2019
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/16849
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENGEMBANGAN PANDUAN PERAWATAN MANDIRI BERBASIS
SELF CARE AGENCY PADA PASIEN TUBERKULOSIS
DI PUSKESMAS SENTOSA BARU, MEDAN
TESIS
Oleh :
THESIS
By :
TESIS
Oleh
Tahun : 2019
ABSTRAK
Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus
yang telah memberikan berkatNya yang luar biasa kepada Penulis sehingga
Puskesmas Sentosa Baru, Medan”. Proses penyelesaian tesis ini, Penulis banyak
memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
Utara.
yang telah meluangkan waktu, memberikan banyak masukan dan saran dalam
Utara.
penyelesaian pendidikan dari awal hingga akhir tesis ini, terkhusus kepada
kekurangan dan jauh dari sempurna namun harapan Penulis semoga tesis ini
Penulis,
NIM . 167046046
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
yang menjadi perhatian dunia dan keadaan darurat secara global karena tingginya
organ yang kaya akan oksigen seperti kelenjar getah bening di leher, pleura,
korteks renalis, plat pertumbuhan tulang, dan selaput otak namun mayoritas
negara dengan beban tuberkulosis yang tinggi pada tahun 2017 menyumbang 87%
dua pertiga dari total global tersebut yaitu India (27%), Cina (9%), Indonesia
(8%), Filipina (6%), Pakistan (5%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%) dan Afrika
Jumlah tersebut, lebih dari 6,4 juta memiliki kejadian (kasus baru atau kasus
kambuh) dari tuberkulosis. Jumlah secara global dari kasus baru dan kasus
Utara. Angka kasus baru tuberkulosis dengan BTA positif di Sumatera Utara
tahun 2016 mencapai 105 kasus per 100.000 jumlah penduduk yang tersebar di
tingkat pertama yaitu mencapai 3.006 kasus per 100.000 jumlah penduduk yang
diikuti Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun dan salah satu
adalah Puskesmas Sentasa Baru, Medan (Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2017).
secara nasional adalah eliminasi tuberkulosis pada tahun 2035 dan Indonesia
keberhasilan pengobatan sebesar 96,19% namun saat ini belum mencapai target
tuberkulosis.
tuberkulosis antara lain adanya perasaan sembuh yang dirasakan pasien, kondisi
tuberkulosis adalah aspek minum obat rutin, aspek nutrisi, aspek penanganan
stres, aspek pencegahan penularan, dan aspek aktivitas serta istirahat dan hal ini
(12,9%) sedangkan angka yang baik tersebut harus di bawah 5% dan terdapat
86,7% penderita tuberkulosis mengeluhkan efek samping obat tuberkulosis seperti
masalah pencernaan, gatal pada kulit, biaya pengobatan dan over-estimate sebagai
pengebab mangkir dalam pengobatan. Hal ini dapat diatasi dengan pengobatan
yang gratis melalui program pemerintah serta efek samping yang dapat diatasi
2016).
penyembuhan dan hal ini dapat berpengaruh terhadap kegagalan dalam proses
dalam melakukan perawatan diri yang dapat dikerjakan secara mandiri oleh pasien
(Wilson et al., 2016) sehingga ini menjadi barier dalam proses penyembuhan
harus dipahami oleh pasien dan dapat dilakukan di rumah ( Mokgothu, Plesis, &
perhatian keluarga dan pasien di rumah (Mokgothu et al., 2015) dan selain
menjadi perhatian dalam perawatan mandiri pasien (Pinto et al., 2016). Nutrisi
Devgun, & Chawla, 2014). Dukungan keluarga dalam memenuhi nutrisi pasien
psikologis akan berpengaruh terhadap masalah sosial dan psikologis serta stigma
diri, tidak meneruskan pengobatan dan mengalami resistensi terhadap obat serta
tinggi.
Orem bahwa perawatan diri pasien adalah kegiatan praktik yang yang
Medan. Salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menemukan kasus
baru tuberkulosis adalah Puskesmas Sentosa baru, Medan. Hal ini terjadi karena
mendapat pengobatan awal dari puskesmas, rumah sakit maupun praktek klinik.
Kegagalan pengobatan ini menjadi perhatian bagi peneliti untuk melakukan aksi
Permasalahan
pelayanan obat tuberkulosis sudah dilayani secara gratis dan fasilitas kesehatan
yang menangani tuberkulosis sudah ada, namun hal ini belum cukup
tuberkulosis setelah pulang dari rumah sakit masih rendah sehingga menghambat
oleh Serapelwane et al. (2016) mengatakan hubungan antara perawat dan pasien
tuberkulosis dalam hal keberlanjutan pengobatan sangat rendah sehingga menjadi
tuberkulosis yang harus dilakukan di rumah setelah pulang dari rumah sakit.
Informasi yang diberikan oleh perawat hanya sebatas kepatuhan pengobatan tanpa
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Fasilitas Kesehatan
tuberkulosis di rumah.
Praktik keperawatan
Pendidikan keperawatan
tuberkulosis.
Penelitian pendidikan
Penelitian ini akan menjadi salah satu data riset keperawatan yang dapat
selanjutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Tuberkulosis
Definisi Tuberkulosis
tahan asam (acid-fast bacillus) dengan inhalasi partikel kecil dengan diameter 1-
5mm yang dapat menyerang berbagai organ yang kaya akan oksigen seperti
kelenjar getah bening di leher, pleura, korteks renalis, plat pertumbuhan tulang,
dan selaput otak dan mayoritas menyerang alveolus pada paru-paru (Black &
Hawks, 2014).
Cara Penularan
disebut percikan dahak (droplet nuclei), dengan diameter 1–5 mikron. Droplet
yang sangat kecil tersebut dihasilkan ketika orang-orang yang menderita penyakit
Partikel-partikel kecil ini dapat tetap menggantung di udara selama beberapa jam.
M. tuberculosis, dan percikan dahak melintasi mulut atau saluran hidung, saluran
pernapasan bagian atas, dan bronkus untuk mencapai alveoli paru-paru. Kuman
yang terletak pada sub pleura dan makrofag alveolar akan memfagosit kuman
dalam makrofag yang kemudian terjadi perpindahan makrofag yang berisi kuman
dalam waktu yang lama. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh jumlah
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Semakin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak maka makin tinggi penularan pasien tersebut (Black &
Hawks, 2014).
a. Kerentanan/status kekebalan
b. Penyakit menular
Penyakit menular pada orang dengan penyakit TBC secara langsung berkaitan
c. Lingkungan
tuberculosis.
d. Paparan
b. Ruang
c. Ventilasi
d. Sirkulasi udara
e. Penanganan spesimen
f. Tekanan udara
Manifestasi Klinis
dan hasil pengujian objektif. Manifestasi klinis tuberkulosis adalah (Black &
Hawks, 2014) :
1) Gejala Respiratorik :
a. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkhus. Batuk terjadi untuk
paru-paru.
menimbulkan pleuritis
2) Gejala Sistemik :
Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernapas dan jantung
Sumber : Perbedaan pada fase tuberkulosis (Zumla, Raviglione, Hafner, & Reyn,
2013)
Diagnosis Tuberkulosis
a. Infeksi laten
orang asing yang berasal dari daerah endemik tuberkulosis), kelompok dengan
resiko tinggi berulang kembalinya penyakit (cth. pasien dengan infeksi HIV atau
diabetes dan pasien yang menerima terapi imunosupresi), dan kelompok dengan
kedua faktor tersebut (cth. interaksi dengan pasien tuberkulosis). Infeksi laten
dapat didiagnosa dengan tes kulit tuberkulin atau menguji kadar pelepasan
interferon-gamma. Tes kulit tuberkulin lebih murah dan oleh karena itu
dianjurkan pada daerah ekonomi rendah. Sensitifitas tes kulit tuberkulin sama
dengan uji kadar pelepasan interferon-gamma tetapi kurang spesifik (Zumla, et al.,
2013).
b. Tuberkulosis aktif
Kultur dan mikroskopik sputum pada medium cair dengan uji kerentanan
tuberkulosis aktif. Uji kada interferon-gamma dan tes kulit tuberkulin tidak
memiliki peranan dalam diagnosa penyakit aktif. Tes amplikasi asam nukleat,
Diagnostik molekular baru yang disebut uji sesitifitas Xpert MTB/RIF mendeteksi
M. tuberculosis komplek dalam 2 jam, dengan uji sensitifitas yang lebih tinggi
dari usapan mikroskopi. Uji molekular ini potensial untuk meningkatkan (Zumla
et al., 2013).
c. Drug-resistant tuberculosis
Standar terkini uji kerentanan obat utama merupakan sistem kultur liquid
otomatis, yang membutuhkan 4 sampai 13 hari untuk hasilnya. Dalam 2 jam, uji
prevalensi tinggi dari resistensi obat, sejak resistensi rifampin pada ketiadaan
dilakukan diwaktu yang sama juga dilakukan uji kadar Xpert MTB/RIF untuk
obat lain. Uji skreening lain untuk resistensi obat yaitu uji kadar microscopic-
rifampicin. Sejak hampir semua dari metode ini tidak tersedia di negara-negara
Pencegahan Tuberkulosis
Pencegahan dilakukan untuk mengurangi resiko terjangkit virus
Menggunakan masker khusus dengan efisiensi tinggi yaitu N95 atau FFP2
agar udara segar dapat masuk dan menggantikan udara yang ada di
matahari.
TB ke lingkungan sekitar.
atau tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan atau air sabun.
salah satu tugas dari keluarga adalah melakukan perawatan bagi anggota
keluarga yang sakit dan mencegah penularan pada anggota keluarga yang
sembarangan.
TB Paru.
dengan berolahraga.
Pengobatan Tuberkulosis
a. Infeksi laten
dianjurkan adalah isoniazid saja untuk 9 bulan atau durasi yang lebih lama pada
pasien yang terinfeksi HIV di daerah dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi.
untuk 12 minggu telah menunjukkan keefektifan isoniazid saja pada dewasa tanpa
infeksi HIV di negara dengan beban tuberkulosis yang rendah. Pedoman WHO
terbaru merekomendasikan bahwa semua orang yang terinfeksi HIV dengan hasil
tes tuberkulin kulit positif atau tidak diketahui dan tanpa tuberkulosis aktif yang
pencegahan dengan isoniazid paling sedikit 6 bulan. Tiga regimen efektif untuk
mencegah tuberkulosis aktif pada orang yang terinfeksi HIV yaitu isoniazid yang
dikonsumsi setiap hari untuk 6 sampai 9 bulan, rifampin yang dikonsumsi setiap
hari untuk 3 bulan, dan rifampin dan isoniazid dua kali seminggu untuk 3 bulan.
Regimen yang berisi rifampin memiliki angka toksisitas obat yang lebih tinggi
dengan yang tidak berisi rifampin. Kesulitan mendiagnosa tuberkulosis aktif pada
isoniazid pada praktik klinik. Hanya pasien dengan tes tuberkulin positif yang
dan dini, skreening untuk resistensi obat dan HIV, pemberian regimen yang
efektif di bawah supervisi, dan adanya dukungan pada pasien untuk memenuhi
kesembuhan lebih dari 95% pada kondisi percobaan dan lebih dari 90% pada
membutuhkan minimum 6 bulan dengan 2 fase: 2 bulan dengan semua obat pada
fase intensif dan 4 bulan dengan isoniazid dan rifampin pada fase lanjutan. Faktor
kultur sputum yang tetap positif pada 8 minggu. Jika ada dari faktor risiko
dengan terapi antiretroviral pada pasien dengan koinfeksi HIV), dan isu
ciptaan kombinasi regimen obat yang dipilih dari lima kelompok hirarki obat-
obatan dari garis pertama dan garis kedua. Terapi berkaitan dengan risiko tinggi
terhadap intoleransi dan efek toksik serius. Regimen dapat dipilih berdasarkan
standar atau empiris dan kemudian diganti pada terapi individu setelah data
dianggap uji kerentanan obat menjadi ada. Akan tetapi, uji kerentanan obat yang
reliabel tidak secara luas tersedia ada di daerah dimana endemik tuberkulosis,
pada fase intensif terapi diberikan paling sedikit 8 bulan. Fluoroquinolone dan
regimen dengan sedikitnya empat obat pada garis kedua yang akan memiliki
kepastian dan hampir pasti efektif, seperti pyrazinamide. Terapi harus diberikan
untuk sekurangnya 20 bulan pada pasien yang tidak menerima pengobatan untuk
MDR TB sebelumnya dan sampai 30 bulan bagi mereka yang sudah menerima
yang dapat diterima dan beberapa reaksi merugikan pada populasi dengan pajanan
terhadap obat garis kedua. Regimen ini lebih luas dievaluasi terus menerus dengan
regimen pengobatan standar pada pasien dengan MDR TB. Sejak hampir semua
obat yang direkomendasikan memiliki efek samping yang serius yang membuat
kesulitan pada pengobatan, kosultasi pada para ahli selalu disarankan untuk
a. Pasien baru
Pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih,
terakhir
3) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow up)
a. Sembuh
apusan dahak ulang (follow up) hasilnya negatif pada akhir pengobatan
b. Pengobatan lengkap
tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada akhir pengobatan
c. Gagal
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan, atau kapan saja
apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang
d. Meninggal
Pasien yang tidak berobat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
Pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register) lain dan
g. Tidak dievaluasi
a. Tahap awal
untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh
4. Panduan OAT
1. Kategori I : 2(HRZE)/4(HR)331
Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan diminum setiap hari
positif, pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif, dan pasien TB
ekstra paru.
2. Kategori II : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Paduan OAT diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
4. Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT sama dengan panduan paket untuk tahap intensif
Secara umum efek samping yang terjadi pada pasien berupa efek samping
ringan dan efek samping berat.Efek samping ini disebabkan oleh konsumsi obat
anti tuberculosis. Pada pasien dengan efek samping ringan tetap dilanjutkan
pengobatan dan diberikan petunjuk cara mengatasi efek samping tersebut atau
Keluhan tidak nafsu makan, mual, dan sakit perut disebabkan oleh
sebelum tidur. Jika keluhan masih ada dapat diminum dengan sedikit
makanan. Jika keluhan bertambah berat disertai muntah segera rujuk ke
dokter.
b. Nyeri sendi
Nyeri sendi dapat terjadi karena penggunaan jenis obat Z. Hal ini dapat
diatasi dengan aspirin, parasetamol, atau obat anti radang non steroid.
Warna merah pada urine disebabkan jenis obat R. Hal ini tidak berbahaya
dan tidak perlu diberi obat penawar tetapi perlu pejelasan yang jelas
kepada pasien
e. Flu sindrom
Flu sindrom seperti demam, menggigil, lemas, sakit kepala dan nyeri
6. Efek samping berat pada obat anti tuberkulosis adalah sebagai berikut :
Pasien mengeluh gatal tanpa rash dan tidak ada penyebab lain, maka
Pemberian OAT secara bertahap satu persatu mulai dari dosis yang paling
c. Gangguan penglihatan
tanpa OAT E.
dan keluhan mual, sakit perut, ikterus, dan lemas telah hilang, dan
selama 4 bulan.
kegiatan yang dilakukan oleh individu itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan
keadaan, baik sehat maupun sakit. Pada dasarnya diyakini bahwa semua manusia
hak untuk mendapatkan kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu.
faktor internal(dari dalam diri individu) dan eksternal (dari luar diri individu),
faktor internal meliputi usia, tinggi badan, berat badan, budaya/suku, status
yang optimal, Orem mengembangkan teori yang saling berhubungan yaitu teori
“Self Care Deficit”, Teori “Self Care”, dan teori “Nursing System”, ketiga teori
terbatas untuk melakukan self carenya secara terus menerus. Inti dari teori ini
perawatan diri, sehingga bila tuntutan lebih besar dari kemampuan, maka ia akan
Teori Self Care adalah tindakan yang matang dan mementingkan orang
kemampuan yang dimiliki agar dapat menggunakan secara tepat, nyata dan valid
lingkungan, self care digunakan untuk mengontrol atau faktor external dan
3. Self care demand tuntutan atau permintaan dalam perawatan diri sendiri
untuk perawatan diri sendiri dengan menggunakan metode dan alat dalam
4. Self care requisites: kebutuhan self care merupakan suatu tindakan yang
upaya mepertahankan fungsi tubuh. Self care reuisites terdiri dari beberapa
kondisi pasien).
Teori keperawatan defisit perawatan diri adalah teori umum yang terdiri
keperawatan.
Perawatan Mandiri
dewasa memulai dan melakukan, dalam kerangka waktu, atas nama mereka
(Alligood, 2014).
Ketergantungan Perawatan
kepada sesoorang yang karena usia atau faktor yang berhubungan, tidak dapat
kesejahteraan(Alligood, 2014).
dinyatakan tentang tindakan yang harus dilakukan yang diketahui atau diduga
diperlukan di dalam regulasi sebuah aspek atau aspek-aspek dari fungsi dan
yang ditentukan. Sebuah syarat perawatan diri yang dirumuskan menyebutkan dua
dari perawatan diri yang diformalkan. Alasan untuk apa perawatan diri
dalam apa yang diketahui dan apa yang divalidasi, atau apa yang ada dalam proses
yang sedang divalidasi tentang integritas struktural dan fungsional melalui pada
berbagai tahap lingkaran kehidupan. Syarat umum perawatan diri untuk pria,
kesejahteraan manusia.
h. Promosi fungsi dan perkembangan manusia dalam kelompok-kelompok
arti manusia pada dasarnya dan yang sesuai dengan karakteristik genetik
1. Isolasi (isolasi)
2. Prevention (pencegahan)
3. Nutrition (nutrisi)
lemak)
4. Treatment (pengobatan)
c. Melakukan latihan/olahraga
Self care agency
Perawatan Mandiri
Kerangka konseptual terdiri dari konsep (kata atau istilah) yang mewakili
Terbentuk
Belum ada panduan panduan
perawatan mandiri perawatan mandiri
pada pasien
tuberkulosis
Terbentuk
Belum ada panduan panduan
perawatan mandiri perawatan mandiri
pada pasien
tuberkulosis
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
research. Action research atau penelitian tindakan adalah suatu penelitian praktis
yang sedang terjadi yang berasal dari pemikiran dan pemahaman partisipan
(McNiff, 2016).
pengetahuan dan tindakan yang akan digunakan (Polit & Beck, 2014) sedangkan
menurut Kemmis, McTaggart, & Nixon (2015) action research adalah penelitian
dengan jalan melakukan suatu perubahan (intervensi) dan belajar dari pengalaman
dalam perubahan yang dilakukan melalui self-reflecive spiral yaitu spiral siklus
Lokasi penelitian
penemuan kasus tuberkulosis di Kota Medan cukup tinggi dan Puskesmas Sentosa
tuberkulosis tertinggi di Kota Medan. Data penemuan kasus baru untuk Kota
Medan mencapai 105 kasus per 100.000 jumlah penduduk. Pencapaian per Kota
sebesar 3.006 kasus per 100.000 jumlah penduduk (Profil Kesehatan Sumatera
Utara, 2017).
Kota Medan menetapkan angka keberhasilan pengobatan sebesar 93,65%,
Waktu penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama empat bulan mulai pada bulan
Oktober 2018 hingga Januari 2019. Penelitian ini dilaksanakan satu siklus action
research.
Partisipan Penelitian
Partisipan dalam penelitian ini adalah partisipan atau orang yang terlibat
sebagai objek. Kelompok pasien tuberkulosis dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
kelompok pasien yang gagal dalam pengobatan, kelompok pasien yang sedang
peneliti yang dapat memberikan informasi sesuai dengan tujuan penelitian (Polit
yang hasil pemeriksaan dahaknya positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan, atau kapan saja apabila selama dalam
OAT serta pasien yang dinyatakan putus pengobatan (lost to follow up). Pasien
yang dinyatakan sedang dalam pengobatan adalah pasien yang dinyatakan sedang
menjalani pengobatan secara rutin mulai dari dua minggu dinyatakan pengobatan
tuberkulosis, dan pasien yang dinyatakan sukses dalam pengobatan adalah pasien
ulang (follow up) hasilnya negatif pada akhir pengobatan dan pada satu
pemeriksaan sebelumnya.
diwakili dengan prosedur pengambilan sampel yang tepat (Edmonds & Kennedy,
2017). Polit and Beck (2014) mengatakan bahwa sampel penelitian kualitatif
yang dikenal dengan partisipan adalah subjek yang pernah mengalami fenomena
yang akan diteliti dan harus memenuhi kriteria karakteristik populasi yang
partisipan yang dilakukan peneliti adalah dengan cara mencari informasi dari
partisipan yang mengetahui fenomena yang akan diteliti dan mencari informasi
kelompok yaitu partisipan yang gagal dalam pengobatan, partisipan yang sedang
menjalani proses pengobatan dan pasien yang sudah dinyatakan sukses dalam
memberikan data yang diperlukan yaitu kelompok partisipan pasien yang sedang
yang sedang menjalani proses pengobatan ada sebanyak 10 orang, pasien yang
yang gagal dalam pengobatan ada sebanyak 6 orang, dan pasien yang sudah
kelompok. Adapun kriteria inklusi pada kelompok pasien yang gagal dalam
pengobatan adalah pasien yang dinyatakan putus dalam pengobatan, dewasa (26-
55 tahun), bisa membaca dan menulis, bersedia menjadi responden, dan sadar
penuh. Kriteria inklusi yang sedang menjalani proses pengobatan dalam penelitian
ini adalah pasien tuberkulosis dengan BTA positif yang sedang menjalani
pasien tuberkulosis yang tidak dinyatakan MDR (Multi Drug Resistant) atau XDR
(Extensively Drug Resistant) atau HIV/TB, dewasa (26-55 tahun), bisa membaca
dan menulis, bersedia menjadi partisipan dan sadar penuh sedangkan kriteria
inklusi pada kelompok pasien yang sudah sukses dalam pengobatan adalah pasien
(26-55 tahun), bisa membaca dan menulis, bersedia menjadi partisipan dan sadar
penuh.
arti data yang diperoleh dari ke 4 kelompok partisipan memang jenuh (tidak
mendapat tambahan data yang baru, dan sudah cukup untuk menjawab
saturasi data, yaitu bila tidak ada informasi baru lagi yang bisa didapatkan dari
partisipan (Polit & Beck, 2014). Jumlah total partisipan pada kelompok pasien ada
Baru, Medan. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data oleh peneliti terdiri
dari data demografi, kuesioner pengetahuan perawatan mandiri (self care) pasien
Pencatatan data FGD dilakukan dengan menggunakan alat perekam audio setelah
dilakukan oleh peneliti melalui studi literatur dan dilakukan uji validitas.
Instument akan dinyatakan valid apabila Content Validity Index (CVI) lebih besar
Partisipan FGD pada tahap reconnaissance terbagi atas tiga grup yaitu
pasien yang dinyatakan gagal dalam pengobatan (lost to follow up), kelompok
ditetapkan peneliti.
Field Notes dan Photo Log merupakan bentuk pencatatan yang paling
umum sebagai alat pengumpul data dalam metode observasi (Loiselle, Profetto-
McGrath, Polit & Beck, 2011). Field Notes atau catatan lapangan adalah catatan
Field Notes berisi catatan tentang pengaturan atau konteks untuk wawancara,
serta observasi yang dilakukan selama proses pengumpulan data, seperti catatan
interaksi antara satu individu dengan individu lainnya, tindakan, dalam hal ini
manusia atau mesin, lingkungan fisik, termasuk isyarat visual dan audio, dan
benda-benda lain yang terkait dengan orang tertentu atau organisasi tertentu (Yin,
2011).
perawatan mandiri, panduan FGD pada kelompok perawat TB, panduan FGD
pada kelompok pasien yang sedang menjalani proses pengobatan, panduan FGD
pada kelompok pasien yang gagal dalam pengobatan, panduan FGD pada
kelompok pasien yang telah dinyatakan sukses dalam pengobatan, format field
note,dan format photo logserta perekam suara. Peneliti sebagai alat pengumpul
data penting untuk memiliki kemampuan dalam melakukan wawancara untuk
mendapatkan data yang mendalam dan nyata (Streubert & Carpenter, 2011).
Content Validity Index (CVI) lebih besar 0.80 (Polit & Beck, 2014). Alat
tuberkulosis
kuesioner dengan memilih jawaban dari alternatif yang telah disediakan yaitu
pilihan jawaban benar dan pilihan jawaban salah. Pengembangan kuesioner dalam
penelitian ini dilakukan sendiri oleh peneliti dengan melakukan studi literatur dan
kuesioner tersebut dilakukan uji validitas terlebih dahulu oleh tiga orang expert.
Kuesioner ini akan valid apabila Content Validity Index dari ketiga expert
didapatkan hasilnya (CVI) lebih besar 0.80 (Polit & Beck, 2014).
patisipan secara tegas, terus terang, tidak berbelit-belit dalam suatu kelompok
diskusi yang dinamis dengan tujuan membahas masalah atau topik yang sensitif
dalam suatu kelompok (Streubert & Carpenter, 2011). Panduan FGD yang
Pusekesmas Sentosa Baru Medan, panduan FGD pada pasien yang sedang
menjalani pengobatan, panduan FGD pada pasien yang gagal dalam pengobatan.
dilakukan uji content terlebih dahulu oleh tiga orang expert. Panduan tersebut
valid jika Content Validity Index dari ketiga expert didapatkan hasilnya (CVI)
Panduan wawancara
dilakukan uji expert kepada tiga orang expert. Panduan tersebut valid jika
Content
Validity Index dari ketiga expert didapatkan hasilnya (CVI) lebih besar 0.80 (Polit
Field notes dan photo log merupakan bentuk pencatatan yang paling
umum sebagai alat pemgumpul data dalam metode observasi (Afiyanti &
Rahmawati, 2014). Field note atau catatan lapangan adalah catatan yang
2015). Field note ini digunakan peneliti untuk mengobservasi setiap responden
saat dilakukan FGD dan wawancara antara lain mengobservasi cara berpakaian,
cara menggunakan maskes, cara batuk efektif, gerakan tubuh, perilaku nonverbal
dan interaksi partisipan dengan partisipan lainnya. Pada penelitian ini field notes
berisi tanggal, waktu, dan lokasi penelitian, serta dua kolom yang terdiri atas
kolom hasil pengamatan. Photo log dilakukan peneliti dengan mencatat tanggal,
dan nomor foto pada kamera digital, memilih foto saat dilakukan penelitian.
dari berbagai sumber dan metode pengumpulan data. Tahap ini dimulai peneliti
Sumatera Utara yang menyatakan lulus uji etik dan mendapat surat izin penelitian.
Surat tersebut diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk mendapat
izin melakukan penelitian di fasilitas kesehatan yang ada di wilayah kota Medan.
Surat izin yang telah dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan ditujukan
sasaran peneliti. Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini antara lain studi
pasien yang masih menjalani proses pengobatan, kelompok pasien yang sudah
Pengumpulan data tahap pertama yang dilakukan peneliti adalah FGD dan
kelompok pasien yang sedang menjalani pengobatan dan pasien yang sudah
mandiri pasien TB. Data pasien yang sudah dinyatakan sukses dalam pengobatan
didapat peneliti dari data rekapan pasien yang dirawat di Puskesmas Sentosa Baru,
Medan.
kelompok pasien. FGD dilakukan peneliti ditempat yang nyaman, sirkulasi udara
baik dan peneliti memfasilitasi setiap pasien TB Alat Pelindung Diri (APD)
peneliti untuk menggali informasi yang harus harus dilakukan pasien tuberkulosis
Tahap 2 : Planning
Kegiatan yang dilakukan peneliti pada tahap ini adalah 1) rapat dengan
perawatan mandiri .
Tahap 4 : Refecting
tentang perawatan mandiri pasien. Pada tahap ini untuk mendapatkan hasil
analisis, hasil tafsiran, dan memperluas kajian output maka peneliti melakukan
FGD kepada pasien yang sedang menjalani proses pengobatan. Hasil dari refleksi
Uji Validitas
yang digunakan dalam penelitian benar-benar mengukur apa yang diukur (Burns,
& Grove, 2005). Seperti reliabilitas, validitas memiliki sejumlah aspek dan
matematis yang menghubungkan skor pada instrumen dengan skor pada variabel
ini berkisar antara 0,00 dan 1,00, dengan nilai yang lebih tinggi menunjukkan
validitas kriteria yang lebih besar. Kuisioner dikatakan valid apabila CVI
panduan FGD dan panduan wawancara telah dilakukan uji validitas kepada 3
Analisa data dilakukan dengan dua cara yaitu melalui kulitatif dan
Analisa kualitatif
hasil FGD yang dibagi berdasarkan pengkodean yang sesuai dengan hasil FGD.
Data dianalisis dalam bentuk tema-tema dengan cara menemukan kesamaan dan
makna yang lebih luas, lebih abstrak, dan menyeluruh (Lobiondo-Wood & Haber,
2014).
Analisa kuantitatif
yang telah diisi oleh pasien tuberkulosis yaitu kuesioner pengetahuan perawatan
tuberkulosis .
Keabsahan Data
memperjelaskan data dengan fakta-fakta aktual di lapangan. Polit dan Beck (2014)
bahwa empat kriteria tersebut diatas merupakan pararel dari kriteria yang terdiri
dari hasil FGD. Hal ini berguna untuk memastikan objektivitas data yang
pengumpulan data yang beragam terdiri dari FGD, wawancara dan penyebaran
kuesioner.
persetujuan antara dua orang atau lebih tentang relevansi dan arti data.
Confirmability tercapai jika peneliti dapat meyakinkan orang lain bahwa data
yang dikumpulkan adalah data yang objektif, seperti apa adanya di lapangan.
mencapau keabsahan data dengan cara hasil FGD dan wawancara di susun dalam
bentuk transkip untuk dibaca kembali oleh partisipan guna memperoleh kepastian
Authenticity mengacu pada sejauh mana peneliti secara adil dan dengan
tepat menunjukkan kenyataan yang terjadi. Keaslian muncul dalam laporan ketika
mereka rasakan. Teks memiliki keaslian jika dapat mengajak pembaca merasa
hal yang digambarkan tersebut. Authenticity akan dilakukan peneliti dengan cara
consent untuk dasar bersedia menjadi responden. Metode yang digunakan dalam
proses penelitian bisa juga bertentangan dengan kebiasaan dan perilaku partisipan.
Oleh karena itu, penting bahwa peneliti menciptakan suasana dimana para
partisipan merasa nyaman, dan tidak mengekspos mereka untuk situasi lain yang
tidak diinginkan. Oleh karena itu partisipan dalam proses penelitian harus
Pertimbangan Etik
consent sebelum mengikuti kegiatan FGD dan wawancara dan mengisi kuesioner
HASIL PENELITIAN
panduan perawatan mandiri berbasis self care agency pada pasien tuberkulosis di
Puskesmas Sentosa Baru Medan. Penelitian ini menggunakan satu siklus action
Baru Medan.
yang terdiri dari empat tahapan. Adapun pokok bahasan yang dilakukan selama
Baru No. 22 Kelurahan Sei Kera Hilir I, Kecamatan Medan Perjuangan Medan,
4,36 Ha yang meliputi 9 kelurahan dan 127 lingkungan dengan jumlah penduduk
97.478 jiwa (Data Dasar Puskesmas Sentosa Baru, 2018). Wilayah kerja
Karto dan Puskesmas Pembantu Sei Rengas yang terletak di jalan Madong Lubis.
yaitu Kelurahan Sei Kera Hilir I, Kelurahan Sei Kera Hilir II, Kelurahan Sei Kera
dan misi Puskesmas Sentosa Baru Medan adalah (1) Meningkatkan kemampuan
dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang profesional, (2) Memberikan
Medan adalah senyumku adalah sehatmu, sehat wargaku, sehat kacamatanku. Tata
nilai Puskesmas Sentosa Baru Medan adalah “SENTOSA” yang berarti S adalah
senyum, sapa, salam, sopan santun, E adalah empati (melayani dengan hati), N
wilayah Kota Medan dalam hal penemuan kasus tuberkulosis baru dan salah satu
Medan.
a. Penderita BTA (+) baru diobati selama Januari 2018 – Desember 2018
b. Penderita BTA (-) dengan rontgen (+) diobati selama Januari 2018 –
sebanyak 0 orang.
Baru Kec. Medan Perjuangan Periode Januari 2018 sampai Desemser 2018 dapat
No Indikator
Apr
Nov
Des
Mar
Jul
JLH
Okt
Jan
Feb
Jun
Agus
Sep
Mei
1 Jumlah 11 4 9 8 4 4 9 7 10 8 10 8 109
penderita
BTA (+)
baru diobati
2 Jumlah 5 2 5 6 6 2 8 2 2 4 2 4 49
penderita
BTA (-)
dengan
rontgen (+)
diobati
3 Jumlah 9 6 7 9 7 5 11 5 10 12 10 12 103
penderita
mengikuti
pengobatan
lengkap
4 Jumlah 8 5 6 7 5 3 9 5 9 11 9 11 88
penderita
Tuberkulosis
yang
sembuh
5 Jumlah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
penderita
kambuh
Sumber : Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2018
Puskesmas Sentosa Baru Medan dikepalai oleh dr. Jusup Paska Ginting.
Puskesmas Sentosa Baru Medan. Salah satu upaya kesehatan esensial Puskesmas
Sentosa Baru Medan adalah upaya Pemberantasan Penyakit Menular (P2M).
ruang tuberkulosis antara lain sirkulasi udara di ruang tuberkulosis yang baik,
mandiri berbasis self care agency pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Sentosa
pengobatan tuberkulosis adalah usia paling banyak pada usia antara 18 – 50 tahun
(80%), paling banyak jenis kelamin laki-laki (60%), paling banyak Suku Batak
(70%), pendidikan paling banyak adalah SMA (70%), pekerjaan partisipan paling
banyak yaitu buruh pabrik (30%), partisipan paling banyak beragama Islam
(50%), dan paling banyak partisipan sedang menjalani pengobatan dalam waktu
1-2 bulan sejak ditetapkan dengan diagnosis tuberkulosis. Adapun distribusi
pengobatan tuberkulosis adalah usia paling banyak pada usia antara 18 – 50 tahun
(67%), jenis kelamin laki-laki dan perempuan berimbang (50%), Suku Batak dan
Suku Jawa berimbang (50%), pendidikan paling banyak adalah SMA (83%),
pekerjaan partisipan adalah pedagang, buruh pablik, dan Ibu Rumah Tangga (IRT)
(33%), partisipan paling banyak beragama Islam (50%), dan paling banyak
partisipan sudah menjalani pengobatan dalam waktu > 9 bulan (100%). Adapun
distribusi frekwensi data demografi pada kelompok pasien yang gagal menjalani
pengobatan tuberkulosis adalah usia paling banyak pada usia antara 18 – 50 tahun
Suku Batak (100%), pendidikan paling banyak adalah sarjana (100%), pekerjaan
partisipan yaitu pegawai swasta dan PNS (50%), partisipan paling banyak
distribusi frekwensi data demografi pada kelompok pasien yang sedang menjalani
KARAKTERISTIK Frekwensi %
Usia
< 18 Tahun 0 0
18 - 50 Tahun 2 100
> 50 Tahun 0 0
Jenis Kelamin
Laki-laki 1 50
Perempuan 1 50
Suku
Batak 2 50
Jawa 0 50
Pendidikan
SD 0 0
SMP 0 0
SMA 0 0
Sarjana 2 100
Pekerjaan
Pedagang 0 0
Buruh Pabrik 0 0
Pegawai Swasta 1 50
PNS 1 50
Agama
Kristen Protestan 2 100
Kristen Katolik 0 0
Islam 0 0
Lama Menjalani Pengobatan Tuberkulosis
1 - 2 Bulan 0 0
3- 4 Bulan 0 0
5 - 6 Bulan 2 100
7 - 8 Bulan 0 0
≥ 9 Bulan 0 0
Jumlah partisipan utama dalam penelitian ini adalah 18 orang yang telah
distribusi frekwensi data demografi pada ketiga kelompok pasien sesuai tabel 4.5.
Tabel 4.5 Distribusi Frekwensi Data Demografi pada Ketiga Kelompok Pasien
(n = 18)
Sedang Gagal Sukses
Menjalani Menjalani Menjalani
KARAKTERISTIK Pengobatan Pengobatan Pengobatan
(n = 10) (n = 6) (n = 2)
Frek % frek % frek %
Usia
< 18 Tahun 0 0 0 0 0 0
18 - 50 Tahun 8 80 4 67 2 100
> 50 Tahun 2 20 2 33 0 0
Jenis Kelamin
Laki-laki 6 60 3 50 1 50
Perempuan 4 40 3 50 1 50
Suku
Batak 7 70 3 50 1 100
Jawa 3 30 3 50 0 0
Pendidikan
SD 0 0 0 0 0 0
SMP 2 20 1 17 0 0
SMA 7 70 5 83 2 0
Sarjana 1 10 0 0 0 100
Pekerjaan
Pedagang 2 20 2 33 0 0
Buruh Pabrik 5 50 2 33 0 0
Pegawai Swasta/PNS 1 10 0 0 2 100
IRT 2 20 2 33 0 0
Agama
Kristen Protestan 4 40 2 33 1 100
Kristen Katolik 1 10 1 17 0 0
Islam 5 50 3 50 1 0
Lama Menjalani Pengobatan Tuberkulosis
1 - 2 Bulan 6 60 0 0 0 0
3- 4 Bulan 2 20 0 0 0 0
5 - 6 Bulan 2 20 0 0 2 100
7 - 8 Bulan 0 0 0 0 0 0
≥ 9 Bulan 0 0 6 100 0 0
Partisipan pendukung berasal dari perawat yang berpengalaman dalam
partisipan pendukung yaitu kelompok perawat adalah usia perawat yang bertugas
Suku Batak (50%) dan Suku Jawa (50%), pendidikan Ners (50%) dan pendidikan
Diploma (50%), agama Kristen Protestan (50%) dan agama Islam (50%), dan
distribusi frekwensi data demografi pada kelompok perawat adalah seperti tabel
4.6.
Tabel 4.6 Distribusi Frekwensi Data Perawat di Puskesmas Sentosa Baru Medan
(n = 6)
KARAKTERISTIK Frekwensi %
Usia
< 18 Tahun 0 0
18 - 50 Tahun 6 100
> 50 Tahun 0 0
Jenis Kelamin
Laki-laki 0 0
Perempuan 6 100
Suku
Batak 3 50
Jawa 3 50
Pendidikan
Diploma (D-3) 2 50
Sarjana (S-1) 0 0
Ners 2 50
Agama
Kristen Protestan 3 50
Kristen Katolik 0 0
Islam 3 50
Pengalaman di Bidang Program Tuberkulosis
< 1 Tahun 0 0
1 - 3 Tahun 1 16.6
4 - 6 Tahun 4 66.6
≥ 6 Tahun 1 16.6
Pengaturan Tempat Pengumpulan Data
tempat pengumpulan data diatur oleh peneliti untuk memaksimalkan FGD dan
Baru Medan. Pengumpulan data dengan partisipan utama yaitu dengan pasien,
Puskesmas Sentosa Baru Medan tidak datang kontrol lagi ke Puskesmas. Data
pasien yang telah sembuh dalam pengobatan tuberkulosis didapat peneliti dari
Tahap ini dilakukan dalam rentang waktu 1 bulan yaitu pada bulan
dan staf Puskesmas Sentosa Baru Medan maupun kepada pasien tuberkulosis
Puskesmas Sentosa Baru Medan. Pendekatan yang dilakukan peneliti dengan cara
berbaur dan berdiskusi dengan partisipan baik guna mencari data awal dan
masalah yang akan diteliti. Pendekatan dengan petugas puskesmas dilakukan guna
tuberkulosis
pasien tentang perawatan mandiri ini dilakukan oleh pasien sebelum dilakukan
didapat hasil yaitu pada kelompok pasien yang sedang menjalani proses
perawatan mandiri masih kurang (60%), pada kelompok pasien yang gagal dalam
perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis adalah seperti tabel di bawah ini.
tentang perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis yang masih kurang (61,1%).
Fokus Group Discussion (FGD) terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok pasien
dan kelompok perawat. Peneliti mengumpulkan data melalui FGD pada kelompok
pasien sebanyak 2 sesi. Sesi pertama kepada kelompok pasien yang sedang
sesi kedua dilakukan pada kelompok pasien yang gagal dalam pengobatan.
obat rutin pasien ke Puskesmas Sentosa Baru Medan yaitu setiap hari selasa. FGD
ada sebanyak 10 orang dan partisipan yang gagal dalam pengobatan ada sebanyak
6 orang.
pasien tuberkulosis.
Tuberkulosis
“Penyakit TB itu dari asap rokok, balasan karna selama ini kuat kali
merokok, kena TB la, kumannya itu hukuman sama orang yang banyak
merokok” (P1)
“yang saya tau hanya ya gimana kita menjaga diri kita untuk tetap sehat
dan mengikuti kata dokter dan perawat. TB itu bisa menular bisa tidak
menular juga. Kalau gak bersih menular la, kalau bersih gak
menular”(P4)
seperti :
Kalau ya palingan minum obat la Buk, minum obat pagi-pagi. Itu pun
kadang saya lupa Buk, karna langsung beraktipitas. Di awal saya rajin
minumnya namun setelah membaik saya rasa, gak saya teruskan lagi
obatnya, itu yang buat pengobatan ditambah lagi kata perawatnya
kemaren (P11)
“kadang saya pake masker, kadang saya tidak pakai Buk, saya gak pake
karna sesak klo lama-lama saya pake”(P12)
“yang saya tau hanya ya gimana kita menjaga diri kita untuk tetap sehat
dan mengikuti kata dokter dan perawat. TB itu bisa menular bisa tidak
menular juga. Kalau gak bersih menular la, kalau bersih gak menular”.
(P10)
Perawatan mandiri pasien tuberkulosis dalam hal pencegahan penularan
“Saya pakai masker Buk. Tapi kadang saya tidak pakai karna saya
merasa sesak, kadang persediaan masker juga udah habis jadi saya
kadang saya tidak pakai masker kalau , tapi kalau keluar rumah saya
pakai” (P4)
“Tapi kadang saya tidak pakai karna saya merasa sesak, kadang
persediaan masker juga udah habis jadi saya kadang saya tidak pakai
masker kalau , tapi kalau keluar rumah saya pakai” (P5)
terlihat dari waktu minum obat tidak teratur, efek samping pengobatan
tuberkulosis tidak diketahui. Hal ini dapat terlihat dari pernyataan partisipan :
“Disamping saya minum obat TB ini Buk, saya harus minum obat gula
juga la Buk. Jadi banyak obat yang harus saya minum” (P5, L146),
banyak obat yang harus diminum. (P12)
“pertama-tama dulu saya capek minum obat ini, cuman kata perawatnya
gak bisa lupa, gak bisa bolong-bolong ya saya minum la lagi. Yar cepat
sembuh saya”. (P13)
“saya bisa makan apa aja yang penting makan terutama makan putih
telur, makan tempe, makan daging. Pokoknya kalau boleh katanya
yang
tinggi protein. Saya juga dianjurkan minum susu bearbrand. Tapi kadang
minum bearbrand mahal jadi saya gantikan dengan makan putih telur”
(P15)
“..saya harus makan 5 butir telur per hari, kadang saya makan tempe dan
tahu. Sekali-sekali saya makan daging, saya tidak ada penyalit gula, jadi
saya bebas makan apa aja. Kadang saya gak tau apa jenis-jenis makanan
yang kandungannya yang tinggi protein, yang saya ketahui ya paling telur
dan tahu, tempe. Itu aja..” (P9)
belum diketahui oleh pasien. Hal ini sesuai dengan pernyataan sebagai berikut :
“saya merasa malu sama teman-teman saya. Bahkan sampai sekarang ini
saja sudah hampir 4 bulan tapi saya tidak percaya diri lagi dengan diri
saya. Karna saya merasa mempunyai penyakit yang cukup parah. Saya
tetap makan obat tapi sudah jarang bertemu dengan teman-teman saya”
(P1)
“Kadang saya merasa minder Buk, gak percaya diri lagi keluar dan
berinteraksi dengan orang lain. Saya membatasi pergerakan saya sejak
saya dikatakan kena TB. Apalagi anak-anak saya masih kecil, saya takut
mereka jadi kena, jadi saya lebih sering menyendiri. Paling saya kaluar
rumah untuk mengambil obat saja” (P3)
“Cuman waktu saya mulai pengobatan ini, saya merasa gak percaya diri
dengan teman-teman di lingkungan rumah saya. Saya lebih sering saat
ini”(P6)
“saya tidak tau Buk, apa lagi yang perlu saya lakukan kalau merawat diri
sendiri, ya palingan makan obat teratur dan makan telur” (P15)
„kalau kata perawat sini Buk, perlunya kita semangat dalam menjalani
pengobatan, supaya semangan sampai akhir pengobatan, tapi kadang gak
semangat Buk, karna lama kali sembuhnya” (P12)
“..Menurut saya sih itu penting Buk dan harus dikerjakan, tapi sebaiknya
itu perlu diajarkan dokter dan perawatnya terlebih dahulu. Perlu adanya
informasi terkait perawatan mandiri itu seperti apa sehingga kami paham
apa yang kami kerjakan . Bagusnya sih ada buku atau sosialisasi terkait
apa-apa yang perlu kami lakukan supaya tuntas pengobatan”. (P5)
“...tapi kadang gak semua saya ketahui semua itu Buk. Bagusnya ada
catatan yang mengingatkan kami apa-apa yang harus kami ketahui
seperti yang udah kitabahas sekarang ini”. (P1)
ini :
“...Istri saya selalu ingatkan saya pagi-pagi, diambilkan obat saya dan air
putih yar saya minum obat..”(P3)
“kata perawatnya saya harus minum obat sebelum makan pagi, 2 jam
sebelum makan pagi. Saya pernah lupa makannya, 1 jam sebelum makan
padahal kata perawat saya lebih baik makan obat 2 jam sebelum makan
pagi”(P5)
“tapi kadang gak semua saya ketahui semua itu Buk. Bagusnya ada catatan
yang mengingatkan kami apa-apa yang harus kami ketahui seperti yang
udah kitabahas sekarang ini” (P11)
Matrix tema dari tahap reconnaissance yang dilakukan peneliti pada
selama 40 menit dengan jumlah partisipan 6 orang yang terdiri dari perawat yang
kepada pasien karena masih ada pasien yang kurang paham tentang tuberkulosis.
“untuk leaflet, kita ada sediakan, banner di Puskesmas ini juga sudah
ada, namun untuk informasi yang lebih mendatai mereka jarang
dapatkan”(Pr5)
jarang diinformasikan kepada pasien karena kondisi dan keterbatasan petugas. Hal
“Baiknya sih Buk, disediakan informasi tentang perawatan mandiri itu ya,
supaya pasien juga bisa menjalankan” (Pr3)
3) Upaya Pelaksanaan Perawatan Mandiri oleh Pasien Tuberkulosis
dari petugas kesehatan. Hal ini terlihat dari pernyataan perawat dari pernyataan
berikut ini :
tuberkulosis. Secara garis besar thematic consent yang muncul pada tahap
Baru Medan.
acuan peneliti untuk menyusun aksi yang akan dilakukan di Puskesmas Sentosa
Baru Medan yaitu dalam satu tahap siklus action research. Pengembangan
panduan perawatan mandiri berbasis self care agency pada pasien tuberkulosis di
dan staf Puskesmas Sentosa Baru Medan. Peneliti menyusun perencanaan yang
surat izin penelitian kepada CI Puskesmas Sentosa Baru Medan pada tanggal 17
tujuan peneliti yang akan dilakukan di Puskesmas Sentosa Baru Medan. Peneliti
juga menjelaskan alur dan tahapan yang akan dilakukan selama penelitian. Setelah
Sentosa Baru Medan serta menjelaskan tindak lanjut yang akan dilakukan di
minggu berikutnya. Hasil yang didapat dalam pemaparan hasil pengumpulan data
tersebut adalah dibentuknya tim perumus untuk menyusun panduan perawatan
pasien tuberkulosis
Peneliti dan petugas P2M menyusun tim perumus panduan yang terdiri
kesehatan gizi masyarakat. Hasil dari pembentukan tim perumus tersebut adalah
tim perumus yang telah disusun sepakat dalam menyusun panduan perawatan
Pada tahap ini, peneliti menyusun jadwal perumusan panduan dengan tim
panduan. Pertemuan hari kedua hingga hari kelima oleh tim perumus panduan
yang dihadiri oleh seluruh anggota tim perumus dan peneliti. Agenda diskusi
panduan disesuai dengan ketentuan yang berlaku dari Menteri Kesehatan terkait
pelayanan Tuberkulosis,
Sosialisasi dilakukan pada hari selasa tepatnya jadwal pembagian obat kepada
jelaskan secara rinci seperti cara penggunaan masker yang benar, cara batuk
efektif yang benar, cara membuang dahak yang benar. Peneliti memberi
kesempatan kepada pasien untuk bertanya langsung terkait isi panduan yang telah
disusun dan pertanyaan yang diajukan oleh pasien langsung dijawab oleh peneliti.
tuberkulosis.
yang menjalani proses pengobatan, pasien yang gagal dalam pengobatan dan
pasien yang sudah sukses dalam pengobatan tidak dapat dilakukan karena
keterbatasan waktu dari setiap partisipan untuk dapat berkumpul bersama. Peneliti
sebelumnya.
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh tim perumus dengan peneliti setelah
disediakan di ruang tuberkulosis dan akan diberikan kepada pasien untuk dibaca
Jumlah pasien yang mengikuti sosialisasi ini juga sesuai dengan yang diharapkan
peneliti karena pada saat sosialisasi, peneliti melakukan saat pembagian obat rutin
(88.88%) dan 2 partispan masih pengetahuan kurang (11.12%) seperti tabel 4.12.
Kegiatan terakhir yang dilakukan pada tahap reflecting adalah FGD yang
diikuti oleh pasien yang sedang menjalani proses pengobatan dan pasien yang
tuberkulosis. Adapun jabaran dari setiap tema tersebut adalah sebagai berikut :
1) Pembentukan panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis
Kegiatan FGD yang dilakukan kepada pasien yang sedang menjalani proses
“informasi ini bagus, supaya kami-kami ini mengerti apa yang harus
kami kerjakan. Misalnya lah dirumah kami banyak orang, jadi bisa
kami tau bagaimana cara menghindari penularan”(P5).
“saya kira ya patuh minum obat aja, padahal mulai dari mengatur
makan, oleh raga, dukungan keluarga bahkan penularan juga perlu
diperhatikan ya,,”(P14)
Kegiatan FGD yang dilakukan pada pasien yang sedang menjalani pengobatan
apasien karena adanya acuan yang tersusun, tim kesehatan dmempunyai acuan
“kalau sudah ada informasi yang kayak gini, kami lebih tau apa yang
harus kami kerjakan, bagaimana mengatur makanan kami, menjaga
supaya tidak tertular anggota keluarga yang lain dan kami pun harus
semangat dalam menjalani pengobatan ini” (P10)
perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis. Hal ini terlihat dari peran
1. Surat izin penelitian 1. Menyusun time table 1. Pemaparan hasil 1. Melakukan FGD
2. Surat etik penelitian 2. Menyusun ide dan reconnaisance reflecting
3. Prolonged Engagement gagasan 2. Pembentukan tim 2. Penilaian pengetahuan
4. Studi literatur 3. Studi literatur terhadap perumus panduan perawatan mandiri
5. Penilaian pengetahuan rumusan masalah pada 3. Perumusan panduan 3. Mengkaji/mereview
perawatan mandiri tahap reconnaisance 4. Sosialisasi panduan ulang panduan
6. Melakukan 4. Melakukan brainstorming berdasarkan FGD
FGDReconnaissanc 5. Merumuskan ide reflecting dan kuesioner
e 6. Menyusun output yang pengetahuan pasien
7. Wawancara disepakati
self care agencyyang telah disesuaikan dan disesuaikan dengan Peraturan Menteri
dampak positif baik kepada pasien maupun kepada Puskesmas Sentosa Baru
Medan khususnya kepada perawat Puskesmas Sentosa Baru Medan. Panduan ini
membantu pasien dalam memahami dan mengerti akan perawatan mandiri yang
baik hingga dinyatakan sukses dalam pengobatn. Dampak ini juga dapat dirasakan
Puskesmas Sentosa Baru Medan dengan adanya panduan ini, akan menambah
Dorothe Orem.
BAB 5
PEMBAHASAN
tersebut. Pada bab 5 akan dibahas proses pelaksanaan action research, outcome
keterbatasan penelitian.
observing dan reflecting. Penelitian dengan metode action research sangat baik
dilakukan untuk membentuk suatu panduan perawatan mandiri yang berbasis teori
Kesehatan yang berlaku di Indonesia. Hal ini sesuai dengan yang dijabarkan Polit
and Back (2010), penelitian tidak hanya menghasilkan pengetahuan tetapi juga
ada tindakan dan peningkatan kesadaran untuk berubah dan menurut Kemmis,
McTaggart, & Nixon (2015) action research adalah penelitian tindakan dengan
perubahan yang dilakukan melalui self-reflecive spiral yaitu spiral siklus yang
informasi yang realistis yang dapat mudah dilakukan pasien tuberkulosis sehingga
puskesmas.
terdiri dari empat tahapan besar di Puskesmas Sentosa Baru Medan untuk
pasien dan keluarga pasien serta petugas kesehatan untuk memberikan edukasi
berlangsung selama 18 minggu yang terdiri dari 1 siklus dalam empat tahap
antara 1 – 48 bulan dan setiap action research memiliki kelemahan dan kelebihan
antara lain membutuhkan waktu yang lama (Karim, 2001). Menurut Kemmis dan
McTaggart (2010), bagi peneliti action research pemula ada baiknya tidak
melakukan siklus yang terlalu lama karena sulit untuk mempertahankan komitmen
Tahap ini dilakukan dalam rentang waktu 2 bulan yaitu pada bulan
Oktober dan November 2018. Pendekatan dilakukan peneliti baik kepada petugas
Sentosa Baru Medan. Pendekatan yang dilakukan peneliti dengan cara berbaur
dan berdiskusi dengan partisipan guna mencari data awal dan masalah yang akan
mandiri pasien tuberkulosis tersebut sudah terlebih dahulu divalididasi oleh tiga
orang expert.
dominan diusia produktif yaitu di umur 18-50 tahun, dominan laki-laki, tingkat
pendidikan SMP dan SMA, dan pekerjaan partisipan dominan pedagang dan
buruh pabrik. Faktor resiko penyebab tuberkulosis di Indonesia ada pada usia
Indonesia adalah tingkat pendidikan. Hal ini sesuai dengan kelompok partisipan
yang mempunyai tingkat pendidikan SMP dan SMA. Faktor resiko lain dari
pasien tuberkulosis adalah usia dan jenis kelamin (Dotulang, Sapulete, & Kandou,
2015).
Setelah mendapatkan hasil pengetahuan partisipan tentang perawatan
mandiri , peneliti melakukan FGD (Fokus Group Discussion) yang terdiri dari 3
sesi, yaitu sesi pertama peneliti lakukan kepada kelompok pasien yang sedang
kedua dilakukan pada kelompok pasien yang gagal dalam pengobatan dan ketiga
Sentosa Baru Medan yaitu setiap hari rabu. FGD berlangsung selama 40-60 menit
dengan jumlah partisipan pada kelompok partisipan yang sedang menjalani proses
pengobatan ada sebanyak 10 orang dan partisispan yang gagal dalam pengobatan
ada sebanyak 6 orang. FGD yang dilakukan peneliti tersebut menemukan 5 tema
tuberkulosis.
pengobatan, dan kelompok yang gagal dalam pengobatan, sedangkan FGD untuk
kelompok pasien yang sudah dinyatakan sukses dalam pengobatan tidak dapat
dilakukan karena pasien yang sudah sukses dalam pengobatan tidak kembali lagi
didapat peneliti dari data rekapan pasien yang dirawat fasilitas kesehatan
diwilayah Puskesmas Sentosa Baru Medan. Pasien yang sudah sukses dalam
rumah pasien. Waktu wawancara berlangsung selama 40-60 menit untuk masing-
FGD dilakukan peneliti ditempat yang nyaman, sirkulasi udara baik dan
peneliti memfasilitasi setiap pasien tuberkulosis alat pelindung diri (APD) berupa
antara peneliti dan pasrtisipan memiliki keterkaitan yang lama menjadi semakin
akrab, semakin terbuka, dan saling mempercayai. Menurut Polit & Beck (2012),
perawat di Puskesmas Sentosa Baru Medan diperoleh bahwa masih ada pasien
yang sudah di edukasi tentang pengobatan tuberkulosis namun masih ada yang
hal ini terlihat dari pengetahuan tentang perawatan mandiri masih rendah dan hal
ini juga didukung dari pernyataan partisipan. Penelitian yang dilakukan Jadgal, et
dukungan sosial yang baik berpengaruh kepatuhan yang hanya bisa dinikmati
keluarga dan teman-teman. Beberapa peserta, yang tidak patuhdi masa lalu,
yang didapatkan dari FGD akan dibandingkan dengan sumber data lain yaitu
diperoleh sudut pandang yang berbeda dan dapat mengidentifikasi strategi yang
Hal ini sesuai dengan pendapat Hegney dan Francis (2015), faktor yang
antara peneliti dan orang lain, agenda rutin pelaporan jalanya kegiatan, harapan,
Sahile, Yared, & Kaba (2018) menjelaskan bahwa pengetahuan yang baik
pengobatan pasien hingga akhir sedangkan Sukamani, Lebese, Khoza, & Risenga,
mempunya kesulitan yang berbeda-beda. Pasien dengan kualitas hidup yang tinggi
pemenuhan nutrisi pasien tuberkulosis, dan peningkatan rasa percaya diri pasien
dukungan dari faktor eksternal seperti dukungan keluarga, petugas kesehatan akan
meningkatkan kepuasan pasien dalam menjalani pengobatan dan Nursasi (2014)
bahwa hal yang utama dalam kesuksesan pengobatan antara lain adalah
minum obat secara rutin, kemampuan pasien dalam pencegahan dan penularan
petugas kesehatan, serta endapat dukungan dari fasilitas kesehatan. Hal ini sesuai
dengan penelitian Carlsson, Johansson, Eale, & Kaboru, (2014) bahwa perawat
cenderung menyela dan gagal dari pengobatan ketika penyedia perawatan mereka
tidak cukup diawasi oleh Petugas Minum Obat (PMO). Tidak tersedianya
yang telah direncankan, seperti yang dinyatakan oleh Kemmis dan McTaggart
(2002) bahwa pada tahap acting peneliti melakukan kegiatan yang sudah
direncanakan pada tahap planning. Diawali Peneliti dengan bertemu dengan pihak
tentang perawatan mandiri berbasis self care agency, sehingga kegiatan praktik
yang mendewasakan dan orang dewasa memulai dan melakukan, dalam kerangka
kepada sesoorang yang karena usia atau faktor yang berhubungan, tidak dapat
manusia yag dikenal dan keinginan manusia untuk menjadi normal. Normal
digunakan dalam arti manusia pada dasarnya dan yang sesuai dengan karakteristik
karena konseling yang dilakukan kepada pasien terkait perawatan mandiri seperti
perilaku dari pasien tersebut. Perubahan perilaku tersebut dapat dipengaruhi dari
informasi yang didapat dan dukungan dari petugas kesehatan terkait perawatan
perawatan mandiri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pettersson & Wenfalk (2015) mengatakan bahwa edukasi yang diberikan kepada
pasien tuberkulosis akan mempengaruhi kepatuhan dalam pengobatan. Peran
Care Agency yaitu melakukan tahap evaluasi dalam siklus pertama yang sudah
Sentosa Baru Medan. Pada tahapan reflection sejalan dengan Kemmis dan
issue, dan hambatan yang dimanifestasikan dalam suatu tindakan strategis, yang
untuk menilai tindakan yang akan dilakukan. Perawat dapat membantu pasien
dengan mendidik, mengubah prilaku dan berfokus pada kemampuan dari pasien
partisipan yang berasal dari pasien yang gagal dalam pengobatan dan 2 pasien
beserta keluarga yang sukses dalam pengobatan sedangkan dari pihak perawat
Puskesmas Sentosa Baru Medan yang terlibat ada sebanyak 6 perawat yaitu
Medan.
komplek dan sulit. Dimana peneliti harus mampu memfasilitasi setiap terjadinya
menggunakan field notes dan photo log. field notes dan photo logdigunakan
peneliti bentuk pencatatan yang paling umum sebagai alat pemgumpul data dalam
metode observasi (Afiyanti & Rahmawati, 2014). Field note atau catatan lapangan
McTaggart & Nixon, 2015). Field note ini digunakan peneliti untuk
dengan individu lainnya, tindakan, lingkungan fisik. Pada penelitian ini field notes
berisi tanggal, waktu, dan lokasi penelitian, serta dua kolom yang terdiri atas
kolom hasil pengamatan. Photo log dilakukan peneliti dengan mencatat tanggal,
dan nomor foto pada kamera digital, memilih foto saat dilakukan penelitian.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Kemmis dan Taggart (1988) bahwa
tahapan reflection berusaha memahami proses, masalah, issue dan hambatan yang
Hal ini sejalan dengan penelitian Langmore & Pisegna (2015) menyatakan
jangkapanjang.
berbasis self careagency ini adalah susahnya menggali informasi dan masalah
yang berasal dari pasien tentang hambatan pasien dalam melakukan perawatan
mandiri di rumah karena pasien merasa penyakit yang dideritanya tidak baik
diketahui oleh orang lain. Pasien merasa malu dan menarik diri sehingga
informasi yang didapatkan peneliti kurang maksimal. Hal ini juga ditambah dalam
pencegahan penularan dan kondisi pasien yang masih lemah. Tempat yang ada
Pasien Tuberkulosis
panduan ini adalah bahasa yang digunakan sebaiknya lebih mudah dipahami oleh
pembaca, bentuk tulisan, dan lebih rinci. Saran dari para partisipan aka panduan
ini sebaiknya disesuaikan dengan panduan perawatan yang telah ditentukan oleh
membahas apa yang menjani kendala dan permasalah yang di alami oleh pasien
pengobatan dapat berjalan dengan baik. FGD yang dilakukan di tahap awal dan
Proses penelitian satu siklus action research ini telah ada perubahan yang
yang berbasis self care agency. Hasil dari penelitian action research
care agency yang melakukan perawatan mandiri sesuai dengan teori Dorothe
tuberkulosis dibagi menjadi 4 bagian yaitu (Howyida, et al., 2012) yaitu : Isolasi
(Isolasi) yang terdiri dari memiliki ruangan yang berventilasi yang baik untuk
bersin, meletakkan masker atau tissue setelah batuk dan bersin, memindahkan
sputum ke tempat limbah, menghindari ruang yang penuh dengan asap rokok,
Nutrition (Nutrisi) yang terdiri dari mengkonsumsi diet yang cukup (protein,
asupan daging per hari dan treatment (pengobatan) yang terdiri mengkonsumsi
latihan/olahraga.
kepada peneliti mulai dari proses awal hingga akhir. Peneliti mendapatkan
Medan cukup tinggi dan perlu melakukan sebuat aksi dalam penelitian. Penelitian
tindakan atau action research dilakukan peneliti untuk memperoleh suatu output
permasalahan yang ada dari pasien dan dilakukan perumusan panduan bersama
cukup komplek. Hal ini didapatkan peneliti dari penggalian informasi melalui
masalah yang didapat dari pasien tuberkulosis. Proses penyusunan panduan ini
menghasilkan panduan yang dapat dijadikan jadi bahan edukasi kepada pasien
tuberkulosis. Peran perawat dalam memberikan edukasi yang terus menerus akan
pengembangan diri peneliti. Hal ini didapatkan peneliti karena dalam melakukan
penelitian dalam action researh adalah hal baru abgi peneliti. Hal ini membuat
menggunakan fasilitas tempat yang ada. Penyesuaian waktu dengan perawat dan
padatnya jumlah kunjungan membuat peneliti harus menyusun stategi dan cara
Sepanjang proses penelitian mulai dari awal hingga akhir, peneliti belajar
penting yang didapatkan peneliti yaitu melakukan analisa data kualitatif sehingga
mendapat banyak tantangan yang beragam namun hal ini melatih peneliti untuk
menggali informsi dari pasien yang mempunyai stigma yang buruk terhadap
Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran dari penelitian ini.
Kesimpulan
self care untuk dapat melanjutkan perawatan sampai tuntas sehingga pengobatan
tuberkulosis yang dijalani dapat berjalan dengan baik. Aplikasi penelitian action
dengan berbasis self care agency mulai dari pengobatan, pemenuhan nutrisi,
terdiri dari tahap planning, action, observation, dan reflecting. Tahap planning
perawatan mandiri berbasis self care agency pada pasien tuberkulosis. Tahap
perawatan mandiri pasien tuberkulosis yang berbasis self care agency pada pasien
tuberkulosis sehingga dapat digunakan baik kepada pasien, keluarga pasien dan
berjalan dengan baik, pencegahan penularan dapat diatasi, dan rasa percaya pasien
tuberkulosis tetap baik sedangkan untuk petugas kesehatan panduan ini dapat
berbasis self care agency dengan menerapkan perawatan sesuai Dorothe Orem.
perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis yang berbasis self care agency
adalah partisipan yang direncanakan di awal oleh partisipan tidak semua didapat
oleh peneliti karena partisipan yang sudah sukses dalam pengobatan tidak
pasien yang sudah sukses dalam pengobatan tidak dapat dilakukan. Keterbatasan
teratasi berkat kesediaan partisipan yang sudah sukses dalam pengobatan untuk
masing dan data pasien yang telah sukses dalam pengobatan di dapatkan peneliti
dari puskesmas sentosa baru. Pendataan pasien tuberkulosis yang dilakukan oleh
Puskesmas Sentosa Baru Medan adalah baik sehingga peneliti dengan mudah
Saran
Bagi Puskesmas
Penelitian ini akan menghasilkan panduan perawatan mandiri yang berbasis self
mandiri berbasis self care agency selama di Puskesmas serta petugas kesehatan
tuberkulosis.
Penelitian ini akan menjadi salah satu data riset keperawatan yang dapat
Andrade, R.P., Maia, V.F., Queires, R.F., Carreiro, G. S. P., Villa, T.C.S., et al.
(2016). Profesional Contribution of Primary Health Care for Assisted Self
Care to Patient with Tuberculosis from Revista de Pesquisa : Cuidado e
Fundamental Online 8 (2016), 3, Page 4857-4863
Davtyan,K., Aghabekyan, S., Davtyan, T., Zachariah, R., Acosta, C., &Dadu, A.
(2015). Social Support Programme for Tuberculosis Patients in Armenia :
Perceptions of Patients and Doctors from Public Health Pandrama volume 1.
Issue 3 .205.268
Erdem, M., & Tasci, N. (2013). Determination of Self-Esteem Levels of Patient
with Tuberculosis. Diunduh dari website:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 15143424 Pada Tanggal 21 April
2018
Ewen, M.M., & Wills, E.M. (2013). Theoretical Basis for Nursing, 3th ed.
Philadelphia : Lippincott William & Wilkins
Fawcett, J. (2014). Contemporary Nursing Knowledge : Analysis and Evaluation
of Nursing Models and Theories, Second Edition. Philadelphia: F.A Davis
Company
Lewis, S.L., Dirksen, S.R., Heitkemper, M.M., Bucher, L., Camera, I.M. (2011).
Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of ClinicalProblem.
1. St. Louis Missouri:Mosby Year Book
Mokgothu, M.C., Plessis, E.D., & Koen, M. P. (2015). Experiences The Strengths
of Families in Supporting Mentally-illl Family Members’, E-Journal from
curationis 38(1), Art.#1258,8
pages
http://dx.doi.org/10.4102/curationis.v38i1.1258
Orem, D. E., (2001). Nursing: Concept of practice. (6th Ed.). St. Louis: Mosby
Inc
Thamrin
Penghargaan :
INSTRUMEN PENELITIAN
PENJELASAN PENELITIAN
NIM 167046046
Sumatera Utara
secara sukarela. Bapak/Ibu berhak menetapkan sikap dan keputusan untuk tetap
berpartisipasi dalam penelitian ini atau mengundurkan diri karena alasan tertentu.
Bila ada hal lain yang ingin diketahui lebih lanjut, Bapak/Ibu dapat
Medan,....................................
Peneliti,
NIM. 167046046
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(Informed Consent)
Nama : ...........................................................................
Alamat : ...........................................................................
Nomor HP : ...........................................................................
Panduan Perawatan Mandiri Berbasis Self Care Agency pada Pasien Tuberkulosis
saudari Lina Berliana Togatorop. Saya memahami dan mengerti bahwa penelitian
ini tidak berdampak buruk terhadap saya, maka dari itu saya bersedia menjadi
responden penelitian.
Medan, ...................................
Responden,
(.............................................)
KEUSIONER DATA DEMOGRAFI
Petunjuk Pengisian :
1. Isilah titik – titik di bawah ini dengan cara menuliskan jawaban-jawaban pada
1. Inisial Responden : Tn Ny Nn
2. Usia.................................................................................tahun
4. Suku : ...........................
5. Pendidikan : ...........................
6. Pekerjaan : ...........................
7. Agama : ...........................
Petunjuk Pengisian
3. Setelah mengisi jawaban pada kuesioner ini, mohon memeriksa kembali agar
NO PERNYATAAN JAWABAN
BENAR SALAH
1 TBC Paru adalah penyakit yang tidak menular
yang disebabkan oleh kuman bakteri
mycobacterium tuberkulosis.
2 Demam, meriang berkepanjangan, berat badan
menurun, batuk terus menerus, napsu makan
menurun, berkeringar malam hari merupakan
gejala utama TBC Paru.
3 Mual, sakit kepala, nyeri sendi, diare dan ruam
pada kulit adalah efek samping pengobatan TBC
Paru.
4 Resiko tertular TBC Paru dapat dilakukan dengan
cara tidak merokok dan menghindari asap rokok.
5 Daya tahan tubuh yang tidak baik merupakan
faktor yang memudahkan proses penularan TBC
Paru.
6 Penggunaan masker yang tidak rutin oleh
penderita TBC Paru tidak akan mempengaruhi
penularan kuman TBC Paru.
7 Rumah yang memiliki ventilasi udara yang baik
dapat mencegah penularan kuman TBC Paru.
8 Mencuci tangan setelah batuk dan bersin dapat
pencegahan penularan TBC Paru.
9 Menjemur tempat tidur penderita TBC Paru dapat
mengurangi pencegahan penularan TBC Paru.
10 Makan makanan yang bergizi dapat meningkatkan
daya tahan tubuh penderita TBC Paru.
11 Mengkonsumsi tinggi protein seperti makan telur
baik untuk panderita TBC Paru.
12 Berhenti minum obat TBC Paru sebelum
waktunya membuat kuman TBC menjadi kebal
terhadap obat TBC.
13 Pemeriksaan dahak perlu dilakukan pada
seseorang yang dicurigai menderita TBC.
14 Penderita TBC Paru minum obat secara teratur
sampai tuntas selama 6-8 bulan.
15 Mengkonsumsi obat TBC secara rutin akan
mempercepat pengobatan TB.
16 Tahap awal dalam pengobatan TBC, diperlukan
waktu 2-3 bulan dan obat dikonsumsi tiap hari.
17 Pengawas Minum Obat (PMO) dibutuhkan untuk
membantu mengingatkan penderita TBC Paru
dalam pengobatan TBC.
18 Penderita TBC Paru dapat disembuhkan dengan
pengobatan teratur.
19 Penderita TBC Paru sebaiknya tidak berinteraksi
dengan orang lain di lingkungan sekitarnya agar
tidak terjadi penularan.
20 Penderita TBC Paru dapat meningkatkan rasa
percaya dirinya dengan mencari dukungan dari
keluarga, petugas kesehatan dan lingkungan
tempat tinggal.
PANDUAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
Hari,Tanggal : ....................................
Waktu : .....................................
Tempat : .....................................
A. Judul Penelitian :
B. Pendahuluan
FGD.
a. Selamat pagi buat kita semua, terima kasih atas kehadiran Bapak/Ibu
FGD.
macam pendapat.
tuberkulosis.
e. Semua jawaban yang disampaikan oleh peserta FGD tidak ada yang
h. Semua yang disampaikan oleh peserta dalam diskusi ini akan disimpan
dan membuat catatan tentang perjalanan diskusi ini. Hal ini semata-
dengan baik.
C. Diskusi
pemenuhan nutrisi?
Pasien Tuberkulosis.
2. Menutup FGD.
PANDUAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
Hari,Tanggal : ....................................
Waktu : .....................................
Tempat : .....................................
A. Judul Penelitian :
B. Pendahuluan
FGD.
a. Selamat pagi buat kita semua, terima kasih atas kehadiran Bapak/Ibu
FGD.
macam pendapat.
tuberkulosis.
e. Semua jawaban yang disampaikan oleh peserta FGD tidak ada yang
h. Semua yang disampaikan oleh peserta dalam diskusi ini akan disimpan
dan membuat catatan tentang perjalanan diskusi ini. Hal ini semata-
dengan baik.
C. Diskusi
tuberkulosis?
tuberkulosis?
tuberkulosis?
pasien tuberkulosis?
5. Apa yang biasa Bapak/Ibu lakukan dalam meningkatkan rasa percaya diri
D. Penutup
pasien tuberkulosis.
2. Menutup FGD.
PANDUAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
Hari,Tanggal : ....................................
Waktu : .....................................
Tempat : .....................................
A. Judul Penelitian :
B. Pendahuluan
FGD.
a. Selamat pagi buat kita semua, terima kasih atas kehadiran Bapak/Ibu
FGD.
macam pendapat.
tuberkulosis.
e. Semua jawaban yang disampaikan oleh peserta FGD tidak ada yang
h. Semua yang disampaikan oleh peserta dalam diskusi ini akan disimpan
dan membuat catatan tentang perjalanan diskusi ini. Hal ini semata-
dengan baik.
C. Diskusi
tuberkulosis?
tuberkulosis?
tuberkulosis?
pasien tuberkulosis?
5. Apa yang biasa Bapak/Ibu lakukan dalam meningkatkan rasa percaya diri
D. Penutup
pasien tuberkulosis.
2. Menutup FGD.
PANDUAN WAWANCARA
Hari,Tanggal : ....................................
Waktu : .....................................
Tempat : .....................................
A. Judul Penelitian :
B. Pendahuluan
hari ini.
macam pendapat.
tuberkulosis.
e. Semua jawaban yang disampaikan pada wawancara ini tidak ada yang
C. Diskusi
mengatasinya?
D. Penutup
1. Menutup wawancara
PHOTO LOG
Hari, Tanggal :
Tempat :
Waktu :
Judul Penelitian :
Peneliti,
NIM. 167046046
LAMPIRAN 2
BIODATA
EXPERT
SURAT KETERANGAN UJI EXPERT PANDUAN WAWANCARA,
Hormat saya,
Semarang
Jabatan : Dosen
Hormat saya,
NIP :-
Hormat saya,
Gambar 10. Melakukan Tanya Jawab Terkait Panduan Yang Telah Disusun
Gambar 11. Sosialisasi Perawatan Mandiri Pasien TB
Gambar 20. Peneliti Bersama Tim Expert “Panduan Perawatan Mandiri Pasien
Tuberkulosis”
Gambar 21. “Panduan Perawatan Mandiri pada Pasien Tuberkulosis”
Hasil/Output dari Penelitian
Gambar 22. Peneliti Bersama Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji setelah
Selesai Ujian Komprehensif