Anda di halaman 1dari 52

IMPLEMENTASI PROGRAM PENCEGAHAN

DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MALARIA DI


PUSKESMAS KANDA KECEMATAN WAIBU
KABUPATEN JAYAPURA TAHUN 2019

MAKALAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :
Prihatin Agustina Setyowati
201707214025

PEMINATAN ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
TAHUN 2019

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Makalah ini telah disetujui untuk diajuhkan pada sidang Makalah Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih.

Disetujui
Hari Tanggal :
Tempat/Ruang :

Tim Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II.

Melkior Tappy, SKM, MPH Helen Try Juni Asti, S.Kep, Ns,
MPH
NIP.196504071988021001 NIP. 198806102018032001

Mengetahui
Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Cenderawasih

Yulius Sarungu P, SKM, M.Kes


NIP. 197707172008110117

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya

sehingga penyusunan makalah dengan judul “Implementasi Program

Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Malaria Di Puskesmas Kanda

Kecematan Waibu Kabupaten Jayapura Tahun 2019’’

Terlepas dari semua itu penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih

banyak memiliki kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa.

Maka tak lupa penulis minta maaf sebesar-besarnya apabila terdapat banyak

kekurangan. Penulis juga menyadari bahwa penyusunan makalah dapat terselesaikan

dengan bantuan dari banyak pihak, maka penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Dr. Ir. Apolo Safanpo, S.T, M.T, selaku Rektor Universitas Cenderawasih

Jayapura.

2. Dr. Arius Togodly, S.pd, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Cenderawasih Jayapura.

3. Yulius Sarungu P, S.KM, M.Kes, selaku Ketua Jurusan IKM Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih.

4. Hesty Tumangke, SKM, MPH, selaku Ketua Jurusan Peminatan Administrasi

Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Cenderawasih

3
5. Melkior Tappy, S.KM, MPH selaku pembimbing I yang telah meluangkan

waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Makalah ini dengan

baik.

6. Helen Try Juni Asti, S.Kep, Ns, MPH selaku pembimbing II yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Makalah

ini dengan baik.

7. Dr. Agus Zainuri, S.Pd, MPH selaku dosen penguji I yang telah memberikan

banyak arahan dan dorongan dalam menyusun makalah ini sehingga dapat

terselesaikan dengan baik.

8. Dr. Marthapina Anggai, SE, MM, M.Kes selaku dosen penguji II yang telah

memberikan banyak arahan dan dorongan dalam menyusun makalah ini

sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

9. Hesty Tumangke, S.KM, MPH selaku dosen penguji III yang telah

memberikan banyak arahan dan dorongan dalam menyusun Makalah ini

sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

10. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Cenderawasih yang telah mendidik dan membantu selama masa perkuliahan.

11. Keluarga Tercinta yaitu suami Ipik Wahyudi, Beserta anak-anak (Galuh

Decca Sari S.W.S. Ked, P.Ryan P.STP, Fitri A.S Dan Mahendra Y) yang

selalu mendoákan, memberi dukungan, semangat, serta selalu memberikan

kasih sayangnya yang tiada henti kepada Penulis.

4
12. Teman-teman seperjuangan Non Reguler Fakultas Kesehatan Masyarakat

angkatan 2017 terutama Peminatan Administrasi Kebijakan Kesehatan .

Semoga Tuhan Membalas budi baik semua pihak yang telah memberi

kesempatan, dukungan dan bantuan dalam penyelesaian makalah ini. Akhir

kata, hanya penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jayapura, November

2019

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………... 1

HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………………... 2

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. 3

DAFTAR ISI ………..……………………………………………………………. 5

ABSTRAK ……………..……………………………………………………….. 6

ABSTRAK ……………..………………………………………………………… 7

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………,. 8

A. Latar Belakang ………………………………………………………….. 8

B. Rumusan Masalah ………………………………………………………. 11

C. Tujuan Masalah………………………………………………………….. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………… 11

A. Tinjauan Umum Tentang Implemtasi…………………………………… 13

B. Tinjauan Umum Tentang Malaria ……………………………................ 17

5
C. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas ….................................................. 26

BAB III PEMBAHASAN……………………………………………............... 29

A. Pembahasan …………………………….............................................. 29

BAB IV Kesimpulan Dan Saran ……………………………………………… 39

A. Kesimpulan……………………………………………………………. 39

B. Saran……………………………………………………………………. 40

DAFTAR PUSTAKA…………………………….................................... …… 42

Abstrak

Malaria masih menjadi masalah di daerah wilayah kerja


Puskesmas Kanda Kabupaten Jayapura. Puskesmas Kanda
melaksanakan beberapa program yang telah dibuat, akan tetapi
jumlah penderita penyakit malaria masih tinggi. Berdasarkan
survey pendahuluan yang dilakukan di di Puskesmas Kanda
didapatkan hasil yaitu masih terbatasnya kegiatan seperti
pengadaan kelambu dan penyemprotan yang masih mencakup
sedikit desa/ kelurahan.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui
Implementasi Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit
Malaria Di Puskesmas Kanda Kabupaten Jayapura Tahun 2019.
makalah ini adalah penelitian deskriptif dengan wawancara
mendalam, Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
kanda . Data dikumpulkan dengan metode wawancara mendalam.
Informan utama yaitu kepaa Puskesmas Kanda yang berkaitan
dengan topik Masalah
Hasil wawancara menunjukkan bahwa program
pencegahan dan penanggulan penyakit malaria di Puskesmas
Kanda sudah dilaksanakan hanya saja belum maksimal
dikarenakan baru bekerjasama dengan UPT Malaria serta
kekurangan Sumber Daya manusia.

6
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan
adalah mengadakan pelatihan malaria kepada tenaga kesehatan
secara berkala dan teratur, meningkatkan kerjasama lintas sektor
serta meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat.,

Kata Kunci : Implementasi, Pencegahan, Penanggulangan, Malaria

Abstract

Malaria is still a problem in the working area of the Kanda


Health Center in Jayapura Regency. The Kanda Health Center has
implemented several programs, but the number of malaria sufferers
is still high. Based on a preliminary survey conducted at the Kanda
Health Center, the results were limited activities such as the
procurement of mosquito nets and spraying which still covered a
few villages / kelurahan.
The purpose of this paper is to find out the Implementation
of Malaria Disease Prevention and Management Program in Kanda
Health Center, Jayapura Regency in 2019.
This paper is a descriptive study with in-depth interviews.
The study was conducted in the working area of the Kanda Health
Center. Data collected by in-depth interview method. The main

7
informant is the head of the Kanda Health Center related to the
topic of Problems
The results of the interviews showed that the malaria
prevention and response program at the Kanda Health Center had
been implemented but it was not yet optimal because it only
cooperated with UPT Malaria and lacked human resources.
Based on the results of the research, advice that can be
given is to conduct malaria training to health workers on a regular
and regular basis, increase cross-sectoral cooperation and increase
public education.

Keywords: Implementation, Prevention, Prevention, Malaria

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih

menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.

Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka kematian bayi, balita dan

ibu hamil. Setiap tahun lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi

malaria dan lebih dari 1.000.000 orang meninggal dunia. Kasus

terbanyak terdapat di Afrika dan beberapa Negara Asia, Amerika

8
Latin, Timur Tengah dan beberapa bagian Negara Eropa (Depkes,

2016).

Setiap tahun lebih dari 500 juta penduduk terinfeksi malaria dan

lebih dari 1.000.000 orang meninggal dunia.Kasus terbanyak di Afrika

dan beberapa negara Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa

bagian negara Eropa. Jumlah kasus dan kematian akibat malaria yang

tercatat pada tahun 2009 menjadi 50% atau lebih pada akhir tahun

2015 dan 75% atau lebih pada akhir tahun 2016 (WHO 2017).

Di Indonesia penyakit malaria tersebar diseluruh pulau dengan

derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah

dengan ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan laut.

Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015 ditemukan

bahwa terjadi penurunan kasus kesakitan malaria per 1000 penduduk

yaitu sebesar 1,75 pada tahun 2013, sebesar 1,69 pada tahun 2014 dan

sebesar 1,38 pada tahun 2015 akan tetapi dengan masih terdapatnya

kasus kesakitan malaria di Indonesia akan tetap menurunkan derajat

kesehatan masyarakat (Kemenkes, 2016).

Penyakit malaria masih ditemukan di berbagai daerah di Indonesia

yang dapat dilihat dari tingginya Annual Parasite Incidence (API) per

1000 penduduk. Data laporan Profil Kesehatan Indonesia menunjukkan

bahwa Provinsi Papua menjadi daerah dengan API tertinggi sebesar

42,65 selanjutnya di ikuti provinsi Papua barat dengan API sebesar

38,44, Provinsi NTT dengan API sebesar 16,37, Provinsi Maluku

9
dengan API sebesar 8,25, Provinsi Maluku Utara dengan API sebesar

4.51 dan Provinsi Sumatera Utara dengan API sebesar 1,30

(Kemenkes, 2016).

Dinas Kesehatan Provinsi Papua mencatat ada lima daerah atau

kabupaten di wilayah Provinsi Papua tergolong tinggi endemik

malarianya. Kelimanya, yakni Kabupaten Keerom, Kabupaten Mimika,

Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Boven Digoel,

lima kabupaten tersebut merupakan lima kabupaten yang sangat tinggi

malarianya secara indikator Annual Parasit Insiden (API) atau tinggi

rendahnya endemik malaria dengan angka kurang lebih 67 persen .

Kasus penyakit malaria menempati urutan tertinggi di Provinsi

Papua Maupun Papua 92,405 kasus klinis per tahun dari tahun 2000

sampai dengan tahun 2005. Penyebaran malaria hampir merata di

semua Kabupaten/ Kota tetapi yang paling tergolong tinggi endemik

malarianya Kelimanya, yakni Kabupaten Keerom, Kabupaten Mimika,

Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Boven Digoel.

Jumlah Penderita malaria positif di Kabupaten Jayapura sebagai

daerah endemis malaria dari tahun ke tahun mengalami penurunan.

Pada tahun 2014 jumlah penderita malaria positif sebanyak 7.901

orang (Dinkes Mandailing Natal, 2014),

kemudian pada tahun 2015 jumlah penderita malaria positif

mengalami penurunan yaitu sebanyak 6.858 orang dan pada tahun

10
2016 jumlah penderita sebanyak 4.622 orang (Profil Dinkes Kabupaten

Jayapura, 2016).

Berdasarkan data profil kesehatan Dinas kesehatan pada tahun

2016 penderita malaria dengan kejadian malaria disertai pemeriksaan

sediaan darah sebanyak 830 kasus atau sebesar 12,6 per 1000

penduduk, di bandingkan dengan target API Sumatera Utara sebesar

1,30 per 1000 penduduk (Profil Dinkes Kabupaten, 2016). Kecamatan

Siabu pada tahun 2016 termasuk daerah dengan tingkat endemisitas

malaria tinggi (High insidens Area) yang diukur dengan indikator API

yaitu jumlah penderita positif malaria dalam 1 tahun > 50 kasus per

1.000 penduduk sebesar 23,1% .

Puskesmas Kanda melaksanakan beberapa program yang telah

dibuat dan direncanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura.

Program pencegahan dan penanggulangan penyakit malaria tersebut

diantaranya ialah diagnosa dan pengobatan, skrining ibu hamil,

pendistribusian kelambu,

penyemprotan dinding rumah (IRS) dan penyuluhan. Program ini

dilaksanakan secara menyeluruh di kabupaten jayapura dengan

beberapa program yang sedang dan telah dilaksanakan di Puskesmas

Kanda ternyata jumlah penderita penyakit malaria masih tinggi.

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Kanda Kecematan Waibu kabupaten Jayapura didapatkan

11
masih terbatasnya kegiatan seperti pengadaan kelambu yang sangat

terbatas, penyemprotan yang masih mencakup sedikit desa/ kelurahan.

Masalah ini karena kurangnya pengetahuan masyarakat, komunikasi

antar lintas sektoral, kurangnya sarana dan prasarana dalam

pencegahan dan pengobatan penderita malaria.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka penting

dilakukan penelitian tentang Implementasi Program Pencegahan dan

Penanggulangan Penyakit Malaria Di Puskesmas Kanda Kecematan

Waibu Kabupaten Jayapura Tahun 2019

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas maka rumusan masalah

dalam makalah ini adalah “Bagaimana Implementasi Program

Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Malaria Di Puskesmas

Kanda Kecematan Waibu Kabupaten Jayapura Tahun 2019’’ ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Implementasi Program Pencegahan dan

Penanggulangan Penyakit Malaria di wilayah kerja Puskesmas kanda

Kecamatan Waibu Kabupaten Jayapura Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

Adapun Tujuan Khusus Dari Penelitian ini adalah :

1. untuk mengetahui jumlah tenaga pada pelaksanaan program

penanggulangan penyakit malaria di wilayah kerja Puskesmas

12
kanda Kecamatan Waibu Kabupaten Jayapura Tahun 2019.

2. Untuk mengetahui sumber pendanaan dari pada pelaksanaan

program penanggulanagan penyakit malaria di wilayah kerja

Puskesmas kanda Kecamatan Waibu Kabupaten Jayaura Tahun

2019.

3. Untuk mengetahui Peran Lintas Sektor dalam pelaksanaan

program penanggulangan penyakit malaria di wilayah kerja

Puskesmas kanda Kecamatan Waibu Kabupaten Jayapura Tahun

2019.

4. Untuk mengetahui pelaksanaan pada program penanggulangan

penyakit di wilayah kerja Puskesmas kanda Kecamatan Waibu

Kabupaten Jayapura Tahun 2019.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

13
A. Tinjauan Umum Tentang Implementasi

Implementasi kebijakan merupakan suatu aktivitas yang paling

penting. Tetapi, tidak seperti anggapan bahwa kebijakan yang dibuat dapat

terimplementasikan dengan sendiri- nya, seolah aktivitas implementasi

tersebut menyangkut sesuatu yang tinggal jalan. Realita menunjukan,

implementasi kebijakan itu sejak awal melibatkan sebuah proses rasional

dan emosional yang teramat kompleks. Oleh sebab itu tidak terlalu salah

jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari

keseluruhan proses kebijakan.

Model George C. Edwards III menilai bahwa implementasi

kebijakan merupakan suatu proses yang bersifat dinamis, dimana dalam

proses tersebut terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan

mempengaruhi implementasi kebijakan.

Menurut Edwards dalam widodo (2010), setidaknya terdapat empat

factor yang mempengaruhi keberhasilan maupun kegagalan dalam

implementasi kebijakan .keempat factor tersebut adalah komuniasi,

sember daya, disposisi/sikap, dan struktur birokrasi. Keempat variable

tersebut juga saling berhubungan satu sama lain.

a. Komunikasi

Menurut Schramm: “ komunikasi berasal dari bahasa latin communis

yang berarti umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi,

sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan

dengan seseorang. Yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide atau sikap.

14
seperti dalam uraian ini, misalnya saya sedang berusaha berkomunikasi

dengan pembaca untuk menyampaikan ide bahwa hakikat sebuah

komunikasi sebenarnya adalah usaha membuat penerima atau pemberi

komunikasi memiliki pengertian (pemahaman) yang sama terhadap pesan

tertentu”.

Dalam sebuah model komunikasi sekurang-kurangnya didapati empat

unsur utama yaitu sumber (the source), pesan (the message), saluran (the

channel), dan penerima (the receiver) (wijaya, 2010).

Komunikasi kebijakan berarti proses penyampaian informasi

kebijakan dari pembuat kebijakan (policy maker) kepada pelaksana

kebijakan (policy implementor). Informasi perlu disampaikan kepada

pelaku kebijakan agar dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah,

kelompok sasaran (target group) kebijakan sehingga pelaku kebijakan

dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan

pelaksanaan agar proses implementasi kebijakan dapat berjalan efektif

serta sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri (Widodo, 2010).

b. Sumber daya

Sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi

kebijakan. Menurut Edward III dalam Widodo (2010) mengemukakan

bahwa bagaimanapun jelas dan konsistensinya ketentuan-ketentuan dan

aturan-aturan jika para pelaksana yang bertanggungjawab untuk

melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk

melaksanakan secara efektif maka implementasi tersebut tidak akan

15
berjalan dengan baik.

Berikut jenis-jenis sumber daya yang dibutuhkan dalam

mendukung Keberhasilan sebuah implementasi program adalah :

1. Sumber Daya Manusia (Human Resources)

2. Anggaran (Budgetary)

3. Fasilitas (Facility)

4. Informasi Dan Kewenangan (Information And Authority)

5. Kompetensi

c. Disposisi/ sikap

Disposisi yang dimaksudkan Edwards III adalah sikap, yakni

para pelaksana kebijakan yang sangat berperan dalam upaya

keberhasilan implementasi hingga sesuai dengan tujuan. Misalnya sikap

jujur, komitmen, dan bertanggungjawab harus dimiliki oleh mereka.

Sikap seperti ini akan dapat mengarahkan implementor tetap berada

dalam track program yang telah digariskan. Tanggungjawab dan

komitmen pelaksana juga akan membuat mereka selalu antusias dalam

melaksanakan tugas, wewenang, fungsi, dan tanggungjawab sesuai

dengan peraturan yang telah ditetapkan (Misroji, 2014).

Menurut Azwar (2013), sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau

reaksi perasaan. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih

tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dalam

kehidupan sehari-hari adalah reaksi yang bersifat emosional terhadap

stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,

16
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu prilaku (Mubarak et

al, 2007).

Sikap terdiri dari beberapa tindakan , diantaranya :

1. Merespon (responding), yaitu memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah salah

satu indikasi dari sikap.

2. Menghargai (valuing), yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan

atau mendiskusikan suatu masalah.

3. Bertanggungjawab (responsible), yaitu bertanggungjawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko (Notoadmojo,

2010).

Selanjutnya, bentuk disposisi yang lain selain sikap adalah

komitmen. Menurut Judge and Robbins (2007), komitmen adalah

suatu keadaan dimana seorang individu memihak oranisasi serta

tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan

keanggotaannya dalam organisasi. Sedangkan Mathisdan Jakson

mendefinisikan komitmen organisasional sebagai derajat dimana

karyawan percaya dan mau menerima tujuan-tujuan organisasi dan

akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasinya

(Sophia, 2008).

d. Struktur Birokrasi/Organisasi

Struktur birokrasi berkenan dengan kesesuaian organisasi

birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan Publik

17
(Lestari, 2012).

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.

Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah

adanya (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi

pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi

yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan

menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan

kompleks, ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak

fleksibel (Misroji, 2014).

B. Tinjauan Umum Tentang Malaria

1. Pengertian Malaria

Malaria berasal darn i bahasa Italia yaitu dari kata “Mal”

artinya buruk dan “Area” yang artinya udara. Secara harfiah (bahasa)

malaria adalah penyakit yang sering terjadi pada daerah dengan udara

buruk akibat lingkungan yang juga buruk. Jadi definisi dari Malaria

berarti suatu penyakit infeksi dengan demam berkala yang disebabkan

oleh parasit Plasmodium (termasuk Protozoa) dan di tularkan oleh

nyamuk Anopheles betina (Zulkhoni, 2010).

2. Penyebab Malaria

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh sekelompok

parasit yang disebut Plasmodium yang hidup dalam sel darah merah.

18
Plasmodium tersebut sangat kecil dan tidak dapat dilihat dengan mata

telanjang. Manusia harus menggunakan mikroskop untuk melihatnya.

Parasit tidak dapat hidup sendiri, tetapi harus mendapat makanan dari

organisme lain untuk hidup dan berkembang. Plasmodium yang

menyebabkan malaria pada manusia terdiri dari 4 jenis :

a. Plasmodium falciparum

b. Plasmodium vivax

c. Plasmodium malariae

d. Plasmodium ovale.

paling sering menyebabkan malaria berat (dengan komplikasi).

Seorang penderita dapat terinfeksi oleh lebih dari satu jenis plasmodium,

infeksi demikian disebut infeksi campuran (mix infection) (Kemenkes,

2013).

3. Gejala Malaria

Gejala-gejala malaria ada yang tanpa komplikasi dan ada yang dengan

komplikasi.

1. Gejala malaria tanpa komplikasi

Malaria tanpa komplikasi biasa dimulai dengan perasaan lemah, sakit

kepala, kehilangan nafsu makan, mual dan muntah. Kemudian diikuti

dengan gejala-gejala malaria yang klasik.

Gejala-gejala tersebut adalah sebagai berikut :

a. Stadium Dingin : Merasa sangat dingin, nadi cepat tapi lemah,

bibir dan jari-jari berwarna kebiruan, kulit kering dan pucat,

19
bulu-bulu berdiri, kadang muntah. Pada anak-anak dapat terjadi

kejang. lama gejala ini 15 menit sampai 1 jam.

b. Stadium Panas : Muka memerah, kulit kering dan panas, sakit

kepala menghebat, mual dan muntah, denyut nadi penuh dan

cepat, rasa sangat haus, demam sampai 410C atau lebih. Lama

gejala ini 2 sampai 4 jam.

c. Stadium Berkeringat : Keringat berlebihan, suhu turun kembali

sampai normal, biasanya penderita tertidur lelap dan bangun

dengan rasa lemah, tetapi gejala lain tidak ada. Lama gejala ini

2 sampai 4 jam. Lamanya seluruh gejala klasik tersebut adalah

8-12 jam. Namun tidak semua pasien menunjukkan semua

gejala diatas, dan lamanya gejala tersebut bisa pula berbeda-

beda. Selain itu, banyak pasien yang menunjukkan gejal

tambahan seperti diare.

2. Gejala Malaria Berat (Dengan komplikasi)

Malaria berat terutama disebabkan oleh infeksi P.falciparum. Jika tidak

segera

dirawat, infeksi ini bisa merusak otak serta menimbulkan

kematian. Ada banyak gejala klinis malaria berat dan penderita

bisa mengalami salah satu atau beberapa gejala berikut :

a. Demam tinggi

b. Denyut nadi cepat dan lemah

c. Seluruh tubuh lemah (tidak bisa duduk dan berdiri)

20
d. Kejang berulang > 2 kali per 24 jam setelah demam turun

e. Mata atau tubuh berwarna kuning

f. Darah mengucur dari hidung, gusi atau saluran pencernaan

g. Napas memburu atau pendek-pendek

h. Tidak bisa makan dan minum

i. Muntah terus menerus

j. Warna air seni seperti teh hitam sampai berwarna kopi kental

k. Air seni bercampur darah

l. Telapak tangan sangat pucat (Kemenkes, 2013).

4. Pengendalian Malaria

Penanggulangan malaria seharusnya ditujukan untuk

memutuskan rantai penularan antara host, agent dan environment.

Pemutusan rantai penularan ini harus ditujukan kepada sasaran yang

tepat, yaitu:

1. Pemberantasan Vektor

Penanggulangan vektor dilakukan dengan cara membunuh nyamuk

dewasa

(penyemprotan rumah dengan Insektisida). Dengan di bunuhnya

nyamuk maka parasit yang ada dalam tubuh, pertumbuhannya di

dalam tubuh tidak selesai, sehingga penyebaran/transmisi penyakit

dapat terputus (Depkes RI, 2003). Demikian juga kegiatan anti

jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempat perindukan,

sehingga perkembangan jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi

21
dan akan berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit

malaria (Depkes RI, 2003).

2. Pengendalian Vektor

Pengendalian vektor malaria dilaksanakan berdasarkan

pertimbangan,

Rational, Effective, Efficient, Sustainable, dan Acceptable yang sering

disingkat

RESA yaitu:

A. Rational: Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan

memang terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat

penularannya memenuhi kriteria yang ditetapkan, antara lain

wilayah pembebasan desa dan ditemukan penderita indegenius

dan wilayah pemberantasan PR > 3%

B. Effective: Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan

pengendalian vektor atau kombinasi dua metode yang saling

menunjang dan metode tersebut dianggap paling berhasil

mencegah atau menurunkan penularan, hal ini perlu didukung

oleh data epidemiologi dan laporan masyarakat.

C. Sustainable: Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus

dilaksanakan secara berkesinambungan sampai mencapai

tingkat penularan tertentu dan hasil yang sudah di capai harus

dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih

murah, antara lain dengan penemuan dan pengobatan penderita.

22
D. Acceptable: Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan

didukun

oleh masyarakat setempat (Depkes RI, 2007).

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor adalah sebagai

berikut (Anies, 2006):

A. Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua

bangunan yang ada, pada malam hari digunakan sebagai tempat

menginap atau kegiatan lain, masjid, gardu ronda, dan lain-lain.

B. Larvaciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara

kimiawi, kegiatan ini di lakukan di lingkungan yang memiliki

banyak tempat perindukan yang potensial (Breeding Places). Yang

dimaksud dengan tempat perindukan adalah genangan air di

sekitar pantai yang permanen, genangan air di muara sungai yang

tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang lambat.

Biological control adalah kegiatan anti larva dengan cara hayati

(pengendalian dengan ikan pemakan jentik), dilakukan pada desa-

desa di mana terdapat banyak tempat perindukan vektor potensial

dengan

C. ketersediaan air sepanjang tahun, seperti mata air, anak sungai,

saluran air persawahan, rawa-rawa daerah pantai dan air payau,

dll.

D. Pengolahan lingkungan adalah kegiatan-kegiatan yang mencakup

perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan kegiatan modifikasi

23
dan manipulasi faktor lingkungan dan interaksinya dengan

manusia untuk mencegah dan membatasi perkembangan vektor

dan mengurangi kontak antara manusia dan vektor (Depkes RI,

2007).

E. Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles sp. secara

kimiawi yang digunakan di Indonesia. Kelambunisasi adalah

penggunaan kelambu

yang terlebih dahulu dicelup dengan insektisida permanent 100EC

yang berisi bahan aktif permethrin.

F. Irigasi berkala adalah cara pemberian air irigasi ke lahan sawah

tidak secara terus menerus melainkan berselang seling. Irigasi

Berkala dapat diterapkan di daerah persawahan dengan melihat

umur tanaman padi yang memiliki potensi yang cukup tinggi

sebagai tempat berkembangbiaknya larva nyamuk Anopheles spp.

Sistem bercocok tanam padi yang berbeda-beda akan

mempengaruhi perkembangbiakan larva nyamuk tersebut

(Marsaulina, 2002).

3. Penemuan dan Pengobatan Penderita Malaria

A. Mencari Penderita Malaria

Salah satu cara memutuskan penyebaran penyakit malaria adalah dengan

menemukan penderita sedini mungkin baik dilakukan secara aktif

oleh petugas yang mengunjungi rumah secara teratur (Active Case

detection) maupun dilakukan secara pasif (Passive Case

24
Detection), yaitu memeriksa semua pasien yang berkunjung ke

Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), yaitu Polindes, Pustu,

Puskesmas dan Rumah Sakit baik swasta maupun pemerintah yang

menunjukkan gejala malaria dan dilakukan pengambilan darah

untuk diperiksa di laboratorium.

B. Pengobatan Penderita Malaria

Beberapa cara dan jenis pengobatan terhadap penderita yaitu:

1) Pengobatan Malaria Klinis

Pengobatan diberikan berdasarkan gejala klinis dan bertujuan untuk

menekan

gejala klinis dan membunuh gamet untuk mencegah terjadinya penularan.

2) Pengobatan Radikal

Pengobatan diberikan dengan pemeriksaan laboratorium positif malaria.

3) Pengobatan Massal (Mass Drug Administration = MDA)

Pemberian pengobatan malaria klinis kepada semua penduduk

(>80%) di daerah KLB sebagai bagian dari upaya penanggulangan

KLB malaria.

4) Pengobatan kepada Penderita Demam (Mass Fever Treatment =

MFT) Dilakukan untuk mencegah KLB dan penanggulangan KLB,

yaitu diulang

setiap 2 minggu setelah pengobatan MBA sampai penyemprotan selesai.

4.Tahapan Upaya Penanggulangan Malaria di Indonesia

a. Periode 1959 – 1968 (Periode Pembasmian Malaria)

25
Upaya pengendalian penyakit malaria dimulai sejak tahun 1959

dengan adanya KOPEM (Komando Pembasmian Malaria) di pusat

dan di daerah didirikan Dinas Pembasmian Malaria yang

merupakan integrasi institut Malaria, serta untuk pelatihan

didirikan Pusat Latihan Malaria di Ciloto dan 4 pusat latihan

lapangan di luar Jawa. Pada periode ini pengendalian malaria

disebut sebagai periode pembasmian, dimana fokus pembasmian

dilaksanakan di pulau Jawa, Bali dan Lampung.Kegiatan utama

yang dilaksanakan adalah dengan penyemprotan insektisida,

pengobatan dengan Klorokuin dan profilaksis.Baru pada tahun

1961 - 1964 penyemprotan insektisida dilakukan juga di luar

wilayah Jawa dan Bali. Upaya ini cukup berhasil di daerah Jawa

dan Bali dengan adanya penurunan parasite rate ( Kemenkes

2013).

b. Periode 1969 – 2000 (Pemberantasan Malaria)

Dengan terintegrasinya upaya pengendalian malaria dengan sistim

pelayanan kesehatan, maka kegiatan malaria dilaksanakan oleh

Puskesmas, Rumah sakit maupun sarana pelayanan kesehatan

lainnya. Seiring dengan perubahan ekologi, tahun 1973 mulai

dilaporkan adanya resistensi Plasmodium falciparum di

Yogyakarta, bahkan tahun 1975 di seluruh provinsi di Indonesia,

disertai dengan kasus resistensi Plasmodium terhadap Sulfadoksin-

Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia. Tahun 1973

26
ditemukan penderita import dari Kalimantan Timur di Yogyakarta,

tahun 1991 dilaporkan adanya kasus resistensi Plasmodium vivax

terhadap Klorokuin di Pulau Nias, Provinsi Sumatera Utara.

(Kemenkes 2013).

c. Periode 2000 – sekarang

Pada tahun 2000 dilahirkan penggalakkan pemberantasan malaria

melalui gerakan masyarakat yang dikenal dengan Gerakan

Berantas Kembali Malaria atau ”Gebrak Malaria”. Gerakan ini

merupakan embrio pengendalian malaria yang berbasis kemitraan

dengan berbagai sektor dengan slogan “Ayo Berantas Malaria”.

Selanjutnya tahun 2004 dibentuk Pos Malaria Desa Sebagai bentuk

Upaya Kesehatan berbasis masyarakat (UKBM). Mengingat

malaria masih menjadi masalah di tingkatan global, dalam

pertemuan WHO 60 tanggal 18 Mei 2007 telah dihasilkan

komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara.

Indonesia termasuk salah satu negara yang berkomitmen untuk

meng-eliminasi malaria. Eliminasi Malaria sangat mungkin

dilaksanakan mengingat telah tersedia 3 kunci utama yaitu :

1. Ada obat ACT (Artemisinin Based Combination Therapy)

2. Ada teknik diagnosa cepat dengan RDT (Rapid Diagnose Test)

Ada teknik pencegahan dengan menggunakan kelambu LLIN

(Long Lasting Insectized Net), yang didukung oleh komitmen

yang tinggi dari pemda setempat (Kemenkes 2013).

27
C.Tinjauan Umum Tentang Puskesmas

1. Pengertian Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas

adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan

tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan

preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Kemenkes RI, 2014).

2 Fungsi Puskesmas

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan

untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah

kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat.

Dalam melaksanakan tugasnya, puskesmas menyelenggarakan

fungsi:

1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah

kerjanya Dalam menyelenggarakan fungsi ini,

puskesmas berwenang untuk :

a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah

kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan

yang diperlukan.

b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.

28
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan.

d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan

menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat

perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain

terkait.

e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jarinan pelayanan

dan upaya kesehatan berbasis masyarakat.

f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas.

g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.

h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,

mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan.

i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,

termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon

penanggulangan penyakit.

2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya

Dalam menyelenggarakan fungsi ini, puskesmas berwenang untuk :

a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara

komprehensif, berkesinambungan dan bermutu.

b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan

upaya promotif dan preventif

29
c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan

keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung.

e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip

koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi.

f. Melaksanakan rekam medis.

g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu

dan akses pelayanan kesehatan.

h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan.

i. Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan

30
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya.

j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis

dan sistem rujukan.

Selain menyelenggarakan fungsi sebagaimana

dimaksud, puskesmas dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan

tenaga kesehatan. Ketentuan mengenai wahana pendidikan tenaga

kesehatan tersebut, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan (Kemenkes RI, 2014).

Dalam konteks otonomi daerah saat ini, puskesmas

mempunyai peran yang sangat penting sebagai intitusi pelaksana

teknis. Puskesmas dituntut memiliki kemampuan manajerial dan

wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan. peran tersebut ditujukkan dengan ikut serta menentukan

kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan

realistis, tata laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem

evaluasi dan pemantauan yang akurat. Puskesmas juga dituntut

berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya

peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu

(Mubarak, 2012).

.
BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan wawancara Mendalam yang dilakukan oleh peneliti

terhadap Informan Tunggal yaitu Kepala Puskesmas didapatkan Hasi sebagai

Berikut :

1. Sumber Daya Manusia

Berdasarkan hasil wawancara proses penempatan SDM

ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten kemudian di

puskesmas untuk penempatannya di tentukan oleh Kepala

Puskesmas Kanda
2.
Prosedur tenaga kerja adalah tahapan yang harus ditempuh

dalam menempatkan tenaga kerja yang tepat pada posisi yang tepat

serta pengambilan keputusan yang dilakukan manager tenaga kerja,

khusunya bagian penempatan tenaga kerja baik melalui

pertimbangan rasional maupun objektif ilmiah (Gomes 2003).

Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, tenaga

kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau

keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk

jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya

kesehatan.
Salah satu faktor keberhasilan suatu program adalah

tersedianya sumber daya manusia yang cukup baik dari segi

kuantitas maupun kualitas, sumber daya manusia merupakan aset

utama suatu organisasi dalam kegiatan perencanaan dan

pelaksanaan program. Sumber daya manusia di puskesmas yaitu

tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas. Kualitas sumber

daya manusia tidak ditentukan hanya oleh keterampilan saja,

namun diiringi dengan sikap mental terkendali dan terpuji dalam

mencapai tujuan organisasi. Tenaga kesehatan merupakan sumber

daya manusia dalam organisasi dan menjadi faktor penentu dalam

memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Menurut Kemenkes RI (2014), berdasarkan standar

ketenagaan program bahwa arti ketenagaan disini adalah

menyangkut kebutuhan minimal dalam hal jumlah dan jenis

tenaga yang dilatih dengan tujuan terselenggaranya kegiatan

program pengendalian malaria oleh suatu unit pelaksana

kesehatan (UPK), maka tenaga kesehatan yang dilatih terdiri dari

dokter, bidan, perawat, mikroskopis serta pengelola program dan

tenaga non kesehatan yang di latih adalah kader atau juru malaria.

Jumlah Petugas Puskesmas Kanda yaitu Dokter 1

Orang,Kesehatan Masyarakat 5 Orang,D-Iii Keperawatan 14 Orang ,Spk

1 Orang,D-Iii Gizi 1 Orang , D-Iii Kebidanan 7 Orang, Smak 2 Orang,

D-Iii Kesling I Orang, D-Iii Farmasi I Orang, Jumlah petugas yang


sedikit dan pekerjaan petugas yang banyak menjadi permasalahan dalam

melakukan penemuan kasus secara aktif dan pelaksanaan program

menjadi tidak optimal.

Ketersediaan tenaga kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan

program penanggulangan malaria di Puskesmas Kanda belum

terpenuhi, adapun tenaga kesehatan yang belum ada adalah tenaga

analis kesehatan. selain tenaga kesehatan, tenaga non kesehatan

juga sangat berperan penting dalam pelaksanaan program

pengendalian malaria.

Menurut Susanti (2003) dalam penelitiannya menyebutkan

bahwa kader malaria berperan dalam membantu petugas dalam

penyemprotan dan larvaciding, menggerakkan masyarakat terlibat

dalam PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan juga membuat

laporan kegiatan.

Seharusnya tenaga kesehatan yang terlibat dalam

pencegahan dan penanggulangan Malaria di Puskesmas Kanda

bukan hanya tanggung jawab petugas Malaria saja sedangkan

petugas untuk program malaria hanya 1 orang, seharusnya ada

dukungan lain seperti tenaga kesehatan lain, kader Malaria yang

terlatih dan Petugas Malaria tidak akan mampu menangani

permasalahan Malaria tanpa adanya kerjasama dengan tenaga

kesehatan lain.
Petugas P2M yang ada di Puskesmas Kanda melaksanakan

tugas sebagai pengelola dan penanggung jawab program serta

melakukan kegiatan program pencegahan dan penanggulangan

malaria seperti diagnosa dan pengobatan, skrining ibu

hamil,penyemprotan dinding rumah, pendistribusian kelambu.

2. Sumber Pendanaan

Dalam pelaksanaan sebuah program, dana merupakan

salah satu sumber daya yang terpenting dalam menunjang

keberhasilan sebuah program. Dari hasil wawancara yang telah

dilakukan oleh peneliti bahwa sumber dana yang diperoleh adalah

berasal dari dana APBD (Anggran Pendapatan Belanja Daerah)

dan bantuan dari luar negeri yang disebut GF (Global Fund) dan

BOK (Bantuan Operasional Kesehatan).

Dalam pelaksanaan program pengendalian malaria bahwa

Pemeriksaan sediaan darah dengan alat RDT (Rapid Diagnose

Test), obat anti malaria dan pemberian kelambu berinsektisida

berasal dari dana bantuan luar negeri yaitu GF (Global Fund).

Dana yang berasal dari APBD yang dikelola oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten Sentani digunakan untuk dana

penyemprotan dinding rumah (IRS), dan kegiatan penyuluhan

berasal dari dana BOK 2018.

Menurut penelitian Mahsum (2006) Adanya pendanaan

menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan kegiatan suatu


program terutama dalam program penanggulangan malaria.

Ketersediaan dana yang cukup akan menunjang proses

pelaksanaan program agar efektif dan efisien, sehingga suatu

program akan menjadi terhambat apabila dana yang dibutuhkan

tidak tersedia.

Menurut Mahsun (2006) bahwa untuk memperoleh hasil

yang baik atas setiap kinerja, organisasi harus melakukan

investasi terhadap kegiatan yang ada. Individu atau tim akan

menjadi kurang berguna jika tidak didukung sumber dana untuk

melakukan pekerjaan.

Berdasarkan hasil wawancara pendanaan dalam

melaksanakan program penanggulangan malaria di Puskesmas

Kambu berasal dari BOK dinas kesehatan. Dinas Kesehatan

mendapatkan dana dari APBD daerah serta donor dana dari

Global Fund. Dana yang di peroleh puskesmas tersebut hanya

untuk biaya penyemprotan dinding rumah dan penyuluhan

sementara untuk kegiatan lainnya seperti diagnosa dan

pengobatan, seperti RDT (Rapid Diagnose Test), obat, kelambu

hanya mengandalkan dana yang diperoleh dari donor Global

Fund yang semakin berkurang. Jumlah dana yang diperoleh dari

APBD Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura adalah senilai

Rp.100.000.000 untuk kegiatan penyemprotan dinding rumah,

termasuk honor penyemprot senilai Rp.20,000/rumah, honor


pengawas Rp.7000/rumah dan honor kepala regu senilai

Rp.5000/rumah. Dana APBD Dinas Kesehatan juga di

pergunakan untuk perjalanan tugas atau penyuluhan atau turun ke

lapangan sebanyak Rp.70.000 jika ada surat perintah. Untuk dana

yang diperoleh dari donor Global fund untuk kegiatan

Pendistribusian kelambu termasuk jumlah kelambu satu tahun

terakhir adalah sebanyak 3245 kelambu untuk Puskesmas Kanda.

3. Lintas Sektor

Berdasarkan hasil wawancara penelitian yang telah

dilakukan di peroleh informasi bahwa Puskesmas Kanda telah

melakukan kerjasama lintas sektor dan lintas program namun

belum terjalin dengan baik.

Menurut penelitian manalu (2014) Peran pemerintah

daerah dan seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat sangat

dibutuhkan dalam pengendalian vektor malaria yang optimal dan

penyediaan sumber data dan dana untuk mengambil kebijakan,

sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai. Akan tetapi

Kerjasama Lintas sektor yang dilakukan oleh Puskesmas Kanda

masih belum berperan optimal dalam pengendalian malaria. Peran

lintas sektor dilakukan sebatas kapasitasnya saja. Oleh karena itu,

pengendalian malaria tidak mungkin mencapai hasil yang optimal.

4. Pelaksaan Program Pencegahan dan penanggulangan Malaria


Aspek yang terdapat dalam kegiatan program penanggulangan malaria

di Puskesmas Kanda adalah diagnosis dan pengobatan malaria, skrining

ibu hamil, pendistribusian kelambu, penyemprotan dinding rumah,

penyuluhan dan penenaman bunga yang tidak di sukai nyamuk.

1. Diagnosis Malaria

Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang laboratorium.

Sedangkan diagnosis pasti malaria bisa dilakukan dengan

pemeriksaan darah, baik secara mikroskopis, maupun uji

diagnosis cepat (Rapid Diagnostic Test /RDT) (Kemenkes,

2014).

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh

informan ketersediaan alat dalam pelaksanaan program

pengendalian sudah cukup lengkap, adapun alat yang tersedia

adalah alat RDT (Rapid Diagnostic Test) yaitu alat uji cepat

yang digunakan untuk pemeriksaan sediaan darah untuk

mengetahui pasien positif malaria, alat pencegah malaria yaitu

kelambu berinsektisida, memiliki ruang labolatorium dan alat

mikroskop difungsikan dengan baik, karena petugas

mikroskopis ada sehingga alat yang berada di labolatorium

dapat digunakan.

Menurut Indrani (2014) hasil penelitiannya menyatakan

bahwa pelaksanaan program membutuhkan sarana dan


prasarana pendukung sehingga program tersebut dapat

terlaksana sesuai yang direncanakan.

Ketersediaan alat untuk di Puskesmas Kanda sudah

cukup lengkap untuk kegiatan diagnosis dan penemuan

penderita malaria.

2. Pendistribusian Kelambu

Menurut Kemenkes (2014) Memakai kelambu berguna

untuk mencegah terjadinya penularan (kontak langsung manusia

dengan nyamuk) dan membunuh nyamuk yang hinggap pada

kelambu, WHO telah merekomendasikan bahwa ibu hamil harus

segera mulai menggunakan kelambu saat tidur begitu tahu

mereka hamil.

Adapun Sasaran dan kebutuhan kelambu berinsektisida

dihitung berdasarkan sasaran penduduk di tiap lokasi yang

ditetapkan mendapat distribusi kelambu adalah sebagai berikut:

a. Sasaran kepada seluruh penduduk

Jumlah kelambu yang dibutuhkan minimal satu

kelambu untuk dua orang atau kebutuhan kelambu

dihitung dengan rumus : Jumlah penduduk dibagi dua.

b. Sasaran pada kelompok rentan (ibu hamil, bayi dan balita)

Kelambu berinsektisida dibagikan secara rutin melalui

kegiatan integrasi dengan program/kegiatan lain seperti

KIA, imunisasi dan gizi.


Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan

informan bahwa pendistribusian kelambu dilakukan pada daerah

fokus saja karna keterbatasan jumlah kelambu yang di berikan

oleh Global Fund pemberian kelambu dilakukan 1 tahun sekali

sasarannya kepada ibu hamil, bayi dan balita tetapi terakhir ini di

berikan kepada masyarakat, tetapi menurut informan yang

merupakan ibu hamil pernah menderita malaria tidak pernah

menggunakan kelambu dengan alasan, bau kelambu yang sangat

menyengat dan panas.dan kegiatan pendistribusian kelambu tidak

efektif karna tidak semua desa dan masyarakat mendapat

kelambu, kalaupun dapat hanya berjumlah satu untuk satu KK.

3. Penyemprotan dinding Rumah (IRS/Indoor Residual Spraying)

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kegiatan

tersebut selalu dilakukan setelah terjadinya wabah dan

pelaksanaannya di lakukan per satu tahun sekali dan efektif.

Sedangkan menurut informan yang merupakan masyarakat,

kegiatan penyemprotan memang dilakukan tetapi frekuensi

dilaksanakan kegiatan tersebut tidak diketahui secara pasti karena

kegiatan tersebut sangat jarang dilaksanakan di lapangan.


4.
Menurut Kemenkes (2014) bahwa Penyemprotan rumah

dengan insektisida adalah suatu cara pengendalian vektor dengan

menempelkan racun serangga dengan dosis tertentu secara merata


pada permukaan dinding yang disemprot. Tujuannya adalah

memutus rantai penularan dengan memperpendek umur populasi,

sehingga nyamuk yang muncul adalah populasi nyamuk muda

atau belum infektif (belum menghasilkan sporozoit di dalam

kelenjar ludahnya), Alat yang digunakan untuk pengendalian

malaria adalah Spray Can yaitu alat semprot bertekanan yang

dioperasikan dengan tangan (Compression Sprayer) alat semprot

ini terutama digunakan untuk penyemprotan residual pada

permukaan dinding dengan insektisida, terdiri dari tangki

formulasi yang berbentuk silinder dilengkapi dengan pompa yang

dioperasikan dengan tangan dengan 2 (dua) pegangan pada ujung

batang pompa (bila dikehendaki), komponen pengaman tekanan,

selang yang tersambung di bagian atas batang pengisap, trigger

valve dengan pengunci, tangkai semprotan, pengatur keluaran dan

nozzle dan komponen tambahan lainnya yang dinyatakan oleh

produsen. Alat semprot harus mempunyai tempat meletakkan

tangkai semprot ketika tidak digunakan, tidak ada bagian yang

tajam sehingga dapat melukai operator dan tidak terdapat

komponen yang terbuat dari kayu. (Kemenkes,2014).

4.Penyuluhan

Berdasarkan hasil Wawancara diperoleh informasi bahwa

kegiatan penyuluhan tidak berjalan efektif. Menurut Kemenkes

(2011) bahwa metode penyuluhan dapat dilakukan yaitu:


1. Penyuluhan perorangan, seperti kunjungan rumah, pada saat

melakukan pendataan kasus, maupun pada saat warga

berkunjung ke puskesmas Penyuluhan kelompok, seperti

pada saat pertemuaan desa, forum pengajian atau majelis

taklim, khotbah jumat, khotbah minggu, kunjungan

posyandu, pertemuan PKK dan pertemuan karang taruna.

2. Penyuluhan massa, dapat dilakukan pada saat digelarnya

pesta rakyat, kesenian tradisional, pemutaran film, ceramah

umum, tabligh akbar. Selain itu penyuluhan massa juga

dapat dilakukan melalui pemasangan media massa seperti

poster dan spanduk di tempat-tempat keramaian yang sesuai

dengan kelompok sasaran (Balai desa, Posyandu, Poskesdes

dan Lain-lain).

Berdasakan hasil Wawanca yang dilakukan dengan

informan maka hasil nya adalah penyuluhan hanya dilakukan

kepada warga penderita positif malaria saja, dan juga kepada

masyarakat yang mengambil kelambu ke kantor kepala desa, akan

tetapi berdasarkan wawancara dengan informan kader mereka

mengatakan saat mengambil kelambu tidak ada penyuluhan yang

dilakukan kepada masyarakat.

Penyuluhan yang dilakukan tidak terjadwal dan dilakukan

jika dianggap perlu dilakukan. Kurang fokusnya petugas

Puskesmas menangani masalah malaria sehingga tidak


memprioritaskan malaria untuk dilakukan penyuluhan yang

berkesinambungan untuk mendorong masyarakat agar semakin

menyadari bahaya malaria. Pemerintah juga perlu memberikan

peringatan dini untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat

terhadap malaria.

BAB IV

Kesimpulan Dan Saran

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian mengenai proses pelaksanaan

program penanggulangan malaria di wilayah kerja Kanda

Kabupaten Jayapura dapat disimpulkan bahwa :

1. Jumlah dan Jenis Tenaga Kesehatan yang ada di Puskesmas

kanda belum memenuhi standar Kemenkes, jumlah dan

jenis tenaga yang dibutuhkan adalah 1 orang tenaga

mikrokopis atau pengelola prgram.

2. Kerjasama lintas sektor belum berjalan dengan baik,

Kerjasama yang dilakukan yaitu dengan Kecamatan,

Kelurahan dan kepala desa hanya dilakukan sebatas

kapasitasnnya.
3. Proses penempatan SDM ditentukan oleh Dinas Kesehatan

kemudian di puskesmas untuk penempatannya di tentukan

oleh Kepala Puskesmas Kanda.

4. Proses pelaksanaan malaria dimulai dengan diagnosa yang

dilakukan dengan RDT setelah positif maka jenis obat yang

diberikan adalah ACT (Artemisinin Based Combination

Therapy), Primakuine, dan Kina untuk Ibu hamil.

5. Dalam pelaksanaan kegiatan program penanggulangan malaria di

Puskesmas Kanda sudah dilakukan, akan tetapi kegiatan program

belum berjalan efektif sehingga jumlah penderita positif malaria

tiap bulannya selalu ada. Sedangkan untuk program pencegahan

penanggulangan malaria dengan menggunakan kelambu

berinsektisida, Penyemprotan dinding rumah (IRS/Indoor

Residual Spraying) dan penanaman bunga tidak di sukai nyamuk.

6. Sumber Pendanaan di Puskesmas Kanda Berasal dari Dana

APBD, yaitu untuk kegiatan IRS, dan Penyuluhan Dana

bantuan Luar Negri (Global Fund ) berupa Kelambu

berinsektisida, Obat, dan RDT.

7. Pelatihan hanya dilakukan sekali, tenaga yang dilatih

adalah P2M dinas Kesehatan dan P2M Puskesmas Kanda

dan Minilok yang diikuti oleh bidan desa di wilayah

Puskesmas Kanda.

B. Saran
1. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura

a. Mengadakan pelatihan malaria kepada tenaga kesehatan yang

bertugas dalam proses pelaksanaan program pencegahan dan

penganggulangan malaria di wilayah kerja Puskesmas Kanda

secara berkala dan teratur, agar pelaksanaannya dapat

terselenggara dengan baik dan melakukan pelatihan.

b. Meningkatkan Kerjasama Lintas Sektor misalnya dengan

dinas Pertanian, dinas Perikanan, dinas pertamanan, dinas

Kehutanan, Lembaga Swadaya Masyarakat, pihak Kecamatan

semakin di libatkan lagi .

2. Kepada Puskesmas Kanda

a. Agar lebih meningkatkan kerjasama lintas sektor baik dengan

desa, kelurahan, kecamatan, dinas kesehatan dan juga

melibatkan masyarakat misalnya membuat kegiatan gotong

royong.

b. Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat sehingga

masyarakat memiliki kesadaran dan pengetahuan dalam

pencegahan dan pengendalian malaria.


DAFTAR PUSTAKA

Anies, 2006.Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular. PT. Elex Media


Komputindo, Jakarta.

Benhard R.L Paruntu,A.J.M Rath, C.R. Tiliar. 2015. Perencanaan Kebutuhan


SDM di Kabupaten Minahasa. Jurnal JIKMU Vol 5.

Dalimunthe, Letnan. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi


Masyarakat dalam Program Pencegahan Penyakit Malaria di
Kecamatan Siabu kabupaten Mandailing Natal. Tesis. Universitas
Universitas Sumatera Utara.

Depkes RI. 2003. Dasar-Dasar Entomologi dan Epidemiologi Malaria.Ditjen


PPM & PL. Jakarta.

2007.Pedoman Vektor Malaria di Indonesia.Ditjen PP & PL.


Jakarta.

Profil Puskesmas Kanda, 2019. Kabupaten Jayapura

2009.Eleminasi Malaria di Indonesia.Jakarta.

Dinkes Provinsi Kabupaten Jayaputa, 2019

Dinkes Mandailing Natal.2015. Pusat Penanggulangan Malaria Mandailing


Natal. Mandailing Natal.

George Edwards, 2004. Teori Implementasi Kebijakan Program, Jakarta

Gomes, F. 2003. Managemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Andi.

Indrani, 2014. Ketersediaan Sarana dan Prasarana di Dinas Kesehatan


Kabupaten Minahasa. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Sam
Ratulangi Manado.

Kemenkes RI, 2011. Buku Saku Menuju Eliminasi Malaria, Jakarta.

2015.Pedoman Manajemen Malaria. Ditjen P2 PL, Jakarta..

Lukman, K. 2005. Analisis Kebutuhan dan Distribusi Tenaga Puskesmas di


Kabupaten Aceh Besar. Tesis. Universitas Gajah Mada.

Manalu, P. Rachmanila, SP. 2013. Peran Tenaga Kesehatan dan Kerja Sama
Lintas Sektor Dalam Pengendalian Malaria. Jurnal Ekologi
Kesehatan Vol 13.

Mahsum, M., 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik, Cetakan Pertama


BPPE, Yogyakarta.
Mayasari, Hotnida, Ambarita,.2012. Dampak Penyuluhan Terhadap
Peningkatan Pengetahuan Sikap dan Perilaku Masyarakat Tentang
Malaria di Desa Sukajadi Kabupaten Oku.Jurnal Pembangunan
Manusia Vol.6 No.3 Tahun 2012.

Miles, MB dan Hubberman, AM. 2012. Analisis Data Kualitatif.Universitas


Indonesia Press. Jakarta.

Mubarak, W.I., 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Salemba Medika, Jakarta.


Permenkes RI, 2004. Tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber
Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota serta
Puskesmas. Jakarta

Rachmawati, 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. ANDI. Yogyakarta.

Susanti, N., 2003. Faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Praktik Kader


Malaria Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Malaria

WHO (2013).World Malaria Report 2013.

Zulkhoni, A. 2010. Parasitologi. Penerbit Nuha Medika, Yogyakarta.


1

Anda mungkin juga menyukai