Anda di halaman 1dari 95

DYSLEXIA

Ismail bin sholeh


Andri giovani
Achmad arasyd
SEJARAH

 Disleksia pertama kali digunakkan pada tahun 1887


 menunjukkan kehilangan ‘kemampua membaca
yang didapat’,

 Kasus disleksia dilaporkan pertama kali dalam


Journal British Medical pada tahun 1896 oleh dr.
Pringle Morgan.
 Laporan asli Pringle Morgan: "Dia (Percy)
merupakan seorang anak yang pintar dan cerdas,
lincah dalam permainan, serta tidak kalah dengan
anak lain seusianya. Kesulitan terbesar yang ia
hadapi adalah kemampuannya untuk belajar
membaca'. Percy menunjukkan banyak kesalahan
dalam mengeja (yang merupakan karakteristik
disleksia), seperti mengeja kata 'carefully' menjadi
'carlfully', 'peg' menjadi 'pag' dan 'Percy' menjadi
'Pray').
 Percy dapat membaca angka dengan baik tetapi
memiliki kesulitan dalam membaca kata-kata
tertulis, misalnya ia dapat membaca angka ‘7’,
tetapi ia tidak dapat membaca kata ‘tujuh’. Pringle
menggunakan istilah ‘buta huruf kongenital’ untuk
kasus Percy ini.
 Tahun 1907, Hinshelwood  menarik kesimpulan
bahwa disleksia merupakan kondisi patologis yang
disebabkan oleh gangguan dari pusat visual di otak
yang menyebabkan terjadinya kesulitan dalam
proses interpretasi bahasa tertulis (written language).
Disleksia berasal dari bahasa Yunani, dys- yang memiliki
arti ‘kesulitan atau ketidakmampuan’, dan lexis, yang
memiliki arti ‘kata’.
DEFINISI
Health Council of the Netherlands

 ‘Dyslexia is present when the automatization of word


identification (reading) and/or spelling does not
develop or does so very incompletely or with great
difficulty.’
 Disleksia terjadi bila identifikasi kata (membaca)
dan/atau mengeja secara otomatis tidak berkembang
atau berkembang secara inkomplit atau dengan
kesulitan besar.
British Dyslexia Association

 ‘Dyslexia is a specific learning difficulty which mainly


affects the development of literacy and language
related skills.’
 Disleksia adalah kesulitan belajar spesifik, yang
terutama berdampak pada perkembangan
keterampilan yang berkaitan dengan literacy
(kemampuan membaca dan menulis) dan berbahasa.
International Dyslexia Association

 Dyslexia is a specific learning disability that is


neurobiological in origin. It is characterised by
difficulties with accurate and/or fluent word
recognition and by poor spelling and decoding abilities.
These difficulties typically result from a deficit in the
phonological component of language that is often
unexpected in relation to other cognitive abilities and
the provision of effective classroom instruction.
 Secondary consequences may include problems in
reading comprehension and reduced reading
experience that can impede growth of vocabulary and
background knowledge.
 Disleksia merupakan sebuah kesulitan belajar spesifik
yang berasal dari masalah neurobiologi. Ciri khas
disleksia adalah kesulitan dalam pengenalan kata secara
tepat dan lancar dan kemampuan mengeja serta
decoding yang buruk. Kesulitan biasanya merupakan
akibat dari defisit dari komponen fonologi dari bahasa
dan terkadang memiliki hubungan yang tidak terduga
dengan kemampuan kognitif lain dan ketentuan dalam
instruksi ruang kelas yang efektif.
 Konsekuensi sekunder dapat termasuk masalah
dalam komprehensi membaca dan penurunan
pengalaman membaca yang dapat mengganggu
perkembangan kosa-kata dan latar belakang
pendidikan.
The World Health Organization

 ICD-10
F81.0 Gangguan membaca khas F81.1Gangguan
mengeja khas.
ICD-10

 'Manifestasi utama ... adalah gangguan spesifik dan


signifikan dalam pengembangan keterampilan
membaca, yang tidak semata-mata terkait dengan
usia mental, masalah ketajaman visual, atau sekolah
yang tidak memadai'.
 ICD-10  Axis II (kelainan spesifik perkembangan
psikologis)
 DSM-IV Axis I (kelainan klinis).
DSM-IV

 Uji yang telah terstandardisasi dan akurat


 Orang dengan kemampuan komprehensi/pemahaman
kata di bawah usia yang diharapkan, IQ dan usia-
pendidikan yang tepat, dan hal ini ini secara signifikan
berpengaruh terhadap prestasi atau kegiatan yang
memerlukan kemampuan membaca yang normal.
Alasan Penolakan Definisi menurut
DSM IV

 Penelitian psikologis menunjukkan bahwa korelasi


antara IQ dan kemampuan membaca tidak signifikan
(rendah)
 Variabel kognitif membaca sama antara pembaca
dengan IQ tinggi dan rendah
 Studi intervensi menunjukkan bahwa IQ tidak
menunjukan adanya perbedaan terhadap proses
remediasi (pengobatan)
 Tidak ada alasan untuk memercayai bahwa anak-anak
dengan IQ rendah tidak dapat memiliki disleksia.
EPIDEMIOLOGI

 75% dari kasus kesulitan belajar spesifik lainnya.


 Prevalensi disleksia 5% hingga 20%.
 Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding dengan
perempuan.
 Dapat terjadi pada bahasa apapun, namun prevalensi
lebih rendah dijumpai pada populasi dengan bahasa
tertulis yang lebih konsisten secara fonemik, seperti
pada bahasa Spanyol, Italia, Yunani, dan Ceko.
 Pada negara berbasis bahasa Inggris, prevalensi
disleksia lebih tinggi.
ETIOLOGI
Lingkungan
 Dipengaruhi oleh sistem/ cara penulisan
yang digunakkan oleh masyarakat.
<Spanyol, Cina vs. Inggris>.
 Prevalensi disleksia lebih tinggi pada
anak-anak dengan status sosial ekonomi
rendah. <Isle of Wight (3,7%) vs Inner
London Borough (6,3%)>.
 Faktor lingkungan lain.
Biologis
 Disleksia berkembang secara familial dan
herediter.
 40% dari orang tua yang memiliki anak
dengan disleksia, juga memiliki gangguan
disleksia. <ayah (46%) vs. ibu (33%)>.
Studi Kembar
 Colorado Twin Project meneliti 636. Kembar
monozigot (70%) vs. kembar dizigot (48%).
 Studi Twin Early Developmental Study (TEDS)
di Inggris, 4000 pasang anak kembar
berusia 7 tahun.
 Genetik berpengaruh pada dua-pertiga
(72%) dari perbedaan/ variasi individu dalam
membaca dan decoding
 Heritabilitas lebih besar untuk anak laki-laki
 Pengaruh genetik sama besar untuk anak
dengan kesulitan membaca berat maupun
kurang berat
 Lebih tinggi pada IQ tinggi dibandingkan
dengan IQ rendah.
Kromosom

 Variasi
normal dan ekstrim dalam kemampuan
membaca merupakan sesuatu yang diwariskan.
STUDI OTAK
STUDI OTAK
Studi post-mortem, 2 perubahan
struktural yang signifikan pada
otak individu dengan disleksia.
1. Temporale planum (Area
otak ini terlibat dalam
pengolahan pendengaran
dan bahasa).
 Normal: lebih besar pada
bagian otak kiri dibanding
dengan otak kanan
 Disleksia: sama di kedua sisi.
2. Perubahan
histologis di area
perisilvian hemisfer
kiri dan talamus
(pada individu
dengan disleksia):
Sel-sel besar abnormal,
ectopias ('kutil otak')
dan displasia akibat
kegagalan migrasi saraf.
Functional Brain Imaging

 Belahan kiri mendominasi semua fungsi bahasa,


termasuk membaca.
 Tiga area utama dari otak yang paling penting.
Anterior
 Broca (sebelah kiri-inferior frontal gyrus)produksi
suara (berbicara); analisis kata secara fonemik; artikulasi
dalam membaca dan penamaan.
Posterior
 Parietotemporal,Wernicke (gyrus temporal superior dan
gyrus angular) pengolahan fonologi dan pemetaan
huruf untuk bunyi (decoding);
 Oksipitotemporal, Brodmann 37 (BA37)akses ke
kamus mental kata (mental dictionary of words);
pengenalan kata dan dikenal dengan istilah Visual Word
Form Area (VWFA).
 Pola aktivasi hemisfer kiri pada disleksia menunjukan
underactivation dari daerah membaca posterior selama
diberikan tugas membaca (fonologi), disertai dengan
aktivasi berlebih dari daerah bahasa anterior.
DYSLEXIA BRAIN IMAGING

 Underactivation pada daerah bahasa posterior kiri,


terutama daerah oksipito-temporal; aktivasi yang jelas
pada bilateral anterior otak.
 Selama uji kesadaran fonologi (phonological
awareness) aktivasi pada daerah bahasa di hemisfer
kanan ketimbang hemisfer kiri.
 Aktivasi yang buruk dari cerebellum
 Setelah terapi  normalisasi yang cukup besar dalam
pola aktivasi otak, terutama di daerah oksipito-
temporal.
Perbandingan otak anak dengan
disleksia dan pembaca normal yang
diteliti saat membaca. Pembaca
normal menunjukan aktivasi yang
lebih besar pada daerah frontal dan
temporal/oksipital (daerah untuk
analisis kata tertulis).
Setelah anak dengan disleksia mendapat
terapi tutor 50 menit per hari selama satu
tahun untuk meningkatkan aktivitas pada
daerah otak yang dorman, maka didapati
perbaikan dalam keakuratan dan kelancaran
membaca, serta daerah otak yang tadinya
dorman menjadi lebih aktif.
KERANGKA DISLEKSIA
DASAR KOGNITIF DISLEKSIA

 Kesulitan di tingkat kata


 Kemampuan bahasa yang lebih tinggi, seperti syntax
(tata bahasa), semantics (makna) dan pragmatics
(penggunaan bahasa sosial) tidak terganggu.
 Gangguan pengolahan fonologi (2 hal.)
1. Defisit dalam keterampilan fonologi

Kemampuan untuk memecah kata yang diucapkan


menjadi unit-unit suara atau fonem.
‘cat’  / k / - / a / - / t /
‘ship’  / sh / - / i / - / p /.
Phonemic awareness adalah kemampuan untuk
mengenali, memikirkan dan memanipulasi fonem
menjadi kata utuh yang diucapkan.
2. Gangguan keterampilan decoding

Pemahaman tentang bagaimana memetakan huruf


cetak (grapheme) ke unit bunyi bahasa (fonem).
‘cat’  / k / - / a / - / t / 
setiap huruf-huruf tersebut mewakili suara/ cara
pengucapan tertentu.

Hubungan antara huruf dengan fonem  prinsip


abjad atau phonics.
LANDASAN TEORI DISLEKSIA
TEORI FONOLOGI

 Penderita disleksia memiliki gangguan spesifik dalam


representasi, penyimpanan dan/ atau pengambilan
suara dalam berbicara (speech sounds).
 Ketidaksesuaian antara grapheme dan phoneme.
 Gangguan kongenital pada perisylvian hemisfer kiri
otak  mendasari gangsguan dalam memahami
representasi fonologis; menghubungkan antara
fonologi dan ortografi.
Teori Rapid Auditory Processing

 Teori ini menyatakan bahwa defisit terletak pada


persepsi pada suara.
 Dukungan untuk teori ini:
Penderita disleksia menunjukkan kinerja yang buruk
pada sejumlah tugas auditorik, penderita mendengar
buni / ba / menjadi / da /.
Teori visual

 Teori visual menyatakan bahwa gangguan visual


menyebabkan kesulitan dengan pengolahan huruf dan
kata pada suatu bacaan.
 Pada tingkat biologis, etiologi dari gangguan visual
didasarkan pada pembagian sistem visual menjadi dua jalur
yang berbeda, dengan peran dan sifat yang berbeda, yaitu
jalur magnoselular dan jalur parvoselular. Teori ini
menyatakan bahwa jalur magnoselular secara selektif
terganggu pada individu disleksia tertentu, yang
menyebabkan defisiensi dalam pengolahan visual, melalui
posterior parietal cortex, ke kontrol binokular dan atensi
visuospatial.
Teori cerebellar

 Cerebellum berperan dalam pengendalian motorik,


seperti pada artikulasi berbicara. Gangguan artikulasi
akan menyebabkan gangguan dalam pengucapan
fonologis.
 Cerebellum berperan dalam otomatisasi tugas yang
sudah dilakukan berulang kali, seperti mengemudi,
mengetik dan membaca. Kemampuan cerebellum yang
rendah untuk proses otomatisasi akan mempengaruhi,
antara lain dalam mempelajari kesesuaian antara
grapheme dan phoneme.
Teori magnoselular

 Teori ini dapat mengintegrasikan teori-teori yang telah


dijelaskan sebelumnya dan mampu menjelaskan semua
manifestasi disleksia: visual, auditorik, taktil, motor dan
akibatnya dalam masalah fonologis.
 Bukti spesifik yang relevan dengan teori magnoselular
adalah abnormalitas magnoselular di medial serta lateral
geniculate nucleus pada otak penderita disleksia, kinerja
penderita disleksia yang buruk dalam hal taktil, dan
terjadinya (bersamaan) masalah visual dan pendengaran
pada penderita disleksia tertentu.
TEORI FONOLOGI
TEORI MAGNOSELULAR
KOMORBIDITAS
 Disleksia dapat disertai dengan komorbiditas
gangguan masa kanak lain, seperti gangguan
perkembangan spesifik, gangguan yang
berkaitan dengan kondisi psikiatri (kejiwaan),
maupun gangguan emosional.
Gangguan perkembangan
dapat meliputi:
 Gangguan berbicara dan bahasa spesifik

 Gangguan aritmatika

 Kesulitan membaca secara komprehensif

 Gangguan perkembangan koordinasi


Gangguan terkait psikiatri
(kejiwaan) masa kanak yang
paling umum

 Gangguan tingkah laku (conduct disorder)

Studi di Isle of Wight, sepertiga anak usia 10 tahun


dengan kemampuan membaca yang buruk
memiliki gangguan perilaku, dan sepertiga dari
anak yang terbukti memiliki gangguan perilaku
memiliki kemampuan membaca yang buruk.
 Gangguan hiperkinetik (ADHD)

Komorbiditas disleksia dengan ADHD dilaporkan sejumlah 40 %.


Hal ini disebabkan oleh pengaruh shared genetic, namun
pemberian obat pada ADHD tidak memberikan efek pada
kemampuan membaca.

 Anxietas

 Paling sering terjadi pada anak perempan. Anxietas


menyebabkan anak menolak untuk bersekolah, dan
menganggap sekolah sebagai tempat yang tidak
menyenangkan.
Gangguan terkait dengan
emosional

 Matthew Effect (‘yang kaya akan semakin kaya


dan yang miskin akan semakin miskin).
Manifestasi paling menonjol dari beberapa anak
adalah takut untuk gagal, sehingga anak
menghindari aktivitas membaca dan mereka
menjadi semakin gagal. Inilah yang disebut
sebagai matthew effect.

 Kepercayaan diri yang buruk, frustasi kronik, dan


perilaku oposisi
RIWAYAT PERKEMBANGAN

Anak
 Riwayat keterlambatan
 Kesulitan dalam mempelajari nama objek, warna, huruf abjad,
dan bunyi huruf abjad tersebut
 Kesulitan belajar rima
 Sulit mengingat kata-kata yang baru dipelajari akibat
konsolidasi yang buruk dari short-term phonological memory.
 Kesulitan menyalin kata-kata dari papan tulis
 Sulit untuk mempelajari bahasa lain.
 Dalam ilmu matematika, anak-anak menunjukan kesulitan bila
menghadapi masalah numerik dalam bentuk tertulis.
 Pada remaja dan dewasa  ketidaklancaran
membaca
 Penderita yang lebih tua  membaca yang lambat
dan penuh usaha
PEMERIKSAAN KLINIS

Tiga fitur penting disleksia


 Ketidakakuratan dalam membaca. Ex. kesulitan
membaca dan mengeja 'the', 'were', 'is' dan 'this'.
 Pengejaan yang buruk. Ex. Pembalikan orientasi huruf
( 'b' ditulis sebagai 'd') dan urutan huruf ( 'saw' ditulis
sebagai 'was')
 Membaca yang lambat.
IDENTIFIKASI DISLEKSIA

 Manifestasi klinis yang khas dalam disleksia adalah


sebagai berikut.
 Gangguan membaca yang signifikan
 Buruk dalam mengeja
 Membaca lambat dan penuh usaha
 Riwayat keluarga dengan disleksia
 Phoneme awareness yang buruk
 Kemampuan decoding yang buruk
PENDEKATAN UNTUK DISLEKSIA

 Screening awal
 Penilaian yang lebih komprehensif
 Uji psikometri yang telah distandardisasi.
1. Skrining awal
 Mencari riwayat perkembangan (mencakup
pertanyaan tentang perkembangan kesulitan
membaca, berbicara dan berbahasa).
 Riwayat kesulitan membaca dalam keluarga
Petunjuk untuk mengidentifikasi disleksia
 Kesulitan yang berat dalam membaca buku dan kata
 Kemampuan berbicara oral secara signifikan lebih baik
dibanding dengan kemampuan menulis
 Kesulitan mengeja yang signifikan
 Memiliki riwayat keluarga dengan masalah membaca
 Keterlambatan dalam mempelajari abjad, nama-nama
warna dan objek
 Kebencian dalam membaca
Pemeriksaan rutin untuk
mengidentifikasi disleksia

 Menanyakan secara rutin tentang kepeduliannya


dalam membaca dan mengeja
 Mendapatkan riwayat yang terperinci tentang
perkembangan berbicara dan berbahasa
 Mendapatkan riwayat awal kesulitan dengan
penamaan (objek, warna, abjad)
 Meminta rapot sekolah dan laporan guru, termasuk
tingkat kemampuan membaca dan hasil dari berbagai
ujian membaca
 Meminta anak untuk menulis karangan bebas dan mencatat
apabila terdapat kesalahan mengeja
Berikut ini ditulis oleh seorang anak berusia 8 tahun 9 bulan
yang mengalami disleksia:
 Scool is a skary plase. Th teacher soutz at me. Kids lauf and say
yuar dum. I am not dum. I get mad at tem. Ben makes fun of me.
He calld me names and I kickd him under the dsk. Mr Wall tld me
oof. Tis is hw I got into troble.
 (School is a scary place. The teacher shouts at me. Kids laugh and
say, ‘You are dumb’. I am not dumb. I get mad at them. Ben
makes fun of me. He called me names and I kicked him under the
desk. Mr.Wall told me off. This is how I got into trouble.)
Pertanyaan untuk pemeriksaan
disleksia

 Apakah kamu harus membaca kata-kata secara


berulang-ulang agar kata-kata itu menjadi benar?
 Apakah sulit bagimu untuk membaca keras di kelas?
 Apakah kamu membaca lebih lambat dibanding
teman lain di kelasmu?
 Apakah menurutmu menyalin dari papan tulis
merupakan hal yang sulit?
 Apakah sulit bagimu untuk menuliskan gagasan?
 Apakah kamu membuat banyak kesalahan eja?
2. Penilaian yang komprehensif
 Tidak ada uji tunggal untuk disleksia. (Uji kemampuan
membaca dan tingkat fungsi intelektual umum).
 Langkah-langkah penting untuk penilaian klinis yang
komprehensif.
 Mengatur sesi yang terpisah untuk mendapatkan riwayat
perkembangan dan pemeriksaan yang detil
 Uji membaca kata tunggal (A graded single-word reading
test). Ex. Membaca kata secara keras

 Uji mengeja (A test of spelling). Ex. Daftar kata, karangan


bebas

 Uji membaca non-kata (A non-word reading test) Ex.


'Wolt', 'pobule', 'fread', 'kettuce'.
 Uji kefasihan. Ex. TOWRE; Penamaan huruf/gambar.

 Uji kesadaran fonologi (phonology awareness).Uji


penghapusan fonem. Ex. ‘(d)raw’; lo(ca)tion
3. Rujukan untuk penilaian membaca yang
terstandardisasi (Standardized Assessment of Reading)
 Konfirmasi; membandingkan dengan populasi
DIAGNOSIS

 Usia membaca 2 tahun di bawah usia kronologis anak


atau nilai standar 1-1,5 s.d. di bawah rata-rata pada uji
membaca dianggap sebagai batas (cut-off).
 Kondisi ini merupakan kasus idiopatik.
Diagnosis Banding

Kondisi organik
 Gangguan pendengaran, seperti otitis media berulang
 Gangguan neurologis dan visual

Disabilitas intelektual umum


 Lambat untuk mempelajari segala sesuatu.

Deprivation
 Sosial-ekonomi rendah; motivasi rendah
Reading Comprehension Difficulties
 Tidak bisa memahami bacaan
TERAPI
 Awal  remediasi masalah membaca
 Anak bertambah besar  mengakomodasi kebutuhan
anak.

 Manajemen disleksia  meningkatkan kesadaran


fonemik (Phonemic Awareness), yaitu kemampuan
untuk memanipulasi fonem (speech sounds) pada suku
kata dan kata.
Pendekatan terapi pada anak
 Mengajarkan anak-anak untuk dapat memanipulasi fonem dengan
huruf, dan berfokus pada instruksi dalam satu atau dua jenis
manipulasi fonem, bukan pada beberapa jenis.

 Mengajarkan anak-anak dalam kelompok kecil


 Memberikan instruksi eksplisit yang sistematis, ketimbang instruksi
yang tiba-tiba.

 Mengajarkan phonics (suara); memastikan bahwa pembaca mulai


mengerti bagaimana huruf-huruf berkaitan dengan suara yang
sesuai. Instruksi phonics meningkatkan kemampuan anak dalam
belajar membaca, dan cara ini lebih efektif daripada penggunaan
instruksi "seluruh kata", dimana tidak diajarkan sedikit atau tidak
ada phonics.
 Mengajarkan pengulangan kata, dimana anak dapat
mengulangi apa yang dikatakan guru dengan suara
keras. Beberapa bukti menunjukan bahwa
pengulangan kata yang dipandu memberikan dampak
positif dalam pengenalan kata, kelancaran, dan
pemahaman, selain itu anak juga bisa mendapatkan
umpan balik dari guru/ pemandu.
 Mengajarkan pemahaman membaca dengan
pengajaran kosa-kata dan strategi pengajaran yang
menekankan interaksi aktif antara pembaca dan teks.
Pendekatan akomodasi pasien
dewasa
 Memberikan waktu ekstra dalam ujian atau kegiatan
belajar-mengajar untuk membantu mereka
memecahkan kode setiap kata dan melatih teknik
bahasa yang sesuai dengan konteks.

 Menyediakan komputer/ laptop yang memiliki


pengaturan ejaan

 Menyediakan Alat perekam (tape recorder) di dalam


kelas
 Menyediakan buku yang telah direkam (bahan yang
tersedia dari rekaman untuk orang buta dan Disleksia,
www.rfbd.org),

 Menyediakan akses ke silabus dan catatan kuliah


 Menyediakan Alternatif ujian dalam bentuk pilihan
ganda

 Menyediakan ruangan tenang yang terpisah untuk


mengerjakan ujian.
Penelitian 2006
 Latihan phonics secara intensif tidak dapat
memperbaiki secara signifikan (bahkan tidak mencapai
angka 10%), termasuk untuk uji pembacaan kata
tunggal (single word reading)
Sistem visual magnoselular mengirim input  ‘dorsal
stream’  mengatur atensi visual dan pergerakan mata.
 Kacamata filter kuning dan biru  meningkatkan input
magnoselular dan memperbaiki sensitivitas visual dan
kontrol mata.

 Kacamata biru dianggap lebih baik  dapat


memperbaiki migraine pada penderita disleksia,

 Mengonsumsi makanan atau suplemen omega-3 dapat


meningkatkan sensitivitas sistem magnoselular
PROGNOSIS
 Persisten hingga akhir masa remaja dan
dewasa.
 Connecticut Longitudinal Study, lebih dari
70% dari mereka yang didiagnosis sebagai
penderita disleksia pada kelas 3 SD (berusia
sekitar 8 tahun) tetap menderita disleksia saat
mencapai usia dewasa. Bahkan dengan
intervensi membaca yang intensif, sekitar
separuh anak tidak menunjukkan
peningkatan yang signifikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Thambirajah MS. Developmental dyslexia: an overview. Advances in psychiatric


treatment 2010; 16(): .
2. Smythe I. Dyslexia. British Journal of Hospital Medicine 2011; 72(): .
3. Kershner JR. A Mini-Review: Toward a Comprehensive Theory of Dyslexia. Journal
of Neurology and Neuroscience 2015; (): .
4. Démonet JF, Taylor MJ, Chaix Y. Developmental dyslexia. THE LANCET 2004; 363():
1453. www.thelancet.com (accessed 18 February 2016).
5. Shaywitz SE. Dyslexia. Scientific American 1996; (): .
6. Démonet JF, Taylor MJ, Chaix Y. Developmental dyslexia. THE LANCET 2004; 363():
1455. www.thelancet.com (accessed 18 February 2016).
7. Higgins ES, George MS . Neuroscience of Clinical Psychiatry, The: The Pathophysiology
of Behavior and Mental Illness, 1st ed. : Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
8. Ramus F. Developmental dyslexia: specific phonological deficit or general
sensorimotor dysfunction?. Current Opinion in Neurobiology 2003; 13(): .
9. Ramus F, Rosen S, Dakin SC, Day BL, Castellote JM, White S, et al..
Theories of developmental dyslexia: insights from a multiple case study of
dyslexic adults. Guarantors of Brain 2003; (): .
10. Thambirajah MS. Developmental dyslexia: clinical aspects. Advances in
psychiatric treatment 2010; 16(): .
11. Shaywitz SE, Shaywitz BA. Dyslexia (Specific Reading Disability).
Pediatrics in Review 2003; 24(): .
12. Snowling MJ, Hulme C. Interventions for children’s language and literacy
difficulties. International Journal of Language & Communication Disorders
2012; 47(): .
13. Stein J. Dyslexia: the Role of Vision and Visual Attention. Current
Developmental Disorder Reports 2014; (): .
14. Stein J. Treatment of Dyslexia.
http://www.oxfordkobe.com/TreatmentofDyslexia.pdf (accessed 22
February 2016).

Anda mungkin juga menyukai