Anda di halaman 1dari 15

REFERAT Maret 2017

“DISLEKSIA”

Nama : Shofa Aji Setyoko

NIM : N 111 16 034

Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Disleksia merupakan bentuk gangguan belajar yang paling umum


ditemukan. Istilah disleksia sering dipakai untuk menggambarkan semua aspek
kesulitan membaca, menulis, mengeja, dan gabungan ketiganya. Disleksia pada
awalnya diketahui pada orang dewasa pada akhir abad XIX, sedangkan pada anak
dilaporkan pertama kali pada tahun 1896.1
Disleksia yaitu suatu istilah luas yang digunakan untuk gangguan
kemampuan membaca, sering disebabkan oleh kelainan herediter yang mengenai
5% populasi. Penyebabnya tidak diketahui, meskipun telah diajukan dua teori
patogenik. Salah satunya adalah bahwa kemampuan mengikat bunyi pembicaraan
berkurang, sehingga pasien mengalami kesulitan menerjemahkan bunyi itu secara
mental dalam satuan bunyi (fonem). Teori lain adalah bahwa defek di bagian
magnoseluler sistem penglihatan memperlambat pemrosesan defisit fonemik.
Bagaimanapun, sering dijumpai penurunan aliran darah di gyrus angularis pada
hemisfer kategoris.2
Disleksia, gangguan bahasa yang lain, adalah kesulitan belajar membaca
karena kesalahan interpretasi kata-kata. Gangguan ini timbul akibat kelainan
perkembangan di koneksi-koneksi antara daerah penglihatan dan daerah bahasa
korteks atau di dalam daerah penglihatan dan daerah bahasa korteks atau di dalam
daerah bahasa itu sendiri; yaitu pasien lahir dengan “cacat kabel” di dalam sistem
pemrosesan bahasa. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa disleksia berakar
pada defisit dalam pemrosesan fonologis, yang berarti gangguan kemampuan
untuk menguraikan bahasa tulisan menjadi komponen-komponen fonetik yang
mendasarinya. Pengidap disleksia mengalami kesulitan mengurai dan, karenanya,
mengidentifikasi dan memberi arti pada kata-kata. Keadaan ini sama sekali tidak
berkaitan dengan kemampuan intelektualitas. 3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Disleksia didefinisikan sebagai gangguan membaca primer, yang
dibedakan dari bentuk sekunder. Kata dyslexia berasal dari bahasa Yunani,
dys artinya tanpa, tidak adekuat atau kesulitan dan lexis/lexia yang artinya
kata atau bahasa, sehingga diartikan sebagai kesulitan membaca kata-kata.
Disleksia sekunder yaitu kesulitan membaca yang disebabkan oleh
berbagai kondisi, seperti gangguan visual atau pendengaran, cacat
intelektual, kurangnya pembelajaran/latihan atau sebab lainnya. 1
Terdapat 5 kriteria yang harus terpenuhi untuk mendefinisikan
disleksia, yaitu: 1) anak tidak menderita kelainan neurologis mayor, misal
palsi serebral; 2) fungsi sensorik utama harus normal, dan anak tidak buta
atau tuli; 3) anak tidak mengalami masalah psikiatri yang berat (karena
seringkali ditemukan masalah rendah diri pada anak disleksia); 4)
intelegensia anak harus normal; 5) anak tinggal dalam lingkungan sosial
dan pendidikan yang kondusif untuk belajar membaca. 1
Menurut WHO, disleksia didefinisikan sebagai gangguan pada
kemampuan membaca yang spesifik dan bermakna, yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar berbagai defisit intelegensia umum, kesempatan
dalam belajar, kemauan atau kemampuan indra. 1
Menurut DSM IV, disleksia adalah gangguan kemampuan
membaca, meskipun penderita mempunyai intelegensia normal, tidak
terdapat kecacatan fisik dan psikologis, dan mendapatkan pendidikan
formal yang memadai. 1

2.2 Epidemiologi
Prevalensi disleksia di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 5%
sampai 17% pada anak usia sekolah; dan 40% dengan kemampuan
membaca sangat rendah. Prevalensi yang hampir sama didapatkan di

3
daerah Persia, yakni sebesar 5,2%. Kelainan ini terdapat pada sedikitnya
80% dari semua individu yang teridentifikasi sebagai kesulitan belajar.1
Penelitian dengan populasi yang dipilih secara acak, menunjukan
bahwa disleksia dialami oleh anak laki-laki dan perempuan dengan
proporsi yang sama. Beberapa penelitian yang mengikutkan populasi besar
menunjukkan disleksia terjadi 2-3 kali lebih banyak pada laki-laki. Ketika
dibedakan antara gangguan membaca dengan gangguan mengeja, hasil
penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih cenderung mengalami
gangguan mengeja, sedangkan gangguan membaca pada laki-laki dan
perempuan memiliki kecenderungan yang sama.1
Disleksia adalah gangguan perkembangan yang berbasis genetik,
dan dijumpai lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan. Untuk
beberapa tahun, disleksia dikonsepkan secara spesifik sebagai gangguan
membaca yang mempengaruhi proses belajar anak. Pada dasarnya
kemampuan membaca merupakan kemampuan alami yang bisa dipelajari
setiap orang, namun terdapat beberapa orang yang memiliki kesulitan
membaca dikarenakan adanya gangguan dalam otak. Jenis gangguan ini
dinamakan dengan disleksia. Hambatan utama yang dialami anak
disleksia, yaitu kesulitan untuk memaknai simbol, huruf dan angka,
melalui persepsi visual dan auditoris.4,5

2.3 Etiologi
Disleksia diketahui sebagai gangguan yang diturunkan dan
familial. Penurunannya terjadi secara autosomal dominan pada beberapa
keluarga dan kemungkinan pembawa sifatnya adalah gen pada kromosom
15. Bukti ini semakin menunjukkan bahwa disleksia merupakan kelainan
yang diturunkan. Kemungkinan 50% orang tua disleksia mempunyai anak
disleksia, 50% saudara kandung penderita mungkin menderita kelainan
yang sama dan 50% penderita anak-anak mempunyai orang tua yang
menderita disleksia. Sebuah bukti penelitian menunjukkan bahwa kelainan
disleksia ini melibatkan lokus pada kromosom 2, 3, 6, 15, dan 18.1

4
2.4 Patofisiologi
Disleksia dikarakteristikkan sebagai gangguan kemampuan
membaca tanpa atau dengan masalah psikologi. Membaca merupakan
proses yang berlangsung di daerah spasio-temporal, yang melibatkan
pengkodean berurutan terhadap simbol-simbol visual. Kemampuan spasio-
temporal seperti mendeteksi perubahan huruf-huruf mempunyai peranan
yang penting dalam proses membaca.1,6
Pemeriksaan neurobiologik pada penderita disleksia menunjukkan
adanya gangguan fungsi membaca pada bagian posterior hemisfer kiri,
terutama di daerah temporo-parieto-oksipitalis. 1
Gyrus angularis merupakan bagian lobus parietalis posterior yang
paling inferior, terletak tepat di belakang area Wernicke dan di sebelah
posterior bergabung dengan area visual lobus oksipitalis. Bila daerah ini
mengalami kerusakan sedangkan area Wernicke di lobus temporalis tetap
utuh, pasien masih dapat menginterpretasikan pengalaman auditorik
seperti biasanya, namun rangkaian pengalaman visual yang berjalan dari
korteks visual ke area Wernicke benar-benar terhambat. Oleh karena itu,
pasien mungkin masih mampu melihat kata-kata dan bahkan tahu
mengenai kata-kata itu, tetapi tidak dapat menginterpretasikan arti kata-
kata itu. Keadaan ini disebut disleksia, atau buta kata-kata (word
blindness).7
Sebuah teori disleksia yang bersumber pada defisit proses di
temporal, yang menggabungkan gejala klinis dengan kompleks
neuropsikologis dan keragaman bentuk disleksia. Teori ini berdasarkan
pendekatan neuropsikologis yang mengarah pada defisit fonologis dan
gangguan visual. Dalam teori ini dikemukakan bahwa pada anak disleksia
didapatkan kesulitan untuk menyatukan perubahan stimulus yang
berlangsung cepat (khas pada disleksia). Kesulitan ini akan mengakibatkan
kegagalan persepsi pendengaran pada konsonan, defisit dalam penilaian
perintah temporal, dan defisit dalam berbagai tingkat membaca cepat.
Diskalkulia, biasanya terdapat pada disleksia berat juga merupakan hasil

5
dari kegagalan fungsi proses numerik temporal. Koordinasi motorik halus
juga dapat terganggu pada penderita disleksia, yang akan mengakibatkan
disgrafia atau kesulitan dalam menulis, dan dispraksia atau kesulitan
dalam koordinasi gerakan motorik. 1

Perkembangan Dispraksia, Diskalkulia


terlambat pada daerah disgrafia
temporal
Gangguan
bicara
Defisit proses
di temporal

Gangguan Gangguan
diskriminasi awareness fonem
fonem

Aturan Gangguan
morfosintakti Gangguan memori jangka
k persepsi visual pendek

Gangguan pengucapan Disleksia

Gambar 1. Mekanisme terjadinya disleksia dan kelainan penyerta

Para ilmuwan telah menggunakan teori membaca untuk membantu


memahami disleksia. Salah satu teori membaca yang paling banyak
diterima adalah teori jalur ganda. Dalam teori ini terdapat dua mekanisme
yang digunakan untuk membaca sebuah kata, yaitu jalur langsung
(ortografi) dan jalur tidak langsung (fonologis). Jalur langsung adalah
melihat kata dan otomatis mengetahui apa yang dibaca. Untuk orang yang
sering melihat kata-kata, dan kata-kata tersebut telah dikenali sebelumnya,
maka kemungkinan besar jalur inilah yang digunakan. Pembaca terlatih
menggunakan jalur ini untuk sebagian besar yang mereka baca, meskipun

6
mereka dapat menggunakan jalur lain ketika mereka menemukan kata-kata
yang baru atau kata asing. Jalur tidak langsung menterjemahkan huruf-
huruf menjadi suara, dan mengetahui pengucapan kata-kata dari kombinasi
suara yang dihasilkan. Jalur ini menggunakan proses fonologis dan
biasanya digunakan pada awal perkembangan keterampilan membaca.
Pembaca yang menemukan kata-kata baru maka kata-kata tersebut dibaca
dengan hati-hati. Banyak penderita disleksia memiliki kesulitan
menggunakan jalur ini karena keterampilan fonologis mereka kurang. 1
Pada dasarnya, membaca terdiri dari 2 proses utama, yaitu
pengkodean dan pemahaman. Pada penderita disleksia, terdapat defisit
fonologis sehingga terjadi kegagalan dalam memisahkan fonem sebagai
segmen dasar sebuah kata-tulis. 1

2.5 Gambaran Klinis


Anak-anak dengan gangguan membaca sering membutuhkan waktu
dua-tiga kali lebih banyak untuk membaca teks dibanding anak normal.
Keterlambatan membaca ini menyebabkan kesulitan untuk memahami apa
yang telah dibaca, terutama ketika membaca kalimat yang panjang. Kata-
kata yang mengandung huruf mati, dibaca sangat lambat dan sering terjadi
kesalahan membaca. Pada kata yang sulit dibaca, anak-anak dengan
gangguan membaca cenderung untuk membaca kata-kata lain dengan huruf
yang mirip. Beberapa anak berhasil menyimpulkan isi kalimat berdasarkan
kata-kata lain meskipun dengan pengucapan yang salah. Karena itu,
diagnosis harus dibuat tidak hanya memperhatikan pemahaman bacaan,
tetapi juga memperhatikan kecepatan membaca, dan kata-kata yang dapat
diucapkan dengan jelas.1
Kecepatan membaca yang lambat merupakan gejala utama
gangguan membaca pada anak yang lebih besar. Kesulitan khususnya
terjadi pada kata-kata yang lebih kompleks, bersuku kata banyak, dan
jarang digunakan. Dalam situasi tertekan, gejala akan meningkat.

7
Gangguan membaca juga bermanifestasi dalam bentuk kesulitan berhitung
(diskalkulia) dan belajar bahasa asing. 1
Gangguan mengeja ditandai oleh peningkatan jumlah kesalahan
mengeja yang bermakna. Anak-anak dengan gangguan ini biasanya hanya
dapat mengeja dengan benar sebanyak 10% dari 40 kata dalam tes
pemeriksaan. Ketika diberi kebebasan untuk menulis, anak-anak ini akan
menghindari kata-kata yang tidak dapat mereka eja dengan benar, yang
sering dijadikan kompensasi untuk menghindari kesalahan mengeja.
Kondisi ini sering disalah artikan sebagai keterbatasan kosa kata atau
kurangnya kemampuan linguistik. 1
Komunikasi antara dokter anak dan pasien dapat memberi
kesempatan untuk mengidentifikasi faktor risiko gangguan membaca secara
lebih awal, untuk mendapatkan terapi secepatnya. Keluhan orang tua,
berupa keterlambatan bicara pada anak, yang mendorong mereka datang
kepada dokter dapat menjadi indikator pertama bahwa seorang anak
berisiko menderita kesulitan membaca. Keterlambatan perkembangan
bahasa ringan sampai sedang seperti tidak mampu mengucapkan 1 kata
pada usia 15-16 bulan dan tidak mampu mengucapkan kalimat setelah usia
24 bulan harus mendapat perhatian sebagai faktor risiko. 1
Pada usia 3-4 tahun, harus ditanyakan kemampuan anak-anak untuk
melafalkan sajak atau permainan yang menggunakan irama. Ketika anak
berusia 5 tahun, seharusnya mereka sudah mengenal huruf pada nama
mereka. Akhir periode taman kanak-kanak, mereka harus bisa membedakan
huruf besar dan huruf kecil. Pengenalan abjad pada usia ini sangat penting
karena merupakan awal dalam proses membaca. Pengenalan huruf pada
awal sekolah merupakan prediktor tunggal untuk gangguan membaca. 1

8
Gambar 2. Contoh tulisan penderita disleksia

2.6 Diagnosis
Disleksia merupakan diagnosis klinis. Diagnosis ditentukan
berdasarkan riwayat penderita, pengamatan dan penilaian psikometri. Dasar
diagnosis ICD-10 dan DSM-IV adalah gambaran klinis yang ditandai oleh
kegagalan perkembangan proses membaca dan mengeja. Namun, penelitian
terkini menunjukkan terdapat 3 kelainan yang terpisah, yaitu 1) kombinasi
gangguan membaca dan mengeja atau disleksia, 2) gangguan membaca,
dan 3) gangguan mengeja. 1
Sebagian besar gangguan membaca tidak terdiagnosis sampai anak
di kelas 3 atau sekitar umur 6-9 tahun. Anak usia prasekolah mempunyai
faktor risiko untuk menderita disleksia, antara lain kalo ada riwayat
keterlambatan bahasa atau tidak dapat mengeluarkan suara tertentu
(kesulitan dalam permainan kata-kata, kerancuan pada kata-kata dengan
bunyi yang sama, kesulitan belajar mengenal huruf), dan ada keluarga lain
yang menderita disleksia. Pada usia sekolah, anak sering dikeluhkan tidak

9
dapat mengerjakan tugas-tugas dengan baik. Orang tua dan guru seringkali
tidak menyadari bahwa penyebabnya adalah gangguan membaca. 1
Untuk menentukan apakah anak berisiko menderita disleksia,
skrining biasanya dilakukan pada akhir masa taman kanak-kanak atau
memasuki sekolah dasar. Siswa dengan kemampuan membaca di bawah
teman seusianya pada skrining dicurigai berisiko dan diberikan intervensi. 1

1. Penilaian kemampuan membaca


Pada saat ini, penilaian kemampuan membaca yang paling
diterima adalah penilaian berdasarkan fonologis. Anak dinilai dengan
mengukur pengkodean, kelancaran, dan pemahaman dalam membaca.
Pemeriksaan analisis fonologis untuk anak yang tersedia saat ini adalah
Comprehensive Test of Phonological Processing (CTOPP). Tes ini
terdiri atas pengukuran pengetahuan fonologis, pengkodean fonologis,
dan kemampuan mengingat dan memberi nama dengan cepat. 1
Pada anak usia sekolah, salah satu elemen yang penting untuk
dievaluasi adalah seberapa akurat anak dapat mengkode kata (membaca
kata-kata tunggal). Kelancaran membaca dapat dinilai dengan
menggunakan the Gray Oral Reading Test. Tes ini terdiri atas 13 bagian
yang semakin sulit dan masing-masing diikuti oleh lima pertanyaan
pemahaman. Kemampuan membaca kata tunggal dapat diketahui
dengan menggunakan Test of Word Reading Efficiency (TOWRE),
sebuah tes untuk kecepatan membaca kata-kata. Skrining oleh dokter
dapat dilakukan dengan mendengarkan anak membaca dengan keras
berdasarkan tingkat kemampuan membacanya. 1
2. Pemeriksaan Fisik, Neurologis dan Laboratorium
Pemeriksaan fisik secara umum memiliki peran yang sangat
kecil untuk mengevaluasi disleksia. Gangguan sensorik primer harus
disingkirkan terutama pada anak-anak. Jenis pemeriksaan ditentukan
oleh gejala-gejala non-disleksia yang menunjukkan kelainan khusus.
Hasil pemeriksaan neurologis rutin biasanya normal. Pemeriksaan lain,

10
seperti MRI atau analisis kromosom, hanya dilakukan jika terdapat
indikasi klinis spesifik. 1

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan disleksia terdiri atas menentukan kelainan serta
memberi pengetahuan kepada orang tua dan guru. Selanjutnya,
penatalaksanaan tergantung pada beratnya disleksia dan kelainan psikologis
lain yang menyertai. Medikamentosa tidak bermanfaat untuk disleksia.
Apabila disleksia disertai dengan ADHD, medikamentosa dapat
memperbaiki kesulitan belajar yang ditimbulkan. 1
Intervensi ditujukan untuk memperbaiki kemampuan memanipulasi
fonem pada suku kata dengan cara memfokuskan intruksi pada satu atau
dua jenis fonem, mengajar anak-anak dalam kelompok kecil, dan
memberikan instruksi yang eksplisit (daripada insidentil). Keberhasilan
terapi mengacu pada kemampuan membaca secara oral dengan kecepatan,
akurasi dan ekspresi yang tepat. Metode yang digunakan adalah
membangun minat baca dengan panduan, yaitu anak membaca dengan
suara yang keras berulang kali dihadapan guru, orang dewasa, atau teman-
temannya, dan menerima umpan balik. Bukti-bukti menunjukkan bahwa
membaca oral dengan panduan memiliki dampak yang jelas dan positif
terhadapap pengenalan kata, kelancaran, dan pemahaman membaca.
Metode yang harus dihindari adalah mendorong membaca dalam jumlah
besar dan membaca dalam hati (diam), tanpa umpan balik kepada siswa. 1
Perangkat untuk terapi disleksia dapat berupa komputer dan
perekam suara. Penderita disleksia biasanya mempunyai tulisan tangan
yang tidak dapat dibaca. Komputer akan sangat bermanfaat karena
dilengkapi dengan program pemantau ejaan, sehingga dapat mengoreksi
kesalahan ejaan yang sering didapatkan pada penderita disleksia. Perekam
suara dapat menyimpan gagasan-gagasan penderita yang susah dituangkan
dalam bentuk tulisan. 1

11
Pada terapi dengan Read Write and Type (RWT) dan Lindamood
Phoneme Sequencing Program for Reading, Spelling, and Speech (LIPS)
selama 1 tahun, didapatkan perbaikan pada phonological awareness, rapid
naming, phonemic decording, akurasi dan kelancaran membaca, mengeja,
membaca secara komprehensif. Intervensi jangka panjang sering dilakukan
pada disleksia. Namun, terapi dengan intervensi jangka pendek pada anak
kelas I sekolah dasar yang berisiko disleksia pada sebuah studi memberikan
perbaikan yang bermakna terhadap kemampuan membaca. 1
Intervensi keluarga dilakukan pada lingkungan keluarga yang
berisiko yang berfokus pada phoneme awareness dan pengenalan huruf
pada tahun-tahun sebelum anak diberi pendidikan formal. Anak yang diberi
intervensi keluarga mempunyai pengenalan huruf yang lebih baik. 1
Besar dan bentuk huruf dapat memengaruhi kemampuan membaca
anak. Didapatkan hubungan yang berbanding lurus antara besar huruf
dengan kemampuan membaca. Penderita disleksia memerlukan ukuran
huruf yang lebih besar untuk mencapai kecepatan membaca maksimum. 1

2.8 Prognosis
Sekitar seperlima individu disleksia yang mendapatkan intervensi
akan memiliki kemampuan membaca yang cukup pada usia dewasa.
Prognosis tergantung pada tingkat keparahan disleksia, kekuatan dan
kelemahan penderita, intensitas, serta waktu dan kecepatan terapi. Terapi
harus berlangsung intensif dan dalam waktu yang cukup untuk
mendapatkan efek positif. Identifikasi yang lebih awal dan
penatalaksanaannya merupakan kunci untuk membantu anak-anak
disleksia, karena anak-anak 8 tahun atau lebih muda lebih mungkin
menunjukkan perbaikan.1
Kesulitan belajar anak disleksia dalam membaca pelajaran perlu
diberikan stimulasi yang berbeda dalam proses belajar anak seperti
penggunaan media baik secara verbal maupun menggunakan media audio
visual. Meskipun saat ini penggunaan media ini masih dianggap mahal,

12
akan tetapi dalam beberapa tahun mendatang biaya ini akan semakin rendah
dan dapat terjangkau sehingga dapat digunakan secara meluas di berbagai
jenjang sekolah.8

2.9 Pencegahan
Pencegahan dengan cara memasukkan anak pada kelompok
bermain/PAUD, sangat membantu meningkatkan kemampuan linguistik.
Pencegahan berfokus pada kegiatan permainan bahasa, pengenalan irama,
mengenal suku kata, dan pengenalan suara. Kegiatan ini telah dibuktikan
dengan penelitian jangka panjang dapat memberikan manfaat untuk
perkembangan bahasa tertulis. Perlu ada tenaga yang terlatih dan memiliki
motivasi tinggi sebagai pengajar, agar berhasil dengan efektif. Keluarga
memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung keterampilan
berbahasa. Adanya program membaca bersama-sama yang dilakukan
dengan suara keras pada kelompok prasekolah dapat mendorong
pengetahuan tentang alphabet. Sebelum anak akan mulai bersekolah, setiap
hari selama 15 menit orang tua dapat memberikan kegiatan pengenalan
alphabet. Adanya permainan yang memperkenalkan irama dan kreasi,
bersajak, mengenal huruf dan kalimat, bunyi huruf akan sangat membantu
dalam program pencegahan disleksia. Kegiatan permainan pada kelompok
bermain dapat sangat menyenangkan bagi anak-anak, dan juga
mempersiapkan mereka untuk sekolah karena mereka dihadapkan dengan
tugas-tugas tertentu. 1

13
BAB III
PENUTUP

Disleksia adalah gangguan kemampuan membaca dan mengeja; tetapi


penderita mempunyai intelegensia normal, tidak terdapat kecacatan fisik dan
psikologis, dan mendapatkan pendidikan formal yang memadai.
Dasar diagnosis ICD-10 dan DSM-IV adalah gambaran klinis yang
ditandai oleh kegagalan perkembangan proses membaca dan mengeja. Terdapat 3
kelainan yang terpisah, yaitu 1) kombinasi gangguan membaca dan mengeja atau
disleksia, 2) gangguan membaca dan 3) gangguan mengeja.
Kesulitan belajar anak disleksia dalam membaca pelajaran perlu diberikan
stimulasi yang berbeda dalam proses belajar anak seperti penggunaan media baik
secara verbal maupun menggunakan media audio visual. Meskipun saat ini
penggunaan media ini masih dianggap mahal, akan tetapi dalam beberapa tahun
mendatang biaya ini akan semakin rendah dan dapat terjangkau sehingga dapat
digunakan secara meluas di berbagai jenjang sekolah.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Edisi 2. EGC. 2013: 453-461.


2. Ganong, W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. 2008 : 290.
3. Sherwood, L. Fisiologi Kedokteran dari Sel ke Sistem. EGC. 2012: 163.
4. Snowling, M. (2012). Early Identification and Interventions for Dyslexia: a
contemporary view. (online) doi: 10.1111/j.1471-3802.2012.01262.x.
5. Qodariah, Hatta & Rahayu (2012). Pengaruh “Brain Gym” terhadap
Penurunan Frekuensi Kesulitan Membaca pada Anak Disleksia. (online)
http://prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/ sosial/article/download/380/pdf.
6. Bogliotti, Serniclaes, Messaoud-Galusi & Charolles (2008). Discrimination of
Speech Sounds by Children with Dyslexia: Comparisons with Chronological
Age and Reading Level. Elsevier Article (online)
doi:10.1016/j.jecp.2008.03.006.
7. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. 2008 : 755.
8. Kawuryan & Rahardjo (2012). Pengaruh Stimulasi Visual Untuk
Meningkatkan Kemampuan Membaca pada Anak Disleksia. (online)
http://jurnal.umk.ac.id/index.php/PSI/article/view/32/31.

15

Anda mungkin juga menyukai