garner dan Reis, 1981). Pada anak berkesulitan membaca,
perbedaan strategi di dalam pemahaman teks dapat disebabkan oleh kekurangan dalam
penguasaan bahasa. (Downing, 1980). Anak berkesulitan membaca mengalami
kekurangan atau ketidakmampuan menemukan teknik-teknik untuk memahami
teks (bacaan).
Hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan menghubungkan kata dalam kalimat dan
kelemahan dalam melakukan strategi, serta menunjukkan kekurangan dalam

10
memahami apa yang didengar. Beberapa peneliti seperti Smiley, Oakley, Worthen,

11
Campione dan Brown (1977), menemukan bahwa pemahaman pendengaran pada
anak-anak yang mengalami kesulitan membaca mengalami gangguan. Hasil
penelitian tersebut mendukung hipotesis bahwa ada hubungan yang erat antara
pemahaman melalui pendengaran dengan keterampilan membaca.

3. Karakteristik Menulis
a. Karakteristik Menulis dengan Tangan atau Menulis Permulaan.
Prasyarat seorang anak dapat masuk sekolah adalah menulis tangan.
Prasyarat tersebut diperuntukkan untuk permulaan guru dan murid dalam belajar.
Menurut Lerner (Mulyono Abdurrahman, 2003:227) beberapa faktor yang
mempengaruhi kemampuan anak dalam menulis :
• Motorik
• Perilaku

Persepsi
• Memori
• Kemampuan melaksanakan cross modal
• Penggunaan tangan yang dominan
• Kemampuan yang memahami instruksi
Pengaruh perkembangan motorik yang belum matang anak akan kesulitan
dalam menulis perilaku anak yang perhatian mudah teralihkan dapat menyebabkan
pekerjaannya terhambat. Jika, persepsi visual terganggu maka anak akan sulit
membedakan bentuk-bentuk huruf yang hampir sama. Apabila persepsi auditorisnya
terganggu maka anak akan mengalami kesulitan dalam menulis kata yang diucapkan
oleh guru. Selain itu, apabila memori visual dan auditoris terganggu maka anak akan
mengalami kesulitan dalam mengingat huruf dan kesulitan menulis.
Ciri-ciri anak yang mengalami belajar menulis ada empat macam, yaitu :
1) Sudut pensil terlalu besar
2) Sudut pensil terlalu kecil
3) Menggenggam pensil seperti mau meninju
4) Menyangkutkan pensil ditangan atau menyeret

12
b. Mengeja
Menurut Lernen (Mulyono Abdurahman 2003:230), ada dua cara untuk
mengajarkan mengeja, yaitu :
1) Mengeja melalui pendekatan linguistik
2) mengeja melalui pendekatan kata-kata
Pendekatan linguistik yaitu menekankan pada aturan-aturan sehingga harus
memperhatikan fonologi, morfologi dan sintaktis atau pola-pola kata. Dalam kehidupan
sehari-hari sering dijumpai anak yang mampu mengeja huruf-huruf dari suatu kata
tetapi tidak mampu membaca rangkaian huruf yang membentuk kata. Jadi anak itu
tergolong kesulitan mengeja dan kesulitan belajar.
c. Menulis Ekspresif
Menulis ekspresif disebut juga mengarang atau komposisi (Mulyono
Abdurahman, 2003:231) untuk dapat menulis ekspresif anak harus memiliki
kemampuan

berbahasa ujaran, membaca, mengeja,menulis, dengan jelas dan memahami aturan jenis
tulisan. Menurut Roit dan McKeinze yang dikutip Lovitt (Mulyono Abdurahman,
2003:231), ada tiga alasan yang menyebabkan kesulitan menulis ekspresif, yaitu :
1) Pendekatan analisis
2) Tidak mendapat kesempatan menulis secara ekspresif
3) Kurang memiliki keterampilan metakognitif

4. Karakteristik Berhitung

Menurut Lerner (Mulyono Abdurahman 2003:259) ada beberapa karakteristik anak


berkesulitan belajar berhitung yaitu :
a. Adanya gangguan dalam hubungan keruangan
Adanya kondisi intrinsik diduga karena disfungsi otak dan kondisi ekstrinsik
lingkungan sosial yang tidak menunjang terjadinya komunikasi. Ada empat konsep
yang harus dikuasai oleh ketika anak masuk SD :
1) Konsep keruangan
2) Konsep waktu
3) Konsep kuantitas

4) Konsep serbaneka (miscallaneous)

13
b. Abnormalitas persepsi visual
Anak berkesulitan dalam melihat berbagai objek dalam hubungannya dengan kelompok
atau set. Selain itu, anak sering juga tidak mampu membedakan bentuk-bentuk.
• Asosiasi visual motor
Anak yang hanya bisa menghafal tanpa bisa memahaminya.
• Perseverasi
Anak yang perhatiannya hanya dapat melekat pada satu objek saja dalam jangka waktu
yang lama.
• Kesulitan mengenal dan memahami simbol
Anak sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol
matematika seperti + , — , <, >, dan sebagainya. Kesulitan semacam ini disebabkan
oleh terganggunya perspsi visual.
• Gangguan penghayatan tubuh
Anak merasa sulit memahami untuk memahami hubungan bagian-bagian dari
tubuhnya sendiri. Ketika anak dimnta untuk menggambar tubuh orang misalnya,
mereka akan menggambar tubuh yang tidak lengkap atau menempatkan bagian
tubuh pada posisi yang salah. Contohnya : tangan diletakan di kepala.
• Kesulitan dalam bahasa dan membaca
Matematika itu sendiri hakikatnya adalah bahasa simbolis (Johnson& Myklebust,
1967:224) dalam pendidikan Mulyono Abdurrahman. Oleh karena itu, kesulitan
belajar bahasa dapat berpengaruh terhadap kemampuan anak di bidang matematika.

Matematika dalam bentuk soal cerita menuntut kemampuan membaca untuk


memecahkan masalahnya. Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan membaca
akan mengalami kesulitan pula dalam memecahkan soal matematika yang berbentuk
cerita tertulis.
• Skor IQ jauh lebih rendah dari VIQ
Hasil tes intelegensi dengan menggunakan WISC (Weschler Intelligence Scale for
Children) menunjukan bahwa anak berkesulitan belajar memiliki skor PIQ
(Performance Intelligence Quotient) yang jauh lebih rendah dibandingka VIQ (Verbal
Intelligence Quotient). Tes intelegensi ini memiliki dua subtes, yaitu: tes verbal
dan performance. Tes verbal mencakup (1) Informasi, (2) Persamaan, (3) Aritmatika,

14
(4) Pembendaharaan Kata, (5) Pemahaman. Subtes Performance mencakup (1)
Melengkapi Gambar, (2) Menyusun Balok, (3) Menyusun Balok, (4) Menyusun
Objek, (5) Coding (Anastasi, 1982:252). Rendahnya skor PIQ pada anak berkesulitan
belajar tampaknya terkait dengan kesulitan memahami konsep keruangan, gangguan
persepsi visual, dan adanya gangguan asosiasi visual-motor

C. Intervensi Terhadap Anak Berkesulitan Membaca

1. Tipe ( Bentuk ) Kesulitan Membaca

Secara umum, M. Monroe ( dalam permanarian, 1992:7) membagi kesulitan membaca


menjadi delapan bagian:
a. Kurang mengenal huruf
b. Bingung urutan letak huruf. Contoh ; “a-na” dibaca “a-an”
c. Menambah suara yang tidak ada contoh : “saya” dibaca “sayah”
d. Menghilangkan huruf yang ada contoh : “sudah” dibaca “udah”
e. Mengganti kata contoh : “itu”dibaca “ini”
f. Mengulang kata contoh : “Ali pergi ke Jakarta” dibaca “Ali A..A..Ali pergi ke
Jakarta”
g. Menambah kata yang tidak ada bacaan . Contoh : “Ini rumah didi” dibaca “Ini
rumah mamat”

Hasil pengamtan dilapangan terhadap beberapa kasus ditemukan berbagai

tipegangguan dalam membaca, :


a. Menghilangkan huruf contoh : “ Hujan lebat disertai angin kencang menimpa desa
keluarga Ani”. Dibaca “ Hujan lebat disertai angin kencang mempa desa Ani”.
b. Menghilangkan kata contoh : “Tahun 1942, negara kita dijajah jepanh “. Dibaca
“ Tahun 1942 kita dijajah jepang” kata negara tidak terbaca.
c. Menambah huruf. Contoh “saya”dibaca”sayah”
d. Penggantian huruf dan kata
e. Kurang memperhatikan tanda baca
f. Pemahaman isi bacaan

15
2. Asesmen Kemampuan Membaca

Asesmen kemampuan membaca bertujuan untuk :


a. Menentukan pengelompokan anak secara tepat untuk pengajaran
b. Menunjukkan secara tepat kebutuhanbelajar anak secara spesifik
c. Menilai kekuatan dan kelemahan dari program pengajaran
d. Mengakses perkembangan membaca seseorang
e. Pertanggung jawaban kepada orang tua/masyarakat
Keterampilan anak dinilai semata — mata didasarkan kepada kriteria yang ditetapkan
terlebih dahulu :
a. Asesmen formal
Tes yang dipergunakan untuk melakukan asesmen secara formal, meliputi : tes
survey, tes diagnostic, dan tes prestasi.
b. Asesmen informal
Asesmen informal yang dapat dipergunakan , antara lain :
1) Informal Reading Inventories ( IRI)
Kebanyakan IRI dibuat oleh guru dengan menggunakan bahan — bahan yang biasa
diajarkan di kelas. Tahapan tes ini :
a) Siswa diminta untuk membaca satu set daftar kata
b) Siswa mulai membaca suatu wacana yang terdiri dari beberapa bagian yang
keseluruhan kata dalam wacana tersebut berkaitan dengan daftar kata yang
telah dibaca siswa

c) Setelah setiap bagian dibaca , siswa harus menjawab pertanyaan yang bersifat
pemahaman
2) Cloze Procedure
Tehnik ini dikembangkan oleh Taylor (1983) Langkah — Langkah :
a) Pilih sebuah wacana yang terdiri dari 250-500
b) hilangkan kata — kata pada setiap kata yang kelima
c) Pada kata yang hilang diberi garis Panjang
d) Jangan menghilangkan kata — kata dari kalimat yang pertama dan terakhir
e) Siswa diminta untuk membaca paragraph itu dan menbak kata apa yang harus
di isi pada titik titik itu

16
f) Hitunglah jumlah kata — kata yang benar, kemudian buat presentase dari kata
yang diisi dengan benar itu
Keuntungan Cloze Procedure adalah sebagai berikut:
a) Dapat mengukur proses membaca
b) Mensyaratkan level berpikir tinggi dari pada pertanyaan yang bersifat biasa
c) Memerlukan waktu yang singkat untuk menyusunya dari pada cara yang lain
d) Dalam menentukan score sangat objektif
e) Penggunaan waktu yang relative singkat dalam pengadministrasiannya
3) Asesmen minat membaca
Asesemen ini penting untuk menentukan mint abaca anak, kebiasaan anak, dan
untuk mengetahui tahapan membaca serta kemampuanya.

3. Prosedur Intervensi Kesulitan Membaca

Intervensi terhadap siswa yang berkesulitan membaca dilakukan melalui tahapan berikut :
a. Identifikasi masalah
b. Diagnosis
c. Penyusunan program layanan
d. Evaluasi

4. Pendekatan dan Tekhnik dalam Intervensi Kesulitan Membaca

a. Teknik Gilingham dan Stillman


Gilingham dan Stillman berpendapat bahwa siswa yang mengalami hambatan Bahasa

secara khusus, hanya dapat membaca secara baikjika metode yang dipilih sesuai
dengan perkembangan fungsi Bahasa yang digunakan.
b. Tekhnik Fernald
Tehnik ini terdiri dari 4 tahapan berikut :
Tahap satu pada tahap ini siswa memilih kata — kata yang dipelajari, tiap kata
dituliskan dengan krayon pada kertas dengan tulisan miring.
Tahap Dua siswa masuk tahap ini jika terbukti tidak memerlukan selusur lagi.
Tahap Ketiga pada tahap ini siswa mempelajari kata dengan melihat dan
mengucapkannya.

17
Tahap Empat siswa diharapkan mengenal Kembali kata — kata baru dan
memahaminya setiap kali kata itu muncul.
c. Pendekatan untuk membantu siswa dalam membaca pemahaman
Pendekatan yang dapat digunakan dalam membantu siswa pemahaman adalah
pendekatan dengan penekanan pada makna.

D. Intervensi Terhadap Anak Berkesulitan Menulis

Dalam tahap ini akan dibahas tentang intervensi bagi anak — anak yang mengalami
kesulitan belajar menulis, khususnya menulis dengan tangan atau menulis permulaan,
mengeja, dan menulis ekspresif. Adapun pembahasanya meliputi: tipe — tipe kesulitan
menulis, asesmen, diagnostic, remediasi.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Istilah anak berkebutuhan khusus bukan kata lain dari istilah anak penyandang cacat
tetapi istilah yang lebih luas untuk menggambarkan keadaan anak yang mengalami
hambatan perkembangan dan hambatan belajar termasuk anak-anak penyandang cacat.
Akibat dari itu mereka memerlukan layanan khusus dalam pendidikan.
Anak berkebutuhan khusus meliputi dua kelompok yaitu anak berkebutuhan khusus
yang bersifat temporer dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen. Dilihat dari
sebab-musabab munculnya kebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu
karena faktor internal, faktor eksternal dan kombinasi antara faktor ekternal dan internal.
Anak-anak yang memiliki hambatan belajar dan hambatan perkembangan (termasuk
anak-anak penyandang cacat) dipandang sebagai anak yang memerlukan layanan khusus
dalam pendidikan (children with speciaional educational needs). Oleh karaena itu layanan
pendidikan anak anak seperti itu tidak harus selalau di sekolah khusus, tetapi dapat dilayani
di sekolah biasa sepanjang hambatan belajarnya dan kebutuhannya dapat dilayani.

B. Saran

Alangkah baiknya jika seluruh pihak yang terlibat dapat merubah cara pandang serta
meningkatkan pengembangan Pendidikan kebutuhan khusus bagi Anak Berkebutuhan

Khusus. Dari penjelasan tentang anak berkebutuhan khusus (abk) diatas tadi, setidaknya kita
sudah mengetahui sedikit tentang keadaan anak berkebutuhan khusus (abk) itu. Semoga
dengan sedikit pengetahuan tentang konsep ABK ini kita bisa merubah cara pandang kita
yang kurang baik dan bisa mengingatkan dalam rangka fastabiqul khoirot.

19
DAFTAR PUSTAKA

Wardani, I.G.A.K., dkk. 2020. Venmantar Vendidioan Lnao Beroebutuhan Ohusus. Jakarta:
Universitas Terbuka.

20

Anda mungkin juga menyukai