Anda di halaman 1dari 192

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Keperawatan Tesis Magister

2019

Pengembangan Panduan Perawatan


Mandiri Berbasis Self Care Agency
pada Pasien Tuberkulosis Paru di
Puskesmas Sentosa Baru, Medan

Togatorop, Lina Berliana


Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/16849
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENGEMBANGAN PANDUAN PERAWATAN MANDIRI BERBASIS
SELF CARE AGENCY PADA PASIEN TUBERKULOSIS
DI PUSKESMAS SENTOSA BARU, MEDAN

TESIS

Oleh :

LINA BERLIANA TOGATOROP


167046046/KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


THE DEVELOPMENT OF SELF CARE GUIDELINES
BASED SELF CARE AGENCY FOR TUBERCULOSIS PATIENTS
AT SENTOSA BARU PUBLIC HEALTH CENTER, MEDAN

THESIS

By :

LINA BERLIANA TOGATOROP


167046046/MEDICAL SURGICAL NURSING

MASTER NURSING PROGRAM


FACULTY OF NURSING
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
PENGEMBANGAN PANDUAN PERAWATAN MANDIRI
BERBASIS SELF CARE AGENCY PADA PASIEN TUBERKULOSIS
DI PUSKESMAS SENTOSA BARU, MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep)
dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah
pada Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara

Oleh

LINA BERLIANA TOGATOROP


167046046/KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Telah diuji

Pada Tangal 24 April 2019

KOMISI PENGUJI TESIS

Ketua : Setiawan, S. Kp., MNS., Ph.D

Anggota :1. Cholina Trisa Siregar,S.Kep.,Ns.,M.Kep, Sp.KMB

2. Dr. dr.Amira Permatasari Tarigan, M.Ked (Paru), Sp.P(K)

3. Yesi Ariani, S.Kep., Ns., M.Kep


Judul Tesis : Pengembangan Panduan Perawatan Mandiri Berbasis
Self Care Agency pada Pasien Tuberkulosis Paru di
Puskesmas Sentosa Baru, Medan

Nama Mahasiswa : Lina Berliana Togatorop

Program Studi : Magister Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah

Tahun : 2019

ABSTRAK

Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi akibat kontaminasi


bakteri yang telah menjadi perhatian dunia serta keadaan darurat secara global
karena tingginya angka infeksi dan kematiannya. Salah satu pendukung tingkat
keberhasilan kesembuhan TB Paru adalah kemampuan pasien dalam melakukan
perawatan mandiri yang terdiri dari pengobatan, pencegahan dan penularan,
pemenuhan nutrisi, dan peningkatan rasa percaya diri pasien tersebut.
Kemampuan pasien dalam melakukan perawatan mandiri akan memaksimalkan
proses pengobatan hingga tuntas. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan
panduan perawatan mandiri berbasis self care agency pada pasien TB paru dengan
output berupa panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis parudi Puskesmas
Sentosa Baru Medan. Metode Penelitian ini adalah action research yang terdiri
dari tahapan reconnaissance, planning, acting and observing dan reflecting.
Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner pengetahuan pasien tentang
perawatan mandiri tuberkulosis paru, Focus Group Discussion (FGD) serta In-
depth Interview untuk mengeksplorasi pengetahuan partisipan tentang perawatan
mandiri pasien tuberkulosis paru sebelum dan sesudah dilakukan perumusan
panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis paru. Partisipan yang terlibat
dalam penelitian ini sebanyak 18 partisipan yang berasal dari pasien dan 6
partisipan yang berasal dari perawat puskesmas yang diambil melalui purposive
sampling pada bulan Oktober 2018 hingga Januari 2019. Analisis data
menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif diperoleh melalui
hasil FGD dan In-depth Interview sedangkan data kuantitatif dikumpulkan melalui
penyebaran kuesioner pengetahuan pasien TB Paru tentang perawatan mandiri.
Penelitian ini telah menghasilkan panduan perawatan mandiri berbasis self care
agency pada pasien tuberkulosis paru dan meningkatkan pengetahuan partisipan
tentang perawatan mandiri pasien tuberkulosis paru sebelum dan sesudah
dilakukan perumusan panduan perawatan mandiri berbasis self care agency pada
pasien tuberkulosis paru.

Kata Kunci : Perawatan Mandiri, Tuberkulosis, Self Care Agency


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus

yang telah memberikan berkatNya yang luar biasa kepada Penulis sehingga

Penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengembangan Panduan

Perawatan Mandiri Berbasis Self Care Agency pada Pasien Tuberkulosis di

Puskesmas Sentosa Baru, Medan”. Proses penyelesaian tesis ini, Penulis banyak

memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung,S.H.,M.Hum sebagai Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Bapak Setiawan,S.Kp.,MNS.,Ph.D sebagai Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas

untuk melanjutkan studi magister dan sekaligus Dosen Pembimbing Pertama

yang telah meluangkan waktu, memberikan banyak masukan dan saran dalam

menyelesaikan tesis ini.

3. Ibu Dewi Elizadiani Suza,S.Kp.,MNS.,Ph.D selaku Ketua Program Studi

Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara.

4. Ibu Cholina Trisa Siregar,S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.KMB selaku Dosen

Pembimbing Kedua yang telah banyak meluangkan waktu untuk

membimbing, memberikan masukan dan saran dalam menyelesaikan tesis ini.


5. Dr.dr.Amira Permatasari Tarigan, M.Ked(Paru)., Sp.P(K) selaku Dosen

Penguji Pertama yang telah memberikan masukan dan saran dalam

penyelesaian tesis ini.

6. Ibu Yesi Ariani,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen Penguji Kedua yang telah

memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian tesis ini.

7. Tanoto Foundation yang telah memberikan beasiswa kepada Penulis selama

kuliah di Magister Keperawatan Universitas Sumatera Utara tahun 2017-2018

dan mendanai penelitian ini.

8. Australia Award Indonesia (AAI) yang telah memberikan kesempatan kepada

Penulis untuk mengikuti Short Course Prevention and Eradication

Tuberculosis in Australia sehingga memperkaya pengetahuan Penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

9. Keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun

material dan yang selalu mendoakan dan memotivasi Penulis dalam

penyelesaian pendidikan dari awal hingga akhir tesis ini, terkhusus kepada

Mama D. Saragih, Abang S. Togatorop,S.Pd dan Kakak R. Simanjuntak,S.Pd

serta adik-adik tercinta Baboritha Lusiana Togatorop,S.Pd, Polin Mouna

Togatorop,S.T, dan Abednego Canro Togatorop,S.Hut dan pancapaian baru

ini saya dedikasikan khusus kepada Ayah tercinta Alm. S.Togatorop,S.Pd.

10. Teman-teman mahasiswa Magister Keperawatan angkatan 2016 terutama

teman seperjuangan Gita Adelia, Cahaya, Wulan, Arieny Rizafni, Andriani,

M. Zul’irfan, Bayu Azhar, Ginpera yang telah mendukung Penulis selama

menyelesaikan tesis ini.


Penulis menyadari dalam penyelesaian tesis ini masih banyak memiliki

kekurangan dan jauh dari sempurna namun harapan Penulis semoga tesis ini

bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yesus Kristus

memberkati kita semua. Amin.

Medan, 24 April 2019

Penulis,

Lina Berliana Togatorop

NIM . 167046046
DAFTAR ISI

Halaman Sampul Bahasa Indonesia


Halaman Sampul Bahasa Ingris
Sampul Dalam
Lembar Persetujuan Tesis
Komisi Penguji Tesis
Penyataan Bebas Plagiat
Abstrak
Abstract
KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
DAFTAR TABEL...........................................................................................vi
DAFTAR SKEMA..........................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................viii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
Latar Belakang........................................................................................1
Permasalahan...........................................................................................7
Tujuan Penelitian.....................................................................................8
Manfaat Penelitian...................................................................................8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................10
Konsep Tuberkulosis.............................................................................10
Definisi Tuberkulosis..............................................................................10
Cara Penularan........................................................................................10
Manifestasi Klinis...................................................................................13
Diagnosis Tuberkulosis...........................................................................15
Pencegahan Tuberkulosis........................................................................16
Pengobatan Tuberkulosis........................................................................19
Perawatan Mandiri (Self Care)............................................................29
Landasan Teori SelfCaremenurut Orem dalam Proses Keperawatan.....29
Konsep Perawatan diri Dorothea E. Orem..............................................32
Perawatan Mandiri..................................................................................33
KetergantunganPerawatan.......................................................................33
Syarat Perawatan Mandiri.......................................................................33
Syarat Perawatan Mandiri Universal.......................................................34
PerawatananMandiripadaPasienTuberkulosis.........................................35
Kerangka Konsep Penelitian...................................................................38
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN........................................................40
Jenis Penelitian........................................................................................40
Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................41
Partisipan Penelitian................................................................................42
Metode Pengumpulan Data.....................................................................45
AlatPengumpulan Data...........................................................................47
Tahapan Penelitian Action Research.......................................................50
Uji Validitas............................................................................................53
Metode Analisa Data...............................................................................54
Keabsahan Data.......................................................................................55
Pertimbangan Etik...................................................................................57
BAB 4 HASIL PENELITIAN........................................................................58
Gambaran Umum Puskesmas Sentosa Baru Medan...............................58
Visi dan Misi Puskesmas Sentosa Baru Medan......................................59
Data Tuberkulosis Puskesmas Sentosa Baru Medan...............................60
Data Tenaga Kesehatan...........................................................................61
KarakteristikDemografiPartisipan...........................................................62
PengaturanTempatPengumpulan Data....................................................69
Proses Pengembangan Panduan Perawatan Mandiri...............................69
Proses Kegiatan Action Research selama 1 Siklus..................................84
Outcome Action Research.......................................................................85
Dampak Terbentuknya Panduan.............................................................85
BAB 5 PEMBAHASAN..................................................................................87
Proses Pelaksanaan Action Research......................................................87
Keterbatasan Peneliti dalam Pengembangan Panduan............................100
Saran Perbaikanpada Pembentukan Panduan..........................................100
OutcomePengembanganPanduan............................................................101
Pelajaran yang Didapat dari Penelitian Action Research........................102
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................103
Kesimpulan..............................................................................................103
Saran........................................................................................................104
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................107
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan pada Fase Tuberkulosi ............................................... 24


Tabel 2.2 Obat Anti Tuberkulosis................................................................ 25
Tabel 4.1 Data BulananPenyakit TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Sentosa BaruKec. Medan Perjuangan Periode Januari 2018-
Desember 2018............................................................................ 61
Tabel 4.2 Distribusi Frekwensi Data Demografi pada Kelompok Pasien yang
Sedang Menjalani Pengobatan TB (n = 10)...................................64
Tabel 4.3 Distribusi Frekwensi Data Demografi pada Kelompok Pasien yang
Gagal dalam Pengobatan (n = 6)....................................................65
Tabel 4.4 Distribusi Frekwensi Data Demografi pada Kelompok Pasien yang
Sukses dalam Pengobatan) (n = 2).................................................66
Tabel 4.5 Distribusi Frekwensi Data Perawat di Puskesmas Sentosa Baru (n= 6)
…....................................................................................................67
Tabel 4.6 Distribusi Frekwensi Pengetahuan “Pasien yang Sedang Menjalani
Pengobatan” tentangPerawatanMandiri......................................68
Tabel 4.7 Distribusi Frekwensi Pengetahuan “Pasien yang Sedang Menjalani
Pengobatan” tentang Perawatan Mandiri Pasien Tuberkulosis (n =
10)...................................................................................................71
Tabel 4.8 Distribusi Frekwensi Pengetahuan “Pasien yang Gagal dalam
Pengobatan” tentang Perawatan Mandiri Pasien Tuberkulosis (n =
6).....................................................................................................71
Tabel 4.9 Distribusi Frekwensi Pengetahuan “Pasien yang Sukses dalam
Pengobatan” tentang Perawatan Mandiri Pasien Tuberkulosis (n =
2).....................................................................................................71
Tabel 4.10 Distribusi Frekwensi Pengetahuan tentang Perawatan Mandiri pada
Ketiga Kelompok Pasien Tuberkulosis (n = 18)............................72
Tabel 4.11 Matrix Tema Tahap Reconnaissance Kelompok Pasien
Tuberkulosis..................................................................................77
Tabel 4.12 Matrix Tema Tahap Reconnaissance Kelompok Perawat.............81
Tabel 4.13 Distribusi Frekwensi Pengetahuan Pasiententang Perawatan
Mandiri Pasien Tuberkulosis (n = 18)............................................87
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 KerangkaTeoriPenelitian Dorothea Orem.....................................37


Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian..........................................................38
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian dan Teori Keperawatan...................39
DAFTAR SKEMA

Skema 4.1 Proses Kegiatan Action Research dalam 1 Siklus.........................84


BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi akibat kontaminasi bakteri

yang menjadi perhatian dunia dan keadaan darurat secara global karena tingginya

angka infeksi dan kematiannya (WHO, 2018). Tuberkulosis mengandung bakteri

Mycobacterium Tuberculosis yang menular melalui droplet (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2017). Bakteri ini dapat menyebar ke berbagai

organ yang kaya akan oksigen seperti kelenjar getah bening di leher, pleura,

korteks renalis, plat pertumbuhan tulang, dan selaput otak namun mayoritas

bakteri ini menyerang paru-paru (Black & Hawks, 2014).

Prevalensi kasus tuberkulosis secara global terus meningkat dan negara-

negara dengan beban tuberkulosis yang tinggi pada tahun 2017 menyumbang 87%

dari semua yang dilaporkan di seluruh dunia. Negara-negara yang menyumbang

dua pertiga dari total global tersebut yaitu India (27%), Cina (9%), Indonesia

(8%), Filipina (6%), Pakistan (5%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%) dan Afrika

Selatan (3%) (WHO, 2018).

Kasus baru tuberkulosis di Indonesia adalah 6,7 juta yang diberitahukan

kepada National Tuberculosis Proggrame (NTPs) dan dikonfirmasi kepada WHO.

Jumlah tersebut, lebih dari 6,4 juta memiliki kejadian (kasus baru atau kasus

kambuh) dari tuberkulosis. Jumlah secara global dari kasus baru dan kasus

kambuh yang diberitahukan dalam tingkat pemberitahuan per 100.000 penduduk

telah meningkat sejak 2013 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).


Kementerian Kesehatan Indonesia tahun 2017 menyebutkan bahwa penyebaran

kasus tuberkulosis di Indonesia tersebar di berbagai provinsi termasuk Sumatera

Utara. Angka kasus baru tuberkulosis dengan BTA positif di Sumatera Utara

tahun 2016 mencapai 105 kasus per 100.000 jumlah penduduk yang tersebar di

beberapa Kabupaten/Kota. Penemuan kasus baru di Kota Medan berada pada

tingkat pertama yaitu mencapai 3.006 kasus per 100.000 jumlah penduduk yang

diikuti Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun dan salah satu

Puskesmas yang memiliki angka penemuan yang tertinggi kasus tuberkulosis

adalah Puskesmas Sentasa Baru, Medan (Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2017).

Penanggulangan tuberkulosis di Indonesia tercantum dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016, pada Bab II Pasal 3

Nomor 2 menyebutkan bahwa target dan strategi penanggulangan tuberkulosis

secara nasional adalah eliminasi tuberkulosis pada tahun 2035 dan Indonesia

bebas tuberkulosis pada tahun 2050 (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67

Tahun 2016). Setiap provinsi dan kabupaten/kota menetapkan angka keberhasilan

pengobatan (success rate). Angka keberhasilan pengobatan secara nasional harus

mencapai 85% sedangkan Provinsi Sumatera Utara menetapkan target

keberhasilan pengobatan sebesar 96,19% namun saat ini belum mencapai target

angka keberhasilan pengobatan tersebut karena angka keberhasilan masih di

angka 83,62% (Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2017).

Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis tahun 2014 menyebutkan

bahwa upaya yang dilakukan pemerintah dalam mencapai angka keberhasilan

yaitu melakukan promosi kesehatan tentang tuberkulosis kepada keluarga dan

masyarakat, mengendalikan faktor resiko dengan memberikan suntik BCG kepada


bayi untuk mencegah penularan dan meningkatkan kekebalan tubuh, strategi

TOSS TB (Temukan Obati Sampai Sembuh Tuberkulosis), dan pemberian OAT

(Obat Anti Tuberkulosis) secara gratis serta kesuksesan pengobatan tuberkulosis

dapat dicapai dengan melaksanakan Strategi Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis seperti peningkatan kemandirian pasien dalam melaksanakan

pengobatan tuberkulosis dan melakukan penguatan manajemen program

tuberkulosis.

Penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko, Gompelman, Dijkers and

Werf (2009) mengatakan strategi penanggulangan tuberkulosis tidak dapat

berjalan sesuai rencana karena banyak faktor yang mempengaruhi pengobatan

tuberkulosis antara lain adanya perasaan sembuh yang dirasakan pasien, kondisi

ekonomi, kurangnya dukungan keluarga dan komunitas, dan gagalnya perawatan

mandiri yang dilakukan pasien tuberkulosis.

Penelitian yang dilakukan oleh Media (2011) menyebutkan aspek

perawatan mandiri yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kesembuhan

tuberkulosis adalah aspek minum obat rutin, aspek nutrisi, aspek penanganan

stres, aspek pencegahan penularan, dan aspek aktivitas serta istirahat dan hal ini

dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, tingkat pendidikan, dan budaya

masyarakat sedangkan kegiatan perawatan mandiri yang dilakukan pasien antara

lain manajemen minum obat, pencegahan penularan, pengaturan nutrisi, aktivitas

dan latihan serta pengelolaan stres (Nursasi, 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Made and Ni Luh (2010) mengatakan

penderita tuberkulosis yang mangkir terhadap pengobatan terdapat sebanyak 36

(12,9%) sedangkan angka yang baik tersebut harus di bawah 5% dan terdapat
86,7% penderita tuberkulosis mengeluhkan efek samping obat tuberkulosis seperti

masalah pencernaan, gatal pada kulit, biaya pengobatan dan over-estimate sebagai

pengebab mangkir dalam pengobatan. Hal ini dapat diatasi dengan pengobatan

yang gratis melalui program pemerintah serta efek samping yang dapat diatasi

dengan farmakologi dan nonfarmakologi.

Pasien tuberkulosis dapat dibantu dalam menjalankan perawatan melalui

memberikan dukungan perawatan mandiri, membantu keluarga dan pasien dalam

mengatasi permasalahan kehidupan sehari-hari dan penyakit serta mengurangi

komplikasi dan gejala yang timbul (Andrade et al.,2016). Dukungan dalam

melakukan perawatan mandiri oleh pasien tuberkulosis dapat diperoleh dari

pemberdayaan keluarga (Marwansyah & Sholikhah, 2015), program dukungan

sosial (Davtyan et al.,2015), peran perawat dalam menjalankan program

pengobatan tuberkulosis (Carlsson, Johansson, Paul,& Kaboru, 2014), dan

keinginan sembuh dari pasien tersebut (Serapelwane, Mansselesele,& Masilo,

2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Muhtar (2013), self care (perawatan

mandiri pasien tuberkulosis sebelum dilakukan intervensi peningkatan self care

terdapat perawatan mandiri pasien yang kurang memadai dalam proses

penyembuhan dan hal ini dapat berpengaruh terhadap kegagalan dalam proses

keberhasilan pengobatan. Kegagalan perawatan mandiri pasien ini dipengaruhi

ketidakpahaman pasien dalam melakukan perawatan mandiri seperti kurangnya

pengetahuan pasien tentang TB (Wilson et al., 2016) dan kegagalan pengobatan

berkelanjutan di rumah (Widjanarko, Gompelman, Dijkers, & Werf, 2016).


Perawatan mandiri oleh pasien merupakan salah satu kemampuan individu

dalam melakukan perawatan diri yang dapat dikerjakan secara mandiri oleh pasien

tersebut (Muhtar, 2013). Pasien tuberkulosis tidak mengetahui perawatan mandiri

karena rendahnya pengetahuan akan perawatan mandiri yang dimiliki pasien

(Wilson et al., 2016) sehingga ini menjadi barier dalam proses penyembuhan

pasien (Widjanarko et al.,2016).

Pengobatan rutin menjadi salah kunci keberhasilann pengobatan TB yang

harus dipahami oleh pasien dan dapat dilakukan di rumah ( Mokgothu, Plesis, &

Koen, 2015). Tuberkulosis yang gagal dalam proses pengobatan akan

berpengaruh terhadap penyembuhan pasien (Pinto et al., 2016) sehingga masalah

baru akan muncul seperti multidrugresistence (Tankimovich, 2013). Pasien

tuberkulosis yang mengalami multidrugresistence menjadi masalah baru karena

penanganan yang akan dijalani pasien tersebut lebih kompleks (Sukumani,

Lebese, Khoza, & Risenga, 2012). Proses pengobatan tuberkulosis menjadi

perhatian keluarga dan pasien di rumah (Mokgothu et al., 2015) dan selain

pengobatan tersebut kegagalan pemenuhan nutrisi pasien tuberkulosis menjadi

masalah bagi pasien tuberkulosis di rumah (Andrade et al., 2016).

Pemenuhan nutrisi yang buruk menjadi faktor pencetus kegagalan

penyembuhan pasien tuberkulosis (Carlsson et al., 2014). Nutrisi yang terpenuhi

menjadi perhatian dalam perawatan mandiri pasien (Pinto et al., 2016). Nutrisi

pasien tuberkulosis dipenuhi untuk menyeimbangkan kebutuhan nutrisi (Nagpal,

Devgun, & Chawla, 2014). Dukungan keluarga dalam memenuhi nutrisi pasien

tuberkulosis sangat dibutuhkan pasien tuberkulosis (Serapelwane et al., 2016).


Penelitian yang dilakukan Nursasi (2014) mengatakan pasien tuberkulosis

yang tidak dapat melakukan perawatan mandiri di rumah dalam penanganan

psikologis akan berpengaruh terhadap masalah sosial dan psikologis serta stigma

terhadap pasien tuberkulosis tersebut dan pasien tuberkulosis akan mengisolasikan

diri, tidak meneruskan pengobatan dan mengalami resistensi terhadap obat serta

menimbulkan penyakit psikosomatis seperti depresi, gastritis, dan tekanan darah

tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Serapelwaneet al. (2016) mengatakan

proses pengobatan tuberkulosis membutuhkan dukungan dari keluarga,

profesional pemberi asuhan dari tim kesehatan dalam hal pengobatan

berkelanjutan di rumah, pemenuhan nutrisi di rumah dan dukungan psikologis

dari keluarga terdekat pasien. Dukungan yang diberikan kepada pasien

tuberkulosis akan meningkatkan perawatan mandiri (self care) pasien dalam

melanjutkan pengobatan sampai tuntas (Muhtar, 2013).

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional diharapkan mampu

memfasilitasi pasien dalam melakukan perawatan mandiri di rumah sehingga

keberhasilan pengobatan dan kualitas hidup pasien tuberkulosis jauh lebih

maksimal di masyarakat. Pemberian informasi yang jelas tentang perawatan

mandiri pasien tuberkulosis sesuai dengan yang dikemukakan oleh Dorothea E

Orem bahwa perawatan diri pasien adalah kegiatan praktik yang yang

mendewasakan diri sendiri dalam melakukan perawatan sendiri dalam rangka

kepentingan mempertahankan hidupnya, memfungsikan kesehatan, melanjutkan

pengembangan pribadi, dan kesejahteraan dalam memenuhi syarat yang dikenal

untuk pengaturan fungsional dan perkembangan (Orem, 2012).


Angka penemuan kasus tuberkulosis di kota Medan berdasarkan profil

kesehatan Sumatera Utara mengalami peningkatan yang tersebar di wilayah Kota

Medan. Salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menemukan kasus

baru tuberkulosis adalah Puskesmas Sentosa baru, Medan. Hal ini terjadi karena

ketidakberhasilan perawatan mandiri (self care) yang berkelanjutan setelah

mendapat pengobatan awal dari puskesmas, rumah sakit maupun praktek klinik.

Kegagalan pengobatan ini menjadi perhatian bagi peneliti untuk melakukan aksi

di Kota Medan khususnya menggali permasalahan tentang perawatan mandiri

pasien tuberkulosis. Pasien tidak dibekali informasi perawatan mandiri di rumah

setelah mendapat pengobatan awal dari pusat kesehatan di Kota Medan.

Puskesmas Sentosa Baru, Medan menjadi perhatian peneliti karena angka

penemuan kasus tuberkulosis yang tinggi.

Permasalahan

Masalah dalam penelitian merupakan kesenjangan antara pengetahuan

dengan praktek (Bruns &Grove, 2010). Peratuhan pemerintah tentang pencegahan

dan penanggulangan tuberkulosis sudah jelas diatur dalam undang-undang, serta

pelayanan obat tuberkulosis sudah dilayani secara gratis dan fasilitas kesehatan

yang menangani tuberkulosis sudah ada, namun hal ini belum cukup

mengantisipasi angka prevalensi tuberkulosis di Indonesia.

Rahman et al. (2016) mengatakan informasi yang didapat pasien

tuberkulosis setelah pulang dari rumah sakit masih rendah sehingga menghambat

keberhasilan kelanjutan pengobatan setelah di rumah. Penelitian yang dilakukan

oleh Serapelwane et al. (2016) mengatakan hubungan antara perawat dan pasien
tuberkulosis dalam hal keberlanjutan pengobatan sangat rendah sehingga menjadi

penghambat dalam keberhasilan pengobatan tuberkulosis.

Data temuan kasus di Kota Medan menunjukkan angka penemuan kasus di

Kota Medan khususnya Puskesmas Sentosa Baru, Medan masalah dalam

pemberian informasi kelanjutan perawatan mandiri oleh pasien tuberkulosis.

Perawat tidak menjelaskan tentang perawatan mandiri (self care) pasien

tuberkulosis yang harus dilakukan di rumah setelah pulang dari rumah sakit.

Informasi yang diberikan oleh perawat hanya sebatas kepatuhan pengobatan tanpa

memberikan informasi perawatan mandiri lainnya seperti pemenuhan nutrisi,

penanganan stress, dan pencegahan penularan tuberkulosis.

Tujuan Penelitian

Penelian ini bertujuan untuk mengembangkan panduan perawatan mandiri

berbasis self care agency pada pasien tuberkulosis.

Manfaat Penelitian

Fasilitas Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan suatu panduan perawatan

mandiri pasien tuberkulosis yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perawatan

mandiri pasien tuberkulosis yang terintegrasi sesuai standar pelayanan

tuberkulosis secara nasional. Panduan yang tercipta dapat digunakan untuk

meningkatkan mutu pelayanan khususnya keberlanjutan pengobatan pasien

tuberkulosis di rumah.
Praktik keperawatan

Hasil penelitian ini memberikan kontribusi kepada profesional pemberi

asuhan khususnya perawat komunitas untuk memberikan panduan perawatan

mandiri kepada pasien tuberkulosis di rumah sehingga keberhasilan pengobatan

dapat dilakukan sampai tuntas.

Pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini menghasilkan panduan perawatan mandiri yang dapat

digunakan kepada peserta didik untuk memberikan edukasi kepada pasien

tuberkulosis.

Penelitian pendidikan

Penelitian ini akan menjadi salah satu data riset keperawatan yang dapat

dikembangkan dalam riset keperawatan dan menjadi masukan untuk penelitian

selanjutnya.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Tuberkulosis

Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) (Centers for Disease Control and

Prevention/CDC, 2013). Mycobacterium tuberculosis suatu bakteri aerob yang

tahan asam (acid-fast bacillus) dengan inhalasi partikel kecil dengan diameter 1-

5mm yang dapat menyerang berbagai organ yang kaya akan oksigen seperti

kelenjar getah bening di leher, pleura, korteks renalis, plat pertumbuhan tulang,

dan selaput otak dan mayoritas menyerang alveolus pada paru-paru (Black &

Hawks, 2014).

Cara Penularan

Kuman tuberkulosis umumnya ditularkan dari penderita ke orang lain

melalui udara pernapasan.M.Tuberculosismenyebar melalui droplet di udara yang

disebut percikan dahak (droplet nuclei), dengan diameter 1–5 mikron. Droplet

yang sangat kecil tersebut dihasilkan ketika orang-orang yang menderita penyakit

paru-paru atau laringeal mengalami batuk, bersin, berteriak, atau bernyanyi.

Partikel-partikel kecil ini dapat tetap menggantung di udara selama beberapa jam.

M. tuberculosis ditularkan melalui udara, bukan melalui kontak permukaan.

Penularan terjadi ketika seseorang menghirup percikan dahak yang mengandung

M. tuberculosis, dan percikan dahak melintasi mulut atau saluran hidung, saluran
pernapasan bagian atas, dan bronkus untuk mencapai alveoli paru-paru. Kuman

setelah terhisap akan berkumpul di bronkiolus respiratorius distal atau alveolus

yang terletak pada sub pleura dan makrofag alveolar akan memfagosit kuman

namun makrofag tidak mampu melisiskan bakteri sehingga bakteri berkembang

dalam makrofag yang kemudian terjadi perpindahan makrofag yang berisi kuman

Mycobacterium tuberculosis masuk ke sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh

tubuh (CDC, 2013).

Penularan biasanya terjadi dalam ruangan, dimana percikan dahak berada

dalam waktu yang lama. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh jumlah

kuman yang dikeluarkan dari parunya. Semakin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak maka makin tinggi penularan pasien tersebut (Black &

Hawks, 2014).

Ada empat faktor yang menentukan kemungkinan penularan M.

Tuberculosis yaitu (CDC,2013):

a. Kerentanan/status kekebalan

Kerentanan (status kekebalan) dari individu yang terpapar.

b. Penyakit menular

Penyakit menular pada orang dengan penyakit TBC secara langsung berkaitan

dengan jumlah basil tuberkulosis yang terhembus ke udara. Orang yang

mengeluarkan banyak basil tuberkulosis lebih menular daripada pasien yang

mengeluarkan sedikit atau tidak ada bacilli.

c. Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi konsentrasi organisme M.

tuberculosis.
d. Paparan

Jarak, frekuensi, dan durasi paparan.

Faktor Lingkungan yang meningkatkan probabilitas penularan

M.tuberculosis adalah (CDC, 2013) :

a. Konsentrasi percikan dahak TB

Semakin banyak percikan dahak di udara, semakin tinggi

M. tuberculosis akan ditularkan.

b. Ruang

Paparan dalam ruang tertutup kecil.

c. Ventilasi

Ventilasi lokal atau umum yang tidak memadai yang menghasilkan

pengenceran atau pengangkatan inti droplet infeksi yang tidak memadai.

d. Sirkulasi udara

Resirkulasi udara mengandung inti droplet yang menular.

e. Penanganan spesimen

Prosedur penanganan spesimen yang tidak tepat yang menghasilkan inti

droplet yang infeksius.

f. Tekanan udara

Tekanan udara positif di ruang pasien infeksi yang menyebabkan

M. tuberculosis organisme mengalir ke daerah lain.

Jarak dan panjang faktor paparan yang dapat mempengaruhi

transmisi M. tuberculosis adalah :

a. Durasi paparan seseorang dengan TB infeksius

Semakin lama durasi eksposur, semakin tinggi risikonya untuk transmisi.


b. Frekuensi pajanan terhadap orang yang menular

Semakin sering terpapar, semakin tinggi risikonya untuk transmisi.

c. Kedekatan fisik dengan orang yang menular

Semakin dekat jaraknya, semakin tinggi risikonya untuk transmisi.

Manifestasi Klinis

Deteksi dan diagnosis TB dicapai melalui temuan pemeriksaan subjektif

dan hasil pengujian objektif. Manifestasi klinis tuberkulosis adalah (Black &

Hawks, 2014) :

1) Gejala Respiratorik :

a. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkhus. Batuk terjadi untuk

membuang atau mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk

kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum).

b. Sesak napas terjadi karena infiltrasi radang sudah mencapai setengah

paru-paru.

c. Nyeri dada timbul jika infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga

menimbulkan pleuritis

2) Gejala Sistemik :

a. Malaise ditemukan berupa nafsu makan menurun, penurunan berat

badan, berkeringat pada malam hari walaupun tanpa kegiatan, sakit

kepala, nyeri otot badan lemah dan lesu.

b. Demam subfebris, febris (40-41oC) yang berulang lebih dari sebulan.

c. Penderita TB ekstraparu mempunyai keluhan/gejala terkait dengan

organ yang terkena misalnya :


a) Pembesaran getah bening

b) Nyeri dan pembengkakan sendi yang terkena TB

c) Sakit kepala, demam, kaku kuduk dan gangguan kesadaran apabila

selaput otak atau otak terkena TB

d) Sianosis, sesak napas, dan kolaps merupakan gejala atelektasis.

Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernapas dan jantung

terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, tampak bayangan

hitam dan difragma menonjol ke atas pada sisi yang sakit

Tabel 2.1Perbedaan pada fase tuberkulosis


Early Infection Early Primary Late Primary Latent
Progressive Progressive
(Active) (Active)
a. Sistem imun a. Sistem imun tidak a. Batuk menjadi a. Mycobakteria
melawan mengontrol infeksi produktif bertahan di tubuh
infeksi awal b. Tanda dan b. Tidak ada tanda
b. Infeksi b. Terjadi inflamasi gejala lebih dan gejala yang
biasanya terjadi jaringan sebagai terjadi
tanpa tanda c. Pasien selalu tanda perkembangan c. Pasien tidak
atau gejala atau gejala non penyakit merasa sakit
c. Pasien mungkin spesifik (cth. c. Pasien d. Pasien rentan
demam, kelelahan, mengalami terhadap aktif
limfadenopati kehilangan berat kehilangan berat kembalinya
paratrakeal, badan, demam) badan progresif, penyakit
atau dispnea d. Batuk non rales, anemia e. Lesi pengapuran
d. Infeksi produktif d. Temuan pada granulomatosa
mungkin hanya e. Diagnosis sulit: rontgen dada dan menjadi
subklinis dan temuan pada normal fibrotik, menjadi
mungkin tidak rontgen dada dapat e. Diagnosis tampak pada
berkembang normal dan melalui kultur rontgen dada
menjadi sputum negatif sputum f. Infeksi dapat
penyakit aktif terhadap muncul kembali
mycobakteria ketika terjadi
imunosupresi

Sumber : Perbedaan pada fase tuberkulosis (Zumla, Raviglione, Hafner, & Reyn,
2013)
Diagnosis Tuberkulosis

a. Infeksi laten

Skreening dan pengobatan untuk infeksi M. tuberculosis laten

diindikasikan untuk kelompok dimana prevalensi infeksi laten tinggi (contoh.

orang asing yang berasal dari daerah endemik tuberkulosis), kelompok dengan

resiko tinggi berulang kembalinya penyakit (cth. pasien dengan infeksi HIV atau

diabetes dan pasien yang menerima terapi imunosupresi), dan kelompok dengan

kedua faktor tersebut (cth. interaksi dengan pasien tuberkulosis). Infeksi laten

dapat didiagnosa dengan tes kulit tuberkulin atau menguji kadar pelepasan

interferon-gamma. Tes kulit tuberkulin lebih murah dan oleh karena itu

dianjurkan pada daerah ekonomi rendah. Sensitifitas tes kulit tuberkulin sama

dengan uji kadar pelepasan interferon-gamma tetapi kurang spesifik (Zumla, et al.,

2013).

b. Tuberkulosis aktif

Kultur dan mikroskopik sputum pada medium cair dengan uji kerentanan

obat berikutnya adalah rekomendasi sebagai metode standar untuk mendiagnosa

tuberkulosis aktif. Uji kada interferon-gamma dan tes kulit tuberkulin tidak

memiliki peranan dalam diagnosa penyakit aktif. Tes amplikasi asam nukleat,

citraan, dan pemeriksaan histopatologi dari sampel biopsi mendukung evaluasi.

Diagnostik molekular baru yang disebut uji sesitifitas Xpert MTB/RIF mendeteksi

M. tuberculosis komplek dalam 2 jam, dengan uji sensitifitas yang lebih tinggi

dari usapan mikroskopi. Uji molekular ini potensial untuk meningkatkan (Zumla

et al., 2013).
c. Drug-resistant tuberculosis

Standar terkini uji kerentanan obat utama merupakan sistem kultur liquid

otomatis, yang membutuhkan 4 sampai 13 hari untuk hasilnya. Dalam 2 jam, uji

kadar Xpert MTB/RIF secara bersamaan memberi hasil terhadap resistensi

rifampin, mewakili multidrug resistant tuberkulosis pada tempat dimana

prevalensi tinggi dari resistensi obat, sejak resistensi rifampin pada ketiadaan

resistensi isoniazid luar biasa (Zumla et al., 2013).

Modifikasi uji kadar telah diperkenalkan untuk menurunkan kesalahan

positif WHO telah merekomendasikan bahwa ketika uji kerentanan obat

dilakukan diwaktu yang sama juga dilakukan uji kadar Xpert MTB/RIF untuk

mengkonfirmasi resistensi rifampicin dan kerentanan M.tuberculosis terhadap

obat lain. Uji skreening lain untuk resistensi obat yaitu uji kadar microscopic-

observation drug-susceptibility (MODS), uji kadar nitrat reduktase, dan metode

reduktase colorimetric. Uji kadar MODS secara simultan mendeteksi M.

tuberculosis bacilli, pada dasar pembentukan ikatan, resistensi isoniazid dan

rifampicin. Sejak hampir semua dari metode ini tidak tersedia di negara-negara

dimana tuberkulosis endemik tinggi, diperkirakan hanya 10% kasus

multidrugresistant TB terdiagnosa di seluruh dunia dan hanya setengahnya yang

menerima pengobatan yang tepat (Zumla et al., 2013).

Pencegahan Tuberkulosis
Pencegahan dilakukan untuk mengurangi resiko terjangkit virus

Tuberkulosis. Pencegahan dilakukan oleh semua tingkat kesehatan baik tenaga

kesehatan, penderita, maupun masyarakat sekitar penderita.

1) Pencegahan oleh petugas kesehatan

Memberikan vaksin imunisasi BCG secara rutin kepada balita, tujuannya

untuk mecegah terjadinya kasus infeksi TB yang lebih berat.

Menggunakan masker khusus dengan efisiensi tinggi yaitu N95 atau FFP2

(health care particular respirator) untuk melindungi dari partikel melalui

udara, menggunakan sarung tangan, mencuci tangan secara hands scrub

setelah kontak dengan pasien TB.

2) Pencegahan dilakukan pasien TB

a. Tidak bepergian ke manapun selama beberapa minggu menjalani

pengobatan, sebagai usaha pencegahan TB agar tidak menular.

b. Sifat kuman (bakteri) TB adalah memiliki kemampuan menyebar lebih

mudah di dalam ruangan tertutup, sehingga penderita TB perlu berada

di ruangan dengan sirkulasi udara yang baik dengan memperhatikan

ventilasi udara. Buka ventilasi ruangan untuk sirkulasi udara kurang,

agar udara segar dapat masuk dan menggantikan udara yang ada di

dalam ruangan atau kamar tidur.

c. Menghindari udara dingin dan berusaha agar selalu terpancar sinar

matahari.

d. Selalu menggunakan masker. Hal ini merupakan langkah pencegahan

TB secara efektif dan buanglah masker yang telah digunakan pada


tempat yang aman dan tepat dari kemungkinan terjadinya penularan

TB ke lingkungan sekitar.

e. Jangan meludah sembarang tempat, meludah hendaknya pada wadah

atau tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan atau air sabun.

f. Tidak menggunakan barang atau alat bersama. Semua barang yang

digunakan penderita TB harus terpisah dan tidak boleh digunakan oleh

orang lain baik keluarga maupun teman.

g. Mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak kadar karbohidrat

dan protein tinggi.

3) Pencegahan untuk keluarga

Pencegahan penularan TB Paru keluarga sangat berperan penting, karena

salah satu tugas dari keluarga adalah melakukan perawatan bagi anggota

keluarga yang sakit dan mencegah penularan pada anggota keluarga yang

sehat34. Pencegahan yang dilakukan keluarga meliputi :

a. Keluarga harus memiliki pengetahuan tentang penyakit TB Paru

berupa penyebab TB Paru dan gejala TB Paru.

b. Keluarga memiliki pengetahuan tentang cara penularan TB Paru yaitu

melalui batuk langsung, makanan, pemakaian barang bersama,

percikan dahak penderita TB Paru, dan kebiasaan merokok.

c. Melakukan tindakan yang dapat mencegah penularan penyakit TB

Paru dalam keluarga seperti memisahkan makanan dengan penderita

TB Paru, memisahkan alat makanan dengan penderita TB Paru,

mengurangi kontak aktif dengan anggota keluarga lain dari penderita

TB Paru saat batuk, menghindari penularan melalui dahak penderita


TB Paru dengan mengingatkan pasien untuk tidak membuang dahak

sembarangan.

d. Membuka jendela rumah untuk membunuh kuman TB

e. Menjemur kasur pasien TB Paru untuk membunuh kuman TB yang

tertinggal pada kasur.

f. Mengingatkan penderita TB untuk menutup mulut saat batuk.

g. Menyediakan tempat khusus untuk membuang dahak bagi penderita

TB Paru.

h. Imunisasi BCG pada balita dirumah.

4) Pencegahan untuk masyarakat

a. Mengurangi kontak secara aktif pada penderita TB Paru saat batuk,

bersin, atau tertawa.

b. Menjaga standar hidup yang baik, dengan mengonsumsi makanan

bergizi, menjagalingkungan sehat, dan menjaga kebugaran tubuh

dengan berolahraga.

Pengobatan Tuberkulosis

a. Infeksi laten

Pasien dengan infeksi M. tuberculosis laten berisiko tinggi terhadap

tuberkulosis aktif sehingga memerlukan pengobatan preventif. Regimen yang

dianjurkan adalah isoniazid saja untuk 9 bulan atau durasi yang lebih lama pada

pasien yang terinfeksi HIV di daerah dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi.

Observasi langsung setiap minggu untuk pemberian isoniazid dan rifapentine

untuk 12 minggu telah menunjukkan keefektifan isoniazid saja pada dewasa tanpa
infeksi HIV di negara dengan beban tuberkulosis yang rendah. Pedoman WHO

terbaru merekomendasikan bahwa semua orang yang terinfeksi HIV dengan hasil

tes tuberkulin kulit positif atau tidak diketahui dan tanpa tuberkulosis aktif yang

tinggal di negara dengan beban tuberkulosis yang tinggi menerima terapi

pencegahan dengan isoniazid paling sedikit 6 bulan. Tiga regimen efektif untuk

mencegah tuberkulosis aktif pada orang yang terinfeksi HIV yaitu isoniazid yang

dikonsumsi setiap hari untuk 6 sampai 9 bulan, rifampin yang dikonsumsi setiap

hari untuk 3 bulan, dan rifampin dan isoniazid dua kali seminggu untuk 3 bulan.

Regimen yang berisi rifampin memiliki angka toksisitas obat yang lebih tinggi

dengan yang tidak berisi rifampin. Kesulitan mendiagnosa tuberkulosis aktif pada

pasien dengan koinfeksi HIV menyebabkan lambatnya terapi pencegahan

isoniazid pada praktik klinik. Hanya pasien dengan tes tuberkulin positif yang

menerima terapi pencegahan isoniazid sudah menurunkan angka tuberkulosis aktif

dan kematian, dan perlindungan terhadap tuberkulosis menurun dalam beberapa

bulan setelah berhentinya terapi isoniazid (Zumla et al., 2013).

b. Drug-sensitive active tuberculosis

Pengobatan tuberkulosis yang efektif membutuhkan diagnosis yang akurat

dan dini, skreening untuk resistensi obat dan HIV, pemberian regimen yang

efektif di bawah supervisi, dan adanya dukungan pada pasien untuk memenuhi

seluruh rangkaian pengobatan. Standar terbaru regimen pengobatan dengan empat

obat (isoniazid, rifampin, pyrazinamide, dan ethambutol) mencapai angka

kesembuhan lebih dari 95% pada kondisi percobaan dan lebih dari 90% pada

pengobatan dengan kelalaian program kontrol tuberkulosis. Pengobatan

membutuhkan minimum 6 bulan dengan 2 fase: 2 bulan dengan semua obat pada
fase intensif dan 4 bulan dengan isoniazid dan rifampin pada fase lanjutan. Faktor

risiko kekambuhan mencakup kavitasi, luasnya penyakit, imunosupresi, dan

kultur sputum yang tetap positif pada 8 minggu. Jika ada dari faktor risiko

tersebut, terapi dapat diperpanjang hingga 9 bulan (Zumla et al., 2013).

Tantangan terapi mencakup ketidakkonsistenan kualitas obat, kebutuhan

untuk menjamin pemberian obat diobservasi secara langsung dan bahwa

dukungan lain disediakan bagi pasien, gangguan pengobatan dan perubahan

regimen karena efek samping, efek toksik, interaksi farmakokinetik (terutama

dengan terapi antiretroviral pada pasien dengan koinfeksi HIV), dan isu

pemenuhan terapi terkait periode pengobatan yang (Zumla et al., 2013).

c. Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR TB)

Pengobatan MDR TB berdasarkan pada opini para ahli dan membutuhkan

ciptaan kombinasi regimen obat yang dipilih dari lima kelompok hirarki obat-

obatan dari garis pertama dan garis kedua. Terapi berkaitan dengan risiko tinggi

terhadap intoleransi dan efek toksik serius. Regimen dapat dipilih berdasarkan

standar atau empiris dan kemudian diganti pada terapi individu setelah data

dianggap uji kerentanan obat menjadi ada. Akan tetapi, uji kerentanan obat yang

reliabel tidak secara luas tersedia ada di daerah dimana endemik tuberkulosis,

terutama pada obat garis kedua (Zumla et al., 2013).

Pedoman pengobatan WHO untuk MDR TB merekomendasikan bahwa

pada fase intensif terapi diberikan paling sedikit 8 bulan. Fluoroquinolone dan

agen yang dapat diinjeksikan secara rutin dimasukkan untuk menghasilkan

regimen dengan sedikitnya empat obat pada garis kedua yang akan memiliki

kepastian dan hampir pasti efektif, seperti pyrazinamide. Terapi harus diberikan
untuk sekurangnya 20 bulan pada pasien yang tidak menerima pengobatan untuk

MDR TB sebelumnya dan sampai 30 bulan bagi mereka yang sudah menerima

pengobatan sebelumnya (Zumla et al., 2013).

Sebuah penelitian observasional menunjukkan bahwa regimen yang lebih

pendek, dengan pengobatan yang diberikan 9 sampai 12 bulan, memiliki efikasi

yang dapat diterima dan beberapa reaksi merugikan pada populasi dengan pajanan

terhadap obat garis kedua. Regimen ini lebih luas dievaluasi terus menerus dengan

regimen pengobatan standar pada pasien dengan MDR TB. Sejak hampir semua

obat yang direkomendasikan memiliki efek samping yang serius yang membuat

kesulitan pada pengobatan, kosultasi pada para ahli selalu disarankan untuk

pengobatan MDR TB (Zumla et al., 2013).

Pengobatan TB adalah pengobatan jangka panjang, biasanya selama 6-9

bulan dengan paling sedikit 3 macam obat. Pengobatan simtomatik diberikan

untuk meredakan batuk, menghentikan perdarahan dan keluhan lainnya,

sedangkan pengobatan suportif diberikan untuk meningkatkan kondisi kesehatan

dan daya tahan tubuh penderita.

1. Klasifikasi pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

a. Pasien baru

Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau

sudah penah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan.

b. Pasien yang pernah diobati

Pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih,

yang diklasifikasikan menjadi :


1) Pasien kambuh

Pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

dan saat pemeriksaan bakteriologis atau klinis terdiganosis TB.

2) Pasien yang diobati kembali setelah gagal

Pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan

terakhir

3) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow up)

4) Pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up.

5) Lain-lain adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir

pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

2. Hasil pengobatan pasien TB

a. Sembuh

Pasien telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan

apusan dahak ulang (follow up) hasilnya negatif pada akhir pengobatan

dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.

b. Pengobatan lengkap

Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi

tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada akhir pengobatan

dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.

c. Gagal

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya positif atau kembali menjadi

positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan, atau kapan saja
apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang

menunjukkan adanya resistensi OAT.

d. Meninggal

Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan dalam masa pengobatan

karena sebab apapun.

e. Putus berobat (lost to follow-up)

Pasien yang tidak berobat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum

masa pengobatannya selesai.

f. Pindah (transfer out)

Pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register) lain dan

hasil pengobatannya tidak diketahui.

g. Tidak dievaluasi

Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya.

3. Tahapan pengobatan TB Paru antara lain :

a. Tahap awal

Pengobatan diberikan setiap hari. Pengobatan pada tahap ini dimaksudkan

untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh

pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang

mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.

Pengobatan pada tahap awal diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya

dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya

penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.


b. Tahap lanjut

Pengobatan pada tahap ini bertujuan untuk membunuh sisa-sisa kuman

yang masih ada dalam tubuh, khususnya kumanpersister sehingga pasien

dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan30.Diberikan tiga kali

dalam seminggu selama 4 bulan (4 H3R3), diminum sebanyak 48

kali.Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yaitu :

Tabel 2.2 Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


Jenis Sifat Efek Samping
Isoniazid (H) Bakteriosidal Neuropati perifer, psikosis toksik,
gangguan fungsi hati, kejang
Rifampisin (R) Bakteriosidal Flu syndrome, gangguan
gastrointestinal. Urine berwarna merah,
gangguan fungsi hati, trombositopeni,
demam, skin rash, sesak nafas, anemia
hemolitik
Pirazinamis (Z) Bakteriosidal Gangguan gastrointestinal, gangguan
fungsi hati, gout artritis
Streptomisin (S) Bakteriosidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan
keseimbangan dan pendengaran,
renjatan anafilaktik, anemia,
agranulositosis, trombositopeni
Etambutol (E) Bakteriosidal Gangguan penglihatan, buta warna,
neuritis perifer
Sumber : Pedoman Pelayanan Tuberkulosis

4. Panduan OAT

1. Kategori I : 2(HRZE)/4(HR)331

Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan diminum setiap hari

secara intensif sebanyak 60 kali. Diberikan untuk pasien TB Paru BTA

positif, pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif, dan pasien TB

ekstra paru.
2. Kategori II : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Paduan OAT diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati

sebelumnya, pasien kambuh, pasien gagal pada pengobatan dengan paduan

OAT kategori sebelumnya, pasien yang diobati kembali setelah putus

berobat (lost to follow up).

3. Kategori anak : 2 (HRZ)/4 (HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR

OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk

mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman

intraseluler dan ekstraseluler.

4. Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT sama dengan panduan paket untuk tahap intensif

kategori 1, diberikan selama sebulan atau 28 hari.

5. Penatalaksanaan efek samping obat

Secara umum efek samping yang terjadi pada pasien berupa efek samping

ringan dan efek samping berat.Efek samping ini disebabkan oleh konsumsi obat

anti tuberculosis. Pada pasien dengan efek samping ringan tetap dilanjutkan

pengobatan dan diberikan petunjuk cara mengatasi efek samping tersebut atau

pengobatan tambahan untuk menghilangkan keluhannya.

Efek samping ringan obat anti tuberkulosis adalah sebagai berikut:

a. Tidak nafsu makan, mual, dan sakit perut

Keluhan tidak nafsu makan, mual, dan sakit perut disebabkan oleh

penggunaan obat jenis H, R, dan Z. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan

untuk mengurangi keluhan tersebut adalah dengan meminum OAT

sebelum tidur. Jika keluhan masih ada dapat diminum dengan sedikit
makanan. Jika keluhan bertambah berat disertai muntah segera rujuk ke

dokter.

b. Nyeri sendi

Nyeri sendi dapat terjadi karena penggunaan jenis obat Z. Hal ini dapat

diatasi dengan aspirin, parasetamol, atau obat anti radang non steroid.

Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah dengan berolahraga seperti

senam, lari kecil, atau berjalan.

c. Kesemutan sampai dengan rasa terbakar di telapak kaki atau tangan

Keluhan ini disebabkan jenis obat H. Kesemutan dapat diatasi dengan

pemberian vitamin B6 50-75mg per hari.

d. Warna kemerahan pada urin

Warna merah pada urine disebabkan jenis obat R. Hal ini tidak berbahaya

dan tidak perlu diberi obat penawar tetapi perlu pejelasan yang jelas

kepada pasien

e. Flu sindrom

Flu sindrom seperti demam, menggigil, lemas, sakit kepala dan nyeri

tulang, disebabkan karena jenis obat R dengan dosis intermiten.Untuk

mengatasi efek samping, dosis pemberian R diubah dari intermiten

menjadi setiap hari.

6. Efek samping berat pada obat anti tuberkulosis adalah sebagai berikut :

a. Bercak kemerahan pada kulit (rash)

Pasien mengeluh gatal tanpa rash dan tidak ada penyebab lain, maka

diberikan pengobatan simtomatis dengan antihistamin serta pelembab

kulit. Pengobatan OAT tetap dilanjutkan dengan pengawasan ketat. Jika


pasien mengeluh gatal dan terjadi rash, OAT dihentikan, rujuk kepada

dokter atau fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.Kemudian dilakukan

“Drug Challenging”,OAT diberikan kembali setelah reaksi dapat teratasi.

Pemberian OAT secara bertahap satu persatu mulai dari dosis yang paling

kecil, dosis ditingkatkan dalamwaktu 3 hari.Apabila tidak terjadi reaksi,

ditambahkan 1 macam OAT. Jika timbul reaksi setelah diberikan OAT

tertentu, menunjukkan bahwa OAT tersebut adalah penyebab reaksi pada

kulit. Pengobatan dapat dilakukan tanpa menggunakan OAT tersebut.

b. Gangguan pendengaran dan gangguan keseimbangan

Gangguan terjadi disebabkan oleh jenis obat S. OAT jenis S lalu

dihentikan untuk mengatasi gangguan pendengaran dan keseimbangan,

pengobatan dilanjutkan tanpa OAT S.

c. Gangguan penglihatan

Gangguan terjadi disebabkan oleh jenis obat E. OAT jenis E lalu

dihentikan untuk mengatasi gangguan penglihatan, pengobatan dilanjutkan

tanpa OAT E.

d. Gangguan fungsi hati

Pemeriksaan fungsi hati dapat diketahui melalui pemeriksaan : SGOT,

SGPT, dan bilirubin untuk mengetahui penyakit penyerta atau efek

samping pengobatan. Pengobatan dilakukan sampai fungsi hati membaik

dan keluhan mual, sakit perut, ikterus, dan lemas telah hilang, dan

pemeriksaan palpasi hati sudah tidak teraba.


e. Ikterus

Ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap awal dengan H, R, Z, E, setelah

gangguan fungsi hati dapat diatasi, pengobatan dianjutkan namun Z

diganti dengan S selama 2 bulan, dilanjutkan pengobatan H dan R selama

6 bulan.Apabila ikterus terjadi pada pengobatan tahap lanjutan, setelah

gangguan fungsi hati dapat diatasi, pengobatan H dan R dilanjutkan

selama 4 bulan.

f. Purpura, renjatan (syok), gagal ginjal akut

Gangguan terjadi disebabkan oleh jenis obat R. OAT jenis R lalu

dihentikan. Untuk mengetahui fungsi ginjal dilakukan pemeriksaan

laboatorium ureum, kreatinin, dan gula darah , serta asam urat.

g. Penurunan produksi urine

OAT jenis S dihentikan.

Perawatan Mandiri (Self Care)

Landasan Teori Self Care menurut Orem dalam Proses Keperawatan

Keperawatan mandiri (selfcare) menurut Orem adalah suatu pelaksanaan

kegiatan yang dilakukan oleh individu itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan

guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya sesuai

keadaan, baik sehat maupun sakit. Pada dasarnya diyakini bahwa semua manusia

itu mempunyai kebutuhan-kebutuhan perawatan mandiri dan mereka mempunyai

hak untuk mendapatkan kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu.

Kondisi klien yang dapat mempengaruhi self-care dapat berasal dari

faktor internal(dari dalam diri individu) dan eksternal (dari luar diri individu),
faktor internal meliputi usia, tinggi badan, berat badan, budaya/suku, status

perkawinan, agama, pendidikan dan pekerjaan. Adapun faktor luar meliputi

dukungan keluarga dan budaya masyarakan dimana klien tinggal.

Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi

kebutuhan perawatan dari klien untuk menerapkan kemandirian dan kesehatan

yang optimal, Orem mengembangkan teori yang saling berhubungan yaitu teori

“Self Care Deficit”, Teori “Self Care”, dan teori “Nursing System”, ketiga teori

tersebut berfokus pada manusia menyeimbangkan kehidupan, kesehatan dan

kesejahteraannya dengan merawat diri mereka sendiri.

1. Teori Self care Deficite

Self care defisitmerupakan bagian penting dalam perawatan secara umum

di mana segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat perawatan

dibutuhkan. Keperawatan dibutuhkan seseorang pada saat tidak mampu atau

terbatas untuk melakukan self carenya secara terus menerus. Inti dari teori ini

menggambarkan manusia sebagai penerima perawatan yang tidak mampu

memenuhi kebutuhan keperawatan dirinya dan memiliki berbagai keterbatasan-

keterbatan dalam mencapai dalam mencapai taraf kesehatannya, perawatan yang

diberikan didasarkan kepada tingkat ketergantungan, yaitu ketergantungan total

atau parsial. Deficit perawatan diri menjelaskan hubungan antar kemampuan

seseorang dalam bertindak/beraktivitas dengan tuntutan kebutuhan tentang

perawatan diri, sehingga bila tuntutan lebih besar dari kemampuan, maka ia akan

memngalami penurunan deficit perawat diri.


2. Teori Self Care

Teori Self Care adalah tindakan yang matang dan mementingkan orang

lain yang mempunyai potensi untuk berkembang, serta mengembangkan

kemampuan yang dimiliki agar dapat menggunakan secara tepat, nyata dan valid

untuk mempertahankan fungsi dan berkembang dengan stabil dalam perubahan

lingkungan, self care digunakan untuk mengontrol atau faktor external dan

internal yang mempengaruhi aktifitas seseorang untuk menjalankan fungsinya dan

berperanan untuk mencapai kesejahteraannya.

Teori self care meliputi :

1. Self care merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta

dilaksananakan oleh individu itu sendiri dalam memenuhi serta

mempertahankan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan.

2. Self care agency merupakan suatu kemampuan individu dalam melakukan

perawatan diri sendiri, yang dapat dipengaruhi oeh usia, perkembangan,

sosiokultural, kesehatan dan lain-lain.

3. Self care demand tuntutan atau permintaan dalam perawatan diri sendiri

yang merupakan tindakan mandiri yang dilakukan dalam waktu tertentu

untuk perawatan diri sendiri dengan menggunakan metode dan alat dalam

tindakan yang tepat.

4. Self care requisites: kebutuhan self care merupakan suatu tindakan yang

ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang bersifat

universal dan berhubungan dengan proses kehidupan manusia serta dalam

upaya mepertahankan fungsi tubuh. Self care reuisites terdiri dari beberapa

jenis, yaitu: universal self care requisites(kebutuhan universal manusia


yang merupakan kebutuhan dasar), developmental self care

requisites(kebutuhan yang berhubungan perkembangan indvidu) dan

health deviation requisites (kebutuhan yang timbul sebagai hasil dari

kondisi pasien).

5. Teori Nursing System

Sistem keperawatan, ketika perawat menentukan, mendisain, dan

menyediakan perawatan yang mengatur individu dan mencapai

pemenuhan kebutuhan perawatan diri.

Konsep Perawatan Diri Dorothea E. Orem

Teori keperawatan defisit perawatan diri adalah teori umum yang terdiri

dari empat teori yang terkait sebagai berikut(Alligood, 2014):

1. Teori perawat diri yang menjelaskan mengapa dan bagaimana orang

merawat diri mereka sendiri.

2. Teori ketergantungan perawatan yang menjelaskan bagaimana anggota

keluarga dan/atau teman-teman memberikan perawatan untuk orang yang

ketergantungan secara sosial.

3. Teori defisit perawatan diri yang menggambarkan dan menjelaskan

mengapa orang dapat dibantu melalui keperawatan.

4. Teori sistem keperawatan yang menggambarkan dan menjelaskan

hubungan yang harus dilakukan dan dipelihara untuk menghasilkan

keperawatan.
Perawatan Mandiri

Perawatan diri terdiri dari kegiatan praktikyang mendewasakan dan orang

dewasa memulai dan melakukan, dalam kerangka waktu, atas nama mereka

sendiri dalam rangka kepentingan mempertahankan hidup, memfungsikan

kesehatan melanjutkan pengembangan pribadi dan kesejahteraan dengan

memenuhi syarat yang dikenal untuk pengaturan fungsional dan perkembangan

(Alligood, 2014).

Ketergantungan Perawatan

Ketergantungan perawatan mengacu pada perawatan yang diberikan

kepada sesoorang yang karena usia atau faktor yang berhubungan, tidak dapat

melakukan perawatan diri sendiri yang diperlukan untuk mempertahankan hidup,

memfungsikan kesehatan, melanjutkan pengembangan pribadi dan

kesejahteraan(Alligood, 2014).

Syarat Perawatan Mandiri

Syarat perawatan diri adalah sebuah wawasan yang dirumuskan dan

dinyatakan tentang tindakan yang harus dilakukan yang diketahui atau diduga

diperlukan di dalam regulasi sebuah aspek atau aspek-aspek dari fungsi dan

pengembangan manusia secara terus-menerus atau di bawah kondisi dan keadaan

yang ditentukan. Sebuah syarat perawatan diri yang dirumuskan menyebutkan dua

elemen sebagai berikut(Alligood, 2014) :


a. Faktor yang akan dikendalikan atau dikelola untuk menjaga sebuah aspek

atau aspek-aspek dari fungsi dan pengembangan manusia dalam norma

yang kompetibel dengan kehidupan kesehatan dan kesejahteraan pribadi.

b. Sifat tindakan yang diperlukan

Syarat perawatan diri yang dirumuskan dan dinyatakan merupakan tujuan

dari perawatan diri yang diformalkan. Alasan untuk apa perawatan diri

dilakukan; mereka mengungkapkan niat dan hasil yang diinginkan tujuan

perawatan diri (Alligood, 2014).

Syarat Perawatan Mandiri Universal

Tujuan-tujuan yang diperlukan secara universal harus dipenuhi, melalui

perawatan diri atau ketergantungan perawatan, dan mereka memiliki asal-usulnya

dalam apa yang diketahui dan apa yang divalidasi, atau apa yang ada dalam proses

yang sedang divalidasi tentang integritas struktural dan fungsional melalui pada

berbagai tahap lingkaran kehidupan. Syarat umum perawatan diri untuk pria,

wanita dan anak-anak yang disarankan (Alligood, 2014):

a. Pemeliharan asupan udara yang cukup

b. Pemeliharaan asupan makanan yang cukup

c. Pemeliharaan asupan air yang cukup

d. Penyediaan perawatan yang terkait dengan proses eliminasi dan kotoran

e. Pemeliharaan keseimbangan antara kesendirian dan interaksi sosial

f. Pemeliharaan keseimbangan antara kesendirian dan istirahat

g. Pencegahan bahaya bagi kehidupan manusia fungsi manusia, dan

kesejahteraan manusia.
h. Promosi fungsi dan perkembangan manusia dalam kelompok-kelompok

sosial sesuai dengan potensi manusia, keterbatasan manusia yag dikenal

dan keinginan manusia untuk menjadi normal. Normal digunakan dalam

arti manusia pada dasarnya dan yang sesuai dengan karakteristik genetik

dan konstitusional serta bakat-bakan individual.

Perawatan Mandiri pada Pasien Tuberkulosis

Perawatan mandiri (self care management) pada pasien tuberkulosis dibagi

menjadi 4 bagian yaitu (Howyida, et al., 2012) yaitu :

1. Isolasi (isolasi)

a. Memiliki ruangan yang berventilasi yang baik untuk pasien TB paru.

b. Memiliki peralatan pribadi untuk mengontrol infeksi droplet.

2. Prevention (pencegahan)

a. Mencuci tangan setelah batuk atau bersin

b. Meletakkan masker atau tissue setelah batuk dan bersin.

c. Memindahkan sputum ke tempat limbah.

d. Menghindari ruang yang penuh dengan asap rokok.

3. Nutrition (nutrisi)

a. Mengkonsumsi diet yang cukup (protein, vitamins, carbohydrate,

lemak)

b. Meningkatkan asupan protein.

c. Meningkatkan asupan daging per hari.

4. Treatment (pengobatan)

a. Mengkonsumsi obat secara teratur.


b. Melakukan follow up/kontrol secara rutin.

c. Melakukan latihan/olahraga
Self care agency

Perawatan Mandiri

Skema2.1Kerangka teori penelitian Dorothea Orem


Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konseptual terdiri dari konsep (kata atau istilah) yang mewakili

gagasan abstrak, dihubungkan dengan cara yang mewakili hubungan antara

konsep (Tappen, 2016) :

Kondisi awal Action Kondisi akhr

Terbentuk
Belum ada panduan panduan
perawatan mandiri perawatan mandiri
pada pasien
tuberkulosis

Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian


Self care agency

Perawatan Mandiri di Rumah

Kondisi awal Action Kondisi akhr

Terbentuk
Belum ada panduan panduan
perawatan mandiri perawatan mandiri
pada pasien
tuberkulosis

Skema 2.3 Kerangka Konsep Penelitian dan Teori Keperawatan


BAB 3

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan desain action

research. Action research atau penelitian tindakan adalah suatu penelitian praktis

dengan karakteristik peneliti untuk melatih dan meningkatkan serta mengkritisi

yang sedang terjadi yang berasal dari pemikiran dan pemahaman partisipan

(McNiff, 2016).

Action research adalah sebuah pendekatan penelitian kolaboratif antara

peneliti dengan partisipan dalam menemukan masalah dan menghasilkan

pengetahuan dan tindakan yang akan digunakan (Polit & Beck, 2014) sedangkan

menurut Kemmis, McTaggart, & Nixon (2015) action research adalah penelitian

tindakan dengan pendekatan untuk memperbaiki pelaksanaan suatu kegiatan

dengan jalan melakukan suatu perubahan (intervensi) dan belajar dari pengalaman

dalam perubahan yang dilakukan melalui self-reflecive spiral yaitu spiral siklus

yang berulang yang meliputi perencanaan tindakan (planning), pelaksanaan

tindakan (acting), pengamatan sistematik terhadap tindakan (observing), refleksi

(reflecting), dan perencanaan kembali (replanning).

Penelitian action research dilakukan dengan 4 (empat) tahapan utama

yaitu rencana tindakan (planning), aplikasi tindakan (acting), observasi

(observing), dan revisi rencana (reflecting) (Kemmis, et al., 2015).


Gambar 3.1. Rancangan Umum Penelitian Action Research
Ket : R : rencana tindakan, A & O : aplikasi tindakan dan observasi, Rf :
reflesi, RR :revisi rencana.
Sumber:Kemmis, S., McTaggart, R., & Nixon, R. (2015). The Action
Research Planner:Doing Critical Participatory Action Research.
Singapore: Springer Science+Business Media Singapore

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Sentosa Baru, Medan.

Pemilihan lokasi penelitian di Puskesmas Sentosa Baru, Medan karena angka

penemuan kasus tuberkulosis di Kota Medan cukup tinggi dan Puskesmas Sentosa

Baru, Medan merupakan puskesmas peringkat kedua penemuan kasus baru

tuberkulosis tertinggi di Kota Medan. Data penemuan kasus baru untuk Kota

Medan mencapai 105 kasus per 100.000 jumlah penduduk. Pencapaian per Kota

Medan merupakan pencapaian kota tertinggi pertama di wilayah sumatera utara

sebesar 3.006 kasus per 100.000 jumlah penduduk (Profil Kesehatan Sumatera

Utara, 2017).
Kota Medan menetapkan angka keberhasilan pengobatan sebesar 93,65%,

sedangkan angka keberhasilan pengobatan secara nasional sebesar 85%. Kota

Medan belum mampu mencapai angka keberhasilan pengobatan tersebut baik

mencapai angka keberhasilan secara nasional maupun angka keberhasilan secara

wilayah Kota Medan. Angka pencapaian keberhasilan pengobatan Kota Medan

pada tahun 2016 mencapai 83,62%.

Waktu penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama empat bulan mulai pada bulan

Oktober 2018 hingga Januari 2019. Penelitian ini dilaksanakan satu siklus action

research.

Partisipan Penelitian

Partisipan dalam penelitian ini adalah partisipan atau orang yang terlibat

langsung dalam pengembangan panduan perawatan mandiri (self care) yaitu

perawat tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru, Medan dan pasien tuberkulosis

sebagai objek. Kelompok pasien tuberkulosis dibagi menjadi tiga kelompok yaitu

kelompok pasien yang gagal dalam pengobatan, kelompok pasien yang sedang

menjalani pengobatan dan kelompok yang sudah dinyatakan sukses dalam

pengobatan. Partisipan dalam penelitian ini dipilih dengan pertimbangan dan

tujuan tertentu, dengan teknik pengambilan sampel yaitu purpusive sampling.

Purposive sampling adalah metode pemilihan partisipan berdasarkan penilaian

peneliti yang dapat memberikan informasi sesuai dengan tujuan penelitian (Polit

& Beck, 2014).


Kelompok pasien yang dinyatakan gagal dalam pengobatan adalah pasien

yang hasil pemeriksaan dahaknya positif atau kembali menjadi positif pada bulan

kelima atau lebih selama pengobatan, atau kapan saja apabila selama dalam

pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi

OAT serta pasien yang dinyatakan putus pengobatan (lost to follow up). Pasien

yang dinyatakan sedang dalam pengobatan adalah pasien yang dinyatakan sedang

menjalani pengobatan secara rutin mulai dari dua minggu dinyatakan pengobatan

tuberkulosis, dan pasien yang dinyatakan sukses dalam pengobatan adalah pasien

telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan apusan dahak

ulang (follow up) hasilnya negatif pada akhir pengobatan dan pada satu

pemeriksaan sebelumnya.

Karakteristik sampel adalah sejauh mana bagian dari populasi dapat

diwakili dengan prosedur pengambilan sampel yang tepat (Edmonds & Kennedy,

2017). Polit and Beck (2014) mengatakan bahwa sampel penelitian kualitatif

yang dikenal dengan partisipan adalah subjek yang pernah mengalami fenomena

yang akan diteliti dan harus memenuhi kriteria karakteristik populasi yang

spesifik (eligibility criteria) atau disebut dengan kriteria inklusi. Pemilihan

partisipan yang dilakukan peneliti adalah dengan cara mencari informasi dari

partisipan yang mengetahui fenomena yang akan diteliti dan mencari informasi

sebanyak-banyaknya tentang kondisi lingkungan.

Partisipan untuk kelompok perawat tuberkulosis dipilih 6 perawat dengan

teknik pengambilan sampel purposive sampling. Perawat tersebut dipilih dengan

kriteria inklusi yaitu perawat yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan program

penanggulangan tuberkulosis di fasilitas kesehatan tersebut, mampu


mengemukakan pendapat dan telah berpengalaman bekerja di fasilitas kesehatan

tersebut minimal 1 tahun, bersedia terlibat dalam penelitian, bersedia direkam

aktivitasnya selama Focus Group Discussion (FGD), dan bersedia memberikan

persetujuan untuk mempublikasikan hasil penelitian. Kelompok perawat

tuberkulosis di fasilitas kesehatan tingkat pertama melibatkan Kepala Puskesmas,

penanggungjawab program P2P, penanggungjawab P2TB, penanggungjawab TB

DOTS, penanggungjawab Pengawas Minum Obat (PMO), penanggungjawab

keperawatan kesehatan masyarakat, penanggungjawab promosi kesehatan. Setiap

penanggungjawab program TB di Puskesmas, peneliti akan mengidentifikasi

partisipan dengan latar belakang pendidikan seorang perawat.

Partisipan untuk kelompok pasien peneliti membagi menjadi tiga

kelompok yaitu partisipan yang gagal dalam pengobatan, partisipan yang sedang

menjalani proses pengobatan dan pasien yang sudah dinyatakan sukses dalam

pengobatan. Peneliti memilih partisipan tertentu dengan pertimbangan akan

memberikan data yang diperlukan yaitu kelompok partisipan pasien yang sedang

menjalani proses pengobatan dan sudah dinyatakan sukses dalam pengobatan di

wilayah Puskesmas Sentosa Baru, Medan. Jumlah partisipan untuk kelompok

yang sedang menjalani proses pengobatan ada sebanyak 10 orang, pasien yang

yang gagal dalam pengobatan ada sebanyak 6 orang, dan pasien yang sudah

dinyatakan sukses dalam pengobatan ada sebanyak 2 orang. Partisipan pasien

dipilih peneliti dengan memperhatikan kriteria inklusi pada masing-masing

kelompok. Adapun kriteria inklusi pada kelompok pasien yang gagal dalam

pengobatan adalah pasien yang dinyatakan putus dalam pengobatan, dewasa (26-

55 tahun), bisa membaca dan menulis, bersedia menjadi responden, dan sadar
penuh. Kriteria inklusi yang sedang menjalani proses pengobatan dalam penelitian

ini adalah pasien tuberkulosis dengan BTA positif yang sedang menjalani

pengobatan, pasien tuberkulosis tanpa komplikasi dan penyakit penyerta lainnya,

pasien tuberkulosis yang tidak dinyatakan MDR (Multi Drug Resistant) atau XDR

(Extensively Drug Resistant) atau HIV/TB, dewasa (26-55 tahun), bisa membaca

dan menulis, bersedia menjadi partisipan dan sadar penuh sedangkan kriteria

inklusi pada kelompok pasien yang sudah sukses dalam pengobatan adalah pasien

tuberkulosis yang sudah menyelesaikan proses pengobatan secara tuntas, dewasa

(26-55 tahun), bisa membaca dan menulis, bersedia menjadi partisipan dan sadar

penuh.

Penelitian kualitatif tidak ada ketentuan jumlah yang pasti dalam

menentukan jumlah partisipan, peneliti juga mempertimbangkan saturasi dalam

arti data yang diperoleh dari ke 4 kelompok partisipan memang jenuh (tidak

mendapat tambahan data yang baru, dan sudah cukup untuk menjawab

permasalahan penelitian). Prinsip pengambilan data kualitatif adalah tercapainya

saturasi data, yaitu bila tidak ada informasi baru lagi yang bisa didapatkan dari

partisipan (Polit & Beck, 2014). Jumlah total partisipan pada kelompok pasien ada

sebanyak 18 orang sedangkan jumlah partisipan kelompok perawat ada 6 orang.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengidentifikasi partisipan dan

menjelaskan tujuan penelitian, manfaat penelitian, memberikan informed consent

dan menjelaskan prosedur penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan cara

mengidentifikasi responden sesuai kriteria inkluasi.


Pengumpulan partisipan dimulai peneliti dengan mendata kelompok

partisipan dari daftar kelompok TB di Puskesmas Sentosa Baru, Medan yaitu

melalui pendataan pasien menggunakan formulir TB 01 (Kartu Pengobatan) dan

formulir TB 02 (Kartu identitas Pasien TB) yang berada di Puskesmas Sentosa

Baru, Medan. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data oleh peneliti terdiri

dari data demografi, kuesioner pengetahuan perawatan mandiri (self care) pasien

tuberkulosis, panduan Focus Group Discussion (FGD), panduan wawancara,

Field Noted, dan photo log.

Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk menggali pengetahuan

pasien tentang perawatan mandiri pasien dengan menggunakan panduan FGD.

Pencatatan data FGD dilakukan dengan menggunakan alat perekam audio setelah

mendapat persetujuan dari partisipan. Pengembangan alat kuesioner oleh peneliti

dilakukan oleh peneliti melalui studi literatur dan dilakukan uji validitas.

Instument akan dinyatakan valid apabila Content Validity Index (CVI) lebih besar

dari 0.80 (Polit & Back, 2014).

Partisipan FGD pada tahap reconnaissance terbagi atas tiga grup yaitu

kelompok perawat tuberkulosis di Puskesmas Sentosa baru, Medan, kelompok

pasien yang dinyatakan gagal dalam pengobatan (lost to follow up), kelompok

pasien yang sedang menjalani proses pengobatan, sedangkan kelompok pasien

yang sudah dinyatakan sukses dalam pengobatan dilakukan wawancara ke rumah

pasien untuk mendapatkan data.

Partisipan terlebih dahulu mengisi kuesioner pengetahuan pasien dalam

melakukan perawatan mandiri (self care) yang diberikan kepada masing-masing

partisipan kelompok pasien yang sedang menjalani pengobatan, gagal dalam


pengobatan dan sukses dalam pengobatan dengan kriteria inklusi yang telah

ditetapkan peneliti.

Field Notes dan Photo Log merupakan bentuk pencatatan yang paling

umum sebagai alat pengumpul data dalam metode observasi (Loiselle, Profetto-

McGrath, Polit & Beck, 2011). Field Notes atau catatan lapangan adalah catatan

pengamatan yang dilakukan di lapangan (Kemmis, McTaggart & Nixon, 2015).

Field Notes berisi catatan tentang pengaturan atau konteks untuk wawancara,

serta observasi yang dilakukan selama proses pengumpulan data, seperti catatan

tentang perilaku atau komunikasi nonverbal partisipan (Lobiondo-Wood & Haber,

2014). Peneliti akan melakukan observasi dalam penelitian ini meliputi

karakteristik individu meliputi cara berpakaian, gerakan, dan perilaku nonverbal,

interaksi antara satu individu dengan individu lainnya, tindakan, dalam hal ini

manusia atau mesin, lingkungan fisik, termasuk isyarat visual dan audio, dan

benda-benda lain yang terkait dengan orang tertentu atau organisasi tertentu (Yin,

2011).

Alat Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan peneliti menggunakan alat pengumpul data yang

terdiri dari kuesioner data demografi, kuesioner pengetahuan pasien tentang

perawatan mandiri, panduan FGD pada kelompok perawat TB, panduan FGD

pada kelompok pasien yang sedang menjalani proses pengobatan, panduan FGD

pada kelompok pasien yang gagal dalam pengobatan, panduan FGD pada

kelompok pasien yang telah dinyatakan sukses dalam pengobatan, format field

note,dan format photo logserta perekam suara. Peneliti sebagai alat pengumpul
data penting untuk memiliki kemampuan dalam melakukan wawancara untuk

mendapatkan data yang mendalam dan nyata (Streubert & Carpenter, 2011).

Pengembangan alat pengumpul data dilakukan sendiri oleh peneliti dengan

terlebih dahulu melakukan studi literatur. Kuesioner yang telah disusun

selanjutnya dilakukan uji validitas. Kuesioner akan dinyatakan valid apabila

Content Validity Index (CVI) lebih besar 0.80 (Polit & Beck, 2014). Alat

pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

Kuesioner data demografi

Bentuk pertanyaan yang digunakan pada kuesioner data demografi adalah

Rank-Ordered Question. Kuesioner digunakan peneliti untuk mengetahui data

demografidari setiap partisipan seperti usia, jenis kelamin, suku, pendidikan,

agama, dan lama menjalani pengobatan tuberkulosis.

Kuesioner pengetahuan pasien tentang perawatan mandiri pasien

tuberkulosis

Bentuk pertanyaan yang digunakan pada kuesioner pengetahuan pasien

tentang perawatan mandiri pasien TB adalah Rating Question dengan

Dischotomous Question. Kuesioner pengetahuan pasien tentang perawatan

mandiri pasien TB paru digunakan peneliti untuk mengetahui pemahaman pasien

TB tentang perawatan mandiri . Responden dalam penelitian melakukan pengisian

kuesioner dengan memilih jawaban dari alternatif yang telah disediakan yaitu

pilihan jawaban benar dan pilihan jawaban salah. Pengembangan kuesioner dalam

penelitian ini dilakukan sendiri oleh peneliti dengan melakukan studi literatur dan

kuesioner tersebut dilakukan uji validitas terlebih dahulu oleh tiga orang expert.
Kuesioner ini akan valid apabila Content Validity Index dari ketiga expert

didapatkan hasilnya (CVI) lebih besar 0.80 (Polit & Beck, 2014).

Panduan Focus Group Discussion (FGD)

Focus Group Discussion (FGD) merupakan bentuk khusus wawancara

kelompok yang dilakukan untuk menggali dinamika dalam kelompok guna

mendorong keterbukaan diantara partisipan dengan memanfaatkan pertanyaan

patisipan secara tegas, terus terang, tidak berbelit-belit dalam suatu kelompok

diskusi yang dinamis dengan tujuan membahas masalah atau topik yang sensitif

dalam suatu kelompok (Streubert & Carpenter, 2011). Panduan FGD yang

digunakan peneliti terdiri dari panduan FGD kepada kelompok perawat TB di

Pusekesmas Sentosa Baru Medan, panduan FGD pada pasien yang sedang

menjalani pengobatan, panduan FGD pada pasien yang gagal dalam pengobatan.

Panduan FGD tersebut disusun peneliti dengan melakukan studi literatur

dilakukan uji content terlebih dahulu oleh tiga orang expert. Panduan tersebut

valid jika Content Validity Index dari ketiga expert didapatkan hasilnya (CVI)

lebih besar 0.80 (Polit & Beck, 2014).

Panduan wawancara

Panduan wawancara digunakan peneliti kepada kelompok pasien yang

sudah dinyatakan sukses dalam pengobatan. Peneliti melakukan wawancara

kepada pasien dengan mengunjungi rumah pasien dan melakukan wawancara

mendalam. Pertanyaan diajukan untuk menggali pengetahuan, pengalaman

tentang partisipan terhadap perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis.

Panduan wawancara tersebut disusun peneliti melalui studi literatur dan

dilakukan uji expert kepada tiga orang expert. Panduan tersebut valid jika

Content
Validity Index dari ketiga expert didapatkan hasilnya (CVI) lebih besar 0.80 (Polit

& Beck, 2014).

Field notes dan photo log

Field notes dan photo log merupakan bentuk pencatatan yang paling

umum sebagai alat pemgumpul data dalam metode observasi (Afiyanti &

Rahmawati, 2014). Field note atau catatan lapangan adalah catatan yang

dilakukan peneliti saat dilakukan dilapangan (Kemmis, McTaggart & Nixon,

2015). Field note ini digunakan peneliti untuk mengobservasi setiap responden

saat dilakukan FGD dan wawancara antara lain mengobservasi cara berpakaian,

cara menggunakan maskes, cara batuk efektif, gerakan tubuh, perilaku nonverbal

dan interaksi partisipan dengan partisipan lainnya. Pada penelitian ini field notes

berisi tanggal, waktu, dan lokasi penelitian, serta dua kolom yang terdiri atas

kolom hasil pengamatan. Photo log dilakukan peneliti dengan mencatat tanggal,

dan nomor foto pada kamera digital, memilih foto saat dilakukan penelitian.

Tahapan Penelitian Action Research

Langkah-langkah proses action research dalam satu siklus pengembangan

panduan ini adalah sebagai berikut :

Tahap 1 : Reconnaissance phase (tahap persiapan)

Reconnaissance merupakan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti

untuk mengidentifikasi masalah atau keutuhan berdasarkan data yang terkumpul

dari berbagai sumber dan metode pengumpulan data. Tahap ini dimulai peneliti

setelah mendapat surat dari bagian etik Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara yang menyatakan lulus uji etik dan mendapat surat izin penelitian.
Surat tersebut diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk mendapat

izin melakukan penelitian di fasilitas kesehatan yang ada di wilayah kota Medan.

Surat izin yang telah dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan ditujukan

dan diserahkan kepada Puskesmas Sentosa Baru, Medan selaku puskesmas

sasaran peneliti. Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini antara lain studi

literatur, melakukan pendekatan dengan pihak puskesmas, staf puskesmas,

pengenalan lingkungan puskesmas, melakukan FGD untuk memperoleh gambaran

permasalahan yang terkait dengan masalah yang diteliti.

Peneliti melakukan FGD kepada tiga kelompok yaitu kepada kelompok

pasien yang masih menjalani proses pengobatan, kelompok pasien yang sudah

dinyatakan sukses dalam pengobatan, dan kepada perawat yang melakukan

pelayanan dalam proses pengobatan tuberkulosis di fasilitas kesehatan tersebut.

Pengumpulan data tahap pertama yang dilakukan peneliti adalah FGD dan

wawancara. FGD tahap pertama dilakukan kepada kelompok pasien yaitu

kelompok pasien yang sedang menjalani pengobatan dan pasien yang sudah

dinyatakan gagal dalam pengobatan sedangkan untuk kelompok yang sukses

dalam pengobatan peneliti melakukan wawancara/interview terkait perawatan

mandiri pasien TB. Data pasien yang sudah dinyatakan sukses dalam pengobatan

didapat peneliti dari data rekapan pasien yang dirawat di Puskesmas Sentosa Baru,

Medan.

Waktu FGD berlangsung selama 40-60 menit untuk masing-masing

kelompok pasien. FGD dilakukan peneliti ditempat yang nyaman, sirkulasi udara

baik dan peneliti memfasilitasi setiap pasien TB Alat Pelindung Diri (APD)

berupa masker wajah untuk menghindari penularan selama berlangsung FGD


sedangkan untuk kelompok yang sukses dalam pengobatan TB, peneliti

melakukan kunjungan untuk melakukan wawancara ke rumah pasien. Wawancara

berlangsung selama 40-60 menit.

Peneliti mengadakan kontrak awal kepada pasien yang sudah dinyatakan

sembuh. Peneliti melakukan pendataan kepada pasien yang sudah dinyatakan

sembuh untuk menandatangani inform concent sebagai bukti partisipan bersedia

menjadi partisipan penelitian. Setelah partisipan menandatangani informed

consent maka peneliti menyerahkan kuesioner pengetahuan perawatan mandiri

kepada kelompok partisipan.

FGD tahap kedua dilakukan kepada kelompok perawat. FGD dilakukan

selama 40-60 di ruang pertemuan puskesmas. FGD kepada perawat dilakukan

peneliti untuk menggali informasi yang harus harus dilakukan pasien tuberkulosis

dari persepsi petugas kesehatan.

Tahap 2 : Planning

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap planning adalah menyusun

time table penelitian, studi literatur untuk menyelesaikan permasalahan yang

ditemukan, menyusun ide dan gagasan, merumuskan ide yang di dapat,

melakukan braimstrorming terhadap ide-ide yang terkumpul, dan menyusun

output yang akan disepakati.

Tahap 3 : Acting dan Observing

Kegiatan yang dilakukan peneliti pada tahap ini adalah 1) rapat dengan

kepala fasilitas kesehatan, penanggungjawab program P2P, penanggungjawab

P2TB, penanggungjawab TB DOTS, penanggungjawab Pengawas Minum Obat

(PMO), penanggungjawab keperawatan kesehatan masyarakat, penanggungjawab


promosi kesehatan untuk penyusunan panduan perawatan mandiri berdasarkan

perumusan masalah, 2) pembentukan tim pengembangan panduan perawatan

mandiri pasien tuberkulosis, dan 3) perumusan panduan perawatan mandiri

pasien tuberkulosis, 4) melakukan sosialisasi dengan partisipan terkait panduan

perawatan mandiri .

Tahap 4 : Refecting

Pada tahap reflecting kegiatan yang digunakan peneliti adalah melakukan

evaluasi siklus, melakuan edukasi panduan perawatan mandiri kepada pasien

tuberkulosis, melakukan evaluasi terhadap pemahaman pasien tuberkulosis

tentang perawatan mandiri pasien. Pada tahap ini untuk mendapatkan hasil

analisis, hasil tafsiran, dan memperluas kajian output maka peneliti melakukan

FGD kepada pasien yang sedang menjalani proses pengobatan. Hasil dari refleksi

yang didapat akan ditarik kesimpulan.

Uji Validitas

Validitas adalah konsep yang lebih kompleks, menunjukkan alat ukur

yang digunakan dalam penelitian benar-benar mengukur apa yang diukur (Burns,

& Grove, 2005). Seperti reliabilitas, validitas memiliki sejumlah aspek dan

pendekatan penilaian. Koefisien validitas dihitung dengan menggunakan rumus

matematis yang menghubungkan skor pada instrumen dengan skor pada variabel

kriteria. Besarnya koefisien menunjukkanseberapa valid instrumennya Koefisien

ini berkisar antara 0,00 dan 1,00, dengan nilai yang lebih tinggi menunjukkan

validitas kriteria yang lebih besar. Kuisioner dikatakan valid apabila CVI

lebih besar (>) 0.80 (Polit & Back, 2012).


Kuesioner pengetahuan tentang perawatan mandiri pasien tuberkulosis,

panduan FGD dan panduan wawancara telah dilakukan uji validitas kepada 3

orang expert yaitu Arwani,S.KM.,BN.Hons.,MN (Dosen Universitas

Diponegoro), Treesia Sujana, M.Nurs (Dosen Poltekes Kemenkes Semarang) dan

Zetiawan Sutrisno,S.Kep.,M.Kep (RS Paru Jember).

Metode Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan dua cara yaitu melalui kulitatif dan

kuantitatif. Kualitatif diperoleh data melalui FGD, wawancara dan data

kuantitatif dilakukan dengan menganalisa hasil kuesionel pengetahuan perawatan

mandiri pasien tuberkulosis.

Analisa kualitatif

Analisa data kualitatif dilakukan dengan melakukan analisa berdasarkan

hasil FGD yang dibagi berdasarkan pengkodean yang sesuai dengan hasil FGD.

Data dianalisis dalam bentuk tema-tema dengan cara menemukan kesamaan dan

perbedaan data dalam wawancara, kemudian mengelompokkan ke dalam kategori

makna yang lebih luas, lebih abstrak, dan menyeluruh (Lobiondo-Wood & Haber,

2014).

Analisa kuantitatif

Analisa data kuantitatif dilakukan peneliti berdasarkan hasil kuesioner

yang telah diisi oleh pasien tuberkulosis yaitu kuesioner pengetahuan perawatan

mandiri pasien tuberkulosis. Data dianalisis dengan menggunakan teknik statistik

deskriptif untuk melihat mean (rata-rata) pengetahuan pasien tuberkulosis tentang


perawatan mandiri sebelum dibentuknya panduan perawatan mandiri pasien

tuberkulosis .

Keabsahan Data

Keabsahan data bertujuan untuk memperoleh tingkat kepercayaan yang

berkaitan dengan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian, mengungkapkan dan

memperjelaskan data dengan fakta-fakta aktual di lapangan. Polit dan Beck (2014)

menentukan beberapa kriteria dalam keabsahan data penelitian kualitatif yaitu

kepercayaan (credibility; dengan prolonge engagement, member checking dan

triangulation), pengalihan (transferability), keteguhan (dependability), dan

kepastian (confirmability; check expert). Polit dan Beck (2014) mengemukakan

bahwa empat kriteria tersebut diatas merupakan pararel dari kriteria yang terdiri

dari internal validity, reliability, objectivity dan external validity, respectively.

Kerangka kerja ini menyebabkan banyak kontroversi yang muncul. Menanggapi

berbagai kritik dan perkembangan konseptualisasi, sehingga ditambahkan kriteria

kelima yang lebih khas yaitu authenticity.

Credibility dipertahankan peneliti melalui teknik prolonged engagement

dan member check. Prolonge engagement merupakan tehnik untuk membangun

kepercayaan antara peneliti dan partisipan. Prolonge engagement dilakukan

peneliti saat melakukan reconnaissance selama tiga minggu. Member checking

merupakan tehnik membangun kepercayaan partisipan dan peneliti dengan

memberikan kesempatan pada partisipan untuk membaca hasil temuan peneliti

dari hasil FGD. Hal ini berguna untuk memastikan objektivitas data yang

diperoleh. Peneliti juga akan melakukan triangulation untuk mengecek kebenaran


data dengan membandingkan data yang diperoleh dengan data dari sumber lain.

Tehnik triangulation akan dilakukan peneliti dengan melakukan metode

pengumpulan data yang beragam terdiri dari FGD, wawancara dan penyebaran

kuesioner.

Confirmability merupakan upaya untuk menciptakan kepastian data

penelitian. Hal ini dilakukan dengan mengkonsultasikan data yang sudah

dianalisis ke pembimbing sehingga diperoleh objectivitas data (check expert).

Confirmability mengacu pada objektifitas atau netralitas data, dimana tercapai

persetujuan antara dua orang atau lebih tentang relevansi dan arti data.

Confirmability tercapai jika peneliti dapat meyakinkan orang lain bahwa data

yang dikumpulkan adalah data yang objektif, seperti apa adanya di lapangan.

Peneliti melakukan teknik triangulasi, check expert. Triangulasi data dilakukan

dengan melakukan pengambilan data dengan cara FGD, wawancara dan

kuesioner. Pada penelitian ini, peneliti melakukan aspek confirmability guna

mencapau keabsahan data dengan cara hasil FGD dan wawancara di susun dalam

bentuk transkip untuk dibaca kembali oleh partisipan guna memperoleh kepastian

dan objectivitas data yang diperoleh, melakukan analisa berdasarkan persepsi

partisipan bukan persepsi peneliti, dan merefleksikan hasil penelitian ke dalam

jurnal yang dapat di akses oleh orang lain.

Authenticity mengacu pada sejauh mana peneliti secara adil dan dengan

tepat menunjukkan kenyataan yang terjadi. Keaslian muncul dalam laporan ketika

laporan tersebut dapat menyampaikan perasaan partisipan sebagaimana yang

mereka rasakan. Teks memiliki keaslian jika dapat mengajak pembaca merasa

perwakilan dari pengalaman yang digambarkan dari kehidupan tersebut, dan


memungkinkan pembaca untuk mengembangkan kepekaan terhadap isu-isu yang

digambarkan. Ketika teks mencapai keaslian, pembaca lebih mampu memahami

hal yang digambarkan tersebut. Authenticity akan dilakukan peneliti dengan cara

membuat beberapa pernyataan partisipan sebagai data yang mendukung terhadap

tema-tema yang dihasilkan pada temuan saat penelitian.

Prinsip autonomy pada penelitian ini terlihat dari sebelum dilakukan

penelitian, setiap responden diberi kesempatan untuk menandatangani informed

consent untuk dasar bersedia menjadi responden. Metode yang digunakan dalam

proses penelitian bisa juga bertentangan dengan kebiasaan dan perilaku partisipan.

Oleh karena itu, penting bahwa peneliti menciptakan suasana dimana para

partisipan merasa nyaman, dan tidak mengekspos mereka untuk situasi lain yang

tidak diinginkan. Oleh karena itu partisipan dalam proses penelitian harus

sukarela dan berdasarkan kesepakatan bersama antara partisipan dengan peneliti.

Prinsip privacy dilakukan peneliti dengan cara menjamin kerahasiaan data

yang terkumpul untuk kepentingan penelitian dan mambuat setiap responden

merasa nyaman saat menjadi responden penelitian.

Pertimbangan Etik

Ethical clearance telah diperoleh dari komisi etik fakultas keperawatan

universitas sumatera utara. Semua partisipan telah menandatangani informed

consent sebelum mengikuti kegiatan FGD dan wawancara dan mengisi kuesioner

pengetahuan pasien tentang perawatan mandiri. Penelitian yang dimaksudkan

untuk mengembangkan panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis di

Puskesmas Sentosa Baru, Medan.


BAB 4

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan memaparkan hasil penelitian dari pengembangan

panduan perawatan mandiri berbasis self care agency pada pasien tuberkulosis di

Puskesmas Sentosa Baru Medan. Penelitian ini menggunakan satu siklus action

research yang berlangsung selama 3 bulan di Puskesmas Baru Medan yang

dimulai pada 11 Oktober 2018 sampai 17 Januari 2019 di Puskesmas Sentosa

Baru Medan.

Kegiatan penelitian action research ini dilaksanakan dalam satu siklus

yang terdiri dari empat tahapan. Adapun pokok bahasan yang dilakukan selama

penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:

Gambaran Umum Puskesmas Sentosa Baru Medan

Deskripsi lokasi penelitian

Puskesmas Sentosa Baru Medan merupakan fasilitas pelayanan kesehatan

dari Dinas Kesehatan Kota Medan dalam pembangunan, pembinaan dan

pelayanan kesehatan. Puskesmas Sentosa Baru Medan berada di Jalan Sentosa

Baru No. 22 Kelurahan Sei Kera Hilir I, Kecamatan Medan Perjuangan Medan,

Provinsi Sumatera Utara. Puskesmas Sentosa Baru Medan dalam melaksanakan

kegiatannya Puskesmas Sentosa Baru Medan mempunyai wilayah kerja seluas

4,36 Ha yang meliputi 9 kelurahan dan 127 lingkungan dengan jumlah penduduk

97.478 jiwa (Data Dasar Puskesmas Sentosa Baru, 2018). Wilayah kerja

Puskesmas Sentosa Baru Medan terdapat 2 buah Puskesmas Pembantu (Pustu)


yaitu Puskesmas Pembantu Sidorame Timur yang terletak di jalan Permai Lorong

Karto dan Puskesmas Pembantu Sei Rengas yang terletak di jalan Madong Lubis.

Wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Medan mempunyai 9 kelurahan

yaitu Kelurahan Sei Kera Hilir I, Kelurahan Sei Kera Hilir II, Kelurahan Sei Kera

Hulu, Kelurahan Pahlawan, KelurahanPahlawan, Kelurahan Pandau Lihir,

Kelurahan Sidorame Barat I, Kelurahan Siderame Barat II, Kelurahan Sidorame

Timur, Kelurahan Tegas Rejo.

Batasan wilayah Puskesmas Sentosa Baru Medan adalah sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Medan Tembung

dan Kecamatan Medan Timur,

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Wilayah Kecamatan Tembung

Kecamatan Medan Tembung

c. Sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kecamatan Medan Area dan

Kecamatan Medan Kota.

d. Sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Medan Timur.

Visi dan misi Puskesmas Sentosa Baru Medan

Puskesmas Sentosa Baru Medan memiliki visi yaitu “Menjadi Pusat

Pelayanan Kesehatan yang Berkualitas, Menuju Masyarakat Sehat dan Mandiri”

dan misi Puskesmas Sentosa Baru Medan adalah (1) Meningkatkan kemampuan

dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang profesional, (2) Memberikan

pelayanan kesehatan yang berkualitas prima, (3) Meningkatkan kerjasama lintas

sektoral di bidang kesehatan, (4) Mendorong masyarakat berperilaku hidup bersih

dan sehat, (5) Meningkatkan kemandirian masyarakat melalui pemberdayaan


usaha kesehatan berbasis masyarakat (UKMB). Motto Puskesmas Sentosa Baru

Medan adalah senyumku adalah sehatmu, sehat wargaku, sehat kacamatanku. Tata

nilai Puskesmas Sentosa Baru Medan adalah “SENTOSA” yang berarti S adalah

senyum, sapa, salam, sopan santun, E adalah empati (melayani dengan hati), N

adalah nyaman, T adalah terampil dan terlatih, O adalah optimal, S adalah

sederhana dan A adalah akuntabel. Adapun tujuan Puskesmas Sentosa Baru

Medan adalah masyarakat sehat dan mandiri.

Data tuberkulosis paru Puskesmas Sentosa Baru Medan

Puskesmas Sentosa Baru Medan merupakan puskesmas peringkat kedua di

wilayah Kota Medan dalam hal penemuan kasus tuberkulosis baru dan salah satu

puskesmas yang memiliki angka pengobatan lengkap tertinggi di wilayah Kota

Medan.

Puskesmas Sentosa Baru Medan memiliki data bulanan penyakit

tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Kec. Medan Perjuangan

Periode Januari 2018-Desember 2018 adalah sebagai berikut :

a. Penderita BTA (+) baru diobati selama Januari 2018 – Desember 2018

sebanyak 109 orang.

b. Penderita BTA (-) dengan rontgen (+) diobati selama Januari 2018 –

Desember 2018 sebanyak 49 orang.

c. Penderita mengikuti pengobatan lengkap selama Januari 2018 – Desember

2018 sebanyak 103 orang.

d. Penderita Tuberkulosis yang sembuh selama Januari 2018 – Desember

2018 sebanyak 88 orang.


e. Penderita kambuh yang sembuh selama Januari 2018 – Desember 2018

sebanyak 0 orang.

Data bulanan penyakit Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Sentosa

Baru Kec. Medan Perjuangan Periode Januari 2018 sampai Desemser 2018 dapat

terlihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data Bulanan Penyakit Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas


Sentosa Baru Kec. Medan Perjuangan Periode Januari 2018-Desember 2018

No Indikator

Apr

Nov

Des
Mar

Jul

JLH
Okt
Jan

Feb

Jun

Agus

Sep
Mei
1 Jumlah 11 4 9 8 4 4 9 7 10 8 10 8 109
penderita
BTA (+)
baru diobati
2 Jumlah 5 2 5 6 6 2 8 2 2 4 2 4 49
penderita
BTA (-)
dengan
rontgen (+)
diobati
3 Jumlah 9 6 7 9 7 5 11 5 10 12 10 12 103
penderita
mengikuti
pengobatan
lengkap
4 Jumlah 8 5 6 7 5 3 9 5 9 11 9 11 88
penderita
Tuberkulosis
yang
sembuh
5 Jumlah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
penderita
kambuh
Sumber : Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2018

Data tenaga kesehatan

Puskesmas Sentosa Baru Medan dikepalai oleh dr. Jusup Paska Ginting.

Puskesmas Sentosa Baru Medan memiliki 47 staf/tenaga pelaksana PNS di

Puskesmas Sentosa Baru Medan. Salah satu upaya kesehatan esensial Puskesmas
Sentosa Baru Medan adalah upaya Pemberantasan Penyakit Menular (P2M).

Tenaga kesehatan yang bergerak di bidang pemberantasan penyakit tuberkulosis

di Puskesmas Sentosa Baru Medan terdapat seorang dokter yang bertangjawab

dalam pelayanan tuberkulosis beserta enam orang perawat.

Pelayanan tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru Medan didukung

dengan tersedianya ruang pemeriksaan tuberkulosis yang sudah sesuai standar

ruang tuberkulosis antara lain sirkulasi udara di ruang tuberkulosis yang baik,

terpapar dengan matahari langsung, tersedinya wastafel di dalam ruang

tuberkulosis, fasilitas handrubtersedia, tempat tidur pasien tersedia, ketersediaan

leaflet, timbangan, dan tempat sampah.

Karakteristik Demografi Partisipan

Partisipan yang dilibatkan dalam pengembangan panduan perawatan

mandiri berbasis self care agency pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Sentosa

Baru Medan berjumlah 18 partisipan utama yang terdiri dari 10 penderita

tuberkulosis yang sedang menjalani proses pengobatan, 6 penderita tuberkulosis

yang gagal dalam pengobatan, 2 penderita tuberkulosis yang sudah dinyatakan

sukses dalam pengobatan serta 6 orang perawat sebagai partisipan pendukung.

Karakteristik data partisipan pada kelompok pasien yang sedang menjalani

pengobatan tuberkulosis adalah usia paling banyak pada usia antara 18 – 50 tahun

(80%), paling banyak jenis kelamin laki-laki (60%), paling banyak Suku Batak

(70%), pendidikan paling banyak adalah SMA (70%), pekerjaan partisipan paling

banyak yaitu buruh pabrik (30%), partisipan paling banyak beragama Islam

(50%), dan paling banyak partisipan sedang menjalani pengobatan dalam waktu
1-2 bulan sejak ditetapkan dengan diagnosis tuberkulosis. Adapun distribusi

frekwensi data demografi pada kelompok pasien yang sedang menjalani

pengobatan tuberkulosis adalah seperti Tabel 4.2.

Karakteristik data partisipan pada kelompok pasien yang gagal menjalani

pengobatan tuberkulosis adalah usia paling banyak pada usia antara 18 – 50 tahun

(67%), jenis kelamin laki-laki dan perempuan berimbang (50%), Suku Batak dan

Suku Jawa berimbang (50%), pendidikan paling banyak adalah SMA (83%),

pekerjaan partisipan adalah pedagang, buruh pablik, dan Ibu Rumah Tangga (IRT)

(33%), partisipan paling banyak beragama Islam (50%), dan paling banyak

partisipan sudah menjalani pengobatan dalam waktu > 9 bulan (100%). Adapun

distribusi frekwensi data demografi pada kelompok pasien yang gagal menjalani

pengobatan tuberkulosis adalah seperti tabel di bawah ini (Tabel 4.3).

Karakteristik data partisipan pada kelompok pasien yang sukses menjalani

pengobatan tuberkulosis adalah usia paling banyak pada usia antara 18 – 50 tahun

(100%), jenis kelamin laki-laki dan perempuan berimbang(50%), paling banyak

Suku Batak (100%), pendidikan paling banyak adalah sarjana (100%), pekerjaan

partisipan yaitu pegawai swasta dan PNS (50%), partisipan paling banyak

beragama Kristen Protestan (100%), dan partisipan menjalani pengobatan dalam

waktu 6 bulan sejak ditetapkan dengan diagnosis tuberkulosis B. Adapun

distribusi frekwensi data demografi pada kelompok pasien yang sedang menjalani

pengobatan tuberkulosis adalah seperti tabel Tabel 4.4.


Tabel 4.2 Distribusi Frekwensi Data Demografi pada Kelompok Pasien yang
sedang Menjalani Pengobatan Tuberkulosis (N = 10)
KARAKTERISTIK Frekwensi %
Usia
< 18 Tahun 0 0
18 - 50 Tahun 8 80
> 50 Tahun 2 20
Jenis Kelamin
Laki-laki 6 60
Perempuan 4 40
Suku
Batak 7 70
Jawa 3 30
Pendidikan
SD 0 0
SMP 2 20
SMA 7 70
Sarjana 1 10
Pekerjaan
Pedagang 2 20
Buruh Pabrik 5 50
Pegawai Swasta 1 10
IRT 2 20
Agama
Kristen Protestan 4 40
Kristen Katolik 1 10
Islam 5 50
Lama Menjalani Pengobatan Tuberkulosis
1 - 2 Bulan 6 60
3- 4 Bulan 2 20
5 - 6 Bulan 2 20
7 - 8 Bulan 0 0
≥ 9 Bulan 0 0
Tabel 4.3 Distribusi Frekwensi Data Demografi pada Kelompok Pasien yang
Gagal dalam Pengobatan (n = 6)
KARAKTERISTIK Frekwensi %
Usia
< 18 Tahun 0 0
18 - 50 Tahun 4 67
> 50 Tahun 2 33
Jenis Kelamin
Laki-laki 3 50
Perempuan 3 50
Suku
Batak 3 50
Jawa 3 50
Pendidikan
SD 0 0
SMP 1 17
SMA 5 83
Sarjana 0 0
Pekerjaan
Pedagang 2 33
Buruh Pabrik 2 33
Pegawai Swasta 0 0
IRT 2 33
Agama
Kristen Protestan 2 33
Kristen Katolik 1 17
Islam 3 50
Lama Menjalani Pengobatan Tuberkulosis
1 - 2 Bulan 0 0
3- 4 Bulan 0 0
5 - 6 Bulan 0 0
7 - 8 Bulan 0 0
≥ 9 Bulan 6 100
Tabel 4.4Distribusi Frekwensi Data Demografi pada Kelompok Pasien yang
Sukses dalam Pengobatan) (n = 2)

KARAKTERISTIK Frekwensi %
Usia
< 18 Tahun 0 0
18 - 50 Tahun 2 100
> 50 Tahun 0 0
Jenis Kelamin
Laki-laki 1 50
Perempuan 1 50
Suku
Batak 2 50
Jawa 0 50
Pendidikan
SD 0 0
SMP 0 0
SMA 0 0
Sarjana 2 100
Pekerjaan
Pedagang 0 0
Buruh Pabrik 0 0
Pegawai Swasta 1 50
PNS 1 50
Agama
Kristen Protestan 2 100
Kristen Katolik 0 0
Islam 0 0
Lama Menjalani Pengobatan Tuberkulosis
1 - 2 Bulan 0 0
3- 4 Bulan 0 0
5 - 6 Bulan 2 100
7 - 8 Bulan 0 0
≥ 9 Bulan 0 0
Jumlah partisipan utama dalam penelitian ini adalah 18 orang yang telah

disesuaikan dengan kriteria inkluasi dari masing-masing kelompok. Adapun

distribusi frekwensi data demografi pada ketiga kelompok pasien sesuai tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi Frekwensi Data Demografi pada Ketiga Kelompok Pasien
(n = 18)
Sedang Gagal Sukses
Menjalani Menjalani Menjalani
KARAKTERISTIK Pengobatan Pengobatan Pengobatan
(n = 10) (n = 6) (n = 2)
Frek % frek % frek %
Usia
< 18 Tahun 0 0 0 0 0 0
18 - 50 Tahun 8 80 4 67 2 100
> 50 Tahun 2 20 2 33 0 0
Jenis Kelamin
Laki-laki 6 60 3 50 1 50
Perempuan 4 40 3 50 1 50
Suku
Batak 7 70 3 50 1 100
Jawa 3 30 3 50 0 0
Pendidikan
SD 0 0 0 0 0 0
SMP 2 20 1 17 0 0
SMA 7 70 5 83 2 0
Sarjana 1 10 0 0 0 100
Pekerjaan
Pedagang 2 20 2 33 0 0
Buruh Pabrik 5 50 2 33 0 0
Pegawai Swasta/PNS 1 10 0 0 2 100
IRT 2 20 2 33 0 0
Agama
Kristen Protestan 4 40 2 33 1 100
Kristen Katolik 1 10 1 17 0 0
Islam 5 50 3 50 1 0
Lama Menjalani Pengobatan Tuberkulosis
1 - 2 Bulan 6 60 0 0 0 0
3- 4 Bulan 2 20 0 0 0 0
5 - 6 Bulan 2 20 0 0 2 100
7 - 8 Bulan 0 0 0 0 0 0
≥ 9 Bulan 0 0 6 100 0 0
Partisipan pendukung berasal dari perawat yang berpengalaman dalam

melakukan perawatan tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru Medan. Partisipan

pendukung telah disesuaikan dengan kriteria inkluasi. Karakteristik data

partisipan pendukung yaitu kelompok perawat adalah usia perawat yang bertugas

dalam pelayanan tuberkulosis 18 -50 tahun sebanyak 100%, perempuan (100),

Suku Batak (50%) dan Suku Jawa (50%), pendidikan Ners (50%) dan pendidikan

Diploma (50%), agama Kristen Protestan (50%) dan agama Islam (50%), dan

pengalaman petugas dalam pelayanan tuberkulosis 4-6 tahun (66,6%).Adapun

distribusi frekwensi data demografi pada kelompok perawat adalah seperti tabel

4.6.

Tabel 4.6 Distribusi Frekwensi Data Perawat di Puskesmas Sentosa Baru Medan
(n = 6)
KARAKTERISTIK Frekwensi %
Usia
< 18 Tahun 0 0
18 - 50 Tahun 6 100
> 50 Tahun 0 0
Jenis Kelamin
Laki-laki 0 0
Perempuan 6 100
Suku
Batak 3 50
Jawa 3 50
Pendidikan
Diploma (D-3) 2 50
Sarjana (S-1) 0 0
Ners 2 50
Agama
Kristen Protestan 3 50
Kristen Katolik 0 0
Islam 3 50
Pengalaman di Bidang Program Tuberkulosis
< 1 Tahun 0 0
1 - 3 Tahun 1 16.6
4 - 6 Tahun 4 66.6
≥ 6 Tahun 1 16.6
Pengaturan Tempat Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan dengan teknik pengumpulan data Focus Group

Discussion (FGD) kepada kelompok pasien dan kelompok perawat. Pengaturan

tempat pengumpulan data diatur oleh peneliti untuk memaksimalkan FGD dan

memperhatikan pencegahan penularan pada pasien tuberkulosis. FGD yang

dilakukan kepada pasien dilakukan di depan ruang pemeriksaan tuberkulosis

mengingat penularan tuberkulosis melalui dropplet, harus di tempat yang terbuka

dan terpapar dengan matahari serta partisipan difasilitasi peneliti menggunakan

masker sedangkan FGD dengan perawat dilakukan di ruang A Puskesmas Sentosa

Baru Medan. Pengumpulan data dengan partisipan utama yaitu dengan pasien,

lingkungan diatur peneliti senyaman mungkin dan memenuhi standar

berkomunikasi sesama pasien tuberkulosis yaitu FGD dilakukan di ruang terbuka,

dan semua pasien dan peneliti menggunakan masker.

Pengaturan tempat wawancara dilakukan peneliti dirumah pasien karena

pasien yang sudah dinyatakan sembuh dari pengobatan tuberkulosis dari

Puskesmas Sentosa Baru Medan tidak datang kontrol lagi ke Puskesmas. Data

pasien yang telah sembuh dalam pengobatan tuberkulosis didapat peneliti dari

rekapan data pasien tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru Medan. Peneliti

melakukan kunjungan ke rumah pasien untuk melakukan wawancara.

Proses Pengembangan Panduan Perawatan Mandiri pada Pasien

Tuberkulosis Berbasis Self Care Agency di Puskesmas Sentosa Baru Medan

Proses pengembangan panduan perawatan mandiri pada pasien

tuberkulosis berbasis self care agency di Puskesmas Sentosa Baru Medan


dilakukan dalam satu siklus yaitu terdiri dari tahap reconnaissance, tahap

planning, tahap acting dan observing, serta tahap reflecting.

a. Tahap I : Reconnaissance (17Oktober 2018 – 10 November 2018)

Tahap ini dilakukan dalam rentang waktu 1 bulan yaitu pada bulan

Oktober dan November 2018. Pendekatan dilakukan peneliti kepada pimpinan

dan staf Puskesmas Sentosa Baru Medan maupun kepada pasien tuberkulosis

Puskesmas Sentosa Baru Medan. Pendekatan yang dilakukan peneliti dengan cara

berbaur dan berdiskusi dengan partisipan baik guna mencari data awal dan

masalah yang akan diteliti. Pendekatan dengan petugas puskesmas dilakukan guna

untuk mendapatkan izin dan faktor pendukung dalam melakukan penelitian.

Pengukuran pengetahuan pasien tentang perawatan mandiri pasien

tuberkulosis

Pada tahap reconnaissance peneliti melakukan penilaian pengetahuan

awal partisipan tentang perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis melalui

pengisian kuesioner pengetahuan perawatan mandiri pasien tuberkulosis yang

sudah terlebih dahulu divalididasi oleh 3 orang expert. Penilaian pengetahuan

pasien tentang perawatan mandiri ini dilakukan oleh pasien sebelum dilakukan

FGD. Peneliti memastikan bahwa semua partisipan dari masing-masing kelompok

telah mengisi kuesioner dan menjawab semua pertanyaan yang ada.

Hasil kuesioner pengetahuan perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis

didapat hasil yaitu pada kelompok pasien yang sedang menjalani proses

pengobatan dari 10 partisipan terdapat 6 orang yang tingkat pengetahuan tentang

perawatan mandiri masih kurang (60%), pada kelompok pasien yang gagal dalam

pengobatan dari 6 partisipan terdapat 5 orang yang tingkat pengetahuan tentang


perawatan mandiri masih kurang (83%) sedangkandari 2 partisipanpada kelompok

pasien yang sukses dalam pengobatantingkat pengetahuan tentang perawatan

mandiri sudah baik (100%). Adapun distribusi frekwensi pengetahuan tentang

perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis adalah seperti tabel di bawah ini.

Tabel 4.7 Distribusi Frekwensi Pengetahuan “Pasien yang sedang Menjalani


Pengobatan” tentang Perawatan Mandiri pada Pasien Tuberkulosis (n = 10)

NO Pengetahuan Perawatan Mandiri Frekwensi %


1 Pengetahuan Kurang 6 60
2 Pengetahuan Baik 4 40
Total 10 100

Tabel 4.8 Distribusi Frekwensi Pengetahuan “Pasien yang Gagal dalam


Pengobatan” tentang Perawatan Mandiri pada Pasien Tuberkulosis (n = 6)

NO Pengetahuan Perawatan Mandiri Frekwensi %


1 Pengetahuan Kurang 5 83
2 Pengetahuan Baik 1 17
Total 6 100

Tabel 4.9 Distribusi Frekwensi Pengetahuan “Pasien yang Sukses dalam


Pengobatan” tentang Perawatan Mandiri pada Pasien Tuberkulosis (n = 2)

NO Pengetahuan Perawatan Mandiri Frekwensi %


1 Pengetahuan Kurang 0 0
2 Pengetahuan Baik 2 100
Total 2 100

Secara keseluruhan tingkat pengetahuan partisipan utama dari 18

partisipan terdapat 11 partisipan yang memiliki tingkat pengetahuan tentang

tentang perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis yang masih kurang (61,1%).

Adapun distribusi frekwensi pengetahuan tentang perawatan mandiri pada ketiga

kelompok pasien tuberkulosis adalah seperti tabel 4,10


Tabel 4.10 Distribusi Distribusi Frekwensi Pengetahuan tentang Perawatan
Mandiri pada Ketiga Kelompok Pasien Tuberkulosis (n = 18)

Sedang Gagal Sukses


Pengetahuan Menjalani Menjalani Menjalani
NO Perawatan Mandiri Pengobata Pengobata Pengobatan
n (n = 10) n (n = 6) (n = 2)
Frek % Frek % Frek %
1 Pengetahuan Kurang 6 60 5 83 0 0
2 Pengetahuan Baik 4 40 1 17 2 100
Total 10 100 6 100 2 100

Pengumpulan Data melalui FGD dan Wawancara

Peneliti melakukan pengumpulan data melalui FGD dan wawancara.

Fokus Group Discussion (FGD) terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok pasien

dan kelompok perawat. Peneliti mengumpulkan data melalui FGD pada kelompok

pasien sebanyak 2 sesi. Sesi pertama kepada kelompok pasien yang sedang

menjalani proses pengobatan tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru Medan dan

sesi kedua dilakukan pada kelompok pasien yang gagal dalam pengobatan.

Peneliti juga melakukan wawancara kepada kelompok pasien yang sukses

dalam pengobatan. Peneliti melakukan pengumpulan data dari kelompok perawat

melalui FGD kepada kelompok perawat Puskesmas Sentosa Baru Medan.

FGD kepada kelompok pasien dilakukan peneliti pada hari pengambilan

obat rutin pasien ke Puskesmas Sentosa Baru Medan yaitu setiap hari selasa. FGD

berlangsung masing-masing kelompok selama 40-60 menit dengan jumlah

partisipan pada kelompok partisipan yang sedang menjalani proses pengobatan

ada sebanyak 10 orang dan partisipan yang gagal dalam pengobatan ada sebanyak

6 orang.

Tahap reconnaissance pada pasien menemukan 5 tema yaitu : 1)

Kurangnya Pemahaman Penderita Tuberkulosis terkait Tuberkulosis, 2)


Kurangnya Pemahaman Penderita Tuberkulosis terkait Perawatan Mandiri, 3)

Kurangnya kesadaran dalam melakukan perawatan mandiri, 4) Kendala

Pelaksanaan Perawatan Mandiri, 4) Faktor Pendukung perawatan mandiri pada

pasien tuberkulosis.

1) Kurangnya Pengetahuan Penderita Tuberkulosis terkait

Tuberkulosis

Pengetahuan penderita yang sedang menjalani pengobatan tuberkulosis

masih kurang. Beberapa pernyataan partisipan yang mendukung kurangnya

pemahaman penderita tentang penyakit tuberkulosis adalah :

“Penyakit TB itu dari asap rokok, balasan karna selama ini kuat kali
merokok, kena TB la, kumannya itu hukuman sama orang yang banyak
merokok” (P1)

“yang saya tau hanya ya gimana kita menjaga diri kita untuk tetap sehat
dan mengikuti kata dokter dan perawat. TB itu bisa menular bisa tidak
menular juga. Kalau gak bersih menular la, kalau bersih gak
menular”(P4)

“Sakit TB ya sakit karena kebanyak merokok. Kalau kata orang-orang


racunnya rokok itu tinggal di paru-paru kita” (P6)

2) Kurangnya Pengetahuan Penderita Tuberkulosis terkait


Perawatan Mandiri
Pengetahuan partisipandalam perawatan diri yang masih kurang.

Partisipan tidak mengetahui perawatan mandiri yang dapat dilakukan untuk

memaksimalkan kesuksesan pengobatan tuberkulosis. Pangetahuan partisipan

tentang perawatan mandiri tidak secara keseluruhan. Penyataan partisipan tentang

pemahaman perawatan mandiri dapat dilihat dari beberapa pernyataan partisipan

seperti :

Kalau ya palingan minum obat la Buk, minum obat pagi-pagi. Itu pun
kadang saya lupa Buk, karna langsung beraktipitas. Di awal saya rajin
minumnya namun setelah membaik saya rasa, gak saya teruskan lagi
obatnya, itu yang buat pengobatan ditambah lagi kata perawatnya
kemaren (P11)
“kadang saya pake masker, kadang saya tidak pakai Buk, saya gak pake
karna sesak klo lama-lama saya pake”(P12)
“yang saya tau hanya ya gimana kita menjaga diri kita untuk tetap sehat
dan mengikuti kata dokter dan perawat. TB itu bisa menular bisa tidak
menular juga. Kalau gak bersih menular la, kalau bersih gak menular”.
(P10)
Perawatan mandiri pasien tuberkulosis dalam hal pencegahan penularan

kuman tuberkulosis tidak benar. Beberapa pernyataan partisipan dapat berupa :

“Saya pakai masker Buk. Tapi kadang saya tidak pakai karna saya
merasa sesak, kadang persediaan masker juga udah habis jadi saya
kadang saya tidak pakai masker kalau , tapi kalau keluar rumah saya
pakai” (P4)

“Tapi kadang saya tidak pakai karna saya merasa sesak, kadang
persediaan masker juga udah habis jadi saya kadang saya tidak pakai
masker kalau , tapi kalau keluar rumah saya pakai” (P5)

Saya sudah pernah mendengar bagaiman penularan dari perawat


puskesmas ini Buk, waktu di awal-awal saya mulai pengobatan. Kader
puskesmas yang ada di lingkungan rumah saya juga sudah pernah bilang.
Ya, tapi itu dia Buk, kadang saya merasa sesak kalau pakai masker itu,
saya gak betah makenya( P9)

Masalah perawatan mandiri dalam hal kepatuhan pengobatan dapat

terlihat dari waktu minum obat tidak teratur, efek samping pengobatan

tuberkulosis tidak diketahui. Hal ini dapat terlihat dari pernyataan partisipan :

“Disamping saya minum obat TB ini Buk, saya harus minum obat gula
juga la Buk. Jadi banyak obat yang harus saya minum” (P5, L146),
banyak obat yang harus diminum. (P12)

“pertama-tama dulu saya capek minum obat ini, cuman kata perawatnya
gak bisa lupa, gak bisa bolong-bolong ya saya minum la lagi. Yar cepat
sembuh saya”. (P13)

Perawatan mandiri pasien tuberkulosis dalam hal pemenuhan nutrisi

penderita tuberkulosis belum diketahui. Pernyataan tersebut dapat dilihat dari :

“saya bisa makan apa aja yang penting makan terutama makan putih
telur, makan tempe, makan daging. Pokoknya kalau boleh katanya
yang
tinggi protein. Saya juga dianjurkan minum susu bearbrand. Tapi kadang
minum bearbrand mahal jadi saya gantikan dengan makan putih telur”
(P15)

“..saya harus makan 5 butir telur per hari, kadang saya makan tempe dan
tahu. Sekali-sekali saya makan daging, saya tidak ada penyalit gula, jadi
saya bebas makan apa aja. Kadang saya gak tau apa jenis-jenis makanan
yang kandungannya yang tinggi protein, yang saya ketahui ya paling telur
dan tahu, tempe. Itu aja..” (P9)

Masalah perawatan mandiri dalam hal peningkatan rasa percaya diri

belum diketahui oleh pasien. Hal ini sesuai dengan pernyataan sebagai berikut :

“saya merasa malu sama teman-teman saya. Bahkan sampai sekarang ini
saja sudah hampir 4 bulan tapi saya tidak percaya diri lagi dengan diri
saya. Karna saya merasa mempunyai penyakit yang cukup parah. Saya
tetap makan obat tapi sudah jarang bertemu dengan teman-teman saya”
(P1)

“Kadang saya merasa minder Buk, gak percaya diri lagi keluar dan
berinteraksi dengan orang lain. Saya membatasi pergerakan saya sejak
saya dikatakan kena TB. Apalagi anak-anak saya masih kecil, saya takut
mereka jadi kena, jadi saya lebih sering menyendiri. Paling saya kaluar
rumah untuk mengambil obat saja” (P3)

“Cuman waktu saya mulai pengobatan ini, saya merasa gak percaya diri
dengan teman-teman di lingkungan rumah saya. Saya lebih sering saat
ini”(P6)

3) Kesadaran Rendah dalam Melakukan Perawatan Mandiri


Kesadaran pasien dalam melakukan perawatan mandiri masih rendah. Hal
ini terlihat dari. Pernyataan partisipan dapat terlihat dari pernyataan partisipan
berikut ini :
“gimana mau menjalankan perawatan mandiri Buk, untuk makan obat
saja udah susah kali, banyak kali la obat yang mau di minum, belum lagi
efek samping dari obat-obat yang banyak itu, cukup la obat yang saya
minum Buk, susah lagi kalau harus memperhatikan makan dan masker”
(P13)

“saya tidak tau Buk, apa lagi yang perlu saya lakukan kalau merawat diri
sendiri, ya palingan makan obat teratur dan makan telur” (P15)
„kalau kata perawat sini Buk, perlunya kita semangat dalam menjalani
pengobatan, supaya semangan sampai akhir pengobatan, tapi kadang gak
semangat Buk, karna lama kali sembuhnya” (P12)

4) Kendala Pelaksanaan Perawatan Mandiri

Kendala pelaksanaan perawatan mandiri bagi pasien cukup komplek. Hal

ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan sebagai berikut :

“..Menurut saya sih itu penting Buk dan harus dikerjakan, tapi sebaiknya
itu perlu diajarkan dokter dan perawatnya terlebih dahulu. Perlu adanya
informasi terkait perawatan mandiri itu seperti apa sehingga kami paham
apa yang kami kerjakan . Bagusnya sih ada buku atau sosialisasi terkait
apa-apa yang perlu kami lakukan supaya tuntas pengobatan”. (P5)

“...tapi kadang gak semua saya ketahui semua itu Buk. Bagusnya ada
catatan yang mengingatkan kami apa-apa yang harus kami ketahui
seperti yang udah kitabahas sekarang ini”. (P1)

5) Faktor Pendukung Perawatan Mandiri Pada Pasien Tuberkulosis

Perawatan mandiri dapat akan dilakukan oleh penderita tuberkulosis mendapat

dukungan dari berbagai pihak terutama keluarga dan petugas

kesehatan.Pernyataan partisipan yang menyatakan faktor pendukung berjalannya

perawatan mandiri pasien tuberkulosis terlihat dari beberapa pernyataan di bawah

ini :

“...Istri saya selalu ingatkan saya pagi-pagi, diambilkan obat saya dan air
putih yar saya minum obat..”(P3)

“kata perawatnya saya harus minum obat sebelum makan pagi, 2 jam
sebelum makan pagi. Saya pernah lupa makannya, 1 jam sebelum makan
padahal kata perawat saya lebih baik makan obat 2 jam sebelum makan
pagi”(P5)

“tapi kadang gak semua saya ketahui semua itu Buk. Bagusnya ada catatan
yang mengingatkan kami apa-apa yang harus kami ketahui seperti yang
udah kitabahas sekarang ini” (P11)
Matrix tema dari tahap reconnaissance yang dilakukan peneliti pada

kelompok pasien seperti tabel 4.8.

Tabel 4.8 Matrix TemaTahap Reconnaissance pada Kelompok Pasien

Tema 1 : Kurangnya Pemahaman Penderita Tuberkulosis tentang


Tuberkulosis
Subtema : Pengetahuan tentang tuberkulosis yang Kurang
Kategori :
1. Kuman penyebab penyakit tuberkulosis tidak diketahui penderita
2. Gejala awal penyakit tuberkulosis tidak dikatehui penderita
3. Efek samping akibat pengobatan tidak dikenali oleh penderita
4. Faktor resiko penyakit tuberkulosis tidak diketahui penderita
5. Pengaruh daya tahan tubuh dengan penyakit tuberkulosis
6. Ketidakpahaman mengikuti alur pelayanan kesehatan tuberkulosis
7. Proses penyembuhan tidak diketahui oleh penderita
Tema 2 :Kurangnya Pemahaman Penderita Tuberkulosis terkait
Perawatan Mandiri Pasien Tuberkulosis
Subtema 1:Perawatan diri dalah hal pencegahan penularan kuman tuberkulosis
oleh penderita
Kategori:
1. Penggunaan masker yang tidak tepat
2. Stok masker yang terbatas
3. Ketidaknyamanan menggunakan masker dalam jangka waktu lama
4. Batuk efektif yang kurang dipahami
5. Buang dahak yang sembarangan
6. Kurang memaksimalkan ventilasi udara dirumah
7. Ketidakpatuhan cuci tangan setelah batuk/bersin
8. Kontak langsung dengan orang lain saat batuk/bersin
9. Alas tempat tidur yang selalu lembab
Subtema 2 : Perawatan diri dalam hal kepatuhan pengobatan
Kategori :
1. Waktu minum obat tidak teratur
2. Efek samping pengobatan tuberkulosis tidak diketahui
Subtema 3 : Perawatan mandiri dalam hal pemenuhan nutrisi penderita
tuberkulosis tidak seimbang
Kategori :
1. Minimnya pemahaman akan jenis makanan yang tinggi karbohidrat tinggi
protein
2. Makanan pengganti dalam kehidupan sehari-hari
3. Jumlah kandungan nutrisi yang harus dipenuhi penderita
4. Batasan diet untuk penyakit penyerta tuberkulosis
Subtema 4 : Perawatan mandiri dalam hal peningkatan rasa percaya diri
penderita tuberkulosis
Kategori :
1. Menurunnya rasa percaya diri berinteraksi di lingkungan sekitar
2. Semangat diri berkurang
3. Perasaan malu mengidap penyakit tuberkulosis
4. Perubahan kondisi fisik akibat penyakit tuberkulosis
Tema 3 : Rendahnya Kesadaran dalam Perawatan Mandiri
Subtema : Kurang kesadaran pentingnya perawatan mandiri pasien
tuberkulosis
Kategori :
1. Kesadaran akan pentingnya perawatan mandiri dalam keberhasilan
pengobatan tuberkulosis
2. Kesadaran yang rendah dalam melakukan perawatan mandiri
3. Kesadaran melaksanakan perawatan mandiri yang tidak menyeluruh
Tema 4 : Kendala Pelaksanaan Perawatan Mandiri
Subtema:Pelaksanaan perawatan mandiri
Kategori:
1. Pemahaman tentang perawatan mandiri masih kurang
2. Belum mendapat edukasi dan informasi terkait perawatan mandiri pada
pasien tuberkulosis
3. Belum tersedianya panduan tentang perawatan mandiri pasien tuberkulosis
Tema 5 : Faktor Pendukung perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis
Subtema:Faktor terlaksananya perawatan mandiri
Kategori:
1. Pemahaman tentang perawatan mandiri baik
2. Tersedianya panduan tentang perawatan mandiri
3. Mendapat informasi terkait perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis
4. Mendapat dukungan dari keluarga/PMO
5. Mendapat dukungan dari petugas kesehatan
6. Mendapat dukungan dari fasilitas kesehatan
7. Ketersediaan jaminan kesehatan penderita tuberkulosis

FGD kepada perawat Puskesmas Sentosa Baru Medan pada tahap

reconnaissance dilakukan pada tanggal 7 November 2018 dan berlangsung

selama 40 menit dengan jumlah partisipan 6 orang yang terdiri dari perawat yang

berkaitan dengan program tuberkulosis. Tahap reconnaissance pada perawat

menemukan 4 tema yaitu : 1) Kebutuhan Informasi tentang Gambaran Umum

Tuberkulosis, 2) Informasi terkait Perawatan Mandiri Pasien Tuberkulosis, 3)

Upaya Pelaksanaan Perawatan Mandiri oleh Pasien Tuberkulosis, 4) Manfaat

Tersusunnya Panduan Perawatan Mandiri Pasien Tuberkulosis.


1) Kebutuhan Informasi Tentang Gambaran Umum Tuberkulosis

Kebutuhan informasi terkait tuberkulosis masih perlu disampaikan

kepada pasien karena masih ada pasien yang kurang paham tentang tuberkulosis.

Hal ini terlihat dari pernyataan perawat :

“...setiap ada kesempatan dalam pembagian obat, saya selalu


memberikan informasi tentang TB terutama kepada pasien baru”
(Pr1)

“...pasiennya sudah paham tentang TB namun masih hal-hal umum


saja”(Pr2)

“untuk leaflet, kita ada sediakan, banner di Puskesmas ini juga sudah
ada, namun untuk informasi yang lebih mendatai mereka jarang
dapatkan”(Pr5)

2) Informasi terkait Perawatan Mandiri Pasien Tuberkulosis

Perawatan mandiri perlu untuk pasien tuberkulosis, namun hal tersebut

jarang diinformasikan kepada pasien karena kondisi dan keterbatasan petugas. Hal

ini terlihat dari pernyataan perawat :

“,,,kalau untuk informasi perawatan mandiri jarang disampaikan, ya


karena kurang media juga selama ini. yang disampaikan kepada perawat
selama ini, paling terkait pengobatan, dan pencegahan penularan, kalau
sampai semua hal tentang perawatan mandiri jarang mereka dapatkan”
(Pr5)

“kalau untuk informasi perawatan mandiri masih jarang Buk,


disampaikan. Tentang informasi TB secara keseluruhan yang
disampaikan” (Pr2)

“Baiknya sih Buk, disediakan informasi tentang perawatan mandiri itu ya,
supaya pasien juga bisa menjalankan” (Pr3)
3) Upaya Pelaksanaan Perawatan Mandiri oleh Pasien Tuberkulosis

Menjalankan perawatan mmandiri pasien tubekulosis perlu adanya upaya

dari petugas kesehatan. Hal ini terlihat dari pernyataan perawat dari pernyataan

berikut ini :

“untuk menjalankan perawatan madniri pasien TB, perlu diinformasikan


dulu kepada pasien apa itu perawatan mandiri teresbut, sehingga mereka
dapat menjalankan” (Pr3)

“Selain diedukasi pasien, perlu disusun materi tentang perawatan


mandiri bagi pasien sehingga petugas kesehatan juga mudah dalam
melakukan edukasi”(Pr5)

“peran perawat untuk menjalankan perawatan mandiri pasien TB ya,


menyusun panduan perawatan mandiri tersebut, dan mengedukasi secara
terus menerus tentang perawatan mandiri itu” (pr6)

4) Manfaat Panduan Perawatan Mandiri Pasien Tuberkulosis

Manfaat panduan perawatan mandiri dapat dirasakan oleh pasien, dan

puskesmas . hal ini sesuai dengan pernyataan perawat :

“kalau sudah ada panduan yang telah disusun, maka akan


memudahkan perawat melakukan edukasi, pasien pun akan sering
terpapar dengan informasi tersebut, sehingga harapannyanya dapat
dijalankan pasien dengan baik”(Pr1)

“angka keberhasilan pengobatan sampai tuntas akan terbantu, karena


panduan ini akan membantu pasien maupun keuarga dalam
menjalankan perawatan mandiri pasien TB” (Pr4)

“yang diharapkan dari adanya panduan ini adalah ya membantu


pasien untuk memahami perawatan mandiri, sehingga kemandirian
pasien dalam perawatan dapat tercapai”

Matrix tema dari tahap reconnaissance yang dilakukan peneliti pada

kelompok perawat Puskesmas Sentosa Baru Medan seperti tabel 4.11


Tabel 4.11 Matrix Tema Tahap Reconnaissance pada Kelompok Perawat

Tema 1 : Kebutuhan Informasi Tentang Tuberkulosis


Subtema : Pengetahuan pasien terkait tuberkulosis
Kategori :
1. Kuman penyebab penyakit tuberkulosis
2. Gejala awal penyakit tuberkulosis
3. Efek samping akibat pengobatan
4. Faktor resiko penyakit tuberkulosis
5. Pengaruh daya tahan tubuh dengan penyakit tuberkulosis
6. Pelayanan pengobatan tuberkulosis di puskesmas
Tema 2 : Kebutuhan Informasi tentang Perawatan Mandiri Pasien
Tuberkulosis
Subtema 1:Perawatan mandiri pasien tuberkulosis
Kategori:
1. Kepatuhan pengobatan pasien tuberkulosis
2. Pemenuhan nutrisi pasien tuberkulosis
3. Pencegahan penularan pasien tuberkulosis
4. Peningkatan rasa percaya diri pasien tuberkulosis
Tema 3 : Upaya Pelaksanaan Perawatan Mandiri Pasien Tuberkulosis
Subtema 1:Upaya terlaksananya perawatan mandiri
Kategori:
1. Pengumpulan informasi perawatan mandiri sesuai kemampuan pasien
2. Penyusunan panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis
3. Pemberian informasi perawatan mandiri pasien tuberkulosis
4. Pelaksanaan monitoring pelaksanaan perawatan mandiri pasien tuberkulosis
Tema 4 : Manfaat Terbentuknya Panduan Perawatan Mandiri Pasien
Tuberkulosis
Subtema 1:Manfaat panduan perawatan amndiri pasien tuberkulosis
Kategori:
1. Kemandirian pasien dalam perawatan meningkat
2. Angka keberhasilan pengobatan tuberkulosis di puskesmas meningkat
3. Sukses rate pasien tuberkulosis meningkat

Tahap reconnaissance yang sudah dilakukan di Puskesmas Sentosa Baru

Medan ditemukan beberapa permasalahan terkait perawatan mandiri pasien

tuberkulosis. Secara garis besar thematic consent yang muncul pada tahap

reconnaissance yaitu1) pengetahuan pasien tuberkulosis masih rendah, 2)

pengetahuan pasien tuberkulosis tentang perawatan mandiri masih rendah, 3)

kesadaran pasien dalam melakukan perawatan mandiri masih rendah, 4) belum


ada panduan perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Sentosa

Baru Medan.

Thematic consent yang ditemukan pada tahap reconnaissance menjadi

acuan peneliti untuk menyusun aksi yang akan dilakukan di Puskesmas Sentosa

Baru Medan yaitu dalam satu tahap siklus action research. Pengembangan

panduan perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru

Medan dilakukan dengan pendekatan action research yang dilakukan peneliti

melalui beberapa kegiatan (Kemmis & Taggart, 2014).

b. Tahap 2 : Planning (12 November – 17 November 2018)

Tahapan planning adalah tahap kedua penelitian dalam menyusun tentatif

panduan perawatan mandiri berbasis self care agency pada pasien tuberkulosis di

wilayah KerjaPuskesmas Sentosa Baru Medan. Tersusunya tentatif panduan

perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis mendapat dukungan dari pimpinan

dan staf Puskesmas Sentosa Baru Medan. Peneliti menyusun perencanaan yang

akan dilakukan antara lain 1) melakukan pertemuan awal untuk penjelasantujuan

peneliti, 2) pemaparan hasil pengumpulan datapada tahap reconnaissance kepada

pihak Puskesmas Sentosa Baru Medan, 3) pembentukantim perumus

pengembangan panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis, 4) pemaparan

panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosiskepadapetugas tuberkulosis

Puskesmas Sentosa Baru Medan, dan 5) melakukan sosialisasi dengan pasien

tuberkulosis terkait panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis.


c. Tahap 3: Action dan Observing(19 November - 28 Desember 2018)

Kegiatan yang dilakukan pada tahap action dan observingini adalah 1)

melakukan pertemuan awal untuk penjelasan maksud peneliti, 2) pemaparan hasil

pengumpulan data pada tahap reconnaissance kepada pihak Puskesmas Sentosa

Baru Medan, 3) pembentukan tim perumus pengembangan panduan perawatan

mandiri pasien tuberkulosis, 4) perumusan panduan perawatan mandiri pada

pasien tuberkulosis, serta 5) melakukan sosialisasi dengan pasien tuberkulosis

terkait panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis.

1) Pertemuan awal untuk penjelasan maksud peneliti

Peneliti mengunjungi Puskesmas Sentosa Baru Medan dan menyerahkan

surat izin penelitian kepada CI Puskesmas Sentosa Baru Medan pada tanggal 17

Oktober 2018. Pada kesemapatan tersebut peneliti menjelaskan maksud dan

tujuan peneliti yang akan dilakukan di Puskesmas Sentosa Baru Medan. Peneliti

juga menjelaskan alur dan tahapan yang akan dilakukan selama penelitian. Setelah

mendapat izin, peneliti melanjutkan kegiatan penelitian ke tahap selanjutnya.

2) Pemaparan hasil pengumpulan data pada tahap reconnaissance

kepada pihak Puskesmas Sentosa Baru Medan

Pemaparan hasil pengumpulan data pada tahap reconnaissance kepada

pihak Puskesmas Sentosa Baru Medan dilakukan peneliti tanggal 22 November

2018.Peneliti menjelaskan hasil pengumpulan data pada tahap reconnaissancedan

permasalahan secara garis besarkepada petugas Program P2M Puskesmas Sentosa

Baru Medan selaku penanggungjawab penanggulangan tuberkulosis di Puskesmas

Sentosa Baru Medan serta menjelaskan tindak lanjut yang akan dilakukan di

minggu berikutnya. Hasil yang didapat dalam pemaparan hasil pengumpulan data
tersebut adalah dibentuknya tim perumus untuk menyusun panduan perawatan

mandiri di Puskesmas Sentosa Baru Medan.

3) Pembentukan tim perumus panduan perawatan mandiri pada

pasien tuberkulosis

Peneliti dan petugas P2M menyusun tim perumus panduan yang terdiri

dari perawat yang bertanggungjawab dalam perawatan pasien tuberkulosis di

Puskesmas Sentosa Baru Medan tanggal 22 November 2018. Tim perumus

berasal dari perawat P2TB (Petugas TB DOTS), Perawat penanggungjawab

Pencegahan Penyakit Menular (P2P), dan perawat PromKes, dan Keperawatan

Kesehatan Masyarakat, penanggungjawab HIV AIDS, penanggungjawab

kesehatan gizi masyarakat. Hasil dari pembentukan tim perumus tersebut adalah

tim perumus yang telah disusun sepakat dalam menyusun panduan perawatan

mandiri dan menyurun rencana tindak lanjut dikemudian hari.

4) Perumusan panduan perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis

Pada tahap ini, peneliti menyusun jadwal perumusan panduan dengan tim

perumus.Perumusan panduan perawatan mandiri dilakukan tanggal 23 November

hingga 28 November 2018. Peneliti memandu pertemuan untuk membahas

perumusan panduan perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis. Pada pertemuan

pertama, peneliti menyampaikan hasil reconnaisencekepada tim perumus

panduan. Pertemuan hari kedua hingga hari kelima oleh tim perumus panduan

perawatan mandiri diadakan di ruang pertemuan Puskesmas Sentosa Baru Medan

yang dihadiri oleh seluruh anggota tim perumus dan peneliti. Agenda diskusi

membahas tentangisi format panduan perawatan mandiri dan ketepatan

penggunaan bahasa dalam panduan.


Hasil akhir perumusan panduan tersebut di dapat hasil 1) Panduan berisi

informasi tentang tuberkulosis secara garis besar, 2) Panduan berisi tentang

perawatan mandiri pasien tuberkulosis yaitu pengobatan, nutrisi, pencegahan dan

penularan, serta peningkatan rasa percaya diri pasien tuberkulosis, 3) Panduan

menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat, 4) panduan memuat

gambar-gambar yang mudah dipahami, 5) Panduan dijelaskan secara rinci, 6)

panduan disesuai dengan ketentuan yang berlaku dari Menteri Kesehatan terkait

pelayanan Tuberkulosis,

5) Sosialisasi panduan perawatan mandiri kepada pasien

tuberkulosis Puskesmas Sentosa Baru Medan

Sosialisasi dilakukan peneliti dan didampingi oleh perawat

penanggungjawab tuberkulosis Puskesmas Sentosa Baru Medan di ruang

tuberkulosis Puskesmas Sentosa Baru Medan pada tanggal 30 November 2018.

Sosialisasi dilakukan pada hari selasa tepatnya jadwal pembagian obat kepada

pasien tuberkulosis. Pasien tuberkulosis yang datang ke Puskesmas Sentosa Baru

Medan langsung diberi informasi tentang perawatan mandiri pasien tuberkulosis.

Materi yang disampaikan pada saat sosialisasi dilakukan oleh peneliti.

Pada tahap sosialisasi, peneliti juga mempraktekkan hal-hal yang harus di

jelaskan secara rinci seperti cara penggunaan masker yang benar, cara batuk

efektif yang benar, cara membuang dahak yang benar. Peneliti memberi

kesempatan kepada pasien untuk bertanya langsung terkait isi panduan yang telah

disusun dan pertanyaan yang diajukan oleh pasien langsung dijawab oleh peneliti.

Setelah sosialisasi selesai dilakukan, peneliti menilai pengetahuan akhir pastisipan


dengan melakukan membagikan kuesioner pengetahuan perawatan amndiri pasien

tuberkulosis.

Tahap 4 :Reflecting(31 Desember 2018 – 17 Januari 2019)

Evaluasi siklus pertama action researchyang dilakukan peneliti untuk

menyusun panduan perawatan mandiri berbasis self care agencysesuai

denganrencana yang telah disusun. Tahap perencanaan reconnaisancedi awal

direncanakan dilakukan FGD kepada ketiga kelompok yaitu kelompok pasien

yang menjalani proses pengobatan, pasien yang gagal dalam pengobatan dan

pasien yang sukses dalam pengobatan. Pelaksanaannya FGD pada kelompok

pasien yang sudah sukses dalam pengobatan tidak dapat dilakukan karena

keterbatasan waktu dari setiap partisipan untuk dapat berkumpul bersama. Peneliti

melakukan wawancara perorangan untuk memperoleh data dari pasien yang

sukses dalam pengobatan.

Tahap penyusunan dan perumusan panduan perawatan mandiri pasien

tuberkulosis, perencanaan awal sesuai dengan yang telah direncanakan. Tim

perumus menghadiri perumusan dan mengikuti alur yang telah disusun

sebelumnya.

Hasil evaluasi yang dilakukan oleh tim perumus dengan peneliti setelah

dilakukan sosialisasi dengan pasien didapat bahwa panduan tersebut akan

disediakan di ruang tuberkulosis dan akan diberikan kepada pasien untuk dibaca

dan dipalajari pada saat menunggu pengambilan obat. Penanggung jawab

tuberkulosis Puskesmas Sentosa Baru Medan akan mengusulkan penggandaan

panduan dan mengusulkan memasukkan ke dalam anggaran puskesmas dalam

penggandaan panduan jika telah selesai dilakukan penelitian.


Hasil sosialisasi yang dilakukan peneliti sesuai dengan perencanaan awal

yang diikuti pasien tuberkulosis di lingkungan Puskesmas Sentosa Baru Medan.

Jumlah pasien yang mengikuti sosialisasi ini juga sesuai dengan yang diharapkan

peneliti karena pada saat sosialisasi, peneliti melakukan saat pembagian obat rutin

pasien tuberkulosis. Setelah sosialisasi selesai dilakukan, peneliti membagikan

kuesioner pengetahuan pesien tentang perawatan mandiri yang sudah

mendapatkan informasi perawatan mandiri pasien tuberkulosis. Hasil kuesioner

yang didapat adalah pengetahuan partisipan tentang perawatan mandiri meningkat

dari pengetahuan awal ayng didapat. Hasil kuesioner menunjukan pengetahuan

partisipan sebanyak 16 orang partisipan sudah memiliki pengetahuan yang baik

(88.88%) dan 2 partispan masih pengetahuan kurang (11.12%) seperti tabel 4.12.

Tabel 4.12 Distribusi Frekwensi Pengetahuan Pasien tentang Perawatan Mandiri


Pasien Tuberkulosis (n = 18)

NO Pengetahuan Perawatan Mandiri Frekwensi %

1 Pengetahuan Kurang 2 11,12


2 Pengetahuan Baik 16 88,88
Total 18 100

Kegiatan terakhir yang dilakukan pada tahap reflecting adalah FGD yang

diikuti oleh pasien yang sedang menjalani proses pengobatan dan pasien yang

gagal dalam pengobatan didampingi perawat tuberkulosis Puskesmas Sentosa

Baru Medan. Pada tahap reflectingini terdapat 4 tema yaitu : 1) pembentukan

panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis, 2) manfaat panduan perawatan

mandiri pasien tuberkulosis, 3) faktor pendukung dalam perawatan mandiri pasien

tuberkulosis. Adapun jabaran dari setiap tema tersebut adalah sebagai berikut :
1) Pembentukan panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis

Kegiatan FGD yang dilakukan kepada pasien yang sedang menjalani proses

pengobatan mengutarakan bahwa panduan yang telah disusun sangat

bermanfaat dalam keberlanjutan pengobatan yang kan diteruskan oleh pasien

tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan pasien.

“informasi ini bagus, supaya kami-kami ini mengerti apa yang harus
kami kerjakan. Misalnya lah dirumah kami banyak orang, jadi bisa
kami tau bagaimana cara menghindari penularan”(P5).

“saya kira ya patuh minum obat aja, padahal mulai dari mengatur
makan, oleh raga, dukungan keluarga bahkan penularan juga perlu
diperhatikan ya,,”(P14)

“dengan adanya panduan ini, kami bisa baca-baca sembari kami


menunggu jadwal pembagian obat setiap minggunya, jadi kami selalu
diingatkan setiap baca buku ini”(P15)

2) Manfaat panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis

Kegiatan FGD yang dilakukan pada pasien yang sedang menjalani pengobatan

didapatkan beberapa manfaat yang dirasakan yaitu pasien menjadi emmahami

adanya perawatan mandiri dalam keberhasilan proses pengobatan pasien

tuberkulosis, memudahkan keluarga memberikan perawatan mandiri kepada

apasien karena adanya acuan yang tersusun, tim kesehatan dmempunyai acuan

dalam memberikan informasi kepada pasien dalam hal perawatan mandiri

pada pasien tuberkulosis.

“kalau sudah ada informasi yang kayak gini, kami lebih tau apa yang
harus kami kerjakan, bagaimana mengatur makanan kami, menjaga
supaya tidak tertular anggota keluarga yang lain dan kami pun harus
semangat dalam menjalani pengobatan ini” (P10)

“Manfaatnya sangat banyak membantu sekali ya. Selain kita keluarga


saya juga jadi tau apa yang harus dikerjakan. Bagaimana cara
supaya pengobatan TB ini lancar-lancar sampai akhir”(P9)
“menurut saya ya bagus sekali, ada panduan ini. Kalau biasanya
kami hanya dikasih kertas selembar aja, ini agak tebal dan bisa saya
baca-baca dan saya terapkan nanti”gimana yar bisa cepat sembuh
dan sukses kayak kawan-kawan yang udah selesai pengobatan
sebelumnya”(P13)

3) Faktor pendukung dalam perawatan mandiri pasien tuberkulosis

Dukungan keluarga, petugas kesehatan sangat berpengaruh dalam pelaksanaan

perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis. Hal ini terlihat dari peran

perawat tuberkulosis dalam memberikan informasi yang berkelanjutan kepada

pasien tuberkulosis dalam hal perawatan mandiri. Dengan adanya informasi

ini, pasien dapat menjalankan dan keluargajuga mengetahui perannya sebagai

faktor pendukung dalam keberhasilan pengobatan tuberkulosis. Penyataan

pasien yang terlihat pada saat FGD adalah :

“kalau perawatnya selalu dukung kami untuk tetap semangat


menajlani pengobatan kami pun gak bosan-bosan datang ke
puskesmas ini, kalau bertemu dengan teman lain yang di Puskesmas
ini, saya makin semangat. Apalagi perawatnya memberikan informasi
kayak gini”(P6)

“saya senang, kalau keluarga saya juga mendukung saya dalam


menjalankan pengobatna TB ini dan menerapkan perawatan
mandiri”(P4)
Proses Kegiatan Action Researchselama 1 siklus

1. Surat izin penelitian 1. Menyusun time table 1. Pemaparan hasil 1. Melakukan FGD
2. Surat etik penelitian 2. Menyusun ide dan reconnaisance reflecting
3. Prolonged Engagement gagasan 2. Pembentukan tim 2. Penilaian pengetahuan
4. Studi literatur 3. Studi literatur terhadap perumus panduan perawatan mandiri
5. Penilaian pengetahuan rumusan masalah pada 3. Perumusan panduan 3. Mengkaji/mereview
perawatan mandiri tahap reconnaisance 4. Sosialisasi panduan ulang panduan
6. Melakukan 4. Melakukan brainstorming berdasarkan FGD
FGDReconnaissanc 5. Merumuskan ide reflecting dan kuesioner
e 6. Menyusun output yang pengetahuan pasien
7. Wawancara disepakati

Tahap : Reconnaissance Tahap : Planning Tahap : Acting dan Observing


12 19
17Oktober
November November
2018 s/d
s/d s/d
10 November 2018
17 November 2018 28 Desember 2018
Tahap :
Reflecting 31
Desember 2018 s/d
17 Januari 2019

Universitas Sumatera Utara


Outcome Action Research

Proses action research yang telah dilaksanakan peneliti menghasilkan

beberapa outcome berupa telah tersusunnya panduan perawatan mandiri berbasis

self care agencyyang telah disesuaikan dan disesuaikan dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Repoblik Indonesia dalam Pelayanan Tuberkulosis, dan

dikombinasikan dengan nilai-nilai perawatan diri Dorothea E. Orem. Panduan

perawatan mandiri pasien tuberkulosis mempermudah pemahaman dan membantu

pasien tuberkulosis dalam melakukan perawatan yang harus dilakukan pasien.

Panduan ini membantu pasien untuk melakukan perawatan mandiri sehingga

dapat menjalankan proses pengobatan sampai sukses.

Komponen yang terdapat dalam panduan perawatan mandiri yang telah

disusun adalah pemahaman tentang tuberkulosis, pemahaman tentang pengobatan

pasien tuberkulosis, pemenuhan nutrisi yang seimbang untuk pasien tuberkulosis,

pemahaman tentang peningkatan rasa percaya diri pasien tuberkulosis, dan

pemahaman tentang pencegahan penularan tuberkulosis kepada orang lain.

Dampak Terbentuknya Panduan Perawatan Mandiri Pasien Tuberkulosis

Terbentuknya panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis memiliki

dampak positif baik kepada pasien maupun kepada Puskesmas Sentosa Baru

Medan khususnya kepada perawat Puskesmas Sentosa Baru Medan. Panduan ini

membantu pasien dalam memahami dan mengerti akan perawatan mandiri yang

harus dilakukan sehingga proses pengobatan tuberkulosis dapat berjalan dengan

baik hingga dinyatakan sukses dalam pengobatn. Dampak ini juga dapat dirasakan

oleh perawat untuk memudahkan memberikan edukasi kepada pasien. Peskesmas

Universitas Sumatera Utara


Sentosa Baru Medan mempunyai panduan materi yang akan diedukasi kepada

pasien sehingga pasien dapat dipahami dengan baik.

Dampak lain yang didapat Puskesmas Sentosa Baru Medan adalah

Puskesmas Sentosa Baru Medan dengan adanya panduan ini, akan menambah

kelengkapan dokumen di Puskesmas Sentosa Baru Medan. Panduan ini akan

membantu perawat dalam mengaplikasi perawatan mandiri sesuai dengan teori

Dorothe Orem.
BAB 5

PEMBAHASAN

Bab ini membahas kesenjangan antara pelaksanaan penelitian dengan

teori. Peneliti memberikan argumentasi atau alasan mengapa terjadi kesenjangan

tersebut. Pada bab 5 akan dibahas proses pelaksanaan action research, outcome

pengembangan panduan pelaksanaan perawatan mandiri pada pasien

tuberkulosis, dampak pengembangan panduan perawatan mandiri pasien

tuberkulosis, pelajaran yang didapatkan oleh peneliti (lesson learned), dan

keterbatasan penelitian.

Proses Pelaksanaan Action Research

Pembentukan panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis dimulai dari

tahap reconnaissance dan dilanjutkan dengan tahap planning, action and

observing dan reflecting. Penelitian dengan metode action research sangat baik

dilakukan untuk membentuk suatu panduan perawatan mandiri yang berbasis teori

perawatan mandiri Dorothe Orem dan dikombinasikan dengan Peraturan Menteri

Kesehatan yang berlaku di Indonesia. Hal ini sesuai dengan yang dijabarkan Polit

and Back (2010), penelitian tidak hanya menghasilkan pengetahuan tetapi juga

ada tindakan dan peningkatan kesadaran untuk berubah dan menurut Kemmis,

McTaggart, & Nixon (2015) action research adalah penelitian tindakan dengan

pendekatan untuk memperbaiki pelaksanaan suatu kegiatan dengan jalan

melakukan suatu perubahan (intervensi) dan belajar dari pengalaman dalam

perubahan yang dilakukan melalui self-reflecive spiral yaitu spiral siklus yang

berulang yang meliputi perencanaan tindakan (planning), pelaksanaan tindakan


(acting), pengamatan sistematik terhadap tindakan (observing), refleksi

(reflecting), dan perencanaan kembali (replanning).

Metode action research sangat baik digunakann untuk mengembangkan

panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis karena dapat memberikan

informasi yang realistis yang dapat mudah dilakukan pasien tuberkulosis sehingga

menghasilkan pengetahuan baru. Implikasi dari penelitian action research akan

memberikan kontribusi yang signifikan untuk fasilitas kesehatan seperti

puskesmas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan panduan perawatan

mandiri pada pasien tuberkulosis. Rangkaian kegiatan yang dilakukan peneliti

terdiri dari empat tahapan besar di Puskesmas Sentosa Baru Medan untuk

menghasilkan outcome dalam penelitian. Pelaksanaan action research dilakukan

untuk mengembangkan panduan perawatan mandiri yang dapat digunakan kepada

pasien dan keluarga pasien serta petugas kesehatan untuk memberikan edukasi

terkait perawatan mandiri oleh pasien tuberkulosis. Pelaksanaan action research

berlangsung selama 18 minggu yang terdiri dari 1 siklus dalam empat tahap

action research. Menurut Waterman (2001), action research dapat bervariasi

antara 1 – 48 bulan dan setiap action research memiliki kelemahan dan kelebihan

antara lain membutuhkan waktu yang lama (Karim, 2001). Menurut Kemmis dan

McTaggart (2010), bagi peneliti action research pemula ada baiknya tidak

melakukan siklus yang terlalu lama karena sulit untuk mempertahankan komitmen

dan mengkaji kemajuan penelitian.


d. Tahap reconnaissance

Tahap ini dilakukan dalam rentang waktu 2 bulan yaitu pada bulan

Oktober dan November 2018. Pendekatan dilakukan peneliti baik kepada petugas

Puskesmas Sentosa Baru Medan maupun kepada pasien tuberkulosis Puskesmas

Sentosa Baru Medan. Pendekatan yang dilakukan peneliti dengan cara berbaur

dan berdiskusi dengan partisipan guna mencari data awal dan masalah yang akan

diteliti. Pendekatan dengan petugas puskesmas dilakukan guna untuk

mendapatkan izin dan faktor pendukung dalam melakukan penelitian.

Pada tahap reconnaissance peneliti melakukan penilaian pengetahuan

partisipan tentang perawatan mandiri melalui pengisian kuesioner pengetahuan

perawatan mandiri pasien tuberkulosis dimana kuesioner pengetahuan perawatan

mandiri pasien tuberkulosis tersebut sudah terlebih dahulu divalididasi oleh tiga

orang expert.

Pada tahap reconnaissance peneliti mengumpulkan data demografi dari

masing-masing partisipan. Karakteristik yang didapat adalah usia partisipan

dominan diusia produktif yaitu di umur 18-50 tahun, dominan laki-laki, tingkat

pendidikan SMP dan SMA, dan pekerjaan partisipan dominan pedagang dan

buruh pabrik. Faktor resiko penyebab tuberkulosis di Indonesia ada pada usia

produktif. Menurut Nurjana, 2015 faktor resiko terjadinya tuberkulosis di

Indonesia adalah tingkat pendidikan. Hal ini sesuai dengan kelompok partisipan

yang mempunyai tingkat pendidikan SMP dan SMA. Faktor resiko lain dari

pasien tuberkulosis adalah usia dan jenis kelamin (Dotulang, Sapulete, & Kandou,

2015).
Setelah mendapatkan hasil pengetahuan partisipan tentang perawatan

mandiri , peneliti melakukan FGD (Fokus Group Discussion) yang terdiri dari 3

sesi, yaitu sesi pertama peneliti lakukan kepada kelompok pasien yang sedang

menjalani proses pengobatan tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru Medan, sesi

kedua dilakukan pada kelompok pasien yang gagal dalam pengobatan dan ketiga

kelompok perawat tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru Medan. Data

partisipan yang sedang menjalani proses pengobatan didapatkan peneliti dari

partisipan yang melakukan rutin pengambilan obat di Peskusmas Sentosa Baru

Medan, sedangkan data partisipan yang gagal dalam pengobatan di dapatkan

peneliti dari Puskesmas Sentosa Baru Medan yang melanjutkan pengobatan

setelah dilakukan pengecekan dan pemeriksaan bahwa pasien tersebut gagal

dalam pengobatan awal. Partisipan dikelompokkan menjadi 2 bagian dan

dilakukan FGD pada masing-masing kelompok.

FGD dilakukan pada hari pengambilan obat rutin pasien ke Puskesmas

Sentosa Baru Medan yaitu setiap hari rabu. FGD berlangsung selama 40-60 menit

dengan jumlah partisipan pada kelompok partisipan yang sedang menjalani proses

pengobatan ada sebanyak 10 orang dan partisispan yang gagal dalam pengobatan

ada sebanyak 6 orang. FGD yang dilakukan peneliti tersebut menemukan 5 tema

yaitu 1) kurangnya pemahaman penderita tuberkulosis terkait tuberkulosis, 2)

kurangnya pemahamanan penderita tuberkulosis terkait perawatan mandiri, 3)

rendahnya kesadaran dalam perawatan mandiri, 4) kendala pelaksanaan perawatan

madiri dan 5) faktor pendukung perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis

sedangkan tema pada FGD kelompok perawat didapat 1) Kebutuhan informasi

tentang gambaran umum tuberkulosis, 2) informasi terkait perawatan mandiri


pasien tuberkulosis, 3) upaya pelaksanaan perawatan mandiri oleh pasien

tuberkulosis, 4) manfaat terbentuknya panduan perawatan mandiri pasien

tuberkulosis.

Peneliti melakukan tahap reconnaissance, berupa melakukan FGD kepada

2 kelompok yaitu kepada kelompok pasien yang masih menjalani proses

pengobatan, dan kelompok yang gagal dalam pengobatan, sedangkan FGD untuk

kelompok pasien yang sudah dinyatakan sukses dalam pengobatan tidak dapat

dilakukan karena pasien yang sudah sukses dalam pengobatan tidak kembali lagi

ke puskesmas. Data pasien yang sudah dinyatakan sukses dalam pengobatan

didapat peneliti dari data rekapan pasien yang dirawat fasilitas kesehatan

diwilayah Puskesmas Sentosa Baru Medan. Pasien yang sudah sukses dalam

pengobatan dilakukan peneliti wawancara kepada pasien dengan mengunjungi

rumah pasien. Waktu wawancara berlangsung selama 40-60 menit untuk masing-

masing kelompok pasien yang sudah sukses dalam pengobatan.

FGD dilakukan peneliti ditempat yang nyaman, sirkulasi udara baik dan

peneliti memfasilitasi setiap pasien tuberkulosis alat pelindung diri (APD) berupa

masker wajah untuk menghindari penularan selama berlangsung FGD.

Kepercayaan partisipan dipertahankan peneliti melalui teknik prolonged

engagament yaitu, peneliti melakukan pendekatan dalam waktu sekitar 2 bulan

dengan partisipan. Lamanya rentang waktu melakukan pendekatan akan

memperoleh kepercayaan yang tinggi antara peneliti dan partisipan sehingga

antara peneliti dan pasrtisipan memiliki keterkaitan yang lama menjadi semakin

akrab, semakin terbuka, dan saling mempercayai. Menurut Polit & Beck (2012),

teknik prolonged engagement menunjukkan bahwa penelitian tersebut memenuhi


kriteria credibility yang mengacu pada keyakinan kebenaran data dan interpretasi

data. Peneliti kualitatif harus berusaha untuk membangun kepercayaan dalam

kebenaran temuan bagi peserta dan konteks penelitian.

Pada tahap reconnaissance peneliti melakukan FGD kepada kelompok

perawat di Puskesmas Sentosa Baru Medan diperoleh bahwa masih ada pasien

yang sudah di edukasi tentang pengobatan tuberkulosis namun masih ada yang

gagal. Dalam tahap reconnaissance pada kelompok pasien yang sedang

menajalani pengobatan tampak informasi terkait perawatan mandiri masih rendah

hal ini terlihat dari pengetahuan tentang perawatan mandiri masih rendah dan hal

ini juga didukung dari pernyataan partisipan. Penelitian yang dilakukan Jadgal, et

al (2015) mengatakan bahwa edukasi tentang perubahan perilaku pasien

tuberkulosis akan mempengaruhi pasien dalam menerapkan informasi dalam

kehidupan sehari-hari sedangkan pasien yang gagal dalam pengobatan, lama

pengobatan dipengaruhi dari pasien tersebut dalam menerapkan perawatan

mandiri sesuai anjuran.

Penelitian Oluwafunmilayo, et al, 2017 mengungkapkan bahwa situasi

sosial pribadi para peserta termasuk persyaratan akomodasi, pengangguran dan

gizi mempengaruhi kepatuhan para peserta untuk perawatan. Ditemukan bahwa

dukungan sosial yang baik berpengaruh kepatuhan yang hanya bisa dinikmati

ketika pengobatan dan diagnosis tuberkulosis diungkapkan kepada anggota

keluarga dan teman-teman. Beberapa peserta, yang tidak patuhdi masa lalu,

dikaitkan alasan ketidakpatuhan mereka dengan efek samping itumereka alami.

Terakhir, peserta juga melaporkan pengetahuan tentang tuberkulosis,


yaitu,pengetahuan tentang penyebabnya, pengobatan dan pencegahannya, sangat

penting untuk kepatuhan terhadap pengobatan

Menurut Sullivan, Hegney, dan Francis (2013) sumber data dapat

dikumpulkan melalui kombinasi focus group discussion, catatan pasien. Informasi

yang didapatkan dari FGD akan dibandingkan dengan sumber data lain yaitu

kuesioner pengetahuan pasien tentang perawatan mandiri, sehingga akan

diperoleh sudut pandang yang berbeda dan dapat mengidentifikasi strategi yang

diperlukan untuk memperkaya budaya setting penelitian.

Pada tahap planning peneliti melakukan beberapa kegiatan

diantaranyamerencanakan sosialisasi program penelitian dan hasil pengumpulan

data reconnaissance kepada perawat dan caregiver, merencanakan pertemuan

rutin dalam menyusun pembentukan panduan perawatan mandiri pada

pasien.Kemmis dan Mctaggart (2002) menerangkan bahwa pada tahap planning

peneliti merencanakan tindakan yang bersifat tentatif atau sementara serta

fleksibel terhadap perubahan sesuai dengan kondisi partisipan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Hegney dan Francis (2015), faktor yang

menentukan kesuksesan penelitian action research yaitu terbinanya komitmen

antara peneliti dan orang lain, agenda rutin pelaporan jalanya kegiatan, harapan,

dan integritas dari metodologi penelitian.

Sahile, Yared, & Kaba (2018) menjelaskan bahwa pengetahuan yang baik

terhadap kepatuhan pengobatan tuberkulosis akan menghasilkan kesuksesan

pengobatan tuberkulosis. Carlsson, et al (2014) mengatakan, peran perawat dalam

meningkatkan pemahaman pasien dalam perawatan mandiri khususnya dalam

kepatuhan pengobatan akan meningkatkan kemandirian pasien dalam pengobatan


dan Nagpal & Chawla, (2014) mengatakan pengetahuan pasien dalam hal

peningkatan kebutuhan nutrisi selama pengobatan akan meningkatkan kualitas

pengobatan pasien tuberkulosis.

Serapelwane, Masalesele, & Masito, (2016) mengatakan bahwa

pengalaman pasien yang berada di Afrika Selatan tentang pengobatan DOTS

mengatakan bahwa dukungan dari berbagai pihak seperti keluarga, petugas

kesehatan serta informasi tentang tuberkulosis yang akan meningkatkan

pengobatan pasien hingga akhir sedangkan Sukamani, Lebese, Khoza, & Risenga,

(2012) mengatakan pengalaman keluarga dalam merawat pasien tuberkulosis

mempunya kesulitan yang berbeda-beda. Pasien dengan kualitas hidup yang tinggi

akan memudahkan keluarga dalam melakukan perawatan pasien tuberkulosis.

Keuntungan menjalankan perawatan mandiri secara keseluruhan yaitu

pemahaman menjalankan pencegahan dan penularan, kepatuhan dalam pengobtan,

pemenuhan nutrisi pasien tuberkulosis, dan peningkatan rasa percaya diri pasien

tuberkulosis akan meningkatkan kualitas pasien tuberkulosis dan meningkatkan

kesembuhan pasien tuberkulosis. Hal ini sesuai dengan penjelasan Howyida,

(2012) bahwa perawatan mandiri akan berpengaruh dalam keberhasilan

pengobatan tuberkulosis dengan adanya konseling. Menurut Wilson, et al (2016)

mengatakan pengetahuan pasien tuberkulosis tentang pengobatan harus didukung

dari berbagai media sehingga kegagalan pengobatan dapat dihindari. Davtyan, et

al (2015) mengatakan bahwa program sosial yang dilakukan kepada pasien

tuberkulosis dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang perawatan mandiri.

Nezenaga, Gacho & Tafere (2013) mengatakan pasien yang mendapat

dukungan dari faktor eksternal seperti dukungan keluarga, petugas kesehatan akan
meningkatkan kepuasan pasien dalam menjalani pengobatan dan Nursasi (2014)

mengatakan kemandirian pasien dalam menjalankan perawatan mandiri setelah

pasien didiagnosis tuberkulosis merupakan hal yang perlu dilatih sehingga

keberhasilan pengobatan dapat berjalan hingga akhir. Pinto (2016) mengatakan

bahwa hal yang utama dalam kesuksesan pengobatan antara lain adalah

kemampuan pasien melakukan perawatan mandiri mulai pasien di diagnosis

tuberkulosis. Perawatan mandiri tersebut antara lain kemampuan pasien dalam

minum obat secara rutin, kemampuan pasien dalam pencegahan dan penularan

kuman tuberkulosis dan pemenuhan nutrisi.

Faktor pendukung pelaksanaan perawatan mandiri dapat diperoleh dari

pemahaman tentang perawatan mandiri baik, tersedianya panduan tentang

perawatan mandiri, mendapat informasi terkait perawatan mandiri pada pasien

tuberkulosis, mendapat dukungan dari keluarga/PMO, mendapat dukungan dari

petugas kesehatan, serta endapat dukungan dari fasilitas kesehatan. Hal ini sesuai

dengan penelitian Carlsson, Johansson, Eale, & Kaboru, (2014) bahwa perawat

mengambil andil yang tinggi dalam keberhasilan pengobatan melalui pemberian

informasi yang menyeluruh kepada pasien sehingga keberhasilan pengobatan

pasien dapat berjalan dengan baik. Muhtar, et al (2013) mengatakan pasien

cenderung menyela dan gagal dari pengobatan ketika penyedia perawatan mereka

tidak cukup diawasi oleh Petugas Minum Obat (PMO). Tidak tersedianya

perawatan mandiri di fasilitas kesehatan dikaitkan dengan hilang dosis harian.

Mokgothu, Plessis, & Koen (2015) mengatakan anggota keluarga merupakan

kekuatan dan pemberi dukungan dalam meningkatkan spikologis pasien

tuberkulosis sedangkan menurut Andrade, et al (2016), kontribusi petugas


kesehatan sangat mempengaruhi perawatan mandiri pasien tuberkulosis yang

menjalankan pengobatan rutin.

Tahap acting dan observing, peneliti melaksanakan semua perencanaan

yang telah direncankan, seperti yang dinyatakan oleh Kemmis dan McTaggart

(2002) bahwa pada tahap acting peneliti melakukan kegiatan yang sudah

direncanakan pada tahap planning. Diawali Peneliti dengan bertemu dengan pihak

Kepala Puskesmas. Banyak hal yang dibicarakan terkait dengan rencana

penelitian dan langkah-langkah konkrit yang harus dilaksanakan untuk

mendukung kegiatan penelitian yang akan dilakukan, diantaranya menyusun tim

perumusan paduan perawatan mandiri pasien tuberkuosis. Panduan perawatan

mandiri yang telah disusun berdasarkan acuan yang berlaku di Indonesia.

Tim penyusun dan peneliti menggunakan teori keperawatan Dorothe Orem

tentang perawatan mandiri berbasis self care agency, sehingga kegiatan praktik

yang mendewasakan dan orang dewasa memulai dan melakukan, dalam kerangka

waktu, atas nama mereka sendiri dalam rangka kepentingan mempertahankan

hidup, memfungsikan kesehatan melanjutkan pengembangan pribadi dan

kesejahteraan dengan memenuhi syarat yang dikenal untuk pengaturan fungsional

dan perkembangan (Alligood, 2014).

Ketergantungan perawatan mengacu pada perawatan yang diberikan

kepada sesoorang yang karena usia atau faktor yang berhubungan, tidak dapat

melakukan perawatan diri sendiri yang diperlukan untuk mempertahankan hidup,

memfungsikan kesehatan, melanjutkan pengembangan pribadi dan kesejahteraan

(Alligood, 2014). Perawatan mandiri menurut Dorothe Orem pasien tuberkulosis

mengacu pada pemeliharan asupan udara yang cukup, pemeliharaan asupan


makanan yang cukup, pemeliharaan asupan air yang cukup, penyediaan perawatan

yang terkait dengan proses eliminasi dan kotoran, pemeliharaan keseimbangan

antara kesendirian dan interaksi sosial, emeliharaan keseimbangan antara

kesendirian dan istirahat, pencegahan bahaya bagi kehidupan manusia fungsi

manusia, dan kesejahteraan manusia, promosi fungsi dan perkembangan manusia

dalam kelompok-kelompok sosial sesuai dengan potensi manusia, keterbatasan

manusia yag dikenal dan keinginan manusia untuk menjadi normal. Normal

digunakan dalam arti manusia pada dasarnya dan yang sesuai dengan karakteristik

genetik dan konstitusional serta bakat-bakan individual.

Penelitian yang dilakukan Hoyiwda, et al (2012) mengatakan dalam

menerapkan perawatan mandiri perlu adanya konseling terkait perawatan mandiri

karena konseling yang dilakukan kepada pasien terkait perawatan mandiri seperti

isolasi, pencegahan, nutrisi maupun pengobatan akan berefek terhadap

keberhasilan pengobatan pasien tuberkulosis sampai tuntas. Penelitian yang

dilakukan oleh Erika, et al (2016) mengatakan self care pasien tuberkulosis

dipengaruhi dukungan petugas kesehatan, penerimaan diri pasien serta perubahan

perilaku dari pasien tersebut. Perubahan perilaku tersebut dapat dipengaruhi dari

informasi yang didapat dan dukungan dari petugas kesehatan terkait perawatan

mandiri pasien tuberkulosis.

Tahap acting dan observingyang dilakukan peneliti berupa sosialisasi

panduan kepada kelompok pasien. Peningkatan pengetahuan pasien tentang

perawatan mandiri meningkat dari sebelum dilakukan sosialisasi panduan

perawatan mandiri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Pettersson & Wenfalk (2015) mengatakan bahwa edukasi yang diberikan kepada
pasien tuberkulosis akan mempengaruhi kepatuhan dalam pengobatan. Peran

perawat dalam memberikan edukasi kepada pasien tuberkulosis akan

meningkatkan kepatuhan dalam menyelesaikan pengobatan.

Tahap 4 (reflecting) siklus pertama penelitian action research

pengembangan panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis berbasis Self

Care Agency yaitu melakukan tahap evaluasi dalam siklus pertama yang sudah

terlaksana, melaksanakan pemahaman awal terhadap pasien, dan melaksanakan

kegiatan sosialiasi panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis di Puskesmas

Sentosa Baru Medan. Pada tahapan reflection sejalan dengan Kemmis dan

McTaggart (2002), reflection merupakan berusaha memahami proses, masalah,

issue, dan hambatan yang dimanifestasikan dalam suatu tindakan strategis, yang

memperhitungkan berbagai aspek perspektif situasi yang akan muncul. Reflection

mempunyai aspek evaluatif dalam mempertimbangkan pengalaman seseorang dan

untuk menilai tindakan yang akan dilakukan. Perawat dapat membantu pasien

untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam melakukan kegiatan setiap hari

dengan mendidik, mengubah prilaku dan berfokus pada kemampuan dari pasien

(Aslani, Alimohammadi, Taleghani, & Khorasani, 2016).

Partisipasi yang terlibat dalam penelitian ini adalah 10 partisipan yang

berasal dari pasien tuberkulosis yang sedang menjalni proses pengobatan, 6

partisipan yang berasal dari pasien yang gagal dalam pengobatan dan 2 pasien

beserta keluarga yang sukses dalam pengobatan sedangkan dari pihak perawat

Puskesmas Sentosa Baru Medan yang terlibat ada sebanyak 6 perawat yaitu

perawat tuberkulosis, perawat penganggung jawab penyakit menuluar, perawat


tuberkulosis dan penanggung jawab pelayanan di Puskesmas Sentosa Baru

Medan.

Dalam penelitian action research peneliti memiliki peran yang sangat

komplek dan sulit. Dimana peneliti harus mampu memfasilitasi setiap terjadinya

perubahan dan juga memberikan masukan dalam pengembangan panduan

perawatan mandiri pasien tuberkulosis.

Tahapan observation dilakukan selama proses penelitian dengan

menggunakan field notes dan photo log. field notes dan photo logdigunakan

peneliti bentuk pencatatan yang paling umum sebagai alat pemgumpul data dalam

metode observasi (Afiyanti & Rahmawati, 2014). Field note atau catatan lapangan

adalah catatan yang dilakukan peneliti saat dilakukan dilapangan (Kemmis,

McTaggart & Nixon, 2015). Field note ini digunakan peneliti untuk

mengobservasi setiap responden saat dilakukan FGD antara lain mengobservasi

cara berpakaian, gerakan, perilaku nonverbal, interaksi antara satu individu

dengan individu lainnya, tindakan, lingkungan fisik. Pada penelitian ini field notes

berisi tanggal, waktu, dan lokasi penelitian, serta dua kolom yang terdiri atas

kolom hasil pengamatan. Photo log dilakukan peneliti dengan mencatat tanggal,

dan nomor foto pada kamera digital, memilih foto saat dilakukan penelitian.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Kemmis dan Taggart (1988) bahwa

tahapan reflection berusaha memahami proses, masalah, issue dan hambatan yang

dimanifestasikan dalam tindakan strategis, memperhitungkan berbagai perspektif

situasi yang muncul. Reflection biasanya dibantu dengan diskusi peserta

kelompok penelitian dengan wacana mengarah ke rekonstruksi makna situasi dan


memberikan dasar bagi rencana revisi. Reflection memiliki aspek evaluatif untuk

mempertimbangkan pengalaman, menilai efek tindakan yang dilakukan.

Hal ini sejalan dengan penelitian Langmore & Pisegna (2015) menyatakan

hasil penelitiannya bahwa dengan dilakukan edukasi yang berkesinambungan

terhadap pengobatan pasin tuberkulosis memberikan manfaat keuntungan

jangkapanjang.

Keterbatasan Peneliti dalam Pengembangan Panduan Perawatan Mandiri

Keterbatasan peneliti dalam menyelesaikan panduan perawatan mandiri

berbasis self careagency ini adalah susahnya menggali informasi dan masalah

yang berasal dari pasien tentang hambatan pasien dalam melakukan perawatan

mandiri di rumah karena pasien merasa penyakit yang dideritanya tidak baik

diketahui oleh orang lain. Pasien merasa malu dan menarik diri sehingga

informasi yang didapatkan peneliti kurang maksimal. Hal ini juga ditambah dalam

pengambilan data selama di Puskesmas sangat terbatas karena dalam melakukan

FGD dan wawancara harus memperhatikan kewaspadaan standar tempat maupun

pencegahan penularan dan kondisi pasien yang masih lemah. Tempat yang ada

dipuskesmas sangat terbatas mengingat ruang di Puskesmas sangat terbatas.

Saran Perbaikan pada Pembentukan Panduan Perawatan Mandiri pada

Pasien Tuberkulosis

Saran yang disampaikan oleh partisipan pendukung dalam pembentukan

panduan ini adalah bahasa yang digunakan sebaiknya lebih mudah dipahami oleh

pembaca, bentuk tulisan, dan lebih rinci. Saran dari para partisipan aka panduan
ini sebaiknya disesuaikan dengan panduan perawatan yang telah ditentukan oleh

Menteri Kesehatan dan panduan pelayanan tuberkulosis di Indonesia.

Dalam penyusunan panduan ini, peneliti dan partisipan bersama-sama

membahas apa yang menjani kendala dan permasalah yang di alami oleh pasien

sendiri dan partisipan pendukung seperti perawat Puskesmas Sentosa Baru

Medan. Hal ini menjadi memudahkan pemahaman pembaca terkhusus pasien

tuberkulosis yang dapat diaplikasikan secara langsung sehingga keberhasilan

pengobatan dapat berjalan dengan baik. FGD yang dilakukan di tahap awal dan

tahap akhir membantu peneliti dalam menemukan masalah dan menyelesaikan

kebutuhan partisipan apa yang akan dimasukkan ke dalam perumusan panduan.

Outcome Pengembangan Panduan Perawatan Mandiri

Proses penelitian satu siklus action research ini telah ada perubahan yang

nyata, perubahan tersebut yaitu: 1) Terbentuknya tim pengembangan perumus

panduan pasien tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru Medan, 2) telah

menghasilkan panduan Penduan Perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis

yang berbasis self care agency. Hasil dari penelitian action research

pengembangan panduan perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis berbasis self

care agency yang melakukan perawatan mandiri sesuai dengan teori Dorothe

Orem yang memberikan kontribusi terhadap perilaku bagaimana melakukan

perawatan mandiri. Perawatan mandiri (self care management) pada pasien

tuberkulosis dibagi menjadi 4 bagian yaitu (Howyida, et al., 2012) yaitu : Isolasi

(Isolasi) yang terdiri dari memiliki ruangan yang berventilasi yang baik untuk

pasien tuberkulosis, memiliki peralatan pribadi untuk mengontrol infeksi droplet,


Prevention (Pencegahan) yang terdiri dari mencuci tangan setelah batuk atau

bersin, meletakkan masker atau tissue setelah batuk dan bersin, memindahkan

sputum ke tempat limbah, menghindari ruang yang penuh dengan asap rokok,

Nutrition (Nutrisi) yang terdiri dari mengkonsumsi diet yang cukup (protein,

vitamins, carbohydrate, lemak), meningkatkan asupan protein, meningkatkan

asupan daging per hari dan treatment (pengobatan) yang terdiri mengkonsumsi

obat secara teratur, melakukan follow up/kontrol secara rutin, melakukan

latihan/olahraga.

Pelajaran yang Didapat dari Penelitian Action Research (Lesson Learned)

Pelaksanaan penelitian ini telah banyak memberikan pembelajaran bagi

perawat Puskesmas Sentosa Baru Medan, pasien tuberkulosis, dan khususnya

kepada peneliti mulai dari proses awal hingga akhir. Peneliti mendapatkan

pengalaman yang mengesankan dan bermakna selama proses penelitian ini.

Pembelajaran yang didapat dapat dikelompokkan kedalam dua bagian yaitu

pembelajaran dalam penelitian action research dan pembelajaran dalam

pengembangan diri (self development) peneliti.

Pembelajaran dalam penelitian action research

Proses yang dipilih peneliti untuk mengembangkan panduan perawatan

mandiri pada pasien tuberkulosis adalah melihat angka tuberkulosis di kota

Medan cukup tinggi dan perlu melakukan sebuat aksi dalam penelitian. Penelitian

tindakan atau action research dilakukan peneliti untuk memperoleh suatu output

untuk meningkatkan penyelesaian permasalahan yang sedang terjadi yang berasal

dari pemikiran dan pemahaman partisipan. Peneliti telah mampu mengembangkan


panduan perawatan mandiri oleh pasien tuberkulosis menggunakan pendekatan

penelitian action research.

Perawatan mandiri oleh pasien tuberkulosis disusun dengan mencari

permasalahan yang ada dari pasien dan dilakukan perumusan panduan bersama

perawat Puskesmas Sentosa Baru Medan. Penelitian ini memberikan informasi

bahwa permasalahan pasien tuberkulosis dalam melakukan perawatan mandiri

cukup komplek. Hal ini didapatkan peneliti dari penggalian informasi melalui

pengumpulan data melalui FGD dan wawancara kepada pasien.

Proses penyusunan panduan ini melibatkan perawat yang sudah

berpengalaman dalam merawat pasien di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

(FKTP) yaitu Puskesmas Sentosa Baru Medan. Penyusunan panduan ini

disesuaikan dengan Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dan

masalah yang didapat dari pasien tuberkulosis. Proses penyusunan panduan ini

menunjukkan peran perawat dalam penanggulangan tuberkulosis di Puskesmas

Sentosa Baru Medan cukup baik walaupun dalam proses penyusunan

membutuhkan penyesuaian waktu dan pemikiran yang kuat sehingga

menghasilkan panduan yang dapat dijadikan jadi bahan edukasi kepada pasien

tuberkulosis. Peran perawat dalam memberikan edukasi yang terus menerus akan

memberikan dampak dalam pengendalian tuberkulosis (Oblitas, et al, 2010).

Pembelajaran dalam pengembangan diri (self development) peneliti

Proses penelitian yang dilakukan mulai dari awal sampai akhir

memberikan pembelajaran yang banyak kepada peneliti khususnya dalam

pengembangan diri peneliti. Hal ini didapatkan peneliti karena dalam melakukan
penelitian dalam action researh adalah hal baru abgi peneliti. Hal ini membuat

peneliti belajar terus menerus selama proses penelitian.

Penyelesaian permasalahan dalam penelian membuat peneliti

mendapatkan pembelajaran yang sangat berharga. Penyelesaian permasalahan

tersebut terlihat dari memaksimalkan pelaksanaan FGD kepada pasien

tuberkulosis dengan memperhatikan standar pencegahan dan penularan dengan

menggunakan fasilitas tempat yang ada. Penyesuaian waktu dengan perawat dan

padatnya jumlah kunjungan membuat peneliti harus menyusun stategi dan cara

pendekatan selama proses penelitian.

Sepanjang proses penelitian mulai dari awal hingga akhir, peneliti belajar

bagaimana melakukan tahapan action research seperti pelaksanaan FGD,

pelaksaan wawancara, perumusan thematic consent serta lainnya. Pembelajaran

penting yang didapatkan peneliti yaitu melakukan analisa data kualitatif sehingga

menghasilkan thematic consentyang ada.Selama proses penelitian, peneliti

mendapat banyak tantangan yang beragam namun hal ini melatih peneliti untuk

menyusun stategi, berpikir kritis, mengambil keputusan, melatih berkomunikasi,

menggali informsi dari pasien yang mempunyai stigma yang buruk terhadap

tuberkulosis, serta peneliti lebih respek terhadap permasalahan pasien tuberkulosis

selama pengobatan. Akhirnya, penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti

dengan mengintegrasikan teori OREM terhadap pasien tuberkulosis menggunakan

action researchmembuat penelliti belajar mengaplikasi teori keperawatan dalam

menyelesaikan permasalahan di masyarakat.


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran dari penelitian ini.

Kesimpulan dan saranmerupakan ringkasan pembahasan tentang hasil penelitian

yang telahdibandingkan dengan teori dan penelitian terkait, sedangkan saran

merupakantindak lanjut dari penelitian ini.

Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan desain action research dengan

tujuanmengembangkan panduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis berbasis

self care untuk dapat melanjutkan perawatan sampai tuntas sehingga pengobatan

tuberkulosis yang dijalani dapat berjalan dengan baik. Aplikasi penelitian action

research saat penyusunan hasil dari reconnaissance yaitu pasien tuberkulosis

yaitu bagaimana seorang pasien tuberkulosis dapat melanjutkan perawatan

dengan berbasis self care agency mulai dari pengobatan, pemenuhan nutrisi,

pencegahan penularan, dan meningkatkan rasa percaya diri di lingkungan masing-

masing pasien tuberkulosis.

Proses penelitian selamaa 18 minggu diawali dengan tahap

reconnaissance yang bertujuan mendapatkan thematic concern dalam setting

penelitian. Tahapan berikutnya dilanjutkan dengan siklus action research yang

terdiri dari tahap planning, action, observation, dan reflecting. Tahap planning

peneliti membuat perencanaan bersama partisipan, petugas kesehatan di

Puskesmas Sentosa Baru Medan dalam rencana pengembangan panduan

perawatan mandiri berbasis self care agency pada pasien tuberkulosis. Tahap

action peneliti bersama partisipan


melakukan kegiatan sosialisasi terkait panduan yang telah disusun yang

sebelumnya telah dilakukan perumusan masalah terhadap panduan tersebut.

Proses berikutnya adalah melaksanakan tahap observing untuk menilai

kemampuan partisipan dalam penerapan perawatan mandiri yang terdiri dari

pengobatan tuberkulosis, pemenuhan nutrisi, pencegahan penularan dan

pemenuhan rasa percaya diri pasien tuberkulosis. Tahap terakhir yang

dilakukanadalah tahap reflecting untuk mengevaluasi terhadap proses action

research, dengan teknik FGD yang bertujuan menggali perspektif partisipan

setelah aplikasipanduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis dipahami oleh

pasien tuberkulosis dan keluarga pasien tuberkulosis.

Outputyang didapatkan setelah penelitian ini adalah tersusunnya panduan

perawatan mandiri pasien tuberkulosis yang berbasis self care agency pada pasien

tuberkulosis sehingga dapat digunakan baik kepada pasien, keluarga pasien dan

petugas kesehatan yang dapat diaplikasikan sehingga proses pengobatan dari

tuberkulosis tersebut dapat berjalan sampai tuntas.

Hasil analisis kualitatif dan kuantitatif terlihat pada penelitian ini

yangberdampak positif terhadap pengetahuan pasien tuberkulosis tentang

perawatan mandiri. Hal ini dikarenakan bertambahnya pengetahuan dan

pemahaman pasien tuberkulosis dan keluarga dalam melakukan perawatan

mandiri dalam melanjutkan parawatan sehingga proses pengobatan pasien

tuberlukosis dapat dijalankan sampai tuntas, nutrisi pasien tuberkulosis dapat

berjalan dengan baik, pencegahan penularan dapat diatasi, dan rasa percaya pasien

tuberkulosis tetap baik sedangkan untuk petugas kesehatan panduan ini dapat

digunakan sebagai dasar dalam melakukan edukasi kepada pasien tuberkulosis


baik kepada pasien baru maupun kepada pasien lama serta menjadi tambahan

dokumen di Puskesmas Sentosa Baru Medan. Perawat yang telah mendapatkan

pembelajaran tentang pasnduan perawatan mandiri pasien tuberkulosis yang

berbasis self care agency dengan menerapkan perawatan sesuai Dorothe Orem.

Keterbatasan penelitian action research pengembangan panduan

perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis yang berbasis self care agency

adalah partisipan yang direncanakan di awal oleh partisipan tidak semua didapat

oleh peneliti karena partisipan yang sudah sukses dalam pengobatan tidak

mengunjungi puskesmas lagi sehingga untuk melakukan FGD terhadap kelompok

pasien yang sudah sukses dalam pengobatan tidak dapat dilakukan. Keterbatasan

penelitian tersebut yang menjadi penghambat dalam proses penelitian dapat

teratasi berkat kesediaan partisipan yang sudah sukses dalam pengobatan untuk

dikunjungi ke rumah dengan melakukan In deep Interview kepada pasien masing-

masing dan data pasien yang telah sukses dalam pengobatan di dapatkan peneliti

dari puskesmas sentosa baru. Pendataan pasien tuberkulosis yang dilakukan oleh

Puskesmas Sentosa Baru Medan adalah baik sehingga peneliti dengan mudah

mendapatkan data yang ingin diharapkan.

Saran

Bagi Puskesmas

Penelitian ini akan menghasilkan panduan perawatan mandiri yang berbasis self

care agency pada pasien tuberkulosis. Peneliti mengharapkan kepada pihak

manajemen Puskesmas Sentosa Baru Medan untuk memperbanyak panduan

tersebut di ruang tuberkulosis sehingga pasien yang sedang menunggu


pengambilan obat dapat mengisi waktu dengan membaca panduan perawatan

mandiri berbasis self care agency selama di Puskesmas serta petugas kesehatan

yang terkait dengan program tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru Medan

melakukan sosialisasi berkala terhadap pasien terkait panduan perawatan mandiri

pada pasien tuberkulosis kepada pasien tuberkulosis dan keluarga pasien

tuberkulosis sehingga petugas tuberkulosis dapat mengevaluasi perawatan

mandiri pasien tuberkulosis .

Bagi praktik keperawatan

Hasil penelitian ini memberikan kontribusi kepada perawat dalam

melakukan edukasi kepada pasien baru tuberkulosis maupun pasien lama

tuberkulosis sehingga keberhasilan pengobatan dapat dilakukan sampai tuntas dan

angka keberhasilan pengobatan tuberkulosis meningkat baik di lingkungan

Puskesmas maupun di Kota Medan.

Bagi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini menghasilkan panduan perawatan mandiri yang dapat

digunakan kepada peserta didik untuk memberikan edukasi kepada pasien

tuberkulosis.

Bagi perkembangan riset keperawatan

Penelitian ini akan menjadi salah satu data riset keperawatan yang dapat

dikembangkan dalam riset keperawatan dan menjadi masukan untuk penelitian

selanjutnya. Penelitian ini dapat juga dijadikan sebagai dasar penelitian

selanjutnya (evidenced based). Peneliti menyarankan sebaiknya peneliti berikut

nyamempertimbangkan untuk meneliti pengaruh dari pelaksanaan panduan


perawatan mandiri pasien tuberkulosis berbasis self care agency di Puskesmas

Sentosa Baru Medan.


DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R. (2017). PakarTeoriKeperawatandanKaryaMereka, Edisi Bahasa


Indonesia Volume 1. Singapore: Elsevier

Andrade, R.P., Maia, V.F., Queires, R.F., Carreiro, G. S. P., Villa, T.C.S., et al.
(2016). Profesional Contribution of Primary Health Care for Assisted Self
Care to Patient with Tuberculosis from Revista de Pesquisa : Cuidado e
Fundamental Online 8 (2016), 3, Page 4857-4863

Black, J.M, &Hawks, J.H. (2014).KeperawatanMedikalBedah


:ManajemenKlinisuntukHasil yang diharapkan, Edisi 8. Singapore : Elsevier

Bulechek, G.M., Butcher, H & Dochterman, J M. (2013). Nursing


InterventionClassification (NIC) sixth edition.United States of America.
Elsevier

Carlsson,M., Johansson,S., Eale,R.B., & Kaboru,B.B (2014). Nurses’ Roles and


Experiences with Enhancing Adherence to Tuberculosis Treatment among
Patients in Burundi: A Qualitative Study. E-Journal of Tuberkulosis
Research and Treatment Volume 2014. Retrieved from
http://dx.doi.org/10.1155/2014/984218

CDC. (2013). Patient Adherence to Tuberculosis Treatment. Atlanta: U.S.


Department Of Health And Human Services

Davison, R.M, Martinsons, M.G., Kock, N.(2004). Principles of Canonical Action


Research. Journal International Systems. Journal : 14, Page 65-86

Departemen Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas):


LaporanNasional 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Depkes RI

Davtyan,K., Aghabekyan, S., Davtyan, T., Zachariah, R., Acosta, C., &Dadu, A.
(2015). Social Support Programme for Tuberculosis Patients in Armenia :
Perceptions of Patients and Doctors from Public Health Pandrama volume 1.
Issue 3 .205.268
Erdem, M., & Tasci, N. (2013). Determination of Self-Esteem Levels of Patient
with Tuberculosis. Diunduh dari website:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 15143424 Pada Tanggal 21 April
2018

Ewen, M.M., & Wills, E.M. (2013). Theoretical Basis for Nursing, 3th ed.
Philadelphia : Lippincott William & Wilkins
Fawcett, J. (2014). Contemporary Nursing Knowledge : Analysis and Evaluation
of Nursing Models and Theories, Second Edition. Philadelphia: F.A Davis
Company

Howyida, S. (2012). Effect of Counseling on Self Care Management Among


Adult Patients with Pulmonary Tuberculosis. Life Science Journal
Holter, I. M., Schwartz, D., & Barcott. (1993). Action research: What Is It?
Howhas it Been Used and How Can It be Used in Nursing?. Journal of
AdvancedNursing, 18, (2), 298-304
Ignatavicius, D.D & Workman, M.L. (2006). Medical Surgical Nursing:
Criticalthingking for Collaborative Care. St. Louis: Elseivier Inc.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). INFODATIN : You Can Control Your
Asthma. Jakarta: Kemenkes RI
Kemmis, S., McTaggart, R., & Nixon, R. (2015). The Action Research Planner:
Doing Critical Participatory Action Research. Singapore: Springer
Science+Business Media Singapore. Retrieved from www.bookfi.orgMacq,
N., Solis, M., & Martinez, M. (2015).Assessing the stigma of
tuberculosis.Diunduhdari website:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17130070 padaTanggal 21 April 2018

Lemone, P & Burke, M.K. (2008).Medical Surgical Nursing: Critical Thinking


Inclient Care. St. Louis: Cummings Publishing Company Inc

Lewis, S.L., Dirksen, S.R., Heitkemper, M.M., Bucher, L., Camera, I.M. (2011).
Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of ClinicalProblem.
1. St. Louis Missouri:Mosby Year Book

LoBiondo-Wood, G., & Haber, J. (2014). Nursing Research: Methods and


Critical Appraisal for Evidence-Based Practice. 8 th Edition. China:
Elsevier Mosby.

Loiselle, C. G., Profetto-McGrath, J., Polit, D. F., & Beck, C. T. (2011).


Canadian Essentials of Nursing Research. 2nd Edition. China: Lippincott
Williams & Wilkins. Retrieved from www. bookfi.org

Mokgothu, M.C., Plessis, E.D., & Koen, M. P. (2015). Experiences The Strengths
of Families in Supporting Mentally-illl Family Members’, E-Journal from
curationis 38(1), Art.#1258,8
pages
http://dx.doi.org/10.4102/curationis.v38i1.1258

Muhtar. (2013). Pemberdayaan Keluarga dalam Peningkatan Self Efficacy dan


Self Care Activity Keluarga dan Penderita TB Paru.Politeknik Kesehatan
Kemenkes Mataram : Nusa Tenggara Barat
Nagpal,M., Devgun, P., &Chawla, N. (2014). A Study on Nutrisional Status and
Change in Body Mass Index with Treatment Outcome in Smear-Positive
Pulmonary TB Patient on DOTS in Amritsar City from Journal of Medical
Science and Public Health 12015 vol 4 issue 4
Nezenaga, Z.S., Gacho, M., & Tafere, T.E,. (2013). Patient satisfaction on
tuberculosis treatment service and adherence to treatment in public health
facilities of Sidama zone, South Ethiopia. BMC Health Service Research, 13,
110

Nursasi, A.Y. (2014). Peningkatan Kemandirian Perawatan Klien TB Paru


melalui Pemberdayaan dalam Kelompok KeluargaMandiri diunduh dari
http://stoptbindonesia.org/dok/Article%20for%20FSTPI_Yuni_Indonesia.pdf

Orem, D. E., (2001). Nursing: Concept of practice. (6th Ed.). St. Louis: Mosby
Inc

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika

Price,S.,& Wilson, L. (2006). Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Ed 6 Vol 2. Jakarta : EGC

PMK RI No. 67 Tahun 2016. Penanggulangan Tuberkulosis. Menteri Kesehatan


Republik Indonesia

PDPI. (2010). PedomanDiagnostikdanPenatalaksanaanAsma di Indonesia :Asma.


PerhimpunanDokterParu Indonesia

Pinto,E.S.G., Lira,A.L.B., Fernandes,M.I.D., Beraldo,A.A., Batista,P.F.B.,


Andrande,.R.P.S., &Villa,T.C.S. (2016). Self Care Assisted in People with
Tuberkulosis Treatment from International Archives Medicine
Polit, D.F., & Beck, C. T. (2010). Nursing Research : Appraising Evidence for
Nursing Practice, 7thed, William & Wilkins, Lippincott

Profil Kesehatan Sumatera Utara. (2017). Profil Kesehatan Sumatera Utara

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. RisetKesehatanDasar. Jakarta: Badan


Litbangkes, Depkes RI, 2013

Serapelwane, M.G.,Masalesele,M.D.,&Masito,G.M. (2016). Experinces of Patient


Having Tuberculosis (TB) Regarding the Use of Directly Observed
Treatment Short-Course (DOTS) in the North West Province, South Africa
from South Africa, citationis 36 (1), org/10.4102/curationis.v39i1.1629
Sahile,Z., Yared,A. & Kaba,M.(2018). Patients‟ experiences of TB Treattment
Adherence: a Qualitative Study on DOTS Service in Public Health Centers
in Addis Ababa, Ethiopia.E-Journal of BMC Public Health (2018)18:462.
Retrieved from https://doi.org/10.1186/s12889-018-5404-y
Sukamani, J.T., Lebese, R.T., Khoza, L. B., &Risenga, P.R. (2012). Experiences
of Family Members Caring for Tuberculosis Patient at Home at Vhembe
District of the Limpopo Province from from curationis 35(1), Art.#54,8
pages, http://dx.doi.org/10.4102/curationis.v35i1.54
Tankimovich, M. (2013). Barriers and Interventions for Improved Tuberculosis
Detection and Treatment among Homeless and Immigrant Populations : A
Literature Review from Journal of Community Health Nursing,30:2, 83-92,
DOI : 1.108/07370016.2013.778723
Widjanarko, B., Gompelman, M., Dijkers, M., &Werf, M.J.(2009). Factors that
Influence Tretment Adherence of Tuberkulosis Patient Living in Java,
Indonesia from Academic Medical Center, The Netherlands
Wilson,J.W., Ramos, J.G., Castillo, F. Castellanos,E.F., &Escalante, P. (2016).
Tuberculosis Patient and Family Education Through Videography in
Salvador in Journal of Clinical Tuberculosis and Other Mycobacterial
DiseasesVolume 4, August 2016, pages 14-20.Retrieved from
https://doi.org/10.1016/j.jctube.2016.05.001
WHO. (2018). Global Tuberculosis Report 2016. Diunduh dari website:
http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/ Pada Tanggal 21 April
2018

Yin, R. K. (2011).Qualitative Research from Start to Finish. New York: The


Guilford Press. Retrieved from www. bookfi.org

Zumla, A., Raviglione, M., Hafner, R,.&Reyn, F.V.


(2013).Tuberculosis.The New England Journal of Medicine, (368), 745-
55
RIWAYAT HIDUP

Nama : Lina Berliana Togatorop

Tempat/Tanggal Lahir : Sumbul, 26 Januari 1989

Pekerjaan : Mahasiswa / Staff Akreditasi RSU Bunda

Thamrin

Alamat : Jl. Saudara Gg. Kelapa Kompleks Kelapa Asri No.

9 Medan, Sumatera Utara, Kode Pos 20218

Riwayat Pendidikan Formal :


Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus
SD SD Negeri 030332 Sumbul 2001
SMP SMP N 1 Sumbul 2004
SMA SMA N 1 Sidikalang 2007
Sarjana Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan 2011
(S.Kep) Universitas Sumatera Utara
Pendidikan Profesi Program Studi Profesi Ners 2012
(Ners) Universitas Sumatera Utara
Magister Fakultas Keperawatan 2019
Keperawatan Universitas Sumatera Utara
(M.Kep)

Riwayat Pendidikan Non Formal :

 Short Course Prevention and Eradication Tuberculosis in Australia (Short

Term Award) tahun 2018

Penghargaan :

 Penerima Beasiswa Tanoto Foundation Magister Universitas Sumatera

Utara tahun 2017-2018

 Juara II Lomba Video Edukasi pada Lomba Ilmiah Nasional Scientific

Competition of Nursing Universitas Sumatera Utara tahun 2017


LAMPIRAN 1

INSTRUMEN PENELITIAN
PENJELASAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Lina Berliana Togatorop

NIM 167046046

Mahasiswa : Magister Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara

Judul Penelitian : Pengembangan Panduan Perawatan Mandiri Berbasis Self

Care Agency pada Pasien Tuberkulosis di Puskesmas

Sentosa Baru, Medan

Tujuan Penelitian : Menyusun Panduan Perawatan Mandiri Berbasis Self

Care Agency pada Pasien Tuberkulosis di Puskesmas

Sentosa Baru, Medan

Memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini

secara sukarela. Bapak/Ibu berhak menetapkan sikap dan keputusan untuk tetap

berpartisipasi dalam penelitian ini atau mengundurkan diri karena alasan tertentu.

Saya berharap jawaban Bapak/Ibu yang diberikan dalam penelitian ini

berdasarkan pendapat Bapak/Ibu tanpa dipengaruhi orang lain. Saya akan

menjamin kerahasiaan identitas dan pendapat Bapak/Ibu. Informasi yang

Bapak/Ibu berikan akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan

dan tidak dipergunakan untuk maksud lain.

Bila ada hal lain yang ingin diketahui lebih lanjut, Bapak/Ibu dapat

menghubungi saya di nomor 085276684446, dan melalui penjelasan yang singkat


ini saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian

ini. Atas kesediaan Bapak/Ibu, Peneliti mengucapkan terima kasih.

Medan,....................................

Peneliti,

Lina Berliana Togatorop

NIM. 167046046
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ...........................................................................

Alamat : ...........................................................................

Nomor HP : ...........................................................................

Semua penjelasan terkait penelitian dengan judul ”Pengembangan

Panduan Perawatan Mandiri Berbasis Self Care Agency pada Pasien Tuberkulosis

di Puskesmas Sentosa Baru, Medan”, telah disampaikan kepada saya. Saya

mengerti bahwa bila memerlukan penjelasan, saya dapat menanyakan kepada

saudari Lina Berliana Togatorop. Saya memahami dan mengerti bahwa penelitian

ini tidak berdampak buruk terhadap saya, maka dari itu saya bersedia menjadi

responden penelitian.

Medan, ...................................

Responden,

(.............................................)
KEUSIONER DATA DEMOGRAFI

Petunjuk Pengisian :

1. Isilah titik – titik di bawah ini dengan cara menuliskan jawaban-jawaban pada

pertanyaan yang bertanda titik-titik atau memberikan tanda checklist ( )

pada kolom jawaban yang disediakan.

2. Jawablah pertanyaan berikut dengan jujur.

3. Dimohon kepada responden untuk mengisi semua pertanyaan.

Kode (diisi oleh Peneliti) : ........................

1. Inisial Responden : Tn Ny Nn

2. Usia.................................................................................tahun

3. Jenis Kelamin Laku-laki Perempuan


:

4. Suku : ...........................

5. Pendidikan : ...........................

6. Pekerjaan : ...........................

7. Agama : ...........................

8. Lama Menjalani Pengobatan Tuberkulosis : ...........................


KUESIONER PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PERAWATAN

MANDIRI PADA PASIEN TUBERKULOSIS

Petunjuk Pengisian

1. Pengisian kuesioner ini dilakukan dengan cara memberikan tanda checklist

( ) pada salah satu jawaban yang menurut Bapak/Ibu paling tepat.

2. Setiap pertanyaan hanya memiliki satu jawaban.

3. Setelah mengisi jawaban pada kuesioner ini, mohon memeriksa kembali agar

pertanyaan dijawab semua.

Kode (diisi peneliti) : ........................

NO PERNYATAAN JAWABAN
BENAR SALAH
1 TBC Paru adalah penyakit yang tidak menular
yang disebabkan oleh kuman bakteri
mycobacterium tuberkulosis.
2 Demam, meriang berkepanjangan, berat badan
menurun, batuk terus menerus, napsu makan
menurun, berkeringar malam hari merupakan
gejala utama TBC Paru.
3 Mual, sakit kepala, nyeri sendi, diare dan ruam
pada kulit adalah efek samping pengobatan TBC
Paru.
4 Resiko tertular TBC Paru dapat dilakukan dengan
cara tidak merokok dan menghindari asap rokok.
5 Daya tahan tubuh yang tidak baik merupakan
faktor yang memudahkan proses penularan TBC
Paru.
6 Penggunaan masker yang tidak rutin oleh
penderita TBC Paru tidak akan mempengaruhi
penularan kuman TBC Paru.
7 Rumah yang memiliki ventilasi udara yang baik
dapat mencegah penularan kuman TBC Paru.
8 Mencuci tangan setelah batuk dan bersin dapat
pencegahan penularan TBC Paru.
9 Menjemur tempat tidur penderita TBC Paru dapat
mengurangi pencegahan penularan TBC Paru.
10 Makan makanan yang bergizi dapat meningkatkan
daya tahan tubuh penderita TBC Paru.
11 Mengkonsumsi tinggi protein seperti makan telur
baik untuk panderita TBC Paru.
12 Berhenti minum obat TBC Paru sebelum
waktunya membuat kuman TBC menjadi kebal
terhadap obat TBC.
13 Pemeriksaan dahak perlu dilakukan pada
seseorang yang dicurigai menderita TBC.
14 Penderita TBC Paru minum obat secara teratur
sampai tuntas selama 6-8 bulan.
15 Mengkonsumsi obat TBC secara rutin akan
mempercepat pengobatan TB.
16 Tahap awal dalam pengobatan TBC, diperlukan
waktu 2-3 bulan dan obat dikonsumsi tiap hari.
17 Pengawas Minum Obat (PMO) dibutuhkan untuk
membantu mengingatkan penderita TBC Paru
dalam pengobatan TBC.
18 Penderita TBC Paru dapat disembuhkan dengan
pengobatan teratur.
19 Penderita TBC Paru sebaiknya tidak berinteraksi
dengan orang lain di lingkungan sekitarnya agar
tidak terjadi penularan.
20 Penderita TBC Paru dapat meningkatkan rasa
percaya dirinya dengan mencari dukungan dari
keluarga, petugas kesehatan dan lingkungan
tempat tinggal.
PANDUAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)

“PENGEMBANGAN PANDUAN PERAWATAN MANDIRI BERBASIS

SELF CARE AGENCY PADA PASIEN TUBERKKULOSIS

DI PUSKESMAS SENTOSA BARU, MEDAN”

(Kelompok Perawat Tuberkulosis)

Hari,Tanggal : ....................................

Waktu : .....................................

Tempat : .....................................

Jumlah Responden : .....................................

A. Judul Penelitian :

Pengembangan Panduan Perawatan Mandiri Berbasis Self Care Agency pada

Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru, Medan.

B. Pendahuluan

Perkenalan (dilakukan dengan pendekatan interpersonal)

1. Mengucapkan salam dan terima kasih atas kesediaan hadir mengikuti

FGD.

a. Selamat pagi buat kita semua, terima kasih atas kehadiran Bapak/Ibu

semuanya pada pertemuan FGD pada pagi hari ini.

2. Memperkenalkan diri sebagai fasilitator dan pengamat FGD.

a. Perkenalkan nama saya Lina Berliana Togatorop, Mahasiswa Magister

Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya akan


memfasilitasi diskusi kita tentang perawatan mandiri berbasis self care

agency pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru, Medan.

3. Memberikan penjelasan tentang maksud, tujuan dan aturan mengikuti

FGD.

a. Diskusi ini adalah diskusi kelompok terarah, seperti menggali

pendapat yang sifatnya umum dengan pertanyaan terbuka.

b. Pertanyaan terbuka berguna untuk mengundang pendapat dari

Bapak/Ibu untuk bebas berpendapat dengan mengutarakan berbagai

macam pendapat.

c. Diskusi kita kali ini membahas tentang bagaimana perawatan mandiri

pada pasien tuberkulosis.

d. Saya tertarik dan ingin mendengar pendapat, pandangan dan komentar,

ide maupun saran Bapak/Ibu tentang perawatan mandiri pada pasien

tuberkulosis.

e. Semua jawaban yang disampaikan oleh peserta FGD tidak ada yang

salah, semua benar karena kita memiliki pandangan maupun pendapat

sendiri-sendiri tentang perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis.

f. Bapak/Ibu boleh berbeda pendapat dan dimohon kepada semua peserta

untuk menghargai pendapat orang lain.

g. Semua peserta dalam diskusi ini memiliki kesempatan yang sama

untuk berpartisipasi dalam pembicaraan.

h. Semua yang disampaikan oleh peserta dalam diskusi ini akan disimpan

dan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian.


i. Pada pelaksanaan diskusi ini, saya akan menggunakan alat perekam

dan membuat catatan tentang perjalanan diskusi ini. Hal ini semata-

mata dimaksudkan agar seluruh pendapat Bapak/Ibu dapat tercatat

dengan baik.

4. Memperkenalkan peserta FGD.

C. Diskusi

1. Apa yang dimaksud dengan perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis?

2. Sebagai seorang perawat tuberkulosis di fasilitas kesehatan ini, apa saja

peran yang saudara lakukan selama ini?

3. Menurut saudara, apa tindakan yang dilakukan pasien untuk meningkatkan

kemampuan pasien tuberkulosis dalam melakukan perawatan mandiri?

4. Menurut saudara, apa tindakan yang dilakukan kepada pasien untuk

meningkatkan kemampuan pasien tuberkulosis dalam melakukan

kepatuhan dalam pengobatan?

5. Menurut saudara, apa tindakan yang dilakukan kepada pasien untuk

meningkatkan kemampuan pasien tuberkulosis dalam melakukan

pemenuhan nutrisi?

6. Menurut saudara, apa tindakan yang dilakukan kepada pasien untuk

meningkatkan kemampuan pasien tuberkulosis dalam melakukan

pencegahan dan penularan tuberkulosis?

7. Menurut saudara, apa tindakan yang dilakukan pasien untuk meningkatkan

rasa percaya diri ketika didiagnosa menderita penyakit tuberkulosis?


D. Penutup

1. Menyimpulkan FGD Perawatan Mandiri Berbasis Self Care Agency pada

Pasien Tuberkulosis.

2. Menutup FGD.
PANDUAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)

“PENGEMBANGAN PANDUAN PERAWATAN MANDIRI BERBASIS

SELF CARE AGENCY PADA PASIEN TUBERKULOSIS

DI PUSKESMAS SENTOSA BARU, MEDAN”

(Kelompok Pasien yang sedang Menjalani Pengobatan Tuberkulosis)

Hari,Tanggal : ....................................

Waktu : .....................................

Tempat : .....................................

Jumlah Responden : .....................................

A. Judul Penelitian :

Pengembangan Panduan Perawatan Mandiri Berbasis Self Care Agency pada

Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru, Medan.

B. Pendahuluan

Perkenalan (dilakukan dengan pendekatan interpersonal)

1. Mengucapkan salam dan terima kasih atas kesediaan hadir mengikuti

FGD.

a. Selamat pagi buat kita semua, terima kasih atas kehadiran Bapak/Ibu

semuanya pada pertemuan FGD pada pagi hari ini.

2. Memperkenalkan diri sebagai fasilitator dan pengamat FGD.

a. Perkenalkan nama saya Lina Berliana Togatorop, Mahasiswa Magister

Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya akan


memfasilitasi diskusi kita tentang perawatan mandiri berbasis self care

agency pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru, Medan.

3. Memberikan penjelasan tentang maksud, tujuan dan aturan mengikuti

FGD.

a. Diskusi ini adalah diskusi kelompok terarah, seperti menggali

pendapat yang sifatnya umum dengan pertanyaan terbuka.

b. Pertanyaan terbuka berguna untuk mengundang pendapat dari

Bapak/Ibu untuk bebas berpendapat dengan mengutarakan berbagai

macam pendapat.

c. Diskusi kita kali ini membahas tentang bagaimana perawatan mandiri

pada pasien tuberkulosis.

d. Saya tertarik dan ingin mendengar pendapat, pandangan dan komentar,

ide maupun saran Bapak/Ibu tentang perawatan mandiri pada pasien

tuberkulosis.

e. Semua jawaban yang disampaikan oleh peserta FGD tidak ada yang

salah, semua benar karena kita memiliki pandangan maupun pendapat

sendiri-sendiri tentang perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis.

f. Bapak/Ibu boleh berbeda pendapat dan dimohon kepada semua peserta

untuk menghargai pendapat orang lain.

g. Semua peserta dalam diskusi ini memiliki kesempatan yang sama

untuk berpartisipasi dalam pembicaraan.

h. Semua yang disampaikan oleh peserta dalam diskusi ini akan disimpan

dan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian.


i. Pada pelaksanaan diskusi ini, saya akan menggunakan alat perekam

dan membuat catatan tentang perjalanan diskusi ini. Hal ini semata-

mata dimaksudkan agar seluruh pendapat Bapak/Ibu dapat tercatat

dengan baik.

4. Memperkenalkan peserta FGD.

C. Diskusi

1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang perawatan mandiri pada pasien

tuberkulosis?

2. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang kepatuhan dalam pengobatan

tuberkulosis?

3. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang pemenuhan nutrisi pada pasien

tuberkulosis?

4. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang pencegahan dan penularan pada

pasien tuberkulosis?

5. Apa yang biasa Bapak/Ibu lakukan dalam meningkatkan rasa percaya diri

ketika dinyatakan menderita tuberkulosis?

D. Penutup

1. Menyimpulkan FGD perawatan mandiri berbasis self care agency pada

pasien tuberkulosis.

2. Menutup FGD.
PANDUAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)

“PENGEMBANGAN PANDUAN PERAWATAN MANDIRI

BERBASIS SELF CARE AGENCY PADA PASIEN TUBERKKULOSIS

DI PUSKESMAS SENTOSA BARU, MEDAN”

(Kelompok Pasien yang Gagal dalam Pengobatan Tuberkulosis)

Hari,Tanggal : ....................................

Waktu : .....................................

Tempat : .....................................

Jumlah Responden : .....................................

A. Judul Penelitian :

Pengembangan Panduan Perawatan Mandiri Berbasis Self Care Agency pada

Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru, Medan.

B. Pendahuluan

Perkenalan (dilakukan dengan pendekatan interpersonal)

1. Mengucapkan salam dan terima kasih atas kesediaan hadir mengikuti

FGD.

a. Selamat pagi buat kita semua, terima kasih atas kehadiran Bapak/Ibu

semuanya pada pertemuan FGD pada pagi hari ini.

2. Memperkenalkan diri sebagai fasilitator dan pengamat FGD.

b. Perkenalkan nama saya Lina Berliana Togatorop, Mahasiswa Magister

Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya akan


memfasilitasi diskusi kita tentang perawatan mandiri berbasis self care

agency pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru, Medan.

3. Memberikan penjelasan tentang maksud, tujuan dan aturan mengikuti

FGD.

a. Diskusi ini adalah diskusi kelompok terarah, seperti menggali

pendapat yang sifatnya umum dengan pertanyaan terbuka.

b. Pertanyaan terbuka berguna untuk mengundang pendapat dari

Bapak/Ibu untuk bebas berpendapat dengan mengutarakan berbagai

macam pendapat.

c. Diskusi kita kali ini membahas tentang bagaimana perawatan mandiri

pada pasien tuberkulosis.

d. Saya tertarik dan ingin mendengar pendapat, pandangan dan komentar,

ide maupun saran Bapak/Ibu tentang perawatan mandiri pada pasien

tuberkulosis.

e. Semua jawaban yang disampaikan oleh peserta FGD tidak ada yang

salah, semua benar karena kita memiliki pandangan maupun pendapat

sendiri-sendiri tentang perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis.

f. Bapak/Ibu boleh berbeda pendapat dan dimohon kepada semua peserta

untuk menghargai pendapat orang lain.

g. Semua peserta dalam diskusi ini memiliki kesempatan yang sama

untuk berpartisipasi dalam pembicaraan.

h. Semua yang disampaikan oleh peserta dalam diskusi ini akan disimpan

dan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian.


i. Pada pelaksanaan diskusi ini, saya akan menggunakan alat perekam

dan membuat catatan tentang perjalanan diskusi ini. Hal ini semata-

mata dimaksudkan agar seluruh pendapat Bapak/Ibu dapat tercatat

dengan baik.

4. Memperkenalkan peserta FGD.

C. Diskusi

1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang perawatan mandiri pada pasien

tuberkulosis?

2. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang kepatuhan dalam pengobatan

tuberkulosis?

3. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang pemenuhan nutrisi pada pasien

tuberkulosis?

4. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang pencegahan dan penularan pada

pasien tuberkulosis?

5. Apa yang biasa Bapak/Ibu lakukan dalam meningkatkan rasa percaya diri

ketika dinyatakan menderita tuberkulosis?

6. Apa yang membuat Bapak/Ibu gagal dalam pengobatan tuberkulosis?

7. Faktor apa yang menghambat Bapak/Ibu dalam mengimplementasikan

perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis?

D. Penutup

1. Menyimpulkan FGD perawatan mandiri berbasis self care agency pada

pasien tuberkulosis.

2. Menutup FGD.
PANDUAN WAWANCARA

“PENGEMBANGAN PANDUAN PERAWATAN MANDIRI PADA

BERBASIS SELF CARE AGENCY PASIEN TUBERKULOSIS

DI PUSKESMAS SENTOSA BARU, MEDAN”

(Kelompok Pasien & Keluarga yang sudah Dinyatakan

Suksus dalam Pengobatan)

Hari,Tanggal : ....................................

Waktu : .....................................

Tempat : .....................................

Jumlah Responden : .....................................

A. Judul Penelitian :

Pengembangan Panduan Perawatan Mandiri Berbasis Self Care Agency pada

Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru, Medan

B. Pendahuluan

Perkenalan (dilakukan dengan pendekatan interpersonal)

1. Mengucapkan salam dan terima kasih atas kesediaan diwanwancarai.

a. Selamat pagi, terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu pada wawancara

hari ini.

2. Memperkenalkan diri sebagai interviewer.

a. Perkenalkan nama saya Lina Berliana Togatorop, Mahasiswa Magister

Keperawatan USU. Saat ini saya akan melakukan wawancara


mendalam tentang perawatan mandiri berbasis self care agency pada

bapak/ibu sebagai pasien tuberkulosis.

3. Memberikan penjelasan tentang maksud, tujuan dan aturan wawancara.

a. Wawancara ini adalah wawancara mendalam, seperti menggali

pendapat yang sifatnya umum dengan pertanyaan terbuka.

b. Pertanyaan terbuka berguna untuk mengundang pendapat dari

Bapak/Ibu untuk bebas berpendapat dengan mengutarakan berbagai

macam pendapat.

c. Wawancara kali ini membahas tentang bagaimana perawatan mandiri

pada pasien tuberkulosis.

d. Saya tertarik dan ingin mendengar pendapat, pandangan dan komentar,

ide maupun saran Bapak/Ibu tentang perawatan mandiri pada pasien

tuberkulosis.

e. Semua jawaban yang disampaikan pada wawancara ini tidak ada yang

salah, semua benar karena kita memiliki pandangan maupun pendapat

sendiri-sendiri tentang perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis.

f. Pada pelaksanaan wawancara ini, saya akan menggunakan alat

perekam dan membuat catatan tentang perjalanan selama wawancara

guna untuk mendapatkan seluruh informasi dan pendapat yang

Bapak/Ibu dapat sampaikan.

C. Diskusi

1. Apa yang saudara ketahui tentang perawatan mandiri ?

2. Apa yang dilakukan dalam perawatan mandiri pada pasien tuberkulosis?

3. Apa keuntungan dari pelaksanaan perawatan mandiri?


4. Faktor penghambat apa yang bisa membuat Bapak/Ibu dalam

mengimplementasikan perawatan mandiri?

5. Bagaimana Bapak/Ibu mengatasi hambatan tersebut sehingga dapat

mengatasinya?

6. Faktor pendorong apa yang bisa membuat Bapak/Ibu dalam

mengimplementasikan perawatan mandiri?

7. Apa yang membedakan jika pasien menjalankan perawatan mandiri

dengan tidak menjalankan perawatan mandiri?

D. Penutup

1. Menutup wawancara
PHOTO LOG

Photo Number / I.D Date Possible Caption


PRESENSI PARTISIPAN FGD

Hari, Tanggal :

Tempat :

Waktu :

Judul Penelitian :

NAMA NOMOR TANDA


NO ALAMAT
LENGKAP TELEPON TANGAN

Peneliti,

Lina Berliana Togatorop

NIM. 167046046
LAMPIRAN 2

BIODATA

EXPERT
SURAT KETERANGAN UJI EXPERT PANDUAN WAWANCARA,

PANDUAN FGD (FOCUS GROUP DISCUSSION) &

KUESIONER PENGETAHUAN PASIEN TUBERKULOSIS

TENTANG PERAWATAN MANDIRI

Nama Expert : Treesia Sujana, M.Nurs

Instansi Kerja : Fakultas Keperawatan, Universitas Kristen

Satya Wacana/UKSW Salatiga

Jabatan : Dosen/Koordinator Fokus Riset TB

Nama Mahasiswa : Lina Berliana Togatorop

Judul Tesis Mahasiswa : Pengembangan Panduan Perawatan Mandiri

Berbasis Self Care Agency pada Pasien

Tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru, Medan

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Bersama ini menerangkan bahwa Panduan FGD (Fokus Grroup Discussion),

Panduan Wawancara, dan Kuesioner Pengetahuan Pasien Tuberkulosis

tentang Perawatan Mandiri yang akan dipakai dalam penelitian tersebut

telah dilakukan uji expert.

Hormat saya,

(Treesia Sujana, M.Nurs)


SURAT KETERANGAN UJI EXPERT PANDUAN WAWANCARA,

PANDUAN FGD (FOCUS GROUP DISCUSSION) &

KUESIONER PENGETAHUAN PASIEN TUBERKULOSIS

TENTANG PERAWATAN MANDIRI

Nama Expert : Arwani, BN.Hons., MN

Instansi Kerja : Jurusan Keperawatan, Poltekes Kemenkes

Semarang

Jabatan : Dosen

Nama Mahasiswa : Lina Berliana Togatorop

Judul Tesis Mahasiswa : Pengembangan Panduan Perawatan Mandiri

Berbasis Self Care Agency pada Pasien

Tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru, Medan

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Bersama ini menerangkan bahwa Panduan FGD (Fokus Grroup Discussion),

Panduan Wawancara, dan Kuesioner Pengetahuan Pasien Tuberkulosis

tentang Perawatan Mandiri yang akan dipakai dalam penelitian tersebut

telah dilakukan uji expert.

Hormat saya,

(Arwani, BN.Hons., MN)


SURAT KETERANGAN UJI EXPERT PANDUAN

Nama Expert : Nunung F. Sitepu, S.Kep.,Ners.,MNS

NIP :-

Instansi Kerja : Universitas Sumatera Utara

Nama Mahasiswa : Lina Berliana Togatorop

Judul Tesis Mahasiswa : Pengembangan Panduan Perawatan Mandiri

Berbasis Self Care Agency pada Pasien

Tuberkulosis di Puskesmas Sentosa Baru, Medan

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Bersama ini menerangkan bahwa Panduan yang dihasil dari

Penelitian/Output mahasiswa tersebut telah dilakukan uji expert.

Hormat saya,

(Nunung F. Sitepu, S.Kep.,Ners.,MNS)


LAMPIRAN 3

SURAT IZIN PENELITIAN


LAMPIRAN 4

DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN


DOKUMENTASI KEGIATAN PEENLITIAN

Gambar 1. Lokasi Penelitian UPT Puskesmas Sentosa Baru

Gambar 2. Pendataan Partisipan Penelitian


Gambar 3. Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) Tahap Reconnaissance
pada Kelompok Pasien yang sedang menjalani Pengobatan Tuberkulosis

Gambar 4. Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) Tahap Reconnaissance


pada Kelompok Pasien yang Gagal dalam Pengobatan
Gambar 5. Melakukan Cross Cek Informasi Dari Hasil FGD

Gambar 6. Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) dengan Perawat


Puskesmas Sentosa Baru, Medan
Gambar 7. Proses Tanya Jawab dengan Penanggung Jawab Program Tuberkulosis
di Puskesmas Sentosa Baru

Gambar 8. Melakukan Wawancara dengan Pasien


Gambar 9. Melakukan Sosialisasi Panduan Perawatan Mandiri pada Pasien
Tuberkulosis

Gambar 10. Melakukan Tanya Jawab Terkait Panduan Yang Telah Disusun
Gambar 11. Sosialisasi Perawatan Mandiri Pasien TB

Gambar 12. Mempraktekkan Perawatan Mandiri “Penggunaan Masker”


Gambar 13. Kartu TB-01 Pasien Tuberkulosis

Gambar 14. Pot Dahak Steril Pasien Tuberkulosis


Gambar 15. Paket Obat Pasien Tuberkulosis

Gambar 16. Obat Isoniazid pasien Tuberkulosis


Gambar 17. Obat Pyrazinamide Pasien Tuberkulosis

Gambar 18. Paket Obat Pasien Tuberkulosis


Gambar 19. Pelaksanaan FGD Expert “Panduan Perawatan Mandiri pada Pasien
Tuberkulosis”

Gambar 20. Peneliti Bersama Tim Expert “Panduan Perawatan Mandiri Pasien
Tuberkulosis”
Gambar 21. “Panduan Perawatan Mandiri pada Pasien Tuberkulosis”
Hasil/Output dari Penelitian

Gambar 22. Peneliti Bersama Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji setelah
Selesai Ujian Komprehensif

Anda mungkin juga menyukai