Anda di halaman 1dari 8

1.

Judul : Disleksia

Nama : Annisa Artanti

Nim : 1705111200

2. Pendahuluan
Setiap anak memiliki hak yang sama dalam hal pendidikan dan dalam
memperoleh pengetahuan. Setiap anak berhak menjadi pintar, tidak peduli
apakah anak tersebut memiliki gangguan atau tidak dalam belajar. Saat ini
sering kita lihat banyak anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Pada
dasarnya kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh siswa yang memiliki
kemampuan rendah, namun dapat juga dialami oleh siswa yang memiliki
kemampuan tinggi,selain itu juga bisa dialami siswa berkemampuan rata-rata
yang diakibatkan oleh beberapa faktor-faktor tertentu sehingga terhambatnya
capaian kinerja akademik siswa.
Kesulitan belajar merupakan masalah bagi anak, baik di lingkungan
sosial maupun di lingkungan sekolahnya. Bila tidak ditangani dengan cepat
dan tepat maka akan menjadi masalah seumur hidupnya. Salah satu masalah
dari kesulitan belajar adalah kesulitan membaca atau disleksia.Frank Wood
(1993) menyatakan dalam penelitian epidemiologisnya, kesulitan membaca
merupakan lebih dari 90% dari kelainan non-psikiatris pada anak-anak
sekolah. Kebanyakan anak yang mengalami gangguan disleksia terutama yang
ringan dianggap sebagai anak yang tidak pandai, ceroboh dan lainnya
sehingga timbul rasa kurang percaya diri dan mengalami gangguan kesehatan
mental. Padahal penyandang disleksia bisa saja mempunyai kemampuan
intelegensi yang tinggi seperti Albert Einstein, Churchiil yang disebut sebagai
Gifted dyslexics

3. Tinjauan Teori
a. Pengertian Disleksia
Disleksia berasal dari bahasa Yunani, “dys” dan “lexis”. Disleksia
merupakan kesulitan belajar yang berkaitan dengan masalah keaksaraan
seperti mengeja, membaca, menulis dan ada juga beberapa kasus kesulitan
dengan angka, karena adanya kelainan neurologis yang kompleks –
kelainan struktur dan fungsi otak ( Abigail Masrhall, 2004 ).
Dapat pula gangguan disleksia merupakan kelainan bawaan
(constitutional in origin), keturunan (genetic). Bila salah satu dari kembar
identik mengalami disleksia, maka 85% sampai dengan 100%
kemungkinan anak kembar yang lain juga akan mengalami disleksia pula.
Bila salah satu orang tua mengalami disleksia, sekitar 25% sampai dengan
50% dari anaknya dapat mengalami disleksia pula.
Disleksia adalah ketidak mampuan bahasa atau keaksaraan, yang
berpengaruh dalam hal berbicara, menulis, membaca dan mendengarkan.
Ini adalah gangguan dalam penggunaan kata-kata atau aksara. Akibatnya,
berhubungan dengan orang lain serta kinerja dalam setiap mata pelajaran
disekolah dapat terpengaruhi oleh disleksia. ( Bolhasan, 2009).
Kesulitan seperti ini telah diperkirakan terjadi sekitar 10 sampai 15%
dari usia dan cenderung disertai dengan kekurangan tertentu dalam
kemampuan berkaitan dengan menulis, membaca, dan kemampuan
keaksaraan lainnya. Pola gejala ini sering disebut disleksia, atau
sebaliknya. Ketidakmampuan membaca tertentu ( Vellutino, et al, 2004 ).
Menurut Homsbay dan Sodiq, disleksia merupakan bentuk kesulitan
belajar membaca dan menulis terutama belajar mengeja dengan benar dan
mengungkapkan pikiran mereka secara tertulis, memanfaatkan
kesempatan bersekolah dengan normal serta tidak memperlihatkan
keterbelakangan dalam mata pelajaran lainnya.
Dari pendapat beberapa para ahli dapat disimpulkan bahwa disleksia
adalah suatu gangguan yang berpusat pada sistem saraf, dan mengalami
kesulitan dalam hal menulis, membaca, mengeja dan gangguan keaksaraan
lainnya, gejala penyerta lainnya adalah berupa kesulitan menulis angka,
menghitung, keterampilan motorik.
b. Bentuk Kesulitan Membaca Anak Gangguan Disleksia
Badan Penelitian Dan Pengembangan Departemen Pendidikan
Nasional tahun 2007, mengemukakan kesulitan membaca anak disleksia
adalah:
1. Penambahan ( Addition )
Penambahan huruf pada suku kata.
Contoh: pensil -> pensilku
2. Penghilangan ( Omission )
Penghilangan huruf pada suku kata
Contoh: sawit -> wit
3. Pembalikan Kiri – Kanan ( Inversion )
Membalik balikkan bentuk angka, huruf maupun kata dengan arah
terbalik
Contoh: kasur -> rusak
4. Pembalikan Atas - Bawah ( Revelsall )
Membalik balikkan bentuk angka, huruf maupun kata dengan
terbalik atau bermasalah dalam menentukan arah
Contoh: 2 -> 5, b -> p
5. Penggantian ( Substitusi )
Pengganti angka atau huruf
Contoh: 5 -> s , gajah -> gagah
c. Penyebab Disleksia
Penyebab disleksia bisa di kategorikan menjadi beberapa faktor yaitu:
1. Faktor Biologis
Peneliti meyakini disleksia merupakan akibat dari adanya
penyimpangan fungsi bagian tertentu dari otak, diyakini ada
bagian bagian tertentu dari otak anak disleksia yang
perkembangan dan kematangan otaknya lebih lambat dibanding
anak – anak normal. Teori dulu memang banyak diperdebatkan,
namun bukti bukti yang akurat dapat mengindikasikan bahwa teori
ini memiliki validitas. Teori lain menyatakan bahwa disleksia
dapat disebabkan oleh gangguan pada struktur otak dan beberapa
peneliti melakukan penelitian penelaahan otak manusia disleksia
yang sudah meninggal.
Dari penelaahan otak tersebut diperoleh gambaran bahwa
gangguan struktur otak mungkin mengakibatkan sejumlah kasus
penting disleksia berat. Dalam kasus gangguan disleksia faktor
genetik juga ikut berperan. Beberapa hasil penenlitian
mengungkapkan bahwa 50% atau lebih anak disleksia memiliki
riwayat orang tua yang disleksia atau gangguan lain yang
berkaitan.
2. Faktor Psikologis
Beberapa periset mengkategorikan anak disleksia kedalam
gangguan psikologis atau emosional sebagai akibat tindakan
kurang disiplin, tidak memiliki orang tua, sering pindah sekolah,
kurangnya kerja sama dengan guru,atau penyebab lainnya.
Memang anak yang jarang ceria, sering marah – marah, atau
memiliki hubungan kurang baik dengan orang tua atau anak lain
kemungkinan memiliki masalah belajar. Stress bisa juga
mengakibatkan disleksia, namun yang pasti stress dapat
memperburuk masalah belajar.
3. Faktor Pendidikan
Disleksia bisa disebabkan oleh metode yang digunakan ketika
mengajarkan anak membaca, terutama metode “ whole-word “
yang mengajarkan kata – kata sebagai satu kesatuan daripada
mengajarkan anak kata sebagai bentuk bunyi dari suatu tulisan.
Contohnya adalah ketika anak belum mampu membedakan anatar
huruf p dan q, maka cara pengajarannya adalah mempelajari
hurufnya satu per satu. Anak dilatih terus menerus sampai ia bisa
membedakan dan menguasainya. Mengajarkan anak membaca
dengan metode fonetik akan lebih mudah mempelajari kata – kata
baru.
Sementara ahli lainnya meyakini bahwa dengan
mengkombinasikan pendekatan “ kata utuh “ dan metode fonetik
merupakan cara paling ampuh dan efektif dalam pengajaran
membaca.
4. Kecelakaan
Gangguan kemampuan membaca dan mengenali huruf akibat
kerusakan saraf otak atau selaput otak, sehingga otak kiri
korteks oksipital ( bagian belakang ) terganggu. Kerusakan
bisa disebabkan oleh infeksi ataupun kecelakaan. Karena
kerusakan ini, otak tidak bisa berfungsi mengenali semua citra
yang ditangkap oleh indra penglihatan karena ada gangguan
sambungan otak kiri dan kanan. Ada yang berpendapat bahwa
gangguan itu dinyatakan disleksia dan ada juga yang
menyatakan gangguan itu adalah aleksia.
d. Upaya Penyembuhan
Di Amerika Serikat, telah dikembangkan metode untuk membantu
para penyandang disleksia, yang dikembangkan oleh Dore Achievement
Centers.
Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa anak disleksia memiliki
kekurangan aktivitas pada otak dibagian kanan yang dinamakan
serebelum, yang hanya mengandung 50% saraf otak. Dengan adanya
metode ini, anak distimulasi dibagian otak tesebut dengan sejumlah
pelajaran.
Beberapa pendekatan yang bisa dilakukan untuk upaya penyembuhan
ialah:
1. Educational Approach dan Phonic Lessons. Apabila guru dan
orang tua mulai merasa bahwa anak mengidap gangguan disleksia,
hendaknya segera berkonsultasi dengan psikolog untuk
mendapatkan informasi mengenai tindakan selanjutnya cara
penanganan yang sebaiknya dilakukan untuk membantu anak
dalam meningkatkan perkembangan membacanya. Apabila anak
mendapat penanganan yang tepat dan secara terus menerus
dilakukan penanganannya, anak akan dapat membaca sama seperti
anak normal lainnya bahkan juga bisa ber-IQ lebih tinggi dari
anak normal.
2. Metode Multi-Sensory. Metode yang berintegritas, anak akan
diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya
lalu diucapkan kembali, tetapi juga memanfaatkan kemampuan
penglihatan serta sentuhan. Cara ini dilakukan untuk
memungkinkan terjadinya asosiasi antara penglihatan,sentuhan
dan pendengaran sehingga mempermudah otak bekerja mengingat
kembali huruf - huruf.
3. Pengobatan terbaik mengenali kata adalag mengajarkan langsung
menggunakan pendekatan montessori. Pengobatan ini tediri dari
mengajar bunyi – bunyian dengan isyarat yang bervariasi,
biasanya secara terpisah dan bila memungkinkan sebagai bagian
dari program membaca. Pengajaran tidak langsung untuk
mengenali kata juga sangat membantu, pengajaran ini terdiri dari
latihan meningkatkan pelafalan dan membaca. Anak diajarkan
bagaimana memproses suara – suara dengan menggabungkan
suara – suara kedalam bentuk kata – kata, dengan memisahkan
kata – kata kedalam bagian – bagian dan dengan mengenali letak
suara.
4. Pengobatan tidak langsung bisa di lakukan dengan latihan gerakan
mata atau latihan penglihatan perseptual. Manfaat pengobatan
tidak langsung tidak terbukti dan mampu menghasilkan harapan
tidak realistis dan menghambat pengajaran yang dibutuhkan.

4. Saran

Saran ditujukan untuk

a. Orang tua
Saran yang bisa diberikan kepada orang tua yang anaknya memiliki
ganguan disleksia ialah:
1. Sabar dalam mengajari ataupun membimbing anak yang ia anggap
sulit.
2. Selalu membangkitkan semangat anak dalam masa penyembuhan
ataupun terapi.
3. Jangan terlalu memaksakan anak untuk dapat belajar dengan cepat
dan menguasai pelajaran
4. Selalu cek perkembangan anak sampai mana ia sudah berkembang.
b. Guru atau Pendidik
Saran yang bisa diberikan kepada Guru atau pendidik yang memiliki
murid dengan gangguan disleksia ialah:
1. Melakukan pendekatan kepada murid agar ia merasa nyaman
berada didekat guru ataupun merasa nyaman menyampaikan keluh
kesahnya.
2. Selalu menyemangati anak dalam situasi apapun agar ia merasa
bahwa ia mampu untuk melewati semua prosedur penyembuhan.
3. Melakukan metode pembelajaran yang sesuai dan menyenangkan
bagi anak.
4. Cek selalu perkembangan anak sampai mana ia sudah berkembang.
5. Daftar Pustaka

Olivia Bobby Hermijanto dan Vica Valentina. 2016. DISLEKSIA : bukan


bodoh, bukan malas, tapi berbakat!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Soeisniwati Lidwina. 2012. Disleksia Berpengaruh Pada

Kemampuan Membaca Dan Menulis. Jurnal Stie Semarang. 4(3) (Issn : 2252-
7826)

Loeziana. 2017. Urgensi Mengenal Ciri Disleksia. Dosen Fakultas Tarbiyah


dan Keguruan UIN Ar-Raniry. 3(2)

Anda mungkin juga menyukai