Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan simbolisasi dari pikiran berupa kode yang telah kita
pelajari; atau suatu sistem yang telah disepakati yang memungkinkan kita untuk
mengomunikasikan ide-ide serta mengekspresikan keinginan dan kebutuhan kita.
Membaca, menulis, gerakan tubuh, dan berbicara adalah semua bentuk dari
bahasa. Bahasa terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu bahasa reseptif:
memahami apa yang tertulis atau apa yang dikatakan, dan bahasa ekspresif:
kemampuan untuk berbicara dan menulis.1
Kemampuan bahasa membedakan manusia dengan hewan. Orang tua
dengan antusias menunggu awal perkembangan bicara anak mereka. Bila anak
tidak dapat bicara normal, maka mereka mengira bahwa anak mereka bodoh atau
mengalami retardasi. Sering orang tua memperkirakan bahwa perkembangan
bicara anak di luar normal merupakan suatu hal yang mengkhawatirkan, sehingga
orang tua membawa anak ke dokter.2,3
Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak.
Karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan
pada sistem lainnya, sebab melibatkan kemapuan kognitif, sensori motor,
psikologis, emosi, dan lingkungan di sekitar anak. Seorang anak tidak akan
mampu berbicara tanpa dukungan dari lingkungannya. Mereka harus mendengar
pembicaran yang berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari maupun
pengetahuan tentang dunia. Mereka harus belajar mengekspresikan dirinya,
membagi pengalamannya dengan orang lain dan mengemukakan kinginannya.2,3
Pada umumnya bila seorang anak pada umur 2 tahun belum dapat
mengucapkan kata-kata harus dicari penyebabnya. Anak disebut slow talker bila
pperkembangan lainnya normal, kecuali terlambat dalam bicara dan pada
anamnesis didapatkan di dalam keluarga juga terdapat anggota keluarga lain yang
terlambat bicaranya. Seorang anak rata-rata mulai mengeluarkan kata-kata tunggal
antara umur 10-12 bulan, mulai mengucapkan kalimat pendek pada umur 18 bulan
dan kalimat sempurna kira-kira pada umur 30 bulan.4

1
Sedangkan Attension deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah
gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak sehingga
menyebabkan aktivitas anak-anak yang tak lazim dan cenderung berlebihan. Anak
tidak dapat duduk tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti
sedang duduk atau sedang berdiri. Tiga gejala pokok yang sering terlihat kesulitan
memusatkan perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas.
Penyebab pasti ADHD yang tampak berlaku bagi semua gangguan belum
diketahui dan diduga penyebabnya ialah disfungsi frontolimbik. Berbagai virus,
zat-zat kimia berbahaya yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar, faktor
genetika, masalah selama kehamilan atau kelahiran, atau apa saja yang dapat
menimbulkan kerusakan perkembangan otak, berperan penting sebagai penyebab
ADHD ini.
Diagnosis anak dengan ADHD tidak mudah, kadang-kadang terdapat dua
faktor normal yang salah didiagnosis. Tidak ada satu tes untuk mendiagnosis anak
secara pasti mengingat gejala bervariasi, tergantung usia dan lingkungan.
Identifikasi dengan DSM IV memerlukan informasi dari keluarga orang tua, guru,
pengasuh dan pemeriksaan dokter anak, psikologi pertama kali dan dokter
psikiatris.
Penanganan pada anak ADHD difokuskan untuk mengurangi gejala-gejala
ADHD dan memperbaiki fungsi. Penanganan dalam bidang rehabilitasi medic
berupa terapi relaksasi, terapi perilaku kognitif, sensori integrasi, terapi snozellen,
serta terapi music dan social medic. Diperlukan penanganan medikasi yang umum
digunakan yaitu obat stimulant dan non stimulant, dan obat untuk memperbaiki
fungsi fisik. Pengobatan dengan psikoterapi termasuk terapi perilaku. Sangat
diperlukan kerjasama orangtua, guru, dan caregiver dalam keberhasilan
penanganan anak dengan ADHD.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PERKEMBANGAN BAHASA


A. Definisi Bahasa

A. Pengertian
Bahasa merupakan suatu sistem simbol-simbol bahasa/kata-kata yang
diorganisasikan dan dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Seseorang
yang mengalami gangguan bahasa menunjukkan adanya gangguan dalam
memahami serta menggunakan lambang/symbol bahasa, baik secara lisan maupun
tulisan sehingga menghambat kemampuannya untuk berkomunikasi dengan
lingkungannya.
Terdapat perbedaan mendasar antara bicara dan bahasa. Bicara adalah
pengucapan yang menunjukkan ketrampilan seseorang mengucapkan suara dalam
suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam suatu cara
tertentu. Bahasa merupakan salah satu cara berkomunikasi. Bahasa reseptif adalah
kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Bahasa
ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual
(menulis, memberi tanda) atau auditorik.

Menurut Berry and Eisenson, gangguan pada berbicara ialah:


1. Tidak mudah didengar,
2. Tidak langsung terdengar dengan jelas,
3. Secara vocal terdengar tidak enak,
4. Terdapat kesalahan pada bunyi-bunyi tertentu,
5. bicara itu sendiri sulit diucapkannya, kekurangan nada dan ritme yang
normal,
6. Terdapat kekurangan dari sisi linguistik,
7. Tidak sesuai dengan umur, jenis kelamin, dan perkembangan fisik
pembicara,
8. Terlihat tidak menyenangkan bila ia berbicara.

3
Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, suara,
kelancaran bicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata,
biasanya akibat cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara atau bahasa.
Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk
faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran. Gangguan bicara dan bahasa juga
berhubungan erat dengan area lain yang mendukung proses tersebut seperti fungsi
otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari
bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak)
sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau
ketidakmampuan mekanisme motorik oral dalam fungsinya untuk bicara dan
makan.

4
B. Tahapan Perkembangan Bahasa Pada Anak
Tahap Perkembangan Bicara dan Bahasa pada Anak :
Umur Kemampuan Reseptif Kemampuan Ekspresif
Lahir Melirik ke sumber Menangis
suara
2 – 4 bulan Memperlihatkan Tertawa dan mengoceh tanpa arti
ketertarik-an terhadap
suara-suara
6 bulan Memberi respon jika Mengeluarkan suara yang merupakan
nama-nya dipanggil kombinasi huruf hidup (vowel) dan
huruf mati (konsonan)
9 bulan Mengerti dengan kata- Mengucapkan “mama”, “dada”
kata yang rutin (dada)
12 bulan Memahami dan Bergumam, Mengucapkan satu kata
menuruti
perintah sederhana
15 bulan Menunjuk anggota Mempelajari katakata dengan perlahan
tubuh
18 – 24 bulan Mengerti kalimat Menggunakan/merangkai dua kata
24 – 36 bulan Menjawab pertanyan Frase 50% dapat dimengerti
Mengikuti 2 langkah Membentuk 3 (atau lebih) kalimat,
perintah Menanyakan “apa”
36 – 48 bulan Mengerti banyak apa Menanyakan “mengapa”, Kalimat
yang 75% dapat dimengerti, bahasa sudah
diucapkan mulai jelas, menggunakan lebih dari 4
kata dalam satu kalimat
48 – 60 bulan Mengerti banyak apa Menyusun kalimat dengan baik,
yang Bercerita, 100% kalimat dapat
dikatakan, sepadan dimengerti
dengan fungsi kognitif

5
Perkembangan kosa kata
Usia Kemampuan yang dicapai
12 Bulan Dua Kata selain “mama” dan “dada”
14 Bulan Tiga kata di tambah “mama” dan “dada”
16 Bulan Lima kata tidak termasuk “mama” dan “dada”
18 Bulan Sepuluh Kata Vocabulary (Kosa Kata)
24 Bulan Sedikitnya 300 kata dalam Kosa Kata Berbicara
30 Bulan Kosa Kata berjumlah 450 kata
36 Bulan Kosa Kata mendekati 1000 kata
42 Bulan Kosa Kata berjumlah 1200 kata
48 Bulan Kosa Kata berjumlah 1500 kata
54 Bulan Kosa Kata berjumlah 1900 kata
60 Bulan Kosa Kata berjumlah 2200 kata

(Wahidi. 2009. Perkembangan Bicara pada Anak. http://whandi.net/)

C. Bentuk Gangguan Bicara dan Bahasa Anak dan Faktor yang


Mempengaruhinya

1. Kesalahan dalam bahasa


o Kesalahan dalam mengartikan suatu kata
o Kesalahan dalam mengorganisir kata dalam kalimat
o Kesalahan bentuk kata
2. Kegagalan bicara
o Gagap
o Kekurangan dalam artikulasi
o Kerusakan alat artikulasi
 Faktor-faktor yang mempengaruhi anak berbicara
Awal masa kanak-kanak terkena sebagai masa tukang ngobrol,
karena sering kali anak dapat berbicara dengan mudah tidak terputus-putus

6
bicaranya. Adapun faktor-faktor yang terpenting didalam anak banyak
bicara yaitu :
o Inteligensi
Yaitu semakin cerdas (pintar) anak, semakin cepat anak menguasai
keterampilan berbicara.
o Jenis disiplin
Yaitu anak-anak yang cenderung dibesarkan dengan cara disiplin lebih
banyak bicaranya ketimbang pada suatu kekerasan.
o Posisi urutan
Yaitu anak sulung cenderung/didorong ortu untuk banyak berbicara
daripada adiknya.
o Besarnya keluarga
o Status sosial ekonomi
o Status ras
o Berbahasa dua
o Penggolongan peran seks

D. Etiologi Gangguan Bicara dan Bahasa


Penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah sebagai berikut:
1. Gangguan pendengaran
Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang mendengar
pembicaraan disekitarnya. Gangguan pendengaran selalu harus difikirkan
bila ada keterlambatan bicara.
2. Kelainan organ bicara
Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan
mandibula (rahang bawah), kelainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft
palate), deviasi septum nasi, adenoid atau kelainan laring.
3. Retardasi Mental
Redartasi mental adalah kurangnya kepandaian seorang anak
dibandingkan anak lain seusianya.

7
4. Genetik Heriditer
Gangguan karena kelainan genetik yang menurun dari orang tua.
Biasanya juga terjadi pada salah satu atau ke dua orang tua saat kecil.
Biasanya keterlambatan.

5. Kelainan Kromosom
Gangguan karena kelainan genetik yang menurun dari orang tua.
Biasanya juga terjadi pada salah satu atau ke dua orang tua saat kecil.
Biasanya keterlambatan.
6. Kelainan Sentral (Otak)
Gangguan berbahasa sentral adalah ketidak sanggupan untuk
menggabungkan kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan
berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia sering menggunakan mimik untuk
menyatakan kehendaknya seperti pada pantomim. Pada usia sekolah,
terlihat dalam bentuk kesulitan belajar.
7. Autisme
Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan karena
autism. Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang
ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
8. Mutism Selektif
Mutisme selektif biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yang
tidak mau bicara pada keadaan tertentu, misalnya di sekolah atau bila ada
orang tertentu. Atau kadang-kadang ia hanya mau bicara pada orang
tertentu, biasanya anak yang lebih tua. Keadaan ini lebih banyak
dihubungkan dengan kelainan yang disebut sebagai neurosis atau
gangguan motivasi.
9. Gangguan emosi dan perilaku lainnya
Gangguan bicara biasanya menyerta pada gangguan disfungsi otak
minimal, gejala yang terjadi sangat minimal sehingga tidak mudah untuk
dikenali. Biasanya diserta kesulitan belajar, hiperaktif, tidak terampil dan
gejala tersamar lainnya

8
10. Alergi makanan
Alergi makanan ternyata juga bisa mengganggu fungsi otak, sehingga
mengakibatkan gangguan perkembangan salah satunya adalah
keterlambatan bicara pada anak. Bila alergi makanan sebagai penyebab
biasanya keterlambatan bicara terjadi usia di bawah 2 tahun, di atas usia 2
tahun anak tampak sangat pesat perkembangan bicaranya.
11. Deprivasi lingkungan
Dalam keadaan ini anak tidak mendapat rangsang yang cukup dari
lingkungannya.
Berbagai macam keadaan lingkungan yang mengakibatkan keterlambatan
bicara adalah :
a) Lingkungan yang sepi
Bicara adalah bagian tingkah laku, jadi ketrampilannya melalui
meniru. Bila stimulasi bicara sejak awal kurang, tidak ada yang ditiru
maka akan menghambat kemampuan bicara dan bahasa pada anak.
b) Status ekonomi sosial
Menurut penelitian Mc Carthy, orang tua guru, dokter atau ahli
hukum mempunyai anak dengan perkembangan bahasa yang lebih baik
dibandingkan anak dengan orang tua pekerja semi terampil dan tidak
terampil.
c) Tehnik pengajaran yang salah
Cara dan komunikasi yang salah pada anak sering menyebabkan
keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa pada anak, karena
perkembangan mereka terjadi karena proses meniru dan pembelajaran
dari lingkungan.
d) Sikap orang tua atau orang lain di lingkungan rumah yang tidak
menyenangkan
Bicara bisa mengekspresikan kemarahan, ketegangan, kekacauan
dan ketidak senangan seseorang, sehingga anak akan menghindari
untuk berbicara lebih banyak untuk menjauhi kondisi yang tidak
menyenangkan tersebut.
e) Harapan orang tua yang berlebihan terhadap anak

9
Sikap orang tua yang mempunyai harapan dan keinginan yang
berlebihan terhadap anaknya, dengan memberikan latihan dan
pendidikan yang berlebihan dengan harapan anaknya menjadi superior.
Anak akan mengalami tekanan yang justru akan menghambat
kemampuan bicarnya.
f) Anak kembar
Pada anak kembar didapatkan perkembangan bahasa yang lebih
buruk dan lama dibandingkan dengan anak tunggal. Mereka satu sama
lain saling memberikan lingkungan bicara yang buruk, karena biasanya
mempunyai perilaku yang saling meniru. Hal ini menyebabkan mereka
saling meniru pada keadan kemampuan bicara yang sama –sama belum
bagus.
g) Bilingual ( 2 bahasa)
Pemakaian 2 bahasa kadang juga menjadi penyebab keterlambatan
bicara, namun keadaan ini tidak terlalu mengkawatirkan. Umumnya
anak akan memiliki kemampuan pemakaian 2 bahasa secara mudah
dan baik.
h) Keterlambatan fungsional
Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik, dan anak
hanya mengalami gangguan dalam fungsi ekspresif: Ciri khas adalah
anak tidak menunjukkan kelainan neurologis lain.

E. Penatalaksanaan
1. Oral peripheral Mechanism Examiniation (Pemeriksaan
Mekanisme Mulut dan Sekitarnya)
a) Pada bentuk:
 Warna yang tidak normal pada lidah, palatal atau pharynx.
 Ketinggian atau kelebaran yang tidak normal pada palatal
arch (lengkung palatal).
 Kesimetrisan pada wajah atau palatal. Biasanya
berhubungan dengan adanya gangguan neurologi atau
kelemahan pada otot.

10
 Deviasi dari lidah dan/ atau uvula ke kanan atau kekiri.
Indikasi dari gangguan neurologi biasanya kearah sisi yang
lebih lemah.
 Pembesaran dari tonsil.
 Gigi yang hilang/ ompong Tergantung pada gigi yang
hilang, artikulasi dapat terganggu.
b) Pada kekuatan:
 Kelemahan pada tekanan Indra-oral.
 Lingual frenum yang pendek. Dapat mengakibatkan
gangguan pada artikulasi.
 Kelemahan atau tidak adanya gag reflex. Biasanya
menandakan adanya kelemahan pada otot.
 Kelemahan pada bibir, lidah dan atau rahang.
c) Pada pergerakan:
 Secara informal, terapis dapat mengobservasi terhadap
penggunaan organ bicara tersebut yang digunakan untuk
hal lainnya seperti makan dan minum (pergerakan untuk
mengisap, mengunyah, menelan dan lainnya).
 Secara formal dengan pengambilan Diadochokinetik Rate
(evaluasi kemampuan untuk secara cepat melakukan
gerakan bicara yang berganti-ganti): Misalnya:
mengulang/papapapa/; /tatatata/; /kakakaka/ dan
/patakapatakapataka/ dalam hitungan 1 (satu) menit.

2. Artikulasi atau pengucapan


Terapi yang diberikan:
1. Latihan dengan tahap:
 Isolasi (isolation): Latihan pengucapan konsonan itu sendiri
tanpa huruf hidupnya (Konsonan tunggal);
 Suku Kata (CV Combination): Latihan pengucapan
konsonan dengan kombinasi Konsonan Vocal: KV;

11
 VCV; VK (Posisi: Awal-Pertengahan-Akhir). Aktifitas
yang dapat diberikan antara lain dengan menirukan atau
Menggunakan kartu suku kata;
 Kata: Latihan pengucapan konsonan untuk tingkat kata
(Posisi: Awal-Pertengahan-Akhir). Aktifitas yang dapat
diberikan antara lain dengan menamakan benda atau
gambar sesuai dengan konsonan yang mengalami kesulitan.
Misalnya: /r/ awal:rumah,rambut,robot,roti, dan lainnya;
 Kalimat: Latihan menggunakan konsonan yang mengalami
kesulitan dalam kalimat atau bacaan (bila anak sudah dapat
membaca). Misalnya: konsonan /r/: ruri memberi ira sebutir
beras.
 Tentunya untuk latihan pemakaian secara fungsional atau
sehari-hari dalam berbicara (carry over).

3. Bahasa dan Bicara (Reseptif dan Eksprosif)


Bahasa dibagi menjadi dua bagian yang disebut reseptif/
pemahaman dan ekspretif atau pengungkapan secara verbal.
Terapi yang dapat diberikan:
 Phonology (bahasa bunyi);
 Semantics (kata), termasuk pengembangan kosa kata;
 Morphology (perubahan pada kata),
 Syatax (kalimat), termasuk tatabahasa;
 Discourse (Pemakaian bahasa dalam konteks yang lebih luas),
 Metalinguistics (Bagaimana cara bekerjanya suatu Bahasa) dan
 Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial).
4. Suara
Terapi yang dapat diberikan:
 Terapi Suara (VoiceTherapy): Permasalahan pada Nada, volume,
kualitas yang dapat dibantu dengan Facilitation Technique.
5. Pendengaran
Bantun dan Terapi yang dapat diberikan:

12
 Alat bantu ataupun lainnya yang bersifat medis akan di rujuk pada
dokter yang terkait
 Terapi penggunaan sensori lainnya untuk membantu komunikasi

2.2 Attention Deficit Hyperactivity Disorder


2.2.1. DEFINISI
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan
perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak sehingga
menyebabkan aktivitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan.
Attention Deficit Hyperactivity Disorder secara istilah adalah hambatan
pemusatan perhatian disertai kondisi hiperaktif.

2.2.2 GANGGUAN NEUROTOMI PADA ADHD


Penelitian neuropsikologi menunjukkan korteks frontal dan sirkuit yang
menghubungkan fungsi eksekutif basal ganglia. Dopaminergik dan noradrenergic
merupakan target utama dalam pengobatan ADHD. Perubahan lainnya terjadi
gangguan fungsi otak tanpa disertai perubahan struktur dan anatomi yang jelas.
Penyimpangan ini menyebabkan terjadinya hambatan stimulus atau justru
timbulnya stimulus yang berlebihan yang menyebabkan penyimpangan yang
signifikan dalam perkembangan hubungan anak dan orangtua serta lingkungan
sekitarnya.
Pada pemeriksaan radiologis otak PET (position emission tomography)
didapatkan gambaranbahwa pada anak penderita. ADHD dengan gangguan
hiperaktif yang lebih dibandingkan anak yang normal.

2.2.3 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah di seluruh dunia dilaporkan sekitar
3-7% dan di Amerika prevalensi ADHD dilaporkan sekitar 2-26%. Kejadian
ADHD di negara-negara lain bervariasi antara 2-20% misalnya di Ukraina
prevalensi ADHD pada anak sekolah dilaporkan sebesar 20%. Prevalensi ADHD
di Indonesia belum diketahui secara pasti. Penelitian yang secara terbatas

13
dilakukan di Jakarta dilaporkan prevalensi ADHD sebesar 4,2%, paling banyak
pada anak usia sekolah dan pada anak laki-laki.
Di Bali laporan mengenai besaran kejadian ADHD hanya bersumber dari
laporan kasus di Poliklinik atau pusat terapi tumbuh kembang anak. Selama tahun
2012 jumlah pasien ADHD yang berkunjung ke poliklinik. ADHD merupakan
gangguan neuro-behavioral pada anak yang terbanyak, mencakup sekitar 50%
yang dirujuk ke neurologis anak, neuropsikologis, dan psikiatri anak. Prevalensi
gangguan ini sebesar 2,2% untuk tipe hiperaktif-impulsif 5,3% untuk tipe
campuran hiperaktif-impulsif dan inatensi, serta 15,3% untuk ADHD tipe inatensi.
ADHD terjadi pada 3-5% populasi anak dan didiagnosis 2-16% pada anak usia
sekolah. Terdapat kecenderungan ADHD lebih sering terjadi pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan dengan perbandingkan 3:1.

2.2.4 PENYEBAB ADHD


Penyebab pasti dari ADHD sampai saat ini belum ditemukan. Faktor risiko
yang diduga meningkatkan kejadian ADHD adalah genetic. Mutasi gen pengkode
neurotransmitter dan reseptor dopmin (D2 dan D4) pada kromosom 11p
memegang peranan terjadinya ADHD, dalam hal ini reseptor D2 dan D4.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bila orangtua mengalami ADHD,
sebagian anak mereka dijumpai mengalami gangguan tersebut. Faktor risiko lain
adalah berbagai zat yang dikonsumsi oleh ibu saat hamil yaitu tembakau dan
alcohol. Riwayat BBLR juga diduga dapat meningkatkan risiko kejadian ADHD
pada anak, meskipun belum diketahui apakah gejala ADHD aka nada sampai anak
menjadi dewasa. Faktor riwayat lahir premature juga diduga meningkatkan
kejadian ADHD dan hal ini diperkuat beberapa penelitian lain yang melaporkan
bahwa 30% anak yang lahir pada usia kehamilan 36 minggu mengalami ADHD
pada usia sekolah. Bayi premature juga lebih rentan terhadap masalah
perkembangan termasuk ADHD. Faktor risiko lain yang juga diduga dapat
meningkatkan kejadian ADHD tetapi belum banyak dilakukan penelitianadalah
riwayat persalinan dengan ekstraksi forceps. Faktor riwayat kejang demam juga
diduga meningkatkan kejadian ADHD selain faktor riwayat trauma kepala pada

14
anak. Hasil penelitian lain yang cukup menarik adalah dugaan bahwa konsumsi
makanan manis dapat meningkatkan kejadian ADHD.
ADHD cenderung meningkat karena adanya kecenderungan peningkatan
jumlah kasus. Selain itu beban ADHD pada orangtua dan keluarga dirasakan
cukup berat, baik dari sisi medis, psikologis, social dan financial. Upaya
komprehensif diperlukan untuk mencegah terjadinya ADHD dan untuk itu
diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengetahui faktor risiko yang memicu
terjadinya ADHD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
meningkatkan risik terjadinya ADHD pada anak.

2.2.5 KLASIFIKASI DAN GEJALA KLINIK


Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa tidak mudah untuk
membedakan penyandang ADHD terutama yang tergolong ringan dengan anak
normal yang sedikit lebih aktif disbanding anak yang lainnya. Tidak ada tes untuk
mendiagnosis secara pasti jenis gangguan ini, mengingat gejalanya bervariasi
tergantung pada usia, situasi, dan lingkungan. Hal ini menunjukkan ADHD
merupakan suatu gangguan yang kompleks berkaitan dengan pengendalian diri
dalam berbagai variasi gangguan tingkah laku.
Ciri-ciri ADHD muncul pada masa kanak-kanak awal, bersifat menahun, dan
tidak diakibatkan oleh kelainan fisik yang lain, mental, maupun emosional. Ciri
utama individu dengan gangguan pemusatan perhatian, meliputi : gangguan
pemusatan perhatian (inattention), gangguan pengendalian diri (impulsivity), dan
gangguan dengan aktivitas yang berlebihan (hiperactivity). Terdapat 3 subtipe
ADHD, yaitu:
1. predominan hiperaktif-impulsif (ADHD/HI) : simtom terbanyak (≥6) ialah
kategori hiperaktif-impulsif, <6 simtom inatensi.
2. Predominan inatensi : simtom terbanyak (≥6) ialah kategori inatensi dan
<6 simptom dari hiperaktif-impulsif. Anak dengan subtype ini kurang
berperan atau mempunyai kesulitan bersama dengan anak lain. Mereka
duduk tenang, tetapi tidak memberikan perhatian kepada apa yang
dilakukan. Orang tua mungkin tidak memperhatikan simtom ADHD.

15
3. Kombinasi hiperaktif-impulsif dan inatensi : ≥6 simptom inatensi dan ≥6
simtom hiperaktif-impulsif.
Kebanyakan anak dengan ADHD mempunyai tipe kombinasi.

2.2.6 DIAGNOSIS
Kriteria diagmostik ADHD berdasarkan DSM-IV ialah satu dari kriteria
berikut:
1. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi): ≥6 gejala inatensi berikut
telah menetap selama sekurang-kurangnya 6 bulan bahkan sampai tingkat
yang maladaptive dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
 Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detil dan
tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau
aktivitas lainnya.
 Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian
terhadap tugas atau aktivitas bermain.
 Sering tampak tidak mendengarkan apabila berbicara langsung.
 Sering tidak mengikuti intruksi dan gagal menyelesaikan tugas
sekolah, pekerjaan sehari-hari, atau tugas di tempat kerja (bukan
karena perilaku menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi).
 Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas.
 Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam
tugas yang memiliki usaha mental yang lama (seperti tugas di
sekolah dan pekerjaan rumah).
 Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yang perlu untuk
tugas atau aktivitas.
 Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yan perlu untuk
tugas dan aktivitas
 Sering mudah dialihkan pehatiannya oleh stimulasi dari luar.
 Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari.

16
2. Hiperaktivitas-impulsivitas : ≥6 gejala hiperaktivitas berikut ini telah
menetap selama sekurang-kurangnya 6 bulan sampai tingkat yang
maladaptive dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
Gejala hiperaktivitas ialah sebagai berikut:
 Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering menggeliat-
geliat di tempat duduk.
 Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau di dalam situasi
yang diharapkan anak tetap duduk.
 Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi
yang tidak seharusnya. Sering mengalami kesulitan bermain atau
terlibat dalam aktivitas waktu luang secara tenang.
 Sering dalam keadaan “ siap bergerak/pergi” (atau bertindak
seperti digerakkan oleh mesin).
 Sering bicara berlebihan.
Gejala impulsivitas ialah sebagai berikut:
 Tidak sabar, sering menjawab pertanyaan tanpa berpikir lebih
dahulu sebelum pertanyaan selesai.
 Sering sulit menunggu giliran.
 Sering menyela atau mengganggu orang lain sehingga
menyebabkan hambatan dalam lingkungan social, pendidikan, dan
pekerjaan.

Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang


menyebabkan gangguan telah ada sebelum usia 7 tahun. Beberapa
gangguan akibat gejala ada selama dua atau lebih situasi. Harus
terdapat bukti jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis
dalam fungsi social, akademik, atau fungsi pekerjaan. Gejala tidak
semata-mata selama perjalanan gangguan perkembangan pervasive,
skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan tidak diterangkan
lebih baik oleh gangguan mental lain.
Kriteria diagnosis ADHD menurut DSM IV dan DSM IV-TR ini
telah mengalami revisi melalui DSM V. Daftar gejala pada DSM V

17
tidak berbeda dengan DSM IV dan IV-TR. Perbedaan yang tampak
ialah pada DSM V setelah dituliskan gejala akan diberikan
beberapa contoh yang dapat muncul pada penderita ADHD,
termasuk contoh gejala yang timbul pada masa remaja dan dewasa.
Selain itu perbedaan ditunjukkan pada onset timbulnya gejala
ADHD yang dimulai pada usia 12 tahun.

2.7 DIAGNOSIS BANDING


Dalam praktik sehari-hari, ADHD sering kali memiliki gejala yang tumapng
tindih dengan autism spectrum disorder (ASD) dan communication disorder-
speech delayed. Pada penderita speech delayed harus dipastikan ada tidaknya
gangguan pendengaran, retardasi mental atau kurang stimulasi. Persamaan ADHD
dengan ASD ialah adanya gangguan konsentrasi, tak mampu menunggu giliran,
meminta sesuatu dengan cara non-verbal, kurang peduli dengan lingkungan dan
bila marah sulit ditenangkan.

2.8 PENATALAKSANAAN
ADHD merupakan gangguan yang bersifat heterogen dengan manifestasi
klinis beragam. Sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat diakui
untuk menyembuhkan anak dengan ADHD secara total. Berdasarkan National
Institute of Mental Health, serta organisasi profesi lainnya di dunia seperti
American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP), penanganan
anak dengan ADHD dilakukan dengan pendekatan komprehensif berdasarkan
prinsip pendekatan yang multidisiplin dan multimodal.
Tujuan utama penanganan anak dengan ADHD ialah:
 Memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya
sehari-hari terutama dengan memperbaiki fungsi pengendalian diri.
 Memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian social anak sehingga
terbentuk kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matang sesuai dengan
tingkat perkembangan anak.

18
Berdasarkan prinsip pendekatan yang multidisiplin dan multimodal ini
maka terapi yang diberikan dapat berupa obat, diet, latihan, terapi perilaku,
terapi kognitif dan latihan keterampilan social juga psikoedukasi kepada
orangtua, pengasuh serta guru yang sehari-hari berhadapan dengan anak
tersebut.
1. Medikamentosa : cara ini dapat mengontrol ADHD sampai 70-80%.
Obat yang merupakan pilihan pertama ialah obat golongan
psikostimulan. Meskipun disebut stimulant, pada dasarnya obat ini
memiliki efek yang menenangkan pada penderita ADHD. Yang
termasuk stimulant antara lain: amphetamine, dextroamphetamine dan
derivatnya. Pemberian obat psiko-stimulan dikatakan cukup efektif
mengurangi gejala-gejala ADHD. Obat ini mempengaruhi sistem
dopaminergik atau sirkuit noradrenergic korteks lobus frontalis-
subkortikal, meningkatkan kontrol inhibisi dan memperlambat
potensiasi antara stimulasi dan respon, sehingga mengurangi gejala
impulsive dan tidak dapat menyelesaikan tugas. Efek sampingnya
ialah penarikan diri dari lingkungan social, focus yang berlebih,
iritabel, sakit kepala, cemas, sulit tidur, hilang nafsu makan, sindrom
Tourette, serta munculnya tic.
2. Diet : Meta- analisis menemukan bahwa menghindari pewarna
makanan buatan dan bahan pengawet sintetik secara statistic
bermanfaat mencegah terjadinya ADHD. Keseimbangan diet
karbohidrat dan asam amino (tryptophan sebagai serotonin substrate)
juga dapat menjadi upaya lain. Belum ada bukti bahwa pemanis
buatan seperti aspartame memperburuk ADHD.
3. Rehabilitasi Medik : mengembangkan kemampuan fungsional dan
psikologis seorang individu dan mekanismenya sehingga dapat
mencapai kemandirian dan menjalani hidup secara aktif.
Penanganan rehabilitasi medic pada anak dengan ADHD:
 Terapi okupasi
Terapi okupasi terdiri dari terapi relaksasi, terapi perilaku kognitif, terapi
sensori integrasi, terapi snoezellen, dan terapi musik. Terapi relaksasi

19
adalah terapi yang menggunakan kekuatan pikiran dan tubuh untuk
mencapai suatu perasaan rileks. Terapi relaksasi bertujuan untuk dapat
mengontrol ansietas, stress, ketakutan dan ketegangan, memperbaiki
konsentrasi, meningkatkan kontrol diri, meningkatkan harga diri dan
kepercayaan diri, serta meningkatkan kreativitas.
Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang
dengan mengubah pemikiran dan persepsi terutama pola berpikirnya.
Terapi perilaku berfokus untuk mengurangi respon kebiasaan dengan cara
mengenal situasi atau stimulus. Terapi ini melatih kemampuan bepikir,
menggunakan pendapat dan membuat keputusan, dengan focus
memperbaiki deficit memori, konsentrasi dan atensi, persepsi, proses
belajar, membuat rencana, serta pertimbangan. Pada anak-anak, terapi ini
memerlukan dukungan penuh dari orangtua atau anggota keluarga lain.
Intervensi pada terapi ini juga harus menarik seperti menggunakan media
gambar kartun, role play, menggunakan bahasa menarik sesuai usianya,
media latihan yang menyenangkan dan penuh warna. Bentuk lain dari
intervensi ini dpat juga berupa metode self recording.
Terapi sensori integrasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan proses
sensori dengan cara:
 Mengembangkan modulasi sensoris yang berhubungan dengan atensi
dan kontrol perilaku.
 Mengintegrasikan informasi sensoris untuk membentuk skema persepsi
baik sebagai dasar ketrampilan akademis, interaksi social dan
kemandirian fungsional.
 Focus terapi diarahkan untuk memunculkan motivasi instrinsik anak
untuk bermain interaktif dan bermakna.
Terapi sensori integrasi memberikan stimulasi sensori dan interaksi fisik
untuk dapat meningkatkan integrasi sensori dan peningkatan kemampuan
belajar dan perilaku. Terapi ini merupakan terapi modalitas yang kompleks
dan memerlukan partisipasi aktif pasien dan bersifat individual melalui
aktivitas yang bertujuan melibatkan stimulasi sensorik untuk perbaikan
organisasi dan proses neurologis.

20
Terapi snozellen dilakukan untuk mempengaruhi sistem saraf pusat melalui
pemberian rangsangan yang cukup pada sistem sensori primer dan juga pada
sistem sensori internal. Dalam bahasa Belanda kata Snozellen merupakan
gabunga dari 2 kata, yaitu: “snufflen” yang berarti eksplorasi aktif dan
“doezelen” yang berarti relaksasi atau pasif. Tujuan terapi snoezellen pada
anak ADHD ialah anak mampu konsentrasi dan atensi terhadap satu stimulus.
 Anak mampu rileks secara psikis sehingga mengurangi perilaku
impulsive.
 Anak mampu memberikan reaksi yang tepat terhadap lingkungan
 Anak mampu melakukan kontak dengan orang lain
 Anak punya rasa percaya diri
 Anak mampu mengeksplorasi lingkungan
 Anak mampu rileks secara fisik yang ditandai dengan penurunan
muscle tension.
Ruangan snoezellen khusus dirancang untuk member stimulasi pada
berbagai sensasi, menggunakan efek lampu/cahaya, warna, music, wangi-
wangian dan sebagainya. Kombinasi dari bahan berbeda pada dinding
dieksplorasi menggunakan sensasi taktil, dan pada lantai disesuaikan
untuk merangsang sensasi keseimbangan. Idealnya, snoezellen
merupakan terapi yang tidak diarahkan dan dapat bertahap memberikan
pengalaman multi sensorik atau fokus pada I sensorik saja, secara
sederhana melalui adaptasi terhadap lampu atau cahaya, atmosfer, suara,
dan tekstur kepada kebutuhan spesifik pasien.
Lingkungan snoezellen memberikan stimulasi langsung dan tidak
langsung dari modalitas sensorik dan dapat digunakan secara individu
atau berkelompok untuk memberikan pendekatan sensorik.
Peralatannya disesuaikan dengan tiap- tiap anak ADHD:
 Stimulasi visual : serat optic semprot, proyektor dengan gambar
 Stimulasi pendengaran : kaset relaksasi, getaran suara dari peralatan
musik.
 Olfaktori : aroma terapi mengurangi tingkat kecemasan

21
 Gustatory : setiap zat makanan menyediakan rasa yang berbeda atau
tekstur.
 Stimulasi taktil: bantal dan kasur dengan vibrasi, kain bertekstur.
 Rangsangan propioseptif dan vestibular : kursi goyang, rocking horses

Terdapat beberapa macam ruang snoezellen yang ditata dengan tujuan yang
berbeda contohnya:
 Ruang relaksasi : ruang ini dipenuhi dengan warna yang lembut dan tidak
mencolok, lagu-lagu lembut atau music relaksasi, pemberian aroma
ruangan dengan aroma yang lembut, lampu penerangan yang lembut.
 Ruang aktivitas/ adventure : ruangan ini dipenuhi dengan warna-warna
yang mencolok , stimulasi visual yang dinamis, music yang dinamis, dan
alat-alat permainan aktif.
 Ruang natural : ruangan alami seperti kebun bunga/taman, kolam
ikan/akuarium, terdapat pasir, tanah dan air.

Terapi music merupakan terapi efektif dan alat edukasi untuk anak dengan ADHD
sehingga dapat mempengaruhi perubahan keterampilan yang penting pada
gangguan belajar atau perilaku. Terapi music mencakup beberapa hal, yaitu:
 Keterampilan kognitif : music dapat menstimulasi dan memfokuskan
atensi dan terutama untuk orang yang tidak respon dengan intervensi lain.
seluruh intervensi terapeutik akan terstruktur dengan music, untuk
mempertahankan atensi.
 Keterampilan fisik : terdapat bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa ritme
teratur dapat menstimulasi dan mengorganisasikan respon otot untuk
menimbulkan rasa rileks.
 Keterampilan komunikasi : efektif untuk menstimulasi dan memotivasi
bicara, serta member ruang untuk komunikasi non-verbal.
 Keterampilan social: memberi kesempatan untuk orang dengan disabilitas
perkembangan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain.
 Keterampilan emosional : musik member kesempatan untuk
mengekspresikan dan merasakan berbagai emosi. Keinginan untuk

22
berpartisipasi pada music dapat membantu untuk mengntrol emosi yang
meledak-ledak, mengubah mood, serta dapat mencapai efek positif dari
harga diri.

 Terapi psikologi
Psikoterapi yang diberikan pada penderita ADHD termasuk dalam
pelatihan kepada orangtua untuk memperbaiki lingkungan di sekitar
rumah dan sekolah. Terdapat berbagai pendekatan psikoterapi yang dapat
dilakukan oleh seorang psikolog;penggunaannya tergantung kepada
pasien dan simptomnya yang meliputi support group, parent training, dan
social skills training.
Memperbaiki lingkungan di sekitar rumah dan sekolah dapat
mempebaiki perilaku anak dengan ADHD, namun kendalanya ialah
orangtua dari anak ADHD memperlihatkan kekurangan yang sama
terhadap diri mereka sendiri, sehingga mereka tidak dapat cukup
membantu anaknya dengan kesulitannya. Intervensi pendidikan yang
berbeda untuk orangtua disebut sebagai parent management training.
Teknik ini meliputi operant conditioning yaitu sebuah aplikasi rewards
untuk suatu perilaku yang baik dan hukuman untuk perilaku yang buruk.
Manajemen di dalam kelas dilakukan sama dengan parent
management training yaitu guru diajari tentang ADHD dan teknik untuk
memperbaiki perilaku yang diaplikasikan diruangan kelas. Strategi yang
digunakan meliputi peningkatan penyusunan aktivitas di kelas atau daily
feedback.
 Terapi social medik
Penanganan ADHD dalam peran social medic difokuskan pada
bantuan perorangan dan keluarga yang kesulitan dalam penyesuaian diri
dan pelaksanaan fungsi-fungsi social diakibatkan oleh kondisi-kondisi
yang disfungsi. Terapi ini berkaitan dengan usaha untuk menjangkau dan
memanfaatkan sumber dalam pemecahan masalah social dengan tujuan
pelayanan untuk sosialisasi dan pengembangan, penyembuhan, pemberian

23
bantuan, rehabilitasi dan perlindungan social, serta pemberian informasi
dan nasehat.
 Terapi perilaku
Strategi spesifik yang dapat dilakukan untuk terapi perilaku ini ialah:
- Reward system ( anak diberikan ‘hadiah’ bila dapat menyelesaikan
tugas atau berperilaku baik)
- Time out (misal: anak yang memukul adiknya dihukum duduk di
pojok ruangan selama 5 menit)
- Response cost (misal : anak dilarang nonton TV bila tidak
menyelesaikan PR)
- Token economy (anak mendapatkan bintang bila menyelesaikan tugas
dan kehilangan bintang bila berjalan-jalan dikelas. Jumlah bintang
menentukan reward yang diterima)
Penting pula ditekankan bahwa dukungan orang tua sangat
menentukan suksesnya terapi sehingga terapi perilaku ini disertai
dengan edukasi dan pelatihan pasien serta keluarganya.

 Mofifikasi lingkungan
Anak-anak dengan ADHD tidak beradaptasi dengan baik untuk
mengubah dan tidak berfungsi dengan baik dalam lingkungan yang sangat
memberikan banyak stimulasi. Di sekolah, mereka harus ditempatkan
dibarisan depan sehingga mereka dapat lebih memperhatikan guru.
Seringkali, anak dengan ADHD mendapatkan keuntungan lebih dari
metode mengajar satu-satu atau pengajaran dalam kelompok kecil. Rutinitas
kelas harus diprediksi dan hanya satu tugas yang diberikan kepada anak pada
suatu waktu. Rutinitas di rumah juga harus terstruktur dengan baik dan
teratur. Keluarga harus menghindari keramaian, supermarket dan pusat
perbelanjaan besar yang dapat memberikan terlalu banyak stimulasi bagi
anak. Kelelahan juga harus dihindari ketika anak menjadi tak terkontrol dan
hiperaktivitas meningkat ketika anak menjadi lelah. Saran dari psikiater,
dokter anak dan social worker diperlukan dalam kasus-kasus individual
karena mungkin ada kebutuhan untuk penempatan sekolah khusus atau

24
program khusus untuk modifikasi perilaku. Anak yang cerdas juga dapat
ditempatkan dalam program sekolah normal. Obat jarang diindikasikan
kecuali terdapat indikasi tertentu seperti hiperaktif atau ketidakstabilan
suasana hati.

2.9 PROGNOSIS
Perjalanan anak dengan ADHD bervariasi: ada yang mengalami remisi, tetapi
ada juga yang menetap.
1. Persisten atau menetap: pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga
masa remaja atau dewasa. Gejala akan lebih cenderung menetap jika
terdapat riwayat keluarga, peristiwa negative dalam hidupnya,
komorbiditas dengan gejala-gejala perilaku, depresi dan gangguan cemas.
Pada beberapa kasus, hiperaktivitas akan menghilang, tetapi tetap
mengalami inatensi dan kesulitan mengontrol impuls. Anak ini rentan
dengan penyalahgunaan alcohol dan narkoba, kegagalan disekolah, sulit
mempertahankan pekerjaan, serta cenderung melakukan pelanggaran
hokum.
2. Remisi : pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada
masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi anara usia 12
hingga 20 tahun. Gejala yang pertama kali memudar ialah hiperaktivitas
dan yang paling terakhir ialah distractibility.
a. Remisi total: anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa
remaja dan dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang
memuaskan, dan memiliki gejala sisa yang sedikit.
b. Remisi parsial : pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial
mudah menjadi antisocial, mengalami gangguan mood, sulit
mempertahankan pekerjaan, mengalami kegagalan di sekolah,
melanggar hukum, dan menyalahgunakan alcohol serta narkoba.

25
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1.IDENTITAS PASIEN
Nama : An.PN
Umur : 2 Tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Suku : Batak
Alamat : Asrama Brimob
No. DM : 462467

3.2. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap keluarga pasien
(ibu kandung) saat kontrol di Poli rehab medik RSUD dok 2.
3.2.1. KELUHAN UTAMA
Anak belum dapat berbicara dengan jelas seperti anak seusianya

3.2.2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


• Pasien datang untuk pertama kalinya ke poli diantar oleh ibunya, ibu
pasien mengeluh anaknya belum dapat berbicara dengan baik dan jelas
seperti anak seusianya. Saat ini pasien berusia 2 tahun dan hanya bisa
mengoceh dengan artikulasi yang tidak jelas. Kata yang bisa diucapkan
oleh pasien adalah mama dan papa, menghitung 1-10 menggunakan
bahasa inggris, dan biru/merah. Kata mama dan papa baru bisa diucapkan
pasien saat berusia 18 bulan. Pasien belum dapat mengucapkan beberapa
kata atau menyusun kalimat. Apabila dipanggil oleh orang di sekitarnya,
pasien kurang merespon dengan baik. Tetapi jika bunyi kencang seperti
suara “buang angin” atau suara motor pasien baru menoleh. Pasien hanya
bisa memberikan isyarat dengan gerakan tubuh apabila menginginkan
sesuatu, seperti menunjuk jika menginginkan sesuatu. Jika diperintah
pasien harus diberikan isyarat dengan gerakan tubuh terlebih dahulu.

26
Pasien sudah bisa duduk tegak tanpa dibantu. Sudah dapat berjalan dan
berlari, berlompat. Pasien sudah dapat bermain sendiri, dan makan sendiri.
Dapat bermain dengan orang dewasa dan teman sebaya. Menurut ibu
pasien, pasien sebenarnya adalah anak yang cerdas, yang jika diajarkan
sesuatu hal seperti menggambar, mewarnai, memegang sendok, cara
memegang pensil pasien cukup sekali dua kali diajarkan setelah itu pasien
bisa melakukan sendiri. Tetapi untuk mengajarkan membaca ibu pasien
merasa kesulitan karena anak dirasakan belum dapat berbicara dengan
jelas. Keluhan gangguan pemusatan perhatian, kontak mata yang buruk,
lebih tertarik atau terfokus pada suatu hal, sikap acuh tak acuh, suka
melakukan hal yang sama secara berulang-ulang, pengulangan kata atau
kalimat tertentu yang diulan-ulang, gangguan konsentrasi, sering ngeces,
atau gangguan menelan dan mengunyah makanan disangkal.

3.2.3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Respiratory Distress e.c susp Hyalin Membran Disease, NKB (31
minggu)/SMK/Letak Kepala/ BBLSR.

3.2.4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Pasien dilahirkan secara Sectio caesarea pada tanggal 6 november 2016
di RS Bhayangkara, lahir menangis, berat lahir 3300gr, Panjang badan 51 cm,
tanpa kelainan.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK


 Motorik kasar tidak sesuai usia
 Motorik halus tidak sesuai usia
 Personal sosial tidak sesuai usia
 Bahasa tidak sesuai usia
Pasien dengan usia 1 tahun 4 bulan mengalami keterlambatan
perkembangan setara dengan usia 4-6 bulan.

27
Tabel milestone

3.3.1. DIAGNOSA KLINIS


Gangguan Bahasa Ekspresif
3.3.2. DIAGNOSA BANDING
Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)
Autism Spectrum Disorder (ASD)
Gangguan Pendengaran

3.4.TATALAKSANA
3.4.1. REHABILITASI MEDIK
a. Terapi wicara
b. Terapi okupasi

28
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan ibu kandung dan ayah kandung ke poli rehabilitasi
medic dengan keluhan anaknya berumur 2 tahun 9 bulan namun sulit komunikasi
dengan orang sekitarnya, pasien setiap hari menggunakan handphone dan sering
menonton film kartun serta hanya menggunakan bahasa isyarat saat komunikasi.
Pasien juga jarang keluar rumah untuk bermain dengan teman sebayanya, dan
pasien sering menangis jika tidak dipenuhi permintaanya bermain handphone.
Makan minum normal, lari dan lompat-lampat (+), setiap hari dari pagi sampe
sore bermain Hp, pasien merupakan anak sulung dengan riwayat kehamilan usia
39-40 minggu lahir secara SC, dengan APGAR score 7/9, lahir menangis BBL 3,7
gr PB 51cm di RS Bhayangkara Kotaraja.
Pada pemeriksaan motoric kasar: berlari (+), motoric halus: memegang
mainan, personal social : gangguan kontak mata, berbahasa: kosakata kurang lebih
20 kata. Pada pemeriksaan fisik, ROM dan MMT normal namun pada
pemeriksaan Higher function Test untuk Naming : kurang, Fluent : belum lancer,
Comprehensive : baik, Repititon : kurang baik.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis, pasien didiagnosa dengan
gangguan bahasa ekspresif dimana sesuai dengan teori menurut American
Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual of mental Disorder
(DSM IV) yang membagi gangguan bahasa dalam 4 tipe. Pada gangguan bahasa
ekspresif, secara klinis kita bias menemukan gejala seperti perbendaharaan kata
yang jelas terbatas, membuat kesalahan dalam kosa kata, mengalami kesulitan
dalam mengingat kata-kata atau membentuk kalimat yang panjang dan memiliki
kesulitan dalam pencapaian akademik, dan komunikasi social, namun pemahaman
bahasa anak tetap relatif utuh. Gangguan menjadi jelas pada kira-kira usia 2 tahun,
saat anak tidak dapat mengucapkan kata dengan spontan atau meniru kata dan
menggunakan gerakan badannya untuk menyatakan keinginananya.
Selain itu berdasarkan teori perkembangan bahasa pada usia 2 tahun
diharapkan anak dapat mengetahui lebih banyak kalimat yang lebih rumit,
menyebut nama sendiri, mempunyai kata untuk semua benda, berbicara dengan 2

29
– 3 kata dalam kalimat namun pasien didapatkan ketidaksesuaian perkembangan
bahasa menurut usianya.
Penyebab kelainan bicara bermacam-macam yang melibatkan berbagai
factor yang saling mempengaruhi, antara lain kemampuan lingkungan
pendengaran kognitif fungsi saraf emosi psikologis dan lain sebagainya.
Kemampuan berbahasa dan bicara memerlukan stimulasi, yaitu kegiatan
merangsang kemampuan dasar anak agar anak tumbuh dan berkembang secar
optimal. Pada pasien ditemukan kurangnya stimulasi dari lingkungan, yaitu
kurang bersosialisasi dengan teman sebaya dan lebih banyak menghabiskan waktu
dengan bermain handphone dan menonton film kartun.
Diagnose banding pasien yaitu gangguan bahasa reseptif namun karena
pasien masih dapat memahami stimulus bahasa yang diterima diagnose gangguan
bahsa reseptif dapat disingkirkan. Pada pasien direncanakan untuk terapi okupasi
dan terapi wicara dimana sesuai teori pada terapi okupasi bertujuan membuat
pasien mandiri dalam aktifitasnya sehari – hari memiliki produktifitas, dan
pengisisan waktu luang yang sesuai usia individu tersebut. Selain itu, terapi
okupasi berperan dalam menyediakan fasilitas untuk meningkatkan dan
memperbaiki fungsi sesnsorimotorik neuromuscular, emosiaonal kognoitif dan
kinerja psikososial.

30
BAB V
PENUTUP

Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak.


Karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan
pada sistem lainnya, sebab melibatkan kemapuan kognitif, sensori motor,
psikologis, emosi, dan lingkungan di sekitar anak.2,3 Diperkirakan gangguan
bicara dan bahasa pada anak adalah sekitar 4-5 %.2
Secara umum, gangguan berbahasa dapat dibagi dalam tiga tipe, yaitu: (1)
Kegagalan memperoleh kemampuan berbahasa apapun. Keadaan ini misalnya
terdapat pada anak yang menderita retardasi mental berat; (2) Kendala
kemampuan bahasa yang telat didapat, yang dapat disebabkan oleh trauma fisik
damupun psikis, atau oleh gangguan neurologist; (3) Gangguan perkembangan
berbahasa. Tipe inilah yang dikategorikan dalam gangguan perkembangan
spesifik. Terdapat dua sub tipe, yaitu (a) tipe reseptif, yaitu kesukaranuntuk
menrima dan mengerti bahasa yang dibicarakan, dan (b) tipe ekspresif, yaitu
kesukaran dalam mengekspresikan bahasa secara verbal.11
Deteksi dan penanganan dini pada gangguan keterlambatan bicara dan
bahasa dapat membantu baik anak atau orang tua untuk memperkecil kesulitan di
masa sekolah anak.3 Dalam diagnosa dan penanganannya diperlukan ahli yang
beragam seperti dokter, ahli terapi: ahli terapi bicara dan ahli fisioterapi, psikolog,
perawat, dan pekerja sosial.9

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Caroline Bowen. Speech And Language Development In Infants And


Young Children, dalam Caroline Bowen Phd Speech-Language
Pathologist. Didapatkan dari URL: http://www.speech-language-
therapy.com/devel1.htm. Diakses pada tanggal 22 Mei 2007.
2. Soetjiningsih. Gangguan Bicara dan Bahasa Pada Anak, dalam I.G.N.Gde
Ranuh (ed): Tumbuh Kembang Anak. EGC, Surabaya, 18, 237-247.
3. Behrman Kliegmar Jenson. Disorders of Hearing, Speech, and Language,
dalam Nelson Textbook of Pediatrics, 17th. Saunders, Philadelphia, 2004.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Gangguan Bicara Pada Anak, dalam Buku Kuliah 1 Ilmu
Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 1985, 6, 102-105.
5. Nemours Foundation. Delayed Speech Or Language Development, dalam
Kids Health For Parents. Didapatkan dari URL:
http://www.kidshealth.org/parent/growth/communication/not_talk.html.
Diakses pada tanggal 22 Mei 2007.
6. Screening for Speech and Language Delay in Preschool Children:
Systematic Evidence Review for the US Preventive Services Task Force,
dalam Official Journal Of The American Academy Of Pediatrics.
Didapatkan dari URL:
http://pediatrics.aappublications.org/cgi/content/full/117/2/e298. Diakses
pada tanggal 22 Mei 2007.
7. Come Unity. Children with Communication Disorders, dalam Children’s
Disabilities And Special Needs. Didapatkan dari URL:
http://www.comeunity.com/disability/speech/communication.html.
Diakses pada tanggal 22 Mei 2007.
8. Arthur C. Guyton, John E. Hall, Neurofisiologi Motorik dan Integratif,
dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.
9. Forfar and Arneil’s. Psychomotor and Intellectual Development, dalam
A.G.M. Campbell, Neil Mc Intosh (eds): Textbook of Paediatrics, 4th.

32
10. Ganguan Keterlambatan Bicara, dalam Pontianak Post. Didapatkan dari
URL:
http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?berita=Konsultasi&id=12
6200. Diakses pada tanggal 22 Mei 2007.
11. A.H. Markum. Gangguan Perkembangan Bahasa, dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak Jilid 1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1991, 2, 65.

33

Anda mungkin juga menyukai