Anda di halaman 1dari 189

TESIS

PENGARUH HEALTH COACHING TERHADAP PERUBAHAN


PERILAKU PENCEGAHAN HIPERTENSI PADA REMAJA
DENGAN PENDEKATAN HEALTH PROMOTION MODEL
DI SMA KOTA WAINGAPU SUMBA TIMUR

ESTER RADANDIMA

NIM .131714153055

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019

i
TESIS

PENGARUH HEALTH COACHING TERHADAP PERUBAHAN


PERILAKU PENCEGAHAN HIPERTENSI PADA REMAJA
DENGAN PENDEKATAN HEALTH PROMOTION MODEL
DI SMA KOTA WAINGAPU SUMBA TIMUR

Untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep)


dalam Program Studi Magister Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

Oleh:

ESTER RADANDIMA

NIM .131714153055

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Ester Radandima

NIM : 131714153055

Tanda Tangan:

Tanggal : 7 Agutus 2019

iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS

PENGARUH HEALTH COACHING TERHADAP PERUBAHAN


PERILAKU PENCEGAHAN HIPERTENSI PADA REMAJA
DENGAN PENDEKATAN HEALTH PROMOTION MODEL
DI SMA KOTA WAINGAPU SUMBA TIMUR

ESTER RADANDIMA
NIM: 131714153055

TESIS INI TELAH DISETUJUI


PADA TANGGAL, 26 AGUSTUS 2019

Oleh
Pembimbing Ketua

Oedojo Soedirham,dr.,MPH.,MA,PhD
NIP. 195305051984031001

Pembimbing Kedua

Dr. Retno Indarwati.S.Kep.,Ns.,M.Kep


NIP. 197803162008122002

Mengetahui,
Koordinator Program Studi

Dr. Tintin Sukartini, S.Kp., M.Kes


NIP. 19721217 200003 2 001

iv
LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Tesis ini diajukan oleh:


Nama : Ester Radandima
NIM : 131714153055
Program Studi : Magister Keperawatan
Judul : Pengaruh Health Coaching terhadap Perubahan Perilaku
Pencegahan Hipertensi pada Remaja dengan Pendekatan
Health Promotion Model di SMA Kota Waingapu Sumba
Timur

Tesis ini telah di uji dan dinilai


Oleh panitia penguji pada
Program Studi Magister Keperawatan Universitas Airlangga
Pada Tanggal 06 Agustus 2019

Panitia Penguji,

1. Ketua Penguji : Dr.Rachmah Indawati, S.KM.,M.KM (……………..)

2. Anggota : Oedojo Soedirham,dr., MPH.,MA.,PhD (……………..)

3. Anggota : Dr.Retno Indarwati,S.Kep.,Ns., M.Kep (……………..)

4. Anggota : Dr.Siti Nur Kholifah,S.KM.,M.Kep.,Sp.Kom (……………..)

5. Anggota : Setho Hadisuyatmana, S.Kep.,Ns.,M.NS (……………..)

Mengetahui,
Koordinator Program Studi

Dr. Tintin Sukartini, S.Kp., M.Kes


NIP.19721217000032001

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena

atas berkat dan anugrah penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang

berjudul “Pengaruh Health Coaching Terhadap Perubahan Perilaku Pencegahan

Hipertensi pada Remaja dengan Pendekatan Health Promotion Model di SMA

Kota Waingapu Sumba Timur”. Berbagai hambatan dan kesulitan ditemui oleh

penulis dalam proses penyusunan tesis ini, namun berkat usaha dan kerja keras

serta bimbingan dan arahan dari berbagai pihak pada akhirnya tesis ini dapat

diselesaikan.

Dengan segala kerendahan hati, melalui kesempatan ini penulis

menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), selaku Dekan Fakultas

Keperawatan Universitas Airlangga yang telah memberikan

arahan,fasilitas dan motivasi dalam penyelesaian tesis .

2. Ibu Dr. Tintin Sukartini S.Kp., M.Kes., selaku Ketua Program Studi

Magister Keperawatan Universitas Airlangga,yang telah memberikan

motivasi dalam penyelesaian tesis.

3. Bapak Oedojo Soedirham, dr., MPH., MA., Phd. selaku pembimbing ketua

yang senantiasa memberikan saran dan masukan selama proses

penyusunan tesis.

4. Ibu Dr. Retno Indarwati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku pembimbing kedua

yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

5. Ibu Dr.Rachma Indawati ,S.KM.,M.KM. selaku penguji yang memberikan

masukan dan arahan dalam penyelesaian tesis.

vi
6. Ibu Dr.Siti Nur Kholifah,S.KM.,M.Kep.,Sp.Kom. selaku penguji yang

memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaian tesis.

7. Bapak Setho Hadisuyatmana,S.Kep.,Ns.,M.NS. selaku penguji yang

memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaian tesis

8. Bapak Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kota Waingapu yang telah memberikan perijinan penelitian ini.

9. Bapak Nimrot Njukambani,S.Pd. sebagai kepala Sekolah Menengah Atas

Negeri 2 Waingapu, yang telah memberikan ijin untuk penelitian.

10. Bapak Drs. Melkianus Ngg.Ngunjurawa. sebagai kepala Sekolah

Menengah Atas Negeri 3 Waingapu, yang telah memberikan ijin untuk

penelitian.

11. Ibu Yusly R.Sinlaeloe, S.Pd sebagai guru wakil kepala sekolah dan humas

pada Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Waingapu yang telah

mendampingi peneliti dalam proses penelitian.

12. Ibu Novilia Gita Nuraini,S.Pd sebagai guru bagian kesiswaan pada

Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Waingapu yang telah mendampingi

peneliti dalam proses penelitian.

13. Civitas akademik Fakultas Keperawatan yang telah membimbing dan

membantu selama proses perkuliahan di Magister Keperawatan ini.

14. Orang tua, Suami tersayang dan kedua anakku tercinta yang telah

memberikan motivasi, semangat, doa, dukungan moral dan materil dalam

menyelesaikan tesis ini.

15. Direktur poltekkes kemenkes kupang,yang telah memberikan kesempatan

dan memfasilitasi dalam pelaksanaan penyusunan tesis.

vii
16. Kepala Program Studi Keperawatan Waingapu, beserta staf yang telah

memberikan kesempatan dan memfasilitasi dalam pelaksanaan

penyusunan tesis.

17. Teman-teman Magister Keperawatan Angkatan X yang telah menemani

dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas

Airlangga.

18. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebut namanya satu persatu atas

bantuan dan dukungan yang telah diberikan dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga Tuhan yang Maha Esa membalas budi baik semua pihak yang telah

memberikan kesempatan, dukungan dan bantuan kepada penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna,oleh karena itu

segenap saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan.

Surabaya, Agustus 2019

Penulis

viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Airlangga,Saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Ester Radandima


NIM : 131714153055
Prodi : Magister Keperawatan
Fakultas : Keperawatan
Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Airlangga Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“Pengaruh Health Coaching terhadap Perubahan Perilaku Pencegahan
Hipertensi pada Remaja dengan Pendekatan Health Promotion Model
”beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini Universitas Airlangga berhak menyimpan, alih media/format,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana


mestinya.

Dibuat di : Surabaya
Pada Tanggal : 7 Agustus 2019
Yang menyatakan

(Ester Radandima )
Nim.131714153055

ix
RINGKASAN

Pengaruh Health Coaching terhadap Perubahan Perilaku Pencegahan


Hipertensi pada Remaja dengan Pendekatan Health Promotion Model
di SMA Kota Waingapu Sumba Timur

Oleh: Ester Radandima

Remaja berperan penting sebagai penentu masa depan suatu bangsa,


sehingga kesehatan merupakan hal utama yang harus diperhatikan, namun
fenomena saat ini banyak remaja yang beresiko terkena hipertensi dini (Spearman,
2017). Hipertensi yang terjadi di usia remaja disebabkan oleh rendahnya
kesadaran dalam menjaga pola hidup sehat (Nur’aini, 2014). Prevalensi hipertensi
di dunia mencapai 25% dan 30% totalnya merupakan usia remaja (Bassareo and
Mercuro, 2014). Di Indonesia remaja usia 15-24 tahun yang mengalami hipertensi
sebanyak 44,1%. Hal ini menunjukkan angka kejadian hipertensi remaja di
Indonesia cukup tinggi. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menduduki 10
peringkat teratas prevalensi hipertensi yaitu mencapai 30,9% dan angka prevalensi
usia remaja mencapai >25% (Kemenkes RI, 2013). Salah satu Dinas Kesehatan di
NTT yaitu Kabupaten Sumba Timur melaporkan bahwa selama 3 tahun terakhir
prevalensi hipertensi remaja masih mengalami kenaikan, dari 4,8% menjadi 6,4%.
Tingginya prevalensi hipertensi remaja di Sumba Timur yang paling tinggi adalah
Kecamatan Waingapu, yaitu sebanyak 63,1%.
Peningkatan prevalensi hipertensi remaja dipengaruhi oleh perubahan
lingkungan, peningkatan akulturasi, faktor keturunan dan perubahan gaya hidup.
Perubahan gaya hidup yang perlu diwaspadai adalah stres, peningkatan konsumsi
kalori, lemak, garam, alkohol, merokok, obat-obatan dan obesitas (Haendra 2012;
Flynn JT, et.al 2013). Jika faktor-faktor risiko ini bisa dimodifikasi, 40-50%
hipertensi pada remaja dapat menurun. (Mahanta et al., 2017). Pencegahan
perilaku remaja yang bisa dimodifikasi adalah tidak mengkonsumsi alkohol,
cafein, merokok, kadar garam berlebihan dan melakukan olahraga serta istirahat
yang cukup. Pencegahan perilaku pada remaja bisa diimbangi dengan pemberian
pendidikan kesehatan agar remaja juga bisa mawas diri (Mahardani 2016).
Pendidikan kesehatan yang bisa diterapkan dalam merubah perilaku remaja
harus dapat mempengaruhi peningkatan skor persepsi kerentanan perilaku
pencegahan hipertensi (Mahardani 2016). Diperlukan juga pembinaan dan
pelatihan agar tidak hanya terjadi perubahan pengetahuan saja tetapi juga sikap,
tindakan, dan komitmen dari remaja. Sehingga diperlukan adanya inovasi
intervensi keperawatan dalam pendidikan kesehatan, yaitu health coaching
berbasis teori Health Promotion Model yang memberikan pendidikan dan promosi
kesehatan sekaligus memotivasi perubahan perilaku secara terstruktur, melalui
hubungan suportif antara partisipan dan coach (Huffman 2007 dalam Effendy
2016). Sehingga perlu dilakukan penelitian terkait pengaruh health coaching
terhadap perubahan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja dengan
pendekatan health promotion model di SMA Kota Waingapu Sumba Timur.

x
Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperiment (pre-post test
control group design). Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh
Remaja SMAN 2 dan SMAN 3 Kelas X, Kota Waingapu sebanyak 484 remaja.
Besar sampel menggunakan G*Power 3.1.9.2 adalah 29 remaja sebagai kelompok
kontrol dan 29 remaja sebagai kelompok perlakuan. Teknik sampling yang
digunakan adalah probability sampling yaitu simple random sampling. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah pemberian health coaching pada remaja
dan variebel dependen dalam penelitian ini adalah peningkatan kognisi dan afeksi
(perceived benefit of action, perceived barrier to action, perceived self efficacy,
activity related effect), komitmen dan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja.
Hasil penelitian akan dianalisis menggunakan Uji Wilcoxon Signed Ranks Test
dengan signifikansi P < 0,05. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat pengaruh
health coaching terhadap perilaku pencegahan hipertensi pada remaja berdasarkan
Teori Health Promotion Model.
Pemberian edukasi melalui health coaching sangat penting untuk
meningkatkan pengetahuan remaja dalam melakukan pencegahan hipertensi.
Melalui pengetahuan yang dimiliki akan memunculkan sikap dan tindakan dalam
melakukan pencegahan hipertensi. Pengetahuan yang didapatkan remaja dari
implementasi metode health coaching adalah pengetahuan tentang penyakit
hipertensi dan cara mencegahnya, yang diberikan melalui media audiovisual dan
leaflet. Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan meningkat tajam
pada kelompok intervensi setelah post test dilakukan, hal ini menunjukkan
pemahaman remaja juga mengalami peningkatan.
Pada Teori Health Promotion Model dijelaskan bahwa kognitif perilaku
spesifik dan sikap terdiri dari manfaat tindakan yang secara langsung memotivasi
perilaku baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menentukan rencana
kegiatan selanjutnya untuk mencapai manfaat. Sikap pada remaja dalam
melakukan pencegahan penyakit hipertensi akan muncul seiring dengan
meningkatnya pengetahuan yang didapatkan. Sikap yang tinggi dalam melakukan
pencegahan akan menghasilkan sebuah aktivitas yang positif dan memunculkan
keyakinan untuk memulai melakukan perubahan pada kebiasaan sehari-hari. Sikap
yang sudah terbentuk akan memunculkan suatu tindakan yang bersifat
membangun dan positif. Hasil penelitian sejalan dengan hasil penelitian dari
(Yunitasari, 2016) yang menyatakan bahwa tindakan bisa terbentuk karena adanya
sebuah interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial tidak cukup
hanya kontak sosial dan hubungan antar individu saja, melainkan menghasilkan
hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola kebiasaan masing-masing
individu sebagai anggota masyarakat. Sejalan juga dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Beate West 2014) yang berjudul health coaching sebagai
konseling dalam perubahan perilaku atau tindakan. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa setelah dilakukan komunikasi dan interaksi selama fase
pembinaan kesehatan, menunjukkan munculnya tindakan yang positif untuk
meningkatkan kesehatan sehingga muncul suatu perbaikan. Berdasarkan hasil
penelitian, baik dari kelompok kontrol maupun kelompok intervensi masih belum
menunjukkan peningkatan tindakan yang cukup singifikan, dikarenakan memang
tindakan tidak bisa diukur secara cepat dan langsung, tetapi membutuhkan waktu

xi
yang cukup lama dan bertahap. Pada kelompok intervensi menunjukkan tindakan
pencegahan hipertensi lebih meningkat, meskipun hanya sedikit. Hal ini
menunjukkan bahwa memang metode health coaching memiliki keefektifan yang
baik juga dalam membentuk tindakan remaja. Apabila metode diterapkan lebih
lama lagi dan bertahap, maka tindakan yang dihasilkan juga akan mengalami
peningkatan.
Pada remaja sebagai tombak suatu bangsa harus bisa melakukan perubahan
pada perilaku kesehatan yang dirasakan setiap hari. Sebaiknya remaja lebih
meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya mencegah timbulnya penyakit
hipertensi pada remaja. Keluarga dan orang terdekat juga sebaiknya dapat
memfasilitasi remaja agar dapat mengembangkan perilakunya dalam melakukan
pencegahan hipertensi.

xii
SUMMARY

The Effect of Health Coaching on Changes in the Behavior of Prevention of


Hypertension in Adolescents with a Health Promotion Model Approach in
Senior High School Waingapu City, East Sumba.

By: Ester Radandima


Teenagers play an important role as a determinant of the future of a nation,
because of that, health is the main thing that must be considered, but the current
phenomenon of many adolescents is at risk of developing early hypertension
(Spearman, 2017). Hypertension that occurs in adolescence is caused by low
awareness in maintaining a healthy lifestyle (Nur'aini, 2014). The prevalence of
hypertension in the world reaches 25% and 30% of the total is teenagers (Bassareo
and Mercuro, 2014). In Indonesia, adolescents aged 15-24 who have hypertension
are 44.1%. This shows that the incidence of adolescent hypertension in Indonesia
is quite high. The Province of South East Nusa occupied the top 10 rankings of
the prevalence of hypertension which reached 30.9% and the prevalence of
adolescence reached 25% (RI Ministry of Health, 2013). One of the Health
Offices in South East Nusa, East Sumba District reported that over the past 3
years the prevalence of adolescent hypertension was still increasing, from 4.8% to
6.4%. The highest prevalence of adolescent hypertension in East Sumba is the
Waingapu Subdistrict, which is 63.1%. Increased prevalence of adolescent
hypertension is influenced by changes in the environment, increased acculturation,
heredity and lifestyle changes. Lifestyle that need to be changes are stress,
increased consumption of calories, fat, salt, alcohol, smoking, drugs and obesity
(Haendra 2012; Flynn JT, et.al 2013). If these risk factors can be modified, 40-
50% of hypertension in adolescents can decrease. (Mahanta et al., 2017).
Prevention of adolescent behavior that can be modified is not to consume alcohol,
caffeine, smoking, excessive salt levels, exercise and adequate rest. Prevention of
behavior in adolescents can be balanced with the provision of health education so
that adolescents can also be introspective (Mahardani 2016).
Health education that can be applied in changing adolescent behavior should
be able to influence the increase in the vulnerability prevention behavioral score
of hypertension (Mahardani 2016). Coaching and training are needed, so that not
only changes in knowledge occur but also attitudes, actions, and commitments
from adolescents. So it is necessary to innovate nursing interventions in health
education, namely health coaching based on the Health Promotion Model theory
that provides health education and promotion while motivating structured
behavior change, through supportive relationships between participants and
coaches (Huffman 2007 in Effendy 2016). So it is necessary to do a research
related to the effect of health coaching on changes in the behavior of prevention of
hypertension in adolescents with a health promotion model approach in SMA
Waingapu City, East Sumba.
The research design used was Quasi Experiment (pre-posttest control group
design). Affordable populations in this study were all SMAN 2 and SMAN 3
Class X adolescents, Waingapu City as many as 484 teenagers. The sample size
using G*Power 3.1.9.2 was 29 adolescents as the control group and 29

xiii
adolescents as the treatment group. The sampling technique used is probability
sampling, which is simple random sampling. The independent variable in this
study is the provision of health coaching for adolescents and dependent variables
in this study is cognition and affection improvement (perceived benefit of action,
perceived barrier to action, perceived self-efficacy, activity related effects),
commitment and preventive behavior of hypertension in adolescents. The results
of the study will be analyzed using the Wilcoxon Signed Ranks Test with P <0.05.
Statistical results show that there is an effect of health coaching on hypertensive
prevention behavior in adolescents based on the Health Promotion Model Theory.
Providing education through health coaching is very important to increase
adolescent knowledge in preventing hypertension. Through the knowledge that is
owned will bring up attitudes and actions in carrying out prevention of
hypertension. Knowledge gained by adolescents from the implementation of
health coaching methods is knowledge about hypertension and how to prevent it,
which is given through audiovisual media and leaflets. On the results of the study
showed that knowledge increased sharply in the intervention group after the post
test was done, this shows that the understanding of adolescents also increased.
Health education that can be applied in changing adolescent behavior should
be able to influence the increase in the vulnerability prevention behavioral score
of hypertension (Mahardani 2016). Coaching and training are needed so that not
only changes in knowledge occur but also attitudes, actions, and commitments
from adolescents. So it is necessary to innovate nursing interventions in health
education, namely health coaching based on the Health Promotion Model theory
that provides health education and promotion while motivating structured
behavior change, through supportive relationships between participants and
coaches (Huffman 2007 in Effendy 2016). So it is necessary to do a research
related to the effect of health coaching on changes in the behavior of prevention of
hypertension in adolescents with a health promotion model approach in SMA
Waingapu City, East Sumba.

xiv
ABSTRAK
Pengaruh Health Coaching terhadap Perubahan Perilaku Pencegahan
Hipertensi pada Remaja dengan Pendekatan Health Promotion Model
di SMA Kota Waingapu Sumba Timur

Oleh: Ester Radandima

Pendahuluan: Remaja berperan penting sebagai penentu masa depan bangsa,


sehingga kesehatan merupakan hal utama yang harus diperhatikan, namun
fenomena saat ini banyak remaja yang beresiko terkena hipertensi dini.
Peningkatan hipertensi remaja dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, akulturasi,
faktor keturunan dan gaya hidup, modifikasi diperlukan untuk menurunkan kasus
hipertensi remaja 40-50%. Sehingga perlu dilakukan penelitian terkait pengaruh
health coaching terhadap perubahan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja
dengan pendekatan health promotion model di SMA Kota Waingapu Sumba
Timur. Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperiment (pre-post test
control group design). Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah Remaja
SMA Kota Waingapu Kelas X sebanyak 484 remaja. Besar sampel adalah 29
remaja sebagai kelompok kontrol dan 29 remaja sebagai kelompok perlakuan.
Teknik sampling meggunakan simple random sampling. Variabel independen
penelitian ini adalah pemberian health coaching pada remaja dan variebel
dependen penelitian ini adalah perceived benefit of action, perceived barrier to
action, self efficacy, komitmen dan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja.
Analisis data menggunakan Uji Wilcoxon dan Mann Whitney dengan signifikansi
P < 0,05. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh health coaching berbasis
health promotion model terhadap perilaku pencegahan hipertensi pada remaja,
yang terdiri dari perceived benefit of action (p=0.000), perceived barrier to action
(p=0.004), self efficacy (p=0.003), komitmen (p=0.000) dan perilaku (p=0.096).
Pemberian edukasi melalui health coaching sangat penting untuk meningkatkan
perilaku remaja dalam melakukan pencegahan hipertensi. Melalui pengetahuan
yang dimiliki akan memunculkan sikap dan tindakan dalam melakukan
pencegahan hipertensi.

Kata kunci: Health coaching, Health promotion model, Remaja, Perilaku

xv
ABSTRACT
The Effect of Health Coaching on Changes in the Behavior of Prevention of
Hypertension in Adolescents with a Health Promotion Model Approach in
Senior High School Waingapu City, East Sumba.

By: Ester Radandima

Introduction: Adolescents play an important role as a determinant of the future of a


nation, because of that, adolescents have to attention about their health. The phenomenon
showed many adolescents were at risk in early hypertension. The study aimed to examine
the effect of health coaching on behavior changes to prevent hypertension among
adolescents in Senior High School Waingapu City, East Sumba. Methods: A quasi-
experimental study design, pre and post-test, with an equivalent control group was
applied in this study. We select samples using a simple random sampling for 29
experimental groups and 29 samples in the control group. The results of the study will be
analyzed using the Wilcoxon Signed Ranks Test with P <0.05. Results: The results
showed a positive effect of health coaching on behavior change based on the theory of
Health Promotion Model, such us in perceived benefit of action (p=0.000), perceived
barrier to action (p=0.004), perceived self-efficacy (p=0.003), activity-related effect
(p=0.002), commitment (p=0.000) and behavior change in adolescents to prevent
hypertension (p=0.096). Discussion and Conclusion: Health coaching can be applied in
changing adolescent behavior to prevent hypertension. Coaching and training needed to
change not just knowledge occur, but also attitudes, actions, and commitments from
adolescents.

Keyword : Health coaching, Health promotion model, Adolescent, Behavior

xvi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN KETERANGAN ................................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS ............................................ iv
LEMBAR PENGESAHAN TESIS ........................................................................ vi
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ......................................................... ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
RINGKASAN ..........................................................................................................x
SUMMARY ........................................................................................................... xiii
ABSTRAK .............................................................................................................xv
ABSTRACT ........................................................................................................... xvi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................xx
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xxii
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xxiii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1


1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................5
1.3 Tujuan....................................................................................................6
1.3.1 Tujuan umum ..............................................................................6
1.3.2 Tujuan khusus .............................................................................6
1.4 Manfaat..................................................................................................7
1.4.1 Manfaat teoritis ...........................................................................7
1.4.2 Manfaat praktis ............................................................................7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................8


2.1 Konsep Health Coaching ......................................................................8
2.1.1 Definisi Health Coaching.............................................................8
2.1.2 Teori dan Konsep yang Mendasari Health Coaching ..................8
2.1.3 Prinsip Health Coaching ............................................................10
2.1.4 Strategi dan Teknik Health Coaching ........................................11
2.1.5 Perbedaan Health Coaching dengan Pendidikan Kesehatan......13
2.1.6 Tahapan Health Coaching ..........................................................14
2.1.7 Health Coach atau Pelatih Kesehatan ........................................16
2.2 Konsep Perilaku .................................................................................17
2.2.1 Definisi Perilaku. ........................................................................17
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku. ........................................18
2.2.3 Domain Perilaku .........................................................................19
2.2.4 Strategi Perubahan Perilaku . .....................................................22

xvii
2.3 Hipertensi pada Remaja ......................................................................24
2.3.1 Definisi .......................................................................................25
2.3.2 Klasifikasi Hipertensi pada Remaja ...........................................25
2.3.3 Gejala Hipertensi ........................................................................25
2.3.4 Patofisiologi Hipertensi ..............................................................35
2.3.5 Penatalaksanaan Hipertensi di Keperawatan..............................36
2.4 Remaja.................................................................................................37
2.4.1 Defisini Remaja ..........................................................................37
2.4.2 Batasan Usia Remaja ..................................................................37
2.4.3 Tahap Perkembangan Remaja ....................................................38
2.4.4 Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja ............38
2.4.5 Tugas Perkembangan Remaja ....................................................44
2.5 Konsep Teori Health Promotion Model (HPM) .................................46
2.6 Komitmen ............................................................................................56
2.7 Keaslian Penulisan ..............................................................................61
2.8 Justifikasi Penelitian............................................................................66

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN .....68


3.1 Kerangka Konseptual ..........................................................................69
3.2 Hipotesis Penelitian .............................................................................70

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN .............................................................71


4.1 Desain Penelitian .................................................................................71
4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Sampling ..................................72
4.2.1 Populasi ......................................................................................72
4.2.2 Sampel ........................................................................................72
4.2.3 Besar Sampel ..............................................................................72
4.2.4 Sampling .....................................................................................73
4.3 Kerangka Operasional .........................................................................74
4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .....................................75
4.3.1 Variabel Independen ..................................................................75
4.3.2 Variabel Dependen .....................................................................75
4.3.3 Definisi Operasional ...................................................................75
4.5 Instrumen Penelitian ............................................................................78
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ..............................................................81
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian...............................................................82
4.8 Prosedur Pengambilan dan Pengolahan Data ......................................82
4.9 Cara Analisis Data ...............................................................................85
4.10 Analisis Data .......................................................................................85
4.11 Etik Penelitian .....................................................................................88

BAB 5 HASIL PENELITIAN .............................................................................92


5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................................92

xviii
5.2 Karakteristik Demografi Responden ...................................................93
5.3 Distribusi Frekuensi Variabel yang Diukur ........................................95
5.4 Pengaruh Intervensi pada Variabel Penelitian ..................................102

BAB 6 PEMBAHASAN .....................................................................................104


6.1 Health Coaching Terhadap Perceived Benefit of Action ..................104
6.2 Health Coaching Terhadap Perceived Barrier to Action ..................110
6.3 Health Coaching Terhadap Perceived Self Efficacy .........................113
6.4 Health Coaching Terhadap Komitmen .............................................116
6.5 Health Coaching Terhadap Perilaku .................................................119
6.6 Keterbatasan Penelitian .....................................................................124

BAB 7 PENUTUP...............................................................................................125
7.1 Kesimpulan........................................................................................125
7.2 Saran ..................................................................................................126

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................127

xix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Model Tahapan Health Coaching ..........................................................14
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi pada Anak dan Remaja .....................................25
Tabel 2.3 Klasifikasi IMT Menurut Kemenkes RI ................................................31
Tabel 2.4 Keaslian Penelitian.................................................................................62
Tabel 4.1 Rancangan Penelitian .............................................................................71
Tabel 4.2 Definisi Operasional ..............................................................................75
Tabel 4.3 Matriks Pon Instrumen Sikap Pencegahan Hipertensi ...........................81
Tabel 4.4 Jadwal Kegiatan Penelitian ....................................................................82
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Responden .................................94
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Data Pre dan Post Test Perceived Benefit ............96
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Data Pre dan Post Test Perceived Barrier ...........97
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Data Pre dan Post Test Perceived Self Efficacy ...98
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Data Pre dan Post Test Komitmen .......................99
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Data Pre dan Post Test Perilaku .........................100
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Data Pre dan Post Test Perilaku .........................101
Tabel 5.8 Hasil Uji Statistik Variabel Perceived Benefit of Action .....................102
Tabel 5.9 Hasil Uji Statistik Variabel Perceived Barrier to Action.....................103
Tabel 5.10 Hasil Uji Statistik Variabel Perceived Self Efficacy ..........................104
Tabel 5.11 Hasil Uji Statistik Variabel Komitmen ..............................................104
Tabel 5.12 Hasil Uji Statistik Variabel Perilaku ..................................................105

xx
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Skema Hipertensi ...............................................................................26
Gambar 2.2 Health Promotion Model ...................................................................53
Gambar 2.3 Diagram flow pencarian literatur ........................................................61
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ........................................................68
Gambar 4.1 Kerangka Operasional Penelitian .......................................................74

xxi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Lembar Penjelasan Bagi Responden ...............................................131
Lampiran 2. Lampiran Permohonan Menjadi Responden ...................................133
Lampiran 3. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ........................................134
Lampiran 4. Prosedur Pelaksanaan Health Coaching .........................................135
Lampiran 5. Kuisioner Penelitian Data Demografi..............................................138
Lampiran 6. Kuisioner Penelitian Prior Related Behavior ..................................139
Lampiran 7. Kuisioner Perilaku Pencegahan Hipertensi Remaja ........................142
Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian .........................................................................145
Lampiran 9. Surat Rekomendasi Penelitian DPMPTSP ......................................146
Lampiran 10. Surat Keterangan Penelitian SMA 3 Kota Waingapu ...................147
Lampiran 11. Surat Keterangan Penelitian SMA 2 Kota Waingapu ...................148
Lampiran 12. Surat Ijin Layak Etik .....................................................................149
Lampiran 13. Leaflet ............................................................................................150
Lampiran 14. Hasil Uji Normalitas Data .............................................................152
Lampiran 15. Hasil Uji Wilcoxon .......................................................................167
Lampiran 16. Hasil Uji Mann Whitney ................................................................165

xxii
DAFTAR ISTILAH

ACE : Angiotensin Converting Enzyme


AHA : American Heart Association
BB : Berat Badan
BP : Blood Preasor
CBT : Cognitive behavioural therapy
DASH : Dietary Approaches to Stop Hypertension
GnRH : Gonadotropin Releasing Hormone
HPM : Health Promotion Model
IMT : Indeks Massa Tubuh
LDL : Human Low Density Lipoproteins
NTT : Nusa Tenggara Timur
TB : Tinggi Badan
OARS : Open Endend Questions Affirmations Reflections
Summaries
UCSF : University Of California San Fransisco
WHO : World Health Organization

xxiii
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja merupakan generasi yang berperan penting sebagai penentu masa

depan suatu bangsa, sehingga kesehatan merupakan hal utama yang harus

diperhatikan. Remaja dengan kondisi kesehatan yang baik akan mampu

mendukung hal tersebut, namun fenomena saat ini telah terjadi peningkatan

prevalensi kasus hipertensi di Indonesia yaitu sebanyak 44,1%, yang tidak hanya

menyerang lansia tetapi juga pada remaja (Spearman, 2017). Hipertensi yang

terjadi di usia remaja disebabkan oleh rendahnya kesadaran dalam menjaga pola

hidup sehat (Nur’aini, 2014). Remaja yang mengalami hipertensi sangat berisiko

mengalami penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, dan stroke pada saat dewasa

(Gopinath et al., 2012).

Prevalensi hipertensi di dunia telah mencapai sebanyak 25% dari seluruh

total populasi, dengan 30% totalnya merupakan usia remaja (Bassareo and

Mercuro, 2014). Hasil dari Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa remaja Indonesia

pada rentang usia 15-24 tahun yang mengalami hipertensi sebanyak 44,1%. Hal

ini menunjukkan bahwa angka kejadian hipertensi pada remaja di Indonesia juga

cukup tinggi. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang termasuk salah satu

provinsi di Indonesia yang menduduki 10 peringkat teratas prevalensi hipertensi

yaitu mencapai 30,9% dan angka prevalensi usia remaja mencapai >25%

(Kemenkes RI, 2013). Salah satu Dinas Kesehatan di NTT yaitu Kabupaten

Sumba Timur melaporkan bahwa selama 3 tahun terakhir prevalensi hipertensi

1
2

pada remaja masih mengalami kenaikan, dari 4,8% menjadi 6,4%. Tingginya

prevalensi hipertensi remaja di Sumba Timur yang paling tiggi adalah Kecamatan

Waingapu, yaitu sebanyak 63,1%. Berdasarkan hasil studi pendahuluan awal

pemeriksaan tekanan darah yang dilakukan di SMA 3 waingapu, didapatkan 21

dari 40 siswa yang mengalami hipertensi yaitu berkisar 140/90 mmHg dan

150/90mmHg.

Peningkatan prevalensi hipertensi dapat dipengaruhi oleh perubahan

lingkungan, peningkatan akulturasi, faktor keturunan dan perubahan gaya hidup.

Perubahan gaya hidup yang perlu diwaspadai adalah stres, peningkatan konsumsi

kalori, lemak, garam, alkohol, merokok, obat-obatan dan obesitas (Haendra 2012;

Flynn JT, et.al 2013). Dari hasil studi pendahuluan wawancara pada beberapa

remaja mengatakan bahwa hampir semuanya mengkonsumsi kopi 2 kali sehari

yaitu pagi dan sore dan sering mengkonsumsi ikan asin kering. Terdapat pula

remaja yang mengatakan merokok satu hari bisa menghabiskan 6 sampai 10

batang rokok sejak dari bangku SMP dan sering mengkonsumsi alkohol.

Tingginya prevalensi hipertensi remaja juga disebabkan oleh faktor risiko

kebiasaan merokok, riwayat keluarga dengan penyakit hipertensi, dislipidemia,

aktivitas fisik, dan obesitas. Jika faktor-faktor risiko ini ditangani secara memadai,

40-50% hipertensi pada remaja dapat dicegah atau di tangani. (Mahanta et al.,

2017)

Remaja seharusnya dapat menjadi promotor dalam pencegahan penyakit

hipertensi, akan tetapi pola hidup kurang sehat yang terjadi saat ini memicu

terjadinya hipertensi pada remaja (Nur’aini, 2014). Hipertensi yang termasuk

penyakit dengan gejala yang tidak diketahui oleh penderitanya, jika dibiarkan
3

akan menyebabkan komplikasi dan bahkan kematian, sehingga diperlukan

kesadaran untuk melakukan pencegahan (Gunawan, 2001). Pencegahan perilaku

remaja yang bisa dimodifikasi adalah tidak mengkonsumsi alkohol, cafein,

merokok, kadar garam berlebihan dan melakukan olahraga serta istirahat yang

cukup. Pencegahan perilaku pada remaja bisa diimbangi dengan pemberian

pendidikan kesehatan agar remaja juga bisa mawas diri (Mahardani 2016).

Pendidikan kesehatan yang bisa diterapkan dalam merubah perilaku remaja

sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Mahardini tahun 2016

menyatakan bahwa dengan media audiovisual dapat mempengaruhi peningkatan

skor persepsi kerentanan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja (Mahardani

2016). Berdasarkan hasil penelitian tersebut akan semakin tepat jika ditambahkan

dengan pembinaan dan pelatihan agar tidak hanya terjadi perubahan pengetahuan

saja tetapi juga sikap, tindakan, dan komitmen dari remaja. Sehingga diperlukan

adanya inovasi intervensi keperawatan dalam pendidikan kesehatan, yaitu health

coaching yang memberikan pendidikan dan promosi kesehatan sekaligus

memotivasi perubahan perilaku secara terstruktur, melalui hubungan suportif

antara partisipan dan coach (Huffman 2007 dalam Effendy 2016).

Pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh (Sitanggang, 2017) dan

(Effendy, Lestari, & Bakar, 2017) menyebutkan bahwa health coaching

merupakan metode pendekatan promosi kesehatan yang dapat memberikan

perubahan perilaku pasien TB dan perubahan perilaku compliance dalam menjaga

tekanan darah bagi penderita hipertensi. Pada usi remaja, metode pendekatan

promosi kesehatan yang cocok untuk dilakukan adalah dengan pembinaan secara
4

berkelompok, sehingga health coaching akan memberikan dampak yang baik

terhadap perilaku remaja dalam mencegah peningkatan tekanan darah.

Intervensi keperawatan akan lebih efektif jika dalam penerapannya

menggunakan pendekatan teori keperawatan. Salah satu teori tentang perilaku

promosi kesehatan adalah Health Promotion Model (HPM) dari Nola J. Pender.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hidayat’E tahun 2017

menjelaskan bahwa teori HPM bisa digunakan dalam menganalisis hubungan

antara kognisi dan afeksi pada penderita tuberkulosis. Pada penelitian disebutkan

bahwa terdapat hubungan antara keuntungan perilaku pencegahan, hambatan,

efikasi diri, dan sikap dengan pencegahan penyakit tuberkulosis (Hidayat’e,

2017). Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Has tahun 2018

menunjukkan bahwa komitmen dan perilaku pada ibu dalam pemenuhan nutrisi

anak juga dapat diterapkan teori HPM (Has, Prahasiwi, Wahyuni, Nursalam, &

Efendi, 2018). Teori HPM sudah banyak digunakan dalam menunjukkan faktor

yang mempengaruhi suatu perilaku, termasuk perilaku pencegahan tuberkulosis

dan pemenuhan kebutuhan gizi anak. Hal baru yang diterapkan adalah adanya

intervensi health coaching yang bertujuan dalam pendampingan remaja, sehingga

perubahan perilaku akan lebih terlihat.

Teori HPM mencakup secara luas perilaku yang dibutuhkan untuk

meningkatkan kesehatan dan menerapkannya dalam kehidupan, teori HPM

menekankan peran aktif remaja dalam mengatur perilaku kesehatan (Alligood, M.

R. & Tomey, 2017). Komponen teori HPM dimulai dengan karakteritik dan

pengalaman individu yang dapat mempengaruhi tindakannya. Konsep pengalaman

dapat berupa pendidikan kesehatan yang diperoleh remaja termasuk health


5

coaching. Karakteristik dan pengalaman individu akan membentuk kognitif

perilaku spesifik dan sikap yang terdiri dari persepsi manfaat tindakan, persepsi

hambatan tindakan, efikasi diri, sikap yang berhubungan dengan aktivitas,

pengaruh interpersonal dan situasional. Kognisi dan afeksi menjadi hal yang

paling perlu dievaluasi jika memberikan intervensi health coaching. Evaluasi

kognisi dan afeksi akan menggambarkan kemampuan remaja merubah kebiasaan

merokok, mengkonsumsi alkohol, mengkonsumsi cafein, pola makan dan

berolahraga yang bukan hanya dilihat dari skill tetapi dari kemampuan

pengambilan keputusan. Kognitif perilaku spesifik kemudian akan membentuk

komitmen sehingga terwujud perilaku promosi kesehatan. Perilaku juga perlu

dilakukan pengawasan apakah yang sudah diajarkan diterapkan atau belum oleh

para remaja.

Berdasarkan latar belakang diatas perlu dilakukan penelitian terkait

pengaruh health coaching terhadap perubahan perilaku pencegahan hipertensi

pada remaja dengan pendekatan health promotion model di SMA Kota Waingapu

Sumba Timur.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh health coaching terhadap perubahan perilaku

pencegahan hipertensi pada remaja dengan pendekatan Health Promotion Model

di SMA Kota Waingapu, Sumba Timur?


6

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Menjelaskan pengaruh health coaching terhadap perubahan perilaku

pencegahan hipertensi pada remaja dengan pendekatan Health Promotion Model

di SMA Kota Waingapu, Sumba Timur.

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis pengaruh health coaching terhadap perceived benefits of

action pada perubahan perilaku pencegahan hipertensi remaja di SMA

Kota Waingapu, Sumba Timur.

2. Menganalisis pengaruh health coaching terhadap perceived barrier to

action pada perubahan perilaku pencegahan hipertensi remaja di SMA

Kota Waingapu, Sumba Timur.

3. Menganalisis pengaruh health coaching terhadap perceived self efficacy

pada perubahan perilaku pencegahan hipertensi remaja di SMA Kota

Waingapu, Sumba Timur.

4. Menganalisis pengaruh health coaching terhadap commitmen to a plan of

action pada perubahan perilaku pencegahan hipertensi remaja di SMA

Kota Waingapu, Sumba Timur.

5. Menganalisis perceived self efficacy terhadap commitment to a plan of

action pada perubahan perilaku pencegahan hipertensi remaja di SMA

Kota Waingapu, Sumba Timur.


7

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat teoritis

Health coaching dengan pendekatan Health Promotion Model dapat

digunakan sebagai salah satu metode dalam memberikan intervensi pada

kelompok, khususnya perubahan perilaku pada kelompok remaja untuk mencegah

terjadinya hipertensi.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Health coaching dapat dimanfaatkan sebagai metode pendidikan

kesehatan, khususnya keperawatan komunitas untuk menurunkan angka

kejadian hipertensi.

2. Remaja dalam penelitian ini mendapatkan manfaaf dalam meningkatkan

manfaat yang dirasakan, mencegah hambatan, efikasi diri, komitmen dan

perilaku pencegahan hipertensi dari metode health coaching.


8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Health Coaching

2.1.1 Pengertian health coaching

Health coaching adalah praktik pendidikan kesehatan dan promosi

kesehatan dengan maksud untuk meningkatkan kesehatan individu dan untuk

memfasilitasi pencapaian tujuan kesehatan yang secara efektif memotivasi

perubahan perilaku secara terstruktur, melalui hubungan suportif antara

partisipan dan coach (Huffman, 2016).

Health coaching adalah proses yang berpusat pada pasien berdasarkan teori

perubahan perilaku, yang memerlukan pasien untuk menetapkan tujuan yang

ditentukan sendiri. Ini adalah salah satu dari banyak cara untuk mendukung

manajemen diri, pembinaan kesehatan memberikan kontribusi untuk merawat,

perencanaan pasien dan aktivasi dokter serta sebagai pengembangan

kepemimpinan ( National Health Service, 2014).

2.1.2 Teori dan konsep yang mendasari health coaching

Pembinaan kesehatan/health coaching didasarkan pada berbagai model

teoritis dan pendekatan yang telah terbukti sangat efektif dalam mengatasi

berbagai masalah yang diangkat oleh pasien untuk membantu mencapai tujuan

kesehatan mereka (Macadam, 2013).

Model transtheoritical change, membantu perawat untuk menjadi lebih

sadar dimana pasien sedang berada dalam proses perubahan. Perubahan yang

terjadi melalui tahapan yang meliputi precontemplation, kontemplasi,

perencanaan, bertindak dan pemeliharaan. Intervensi yang cocok pada tiap tahap

8
9

dapat meningkatkan efektivitas dan meningkatkan kepatuhan terhadap perilaku

perubahan gaya hidup untuk pasien penyakit kronis (Mau, Glanz, Severino,

Grove, Johnson, & Curb, 2001)

Motivasional interviewing adalah pendekatan berbasis bukti ilmiah yang

merupakan bimbingan dalam bentuk kolaborasi yang berpusat pada perorangan

dan bukan teori untuk memperoleh dan memperkuat motivasi dalam perubahan,

meningkatkan efikasi diri dan membantu pasien dalam perubahan, meningkatkan

efikasi diri dan membantu pasien membuat pilihan yang berhubungan dengan

kesehatan dengan memfasilitasi pasien untuk meningkatkan kemauan diri dalam

proses perubahan. Menciptakan perbedaan antara apa yang diinginkan dan apa

yang kita lakukan dengan demikian meningkatkan kesiapan untuk mengubah.

Cognitive behavioural therapy (CBT). Terapi perilaku kognitif didasarkan

pada filosofi bahwa perilaku negatif dipelajari dan dikelola secara negatif (sering

tidak rasional) yang menyebabkan emosi negatif. Kebiasaan cara berpikir dan

perasaan negatif ini dapat memblokir perubahan. CBT membantu pasien untuk

mengembangkan lebih positif, pikiran rasionalnya, yang mengubah perasaan

mereka dan juga rasa efikasi diri. Dengan pengembangan ini pasien dapat

mengatasi resistensi terhadap perubahan, mengurangi stres dan mengenali

interaksi timbal balik antara berpikir, perilaku, pengaruh lingkungan dan emosi

(Wong-Rieger and Rieger, 2013).

Multi modal coaching dapat digunakan untuk membantu pasien yang

kambuh, terutama ketika jatuh pada kondisi stres. Pendekatan ini menilai faktor-

faktor yang berbeda atau modalitas, mengembangkan profil yang mencakup item

yang relevan atau masalah dan solusi yang mungkin atau intervensi untuk setiap
10

aspek.

2.1.3 Prinsip health coaching

Prinsip pembinaan kesehatan yang dilakukan oleh perawat sebagai

dukungan manajemen diri pasien. Pasien diharapkan dapat menunjukkan

perubahan perilaku pribadi sebagai hasil dari pendidikan yang sudah diberikan

oleh perawat sebagai coach. Sebagai wujud pembentukan perubahan perilaku,

pasien harus memiliki kesabaran dan keyakinan untuk membangun kepercayaan

dalam hubungan, sehingga tujuan bersama dapat tercapai (Wolever, et al., 2010).

Macadam (2014) menyebutkan fokus health coaching meliputi faktor yang

mempengaruhi motivasi, mengatasi hambatan, mengatasi rasa ketidakmampuan

pasien, mempengaruhi pasien untuk tidak membatasi diri, menghasilkan solusi

(sendiri/realistis), mengambil tindakan langkah-langkah kecil, review, refleksi,

dukungan, membangun kepercayaan dan keyakinan diri (penerimaan diri, efikasi

diri) serta bagaimana menjadi lebih terlibat dan mengambil keputusan.

Sebagai pelatih yang terlibat dalam interaksi dengan pasien dan dimana

pasien, profesional kesehatan harus berubah dari peran tradisional seperti

menginformasikan, mengarahkan, dan memutuskan beralih pada peran

kolaboratif berupa penetapan tujuan bersama, pemecahan masalah dan tindak

lanjut. Perawat harus mengembangkan keterampilan baru, seperti wawancara

motivasi, penetapan tujuan solusi-terfokus dan teknik perilaku kognitif dan

pemahaman baru, seperti tahapan perubahan (Wong-Rieger and Rieger, 2013).


11

2.1.4 Strategi dan teknik health coaching

Diawali dengan meminta pasien untuk menyebutkan apa yang paling dia

inginkan untuk dicapai terkait penyakit atau kondisinya, atau berusaha untuk

mengungkap isu-isu yang paling diperhatikan oleh pasien. (Huffman,

2016)menyatakan terdapat strategi yang disebut (Open Endend Questions

Affirmations Reflections Summaries) OARS teknik, dimana teknik ini

memfasilitasi pasien untuk tetap berdiskusi, yaitu open-enden questions

(pertanyaan terbuka) memungkinkan pasien untuk fokus pada masalahnya pada

saat itu. Meskipun perawat memiliki saran dan informasi untuk diberikan pada

pasien namun pasien bisa saja tidak siap untuk menerima atau untuk

melaksanakannya, affirmation of the person’s strenghs (menegaskan kekuatan

pasien, memvalidasi sumber daya internal dan eksternal yang dimiliki pasien. Hal

ini membantu pasien merasakan keyakinan bahwa tujuan memang dapat

dipenuhi), refllective listening (mendengarkan secara reflektif menunjukkan

bahwa perawat tertarik pada permasalahan pasien, bukan justru perawat sebagai

pusat perhatian, perawat lebih berusaha mempelajari atau memahami posisi

klien), summary (ringkasan memungkinkan perawat untuk mengulangi poin

utama bersama pasien dan untuk mengungkapkan minat pasien).

Ossman (2004) menyebutkan bahwa interaksi dengan pasien lebih produktif

dari pada hanya sekedar memberikan fakta-fakta tentang kesehatan dengan

memperoleh apa yang tepat, mengetahui reaksi pasien dari informasi yang

diberikan. Teknik ini mirip dengan OARS teknik pertama mengidentifikasi

masalah pasien, diikuti oleh pemberian informasi kesehatan sesuai perhatian

pasien. Selanjutnya, profesional kesehatan mendengarkan pasien dan mengamati


12

respon, semuanya berfokus pada pasien.

Coaching adalah tentang membantu orang untuk belajar bukan hanya

mengatakan kepada mereka apa yang harus dilakukan. Pembinaan kesehatan

mengadopsi pendekatan yang berbeda dalam melakukan percakapan tentang

kesehatan, meliputi percakapan pembinaan diskursif, mendukung dan

memfasilitasi dengan fokus utama pada perpektif pasien perawat menggunakan

pertanyaan terbuka, meringkas, mencerminkan, memberikan umpan balik,

perawat dan pasien memiliki kedudukan yang sama atau sebagai mitra dalam

hubungan dan keduanya terlibat dalam pengalaman belajar (Macadam, 2013).

(National Health Service, 2014) menjelaskan ada banyak model atau

kerangka kerja yang berbeda yang digunakan dalam pendekatan pembinaan

kesehatan. Namun, sebagian besar konsep pembinaan kesehatan memiliki

beberapa karakteristik umum yaitu:

1. Memberdayakan individu / masyarakat untuk mencapai kesehatannya

2. Berfokus pada tujuan yang ingin dicapai oleh individu/ masyarakat bukan

berdasarkan tujuan dari pemberi pelayanan

3. Pengembangan hubungan kolaboratif antara peserta dan pemberi pelayanan

kesehatan

4. Berasumsi bahwa individu/ masyarakat memiliki wawasan dan memiliki

potensi

5. Membantu individu/ masyarakat menilai di mana mereka berada dan apa yang

mereka ingin capai

6. Membantu individu/ masyarakat merencanakan untuk mencapai tujuan mereka

dengan cara yang lebih mudah.


13

7. Menentukan keyakinan atau hal apa yang menghambat individu / masyarakat

untuk melakukan perubahan yang positif.

2.1.5 Perbedaan health coaching dengan pendidikan kesehatan dengan

pendekatan tradisional.

Health coaching/ pembinaan kesehatan berbeda dari pendidikan kesehatan

dengan pendekatan tradisional yang cenderung mengarah kepada pemberian

informasi kepada individu dan meminta individu untuk melakukan hal-hal yang

dinstruksikan oleh pemberi layanan kesehatan. Dalam model tradisional,

profesional dipandang memiliki keahlian, pengetahuan dan bertugas

menyampaikannya kepada orang-orang dan keluarganya. Sebaliknya, pembinaan

kesehatan berusaha untuk membantu individu dan profesional saling

bekerjasama. Individu sendiri dinilai memiliki pengetahuan dan mampu terhadap

kesehatannya sendiri. Pembinaan kesehatan menggunakan pertanyaan dan teknik

yang mendukung, pelatih kesehatan membantu individu untuk mengungkapkan

tentang apa yang ingin mereka capai, apa yang mengganggu, apa yang mereka

ingin ubah, apa dukungan yang mereka butuhkan, membantu membuat

perubahan dan kesulitan yang perlu ditangani atau diminimalkan. Peran utama

pelatih kesehatan bukanlah untuk mengajar, saran atau nasihat individu

melainkan untuk mendukung individu untuk merencanakan dan mencapai tujuan

mereka ( National Health Service, 2014).


14

2.1.6 Tahapan health coaching

Tabel 2.1 Model tahapan health coaching menurut (University Of California San
Fransisco)

Tahapan Penjelasan
Check –in Health Coach alerted provider about patients scheduled for
day and asks, "Is there anything in particular that you would
like for me to focus on in my pre-visit with the patient?"
Pre-visit 1. Present: Health Coach, patient (5-15 minutes)
2. Normal MA tasks (e.g., vitals, point of care testing)
3. Agenda setting
4. Medication reconciliation
5. Review of A1C, LDL and/or BP and goals (for patient
activation)
Visit 1. Present: Provider, Health Coach, Patient (5-20 minutes)
15- second huddle (patient, provider, health coach) -->
review pre- visit; goals of visit
2. Health Coach present for (most of) visit
3. Visit wrap-up --> Provider approves medication list and
main points for patient teach-back
Post-visit 1. Present: Health Coach, Patient (5-30 minutes)
2. Patient teach-back
3. HC creates revised medication list for patient to take
home
4. Action planning
Between visits 1. Present: Health Coach, Patient (2-20 minutes)
2. Health Coach calls patients at least monthly regarding
action plan, medication adherence, appointment
reminders, preparing for clinci visit
3. Health Coach meets with patient at least quarterly
4. Health Coach communicates with provider in event of
questions
Sumber: (UCSF Center for Excellence in Primary Care, 2014)

Tahapan diatas menjelaskan bagaimana cara untuk menetapkan dan

memperkenalkan pasien dengan coach atau pelatih kesehatan dan menjelaskan

secara detail tentang kegiatan atau aktivitas health coaching atau pembinaan

kesehatan, termasuk menjelaskan alur pra-kunjungan (pre-visit), selama

kunjungan (visit), pasca-kunjungan (post-visit) dan antara kunjungan (between

visits).
15

1. Pre- visit (sebelum kunjungan)

Pada tahap awal ini coach atau pelatih kesehatan akan melakukan beberapa

pemeriksaan yang berhubungan dengan kondisi penyakit pasien. Pada pasien

hipertensi coach akan mengukur tekanan darah pasien, menanyakan beberapa

pertanyaan standart sesuai faktor risiko penyakit seperti kepatuhan mengkonsumsi

obat, kebiasaan merokok, kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan lain-lain. Coach

akan membuat agenda yang berisi daftar masalah yang ingin diselesaikan oleh

pasien, daftar ini juga digunakan sebagai panduan kunjungan. Selanjutnya coach

akan mengevaluasi hasil laboratorium atau nilai tekanan darah pasien. Hasil

pemeriksaan ini kemudian akan digunakan sebagai bahan diskusi dengan pasien.

Dalam diskusi ini akan menilai bagaimana pendidikan, perilaku motivasi

perubahan dan kebutuhan psikososial pasien dalam kaitannya dengan perawatan

kronis mereka.

2. Visit (selama kunjungan)

Pada tahapan ini coach akan mengulas diskusi yang belum terselesaikan pada

tahap sebelumnya, menentukan tujuan kunjungan coach akan mengingatkan

pasien bila diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan penyedia layanan

kesehatan, membantu bila diperlukan perawatan pencegahan untuk pasien,

mencatat hasil ringkasan kunjungan, bersama pasien meninjau kembali beberapa

poin yang dapat didiskusikan ulang dan menentukan poin mana yang dapat

dilakukan perubahan perilaku

3. Post-visit (pasca kunjungan)

Pada tahap ini coach akan mengulas ulang diskusi awal dengan pasien,

menegaskan kembali, memandu pasien menentukan rencana tindakan dan


16

memberikan informasi dasar tentang hal yang berhubungan dengan kondisi

pasien.

4. Between visits (antara kunjungan)

Coach akan menghubungi pasien 1 minggu setelah kunjungan untuk

mengkroscek perubahan perilaku apa yang sudah dikerjakan sesuai tujuan awal

yang telah ditentukan pasien. Jika diperlukan coach akan membantu pasien

membuat rencana tindakan baru. Menindaklanjuti pertemuan, coach akan bertemu

dengan pasien. Biasanya kunjungan ini terjadi disela jadwal rutin kontrol pasien

ke tempat pelayanan kesehatan. . Coach juga membantu pasien memberikan

petunjuk sistem perawatan kesehatan. Misalnya tentang bagaimana dan kapan

untuk melakukan tes laboratorium, membantu pasien pada rujukan perawatan

khusus, memotivasi dan mengatur jadwal kontrol ke tempat layanan kesehatan

berhubungan dengan perkembangan baru terkait kesehatan mereka (UCSF , 2014)

2.1.7 Health coach atau pelatih kesehatan

Coach atau pelatih kesehatan dapat berasal dari perawat, dokter, pekerja

sosial, asisten medis, pekerja kesehatan masyarakat, pendidik kesehatan atau

penyuluh bahkan pasien lain yang telah diberikan pelatihan . Seorang coach

yang baik harus mampu memahami pergeseran paradigma dari paradigma

direktif yaitu sebatas memberitahu pasien tentang apa yang harus dilakukan,

menuju ke paradigma kolaboratif yaitu meminta pasien melakukan perubahan

sesuai kemampuan yang dia miliki. Coach memiliki pengetahuan dasar tentang

penyakit, obat-obatan dan handal untuk mendapatkan kepercayaan dari pasien.

Peran health coach atau pelatih kesehatan meliputi:


17

1. Memberikan manajemen diri

Memberikan informasi, pengajaran keterampilan tentang penyakit tertentu,

mempromosikan perubahan perilaku, meningkatkan kemampuan dalam

pemecahan masalah, memperbaiki dampak emosional dari penyakit kronis,

mendorong menindaklanjuti dan mendorong dalam partisipasi.

2. Menjembatani kesenjangan antar dokter dan pasien

Bersifat sebagai penghubung pasien, memastikan pasien mengerti tentang

rencana perawatannya, menentukan apakah pasien setuju dengan rencana

perawatan mereka, mengkoordinasikan dengan budaya dan bahasa pasien.

3. Membantu pasien menavigasi system perawatan kesehatan

Membantu pasien mengatur agenda untuk kunjungan dokter,

menghubungkan pasien dengan sumber daya, memfasilitasi dukungan,

memberdayakan pasien dan memastikan

4. Menawarkan dukungan nasional

Menunjukkan minat, bertanya tentang isu-isu emosional, menunjukkan

kasih sayang, dan pengajaran tentang kemampuan keterampilan

5. Melayani dengan kontinuitas

Bersifat akrab, membangun kepercayaan dan selalu ada untuk pasien

(Bennet, Coleman, Parry, Bodenheimer, & Chen 2010)

2.2 Konsep perilaku

2.2.1 Pengertian perilaku

Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisasi, baik yang dapat

diamati langsung atau tidak langsung (Notoatmodjo, 2012) perilaku manusia


18

berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan

usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Dalam kehidupan

sehari-hari manusia selalu berprilaku dalam segala aktivitas. Perilaku manusia

tidak terjadi secara sporadis (timbul dan hilang saat tertentu), tetapi ada

kelangsungan kontinuitas antara satu perbuatan dengan perbuatan berikutnya

(Purwanto, 2009).

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Beberapa teori yang telah dicoba untuk mengungkapkan faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan,

antara lain teori Green (1980) dalam Notoatmodjo, (2003) mengatakan bahwa

perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factor), merupakan faktor internal yang ada

pada diri individu, keluarga, kelompok atau masyarakat yang mempermudah

individu untuk berprilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor pemungkin (enabling factor), faktor-faktor ini mencakup ketersediaan

sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti,

Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa,

Dokter atau Bidan Praktek Swasta. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung

atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan.

3. Faktor penguat (reinforcing factor), faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan

perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas kesehatan, termasuk

juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun

pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat,


19

masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif

serta dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan)

dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas terlebih lagi

petugas kesehatan. Di samping itu, undang-undang juga diperlukan untuk

memperkuat perilaku masyarakat tersebut.

2.2.3 Domain perilaku

Menurut (Notoatmodjo, 2012) perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. perilaku

terdiri dari tiga domain yang meliputi domain perilaku pengetahuan (knowing

behaviour), domain perilaku sikap (feeling behaviour) dan domain perilaku

keterampilan (doing behaviour).

1. Perilaku

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tentang penginderaan penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba, sebagai pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan seseorang terhadap

objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besar

dibagi dalam 6 tingkatan pengetahuan, yaitu :

1) Tahu (know), diartikan hanya sebagai recall (mengingat) memori yang telah

ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

2) Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak

sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.


20

3) Aplikasi (application) diartikan apabila orang yang telah memahami objek

yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain.

4) Analisis ( analysis), adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan

atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat

analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan atau

memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap

pengetahuan atas objek tersebut.

5) Sintesis (syntesis), menunjuk pada kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

6) Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap objek tertentu. Penilaian ini

dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

2. Sikap

Menurut (Notoatmodjo, 2012) sikap merupakan reaksi atau respon yang

masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek tertentu, yang

sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak

senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Chambel (1950)

dalam Notoatmodjo (2010), mendefinisikan sikap dengan sangat sederhana yaitu “

an individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to


21

object”.

Alport (1954) dalam Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa sikap

mempunyai beberapa komponen pokok yaitu:

1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek

2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

3) Kecenderungan untuk bertindak ( tend to behave)

Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:

Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek) Menanggapi (responding), memberikan

jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi

4) Menghargai (valuing), subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif

terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain,

bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain

merespons.

5) Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang

telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

3. Tindakan (practice)

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa sikap adalah kecenderungan

untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam bentuk tindakan.

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor pendukung

atau suatu kondisi yang memungkinkan, seperti fasilitas atau sarana dan

prasarana. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,

kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui,

proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa


22

yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik

(practice) kesehatan.

Menurut (Notoatmodjo, 2012), praktik atau tindakan ini dapat dibedakan

menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya yakni:

1) Praktik terpimpin (guided response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung

pada tuntunan atau panduan

2) Praktik secara mekanisme ( mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu

hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.

3) Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya,

apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah

dilakukan modifikasi atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

2.2.4 Strategi perubahan perilaku

Beberapa strategi agar diperoleh perubahan perilaku, menurut (World

Health Organization )WHO dalam Notoatmodjo, (2012) dikelompokkan menjadi

tiga yaitu :

1. Menggunakan kekuatan (enforcement)

Perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran sehingga sasaran atau

masyarakat mau melakukan perubahan (berprilaku) seperti yang diharapkan.

Cara ini dapat ditempuh menggunakan cara-cara kekuatan baik fisik maupun

psikis, misalnya dengan cara mengintimidasi atau ancaman-ancaman agar

masyarakat atau orang mematuhinya.cara ini akan menghasilkan perilaku yang


23

cepat, akan tetapi perubahan ini belum tentu akan berlangsung lama karena

perubahan perilaku yang terjadi belum didasari oleh kesadaran sendiri.

2. Menggunakan kekuatan peraturan atau hukum (regulation)

Perubahan perilaku masyarakat melalui peraturan, perundangan atau peraturan-

peraturan tertulis ini sering juga disebut “law enforcement” atau “regulation”.

Artinya masyarakat diharapkan berprilaku, diatur melalui peraturan atau

undang-undang secara tertulis

3. Pendidikan (educataion)

Dengan memberikan informasi tentang cara-cara mencapai sehat, cara

pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit dan sebagainya akan

meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya

dengan pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka, dan

menyebabkan orang berprilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

Perubahan ini memerlukan waktu yang sangat lama, tetapi perubahan yang

dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri.

Perubahan perilaku dengan pendidikan akan menghasilkan perubahan yang

efektif bila dilakukan melalui metode “diskusi partisipasi” yaitu dalam

memberikan informasi tidak bersifat searah saja tetapi dua arah. Hal ini berarti

masyarakat aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang

diterimanya. Dengan demikian pengetahuan yang diperoleh lebih mendalam

dan mantap. Ini membutuhkan waktu yang lebih lama dan hasilnyapun jauh

lebih baik.
24

2.3 Hipertensi pada remaja

2.3.1 Definisi

Hipertensi pada remaja adalah masalah kesehatan yang sangat penting

dalam peningkatan prevalensi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas

(Fitriany et al., 2015). Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan

besar di Indonesia. Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada

pelayanan kesehatan primer. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan

prevalensi yang tinggi. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam

jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal

ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila

tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai (Kemenkes

RI, 2014).

Hipertensi didefinisikan sebagai tingkat tekanan darah rata-rata sistolik atau

diastolik pada presentil ke-95 atau lebih tinggi berdasarkan tiga kali pembacaan

terpisah (Riley & Bluhm, 2012). Hipertensi esensial lebih sering ditemukan pada

remaja dibandingkan dengan anak-anak dan dikaitkan erat dengan faktor genetik

dan obesitas. Gen-gen yang berperan dalam mekanisme hipertensi dibagi menjadi

gen yang mempengaruhi homeostasis natrium di ginjal, termasuk polimorfisme

I/D gen ACE (Angiotensin Converting Enzyme) dan gen yang mempengaruhi

metabolisme steroid. Remaja dengan orangtua hipertensif mempunyai resiko

untuk mendapat hipertensi lebih tinggi dibandingkan anak dengan orangtuanya

yang normotensif (Kalangi et al., 2006).


25

2.3.2 Klasifikasi hipertensi pada remaja

American Heart Association (AHA) tahun 2017 mengklasifikasikian

hipertensi pada anak-anak dan remaja sebagai berikut ( Whelton, et al 2017)

Tabel 2 .2 Klasifikasi hipertensi anak-anak dan remaja

Klasifikasi sistolik atau diatolik Tekanan Darah


Normal presentil < 90
Pre hipertensi Presentil 90- 95
Hipertensi tingkat 1 Presentil 95 -99
Hipertensi tingkat 2 Presentil > 99
Sumber: (Whelton, et al2017)

2.3.3 Gejala hipertensi

Hipertensi esensial lebih sering terjadi pada remaja daripada anak-anak.

Remaja dengan hipertensi esensial kebanyakan tanpa gejala (asimtomatik) dan

sering terdeteksi hanya pada saat pemeriksaan rutin (Saing, 2005). Kebanyakan

kasus hipertensi tidak memiliki gejala dan dapat hilang tanpa diketahui selama

bertahun-tahun. Beberapa pasien mengalami sakit kepala, penglihatan kabur,

telinga berdenging, pusing, gugup dan kelelahan. Gejala biasanya muncul ketika

tekanan darah tinggi kronis telah menyebabkan kerusakan pada tubuh (Mena,

2018).

2.3.4 Patofisiologi hipertensi

Ada dua unsur utama yang menyebabkan kenaikan tekanan darah atau

hipertensi yaitu cardiac output dan tahanan perifer total. Apabila peningkatan

tekanan disebabkan oleh jalur yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan

cardiac output, maka hipertensi ini menyebabkan tekanan sistolik akan jauh lebih

tinggi dibandingkan dengan diastolik. Apabila peningkatan tekanan itu

disebabkan oleh kenaikan tahanan perifer total maka hipertensi yang terjadi

menyebabkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik yang bersamaan, atau


26

lebih sering tekanan diastolik meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan

tekanan sistolik. Kejadian hipertensi resistensi dimana tekanan diastolik

peningkatannya lebih besar dibanding dengan tekanan sistolik dapat terjadi jika

peningkatan tahanan perifer total sudah memperlambat fungsi ejeksi daripada

cardiac output (Kadir, 2015).

Gambar 2 1 Skema Hipertensi (Kadir, 2015)


Menurut Black & Hawks (2014) empat sistem kontrol yang memainkan

peran utama dalam menjaga tekanan darah adalah: (1) sistem baroreseptor dan

kemoreseptor arteri; (2) pengaturan volume cairan tubuh; (3) sistem renin-

angiotensin; (4) autoregulasi vaskular. Hipertensi primer kemungkinan besar

terjadi karena kerusakan atau malfungsi pada beberapa atau semua sistem ini.

Baroreseptor dan kemoreseptor arteri bekerja secara refleks untuk mengontrol

tekanan darah. Baroreseptor, reseptor peregangan utama, ditemukan di sinus


27

karotis, aorta, dan dinding bilik jantung kiri. Mereka memonitor tingkat tekanan

arteri dan mengatasi peningkatan melalui vasodilatasi dan memperlambat denyut

jantung melalui saraf vagus. Kemoreseptor, berada di medula dan tubuh karotis

aorta, sensitif terhadap perubahan dalam konsentrasi oksigen, karbondioksida, dan

ion hidrogen (pH) dalam darah. Penurunan konsentrasi oksigen arteri atau pH

menyebabkan kenaikan refleksif pada tekanan, sementara kenaikan konsentrasi

karbondioksida menyebabkan penurunan tekanan darah. Perubahan-perubahan

pada volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik. Dengan demikian

kelainan dalam transport natrium dalam tubulus ginjal mungkin menyebabkan

hipertensi esensial. Ketika kadar natrium dan air berlebih, volume total darah

meningkat, dengan demikian meningkatkan tekanan darah. Perubahan-perubahan

patologis yang mengubah ambang tekanan dimana ginjal mengekskresikan garam

dan air mengubah tekanan darah sistemik. Selain itu, produksi hormon penahan

natrium yang berlebihan menyebabkan hipertensi.

Renin dan angiotensin memainkan peran dalam pengaturan tekanan darah.

Renin adalah enzim yang diproduksi oleh ginjal yang mengatalis substrat protein

plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang dihilangkan oleh enzim pengubah

ke paru-paru untuk membentuk angiotensin II dan kemudian angiotensin III.

Angiotensin II dan III bertindak sebagai vasokonstriktor dan juga merangsang

pelepasan aldosteron. Dengan meningkatnya aktivitas sistem saraf simpatik,

angiotensin II dan III tampaknya juga menghambat ekskresi natrium, yang

menghasilkan naiknya tekanan darah. Sekresi renin yang bertambah telah diteliti

sebagai penyebab meningkatnya resistensi vaskular periferal pada hipertensi

primer. Sel endotel vaskular terbukti penting dalam hipertensi. Sel endotel
28

memproduksi nitrat oksida yang mendilatasi arteriol dan endotelium yang

mengonstriksikannya. Disfungsi endotelium telah berimplikasi pada hipertensi

esensial manusia.

Hipertensi sekunder banyak disebabkan oleh kelainan-kelainan seperti

masalah ginjal, vaskular, neurologis, obat dan makanan yang secara langsung atau

tidak langsung berpengaruh negatif terhadap ginjal dan dapat mengakibatkan

gangguan serius pada organ-organ ini yang mengganggu ekskresi natrium, perfusi

renal, atau mekanisme renin-angiotensin-aldosteron, yang mengakibatkan naiknya

tekanan darah dari waktu ke waktu. Glomerulonefritis dan stenosis arteri renal

kronis adalah penyebab yang paling umum dari hipertensi sekunder. Juga,

kelenjar adrenal dapat mengakibatkan hipertensi sekunder jika ia memproduksi

aldosteron, kortisol, dan katekolamin berlebih. Kelebihan aldosteron

mengakibatkan renal menyimpan natrium dan air, memperbanyak volume darah,

dan menaikkan tekanan darah. Feokromositoma, tumor kecil di medula adrenal,

dapat mengkibatkan hipertensi dramatis karena pelepasan jumlah epinefrin dan

norepinefrin (disebut katekolamin) yang berlebihan. Permasalahan adrenokorsikal

lainnya dapat mengakibatkan produksi kortisol yang berlebihan (sindrom

cushing). Klien dengan sindom cushing memiliki 80% risiko pengembangan

hipertensi. Kortisol meningkatkan tekanan darah dengan meningkatnya simpanan

natrium renal, kadar angiotensin II, dan reaktivitas vaskular terhadap norepinefrin.

Stres kronis meningkatkan kadar katekolamin, aldosteron, dan kortisol dalam

darah (Black & Hawks, 2014).


29

Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi:

1) Jenis Kelamin

Menurut Kemenkes tahun 2013 dalam penelitian Yusrizal (2016) laki-laki

memiliki risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami peningkatan tekanan

darah sistolik dibandingkan dengan perempuan.

Perkiraan prevalensi hipertensi nasional di AS pada periode 2011-2012 angka

tertinggi pada remaja laki-laki yaitu (4%) tingkat 1 dan (7%) tingkat 2 dan

terendah ada pada kalangan remaja perempuan yaitu (2%) tingkat 1 dan (0,86%)

tingkat 2 (Agyekum, 2016).

2) Riwayat Keluarga

Pada penelitian yang dilakukan Sulastri dan Sidhi (2011) hipertensi pada

siswa yang ada riwayat hipertensi sebanyak 20,7%, lebih tinggi dibanding pada

siswa yang tidak ada riwayat hipertensi sebanyak 9,4%. Pada penelitian yang lain

juga didapatkan bahwa hipertensi lebih banyak ditemukan pada anak dengan

riwayat hipertensi positif (8,7%) dibandingkan dengan anak dengan riwayat

hipertensi negatif (2,5%) sehingga dianjurkan bagi orang tua anak untuk

melakukan pemeriksaan tekanan darah pada anak secara rutin minimal satu tahun

sekali untuk mendeteksi adanya kenaikan tekanan darah yang abnormal (Kalangi

et al., 2015).

Kecenderungan genetis yang membuat keluarga tertentu lebih rentan

terhadap hipertensi mungkin berhubungan dengan peningkatan natrium

intraseluler (Black & Hawks, 2014).


30

3) IMT (Indeks Massa Tubuh)

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwawardana (2017)

semakin remaja memiliki indeks massa tubuh yang tinggi maka akan semakin

tinggi tekanan darahnya dan remaja yang memiliki tekanan darah yang tinggi

maka akan semakin tinggi risiko untuk terkena hipertensi (Purwawardana, 2017).

IMT yang tinggi merupakan hasil sementara dari sebuah rangkaian terarah untuk

pre-hipertensi pada perempuan dan laki-laki, dan remaja yang lebih tua lebih

beresiko dengan IMT tinggi dan diikuti pre-hipertensi remaja yang lebih muda.

Masa remaja merupakan masa rawan terjadinya hipertensi obesitik, karena remaja

cenderung memilik makanan tinggi energi, tinggi lemak, dan tinggi natrium yang

merupakan manifestasi awal terjadinya hipertensi obesitik. Keadaan obesitas

sentral, lemak berakumulasi sebagai lemak viseral/intraabdominal atau lemak

subkutan abdomen. Obesitas sentral berisiko mengalami sindrom metabolik dan

penyakit kardiovaskular, khususnya jika terdapat lemak viseral yang berlebihan.

Kadar adiponektin yang rendah, adanya resistensi leptin, serta berbagai sitokin

yang terlepas dari sel adipose dan sel inflamasi yang menginfiltrasi jaringan

lemak, menurunkan ambilan asam lemak bebas oleh mitokondria pada beberapa

jaringan, menurunkan oksidasi asam lemak bebas, dan menyebabkan akumulasi

asam lemak bebas intersel. Kelebihan asam lemak bebas intraselular dan

metabolik, seperti fatty acyl CoA, diacyglycerol, dan ceramide, dapat memicu

resistensi insulin, bahkan hiperinsulinemia dan hiperglikemia. Resistensi insulin

yang disertai dengan gangguan fungsi endotel pembuluh darah, dapat

menyebabkan vasokonstraksi dan reabsorpsi natrium di ginjal yang

mengakibatkan hipertensi melalui penurunan nitrit oxide yang menimbulkan


31

vasodilatasi, peningkatan sensitivitas garam, dan peningkatan volume plasma (K.

& Sulchan, 2012).

Menurut penelitian yang dilakukan Sulastri dan Sidhi (2011) kejadian

hipertensi pada siswa yang obese sebanyak 66,7%, jauh lebih tinggi dari pada

siswa yang tidak obese yaitu sebanyak 12,1%. Pada penurunan berat badan

obesitas akan memberikan efek penurunan volume darah, penurunan cardiac

output, penurunan resistensi vaskuler perifer, penurunan resistensi insulin,

penurunan aktivitas simpatis/ sistem renin angiotensin yang berakibat pada

penurunan tekanan darah. Tekanan darah dan IMT pada anak secara konsisten

tampaknya merupakan dua prediktor yang paling kuat untuk nilai tekanan darah

pada usia dewasa.

Klasifikasi IMT/Uusia 5-18 tahun menurut Kementrian kesehatan RI tahun

2010 disajikan pada tabel 2.3 (Kemenkes RI, 2010).

Tabel 2.3 Klasifikasi IMT Menurut Kemenkes RI 2010 untuk Usia 5-18 Tahun

klasifikasi Z-Skor
Sangat kurus <-3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas >2 SD

Sumber: Kemenkes RI. (2010)

Secara teoritis, Z-skor dapat dihitung dengan cara berikut:


IMT = BB (kg/m2)
TB2

Z-skor = Nilai IMT yang diukur – Median Nilai IMT


Standar Deviasi dari standar
32

4) Konsumsi Natrium Tinggi

Konsumsi natrium bisa menjadi faktor penting dalam perkembangan

hipertensi esensial. Paling tidak 40% dari klien yang akhirnya terkena hipertensi

akan sensitif terhadap garam dan kelebihan garam mungkin menjadi penyebab

pencetus hipertensi pada individu ini. Diet tinggi garam mungkin menyebabkan

pelepasan hormon natriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara tidak

langsung meningkatkan tekanan darah. Muatan natrium juga menstimulasi

mekanisme vasopresor di dalam sistem saraf pusat (SSP). Penelitian juga

menunjukkan bahwa asupan diet rendah kalsium, kalium, dan magnesium dapat

berkontribusi dalam pengembangan hipertensi (Black & Hawks, 2014).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 30 tahun 2013 disebutkan

bahwa konsumsi natrium lebih dari 2000 mg (1 sendok teh) per orang per hari hari

akan meningkatkan risiko hipertensi (Menkes RI, 2014). Garam merupakan

senyawa yang terdiri dari natrium dan klorida. Meningkatnya tekanan darah ketika

mengkonsumsi makanan yang asin sebenarnya dipengaruhi oleh natrium yang

terkandung dalam makanan tersebut. Natrium ini tidak hanya terkandung dalam

garam saja, namun juga pada penyedap makanan (MSG), dan pengawet makanan

(natrium benzoate) (Dinkes, 2015).

5) Merokok

Pada penelitian yang dilakukan oleh Moskos dan Henson (2014) usia, jenis

kelamin, lingkar pinggang dan saliva cotinine berkontribusi 35% dari varians

dalam tekanan darah sistolik dan 18% pada tekanan darah diastolik. Seperempat

(25%) dari remaja laki-laki dan 11% dari remaja perempuan memiliki

peningkatan tekanan darah sistolik. Sekitar seperlima dari sampel (22%) memiliki
33

peningkatan kadar cotinine ludah indikasi dari penggunaan tembakau dan paparan

asap rokok (Moskos et al., 2014).

Pada penelitian yang dilakukan Sulastri dan Sidhi (2011) hipertensi pada

siswa merokok (33,3%), lebih tinggi dibanding siswa yang tidak merokok (8,7%).

Biasanya remaja mulai merokok karena pengaruh dari teman untuk tampak lebih

gagah. Dorongan tambahan dapat berasal dari orang tua dan media massa.

Kebanyakan dari mereka menyadari bahaya dari merokok. Merokok sigaret

merupakan faktor risiko hipertensi. Pada dosis tertentu nikotin dalam rokok

sigaret dapat menyebabkan naiknya tekanan darah secara langsung; namun

bagaimanapun juga, kebiasaan memakai zat ini telah turut meningkatkan kejadian

hipertensi dari waktu ke waktu (Black & Hawks, 2014).

Penggolongan berdasarkan jumlah rokok yang dihisap terbagi menjadi tiga

yaitu: perokok ringan (< 10 batang/ hari), perokok sedang (10-19 batang/ hari),

dan perokok berat (≥20 batang/ hari). Pada beberapa jurnal jelas disebutkan

seseorang yang merokok lebih dari 15 batang perhari memiliki kejadian hipertensi

yang tinggi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan merokok dapat

menyebabkan terjadinya hipertensi (Susilo & Wulandari, 2011).

6) Stres Psikogenik.

Stres meningkatkan resistensi vaskular perifer dan curah jantung serta

menstimulasi aktivitas sistem saraf simpatis. Dari waktu ke waktu hipertensi dapat

berkembang. Stresor bisa banyak hal, mulai dari suara, infeksi, peradangan, nyeri,

berkurangnya suplai oksigen, panas, dingin, trauma, pengerahan tenaga

berkepanjangan, respons pada peristiwa kehidupan, obesitas, usia tua, obat-

obatan, penyakit, pembedahan dan pengobatan medis dapat memicu respons stres.
34

Rangsangan berbahaya ini dianggap oleh seseorang sebagai ancaman atau dapat

menyebabkan bahaya; kemudian, sebuah respons psikopatologis “melawan-atau-

lari” (fight or flight) diprakarsai di dalam tubuh. Jika respons stres menjadi

berlebihan atau berkepanjangan, disfungsi organ sasaran atau penyakit akan

dihasilkan. Sebuah laporan dari Lembaga Stres Amerika (American Institute of

Stress) memperkirakan 60% sampai 90% dari seluruh kunjungan perawatan

primer meliputi keluhan yang berhubungan dengan stres. Oleh karena stres adalah

permasalahan persepsi, interpretasi orang terhadap kejadian yang menciptakan

banyak stresor dan respons stres (Black & Hawks, 2014).

7) Tingkat Ekonomi

Penelitian yang dilakukan Pradono, Suparmi, dan Sihombing (2013)

menurut pengeluaran perkapita, responden yang tergolong miskin berpeluang

lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan yang kaya. Karena

responden minskin memiliki kendala untuk berobat karena transportasi yang

dirasa mahal, sekalipun berobat ke fasilitas mendapat “gratis”, sehingga

responden tidak berobat, kecuali dirasakan penyakit menjadi berat. Tingkat

ekonomi turut berkontibusi dalam meningkatkan tekanan darah.Ketidakmampuan

masih merupakan penghalang untuk responden melakukan kontrol kesehatan

maupun pengobatan (Pradono et al., 2013).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) remaja dengan

tingkat pengeluaran yang rendah lebih banyak mengalami hipertensi daripada

remaja dengan tingkat pengeluaran lebih tinggi.


35

8) Aktivitas Fisik

Pada penelitian yang dilakukan oleh Martha (2017) ditemukan bahwa pre-

hipertensi pada remaja putri dipengaruhi oleh aktivitas sedang (Martha, 2017).

Seseorang yang kurang melakukan aktivitas olahraga menyebabkan tubuh kurang

menggunakan energi yang tersimpan dalam tubuh. Oleh karena itu, apabila asupan

lemak berlebihan tanpa diimbangi dengan aktivitas olahraga yang sesuai dapat

menyebabkan obesitas, dimana obesitas dapat menyebabkan hipertensi, yang

dikenal dengan sindrom metabolik hipertensi obesitas (K. & Sulchan, 2012).

Aktivitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan serta

menguatkan sistem jantung dan pembuluh darah. Dikumpulkan data frekuensi

beraktivitas fisik dalam seminggu terakhir untuk penduduk umur ≥10 tahun.

Aktivitas fisik berat adalah kegiatan yang secara terus menerus melakukan

kegiatan fisik minimal 10 menit sampai meningkatnya denyut nadi dan napas

lebih cepat dari biasanya (misalnya menimba air, mendaki gunung, lari cepat,

menebang pohon, mencangkul, dll) selama minimal tiga hari dalam satu minggu

dan total waktu beraktivitas ≥1500 MET minute. MET minute aktivitas berat

adalah lamanya waktu (menit) melakukan aktivitas dalam satu minggu dikalikan

bobot sebesar 8 kalori. Aktivitas fisik sedang apabila melakukan aktivitas fisik

sedang (menyapu, mengepel, dll) minimal lima hari atau lebih dengan total

lamanya beraktivitas 150 menit dalam satu minggu. Selain dari dua kondisi

tersebut termasuk dalam aktivitas fisik ringan (WHO GPAQ, 2012; WHO STEPS,

2012). Kriteria aktivitas fisik “aktif” adalah individu yang melakukan aktivitas

fisik berat atau sedang atau keduanya, sedangkan kriteria “kurang aktif” adalah
36

individu yang tidak melakukan aktivitas fisik sedang ataupun berat (Riskesdas,

2013).

2.3.5 Penatalaksanaan hipertensi di keperawatan

Penatalaksanaan non farmakologi pada hipertensi sering digunakan untuk

intervensi keperawatan. Menurut JNC 8 (2014) penatalaksanaan hipertensi non

farmakologi adalah dengan modikasi gaya hidup antara lain:

1. Penurunan berat badan

Menurunkan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik 5-20mm)/

penurunan 10 kg. Rekomendasi ukuran pingangg <94 cm untuk pria dan < 80

cm untuk wanita, indeks massa tubuh < 25 kg/m2 rekomendasi penurunan berat

badan meliputi nasehat mengurangi asupan kalori dan juga meningkatkan

aktifitas.

2. Adopsi pola makan DASH (dietary Approaches to stop Hypertension)

Pola makan DASH dapat menurunkan tekanan darah sistolik. Lebih banyak

makan buah, sayuran dan produk susu rendah lemak dengan kadungan lemak

jenuh lebih sedikit, kaya potassium dan kalsium.

3. Resistensi garam harian

Retensi garam harian dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.

Rekomendasi konsumsi garam seagai pola makan sehat.

4. Aktifitas fisik

Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmhg. Aktivitas

fisik dapat dilakukan pada intensitas sedang atau lebih baik jika intensitasnya

semakin sering. Aktivitas fisik dapat membuat tubuh lebih sehat karena kalori

dan aliran darah akan terjaga dengan baik.


37

2.4 Remaja

2.4.1 Pengertian remaja

Masa remaja adalah masa adanya peningkatan dalam pengambilan resiko

dan pencarian sensasi dengan pergeseran dari eksistensi yang berpusat pada

orang tua menjadi didominasi oleh teman sebaya dalam proses pengembangan

identitas (Megan Knowles et.al. 2014). Adolescen atau remaja adalah masa

transisi dari anak – anak hingga dewasa. Periode ini perubahan – perubahan

terjadi pada remaja baik secara hormonal, fisik, psikologis maupun sosial (Jose

RL Batubara 2010). Masa remaja merupakan masa kematangan fisik, kognitif,

emosional dan sosial yang cepat pada laki – laki dan perempuan (Wong, Donna

L 2009). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa, remaja

merupakan masa terjadinya perubahan baik secara hormonal, fisik, psikologis

maupun sosial yang berdampak pada peningkatan dalam pengambilan resiko

serta adanya pergeseran menjadi lebih condong ke teman sebaya dalam proses

pengembangan identitas

2.4.2 Batasan usia remaja

Batasan usia remaja menurut WHO ( 2018)WHO (2018) adalah 10 – 19

tahun. Batasan remaja menurut Wong (2009) dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Remaja awal : dimulai pada usia 11 tahun sampai usia 14 tahun.

2. Remaja pertengahan: dimulai pada usia 15 tahun sampai usia 17 tahun.

3. Remaja akhir : dimulai pada usia 18 tahun sampai usia 20 tahun.

2.4.3 Tahap perkembangan remaja

Tahapan perkembangan remaja dalam proses penyesuaian menuju dewasa

terdapat 3 tahap yaitu :


38

1. Remaja Awal (Early Adolescent)

Periode ini terjadi pada usia 11-14 tahun. Pada masa remaja awal, anak-anak

mengalami perubahan tubuh yang cepat, adanya percepatan pertumbuhan, dan

perubahan komposisi tubuh disertai awal pertumbuhan seks sekunder.

Karakteristik pada tahap ini ditandai oleh terjadinya perubahan psikologis yaitu

krisis identitas, jiwa yang labil, meningkatnya kemampuan verbal untuk ekspresi

diri, pentingnya teman dekat atau sahabat, berkurangnya rasa hormat terhadap

orang tua, berlaku kasar, mencari orang lain yang disayangi selain orang tua,

kecenderungan untuk berlaku kekanak-kanakan, terdapatnya teman sebaya (peer

group) terhadap hobi dan cara berpakaian.

2. Remaja Pertengahan (Middle Adolescent)

Periode ini terjadi pada usia 15-17 tahun. Periode ini terjadi perubahan,

seperti: mengeluh orang tua terlalu ikut campur dalam kehidupannya, sangat

memperhatikan penampilan, berusaha mendapatkan teman baru, kurang

menghargai pendapat orang tua, moody, sangat memperhatikan kelompok bermain

yang bersifat selektif dan kompetitif, dan mulai mengalami periode ingin lepas

dari orang tua. Pada tahapan ini remaja akan mulai tertarik dengan intelektualitas

dan karir. Remaja sudah mempunyai konsep role model dan mulai konsisten

terhadap cita-citanya.

3. Remaja Akhir (Late Adolescent)

Tahap remaja ini dimulai pada usia 18 tahun. Perkembangan pada tahap ini

ditandai oleh tercapainya maturitas fisik secara sempurna. Perubahan psikososial

yang ditemui yaitu: identitas diri menjadi lebih kuat, mampu memikirkan ide,

mampu mengekspresikan perasaan dengan kata-kata, lebih menghargai orang lain,


39

lebih konsisten terhadap minatnya, bangga dengan hasil yang dicapai, selera

humor berkembang, dan emosi mulai stabil. Remaja akan lebih memperhatikan

masa depan pada tahap ini termasuk peran yang diinginkan di masa depannya.

Remaja juga mulai serius dalam berhubungan dengan lawan jenis dan mulai dapat

menerima tradisi dan kebiasaan yang ada di lingkungannya (Jose RL Batubara,

2010).

2.4.4 Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja

A. Karakteristik pertumbuhan remaja

Menurut Jose RL Batubara (2010) pertumbuhan remaja dibagi menjadi

pertumbuhan secara biologis atau hormonal dan pertumbuhan secara fisik:

1. Pertumbuhan Biologis

Masa remaja atau masa pubertas terjadi sebagai akibat peningkatan sekresi

gonadotropin releasing hormone (GnRH) dari hipotalamus yang diikuti oleh

sekuens perubahan dalam sistem endokrin yang kompleks yang melibatkan sistem

umpan balik positif dan negatif. Lalu sekuens ini akan diikuti dengan timbulnya

tanda seks sekunder sebagai persiapan untuk reproduksi.

2. Perubahan Fisik

Pertumbuhan fisik pada remaja meliputi dua hal yaitu internal dan eksternal.

Perubahan internal terdiri dari perubahan alat pencernaan makanan, bertambah

besarnya berat dan ukuran jantung dan paru-paru, serta bertambah sempurna

kelenjar endokrin atau kelamin dan seluruh bagian tubuh. Perubahan eksternal

meliputi: bertambahnya tinggi badan, lingkar tubuh, ukuran dan panjang lingkar

tubuh, ukuran organ seks, dan munculnya tanda seks sekunder (Hurlock E.B,

1991 dalam Ali, 2012).


40

Menurut Ali (2016) pertumbuhan fisik dapat dipengaruhi beberapa faktor,

diantaranya:

1. Faktor Internal

1) Faktor genetik. Anak yang orang tuanya bertumbuh tinggi cenderung lebih

cepat tumbuh daripada anak dengan orang tuanya yang bertumbuh pendek.

2) Kematangan.

2. Faktor Eksternal

1) Kesehatan. Anak yang sering sakit pertumbuhan fisiknya akan terhambat.

2) Makanan. Makanan bergizi akan membuat pertumbuhan anak berlangsung

dengan cepat dibandingkan anak yang tidak mendapat asupan makanan

bergizi.

3) Stimulasi lingkungan. Individu yang tubuhnya sering dilatih oleh

lingkungannya dalam upaya untuk percepatan pertumbuhannya akan

berbeda dengan anak yang tidak mendapatkan latihan.

B. Karakteristik perkembangan remaja

Karakteristik perkembangan remaja menurut Wong (2009) dibedakan

menjadi:

1. Perkembangan Psikososial

Krisis perkembangan pada masa remaja menghasilkan terbentuknya

identitas. Periode ini dimulai dengan awitan pubertas dan berkembangangnya

stabilitas emosional dan fisik yang relatif. Masa remaja dihadapkan pada krisis

identitas kelompok dan pengasingan diri. Periode selanjutnya, remaja memiliki

harapan untuk mencegah otonomi dari keluarga dan lebih mengembangkan

identitas diri. Identitas kelompok menjadi sangat penting dalam permulaan


41

pembentukan identitas pribadi. Pada tahap awal remaja harus dapat

menyelesaikan masalah dengan teman sebaya sebelum memahami jati diri mereka

dan peran mereka dalam kaitannya dengan keluarga dan masyarakat.

2. Perkembangan Kognitif

Remaja tidak lagi berpikir secara konkrit yaitu hanya berpikir sebatas

kenyataan dan aktual saja namun remaja juga memperhatikan kemungkinan yang

akan terjadi di masa yang akan datang. Pada saat inilah mereka lebih berpikir jauh

ke depan tanpa memusatkan pada situasi saat ini, mereka dapat membayangkan

peristiwa yang mungkin akan terjadi pada diri mereka dan bagaimana segala

sesuatu dapat berubah di masa depan. Remaja juga dapat mendeteksi konsistensi

atau inkonsistensi logis dalam sekelompok pernyataan dan mengevaluasi sistem

atau serangkaian nilai – nilai dalam perilaku yang dapat dianalisis.

2. Perkembangan Moral

Pada masa remaja akhir, remaja dapat dengan mudah mengambil peran lain.

Mereka dapat memahami tugas dan kewajiban berdasarkan hak timbal balik

dengan orang lain dan juga memahami berdasarkan hak timbal balik dengan orang

lain, dan juga memahami konsep peradilan yang tampak dalam penetapan

hukuman terhadap kesalahan dan perbaikan atau penggantian apa yang telah

dirusak akibat tindakan yang salah. Mereka juga mempertanyakan peraturan –

peraturan moral yang telah ditetapkan, hal ini akibat observasi remaja terhadap

suatu peraturan secara verbal yang berasal dari orang dewasa.

3. Perkembangan Spiritual

Remaja mulai mempertanyakan nilai dan ideal keluarga mereka, mereka

mulai mandiri dari orang tua ataupun otoritas yang lain. Remaja mungkin
42

menolak aktivitas ibadah secara formal namun mereka melakukan ibadah secara

individual dengan privasi dalam kamar mereka sendiri. Mereka memerlukan

eksplorasi terhadap konsep keberadaan Tuhan, membandingkan agama mereka

dengan orang lain dan dapat menimbulkan pertanyaan terhadap kepercayaan

mereka sendiri namun hasil akhirnya mereka lebih mendapatkan penguatan

spiritualitas.

4. Perkembangan Sosial

Remaja membebaskan diri dari dominasi keluarga dan menetapkan identitas

mandiri dari wewenang orang tua, hal ini diperlukan untuk memperoleh

kematangan penuh. Remaja ingin dewasa dan bebas dari kendali orang tua namun

mereka takut ketika mencoba untuk memahami tanggung jawab terkait

kemandirian.

1) Hubungan dengan orang tua

Hubungan orang tua dan anak berubah ketika anak menginjak masa remaja.

Proses mencapai kemandirian sering kali melibatkan kekacauan karena baik

orang tua ataupun remaja belajar untuk menampilkan peran baru dan

menjalankannya hingga selesai. Penyelesaian ini seringkali merenggangkan

hubungan mereka. Pada masa remaja mereka sering menuntut hak mereka

untuk mengembangkan hak – hak istimewa, sering kali menciptakan

ketegangan di dalam rumah, menentang kendali orang tua dan konflik dapat

muncul pada hampir semua situasi atau masalah.

2) Hubungan dengan teman sebaya

Teman sebaya berperan penting ketika masa remaja, kelompok teman sebaya

memberikan perasaan kekuatan dan kekuasaan.


43

a. Kelompok teman sebaya

Remaja awal berusaha untuk menyesuaikan diri secara total dalam

berbagai hal agar dapat diterima di dalam kelompok teman sebaya baik

dengan mengubah model berpakaian, gaya rambut, selera musik dan tata

bahasa seringkali mereka mengorbankan individualitas dan tuntutan diri.

Remaja berpikiran sosial, suka berteman dan suka berkelompok.

Kelompok teman sebaya memiliki evaluasi diri dan perilaku remaja, pada

masa ini segala seuatu pada remaja diukur sesuai dengan reaksi teman

sebayanya.

b. Sahabat

Hubungan ini lebih dekat dan lebih stabil dariapada hubungan yang

dibentuk saat masa kanak – kanak dan penting untuk pencarian identitas.

Sahabat merupakan hubungan personal antara satu orang dengan orang

lain yang berbeda, biasanya pada masa remaja terbentuk hubungan sahabat

dengan sesama jenis. Sahabat sendiri merupakan tempat remaja mencoba

kemungkinan peran – peran dan suatu peran besamaan, mereka saling

memberikan dukungan satu sama lain.

2.4.5 Tugas perkembangan remaja

Tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (2011) antara lain:

1. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria

maupun wanita

Remaja laki – laki dan perempuan hanya sedikit yang dapat menguasai tugas

perkembangan ini, hal ini dikarenakan tugas perkembangan pada masa remaja
44

menuntut perubahan besar. Harapan lebih bertumpu pada remaja muda akan

meletakkan dasar bagi pembentukan sikap dan pola perilaku.

2. Mencapai peran sosial pria dan wanita

Pentingnya menguasai tugas perkembangan dalam waktu yang relatif singkat

sebagai akibat perubahan usia kematangan menyebabkan banyak tekanan yang

mengganggu para remaja. Perkembangan masa remaja akan menggambarkan

seberapa jauh perubahan yang harus dilakukan dan masalah yang timbul dari

perubahan itu sendiri.

3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif

Remaja sering kali sulit dalam menerima keadaan fisiknya jika semenjak

kanak– kanak mereka menggunakan konsep mereka tentang penampilan

mereka ketika dewasa nanti. Perbaikan konsep dan mempelajari cara – cara

memperbaiki penampilan diri sehingga sesuai dengan yang diinginkan ini lah

yang membutuhkan waktu.

4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab Pada

remaja laki – laki menerima peran seks dewasa yang diakui masyarakat tidak

menimbulkan banyak kesulitan karena memang telah diarahkan semenjak anak

– anak. Berbeda lagi dengan anak perempuan yang memang semenjak anak –

anak hanya diperbolehkan memainkan peran sederajat, sehingga usaha untuk

mempelajari peran feminim dewasa yang diakui masyarakat menjadi tugas

pokok yang memerlukan penyesuaian diri selama beberapa tahun. Karena

adanya pertentangan dengan lawan jenis yang berkembang selama akhir masa

kanak – kanak, maka memperlajari hubungan baru dengan lawan jenis berarti
45

harus mulai dari nol dengan tujuan untuk mengetahui lawan jenis dan

bagaimana harus bergaul dengan mereka.

5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya

Tugas perkembangan ini termasuk tugas perkembangan yang mudah bagi

remaja, karena remaja memang mendambakan kemandirian secara emosional

dari orang tua dan orang dewasa lain. Kemandirian yang dibutuhkan oleh

remaja bukan hanya emosional namun juga kemandirian perilaku. Remaja

ingin mandiri namun juga membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari

ketergantungan emosi pada orang tua atau orang dewasa lain.

6. Mempersiapkan karier ekonomi

Kemandirian ekonomi tidak dapat dicapai sebelum remaja memilih pekerjaan

dan mempersiapkan diri untuk bekerja.

7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

Perkawinan muda menyebabkan perisapan perkawinan termasuk ke dalam

tugas perkembangan. Tabu sosial mengenai perilaku seksual yang berangsur

mengendur dapat mempermudah persiapan perkawinan dalam aspek seksual,

namun aspek perkawinan yang lain hanya sedikit yang dipersiapkan. Hal ini

lah yang dapat menjadi suatu penyebab masalah yang tidak terselesaikan.

8. Memperoleh perangkat nilai dan sistematis sebagai pegangan untuk berperilaku

mengembangkan ideologi

Orang tua, sekolah dan pendidikan tinggi berperan penting dalam membentuk

nilai dewasa. Namun, bila nilai dewasa ini bertentangan dengan teman sebaya

dan remaja lebih memilih untuk mengaharap dukungan teman sebaya yang
46

menentukan kehidupan sosial mereka, hal ini lah yang sering kali dianggap

oleh orang dewasa sebagai perilaku yang tidak bertanggung jawab.

Fokus tugas perkembangan pada remaja terletak pada upaya meninggalkan

sikap dan perilaku kekanak-kanakan menuju cara sikap dan berperilaku secara

dewasa (Yusuf, 2011)

2.5 Konsep Teori Health Promotion Model (HPM)

Menurut Nola J Pender model promosi kesehatan/ health promotion model

(HPM), merupakan salah satu model perilaku kesehatan. Konsep model promosi

kesehatan ini merupakan suatu cara untuk memberikan gambaran interaksi

manusia dengan lingkungan fisik dan interpersonalnya dalam berbagai dimensi

(Nursalam, 2016). Model promosi kesehatan (HPM) dari Pender ini adalah salah

satu teori yang berlaku untuk yang berhubungan dengan kesehatan (Sharoodi, dkk

2013 dalam Antara, 2014).

Health promotion model merupakan gabungan dari 2 teori yaitu teori nilai

pengharapan (expectancy value) dan teori pembelajaran sosial (social cognitive

theory ) (Nursalam, 2016)

1. Expectancy value theory (teori nilai pengharapan)

Perilaku kesehatan yang ingin dicapai individu merupakan nilai harapan

individu tersebut. Nilai harapan yang bersifat rasional dan ekonomis akan

dipertahankan oleh individu. Individu akan mengerjakan tindakan yang tidak

bermanfaat dan tidak bernilai bagi individu, bila ia merasa tidak mungkin

mencapainya, meskipun tindakan ini menarik bagi dirinya. Dua hal pokok

dalam nilai harapan ini yaitu; 1) hasil tindakan bernilai positif, 2) melakukan
47

tindakan untuk menyempurnakan hasil yang diinginkan (Indrawati, 2012).

2. Social cognitive theory (teori kognitif sosial)

Interaksi antara pikiran, perilaku dan lingkungan yang saling

berpengaruh, dijelaskan dalam teori ini. Teori ini menekankan bahwa perlu

proses kognitif untuk merubah perilaku. Tiga macam kepercayaan diri pada

teori ini, yaitu ;1) self attribution/pengenalan diri, 2) self

evaluation/evaluasion/evaluasi diri untuk mengatur perilaku dan lingkungan

memotivasi diri, 3) efikasi diri/ keyakinan diri, yaitu kemampuan seseorang

untuk melakukan tindakan tertentu yang dapat berkembang melalui belajar,

pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain (Indrawati, 2012)

2.5.1 Konsep mayor health promotion model (HPM)

1. Perilaku terkait sebelumnya:

Merupakan frekuensi perilaku yang sama atau serupa di masa lalu.

Langsung dan efek langsung pada kemungkinan terlibat dalam perilaku

promosi kesehatan.

2. Faktor Kategorinya meliputi: biologis, psikologis dan sosial budaya.

Beberapa faktor ini merupakan prediksi perilaku tertentu dan dibentuk

oleh sifat dari perilaku sasaran yang dipertimbangkan pribadi

1) Faktor psikologis pribadi

Faktor ini meliputi variabel: harga diri, motivasi diri, kompetensi

kepribadian, status kesehatan yang dirasakan definisi kesehatan.

2) Faktor sosial budaya pribadi

Faktor ini meliputi ras, etnis, akulturasi, pendidikan dan status sosial

ekonomi
48

3) Manfaat yang dirasakan dari tindakan

Manfaat yang dirasakan dari tindakan merupakan hasil positif yang

akan ditimbulkan dari perilaku kesehatan

4) Hambatan untuk tindakan

Hambatan untuk bertindak, membayangkan atau blok yang nyata dan

biaya pribadi dari melakukan perilaku tertentu.

5) Efikasi diri

Efikasi diri yang dirasakan adalah penilaian kemampuan personal

untuk mengatur dan melaksanakan perilaku promosi kesehatan. Efikasi

diri mempengaruhi hambatan yang dirasakan untuk bertindak, hasil

efikasi yang lebih tinggi menurunkan dalam persepsi hambatan

terhadap kinerja perilaku.

6) Sikap berhubungan dengan aktifitas

Sebuah sikap yang menggambarkan perasaan subyektif, positif atau

negatif dan terjadi sebelum atau selama mengikuti kegiatan. Kegiatan

ini didasarkan pada sifat stimulus dari kegiatan itu sendiri.

7) Pengaruh interpersonal

Kognisi perilaku, keyakinan atau sikap orang lain. Pengaruh

interpersonal ini meliputi norma-norma (harapan orang lain yang

signifikan), dukungan sosial (dorongan intrumental dan emosional)

dan model (belajar melalui pengamatan orang lain yang terlibat dalam

perilaku tertentu). Keluarga, teman sebaya dan penyedia layanan

kesehatan merupakan sumber utama pengaruh interpersonal.


49

8) Pengaruh situasional

Pengaruh situasional adalah persepsi pribadi dan kognisi dari situasi

atau konteks yang memfasilitasi atau menghambat perilaku. Persepsi

pilihan yang ada, karakteristik permintaan dan fitur estetika

lingkungan yang diberikan perilaku promosi kesehatan termasuk

pengaruh situasional. Pengaruh situasional bisa langsung atau tidak

langsung pada perilaku kesehatan. Sebuah peristiwa perilaku dimulai

dengan komitmen untuk bertindak kecuali ada permintaan bersaing

yang tidak dapat dihindari atau referensi bersaing yang tidak dapat

dilawan.

9) Komitmen untuk rencana tindakan

Komitmen ini menjelaskan konsep niat. Identifikasi strategi yang

direncanakan mengarah pada pelakasanaan perilaku kesehatan yang

termasuk juga dalam komitmen ini.

10) Tuntutan bersaing segera dan preferensi

Tuntutan bersaing adalah perilaku alternatif di mana individu memiliki

kontrol yang rendah karena ada kontingensi lingkungan seperti kerja

atau perawatan tanggung jawab keluarga. Preferensi bersaing adalah

perilaku alternatif dimana individu melakukan kontrol yang tinggi.

11) Perilaku mempromosikan kesehatan

Sebuah perilaku mempromosikan kesehatan merupakan titik akhir atau

hasil tindakan yang diarahkan mencapai hasil kesehatan positif seperti

kesejahteraan, kepuasan pribadi yang optimal dan hidup produktif.

Contoh perilaku teratur, mengelola stres, memperoleh istirahat yang


50

cukup dan pertumbuhan rohani serta membangun hubungan positif.

2.5.2 Asumsi mayor dari HPM

Pender (1996) dalam Allligood (2014) meyebutkan asumsi-asumsi utama

pada HPM yaitu :

1. Orang berusaha membuat kondisi hidup mereka agar bisa mengemukakan

potensi kesehatan yang mereka miliki dan masing-masing sifatnya unik.

2. Orang memiliki kemampuan untuk bercermin melalui kesadaran diri,

termasuk menilai kemampuan diri sendiri.

3. Orang menghargai perubahan yang dianggap mengarah pada hal yang positif

dan melakukan usaha untuk mencapai keseimbangan antara perubahan dan

kestabilan yang menurut dirinya sendiri dapat diterima.

4. Masing-masing individu berusaha secara aktif untuk mengatur perilaku

mereka sendiri.

5. Masing-masing individu dengan segala kerumitan biopsikososialnya

berinteraksi dengan lingkungan sekitar, yang secara progresif memberikan

perubahan pada lingkungan dan juga dijadikan berubah seiring waktu.

6. Para pekerja kesehatan berperan dalam lingkungan interpersonal, yang

memberikan pengaruh pada orang-orang sepanjang masa hidup mereka.

7. Penataan ulang yang dimulai diri sendiri pada pola-pola interaksi antara

manusia dengan lingkungan adalah hal yang esensial bagi perubahan perilaku.

2.5.3 Proporsi HPM

1. Perilaku sebelumnya dan karakteristik yang diperoleh mempengaruhi

kepercayaan dan perilaku untuk meningkatkan kesehatan.

2. Manusia melakukan perubahan perilaku dimana mereka mengharapkan


51

keuntungan yang bernilai bagi dirinya.

3. Rintangan yang dirasakan dapat menjadi penghambat kesanggupan

melakukan tindakan, suatu mediator perilaku sebagaimana perilaku nyata.

4. Promosi atau pemanfaatan diri akan menambah kemampuan untuk melakukan

tindakan dan perbuatan dari perilaku.

5. Pemanfaatan diri yang terbesar akan menghasilkan sedikit rintangan pada

perilaku kesehatan spesifik.

6. Pengaruh positif pada perilaku akibat pemanfaatan diri yang baik dapat

menambah hasil positif.

7. Ketika emosi yang positif atau pengaruh yang berhubungan dengan perilaku

maka kemungkinan menambah komitmen untuk bertindak.

8. Manusia lebih suka melakukan promosi kesehatan ketika model perilaku itu

menarik, perilaku yang diharapakan terjadi dan dapat mendukung perilaku

yang sudah ada.

9. Keluarga, kelompok dan pemberi layanan kesehatan adalah sumber

interpersonal yang penting yang mempengaruhi, manambah atau mengurangi

keinginan untuk berprilaku promosi kesehatan.

10. Pengaruh situasional pada lingkungan eksternal dapat menambah atau

mengurangi keinginan untuk berpartisipasi dalam perilaku promosi kesehatan

11. Komitmen terbesar pada suatu rencana kegiatan yang spesifik lebih

memungkinkan perilaku promosi kesehatan dipertahankan untuk jangka

waktu yang lama.

12. Komitmen pada rencana kegiatan kemungkinan kurang menunjukkan

perilaku yang diharapkan ketika seseorang mempunyai kontrol yang sedikit


52

dan kebutuhan yang diinginkan tidak tersedia.

13. Komitmen pada rencana kegiatan kurang menunjukkan perilaku yang

diharapkan ketika tindakan-tindakan lain lebih atraktif dan juga lebih suka

pada perilaku yang diharapkan

14. Seseorang dapat memodifikasi kognisi, mempengaruhi interpersonal dan

lingkungan fisik yang mendorong melakukan tindakan tersebut ( Pender,

Murdaugh, & Parsons, 2002).

2.5.4 Bagan Health Promotion Model

Model promosi kesehatan telah mengalami revisi pada tahun 2002. Pada

model revisi ini menekankan pada 10 kategori determinan dari perilaku promosi

kesehatan.

Gambar 2.2 Health Promotion Model (Pender, Murdaugh & Parson, 2002,
Tommey & Alligood, 2006
53

Penjelasan:

Model HPM revisi menjelaskan variabel-variabel yang berdampak pada perilaku

kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut:

1. Karakteristik dan pengalaman individu

1) Perilaku terdahulu

Pengulangan perilaku terdahulu dapat mempengaruhi perilaku promosi

kesehatan secara langsung dan tidak langsung. Perilaku terdahulu tersebut

menjadi faktor predisposisi perilaku kesehatan yang dipilih pada saat ini.

2) Faktor personal

Faktor ini dikategorikan menjadi biologis, psikologis dan sosiokultural.

Faktor-faktor ini menjadi prediktif dari perilaku yang diterapkan dan

terbentuk dari perilaku yang diharapkan.

(1) Faktor biologis personal, meliputi : umur, jenis kelamin

(2) Faktor psikologis personal, meliputi : kepercayaan diri, motivasi diri,

kompetensi personal, perilaku kesehatan dan defenisi kesehatan.

(3) Faktor sosiokultural personal, meliputi : suku, penyesuaian diri,

pendidikan dan status ekonomi.

2. Variabel perilaku dan sikap spesifik yang disadari

1) Melihat manfaat tindakan, merupakan hasil positif yang diharapkan dari

perilaku kesehatan yang dilakukan. Perceived benefit yaitu persepsi positif

atau konsekuensi/keuntungan yang menguatkan untuk melakukan perilaku

kesehatan tertentu (Pender, 2011)

2) Melihat hambatan tindakan, merupakan segala sesuatu yang dapat


54

menghambat perilaku kesehatan seperti biaya terlalu mahal, tidak ada waktu

3) Melihat kekuatan diri (self efficacy) merupakan kemauan seseorang untuk

memutuskan atau menghindari perilaku promosi kesehatan yanga akan

dilakukan. Self efficacy mempengaruhi hambatan terhadap suatu tindakan,

sehingga self efficacy yang tinggi berdampak pada hambatan yang rendah

dan sebaliknya.

4) Sikap yang berhubungan dengan perilaku, mendeskripsikan perasaan yang

positif dan negatif subyektif yang terjadi sebelum, selama maupun setelah

perilaku berdasarkan pada stimulus perilaku tersebut. Sikap ini

mempengaruhi self efficacy,sehingga semakin positif perasaan subyektif

berdampak pada self efficacy yang tinggi.

5) Pengaruh interpersonal, merupakan kesadaran terhadap perilaku,

kepercayaan atau sikap dari orang lain. Pengaruh interpersonal meliputi

norma, dukungan sosial, role model. Sumber primer dari pengaruh

interpersonal antara lain keluarga, kelompok dan penyedia layanan

kesehatan.

6) Pengaruh situasional, merupakan kesadaran dan persepsi personal terhadap

situasi yang dihadapi yang berdampak pada perilaku. Pengaruh situasional

meliputi persepsi saat menghadapi pilihan, karakteristik kebutuhan dan

estetika lingkungan yang memungkinkan perilaku kesehatan dapat

diterapkan.

3. Hasil perilaku

1) Komitmen terhadap rencana, merupakan maksud dan tujuan seseorang

untuk membuat strategi perencanaan agar dapat menerapkan perilaku


55

kesehatan secara optimal

2) Komitmen didefinisikan sebagai intensi/niat untuk melakukan perilaku

kesehatan tertentu, termasuk identifikasi strategi untuk dapat

melakukannya dengan baik. (Pender, 2011). Seseorang berprilaku karena

faktor keinginan, kesenjangan atau karena memang sudah direncanakan.

Nilai perilaku (behavioral intestion) masih merupakan suatu keinginan

atau rencana, niat belum merupakan perilaku, sedangkan perilaku

(behavior) adalah tindakan nyata yang dilakukan. Komitmen yang tinggi

untuk berprilaku tertentu sesuai rencana, meningkatkan kemampuan

individu untuk mempertahankan perilaku promosi kesehatannya sepanjang

waktu (Pender, Murdaugh & Parson, 2002).

3) Kebutuhan dan pilihan lain yang mendesak. Kebutuhan lain yang

mendesak merupakan perilaku alternatif dari seseorang yang mempunyai

kontrol lemah dikarenakan adanya lingkungan yang memungkinkan

seperti pekerjaan atau tanggung jawab terhadap keluarga. Pilihan lain yang

mendesak merupakan perilaku alternatif dari seseorang dengan kontrol

yang tinggi, seperti memilih es krim atau apel untuk snack.

4) Perilaku promosi kesehatan, merupakan perilaku akhir yang diharapkan

atau hasil dari sebuah pengambilan keputusan kesehatan untuk mencapai

kehidupan yang optimal, produktif dan terpenuhinyan kebutuhan personal.


56

2.6 Komitmen

2.6.1 Definisi

Komitmen adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku

pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini mencakup

caracara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi yang

intinya mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi (Soekidjan,

2009). Menurut Meyer dan Allen (1991, dalam Soekidjan, 2009), komitmen dapat

juga berarti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai

organisasi, dan individu berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat yang kuat

untuk tetap bertahan di organisasi tersebut.

Menurut Van Dyne dan Graham (2005, dalam Muchlas, 2008), faktorfaktor

yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah: personal, situasional dan posisi.

Personal mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu teliti, ektrovert,

berpandangan positif (optimis), cendrung lebih komit. Lebih lanjut Dyen dan

Graham (2005, dalam Muchlas, 2008) menjelaskan karakteristik dari personal

yang ada yaitu: usia, masa kerja, pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan,

dan keterlibatan kerja. Situasional yang mempunyai ciri-ciri dengan adanya: nilai

(value) tempat kerja, keadilan organisasi, karakteristik pekerjaan, dan dukungan

organisasi. Sedangkan posisional dipengaruhi oleh masa kerja dan tingkat

pekerjaan.

Menurut Quest (1995, dalam Soekidjan, 2009) komitmen merupakan nilai

sentral dalam mewujudkan soliditas organisasi. Hasil penelitian Quest (1995,

dalam Soekidjan, 2009) tentang komitmen organisasi mendapatkan hasil:


57

1. Komitmen tinggi dari anggota organisasi berkorelasi positif dengan tingginya

motivasi dan meningkatnya kinerja.

2. Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan “Self Control”.

3. Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi.

4. Komitmen tinggi berkorelasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan aktifitas

kolektif yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.

2.6.2 Indikator perilaku komitmen

Menurut (Soekidjan, 2009) indikator-indikator perilaku komitmen yang dapat

dilihat pada karyawan adalah :

1. Melakukan upaya penyesuaian, dengan cara agar cocok di organisasinya dan

melakukan hal-hal yang diharapkan, serta menghormati norma-norma

organisasi, menuruti peraturan dan ketentuan yang berlaku.

2. Meneladani kesetiaan, dengan cara membantu orang lain, menghormati dan

menerima hal-hal yang dianggap penting oleh atasan, bangga menjadi bagian

dari organisasi, serta peduli akan citra organisasi.

3. Mendukung secara aktif, dengan cara bertindak mendukung misi memenuhi

kebutuhan/misi organisasi dan menyesuaikan diri dengan misi organisasi

4. Melakukan pengorbanan pribadi, dengan cara menempatkan kepentingan

organisasi diatas kepentingan pribadi, pengorbanan dalam hal pilihan pribadi,

serta mendukung keputusan yang menguntungkan organisasi walaupun

keputusan tersebut tidak disenangi.


58

Menurut Meyer dan Ellen (1991) membagi komitmen organisasi menjadi

tiga macam atas dasar sumbernya:

1. Affective commitment, Berkaitan dengan keinginan secara emosional terikat

dengan organisasi, identifikasi serta keterlibatan berdasarkan atas nilai-nilai

yang sama.

2. Continuance Commitment, Komitmen didasari oleh kesadaran akan biaya-

biaya yang akan ditanggung jika tidak bergabung dengan organisasi. Disini

juga didasari oleh tidak adanya alternatif lain.

3. Normative Commitment, Komitmen berdasarkan perasaan wajib sebagai

anggota/karyawan untuk tetap tinggal karena perasaan hutang budi.

2.6.3 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komitmen

Menurut Dyne dan Graham (2005, dalam Soekidjan, 2009) faktor-faktor

yang mempengaruhi komitmen adalah : Personal, Situasional dan Posisi.

1. Karakteristik Personal.

a. Ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu, teliti, ektrovert, berpandangan positif

(optimis), cenderung lebih komit. Demikian juga individu yang lebih

berorientasi kepada tim dan menempatkan tujuan kelompok diatas tujuan

sendiri serta individu yang altruistik (senang membantu) akan cenderung

lebih komit.

b. Usia dan masa kerja, berhubungan positif dengan komitmen organisasi.

Tingkat pendidikan, makin tinggi semakin banyak harapan yang mungkin

tidak dapat di akomodir, sehingga komitmennya semakin rendah.

c. Jenis kelamin, wanita pada umumnya menghadapi tantangan lebih besar

dalam mencapai kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi.


59

d. Status perkawinan, yang menikah lebih terikat dengan organisasinya.

e. Keterlibatan kerja (job involvement), tingkat keterlibatan kerja individu

berhubungan positif dengan komitmen organisasi.

2. Situasional

a. Nilai (Value) Tempat kerja. Nilai-nilai yang dapat dibagikan adalah suatu

komponen kritis dari hubungan saling keterikatan. Nilai-nilai kualitas,

Inovasi, Kooperasi, partisipasi dan Trust akan mempermudah setiap

anggota/karyawan untuk saling berbagi dan memba- ngun hubungan erat.

Jika para anggota/karyawan percaya bahwa nilai organisasinya adalah

kualitas produk jasa, para anggota/karyawan akan terlibat dalam perilaku

yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan hal itu.

b. Keadilan organisasi. Keadilan organisasi meliputi: Keadilan yang berkaitan

dengan kewajaran alokasi sumber daya, keadilan dalam proses pengambilan

keputusan, serta keadilan dalam persepsi kewajaran atas pemeliharaan

hubungan antar pribadi.

c. Karakteristik pekerjaan. Meliputi pekerjaan yang penuh makna, otonomi

dan umpan balik dapat merupakan motivasi kerja yang internal. Jerigan,

Beggs menyatakan kepuasan atas otonomi, status dan kebijakan merupakan

prediktor penting dari komitmen. Karakteristik spesifik dari pekerjaan dapat

meningkatkan rasa tanggung jawab, serta rasa keterikatan terhadap

organisasi.

d. Dukungan organisasi. Dukungan organisasi mempunyai hubungan yang

positif dengan komitmen organisasi. Hubungan ini didefinisikan sebagai

sejauh mana anggota/karyawan mempersepsi bahwa organisasi (lembaga,


60

atasan, rekan) memberi dorongan, respek, menghargai kontribusi dan

memberi apresiasi bagi individu dalam pekerjaannya. Hal ini berarti jika

organisasi peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan personal

anggota/karyawan dan juga menghargai kontribusinya, maka

anggota/karyawan akan menjadi komit.

2.7 Keaslian Penelitian

Pencarian literatur untuk keaslian penelitian ini menggunakan artikel yang

berbahasa inggris yang berasal dari Scopus dan Google Scholar mulai tahun 2009

sampai dengan tahun 2018. Pencarian literatur menggunakan key word “Health

coaching”, “Health Promotion Model”, “Hipertensi”, “Komitmen”, “Perilaku”,

“Adolescent”. Pencarian literatur juga menggunakan alternatif keyword

“perceived benefit of action in adolescent”, ”perceived barrier to action in

adolescent” dan “perceived self-efficacy in adolescent”, lihat berdasarkan pada

gambar 2.4 Diagram flow.


61

Catatan diidentifikasi Catatan tambahan diidentifikasi


berdasarkan perncarian literatur berdasarkan sumber lain
Scopus (n = 4.118) Google Scholar (n = 264)

Artikel dikerucutkan berdasarkan Catatan dikecualikan (n = 838)


10 tahun terakhir dan tidak dengan alasan:
termasuk literatur review 1. Pemilihan populasi hanya
(n = 934) pada remaja
2. Problem berfokus tentang
kepatuhan dan perubahan
perilaku
3. Intervensi yang diberikan
Catatan disaring
4. Dampak yang dapat
(n = 96)
ditimbulkan dari penelitian

Artikel dikecualikan dengan


alasan:
Artikel lengkap yang dinilai 1. Tidak membahas tentang
untuk kelayakan (n = 24) komponen teori health
promotion model (Afeksi,
Kognisi, Komitmen,
Perilaku)
Artikel yang sesuai dengan
2. Literatur yang memiliki
kelayakan penelitian dalam
tinjauan artikel tidak jelas
studi kuantitatif
n = 15
n=9

Gambar 2.3 Diagram flow pencarian literature

Pencarian awal dari data Scopus dan Google Scholar menghasilkan total

4.118 literatur. Artikel kemudian dikecualikan berdasarkan kebaharuan sumber,

yaitu 10 tahun terakhir dari tahun 2009 dan tidak memilih literatur review, hanya

original article dan sebuah studi penelitian. Catatan disaring dengan alasan

pemilihan populasi hanya pada remaja, problem berfokus tentang kepatuhan dan

perubahan perilaku, intervensi yang diberikan dan dampak yang dapat

ditimbulkan dari penelitian. Literatur juga dieliminasi berdasarkan tujuan


62

penelitian, sasaran, jenis, hasil penelitian dan kesesuaian dengan studi yang

dilakukan peneliti menghasilkan 96 literatur yang dianggap layak. Judul dan

abstrak literatur yang tidak membahas tentang komponen teori Health promotion

Model (Perceived benefit of action, Perceived barrier to action, Perceived self

efficacy, Komitmen dan Perilaku) dikecualikan dan artikel dengan sumber yang

kurang jelas juga dikecualikan. Kemudian didapatkan hasil akhir yaitu 15 artikel

yang sesuai dengan penelitian. Artikel tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4 Keaslian Penelitian pengaruh health coaching berbasis Health


Promotion Model terhadap peningkatan tindakan pencegahan
hipertensi pada remaja
No Judul Metode (DSVIA) Hasil
1 Design of a randomized D: Kuantitatif Control 1. Perilaku hipertensi yaitu
controlled trial comparing Study, prospektif manajemen diri pada
a mobile phone-based V: Aplikasi ponsel, penderita dengan hipertensi
hypertension health Pembinaan Kesehatan di yang tidak terkontrol
coaching application to Rumah, Pemantauan menggunakan health
home blood pressure tekanan darah coaching berbasis
monitoring alone: The smartphone lebih efektif
Smart Hypertension jika dibandingkan hanya
Control Study(Persell et pendidikan kesehatan biasa
al., 2018) 2. Pemantauan tekanan darah
di rumah harus dilakukan
secara rutin untuk
meningkatkan dibandingkan
dengan mereka yang terkena
tekanan darah dan
monitoring di rumah
sendirian.

2 Health coaching and D: Kuantitatif Pembinaan kesehatan sebagai


management of V: Pelatih kesehatan, pendekatan yang menjanjikan
hypertension. hipertensi, modifikasi untuk pengelolaan HTN,
gaya hidup ditunjukkan oleh penurunan
(Crittenden, Seibenhener, dari kedua tekanan darah
& Hamilton, n.d.,,2017) sistolik dan diastolik.
pendekatan perawatan holistic
.
3 The effectiveness of D: kuantitatif Change inhba1c. Secondary
health coaching, home outcomes include changein:
blood pressure V: Efektifitas health systolicbloodpressure,BMI,
monitoring, and home- coaching dan nilai tekanan LDL,diabetes self-care
titration in controlling darah activities, medication
hypertension among low- adherence, diabetes-related
income patients: protocol quality oflife, diabetes self-
for arandomized efficacy,and depression.
controlledtrial.
(Bennett et al., 2009)
63

No Judul Metode (DSVIA) Hasil


4 Determinants of D: Survey, Kuantitatif Berdasarkan hasil penelitian
hypertension amongst Desain sampel kluster hipertensi pada remaja.
school going adolescents S: 50 orang Prevalensi hipertensi pada
aged 13-15 yrs in Assam V: Hipertensi, Assam, remaja adalah 12%.
konsumsi tembakau,
(Mahanta et al., 2017) konsumsi alkohol, asupan Faktor risiko perilaku seperti
garam. pengguna tembakau, pengguna
I: Kuisioner pinang, konsumen alkohol,
A: T-test, Chi-Square perasaan sedih atau tertekan
dan aktivitas waktu luang,
tambahan asupan garam dengan
makanan, kelebihan berat badan
dan obesitas secara bermakna
berhubungan dengan angka
kejadian penyakit hipertensi.

5 Hubungan Sikap dan D: kuantitatif cross Hasil penelitian menunjukkan


Persepsi Manfaat dengan sectional bahwa ada hubungan variabel
Komitmen Pencegahan S: 99 responden sikap dengan komitmen
Tersier Penyakit V: Sikap, persepsi manfaat pencegahan tersier penyakit
Hipertensi dan komitmen pencegahan hipertensi, dan tidak ada
Pada Masyarakat di tersier penyakit hipertensi hubungan persepsi manfaat
Wilayah Kerja Puskesmas I: kuisioner pada pencegahan tersier
Se-Kota Metro A: chi square penyakit hipertensi.
(Purwono, 2015)
6 Health Coaching Berbasis D: quasy eksperimen Health coaching berbasis
Health Promotion Model dengan rancangan health promotion model dapat
Terhadap Peningkatan penelitian pre-post test meningkatkan efikasi diri
Efikasi Diri dan Perilaku control group design. pasien TB paru dan perilaku
Pencegahan Penularan S: 30 responden pencegahan yang meliputi
pada Pasien Tb Paru V: health coaching, efikasi pengetahuan, sikap dan
diri dan perilaku tindakan. Puskesmas
(Sitanggang, 2017) pencegahan penularan TB khususnya pada ruang poli TB
paru paru diharapkan dapat
I: kuisioner dan SOP menerapkan kegiatan
A: manova pemberian healthcoaching
secara terstruktur pada pasien
TB paru baik saat kunjungan
rumah atau pada saat pasien
datang ke Puskemas.
7 Pengaruh Health Coaching D: quasy experiment 1. Health coaching dengan
dengan pendekatan Health design with pre post test pendekatan HBM berpengaruh
Belief Model Terhadap control group design pada perilaku compliance
Perilaku Compliace dan S: 32 orang secara individu namun belum
Kestabalin Tekanan Darah V: Perilaku Compliace dan nampak secara kelompok.
Penderita Hipertensi. Kestabalin Tekanan Darah 2. Health coaching dengan
I: kuisioner dan tensi meter pendekatan HBM berpengaruh
(Effendy, Lestari, & A: Mann Whitney dan terhadap tekanan darah.
Bakar, 2017) Wilcoxon test
8 Hubungan Persepsi D: Cross sectional Perceived benefit, perceived
dengan Perilaku S: 101 orang barrier, interpersonal influence
Kesehatan Masyarakat V: persepsi, perilaku dan situasional influence
Terhadap Penderita kesehatan masyarakat memiliki hubungan yang
Tuberculosis Berbasis penderita Tuberculosis positif dengan perilaku
Health Promotion Model I: Kuisioner Kesehatan Masyarakat
di Wilayah Kerja A: Spearman rho Terhadap Penderita
Puskesmas Pegirian Tuberculosis Berbasis Health
64

No Judul Metode (DSVIA) Hasil


Surabaya Promotion Model di Wilayah
Kerja Puskesmas Pegirian
(Hidayat'e, 2017) Surabaya
9 Pengaruh Health Coaching D: kuantitatif dengan Health coaching berbasis
Berbasis Health quasy experiment design health promotion model
Promotion Model S: 70 responden melalui pemberian pelatihan
Terhadap Self-Efficacy, V: Health Coaching, Self- dan pembinaan kepada
Komitmen, dan Tindakan Efficacy, Komitmen, dan responden terbukti dapat
pada Wanita Usia Subur Tindakan pada Wanita meningkatkan komitmen
(WUS) dalam Usia Subur (WUS) wanita usia subur dalam
Melaksanakan I: Kuisioner melakukan pencegahan kanker
Pencegahan Kanker A: Wilcoxon Signed Rank serviks, seperti menjaga
Serviks dan Inspeksi Test kebersihan organ intim,
Visual Asetat (IVA) kontrol ke pelayanan
(Nisa', 2018) kesehatan jika terdapat
keluhan dan mau melakukan
pemeriksaan IVA ke
pelayanan kesehatan.
10 Pengaruh Pendidikan D: quasi experiment Hasil uji Paired T-Test
Kesehatan dengan Media dengan desain pre-test and terdapat perbedaan rerata skor
Poster Terhadap post-test non equivalent pengetahuan manajemen
Pengetahuan Manajemen control Group hipertensi yang bermakna
Hipertensi pada Penderita S: consecutive sampling sebelum dan sesudah
Hipertensi sebanyak 32 orang perlakuan pada kelompok
V: pendidikan kesehatan intervensi dan kelompok
(Ulya, Iskandar, & Asih, media poster dan kontrol. Uji Independent T-
2017) pengetahuan manajemen Test menunjukkan terdapat
hipertensi perbedaan peningkatan rerata
I: Kuisioner skor pengetahuan manajemen
A: paired t test hipertensi yang bermakna
antara kelompok intervensi
dan elompok kontrol. Hal
tersebut menunjukkan bahwa
pendidikan kesehatan
menggunakan media poster
lebih efektif meningkatkan
pengetahuan manajemen
hipertensi dibandingkan
dengan tidak menggunakan
poster.

11 Analisis Faktor yang D: observasional analitik Perilaku pemenuhan gizi di


Mempengaruhi Perilaku S: 100 responden dengan masa lalu, persepsi tentang
Ibu dalam Pemenuhan teknik sampling cluster manfaat tindakan dan
Gizi Anak Usia Sekolah random sampling komitmen tidak menentukan
dengan Pendekatan Health V: prior related behavior, perilaku ibu dalam pemenuhan
Promotion Model perceived benefit of action, gizi saat ini. Perilaku ibu
(Prahasiwi,et al.,2018) perceived barrier to dalam pemenuhan gizi dapat
action, perceived self meningkat ketika ibu memiliki
efficacy, activity related sikap positif, motivasi yang
affect, commitment to a kuat dan self efficacy yang
plan of action dan perilaku tinggi. Namun, ketika ada
ibu dalam pemenuhan gizi hambatan yang menghalangi,
I: kuisioner perilaku tersebut dapat
A: uji regresi linier menurun. Oleh karena itu,
upaya yang dapat dilakukan
untuk menurunkan angka
65

No Judul Metode (DSVIA) Hasil


kejadian malnutrisi pada anak
usia sekolah adalah dengan
meningkatkan sikap, motivasi
dan self efficacy ibu dalam
pemenuhan gizi.

12 A cross-sectional study on D: Kuantitatif cross 1. Sepertiga dari perempuan


the relationship between sectional remaja menunjukkan
the risk of hypertension S: 139 perempuan kondisi overweight dan
and obesity status among V: Risiko hipertensi dan obesitas
pre-adolescent girls from status obesitas 2. Peningkatan risiko
rural areas of Southeastern I: pengukuran TB dan BB, hipertensi berhubungan
pengukuran Tekanah dengan peningkatan berat
region of the USA.
Darah badan
(Webster at al., 2018)
A: Pearson product dan 3. Perlu untuk dilakukan
Spearmen rho penerapan intervensi untuk
mengurangi dan mencegah
hipertensi pada remaja

13 Insidence of obesity, D: studi epidemiologi 1. Terdapat peningkatan rata-


overweight and S: 176 responden usia 10- rata indeks masa tubuh
hypertension in children 15 tahun dan 300 orang dengan peningkatan sistole
and adolescents in Ahvaz overweight dan diastole tekanandarah
southwest of IRAN: Five V: obesity, overweight, secara signifikan selama 5
years study. hypertension in children tahun pada orang yang
and adolescents berusia 10-15 tahun.
(Rashidi et al.,2019) I: Kuisioner 2. Selama 5 tahun terdapat
A: chi square kenaikan berat badan
overweight sebanyak 14,8%
dan obesitas sebanyak 7,4%
dan berpengaruh pada
kenaikan tekanan darah
pada remaja.
3. Hal tersebut menyatakan
bahwa gaya hidup yang
menyebabkan overweight
dan obesitas bisa
menyebabkan hipertensi

14 Examining hypertension D: Kuantitatif a cross- Kemajuan di bidang tekanan


in children and sectional study darah tinggi, atau hiper-
adolescents: Clinical (observasional) ketegangan (HTN), pada anak-
implications of the V: arteri hipertensi; anak- anak dan remaja telah
differences between the anak; Remaja menyoroti perlunya dokumen
European and American merangkum bukti etiologi,
penilaian, pengobatan dan
Guidelines
hasil dari HTN dalam
(Empar Lurbei
kelompok usia .Metode
Ferrer.,2018)
auskultasi dianjurkan,
menggunakan Korotkoff suara
K1 dan K5 untuk menilai
tekanan darah sistolik (SBP)
dan tekanan darah diastolik
(DBP)
66

No Judul Metode (DSVIA) Hasil


15 Health Coaching By D: Kuantitatif Studi Peserta dalam kelompok
Medical Assistants To deskriptif pelatihan lebih mencapai
Improve Control Of kedua ukuran komposit primer
Diabetes, Hypertension, V: Kontrol kesehatan dari 1 tujuan klinis dan ukuran
And Hyperlipidemia In coaching, diabetes, gabungan sekunder untuk
Low-Income Patients: A hipertensi, dan mencapai semua tujuan klinis.
Randomized Controlled hiperlipidemia Hampir dua kali lebih banyak
Trial (Willard-Grace, pasien yang dilatih mencapai
Chen, Hessler, Devore, & tujuan di tempat penelitian
Prado, 2015) yang lebih besar, pasien yang
dilatih lebih mungkin untuk
mencapai tujuan.

2.8 Justifikasi penelitian

Penulis mencari beberapa literatur yang sesuai dengan kebutuhan dalam

penulisan keaslian penelitian pengaruh health coaching terhadap perubahan

perilaku pencegahan hipertensi pada remaja dengan pendekatan health promotion

model di SMA Kota Waingapu, Sumba Timur. Penulis mencari literatur

menggunakan artikel yang berasal dari Scopus dan Google Scholar. Pencarian

literatur menggunakan key word “Health coaching”, “Health Promotion Model”,

“Hipertensi”, “Komitmen”, “Perilaku”, “Adolescent”. Pencarian awal dari data

Scopus dan Google Scholar menghasilkan total 4.118 literatur. Kemudian literatur

dikerucutkan sesuai dengan kebutuhan penulis berdasarkan tingkat kebaharuan

dan variabel yang digunakan. Berdasarkan 15 artikel yang sudah tersaring, belum

ditemukan penelitian sebelumnya yang sama dengan penelitian yang dilakukan

oleh penulis.

Penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh health

coaching terhadap perubahan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja dengan

pendekatan health promotion model di SMA Kota Waingapu, Sumba Timur,

karena berdasarkan beberapa jurnal yang ditemukan sebelumnya, menunjukkan

bahwa belum ada penerapan intervensi health coaching pada perilaku remaja
67

untuk mencegah hipertensi, selama ini kebanyakan intervensi dilakukan pada

pasien dewasa yang sudah terdiagnosa memiliki penyakit tertentu. Sehingga

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil variabel yang

sesuai dengan teori health promotion model yaitu prior related behaviour,

komitmen dan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja.


68

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.4 Kerangka Konseptual


Individual Characteristics and Behavior Specific Cognition Behavioral Outcome
Experiences and affect

Perceived Benefits of Action Immediate competiting


(Keuntungan dari Perilaku Pencegahan and demand (Kebutuhan
Hipertensi) yang mendesak dalam
pencegahan Hipertensi)
Perceived Barrier to Action
Prior related (Hambatan dalam Pencegahan Hipertensi)
Health Coaching behavior (Perilaku
1. Previsit: Pengkajian (pengukuran remaja sebelumnya Health Promoting
Perceived Self Efficacy dalam Pencegahan
tekanan darah) dan faktor resiko dalam mencegah Behavior
Hipertensi
hipertensi yang terjadi Hipertensi (Perilaku Remaja
2. Visit: melakukan diskusi dan Commitment dalam
membahas masalah yang terjadi Activity Related Affect to a plan of Pencegahan
dengan menggunakan leaflet dan (Sikap dalam Pencegahan Hipertensi) Action Hipertensi)
vidio audiovisual (Komitmen
3. Post Visit: Evaluasi akhir dan dalam
feeback Interpersonal Influences pencegahan
4. Between Visit: Evaluasi dan Faktor personal: (Pengaruh interpersonal dalam pencegahan Hipertensi)
memberikan motivasi 1. Faktor Biologi Hipertensi: Keluarga, Kelompok, Pelayanan
2. Faktor Psikologi Kesehatan
3. Faktor sosial
budaya
Situasional Influences
Keterangan: (Pengaruh situasional dalam pencegahan
Tidak Diteliti Hipertensi: Karakteristik Kebutuhan
Lingkungan
Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka konseptual pengaruh health coaching terhadap perubahan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja
dengan pendekatan Health Promotion Model
68
69

Penjelasan:

Pemberian health coaching pada remaja merupakan salah satu metode

edukasi dengan tidak hanya memberikan informasi namun melalui metode

“diskusi partisipasi” yaitu dalam memberikan informasi tidak bersifat searah saja

tetapi dua arah dengan pemberian informasi dan motivasi akan terjadi proses

belajar yang kemudian dapat berpengaruh pada individu dalam hal ini terhadap

kognisi, afeksi, komitmen dan perilaku pencegahan hipertensi. Proses health

coaching terdiri dari empat tahap yang telah dimodifikasi dari health coaching

protocol in primary care (UCSF, 2014) tahapan terdiri dari pengkajian kesiapan

pengetahuan, pemberian edukasi dan motivasi, pemberian latihan dan motivasi

serta evaluasi dan memberikan motivasi. Berdasarkan Teori health promotion

model (HPM) dari Nola J. Pender, menjelaskan individu untuk berperilaku

tertentu yang di tujukan untuk meningkatkan derajat kesehatannya dipengaruhi

oleh tiga determinan yaitu karakteristik dan pengalaman individu (perilaku

terdahulu dan faktor personal), behavioral specific cognitions and affect yang

antara lain manfaat yang dipersepsikan terhadap suatu tindakan (perceived

benefits), hambatan yang dipersepsikan terhadap suatu tindakan (perceived

barriers), persepsi terhadap keyakinan diri (perceived self efficacy) dan pengaruh

yang ditimbulkan oleh suatu aktivitas (activity related affect) yang akan

mempengaruhi komitmen individu untuk merencanakan suatu tindakan.

Pemberiaan health coaching diharapkan dapat berpengaruh pada hasil perilaku

yaitu pencegahan hipertensi


70

2.5 Hipotesis Penelitian

H1 :

1. Health coaching berpengaruh terhadap perceived benefits of action pada

perubahan perilaku pencegahan hipertensi remaja di SMA Kota Waingapu,

Sumba Timur.

2. Health coaching berpengaruh terhadap perceived barrier to action pada

perubahan perilaku pencegahan hipertensi remaja di SMA Kota Waingapu,

Sumba Timur.

3. Health coaching berpengaruh terhadap perceived self efficacy pada

perubahan perilaku pencegahan hipertensi remaja di SMA Kota Waingapu,

Sumba Timur.

4. Health coaching berpengaruh terhadap commitmen to a plan of action pada

perubahan perilaku pencegahan hipertensi remaja di SMA Kota Waingapu,

Sumba Timur.

5. Perceived self efficacy berpengaruh terhadap commitment to a plan of action

pada perubahan perilaku pencegahan hipertensi remaja di SMA Kota

Waingapu, Sumba Timur.


71

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi

Eksperiment (pre-post test control group design), dengan tujuan untuk

membuktikan pengaruh Health coaching dengan pendekatan Health Promotion

Model terhadap peningkatan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja di SMA

Kota Waingapu, Sumba Timur.

Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan hasil Health Coaching

berbasis Health Promotion Model pada kelompok perlakuan yang diberikan

intervensi dan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi (Nursalam,

2015). Adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

Tabel 4. 1 Rancangan Penelitian

R1 01 X1 02
R2 03 XO 04

Keterangan:

R1 : Responden penelitian kelompok perlakuan

R2 : Responden penelitian kelompok kontrol

X1 : Intervensi Health Coaching

X0 : Tanpa intervensi Health Coaching

01 : Pre Test: pengukuran perilaku pencegahan hipertensi pada

kelompok perlakuan

71
72

02 : Post Test: pengukuran perilaku pencegahan hipertensi pada

kelompok perlakuan

03 : Pre Test: pengukuran perilaku pencegahan hipertensi pada kelompok

kontrol

04 : Pos test: pengukuran perilaku pencegahan hipertensi pada kelompok

kontrol

4.2 Populasi, Sampel dan Sampling

4.2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

(Nursalam, 2016). Pada penelitian ini, populasi yang digunakan adalah remaja

Kelas X di SMAN 2 dan SMAN 3 Kota Waingapu. Populasi total dari penelitian

ini adalah seluruh remaja di SMAN 2 dan SMAN 3 Kota Waingapu yaitu

sebanyak 1.435 remaja. Populasi terjangkau dalam penelitian ini merupakan

seluruh Remaja SMAN 2 kelas X dan SMAN 3 Kelas X, Kota Waingapu

sebanyak 484 remaja (Nursalam, 2015).

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dipilih dengan metode

pengambilan sampel tertentu agar dapat mewakili populasi (Nursalam, 2016).

Penggunaan besar sampel menggunakan aplikasi G*Power 3.1.9.2 (Faul et.al

2009). Pada kolom input parameter, peneliti menggunakan two tails dengan effect

size sebesar 1,0 dan α error probability sebesar 0.05. Pada penelitian ini, peneliti

memperkirakan jumlah sampel dari 484 remaja dengan power atau kekuatan
73

sebesar 95% adalah sebanyak 29 remaja, yang terbagi dalam 29 remaja sebagai

kelompok kontrol dan 29 remaja lagi sebagai kelompok perlakuan.

4.2.3 Sampling

Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan

probability sampling yaitu simple random sampling. Simple random sampling

merupakan teknik penetapan sampel yang paling sederhana, dimana setiap elemen

diseleksi secara acak dengan mengundi anggota populasi atau teknik undian.

Peneliti membuat daftar kerangka sampling atau daftar nama beserta nomor,

kemudian nomor tersebut di tulis di secarik kertas dan di gulung. Kemudian

gulungan kertas tersebut di masukan dalam kotak. Selanjutnya di kocok dan di

ambil sejumlah sampel untuk di gunakan (Nursalam, 2015). Responden dalam

penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi dan

kelompok kontrol.
74

4.3 Kerangka Operasional

Populasi
Seluruh Remaja SMA 2 dan 3 kelas X di kota Waingapu

Simple random
sampling

Sampel
58 remaja: 29 remaja kelompok perlakuan di SMA 3 dan 29 remaja kelompok kontrol di SMA 2 kelas X

Pre test
Perilaku pencegahan hipertensi

Kelompok kontrol Kelompok perlakuan

Diberikan leaflet Intervensi health coaching (4 tahap )


(pada saat kegiatan 1. Previsit : Pengkajian (pengukuran tekanan darah) dan faktor
ekstrakurikuler di SMA 2) resiko hipertensi yang terjadi
2. Visit : melakukan diskusi dan membahas masalah yang terjadi
dengan menggunakan leaflet dan vidio audiovisual
3. Post Visit: Evaluasi akhir dan feedback
4. Between visit : Evaluasi dan memberikan motivasi

Post test Kelompok Perlakuan dan Kontrol

Analisis data: Wilcoxon Signed Rank test dan Man-


Whithney Test

Hasil dan kesimpulan

Gambar 4.1 Kerangka operasional penelitian pengaruh health coaching terhadap


perubahan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja dengan
pendekatan Health Promotion Model di SMA Kota Waingapu,
Sumba Timur
75

4.4 Variabel dan Definisi Operasioanal

4.4.1 Variabel Independen (bebas)

Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel

lain (Nursalam, 2016). Variabel independen dalam penelitian ini adalah

pemberian health coaching pada remaja.

4.4.2 Variabel Dependen (tergantung)

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel

lain (Nursalam, 2016). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah peningkatan

kognisi dan afeksi (perceived benefit of action, perceived barrier to action,

perceived self efficacy, activity related effect), komitmen dan perilaku pencegahan

hipertensi pada remaja.

4.5 Definisi Operasional

Tabel 4.2 Definisi operasional penelitian pengaruh health coaching terhadap


perubahan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja dengan
pendekatan Health Promotion Model di SMA Kota Waingapu, Sumba
Timur
Definisi Skala
Variabel Parameter Alat ukur Skor
operasional data

Independen: Pembinaan 1. Tahap 1: SOP - -


kesehatan Pengkajian
Health secara (pengukuran
coaching terstruktur tekanan
darah) dan
faktor resiko
hipertensi
yang terjadi
2. Tahap 2:
pemberian edukasi
terkait penyakit
hipertensi dan
memberikan
motivasi
3. Tahap 3:
melatih remaja
terkait pencegahan
hipertensi dan
memberikan
76

motivasi
4. Tahap 4:
evaluasi dan
memberikan
motivasi
Variabel Manfaat Manfaat yang Kuisioner Ordinal Skor untuk
Dependen: yang dirasakan dari yang telah jawaban pada
dirasakan tindakan di kuesioner
Perceived dari tindakan pencegahan modifikasi Pernyataan
benefit of perilaku hipertensi adalah: oleh (Has, Positif
action kesehatan 1. Remaja tidak Prahasiwi, SS = 4
S=3
yang mengalami Wahyuni,
TS = 2
dilakukan hipertensi dini Nursalam,
STS = 1
secara 2. Membuat & Efendi, Pernyataan
langsung kesehatan 2018) dari Negatif
meningkat Pender SS = 1
3. Remaja dapat (2011) S=2
beraktivitas dan TS = 3
meningkatkan STS = 4
minat dengan Kriteria:
baik Persepsi
Negatif
(T<mean skor
T)
Persepsi
Positif (T≥
mean skor T)

Perceived Hambatan Hal-hal yang Kuisioner Ordinal Skor untuk


Barrier to dari tindakan menghalangi: yang telah jawaban pada
action yang 1. Remaja tidak di kuesioner
menghalangi memiliki modifikasi Pernyataan
pencegahan kesadaran untuk modifikasi Positif
hipertensi mencegah oleh (Has, SS = 4
S=3
pada remaja 2. Tidak dapat Prahasiwi,
TS = 2
menunjukkan Wahyuni,
STS = 1
perilaku Nursalam, Pernyataan
pencegahan & Efendi, Negatif
hipertensi 2018) dari SS = 1
3. Remaja Pender S=2
menganggap (2011) TS = 3
masih muda, STS = 4
jadi tidak Kriteria:
mungkin Tidak ada
berpenyakit hambatan
(T<mean skor
T)
Ada hambatan
(T≥ mean skor
T)
Perceived self Keyakinan Keyakinan Kuisioner Ordinal Skor untuk
efficacy pada diri remaja dalam yang telah jawaban pada
remaja mencegah di kuesioner
dalam penyakit modifikasi Pernyataan
melakukan hipertensi: modifikasi Positif
pencegahan 1. Keyakinan oleh (Has, SS = 4
77

penyakit remaja dalam Prahasiwi, S=3


hipertensi kemampuan diri Wahyuni, TS = 2
mencegah Nursalam, STS = 1
penyakit & Efendi, Kriteria:
hipertensi 2018) dari Persepsi
2. Keyakinan diri Pender Lemah
(T<mean skor
remaja dalam (2011)
T)
memilih gaya
Kuat (T≥
hidup yang mean skor T)
mencegah
hipertensi
3. Keyakinan diri
remaja dalam
mengendalikan
pola kebiasaan
buruk yang
dilakukan

Komitmen Bentuk Parameter Kuisioner Ordinal Skor nilai :


dedikasi pada komitmen yang telah <17=Kurang
diri sendiri adalah: di 18-24= Cukup
atau orang lain 1. Adanya modifikasi
yang tercermin perjanjian yang modifikasi > 24 = Baik
dari tindakan disepakati pada oleh (Has,
seseorang diri Prahasiwi,
2. Terdapat Wahyuni,
tujuan tertentu Nursalam,
3. Bertang gung & Efendi,
jawab penuh 2018) dari
dengan tindakan Pender
4. Adanya (2011)
kesetiaan pada
tindakan

Perilaku Kebiasaan Perilaku dalam Kuisioner Ordinal Skor nilai


pencegahan yang dilakukan pencegahan yang telah perilaku:
Hipertensi: untuk hipertensi: di <29=Kurang
Pengetahuan, mencegah 1. Melakukan modifikasi 29-75= Cukup
Sikap, terjadinya aktivitas fisik modifikasi ≥ 76 = Baik
Tindakan hipertensi minimal 30 oleh (Has,
menit/ hari Prahasiwi, Skor nilai
2. Mengurangi Wahyuni, pengetahuan:
asupan garam Nursalam, <17=Kurang
dan natrium & Efendi, 18-24= Cukup
3. Megurangi dan 2018) dari > 24 = Baik
mencegah stres Pender Skor nilai
4. Memperta- (2011) sikap:
hankan berat ≥29 = positif
badan ideal < 29= negatif
5. Kurangi Skor nilai
kebiasaan tidakan:
merokok <27 = kurang
6. Tidak 28-30= cukup
mengkonsumsi >30= baik
➢ 2
78

alkohol 9
7. Tidak
konsumsi alkohol
8. Melakukan
pemeriksaan
Tekanan darah

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan peneliti dalam

pengumpulan data (Nursalam, 2016). Pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan modifikasi kuesioner dari penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh (Sitanggang, Y., Amin, M., Sukartini, 2017; Fadhilah, D.K, 2016) dan (Has,

Prahasiwi, Wahyuni, Nursalam, & Efendi, 2018):

1. Kuisioner Data Demografi

Kuisioner data demografi merupakan kuisioner yang digunakan untuk

mengetahui data umum dari responden. Terdapat 10 pertanyaan tentang usia,

jenis kelamin, jumlah saudara, penyakit yang pernah diderita, riwayat

penyakit keluarga, tinggi badan, berat badan, pendidikan terakhir orang tua

dan pendapatan orangtua.

2. Kuisioner perceived benefits of action (manfaat yang dirasakan)

Kuisioner manfaat yang dirasakan menggunakan pertanyaan 9 buah,

yang terdiri dari 8 pernyataan positif dan 1 pernyataan negatif. Untuk

mengetahui manfaat yang dirasakan remaja dalam mencegah penyakit

hipertensi, digunakan skala likert sebagai berikut : 4 = sangat setuju, 3 =

setuju, 2 = tidak setuju dan 1 = sangat tidak setuju untuk pernyataan positif.

Skor pernyataan negatif adalah sangat setuju=1, setuju=2, tidak setuju=3, dan

sangat tidak setuju=4. Kriteria pada kuesioner ini adalah positif apabila T≥
79

mean skor T dan negatif apabila T<mean skor T. Perhitungan dengan

menggunakan rumus: T = 50 + 10X-X Persepsi negatif (T<mean skor


s
T) = 1 dan persepsi positif (T≥ mean skor T) = 2. Skor minimal 9 dan skor

maksimal 36.

3. Kuisioner perceived barrier of action (hambatan yang dirasakan)

Kuisioner hambatan yang dirasakan menggunakan pertanyaan 7 buah,

yang terdiri dari 4 pernyataan positif dan 3 pernyataan negatif. Untuk

mengetahui hambatan yang dirasakan remaja dalam mencegah penyakit

hipertensi, digunakan skala likert sebagai berikut: 4 = sangat setuju, 3 =

setuju, 2 = tidak setuju dan 1 = sangat tidak setuju untuk pernyataan positif.

Skor pernyataan negatif adalah sangat setuju=1, setuju=2, tidak setuju=3, dan

sangat tidak setuju=4. Kriteria pada kuesioner ini adalah positif apabila T≥

mean skor T dan negatif apabila T<mean skor T. Perhitungan dengan

menggunakan rumus: T = 50 + 10X-X Persepsi negatif (T<mean skor T) =


s
1 dan persepsi positif (T≥ mean skor T) = 2. Skor minimal 7 dan skor

maksimal 28.

4. Kuisioner Perceived Self Efficacy (Efikasi diri)

Kuisioner self efficacy yang dirasakan menggunakan kuisioner memiliki

pertanyaan 6 buah, yang terdiri dari 6 pernyataan positif. Untuk mengetahui

self efficacy remaja dalam mencegah penyakit hipertensi, digunakan skala

likert sebagai berikut: 4 = sangat setuju, 3 = setuju, 2 = tidak setuju dan 1 =

sangat tidak setuju untuk pernyataan positif. Kriteria pada kuesioner ini

adalah positif apabila T≥ mean skor T dan negatif apabila T<mean skor T.

Perhitungan dengan menggunakan rumus: T = 50 + 10X-X Persepsi negatif


s
80

(T<mean skor T) = 1 dan persepsi positif (T≥ mean skor T) = 2. Skor

minimal 6 dan skor maksimal 24.

5. Komitmen

Instrumen menggunakan kuesioner yang dimodifikasi (Has, Prahasiwi,

Wahyuni, Nursalam, & Efendi, 2018) yang diadopsi dari teori Pender (2011)

yang berhubungan dengan komitmen pencegahan penyakit hipertensi yang

terdiri dari 5 pertanyaan. Dengan menggunakan skala likert sebagai berikut :

5 = sangat setuju, 4 = setuju, 3 = kurang setuju, 2 = tidak setuju dan 1 =

sangat tidak setuju. Semuanya merupakan pertanyaan favorable. Nilai

tertinggi yaitu 20 dan terendah 5. Makin tinggi nilainya maka kognisi dan

afeksi responden makin baik demikian sebaliknya.

6. Perilaku pencegahan Hipertensi

Instrumen menggunakan kuesioner yang dimodifikasi (Has, Prahasiwi,

Wahyuni, Nursalam, & Efendi, 2018) yang diadopsi dari teori Pender (2011).

Pada sebuah perilaku terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Kuisioner

perilaku pencegahan hipertensi untuk pengetahuan terdiri dari 13 pertanyaan

dengan dua pilihan jawaban yaitu benar dan salah. Jika jawaban responden

benar maka akan mendapat nilai 2 dan jika jawaban responden salah maka

akan mendapat nilai 1.

Sikap terkait pencegahan hipertensi yang terdiri dari 10 pertanyaan

dengan menggunakan skala likert sebagai berikut; 4 = sangat setuju, 3 =

setuju, 2 = tidak setuju dan 1 = sangat tidak setuju untuk jawaban yang

favorable sedangkan untuk jawaban yang unfavorable kebalikannya yaitu ; 1

= sangat setuju, 2 = setuju, 3 = tidak setuju dan 4 = sangat tidak setuju.


81

Tabel 4. 3 Matriks Poin Instrumen Sikap Pencegahan Hipertensi

Pertanyaan favorable Pertanyaan unfavorable Total


Nomor 1, 6, 8, 9, 10 2, 3, 4, 5, 7 10
5 5

Nilai tertinggi yaitu 40 dan terendah 10. Makin tinggi nilainya, sikapnya

makin baik demikian sebaliknya.

Tindakan pencegahan hipertensi yang terdiri dari 7 pertanyaan dengan

skala likert sebagai berikut; 1 = tidak pernah, 2 = jarang, 3 = kadang-kadang, 4

= sering dan 5 = selalu. Semuanya merupakan pertanyaan favorable. Nilai

tertinggi yaitu 35 dan terendah 7. Makin tinggi nilainya, tindakannya terkait

pencegahan penularan makin baik demikian sebaliknya. Kemudian nilai akan

diakumulasikan secara total dalam variabel perilaku dengan nilai terendah

adalah 30 dan nilai tertinggi adalah 101.

4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas

4.7.1 Uji Validitas

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian telah diuji validitasnya

menggunakan uji statistic pearson product moment. Seluruh pernyataan dari

setiap variabel adalah valid karena nilai pearson correlation (r hitung) melebihi

nilai r tabel (n=10 orang, r=0,6021). Selama melakukan uji validitas dan

reliabilitas, perlu diperhatikan terkait validitas dalam yang meliputi sejarah,

perubahan yang terjadi pada subjek penelitian, faktor pengujian, instrumen dan

definisi operasional. Sedangkan untuk validitas luar perlu diperhatikan kondisi

bias saat memilih subjek penelitian. Uji validitas harus dilakukan pada remaja

dengan karakteristik yang sama dengan responden penelitian.


82

4.7.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan uji cronboach alpha dengan

standart jika item total correlation masing-masing pernyataan ≥3 dan nilai α

cronbach >0,6 maka pernyataan tersebut reliabel. Interpretasi nilai α cronbach

adalah sebagai berikut:

1. Jika alpha > 0,90 maka reliabilitas sempurna

2. Jika alpha antara 0,70 – 0,90 maka reliabilitas tinggi

3. Jika alpha antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderat

4. Jika alpha < 0,50 maka reliabilitas rendah

Hasil uji reliabilitas pada semua pernyataan di setiap variabel memiliki nilai

alpha > 0,7 sehingga seluruh pernyataan memiliki reliabilitas tinggi.

4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 3 kota Waingapu sebagai kelompok

perlakuan dan SMAN 2 sebagai kelompok kontrol (kelas X) dari bulan April

sampai dengan Juni 2019.

Tabel 4.4 Jadwal kegiatan penelitian pengaruh health coaching terhadap


perubahan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja dengan
pendekatan health promotion model di kota Waingapu Sumba
Timur 2019
No Waktu pelaksanaan

Kegiatan Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags
2018 2018 2019 201 2019 201 201 201 201 2019
9 9 9 9 9
1 Penyusunan
proposal
dan ujian
praproposal

2 Ujian
proposal
tesis
83

No Waktu pelaksanaan

Kegiatan Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags
2018 2018 2019 201 2019 201 201 201 201 2019
9 9 9 9 9
3 Uji etik dan
uji validitas
dan
reabilitas
4 Pelaksanaa
n penelitian
5 Ujian hasil

6 Ujian tesis

4.9 Prosedur Pengambilan Data

Penelitian dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari program studi

Magister keperawatan Fakultas keperawatan Unair dan Dinas Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Waingapu dan tembusan Ke Bupati

Sumba Timur (Waingapu) setelah lulus dari uji Etik Fakultas Keperawatan,

Universitas Airlangga no: 1432-KEPK tertanggal 27 Mei 2019 . Tahapan dalam

pengumpulan data yang yang telah dilakukan peneliti adalah :

4.9.1 Prosedur administrasi

1. Melakukan koordinasi dengan Bupati Sumba Timur dan kepala sekolah

SMAN 2 dan 3 Kota Waingapu untuk pelaksanaan teknis penelitian.

2. Melakukan sosialisasi rencana penelitian pada guru , asisten peneliti dan

siswa.

3. Mempersiapkan segala hal yang diperlukan sebelum melakukan

penelitian yang meliputi media, instrumen dan proposal penelitian.


84

4.9.2 Pelaksanaan prosedur

1. Memilih sampel pada kelas X sesuai dengan kriteria dan teknik sampling

yang ditentukan dalam penelitian.

2. Memberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat dan prosedur penelitian

bagi calon responden dan orangtua responden, serta memberikan

informed consent sebagai lembar persetujuan menjadi responden

penelitian yang ditandatangani oleh orangtua remaja.

3. Menyebutkan dan menjelaskan beberapa pihak yang ikut serta dalam

proses penelitian.

4.9.3 Tahap pelaksanaan pada kelompok intervensi

1. Melakukan pre-test dengan menggunakan kuisioner prior related

behaviour, komitmen dan perilaku tentang pencegahan hipertensi yang di

dampingi oleh peneliti dan guru. Pada kelompok perlakuan dilakukan 1

minggu sebelum perlakuan.

2. Pelaksanaan health coaching pada kelompok perlakuan yang dilakukan

dengan kunjungan sekolah yang terdiri dari 4 tahap yang dilakukan 4

minggu jarak antar tahap adalah 1 minggu, dengan durasi waktu 30-60

menit. Berikut tahapan Health Coaching yang akan dilakukan pada

kelompok perlakuan:

1) Tahap 1: Previsit

(pemeriksaan tekanan darah dan mengkaji faktor resiko hipertensi )

mengidentifikasi masalah kesehatan yang terjadi.

2) Tahap 2: Visit Health education dan penentuan strategi


85

Pada tahap 2 akan di lakukan edukasi/pemecahan masalah yang

belum terselesaikan pada tahap 1, pada tahap ini remaja juga akan

diberikan pendidikan kesehatan menggunakan media leaflet untuk

menjelaskan penyakit hipertensi secara detail. Kemudian akan

diputarkan video untuk mendukung penjelasan yang sudah

diberikan menggunakan leaflet. Pemutaran video akan dilakukan

setiap hari selama satu minggu untuk meningkakan pengetahuan

remaja, sehingga dapat merubah perilaku mereka.

3) Tahap 3 : Post visit Evaluasi akhir dan feedback

Tahap ini merupakan tahap evaluasi dari masing-masing tahap atau

disebut sebagai tahap akhir untuk mengevaluasi pelaksanaan secara

keseluruhan. Coach juga akan memberikan feedback kepada remaja

terkait permasalahan yang sudah dibuat solusi bersama.

4) Tahap 4 : Between Visit Evaluasi

Tahap ini merupakan tahap evaluasi dari setiap tahap yang telah di

lakukan dan coach akan memberikan motivasi kepada remaja untuk

tetap melakukan pencegahan hipertensi.

3. Post-Test dilaksanakan satu bulan setelah Health coaching 4 tahap

selesai dengan menggunakan instrumen yang sama pada saat pre test.

(Young, 2013), (Guek & Siew, 2018)

4.9.4 Tahap pelaksanaan pada kelompok kontrol

1. Melakukan pre-test dengan menggunakan kuisioner prior related

behaviour, komitmen dan perilaku tentang pencegahan hipertensi yang

di dampingi oleh peneliti dan guru pada kelompok kontrol yang


86

dilakukan 1 minggu sebelum perlakuan pada kelompok intervensi,

sehingga waktunya sama.

2. Kelompok kontrol tidak mendapatkan intervensi Healthy coaching.

Selama intervensi kelompok kontrol melakukan rutinitas yang biasa

dilakukan di SMAN 2 Kota Waingapu.

3. Post-Test dilaksanakan setelah satu bulan, disesuaikan dengan

kelompok perlakuan yang diberikan Health coaching 4 tahap, instrumen

yang digunakan sama dengan instrumen pada saat pre test. (Young,

2013), (Guek & Siew, 2018).

4. Setelah perlakuan selesai diberikan pada kelompok intervensi, maka

pada kelompok kontrol akan diberikan health education tentang

pencegahan hipertensi, dan menggunakan media yang sama yaitu leaflet

dan video.

4.10 Cara Pengolahan dan Analisis Data

4.10.1 Pengolahan data


Setelah data didapatkan tahap selanjutnya dilakukan pengolahan data yang

meliputi; tahap pertama, memeriksa data (editing) kuesioner yang telah

didapatkan dari responden, tahap kedua, memberikan kode (coding) dengan

menggunakan angka, tahap ketiga, menyusun data yang telah didapatkan

(tabulating) dan tahap keempat, memasukkan (entry) data kedalam format yang

telah dibuat oleh peneliti. Kegiatan editing adalah memeriksa ulang kelengkapan

pengisian, kesalahan atau jawaban belum diisi, kejelasan dan kesesuaian jawaban

responden dari setiap pertanyaan yang diajukan. Kekurangan yang didapatkan

antara lain data demografi kurang lengkap sehingga peneliti melengkapi dari data
87

pribadi yang ada di SMA. Coding yaitu memberi kode untuk mempermudah

pengolahan data. Tabulating adalah penyusunan data yang merupakan

pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah,

disusun dan didata untuk dianalisis dan disajikan. Entry adalah memindahkan atau

memasukkan data kedalam computer untuk dianalisis menggunakan software.

4.10.2 Analisa Data


Tahap yang dilakukan setelah pengolahan data adalah analisis data. Analisis

data yang telah dilakukan meliputi analisis univariat dan analisis bivariat.

1. Analisis Univariabel

Analisis Univariabel adalah menganalisis variabel yang ada secara deskriptif

dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya, yang dilakukan pada

setiap variabel penelitian dengan tujuan untuk memberikan deskripsi data

setiap variabel penelitian, deskripsi data karakteristik responden dan variabel

yang disajikan dalam bentuk tabel. Dalam penelitian ini bagian analisis

deskriptif yang dibuat oleh peneliti meliputi data,jenis kelamin, umur,

pendidikan orang tua,penghasialn orang tua, pekerjaan orang tua dan riwayat

penyakit orang tua.

2. Analisis bivariabel (uji signifikansi)

Analisis bivariabel adalah analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan dua

variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat, dengan menggunakan

statistik inferensial untuk menguji signifikansi variabel penelitian dengan

menggunakan bantuan software analisis statistik. Dalam penelitian ini variabel

independen yaitu health coaching dan variabel dependen yaitu kognisi, afeksi,

komitmen dan perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) pencegahan hipertensi

pada remaja.
88

Berdasarkan hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro Wilk

didapatkan nilai signifikansi α < 0.05% pada masing-masing variabel yang

artinya distribusi data tidak normal. Maka uji hipotesis yang digunakan adalah

uji non- parametric t-test yang digunakan untuk menganalisis intervensi health

coaching terhadap kognisi, afeksi, komitmen dan perilaku pencegahan

hipertensi pada responden sebelum (pre) dan sesudah (post) diberikan

perlakuan baik kelompok perlakuan maupun kontrol dengan tingkat

kemaknaan α < 0.05. Hasil uji statistik menunjukkan p < 0.05, maka hipotesis

Ho ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima, yang berarti ada pengaruh

health coaching dan variabel dependen yaitu kognisi, afeksi, komitmen dan

perilaku pencegahan hipertensi pada remaja

Uji hipotesis yang digunakan untuk mengetahui perbedaan post test antara

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol adalah Man-Whitney Test, dengan

nilai kemaknaan p < 0.05. Hasil uji statitstik menunjukkan p > 0.05 yang

berarti tidak terdapat perbedaan rata-rata yang tidak signifikan tingkat efikasi

diri dan perilaku pencegahan hipertensi pada responden remaja antara

kelompok perlakuan dan control.

4.11 Ethical Clearance


Penelitian ini sudah dilakukan kaji etik di Fakultas Keperawatan Universitas

Airlangga no : 1432- KEPK tertanggal 27 Mei 2019 dalam upaya untuk

melindungi subjek penelitian,meliputi:

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed concent)

Informed consent digunakan untuk menghindari suatu hal yang tidak

diinginkan, maka yang menjadi responden adalah yang bersedia diteliti, dan
89

telah menandatangani surat persetujuan. Pada penelitian yang melibatkan

remaja usia di bawah 17 tahun harus didampingi oleh orangtua dengan inform

consent yang ditanda tangani oleh orang tua. Dalam hal ini peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada orang tua dan remaja, serta

tidak memaksa dan menghormati hak-haknya. Apabila orangtua responden

mengerti dan setuju untuk menjadi responden dalam penelitian maka orangtua

responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan menjadi responden

dalam penelitian ini.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Kerahasiaan informasi yang diberikan responden sebagai sampel penelitian

dijamin oleh peneliti. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti

mencamtumkan kolom nama tetapi saat memberikan penejelasan, responden

dibebaskan untuk menuliskan nama atau dengan inisial. Peneliti menjelaskan

kepada responden penelitian bahwa data pribadi responden tidak

disebarluaskan atau menjadi rahasia antara peneliti dengan responden

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang diberikan responden sebagai sampel dalam

penelitian dijamin oleh peneliti. Penyajian atau pelaporan hasil riset hanya

terbatas pada kelompok data tertentu yang terkait dengan masalah peneliti.

Peneliti menjelaskan kepada responden terkait kerahasiaan informasi yang

diberikan oleh responden kepada peneliti. Data hasil penelitian yang berisikan

semua informasi responden akan disimpan dengan baik oleh peneliti, semua

kuisioner akan disimpan selama 10 tahun untuk keperluan penelitian dan ilmu

pengetahuan dalam penelitian ini.


90

4. Justice

Seluruh responden akan diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan

sesudah keikutsertaan dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila

ternyata mereka tidak bersedia atau keluar dari penelitian. Responden yang

digunakan dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang hampir sama,

karena dipilih dari SMA di satu Kota, pada kelas yang sama yaitu kelas X dan

terlebih dahulu akan dikerucutkan berdasarkan pada pemeriksaan tekanan

darah. Seluruh responden akan diperlakukan secara adil baik sebelum, selama

dan sesudah keikutsertaan dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila

ternyata mereka tidak bersedia atau keluar dari penelitian.

Pada kelompok kontrol dan perlakuan juga akan diberikan beban yang sama,

perbedaanya hanyalah terletak pada waktu pemberiannya. Pada kelompok

perlakuan untuk pendidikan kesehatannya dengan sistem health coaching

menggunakan media video dan leaflet akan diberikan selama penelitian

berlangsung. Sedangkan pada kelompok kontrol akan dibiarkan melakukan

aktivitas seperti biasa selama penelitian, dan akan diberikan pendidikan

kesehatan dengan sistem dan media yang sama setelah penelitian telah

berakhir.

Kedua kelompok akan diberikan kesempatan yang sama dalam mengerjakan

pre dan post test, dengan kuisioner yang dikerjakan juga sama jumlahnya

antara kelompok kontrol dan perlakuan.

5. Prinsip Manfaat (beneficiency)

Prinsip manfaat yang ditekankan dalam penelitian ini adalah tidak

menimbulkan penderitaan bagi responden, karena penelitian ini tidak


91

menggunakan tindakan khusus, melainkan hanya pemberian coaching dan

pengisian kuisioner. Peneliti juga memberikan pendidikan kesehatan melalui

media leaflet untuk menambah pengetahuan remaja mengenai penyakit

hipertensi. Remaja dapat menerima ilmu pengetahuan yang berhubungan

dengan pencegahan hipertensi, sehingga bisa melakukan penerapan dalam

bentuk perilaku di kehidupan sehari-hari. Sehingga remaja akan terhindari dari

penyakit hipertensi sejak dini, maupun saat mereka dewasa nantinya. Selain

itu, remaja bisa menjadi promotor dalam menyebarkan / sosialisasi kepada

teman sebayanya maupun masyarakat untuk melakukan pencegahan penyakit

hipertensi.

6. Prinsip Tidak Merugikan (non maleficiency)

Prinsip penelitian tidak menimbulkan cedera fisik dan psikologis pada

individu, karena terlebih dahulu telah diberikan informed consent, penjelasan,

dan semua informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.


92

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan dikemukakan mengenai hasil penelitian tentang

“Pengaruh Health Coaching Terhadap Perubahan Perilaku Pencegahan Hipertensi

pada Remaja dengan Pendekatan Health Promotion Model di SMA Kota

Waingapu Sumba Timur”. Penelitian telah dilaksanakan selama 1 bulan 15 hari

pada tanggal 13 Mei sampai dengan 29 Juni 2019. Penelitian ini telah dilakukan

pada 58 remaja yang terbagi menjadi 29 remaja kelompok kontrol dan 29 remaja

kelompok perlakuan.

Pada bagian hasil akan diuraikan tentang karakteristik lokasi penelitian, data

personal (demografi) responden dan variabel yang diteliti yaitu pengaruh health

coaching terhadap peningkatan kognisi dan afeksi (perceived benefit of action,

perceived barrier to action, perceived self efficacy, activity related effect),

komitmen dan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang

termasuk salah satu provinsi di Indonesia yang menduduki 10 peringkat teratas

prevalensi hipertensi yaitu mencapai 30,9% dan angka prevalensi usia remaja

mencapai >25% (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan hasil studi pendahuluan awal

pemeriksaan tekanan darah yang dilakukan di SMA X Kota waingapu, didapatkan

21 dari 40 siswa yang mengalami hipertensi yaitu berkisar 140/90 mmHg dan

150/90mmHg. Saat di lakukan wawancara dari beberapa siswa laki-laki

92
93

mengatakan masih merokok karena terbiasa dari bangku SMP yang susah untuk di

hindari, demikina juga pada beberapa siswa perempuan yang mengalami

peningkatan tekanan darah karena dari orang tua sudah mengalami peningkatan

tekanan darah.

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMA X dan Y Kota Waingapu,

Propinsi Nusa Tenggara Timur. SMA Negeri X sebagai kelompok intervensi dan

SMA Y sebagai kelompok kontrol, yang terletak di Kota Waingapu, Kabupaten

Sumba Timur. Mempunyai visi : “Membangun insan afektif, cerdas intelektual,

psikomotorik yang memiliki karakter dan berwawasan kebangsaan dan “Berjuang

dalam kebersamaan meraih prestasi”. Status kepemilikan kedua sekolah tersebut

adalah milik pemerintah daerah kabupaten Sumba Timur yang merupakan sekolah

favorit terakreditasi A dan terpilih sebagai sekolah ramah remaja dari beberapa

SMA yang berada di kota Waingapu.

5.2 Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik demografi responden menampilkan data personal dari remaja

yang meliputi jenis kelamin, usia, jumlah saudara, indeks masa tubuh, pendidikan

orangtua, pekerjaan orangtua, penghasilan orangtua dan riwayat penyakit

keluarga. Karakteristik demografi responden dijelaskan melalui tabel 5.1 berikut

ini.
94

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi data demografi responden (remaja) di SMA 2 dan 3
Kota Waingapu pada tanggal 13 Mei – 29 Juni 2019.
Kontrol Intervensi Total
No Demografi Responden
N % N % N %
1 Jenis Laki-laki 7 24,1 13 44,8 20 34,5
Kelamin Perempuan 22 75,9 16 55,2 38 65,5
Total 29 100 29 100 58 100
2 Usia 16 tahun 20 68,9 23 79,3 43 74,1
17 tahun 9 31,1 6 20,7 15 25,9
Total 29 100 29 100 58 100
3 Jumlah 1-3 23 79,3 24 82,8 47 81
Saudara 4 lebih 6 20,7 5 17,2 11 19
Total 29 100 29 100 58 100
4 Indeks Kurus 6 20,6 10 34,5 16 27,6
Masa Normal
23 79,4 19 65,5 42 72,4
Tubuh
Total 29 100 29 100 58 100
5 Riwayat Diploma/
4 13,8 6 20,7 10 17,2
Pendidikan Sarjana
Orang Tua SMA
13 44,8 13 44,8 26 44,8
Sederajat
SMP
7 24,2 4 13,8 11 19
Sederajat
SD Sederajat 5 17,2 6 20,7 11 19
Tidak
0 0 0 0 0 0
Bersekolah
Total 29 100 29 100 58 100
6 Pekerjaan PNS 6 20,7 9 31,1 15 25,8
Orang Tua Nelayan 1 3,4 2 6,9 3 5,2
Petani 13 44,8 15 51,7 28 48,3
Pedagang 2 6,9 0 0 2 3,5
Wiraswasta 7 24,2 3 10,3 10 17,2
Total 29 100 29 100 58 100
7 Penghasi- > 1 juta 14 48,3 15 51,7 29 50
lan Orang ≤ 1 juta
15 51,7 14 48,3 29 50
Tua
Total 29 100 29 100 58 100
8 Riwayat Tidak Ada 5 17,2 11 37,9 16 27,6
penyakit Hipertensi 13 44,8 4 13,8 17 29,3
Keluarga Penyakit
11 38 14 48,3 25 43,1
Lain
Total 29 100 29 100 58 100

Karakteristik demografi responden yang ada pada tabel 5.1 menunjukkan

bahwa dalam penelitian ini sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan

baik dari kelompok kontrol maupun intervensi, yaitu sebanyak 65,5% (38 remaja).

Rentang usia remaja baik dari kelompok kontrol maupun kelompok intervensi

paling banyak adalah usia 16 tahun yaitu sebanyak 74,1 % (43 remaja). Rerata
95

jumlah saudara yang dimiliki oleh responden adalah 1-3 yaitu sebanyak 81 % (47

remaja). Keadaan indeks masa tubuh (IMT) remaja yang didasarkan pada berat

badan dan tinggi badan remaja adalah rerata berada dalam rentang normal, hanya

27,6 % (16 remaja) yang IMT nya kurus, dan untuk IMT gemuk tidak ada sama

sekali. Riwayat pendidikan orangtua sebagian besar adalah pada jenjang SMA

Sederajat yaitu 44,8 % (26 remaja), sedangkan pekerjaan orangtua responden

kebanyakan adalah sebagai petani yaitu 48,3 % (28 remaja) dan rerata penghasilan

yang didapakan seimbang antara kurang dari 1 juta rupiah dan lebih dari 1 juta

rupiah, yaitu masing-masing 50 % (29 remaja). Riwayat penyakit yang diderita

oleh keluarga ada lumayan banyak, yaitu sebanyak 72,4 % (42 remaja) dengan

29,3 % riwayat penyakit keluarga adalah hipertensi.

Berdasarkan hasil uji homogenitas data, didapatkan bahwa usia, jenis

kelamin, jumlah saudara, indeks masa tubuh, pendidikan orangtua, penghasilan

orangtua, pekerjaan orang tua dan riwayat penyakit keluarga pada kedua

kelompok menunjukkan homogen, dengan nilai p > 0.05.

5.3 Distribusi Frekuensi Variabel yang Diukur

Bagian ini akan menampilkan data khusus responden yaitu variabel yang

diukur, yang meliputi : peningkatan kognisi dan afeksi (perceived benefit of

action, perceived barrier to action, perceived self efficacy, activity related effect),

komitmen dan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja.


96

1. Distribusi frekuensi data pre-test dan post-test perceived benefit of action pada
kelompok kontrol dan intervensi
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi data pre-test dan post-test perceived benefit of
action pada kelompok kontrol dan intervensi di SMA 2 dan 3 Kota Waingapu
pada tanggal 13 Mei – 29 Juni 2019.
Kontrol Intervensi
perceived benefit
Pretest Posttest Pretest Posttest
of action
N % N % N % N %
Persepsi Positif 15 51,7 14 48,3 17 58,6 18 62,1
Persepsi Negatif 14 48,3 15 51,7 12 41,4 11 37,9
Total 29 100 29 100 29 100 29 100
Uji Mann Whitney Nilai p = 0.071 Nilai p = 0.003

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol

terjadi penurunan pada perceifed benefit of action dikarenakan pada persepsi

positif mengalami penurunan dari 51,7 % menjadi 48,3 %. Sedangkan pada

kelompok intervensi mengalami kenaikan setelah diberikan intervensi health

coaching, sehingga terjadi peningkatan pada persepsi positifnya dalam

merasakan keuntungan dari tindakan yaitu dari 58,6 % menjadi 62,1 %.

Berdasarkan Uji Mann Whitney pada pretest didapatkan hasil nilai p =

0.071 atau p > 0.05 yang menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang

signifikan terkait perceifed benefit of action pada kelompok intervensi dan

kontrol di pengukuran awal (Pre-test). Sedangkan pada pengukuran post test

menunjukkan hasil nilai p = 0.003, yang menunjukkan bahwa terdapat

perubahan yang signifikan terkait perceifed benefit of action pada kelompok

intervensi dan kontrol di pengukuran akhir. Berdasarkan hasil penelitian

diperoleh bahwa pada kelompok intervensi menunjukkan perubahan yang lebih

singnifikan sehingga persepsi positif meningkat menjadi 62,1 %.


97

2. Distribusi frekuensi data pre-test dan post-test perceived barrier to action pada

kelompok kontrol dan intervensi

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi data pre-test dan post-test perceived barrier to
action pada kelompok kontrol dan intervensi di SMA 2 dan 3 Kota Waingapu
pada tanggal 13 Mei – 29 Juni 2019.
Kontrol Intervensi
perceived barrier to
Pretest Posttest Pretest Posttest
action
N % N % N % N %
Tidak Ada Hambatan 23 79,3 16 55,2 18 62,1 19 65,5
Ada Hambatan 6 20,3 13 44,8 11 37,9 10 34,5
Total 29 100 29 100 29 100 29 100
Uji Mann Whitney Nilai p = 0.281 Nilai p = 0.007

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok

intervensi terdapat peningkatan pada perceived barrier of action yaitu

meningkat dari 62,1 % menjadi 65,5 %, sehingga tidak ada hambatan untuk

melakukan tindakan. Sedangkan pada kelompok kontrol hasilnya mengalami

penurunan, sehingga terjadi peningkatan pada hambatan untuk melakukan

tindakan pencegahan hipertensi pada remaja, yaitu dari 20,3% menjadi 44,8 %.

Berdasarkan Uji Mann Whitney pada pretest didapatkan hasil nilai p =

0.281 atau p > 0.05 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perceifed

barrier to action pada kelompok intervensi dan kontrol di pengukuran awal

(Pre-test). Sedangkan pada pengukuran post test menunjukkan hasil nilai p =

0.007, yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perceifed barrier to

action pada kelompok intervensi dan kontrol di pengukuran akhir. Hal ini dapat

menunjukkan bahwa pada pengukuran hasil akhir terdapat perubahan yang

signifikan, yang dibuktikan dengan tidak adanya hambatan dalam perubahan

perilaku pencegahan hipertensi yang meningkat menjadi 65,5 %.


98

3. Distribusi frekuensi data pre-test dan post-test perceived self efficacy pada

kelompok kontrol dan intervensi

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi data pre-test dan post-test perceived self efficacy
pada kelompok kontrol dan intervensi di SMA 2 dan 3 Kota Waingapu pada
tanggal 13 Mei – 29 Juni 2019.
Kontrol Intervensi
perceived self efficacy Pretest Posttest Pretest Posttest
N % N % N % N %
Persepsi Kuat 13 44,8 15 51,7 10 34,5 16 55,5
Persepsi Lemah 16 55,2 14 48,3 19 65,5 13 44,8
Total 29 100 29 100 29 100 29 100
Uji Mann Whitney Nilai p = 0.412 Nilai p = 0.008

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan efikasi diri

pada remaja mengalami peningkatan pada kelompok intervensi, yaitu dari

34,5% menjadi 55,5 %. Sedangkan pada kelompok kontrol juga mengalami

peningkatan yaitu dari 44,8 % menjadi 51,7 %.

Berdasarkan Uji Mann Whitney pada pretest didapatkan hasil nilai p =

0.412 atau p > 0.05 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan efikasi diri

pada kelompok intervensi dan kontrol di pengukuran awal (Pre-test).

Sedangkan pada pengukuran post test menunjukkan hasil nilai p = 0.008, yang

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan efikasi diri pada kelompok intervensi

dan kontrol di pengukuran akhir. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pada

pengukuran hasil akhir antara kelompok kontrol dan intervensi terdapat

perubahan yang signifikan, yang dibuktikan dengan pada kedua kelompok

mengalami peningkatan efikasi diri sehingga memiliki persepsi yang kuat,

yaitu sebanyak 51,7% pada kelompok kontrol dan 55,5% pada kelompok

intervensi.
99

4. Distribusi frekuensi data pre-test dan post-test komitmen pada kelompok


kontrol dan intervensi
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi data pre-test dan post-test komitmen pada
kelompok kontrol dan intervensi di SMA 2 dan 3 Kota Waingapu pada tanggal
13 Mei – 29 Juni 2019.
Kontrol Intervensi
Komitmen Pretest Posttest Pretest Posttest
N % N % N % N %
Baik 5 17,2 11 37,9 6 20,7 26 89,7
Cukup 24 82,8 18 62,1 23 79,3 3 10,3
Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 29 100 29 100 29 100 29 100
Uji Mann Whitney Nilai p = 0.199 Nilai p = 0.027

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan data bahwa pada kelompok

kontrol tingkat komitmen remaja semakin mengalami penurunan, terlihat

bahwa komitmen kurang pada remaja lebih tinggi yaitu sebanyak 62,1 %.

Sedangkan pada kelompok intervensi terjadi peningkatan yang sangat tinggi

dibandingkan pre test, sehingga health coaching memang memberikan

peningkatan komitmen pada remaja. Sehingga 89,7 % komitmen remaja sudah

cukup baik dalam melakukan pencegahan hipertensi.

Berdasarkan Uji Mann Whitney pada pretest didapatkan hasil nilai p =

0.199 atau p > 0.05 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan komitmen

pada kelompok intervensi dan kontrol di pengukuran awal (Pre-test).

Sedangkan pada pengukuran post test menunjukkan hasil nilai p = 0.027, yang

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan komitmen pada kelompok intervensi

dan kontrol di pengukuran akhir. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pada

pengukuran hasil akhir antara kelompok kontrol dan intervensi terdapat

perubahan yang signifikan, akan tetapi komitmen baik pada kelompok

intervensi mengalami peningkatan yang lebih tinggi yaitu sebanyak 89,7%.


100

5. Distribusi frekuensi data pre-test dan post-test Perilaku (Pengetahuan, Sikap,

Tindakan) pencegahan hipertensi pada kelompok kontrol dan intervensi

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi data pre-test dan post-test perilaku


(pengetahuan, sikap, tindakan) pada kelompok kontrol dan intervensi di SMA 2
dan 3 Kota Waingapu pada tanggal 13 Mei – 29 Juni 2019.
Kontrol Intervensi
Pengetahuan Pretest Posttest Pretest Posttest
N % 0 0 N % N %
Baik 0 0 29 100 0 0 29 100
Cukup 28 96,6 0 0 27 93,1 0 0
Kurang 1 3,4 29 100 2 6,9 0 0
Total 29 100 0 0 29 100 29 100
Kontrol Intervensi
Sikap Pretest Posttest Pretest Posttest
N % N % N % N %
Positif 29 100 29 100 18 62,1 27 93,1
Negatif 0 0 0 0 11 37,9 2 6,9
Total 29 100 29 100 29 100 29 100
Kontrol Intervensi
Tindakan Pretest Posttest Pretest Posttest
N % N % N % N %
Baik 0 0 1 3,4 0 0 26 89,7
Cukup 1 3,4 28 96,6 0 0 3 10,3
Kurang 28 96,6 0 0 29 100 0 0
Total 29 100 29 100 29 100 29 100

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pencegahan

hipertensi pada remaja dibagi menjadi tiga komponen yaitu pengetahuan, sikap

dan tindakan. Perilaku dikatakan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik

jika tiga komponen tersebut juga mengalami perubahan ke arah positif. Hasil

penelitian menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan pada kelompok

intervensi, yaitu dari 93,1% cukup menjadi 100% pengetahuannya baik.

Sedangkan pada kelompok kontrol pengetahuan masih tergolong cukup yaitu

sebanyak 100 %. Pada komponen kedua yaitu sikap menunjukkan bahwa pada

kelompok intervensi juga mengalami kenaikan sikap menuju ke arah positif,

yaitu dari 62, 1 % menjadi 93,1 %. Sedangkan pada komponen tindakan juga

mengalami peningkatan di kelompok intervensi, sehingga tindakan yang


101

dilakukan sudah cukup dan baik, yaitu sebanyak 10,3% dan 89,7 %. Sedangkan

pada kelompok kontrol juga mengalami peningkatan yang cukup singnifikan

yaitu meningkat menjadi 96,6% tindakannya cukup.

6. Distribusi frekuensi data pre-test dan post-test Perilaku pencegahan hipertensi

pada kelompok kontrol dan intervensi

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi data pre-test dan post-test perilaku pada
kelompok kontrol dan intervensi di SMA 2 dan 3 Kota Waingapu pada tanggal
13 Mei – 29 Juni 2019.
Kontrol Intervensi
Perilaku Pretest Posttest Pretest Posttest
N % N % N % N %
Baik 0 0 17 58,6 6 20,7 21 72,4
Cukup 23 79,3 12 41,4 22 75,9 8 27,6
Kurang 6 20,7 0 0 1 3,4 0 0
Total 29 100 29 100 29 100 29 100
Uji Mann Whitney Nilai p = 0.083 Nilai p = 0.012

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pencegahan

hipertensi pada remaja dibagi menjadi tiga komponen yaitu pengetahuan, sikap

dan tindakan. Perilaku dikatakan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik

jika tiga komponen tersebut juga mengalami perubahan ke arah positif. Hasil

penelitian menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan pada kelompok

intervensi, yaitu 89,7 % pengetahuannya cukup dan 10,3 % pengetahuannya

baik. Sedangkan pada kelompok kontrol pengetahuan masih tergolong cukup

yaitu sebanyak 100 %. Pada komponen kedua yaitu sikap menunjukkan bahwa

pada kelompok intervensi juga mengalami kenaikan sikap menuju ke arah

positif, yaitu dari 62, 1 % menjadi 93,1 %. Sedangkan pada komponen

tindakan juga mengalami peningkatan di kelompok intervensi, sehingga

tindakan yang dilakukan sudah cukup dan baik, yaitu sebanyak 89,7 % dan

10,3 %. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak mengalami peningkatan yang

cukup singnifikan.
102

Berdasarkan Uji Mann Whitney pada pretest didapatkan hasil nilai p =

0.083 atau p > 0.05 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku

pencegahan hipertensi pada kelompok intervensi dan kontrol di pengukuran

awal (Pre-test). Sedangkan pada pengukuran post test menunjukkan hasil nilai

p = 0.012, yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perilaku pencegahan

hipertensi pada kelompok intervensi dan kontrol di pengukuran akhir. Hal ini

dapat menunjukkan bahwa pada pengukuran hasil akhir antara kelompok

kontrol dan intervensi terdapat perubahan yang signifikan, kedua kelompok

menunjukkan adanya perubahan perilaku dalam melakukan pencegahan

hipertensi. Pada kelompok intervensi menunjukkan perubahan yang lebih

banyak yaitu perilaku pencegahan menunjukkan hasil yang baik sebanyak

72,4%.

5.4 Pengaruh Intervensi pada Variabel Penelitian

Pada sub bab ini akan dibahas tentang variabel penelitian yaitu

peningkatan kognisi dan afeksi (perceived benefit of action, perceived barrier to

action, perceived self efficacy, activity related effect), komitmen dan perilaku

pencegahan hipertensi pada remaja.

5.4.1 Menganalisis pengaruh health coaching berbasis health promotion


model terhadap perceifed benefit of action pada perilaku pencegahan
hipertensi pada Remaja.
Tabel 5.8 Hasil uji statistik variabel perceived benefit of action pada kelompok
kontrol dan intervensi di SMA 2 dan 3 Kota Waingapu pada tanggal 13 Mei – 29
Juni 2019.
Pretest Posttest
Variabel Kelompok Min- Maks Min-Maks Nilai P
Median ±SD Median ±SD
Perceifed Intervensi 26 ± 3,416 17-31 29 ± 2,753 24-35 0,000
benefit of
Kontrol 26 ± 3,272 17-30 28 ± 2,198 24-33 0,001
action
103

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa setelah dilakukan uji analisa data dengan

menggunakan uji wilcoxon (α 0,05) pada kelompok intervensi diperoleh nilai p

adalah 0,000, maka nilai p ≤ 0,05 itu artinya terdapat pengaruh intervensi health

coaching berbasis health promotion model terhadap perasaan mendapatkan

manfaat dari pencegahan hipertensi pada remaja. Pada kelompok kontrol juga

dilakukan uji analisa data dengan menggunakan uji wilcoxon (α 0,05), diperoleh

nilai p adalah 0,001, maka nilai p ≤ 0,05 yang artinya ada perubahan persepsi

yang signifikan perceifed benefit of action pada kelompok kontrol sebelum dan

sesudah pengamatan.

5.4.2 Menganalisis pengaruh health coaching berbasis health promotion

model terhadap perceifed barrier of action pada perilaku pencegahan

hipertensi pada Remaja.

Tabel 5.9 Hasil uji statistik variabel perceived barrier of action pada kelompok
kontrol dan intervensi di SMA 2 dan 3 Kota Waingapu pada tanggal 13 Mei – 29
Juni 2019.
Pretest Posttest
Variabel Kelompok Min- Maks Min-Maks Nilai P
Median ±SD Median ±SD
Perceifed Intervensi 19 ± 2,052 13-22 19 ± 2,166 16-24 0,004
barrier of
Kontrol 19 ± 4,515 13-41 19 ± 6,106 10-48 0,194
action

Pada tabel 5.9 ditemukan hasil penelitian bahwa setelah dilakukan uji

analisa data dengan menggunakan uji wilcoxon (α 0,05) pada kelompok intervensi

diperoleh nilai p adalah 0,004, maka nilai p ≤ 0,05 yang artinya terdapat pengaruh

intervensi health coaching berbasis health promotion model terhadap perasaan

adanya hambatan dari pencegahan hipertensi pada remaja. Sedangkan pada

kelompok kontrol setelah dilakukan uji analisa data dengan menggunakan uji

wilcoxon (α 0,05) diperoleh nilai p adalah 0,194, maka nilai p > 0,05 itu artinya
104

tidak terdapat perubahan yang signifikan perceived barrier of action sebelum dan

sesudah pengamatan pada kelompok kontrol.

5.4.3 Menganalisis pengaruh health coaching berbasis health promotion

model terhadap perceifed self efficacy pada perilaku pencegahan

hipertensi pada Remaja.

Tabel 5.10 Hasil uji statistik variabel perceived self efficacy pada kelompok
kontrol dan intervensi di SMA 2 dan 3 Kota Waingapu pada tanggal 13 Mei – 29
Juni 2019.
Pretest Posttesta
Variabel Kelompok Min- Maks Min-Maks Nilai P
Median ±SD Median ±SD
Perceifed Intervensi 19 ± 2,704 13-24 20 ± 1,832 18-24 0,003
self
Kontrol 18 ± 2,972 12-23 20 ± 4,708 1-24 0,234
efficacy

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa setelah dilakukan uji analisa data dengan

menggunakan uji wilcoxon (α 0,05) pada kelompok intervensi diperoleh nilai p

adalah 0,003, maka nilai p ≤ 0,05 itu artinya terdapat pengaruh intervensi health

coaching berbasis health promotion model terhadap efikasi diri remaja pada

pencegahan hipertensi. Sedangkan pada kelompok kontrol setelah dilakukan uji

analisa data dengan menggunakan uji wilcoxon (α 0,05) diperoleh nilai p adalah

0,234, maka nilai p > 0,05 itu artinya tidak terdapat perubahan yang singnifikan

ke arah persepsi yang kuat dari perceived self efficacy sebelum dan setelah

pengamatan dilakukan.

5.4.4 Menganalisis pengaruh health coaching berbasis health promotion


model terhadap komitmen pada perilaku pencegahan hipertensi pada
Remaja.
Tabel 5.11 Hasil uji statistik variabel komitmen pada kelompok kontrol dan
intervensi di SMA 2 dan 3 Kota Waingapu pada tanggal 13 Mei – 29 Juni 2019.
Pretest Posttest
Variabel Kelompok Min- Maks Min-Maks Nilai P
Median ±SD Median ±SD
Intervensi 15 ± 1,866 13-20 17 ± 1,568 15-20 0,000
Komitmen
Kontrol 15 ± 2,228 9-18 17 ± 1,791 13-20 0,001
105

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa setelah dilakukan uji analisa data dengan

menggunakan uji wilcoxon (α 0,05) pada kelompok intervensi diperoleh nilai p

adalah 0,000, maka nilai p ≤ 0,05 itu artinya terdapat pengaruh intervensi health

coaching berbasis health promotion model terhadap komitmen pencegahan

hipertensi pada remaja. Pada kelompok kontrol juga dilakukan uji analisa data

dengan menggunakan uji wilcoxon (α 0,05), diperoleh nilai p adalah 0,001, maka

nilai p ≤ 0,05 yang artinya adalah pada kelompok kontrol juga terdapat perubahan

yang signifikan komitmen remaja dalam perubahan perilaku pencegahan

hipertensi sebelum dan sesudah pengamatan.

5.4.5 Menganalisis pengaruh perceived self efficacy terhadap perceived


barrier to action pada perilaku pencegahan hipertensi pada Remaja.
Tabel 5.12 Hasil uji statistik variabel perceived self efficacy dan perceived barrier
to action pada kelompok kontrol dan intervensi di SMA 2 dan 3 Kota Waingapu
pada tanggal 13 Mei – 29 Juni 2019.
Pretest Posttesta
Variabel Kelompok Min- Maks Min-Maks Nilai P
Median ±SD Median ±SD
Perceifed Intervensi 19 ± 2,704 13-24 20 ± 1,832 18-24 0,003
self
Kontrol 18 ± 2,972 12-23 20 ± 4,708 1-24 0,234
efficacy
Perceifed Intervensi 19 ± 2,052 13-22 19 ± 2,166 16-24 0,004
barrier of Kontrol 19 ± 4,515 13-41 19 ± 6,106 10-48 0,194
action

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa setelah dilakukan uji analisa data pada

variabel perceived self efficacy dengan perceived barrier to action dengan

menggunakan uji wilcoxon (α 0,05) pada kelompok intervensi diperoleh nilai p

adalah 0,003 dan 0,004, maka nilai p ≤ 0,05 itu artinya terdapat pengaruh

perceived self efficacy dengan perceived barrier to action perilaku pencegahan

hipertensi pada remaja. Adanya pengaruh tersebut sesuai dengan konsep Health

promotion model yang menunjukkan bahwa perceived self efficacy mempengaruhi

perceived barrier to action dalam membentuk perilaku seseorang.


106

5.4.6 Menganalisis pengaruh perceived self efficacy terhadap komitmen


pada perilaku pencegahan hipertensi pada Remaja.
Tabel 5.13 Hasil uji statistik variabel perceived self efficacy dan komitmen pada
kelompok kontrol dan intervensi di SMA 2 dan 3 Kota Waingapu pada tanggal 13
Mei – 29 Juni 2019.
Pretest Posttesta
Variabel Kelompok Min- Maks Min-Maks Nilai P
Median ±SD Median ±SD
Perceifed Intervensi 19 ± 2,704 13-24 20 ± 1,832 18-24 0,003
self
Kontrol 18 ± 2,972 12-23 20 ± 4,708 1-24 0,234
efficacy
Intervensi 15 ± 1,866 13-20 17 ± 1,568 15-20 0,000
Komitmen
Kontrol 15 ± 2,228 9-18 17 ± 1,791 13-20 0,001

Tabel 5.13 menunjukkan bahwa setelah dilakukan uji analisa data pada

variabel perceived self efficacy dengan komitmen dengan menggunakan uji

wilcoxon (α 0,05) pada kelompok intervensi diperoleh nilai p adalah 0,003 dan

0,000, maka nilai p ≤ 0,05 itu artinya terdapat pengaruh perceived self efficacy

dengan komitmen perilaku pencegahan hipertensi pada remaja. Adanya pengaruh

tersebut sesuai dengan konsep Health promotion model yang menunjukkan bahwa

perceived self efficacy mempengaruhi komitmen dalam membentuk perilaku

seseorang.

5.4.7 Menganalisis pengaruh health coaching berbasis health promotion

model terhadap perilaku pencegahan hipertensi pada Remaja.

Tabel 5.14 Hasil uji statistik variabel perilaku pada kelompok kontrol dan
intervensi di SMA 2 dan 3 Kota Waingapu pada bulan 13 Mei – 29 Juni 2019.
Pretest Posttest
Variabel Kelompok Min- Maks Min-Maks Nilai P
Median ±SD Median ±SD
Intervensi 71 ± 4,653 57-76 69 ± 3,768 61-75 0.038
Perilaku
Kontrol 67 ± 2,534 63-72 71 ± 4,501 61-77 0.022

Tabel 5.14 menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi setelah

dilakukan uji analisa data dengan menggunakan uji wilcoxon (α 0,05) diperoleh

nilai p adalah 0,038, maka nilai p ≤ 0,05 itu artinya terdapat pengaruh intervensi

health coaching berbasis health promotion model terhadap perilaku pencegahan


107

hipertensi pada remaja. Sedangkan pada kelompok kontrol juga dilakukan uji

analisa data dengan menggunakan uji wilcoxon (α 0,05), diperoleh nilai p adalah

0,022, maka nilai p ≤ 0,05 yang artinya adalah pada kelompok kontrol juga

terdapat perubahan signifikan dari perilaku pencegahan hipertensi sebelum dan

sesudah pengamatan.
108

BAB 6

PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang hasil penelitian pengaruh health coaching

berbasis health promotion model terhadap perilaku pencegahan hipertensi pada

remaja di SMA Kota Waingapu, Sumba Timur.

6.1 Pengaruh Health Coaching Terhadap Perceived Benefit of Action pada

Perilaku Pencegahan Hipertensi pada Remaja

Berdasarkan hasil penelitian pada kelompok remaja menunjukkan bahwa

terdapat pengaruh health coaching terhadap peceived benefit of action atau

manfaat yang dirasakan pada remaja dalam melakukan pencegahan hipertensi.

Perceived benefit dapat diartikan sebagai persepsi keuntungan atau manfaat yang

berhubungan positif dengan perilaku hidup sehat (Pender, 2011). Munculnya

tindakan seseorang bisa dipengaruhi adanya sebuah keuntungan dari tindakan

yang telah dilakukan, salah satunya adalah perilaku kesehatan. Seseorang akan

cenderung melakukan tindakan sekali lagi dan terus menjadi kebiasaan jika

manfaat sudah dirasakan dan hasilnya memang positif. Penelitian yang sudah

dilakukan oleh Khodaveisi (2016) telah berhasil mengemukakan bahwa individu

cenderung menghabiskan waktu mereka dalam aktivitas berulang yang

meningkatkan keuntungan dari pengalaman yang pernah dialami. Perceived

benefits of action merupakan manfaat tindakan yang secara langsung dapat

memotivasi perilaku seseorang (Nursalam, 2016). Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan, remaja dapat meningkatkan perilaku mereka setelah

108
109

mendapatkan manfaat yang dirasakan dalam mengikuti latihan bersama coach

terkait pencegahan hipertensi.

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, menunjukkan bahwa

pengaruh health coaching terhadap perceived benefit of action dapat

memunculkan persepsi positif pada remaja dalam melakukan pencegahan

hipetensi. Sikap ini bisa muncul dikarenakan remaja telah merasakan manfaat dari

tindakan yang dilakukan. Beberapa manfaat yang didapatkan oleh remaja selama

penelitian adalah mendapatkan pengetahuan tentang penyakit hipertensi dan

pencegahannya, sehingga bisa diterapkan kepada orang lain, melakukan

pemeriksaan tekanan darah secara rutin, melakukan olahraga, istirahat yang

cukup, makan-makanan yang bergizi, mengelola stres yang dirasakan dan

mengatur gaya hidup untuk tetap mempertahankan tubuh dalam keadaan sehat.

Remaja juga menunjukkan respon positif dengan mengatakan akan

menyampaikan apa yang didapatkan kepada teman-temannya dan orang lain.

Persepsi setiap remaja bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor juga,

termasuk tingkat pengetahuan, tingkat paparan informasi yang didapatkan dan

tingkat sosioekonomi dan lingkungan dari remaja. Persepsi remaja yang negatif

bisa disebabkan karena ketidaktahuan responden tentang manfaat pencegahan

hipertensi dalam kehidupan (Pender, 2011). Hal ini sejalan dengan penyataan dari

Sukut tahun 2014 yang menyatakan bahwa rendahnya persepsi terhadap manfaat

tindakan dapat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan. Faktor pengetahuan tidak

akan berdiri sendiri tanpa didukung oleh tingkat pendidikan. Sehingga pendidikan

juga mempengaruhi cara dalam menerima atau mengadopsi perilaku baru (Sukut,

2014).
110

Pada kelompok kontrol diperoleh hasil bahwa perceived benefit of action

yang diamati telah mengalami perubahan, dari penilaian pre test dan post test, hal

ini menunjukkan adanya sebuah perbedaan yang terjadi. Pada kelompok kontrol

juga ditemukan adanya peningkatan perilaku remaja dalam mencegah hipertensi

yang didasarkan pada manfaat yang dirasakan. Pada saat proses observasi

penelitian, remaja banyak menunjukkan peningkatan pengetahuan mereka terkait

hipertensi, termasuk pola makan, pola akivitas, pola istirahat, manajemen stres

dan gaya hidup yang lebih baik.

Pada kedua kelompok, baik kelompok kontrol maupun kelompok

intervensi apabila terdapat perubahan pada perceived benefit of action maka

perilaku pencegahan hipertensi juga akan dipengaruhi. Jika remaja sudah mulai

merasakan manfaat dari pengetahuan yang didapatkan, maka akan merubah

perilaku remaja. Kondisi yang demikian ini akan memunculkan bentuk perilaku

remaja untuk mencegah munculnya hipertensi dini, keinginan untuk

meningkatkan kesehatan dan mampu mengontrol aktivitas dengan baik untuk

menciptakan pola hidup yang lebih sehat.

6.2 Pengaruh Health Coaching Terhadap Perceived Barrier to Action pada

Perilaku Pencegahan Hipertensi pada Remaja

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, health coaching

berbasis health promotion model berpengaruh terhadap perceived barrier atau

merasakan adanya hambatan dalam pencegahan penyakit hipertensi pada remaja.

Ada beberapa remaja yang masih memiliki hambatan dalam pencegahan penyakit

hipertensi, tetapi banyak juga remaja yang sudah tidak memiliki hambatan,
111

terutama pada kelompok intervensi yang mendapatkan latihan dan edukasi dari

coach. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan hambatan yang bisa

dialami oleh remaja adalah terlalu banyaknya aktivitas remaja, sehingga waktu

yang dimiliki juga semakin sedikit, rasa gengsi remaja yang terlalu tinggi,

sehingga mudah merasa malu jika diejek oleh temannya, kurang aktivitas

olahraga, dan sifat remaja yang cukup cuek atau kesadaran dirinya rendah. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Khodaveisi et al., 2016) yang

menyebutkan beberapa faktor prediktor dalam munculnya sebuah hambatan.

Hambatan yang dirasakan (perceived barrier) merupakan persepsi yang

dirasakan adanya rintangan untuk melakukan perilaku kesehatan tertentu,

termasuk perilaku pencegahan hipertensi pada remaja (Pender, 2011). Apabila

persepsi hambatan terhadap perilaku sehat tinggi maka perilaku sehat tidak akan

dilakukan, karena akan menimbulkan suatu hambatan. Salah satu cara yang bisa

dilakukan adalah dengan mengurangi hambatan yang ada, sehingga dapat

menyebabkan perubahan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja (Wang et

al., 2015). Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil penelitian, pada kelompok

intervensi yang sudah diberikan pendidikan kesehatan melalui health coaching

telah mampu meningkatkan perilaku kesehatan pada remaja, sehingga hambatan

dalam perilaku pencegahan hipertensi juga semakin menurun. Hasil observasi

selama memberikan health coaching menunjukkan bahwa perilaku pada remaja

sudah mulai ada perubahan, meskipun masih pada perubahan pengetahuan dan

sikap, sehingga memerlukan penanganan segera untuk meningkatkan perilakunya

dalam mengurangi hambatan yang dialaminya.


112

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan yang dirasakan remaja

pada perilaku pencegahan hipertensi adalah pada faktor pemenuhan gizi, aktivitas,

tingat stres dan kurangnya istirahat. Pada faktor makanan, masih banyak remaja

yang mengkonsumsi makanan kurang sehat, seperti kurang sayur dan berlemak

tinggi. Faktor makanan yang kurang sehat tersebut juga dibarengi dengan

kurangnya aktivitas berolahraga dan istirahat, karena banyaknya aktivitas yang

dilakukan oleh remaja. Sehingga akan menimbulkan kelelahan dan stres baik fisik

maupun psikologis. Hal itulah yang akan memicu munculnya kekakuan pada

pembuluh darah, sehingga lama-kelamaan akan meningkatkan tekanan darah.

Beberapa remaja juga ada yang merokok dan mengkonsumsi alkohol, meskipun

tidak setiap hari dilakukan, hal tersebut juga bisa menjadi kebiasaan dan memicu

munculnya penyakit hipertensi (Kadir, 2015; Black & Hawks, 2014).

Pada kelompok kontrol menunjukkan hasil penelitian bahwa selama

pengamatan dilakukan, tidak ditemukannya adanya perbedaan hambatan yang

dirasakan oleh remaja. Remaja di kelompok kontrol masih memiliki banyak

hambatan dalam meningkatkan perilaku pencegahan hipertensi. Hal ini bisa

terjadi dikarenakan remaja pada kelompok kontrol belum diterapkan metode

health coaching, sehingga sikap kesadaran diri mereka dalam melakukan

pencegahan hipertensi juga kurang baik.

Perceived barrier umumnya menimbulkan motivasi untuk tidak

melakukan perilaku tertentu. Ketika kesiapan dan kemampuan melakukan suatu

tindakan rendah sedangkan hambatan tinggi maka perilaku tidak mungkin terjadi.

Sebaliknya jika hambatannya rendah maka probabilitas perilaku untuk terjadi

menjadi tinggi. Hambatan yang bisa terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor
113

demografi diantaranya usia, jenis kelamin, pendidikan orangtua, indeks masa

tubuh dan banyaknya kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Usia bisa

mempengaruhi seseorang bisa terkena penyakit hipertensi atau tidak, pada

umumnya hipertensi banyak terjadi pada usia dewasa ataupun lansia. Tetapi saat

ini usia mudah bahkan remaja juga sudah cukup banyak yang mengalami

hipertensi, faktor penyebab utamanya adalah gaya hidup dan lingkungan dalam

melakukan pergaulan.

Remaja dikatakan berhasil dalam mencegah hambatan yang dirasakan

dengan menunjukkan sikap peningkatan kesadaran diri untuk mencegah penyakit

hipertensi, menunjukkan tindakan dalam melakukan pencegahan dan memiliki

mawas diri yang tinggi untuk menjaga kesehatan diri, meskipun berada dalam

kondisi usia yang masih muda.

6.3 Pengaruh Health Coaching Terhadap Perceived Self Efficacy pada

Perilaku Pencegahan Hipertensi pada Remaja

Penelitian yang sudah dilakukan didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh

health coaching terhadap perceived self efficacy atau efikasi diri pada remaja

untuk melakukan pencegahan hipertensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Jefferson tahun 2011 yang menyatakan bahwa saat

memberikan promosi kesehatan di masyarakat, intervensi health coaching

memang sangat membantu dan efektif terutama dalam pendidikan untuk merubah

perilaku kesehatan remaja, salah satunya adalah dengan memperbaiki efikasi diri

remaja melalui penguatan perilaku yang baru, yang bisa terbentuk selama fase

pembinaan berlangsung (Jefferson, 2011). Sejalan juga dengan konsep yang


114

dikemukakan oleh Hermens tahun 2014 yang menunjukkan bahwa pembinaan

melalui health coaching merupakan salah satu cara efektif yang baik digunakan

dalam meningkatkan efikasi diri masyarakat, sehingga dapat terpeliharanya gaya

hidup yang lebih sehat. Intervensi health coaching juga sudah pernah

diaplikasikan pada remaja yang berada di perkotaan, terutama remaja yang

beresiko menjadi penderita diabetes melitus tipe 2. Saat intervensi health

coaching diimplementasikan, dapat ditemukan adanya perubahan yang lebih

mawas diri pada diri remaja dalam mencegah timbulnya penyakit diabetes melitus

tipe 2, sehingga remaja lebih sehat dan dapat terus membiasakan pola hidup sehat

dalam kehidupan sehari-hari (Hermens, 2014). Selain itu intervensi health

coaching juga dibuktikan telah mampu meningkatkan efikasi diri pada wanita usia

subur untuk melakukan pencegahan kanker serviks dan melakukan pemeriksaan

inspeksi dengan asam asetat. Sehingga metode health coaching memang memiliki

keefektifan yang cukup baik untuk digunakan sebagai metode promosi kesehatan,

terutama pada agregat remaja dan dewasa (Nisa’, 2018).

Perubahan efikasi diri dapat menunjukkan peningkatan setelah dilakukan

health coaching pada beberapa pasien dengan rentang usia dewasa. Faktor-faktor

yang lain juga dapat dikontrol antara lain tekanan darah, indeks masa tubuh,

jumlah lemak, konsumsi obat, dan pencegahan depresi (Bennet et al., 2009). Hal

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan, health coaching juga memberikan

efek yang baik terhadap efikasi diri remaja dalam melakukan perubahan perilaku

pencegahan hipertensi.

Berdasarkan Teori Health Promotion Model disebutkan bahwa salah satu

faktor personal seperti usia bisa menjadi perancu dalam pemberian intervensi,
115

karena memang kurang cocok jika diterapkan pada kelompok toodler dan lansia

(Aligood, 2017). Pada faktor pendidikan orangtua, perilaku pencegahan hipertensi

juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dari orang tua. Dikarenakan pada

keluarga yang memiliki orangtua dari segi pendidikan dasar kemungkinan kurang

mengetahui tentang hipertensi secara mendetail, bisa juga dikarenakan kurangnya

paparan informasi yang diberikan, sehingga pemahaman keluarga juga kurang

baik dan tidak dapat menerapkannya secara mandiri rumah. Pendidikan juga dapat

menentukan pengetahuan seseorang secara umum, orangtua yang berpendidikan

tinggi akan lebih rasional dan terbuka dalam menerima segala informasi, sehingga

wawasan yang didapatkan lebih luas. Wawasan yang luas tersebut juga bisa

diterapkan dalam menghasilkan kebiasaan dan sikap yang positif dalam

menghadapi permasalahan (Effendy, Lestari & Bakar, 2017).

Efikasi diri pada remaja bisa didapatkan dan dirubah melalui pengalam yang

sudah pernah dilakukan sebelumnya, bisa melalui lingkungan sosial, penguatan

dari semua sumber dan dukungan dari masing-masing peer group. Efikasi diri

merupakan keyakinan yang dimiliki oleh setiap orang dalam melakukan

penyelesaian sebuah masalah, bisa melalui pengalaman, keyakinan dan

kemampuan, sehingga didapatkan keberhasilan dalam menghadapi kehidupan

(Pender, 2011). Efikasi diri diibaratkan seperti jati diri setiap orang, jika efikasi

diri tidak dimiliki oleh seseorang, maka selama melakukan tindakan dan

mengambil keputusan semuanya akan didasarkan pada keraguan.

Seseorang yang memiliki efikasi diri baik akan memiliki keyakinan yang

lebih pada dirinya bahwa dia memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan

termasuk perubahan pada kebiasaan yang lebih sehat. Selama penelitian, peneliti
116

melakukan coach atau melatih remaja untuk meningkatkan perilaku remaja dalam

melakukan pencegahan hipertensi, yaitu melalui media audiovisual dan leaflet.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nisa’, 2018) yang

mengatakan bahwa pelatihan yang bersifat kontinyu dan terstruktur bisa membuat

efikasi diri pada wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan kanker serviks

dan IVA. Sehingga hasil tersebut juga memiliki manfaat yang efektif jika

diberikan kepada remaja untuk melakukan pencegahan hipertensi.

Efikasi diri bisa terlihat dari berbagai segi baik perilaku, proses kognisi,

motivasi, afeksi maupun selektif. Efikasi diri dapat mempengaruhi kognitif

seseorang dikarenakan pengalaman-pengalaman sebelumnya yang sudah

tersimpan akan diolah kembali menjadi pengetahuan yang baru (Effendy, Lestari

& Bakar, 2017). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa efikasi diri

pada remaja baik kelompok kontrol maupun intervensi memiliki perbedaan yang

cukup signifikan pada sebelum dan sesudah pengamatan dilakukan. Sehingga

memang efikasi diri itu bisa dibentuk dengan baik melalui pengalaman diri sendiri

dan lingkungan, akan tetapi jika saat menumbuhkan efikasi diri dibarengi dengan

health coaching maka manfaatnya akan lebih terasa. Saat efikasi diri remaja sudah

terbentuk maka keyakinan remaja dalam melakukan pencegahan hipertensi juga

semakin meningkat.

6.4 Pengaruh Health Coaching Terhadap Komitmen pada perilaku

Pencegahan Hipertensi Pada Remaja

Hasil penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa health coaching

berbasis health promotion model memiliki pengaruh pada komitmen remaja untuk

melakukan tindakan pencegahan hipertensi. Pada kelompok kontrol dan kelompok


117

intervensi mengalami kenaikan komitmen menjadi lebih baik, akan tetapi

peningkatan komitmen pada kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan

kelompok kontrol, karena memang pada kelompok intervensi diberikan

pendidikan kesehatan melalui health coaching sehingga memungkinkan

peningkatan komitmen yang lebih tinggi.

Komitmen terbagi mejadi tiga jenis yaitu komitmen afektif, berkelanjutan

dan normatif (Soekidjan, 2009). Berdasarkan hasil penelitian komitmen afektif

pada remaja ditunjukkan dari terdapatnya peningkatan nilai komitmen menjadi

lebih tinggi, yang dibuktikan dengan hasil posttest yang mengalami kenaikan

daripada pretest pada kelompok intervensi. Komitmen berkelanjutan pada remaja

dalam pencegahan penyakit hipertensi tidak bisa terlihat secara langsung, karena

membutuhkan pengamatan yang lebih dan lama menunggu perilaku dapat

terbentuk pada diri individu. Sedangkan untuk komitmen normatif pada remaja

akan menimbulkan perasaan kewajiban atau tugas yang sudah seharusnya

dilakukan sebagai tanggungjawab dan akan menghasilkan manfaat jika

pencegahan penyakit hipertensi dilakukan.

Pender (2011) mengemukakan bahwa komitmen merupakan keinginan

untuk melakukan suatu perilaku kesehatan tertentu, termasuk identifikasi strategi

untuk melakukannya dengan baik. Niat untuk berperilaku (komitmen) adalah

suatu keinginan atau rencana yang akan dilakukan (Pender et al., 2011).

Munculnya niat untuk melakukan komitmen didasari karena adanya pengetahuan

atau informasi yang didapatkan tentang pentingnya menjaga kesehatan dan

mencegah hipertensi. Menurut (Notoadmojo, 2003) pengetahuan mencakup

domain kognitif dengan beberapa tingkatan yaitu tahu (know), mengingat kembali
118

(recall) dan memahami (comprehension). Pada remaja yang sudah diberikan

pendidikan kesehatan melalui health coaching maka tingkat pengetahuannya juga

akan meningkat, tidak hanya tahu tetapi juga memiliki pemahaman yang baik,

sehingga bisa menghasilkan komitmen pada setiap remaja untuk melakukan

tidakan pencegahan hipertensi.

Perilaku komitmen remaja dalam pencegahan hipertensi dinilai dari

kemampuan untuk menunjukkan sikap atau perubahan ke arah yang lebih positif,

sebagai contohnya adalah keinginan untuk hidup lebih sehat, keinginan untuk

menambah pengetahuan, mengkonsumsi makanan yang bergizi dan

beranekaragam, memperbanyak olahraga, istirahat teratur dan menghindari rokok

ataupun alkohol. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Purwono

(2015) yang menyatakan bahwa komitmen akan muncul dan dipengaruhi oleh

sikap remaja dalam melakukan perubahan perilaku pencegahan hipertensi. Sejalan

juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Nisa (2018) yang menyatakan bahwa

health coaching dapat memberikan pengaruh pada efikasi diri, komitmen dan

tindakan pada wanita usia subur dalam mengubah perilaku pencegahan kanker

serviks (Purwono, 2015; Nisa’, 2018).

Berdasarkan (Dyne 2005) komitmen memiliki beberapa faktor yang

mempengaruhi, salah satunya adalah kepribadian dan pandangan positif. Individu

yang memiliki orientasi kepada kesehatan akan memungkinkan untuk memiliki

komitmen yang lebih tinggi, karena pandangan positifnya terhadap pentingnya

kesehatan juga semakin membaik.


119

6.5 Pengaruh Health Coaching Terhadap Perilaku pada Pencegahan

Hipertensi pada Remaja

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa health

coaching berbasis health promotion model berpengaruh terhadap perilaku pada

pencegahan hipertensi pada remaja. Perilaku harus dilihat dari tiga aspek yaitu

pengetahuan, sikap dan tindakan, tidak hanya bisa dilihat dari satu aspek dan

hanya dalam waktu yang singkat (Notoatmodjo, 2012). Penerapan health

coaching pada penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Persell

tahun 2018 yang menunjukkan hasil bahwa perilaku manajemen diri pada

penderita hipertensi yang tidak terkontrol dengan menggunakan health coaching

berbasis smartphone menimbulkan efek yang positif dibanding hanya

memberikan pendidikan kesehatan saja (Persell et al.,2018). Sama halnya dengan

penelitian yang dilakukan, health coaching dengan media audiovisual dan leaflet

juga memberikan pengaruh positif terhadap perilaku pencegahan hipertensi

remaja.

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil ilmu seseorang

untuk menjadi tahu melalui indera yang dimiliki. Pengetahuan akan muncul

seiring dengan intensitas perhatian dan persepsi yang diberikan (Notoatmojo,

2012). Pengetahuan merupakan respon terhadap rangsangan dari luar individu,

baik rangsangan muncul dari lingkungan sosial maupun lingkungan keluarga.

Pengetahuan yang didapatkan remaja dari implementasi metode health coaching

adalah pengetahuan tentang penyakit hipertensi dan cara mencegahnya, yang

diberikan melalui media audiovisual dan leaflet.


120

Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan meningkat tajam

pada kelompok intervensi setelah post test dilakukan, artinya pemahaman remaja

juga mengalami peningkatan. Hal ini menandakan bahwa health coaching

memang memiliki keefektifan yang baik dalam meningkatkan pengetahuan.

Pengetahuan yang didapatkan oleh remaja melalui metode health coaching adalah

pengetahuan tentang perilaku pencegahan hipertensi, yang terdiri dari konsep dari

hipertensi, kebutuhan istirahat dan tidur yang cukup, pola makan sehari-hari,

keterlibatan faktor keturunan, kebiasaan merokok, minum kopi, alkohol, aktivitas

dan olahraga, kebiasaan bergadang dan tingkat stresor. Teryata setelah

mendapatkan pendidikan kesehatan, memang terdapat peningkatan pengetahuan

yang sangat signifikan. Hal ini harus terus dikembangkan agar bisa diaplikasikan

dalam sikap dan tindakan.

Pengetahuan yang muncul dari metode health coaching dapat menunjukkan

hasil yang lebih baik dikarenakan bentuk pembinaan sistem coach bisa mendidik

remaja dalam melakukan perilaku pencegahan hipertensi, yang sejalan dengan

hasil penelitian yang mengemukakan bahwa pembinaan kesehatan merupakan

pendekatan yang menjanjinkan dan efektif dalam melakukan pengelolaan

hipertensi. Hal ini ditunjukkan berdasarkan adanya penurunan tekanan darah

sistolik dan diastolik, setelah dilakukan pembinaan dengan pendekatan perawatan

holistik (Crittenden, Seibenhener, & Hamilton, 2017).

Pada Teori Health Promotion Model dijelaskan bahwa kognitif perilaku

spesifik dan sikap terdiri dari manfaat tindakan yang secara langsung memotivasi

perilaku baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menentukan rencana

kegiatan selanjutnya untuk mencapai manfaat (Effendy, Lestari & Bakar, 2017).
121

Sikap pada remaja dalam melakukan pencegahan penyakit hipertensi akan muncul

seiring dengan meningkatnya pengetahuan yang didapatkan. Sikap yang tinggi

dalam melakukan pencegahan akan menghasilkan sebuah aktivitas yang positif

dan memunculkan keyakinan untuk memulai melakukan perubahan pada

kebiasaan sehari-hari.

Sikap yang sudah terbentuk akan memunculkan suatu tindakan yang bersifat

membangun dan positif. Hasil penelitian sejalan dengan hasil penelitian dari

(Yunitasari, 2016) yang menyatakan bahwa tindakan bisa terbentuk karena adanya

sebuah interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial tidak cukup

hanya kontak sosial dan hubungan antar individu saja, melainkan menghasilkan

hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola kebiasaan masing-masing

individu sebagai anggota masyarakat. Sejalan juga dengan penelitian yang

dilakukan oleh (Beate West 2014) yang berjudul health coaching sebagai

konseling dalam perubahan perilaku atau tindakan. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa setelah dilakukan komunikasi dan interaksi selama fase

pembinaan kesehatan, menunjukkan munculnya tindakan yang positif untuk

meningkatkan kesehatan sehingga muncul suatu perbaikan. Berdasarkan hasil

penelitian, baik dari kelompok kontrol maupun kelompok intervensi masih belum

menunjukkan peningkatan tindakan yang cukup singifikan, dikarenakan memang

tindakan tidak bisa diukur secara cepat dan langsung, tetapi membutuhkan waktu

yang cukup lama dan bertahap. Pada kelompok intervensi menunjukkan tindakan

pencegahan hipertensi lebih meningkat, meskipun hanya sedikit. Hal ini

menunjukkan bahwa memang metode health coaching memiliki keefektifan yang

baik juga dalam membentuk tindakan remaja. Apabila metode diterapkan lebih
122

lama lagi dan bertahap, maka tindakan yang dihasilkan juga akan mengalami

peningkatan.

Menurut Pender dalam Purwono (2015) menyatakan bahwa sikap sangat

mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang. Sikap yang berhubungan dengan

aktivitas mendeskripsikan perasaan positif dan negatif perilaku itu sendiri.

Perasaan yang dihasilkan kemungkinan akan mempengaruhi apakah individu akan

mengulang perilaku itu lagi atau mempertahankan perilaku lama yang sudah

pernah dilakukan. Pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa selama dilakukan tindakan health coaching remaja mulai

melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih positif, sebagai contohnya

adalah mulai muncul keinginan dan mawas diri untuk gaya hidup yang lebih

sehat.

Sikap atau emosi merupakan indikator yang mempengaruhi perilaku

kesehatan. Individu merasa berhubungan dengan perilaku tertentu sehingga

menciptakan reaksi emosional untuk memberikan respon secara langsung apakah

perilaku itu positif atau negatif, apakah itu menyenangkan atau tidak

menyenangkan. Perasaan atau emosi yang positif akan membuat pengulangan

perilaku sehat, sebaliknya perasaan atau emosi negatif membuat kemungkinan

pengulangan perilaku menjadi menurun. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan yaitu remaja merupakan pribadi yang masih memiliki emosi yang labil,

sehingga emosinya mudah untuk berubah-ubah. Remaja harus dibiasakan untuk

diberikan pendidikan kesehatan yang positif agar bisa menjadi agen pengubah saat

sudah menjadi dewasa nantinya. Selama penelitian, remaja yang diberikan health

coaching menunjukkan emosi yang positif dalam sikap yang berhubungan dengan
123

perilaku, sikap mereka yang awalnya sangat acuh dan tidak tahu mengalami

peningkatan pendidikan dan menjadi lebih bersemangat untuk melakukan

perubahan perilaku.

Pada kedua kelompok menunjukkan bahwa terdapat perubahan perilaku

pencegahan hipertensi. Pada kelompok intervensi, perubahan perilaku muncul

dikarenakan adanya intervensi health coaching sehingga remaja mendapatkan

pendidikan kesehatan melalui 4 fase, yang dimulai dari fase pre visit sampai fase

evaluasi dan feedback, sehingga perilaku remaja dalam melakukan pencegahan

hipertensi juga dapat terbentuk. Sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan

adanya perubahan perilaku remaja dalam pencegahan hipertensi sebelum dan

sesudah observasi dilakukan. Hal ini bisa terjadi karena remaja sudah mulai

menunjukkan kesadaran dirinya dalam menjaga kesehatan dan melakukan pola

hidup yang lebih sehat.

Perilaku pencegahan hipertensi remaja pada hasil penelitian dapat

diidentifikasi dari pengetahuan, sikap dan tindakan dari remaja. Pengetahuan

remaja sudah menunjukkan peningkatan ke arah yang sangat baik. Pada sikap dan

tindakan didapatkan hasil penelitian juga mengalami peningkatan, meskipun tidak

sangat signifikan. Perubahan lebih terlihat pada kelompok kontrol, remaja sudah

mulai menunjukkan sikap dan tindakan dalam mencegah hipertensi. Remaja mulai

melakukan olahraga dengan serius di sekolah dibandingkan sebelumnya, remaja

sudah menunjukkan keinginan dalam berhenti merokok, mengatur pola makan

dan mulai menyukai menu-menu yang banyak sayur, tidur tepat waktu dan

mengurangi begadang dengan memaksimalkan mengerjakan tugas saat siang hari.


124

Hasil penelitian tersebut sejalan juga dengan penelitian Mahanta (2017)

yang menunjukkan bahwa perilakuyang bisa ditunjukkan remaja dalam

mengontrol hipertensi adalah dengan memodifikasi faktor risiko yang dapat

diubah. Faktor tersebut adalah merokok, konsumsi alkohol, perasaan sedih atau

tertekan, kurangnya aktivitas, tingkat konsumsi garam, pola makan dan obesitas

(Mahanta et al., 2017).

6.6 Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan masih memiliki keterbatasan. Adapun

beberapa keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Peneliti mengevaluasi perubahan perilaku yang sudah terjadi pada

remaja, sudah ditemukan hasil bahwa health coaching memiliki

pengaruh dalam perubahan perilaku remaja, akan tetapi dibutuhkan

untuk mengevaluasi tindakan lebih baik lagi.

2. Teknik pengambilan sampel dengan simpel random sampel,sehingga

data tidak homogen.

3. Pengumpulan data penelitian terbatas hanya menggunakan kuisioner


125

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Health coaching dapat meningkatkan Perceived benefit of action terhadap

perubahan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja

2. Health coaching dapat mengurangi Perceived barrier to action terhadap

perubahan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja

3. Health coaching dapat meningkatkan self efficacy terhadap perubahan

perilaku pencegahan hipertensi pada remaja

4. Health coaching dapat meningkatkan komitmen terhadap perubahan perilaku

pencegahan hipertensi pada remaja

5. .Perilaku pencegahan hipertensi pada remaja mengalami peningkatan,

diuraikan dengan adanya peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan.

7.2 Saran

Sesuai dengan hasil penelitian di atas maka dapat dikemukakan saran-saran

sebagai berikut:

1. Bagi sarana sekolah, sebaiknya memfasilitasi untuk mengadakan skrining

hipertensi tiap 6 bulan sekali dengan mendatangkan petugas kesehatan dari

puskesmas. Sehingga bisa dilakukan kontrol kesehatan rutin untuk remaja

yang ada di sekolah.

125
126

2. Bagi tenaga kesehatan, khususnya perawat termasuk perawat yang menjadi

tenaga kesehatan di sekolah (UKS). Sebaiknya rutin untuk melaksanakan

promosi kesehatan pada remaja-remaja di wilayahnya, dan dapat menerapkan

metode health coaching untuk meningkatkan perilaku remaja dalam

pencegahan hipertensi.

3. Bagi remaja agar lebih aktif dalam mengikuti seminar kesehatan

4. Bagi peneliti selanjutnya

Untuk selanjutnya diharapkan lebih memperbanyak jumlah sampel untuk

mendapatkan hasil yang lebih variatif dengan menggunakan teknik

pengambilan sampel dengan teknik yang lain agar lebih mewakili.


127

DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M. R. & Tomey, A. M. (2017) Pakar Teori Keperawatan dan Karya


Mereka. Edisi Indo. Elsevier, Singapura.
Bassareo, P. P. and Mercuro, G. (2014) ‘Pediatric hypertension: An update on a
burning problem’, World Journal of Cardiology, 6(5), p. 253. doi:
10.4330/wjc.v6.i5.253.
Bennett, H. et al. (2009) ‘monitoring , and home-titration in controlling
hypertension among low-income patients : protocol for a randomized
controlled trial’, 6, pp. 1–6. doi: 10.1186/1471-2458-9-456.
Centre, T. evidence (2014) ‘Does health coaching work ? Key themes’, (April).
Crittenden, D., Seibenhener, S. and Hamilton, B. (2017) ‘of Hypertension’, TJNP:
The Journal for Nurse Practitioners. Elsevier, Inc, 13(5), pp. e237–e239.
doi: 10.1016/j.nurpra.02.010.
Dye, C. et al. (no date) ‘Improving Chronic Disease Self-Management by Older
Home Health Patients through Community Health Coaching’, pp. 1–23. doi:
10.3390/ijerph15040660.
Effendy, F. F., Lestari, P., & Bakar, A. (2017). Pengaruh Health Coaching
dengan pendekatan Health Belief Model Terhadap Perilaku Compliace dan
Kestabalin Tekanan Darah Penderita Hipertensi. Surabaya: Fakultas
Keperawatan Unair.
Fadhilah, D.K., (2016), Analisis faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu
dalam pemenuhan nutrisi pada balita dengan status gizi lebih dan obesitas di
Desa Karangrejo Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri, Skripsi, Universitas
Airlangga.
Gopinath, B. et al. (2012) ‘Relationship between a range of sedentary behaviours
and blood pressure during early adolescence’, Journal of Human
Hypertension. Nature Publishing Group, 26(6), pp. 350–356. doi:
10.1038/jhh.2011.40.
Has, E. M., Prahasiwi, D. F., Wahyuni, S. D., Nursalam, & Efendi, F. (2018).
Mothers’ Behaviour Regarding School-Aged Children’s Nutrition: In
Indonesia. Indian Journal of Public Health Research & Development , 318-
322.
hermens, H. et al. (2014) ' Personalized Coaching Systems to Support Healthy
Behaviour in People with Chronic Conditions', Journal of
Electromyography and Kinesiology. Elsevier Ltd. 24(6), pp. 815-826. doi:
10.1016/j.jelekin.2014.10.003.
Hidayat'e, N. Z. (2017). Hubungan Persepsi dengan Perilaku Kesehatan
Masyarakat Terhadap Penderita Tuberculosis Berbasis Health Promotion
Model di Wilayah Kerja Puskesmas Pegirian Surabaya. Surabaya: Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga.
128

Huffman, M. H. (2016) ‘Advancing the Practice of Health Coaching’, Workplace


Health and Safety, 64(9), pp. 400–403. doi: 10.1177/2165079916645351.
Jefferson, V. et al. (2011) 'Coping Skills Training in a Telephone Health
Coaching Program for Youth at Risk for Type 2 Diabetes', Journal of
Pediatric Health Care. Elsevier Ltd. 25(3), pp. 153-161. doi:
10.1016/j.pedhc.2009.12.003.
Kalangi, J. A. et al. (2006) ‘A Simulation-Driven Approach For A Cost Efficient
Airport Wheelchair Assistance Service’, 3(April), pp. 1–19.
Khodaveisi, M. et al., (2016), Dietary behavior status and its predictors based on
the Pender`s Health Promotion Model constructs among overweight women
referred to Fatemieh hospital clinics in Hamedan,Journal of Nursing
Education, 5(2), pp.31–39.
Macadam, C. (2013) ‘Health Coaching – a powerful approach to support Self-
Care’.
Madruga, J. G., Silva, F. M. and Adami, F. S. (2016) ‘¸ a de hipertensão em
adolescentes’, 35(9). doi: 10.1016/j.repc.2016.03.004.
Mahanta, T. G. et al. (2017) ‘Determinants of hypertension amongst school going
adolescents aged 13-15 yrs in Assam’, Clinical Epidemiology and Global
Health. INDIACLEN. doi: 10.1016/j.cegh.2017.08.005.
Margolius, D. et al. (2012) ‘Health Coaching to Improve Hypertension Treatment
in a Low-Income , Minority Population’, pp. 199–205. doi:
10.1370/afm.1369.INTRODUCTION.
Nazem, F., Chenari, H. and Sadeghi, O. (2013) Validation of the scale of
knowledge management assessment in the technical and vocational training
organization of Tehran, Proceedings of the European Conference on
Knowledge Management, ECKM. doi: 10.1161/HYP.0000000000000065.
Nisa', K. (2018). Pengaruh Health Coaching Berbasis Health Promotion Model
Terhadap Self-Efficacy, Komitmen, dan Tindakan pada Wanita Usia Subur
(WUS) dalam Melaksanakan Pencegahan Kanker Serviks dan Inspeksi
Visual Asetat (IVA). Surabaya: Fakultas Keperawatan Unair.
Notoatmodjo, S. (2012) Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Rineka
Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, S. (2003) Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta,
Jakarta.
Nursalam (2016) Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. 5th edn. Jakarta: Salemba Medika.
Paula, L. et al. (2018) ‘Clinical Nutrition ESPEN Effects of the Dietary Approach
to Stop Hypertension ( DASH ) diet on blood pressure , overweight and
obesity in adolescents : A systematic review’, Clinical Nutrition ESPEN.
Elsevier Ltd. doi: 10.1016/j.clnesp.2018.09.003.
129

Pender, N.J., (2011), Heath Promotion Model Manual. University of Michigan.


Available at: http://hdl.handle.net/2027.42/85350 [Accessed April 20, 2017].

Pender, N.J., Murdaugh & Parsons, (2011), Health Promotion in Nursing Practice
6th ed., Boston, MA Pearson.
Persell, S. D. et al. (2018) ‘Design of a randomized controlled trial comparing a
mobile phone-based hypertension health coaching application to home
blood pressure monitoring alone : The Smart Hypertension Control Study’,
Contemporary Clinical Trials. Elsevier, 73(August), pp. 92–97. doi:
10.1016/j.cct.2018.08.013.
Purwanto, H. (2009) Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan. EGC,
Jakarta.
Purwono, J. (2015). Hubungan Sikap dan Persepsi Manfaat dengan. Jurnal
Kesehatan Metro Sai Wawai , 37-42.
Rashidi, H. et al. (2019) ‘Diabetes & Metabolic Syndrome : Clinical Research &
Reviews Incidence of obesity , overweight and hypertension in children and
adolescents in Ahvaz southwest of IRAN : Five-years study’, 13, pp. 201–
205. doi: 10.1016/j.dsx.2018.05.021.
RI, K. (2018) Riset Kesehatan Dasar. Jakarta.
Saraiva, B. T. C. et al. (2017) ‘Association between hypertension in adolescents
and the health risk factors of their parents: An epidemiological family
study’, Journal of the American Society of Hypertension. American Society
of Hypertension, (2018). doi: 10.1016/j.jash.2017.12.011.
Sitanggang, Y., Amin, M., Sukartini, T. (2017) ‘Health Coaching Berbasis Health
Promotion Model Terhadap Peningkatan Efikasi Diri dan Perilaku
Pencegahan Penularan Pada Pasien TB Paru’, Jurnal Penelitian Kesehatan
Suara Forikes, 8(4), pp. 172–179.
Spearman, R.- (2017) ‘Faktor Risiko Hipertensi Pada Remaja Enny Probosari
Bagian Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro ABSTRAK’,
5(1), pp. 18–27.
Sukut, S.S., Arif, Y.S. & Qur’aniati, N., 2015, Faktor kejadian diare pada balita
dengan pendekatan Teori Nola J. Pender di IGD RSUD Ruteng, Jurnal
Pediomaternal, 3., pp.230–249.
Thabit, M. F. and Al-janabi, S. K. (2018) ‘Life style modification in the
management of hypertension in a sample of hypertensive patients attending
Primary Health Care centers at Baghdad city’, 14(1), pp. 13–17.
UCSF Center for Excellence in Primary Care (2014) ‘The 10 Building Blocks of
Primary Care: Health Coaching in Primary Care – Intervention Protocol’.
Ulya, Z., Iskandar, A., & Asih, F. T. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan
dengan Media Poster Terhadap Pengetahuan Manajemen Hipertensi pada
130

Penderita Hipertensi. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman


Journal of Nursing), 38-46.
Wang, J. et al., 2015, Impact of perceived barriers to healthy eating on diet and
weight in a 24-month behavioral weight loss trial,Journal of Nutrition
Education and Behavior, 47 (5), pp.432–436.
Wang, J. et al. (2018) ‘Differences in prevalence of hypertension and associated
risk factors in urban and rural residents of the northeastern region of the
People ’ s Republic of China : A cross-sectional study’, pp. 1–14.

Webster, E. K. et al. (2018) ‘A cross-sectional study on the relationship between


the risk of hypertension and obesity status among pre-adolescent girls from
rural areas of Southeastern region of the United States’, Preventive
Medicine Reports. Elsevier, 12(May), pp. 135–139. doi:
10.1016/j.pmedr.2018.09.006.
Widiana, R. (2006) ‘Paediatrica Indonesiana’, 46(5), pp. 127–133. doi:
10.14238/pi.
Willard-grace, R. et al. (2015) ‘Kesehatan Coaching oleh Asisten Medis untuk
Meningkatkan Kontrol Diabetes, Hipertensi, dan Hiperlipidemia di
Berpenghasilan Rendah Pasien: A Trial Acak Terkendali’, 13(2), pp. 130–
138.
Wolever, R. Q., Dreusicke, M., Fikkan, J., Hawkins, T. V, Yeung, S., Wakefield,
J., Duda, L., Flowers, P. and Cook, C. (2010) ‘“Integrative Health Coaching
for Patients With Type 2 Diabetes”.’
Wong-Rieger, D. and Rieger, F. P. (2013) ‘Health coaching in diabetes:
empowering patients to self-manage’, Canadian journal of diabetes.
Elsevier Ltd, 37(1), pp. 41–44. doi: 10.1016/j.jcjd.2013.01.001.
Xu, R. Y. et al. (2018) ‘Nutrition , Metabolism & Cardiovascular Diseases Body
mass index , waist circumference , body fat mass , and risk of developing
hypertension in normal-weight children and adolescents’, pp. 6–11. doi:
10.1016/j.numecd.2018.05.015.
131

Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN BAGI RESPONDEN PENELITIAN

Saya Ester Radandima, mahasiswa Program Studi Magister Keperawtan


Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, akan melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Health Coaching Terhadap Perubahan Perilaku Pencegahan
Hipertensi pada Remaja dengan Pendekatan Health Promotion Model di
SMA Kota Waingapu, Sumba Timur“

Untuk itu saya mohon kesedian Saudara/Saudari untuk berkenan menjadi


partisipan dalam penelitian tersebut. Adapun hal-hal yang perlu saudara ketahui
diantaranya :

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh health coaching terhadap
perubahan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja dengan pendekatan
Health Promotion Model

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai teknik
pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan yang dapat digunakan dalam praktik
keperawatan pada hipertensi remaja dalam meningkatkan efikasi diri dan perilaku
pencegahan hipertensi.

Perilaku yang Diterapkan pada Subjek


Penelitian ini merupakan penelitian intervensi yang diberikan pada remaja untuk
melakukan pencegahan penyakit Hipertensi, adapun hal-hal yang diterapkan pada
subjek penelitian adalah:
1. Pada tahap awal responden akan dilakukan pemeriksaan tekanan darah terlebih
dahulu
2. Responden akan diminta mengisi kuisioner prior related behaviour, komitmen
dan perilaku tentang pencegahan hipertensi pada saat pretest
3. Penjelasan tentang intervensi health coaching dan tahap yang akan diterapkan
pada subjek penelitian
4. Responden akan diberikan intervensi health coaching selama 4 minggu yang
terdiri dari 4 tahap dengan media promosi kesehatan yaitu video dan leaflet
5. Setelah pelaksanaan selesai, maka responden akan diminta untuk mengisi
kuisioner lagi sebagai post test

Bahaya Potensial
Penelitian ini tidak menimbulkan dampak yang berbahaya kepada responden,
dikarenakan responden diminta untuk mengisi kuisioner dan intervensi yang
dilakukan cukup memberikan pendidikan kesehatan kepada remaja tentang
pencegahan hipertensi dengan health coaching dan media promkesnya adalah
video dan leaflet
132

Hak Responden
1. Apabila ditengah proses penelitian responden merasa tidak sesuai atau muncul
hal-hal yang tidak diinginkan, maka responden diperkenankan untuk mundur
dari penelitian ini.
2. Identitas responden akan dirahasiakan sepenuhnya oleh peneliti dan hanya data
yang disampaikan oleh responden yang akan di gunakan demi kepentingan
penelitian.
3. Kerahasian informasi yang diberikan responden dijamin sepenuhnya oleh
peneliti.
4. Peneliti tidak akan memungut biaya apapun dari responden.

Adanya Insentif untuk Subjek Penelitian


Keikutsertaan subjek dalam penelitian ini sangat membantu peneliti dalam
memperoleh data penelitian, bentuk insentif yang diberikan bukanlah sebuah
uang/biaya, melainkan konsumsi pada saat pertemuan, alat tulis dan blocknote.
Sedangkan untuk sekolah adalah cinderamata berupa CD video, leaflet, dan
vendel untuk SMA 2 dan 3 Kota Waingapu.

Demikian surat permohonan ini saya buat, atas perhatian dan partisipasi dari
Saudara /Saudari saya ucapkan terimakasih.

Surabaya,……………………..
Yang Mendapat Penjelasan, Yang Memberi Penjelasan,

(…………………………..) (Ester Radandima)


Saksi,

(…………………………..)
133

Lampiran 2

LAMPIRAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ester Radandima
NIM : 131714153055
Adalah mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Surabaya yang akan melakukan penelitian tentang
“pengaruh health coaching terhadap perubahan perilaku pencegahan hipertensi
pada remaja dengan pendekatan Health Promotion Model ”. Penelitian ini
bermanfaat untuk mengetahui perilaku pencegahan hipertensi pada remaja
Saya mohon partisipasi Saudara /Saudari untuk mengijinkan anaknya
menjadi responden dalam penelitian ini. Semua data yang telah dikumpulkan akan
dirahasiakan. Data hanya akan disajikan untuk keperluan penelitian ini. Apabila
dalam penelitian ini anak Saudara/Saudari merasa tidak nyaman dengan kegiatan
yang akan dilakukan, maka Saudara/Saudari dapat mengundurkan diri.
Apabila Saudara/Saudari bersedia menjadi responden, silahkan
menandatangani pada lembar persetujuan yang telah disajikan. Permohonan ini
tidak memaksa apabila saudara/saudari tidak mengizinkan anaknya menjadi
responden penelitian. Atas perhatian dan partisipasinya Saya ucapkan terima
kasih.

Hormat Saya,

Ester Radandima
134

Lampiran 3 .Informed concent dari orang tua

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN


(INFORMED CONSENT)

Setelah, membaca, mendengarkan, dan memahami isi penjelasan tentang tujuan


dan manfaat dari penelitian ini, maka saya bersedia / tidak bersedia *anak saya
dengan sukarela turut berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang di
lakukan oleh Mahaiswa Magister Keperawataa Universitas Airlangga Surabaya
yaitu:
Nama : Ester Radandima,S.Kep.,Ns
Nim : 131714153055
Judul : “Pengaruh health coaching terhadap perubahan perilaku
pencegahan hipertensi pada remaja dengan pendekatan Health
Promotion Model “
Saya memahami bahwa penelitian ini tidak memaksa, tidak membahayakan dan
merugikan anak saya. Persetujuan ini saya buat dengan sadar dan tanpa paksaan
dari siapapun. Demikian penyataan ini saya buat untuk di pergunakan
sebagaimana mestinya..

Waingapu,………………2019
Peneliti Responden

(Ester Radandima ) ( )

Saksi,

( )

*Coret yang tidak perlu


135

Lampiran 4
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
HEALTH COACHING BERBASIS HEALTH PROMOTION MODEL

A. Pengertian
Health coaching adalah praktik pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan
dengan maksud untuk meningkatkan kesehatan individu dan untuk
memfasilitasi pencapaian tujuan kesehatan yang secara efektif memotivasi
perubahan perilaku secara terstruktur, melalui hubungan suportif antara
partisipan dan coach (Huffman, 2016). Health coaching adalah proses yang
berpusat pada pasien berdasarkan teori perubahan perilaku, yang memerlukan
pasien untuk menetapkan tujuan yang ditentukan sendiri.

B. Tujuan
Mendukung manajemen diri, pembinaan kesehatan memberikan kontribusi
untuk merawat, perencanaan pasien dan aktivasi dokter serta sebagai
pengembangan kepemimpinan (National Health Service, 2014).

C. Persiapan
Remaja yang berjumlah 58 remaja, yaitu 29 remaja dari SMAN 3 Kota
Waingapu yang merupakan kelompok perlakuan dan 29 remaja dari SMAN 2
Kota Waingapu yang merupakan kelompok kontrol. Siswa masing-masing
akan dibagi menjadi 3 kelompok, sehingga ada yang berjumlah 10 dan 9
siswa. Setiap kelompok siswa, baik perlakuan maupun kontrol akan memiliki
1 coach setiap kelompoknya dengan kriteria sama dengan peneliti, yang
bertugas memberikan pendidikan, sesuai dengan konsep health coching.

D. Pelaksanaan
1. Melakukan pre-test dengan menggunakan kuisioner prior related
behaviour, komitmen dan perilaku tentang pencegahan hipertensi yang di
dampingi oleh peneliti dan guru. Pada kelompok perlakuan dilakukan 1
minggu sebelum perlakuan.
136

2. Pelaksanaan health coaching pada kelompok perlakuan yang dilakukan


dengan kunjungan sekolah yang terdiri dari 4 tahap yang dilakukan 4
minggu jarak antar tahap adalah 1 minggu, dengan durasi waktu 30-60
menit menggunakan leaflet dan video edukasi. Berikut tahapan Health
Coaching yang akan dilakukan pada kelompok perlakuan:

Tahap 1: Previsit
a. Pada tahap awal ini coach atau pelatih kesehatan akan melakukan
beberapa pemeriksaan yang berhubungan dengan kondisi penyakit
pasien, yaitu pengukuran tekanan darah dan anamnesa faktor resiko.
b. Coach mempersiapkan lembar penjelasan, prepost test dan informed
consent untuk ditandatangani oleh orangtua siswa yang terpilih sebagai
sampel penelitian.
c. Coach akan membuat catatan yang berisi daftar masalah yang ingin
diselesaikan, sehingga daftar ini bisa juga digunakan sebagai panduan
kunjungan.
d. Coach mempersiapkan pendidikan kesehatan untuk perubahan perilaku
yang berhubungan dengan penyakit hipertensi pada remaja (dengan
menggunakan lefleat dan vidio)

Tahap 2: Visit Health education dan penentuan strategi


a. Coach memberikan penjelasan penelitian dan meminta tanda tangan
kepada orangtua seluruh responden penelitian
b. Coach akan memberikan pretest pada seluruh siswa
c. Coach akan melakukan edukasi/pemecahan masalah yang belum
terselesaikan pada tahap 1, pada tahap ini remaja juga akan diberikan
pendidikan kesehatan menggunakan media leaflet untuk menjelaskan
penyakit hipertensi secara detail. Kemudian akan diputarkan video
untuk mendukung penjelasan yang sudah diberikan menggunakan
leaflet. Pemutaran video akan dilakukan setiap hari selama satu minggu
untuk meningkakan pengetahuan remaja, sehingga dapat merubah
perilaku mereka.Coach bersikap proaktif memberikan kesempatan
137

siswa untuk melakukan diskusi dan bertanya sesuai apa yang belum
diketahui.
d. Membuat kontrak kembali dengan remaja untuk menentukan tujuan
kunjungan lanjutan, membantu bila diperlukan perawatan pencegahan
untuk remaja, dan mencatat hasil ringkasan kunjungan, serta meninjau
kembali beberapa poin yang dapat didiskusikan ulang dan menentukan
poin mana yang dapat dilakukan perubahan perilaku

Post-visit (pasca kunjungan)


a. Coach akan mengulas ulang diskusi awal dengan remaja, menegaskan
kembali, memandu remaja menentukan rencana tindakan dan
memberikan informasi dasar tentang hal yang berhubungan dengan
kondisi pasien.
b. Coach akan memberikan post test terkait diskusi yang sudah dilakukan
c. Coach akan mengingatkan kembali kepada remaja untuk melakukan
hal-hal yang dapat mencegah hipertensi seperti olahraga senam setiap
hari di rumah.

Between visits (antara kunjungan)


a. Coach akan menghubungi remaja 1 minggu setelah kunjungan untuk
mengkroscek perubahan perilaku apa yang sudah dikerjakan sesuai
tujuan awal yang telah ditentukan.
b. Jika diperlukan coach akan membantu pasien membuat rencana
tindakan baru dan melakukan pendidikan kesehatan dengan leaflet.

Sumber:
Huffman, M. H. (2016) ‘Advancing the Practice of Health Coaching’, Workplace
Health and Safety, 64(9), pp. 400–403. doi: 10.1177/2165079916645351.
UCSF Center for Excellence in Primary Care (2014) ‘The 10 Building Blocks of
Primary Care: Health Coaching in Primary Care – Intervention Protocol’.
138

Lampiran 5
KUISIONER
PENGARUH HEALTH COACHING TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU
PENCEGAHAN HIPERTENSI PADA REMAJA DENGAN PENDEKATAN
HEALTH PROMOTION MODEL DI SMA KOTA WAINGAPU
KABUPATEN SUMBA TIMUR

KUISIONER 1. DATA DEMOGRAFI RESPONDEN


Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan cermat !
2) Berilah tanda check (√) sesuai dengan apa yang anda rasakan dan anda Benar !

No. Responden :

1. Jenis kelamin 1) Laki-laki 2) Perempuan


2. Usia 1) 16 Tahun 2) 17 Tahun
3. Jumlah Saudara :
4. Berat Badan :
5. Tinggi Badan :
6. Sakit yang pernah diderita:
7. Riwayat Penyakit Keluarga:
8. Pendidikan orang tua
1) Diploma/Sarjana
2) SMA atau sederajat
3) SMP atau sederajat
4) SD atau sederajat
 5) Tidak bersekolah
9. Pekerjaan Orang tua
1) PNS
2) Nelayan
3) Petani
4) Pedagang
5) Wiraswasta
10. Penghasilan orang tua
1) > Rp. 1.000.000
 2) ≤ Rp. 1.000.000
139

Lampiran 6
KUESIONER
PRIOR RELATED BEHAVIOUR PENCEGAHAN HIPERTENSI REMAJA

No. Responden :

Petunjuk :
1. Baca dan pahami setiap pernyataan dengan seksama.
2. Berilah tanda centang (√) pada kolom yang sesuai dengan jawaban anda.
3. Pilihan jawaban untuk pernyataan tentang manfaat, hambatan yang dirasakan,
sikap dan komitmen adalah:
SS = Sangat Setuju (4) S = Setuju (3)
TS = Tidak Setuju (2) STS = Sangat tidak Setuju (1)

Perceived Benefits of Action


No. Pernyataan SS S TS STS
1. Melakukan pencegahan terhadap penyakit
hipertensi membuat saya sehat dan tidak
mengalami penyakit hipertensi
2. Melakukan pemeriksaan tekanan darah merupakan
hal yang tidak penting
3. Saya tidak perlu menjaga tekanan darah karena usia
saya masih muda, sehingga tidak mungkin
hipertensi
4. Saya perlu melakukan olahraga secara rutin,
minimal 30 menit untuk mencegah hipertensi
5. Melakukan kontrol rutin ke puskesmas bagi remaja
yang memiliki keturunan hipertensi perlu dilakukan
6. Menjadi sehat dan bebas dari hipertensi membuat
saya bebas beraktivitas dan mengembangkan minat
bakat saya
7. Istirahat dan tidur diperlukan untuk menjaga tubuh
agar tetap sehat, sehingga tubuh tidak kelelahan
8. Saya harus mengelola stres pada diri saya agar
tidak menyebabkan hipertensi
9. Saya menjaga berat badan saya agar tetap ideal,
agar terhindar dari penyakit hipertensi.
Skor Total :
140

Perceived Barriers to Action


No. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya tidak memiliki waktu untuk melakukan
pencegahan hipertensi karena banyak kegiatan
2. Saya tidak mau melakukan periksa tekanan darah
ke Puskesmas karena takut diejek oleh teman
3. Saya selalu menyempatkan diri untuk berolahraga
agar tetap sehat dan tidak terkena hipertensi
4. Saya tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi,
sehingga saya tidak perlu melakukan pencegahan
hipertensi
5. Pencegahan penyakit hipertensi merupakan hal
yang mudah untuk dilakukan
6. Saya akan mengingatkan teman saya untuk
melakukan pencegahan hipertensi meskipun tidak
memiliki riwayat keturunan hipertensi
7. Saya akan mengingatkan teman saya untuk tidak
merokok dan minum alkohol
Skor Total :
Perceived Self Efficacy
No. Pernyataan
1. Saya yakin, mampu melakukan segala hal yang
berguna dalam mencegah penyakit hipertensi yang
terjadi pada remaja
2. Saya yakin, mampu melakukan olahraga secara
teratur untuk kesehatan saya
3. Saya yakin, Saya perlu untuk memakan sayur dan
buah agar terhindar dari penyakit hipertensi
4. Saya yakin, mampu mengelola stres yang saya
alami, terutama saat banyak tugas dan aktivitas
5. Saya yakin, akan istirahat saat tubuh kelelahan
6. Saya yakin, saya akan melakukan pemeriksaan
kesehatan ruti ke Puskesmas tanpa menunggu sakit
Skor Total :
Komitmen
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya akan lebih memperhatikan kesehatan saya,
misalnya jika ada keluhan atau gejala yang
berhubungan dengan hipertensi akan langsung saya
periksakan ke petugas kesehatan
2. Saya akan melakukan pemantauan keseimbangan
berat badan
141

3. Saya akan makan makanan yang sehat, seperti tidak


makan yang berlemak, tidak mengkonsumsi garam
yang tinggi dan mengurangi minum kopi agar
terhindar dari hipertensi
4. Saya akan melakukan olahraga yang teratur
5. Saya akan melakukan pemeriksaan tekanan darah
dan kesehatan secara rutin ke puskesmas
Skor Total :

Sumber:
Pender, N.J., 2011, Heath Promotion Model Manual. University of Michigan.
Available at: http://hdl.handle.net/2027.42/85350 [Accessed April 20,
2017].
Pender, N.J., Murdaugh & Parsons, 2011,Health Promotion in Nursing Practice
6th ed., Boston, MA Pearson.
142

Lampiran 7
KUESIONER PERILAKU PENCEGAHAN HIPERTENSI PADA REMAJA

No. Responden :

Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan cermat.
2) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban
3) Ketentuan : Benar (2) Salah (1)

A. Pengetahuan
Pilihan jawaban
No Pernyataan
Benar Salah
1 Hipertensi adalah Suatu keadaan dimana tekanan darah
seseorang melebihi batas normal, dengan batasnya
adalah 130/100 mmHg
2 Tidur yang cukup dapat menurunkan tekanan darah
3 Remaja memiliki kecenderungan menderita hipertensi
karena pola makan yang tidak terkontrol
4 Faktor risiko hipertensi/ tekanan darah tinggi yang
tidak bisa dirubah salah satunya adalah keturunan
5 Kebiasaan merokok dapat meningkatkan tekanan darah
6 Makanan dengan kadar gula rendah dapat menyebabkan
hipertensi
7 Berat badan berlebih (obesitas) dapat memicu terjadinya
hipertensi
8 Alkohol bukan Jenis minuman yang mempengaruhi
tekanan darah
9 Mengontrol stres adalah upaya mempertahankan
tekanan darah agar tidak meningkat
10 Olahraga dapat menyebabkan hipertensi
11 Kebiasaan bergadang dapat memicu peningkatan
tekanan darah
13 Nyeri kepala dan mual merupakan salah satu tanda
gejala hipertensi
143

B. Sikap
Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan cermat.
2) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban
3) Ketentuan :
SS : Sangat Setuju(4) S : Setuju (3)TS : Tidak Setuju (2)STS : Sangat Tidak
Setuju (1)

No. Pernyataan Alternatif pilihan


jawaban
SS S TS STS
1. Ketika tekanan darah tinggi maka harus segera
berobat ke layanan kesehatan
2. Olahraga setiap hari minimal 30 menit
diperlukan agar tekanan darah stabil
3. Hipertensi dapat sembuh jika berobat rutin
4. Agar tekanan darah stabil harus mengatur pola
makan, seperti mengurangi garam,
5. Mengurangi dan menghilangkan kebiasaan
merokok dapat menstabilkan tekanan darah
6. Jadwal olahraga tidak perlu diatur
7. Ketika terjadi nyeri kepala dan mual segera
istirahat
8. Hipertensi dapat diperberat dengan kebiasaan
bergadang dan minum alkohol
9. Konsumsi air putih yang cukup dapat
menstabilkan tekanan darah
10. Mengontrol stress dapat menurunkan resiko
hipertensi

C. Tindakan
Petunjuk pengisian :
1) Silahkan dibaca masing-masing pertanyaan dibawah ini dengan cermat.
2) Berilah tanda check (√) pada salah satu pilihan jawaban.
Tidak Pernah (1) ; Jarang (2) ; Kadang –Kadang (3) ; Sering (4) ;
Selalu (5)

Alternatif pilihan jawaban


No. Pernyataan Tidak Kadang-
Jarang Sering Selalu
pernah kadang
1. Apakah anda terbiasa
untuk melakukan olahraga
setiap hari?
2. Apakah anda memiliki
kebiasaan merokok?
3. Apakah anda memiliki
kebiasaan bergadang?
144

4. Apakah ada pengaturan


pola dan jenis makanan
setiap hari?
5. Apakah waktu tidur anda
setiap hari teratur?
6. Apakah anda terbiasa
minum alkohol?
7 Apakah ada kebiasaan
mengontrol berat badan?

Sumber:
Pender, N.J., 2011, Heath Promotion Model Manual. University of Michigan.
Available at: http://hdl.handle.net/2027.42/85350 [Accessed April 20,
2017].
Pender, N.J., Murdaugh & Parsons, 2011,Health Promotion in Nursing Practice
6th ed., Boston, MA Pearson.
145

Lampiran 8
Surat Ijin Penelitiaan dari Fakultas
146

Lampiran 9
Surat Rekomendasi Penelitian DPMPTSP
147

Lampiran 10
Surat Keterangan Penelitian SMAN 3 Kota Waingapu
148

Lampiran 11
Surat Keterangan Penelitian SMAN 2 Kota Waingapu
149

Lampiran 12
Sertifikat Etik Penelitian
150

Lampiran 13 Leaflet
151
152

Lampiran 14. Uji Normalitas Data


Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pre Benefit 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%


Post Benefit 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%
Pre Barrier 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%
Post Barrier 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%
Pre Efficacy 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%
Post Efficacy 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%
Pre Komitmen 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%
Post Komitmen 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%
Pre Perilaku 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%
Post Perilaku 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Pre Benefit Mean 25.55 .436

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 24.68

Upper Bound 26.42

5% Trimmed Mean 25.76

Median 26.00

Variance 11.024

Std. Deviation 3.320

Minimum 17

Maximum 31

Range 14

Interquartile Range 4

Skewness -1.125 .314

Kurtosis 1.209 .618


Post Benefit Mean 28.53 .327
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 27.88
Upper Bound 29.19
5% Trimmed Mean 28.48
Median 29.00
Variance 6.183
153

Std. Deviation 2.487


Minimum 24
Maximum 35
Range 11
Interquartile Range 4
Skewness .216 .314
Kurtosis -.238 .618
Pre Barrier Mean 18.59 .461
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 17.66
Upper Bound 19.51
5% Trimmed Mean 18.34
Median 18.50
Variance 12.352
Std. Deviation 3.515
Minimum 13
Maximum 41
Range 28
Interquartile Range 2
Skewness 4.524 .314
Kurtosis 29.463 .618
Post Barrier Mean 19.48 .597
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 18.29
Upper Bound 20.68
5% Trimmed Mean 19.18
Median 19.00
Variance 20.675
Std. Deviation 4.547
Minimum 10
Maximum 48
Range 38
Interquartile Range 3
Skewness 4.223 .314
Kurtosis 27.684 .618
Pre Efficacy Mean 18.98 .371
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 18.24
Upper Bound 19.73
5% Trimmed Mean 19.11
Median 19.00
Variance 7.982
154

Std. Deviation 2.825


Minimum 12
Maximum 24
Range 12
Interquartile Range 3
Skewness -.335 .314
Kurtosis .104 .618
Post Efficacy Mean 19.55 .469
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 18.61
Upper Bound 20.49
5% Trimmed Mean 19.88
Median 20.00
Variance 12.743
Std. Deviation 3.570
Minimum 1
Maximum 24
Range 23
Interquartile Range 4
Skewness -2.566 .314
Kurtosis 11.923 .618
Pre Komitmen Mean 15.59 .277
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 15.03
Upper Bound 16.14
5% Trimmed Mean 15.63
Median 15.00
Variance 4.457
Std. Deviation 2.111
Minimum 9
Maximum 20
Range 11
Interquartile Range 2
Skewness -.333 .314
Kurtosis 1.289 .618
Post Komitmen Mean 16.84 .221
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 16.40
Upper Bound 17.29
5% Trimmed Mean 16.81
Median 17.00
Variance 2.835
155

Std. Deviation 1.684


Minimum 13
Maximum 20
Range 7
Interquartile Range 3
Skewness .299 .314
Kurtosis -.555 .618
Pre Perilaku Mean 66.48 .499
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 65.48
Upper Bound 67.48
5% Trimmed Mean 66.50
Median 67.00
Variance 14.430
Std. Deviation 3.799
Minimum 57
Maximum 76
Range 19
Interquartile Range 6
Skewness -.050 .314
Kurtosis -.130 .618
Post Perilaku Mean 68.95 .551

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 67.85

Upper Bound 70.05

5% Trimmed Mean 68.94

Median 69.00

Variance 17.594

Std. Deviation 4.194

Minimum 61

Maximum 77

Range 16

Interquartile Range 7

Skewness -.014 .314

Kurtosis -.775 .618


156

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pre Benefit .165 58 .000 .893 58 .000


Post Benefit .122 58 .032 .963 58 .077
Pre Barrier .246 58 .000 .585 58 .000
Post Barrier .231 58 .000 .592 58 .000
Pre Efficacy .157 58 .001 .937 58 .005
Post Efficacy .211 58 .000 .791 58 .000
Pre Komitmen .201 58 .000 .936 58 .005
Post Komitmen .140 58 .006 .924 58 .001
Pre Perilaku .108 58 .088 .986 58 .726
Post Perilaku .081 58 .200* .974 58 .251

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction
157

Lampiran 15
Output Hasil Uji Wilcoxon

Hasil Uji Statistik Wilcoxon Kelompok Kontrol


Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Benefit Kontrol - Post Benefit Negative Ranks 22a 15.68 345.00
Kontrol Positive Ranks 6b 10.17 61.00

Ties 1c

Total 29

a. Pre Benefit Kontrol < Post Benefit Kontrol


b. Pre Benefit Kontrol > Post Benefit Kontrol
c. Pre Benefit Kontrol = Post Benefit Kontrol
Test Statisticsa

Pre Benefit Kontrol


- Post Benefit
Kontrol

Z -3.254b
Asymp. Sig. (2-tailed) .001

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Barrier Kontrol - Post Barrier Negative Ranks 15a 14.03 210.50
Kontrol Positive Ranks 10b 11.45 114.50

Ties 4c

Total 29

a. Pre Barrier Kontrol < Post Barrier Kontrol


b. Pre Barrier Kontrol > Post Barrier Kontrol
c. Pre Barrier Kontrol = Post Barrier Kontrol
Test Statisticsa

Pre Barrier Kontrol


- Post Barrier
Kontrol

Z -1.299b
Asymp. Sig. (2-tailed) .194

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
158

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Efficacy Kontrol - Post Negative Ranks 16a 12.91 206.50


Efficacy Kontrol Positive Ranks 9b 13.17 118.50

Ties 4c

Total 29

a. Pre Efficacy Kontrol < Post Efficacy Kontrol


b. Pre Efficacy Kontrol > Post Efficacy Kontrol
c. Pre Efficacy Kontrol = Post Efficacy Kontrol
Test Statisticsa

Pre Efficacy
Kontrol - Post
Efficacy Kontrol

Z -1.189b
Asymp. Sig. (2-tailed) .234

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Activity Kontrol - Post Activity Negative Ranks 14a 12.36 173.00
Kontrol Positive Ranks 8b 10.00 80.00

Ties 7c

Total 29

a. Pre Activity Kontrol < Post Activity Kontrol


b. Pre Activity Kontrol > Post Activity Kontrol
c. Pre Activity Kontrol = Post Activity Kontrol

Test Statisticsa

Pre Activity Kontrol


- Post Activity
Kontrol

Z -1.523b
Asymp. Sig. (2-tailed) .128

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
159

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Komitmen Kontrol - Post Negative Ranks 20a 14.23 284.50


Komitmen Kontrol Positive Ranks 5b 8.10 40.50

Ties 4c

Total 29

a. Pre Komitmen Kontrol < Post Komitmen Kontrol


b. Pre Komitmen Kontrol > Post Komitmen Kontrol
c. Pre Komitmen Kontrol = Post Komitmen Kontrol
Test Statisticsa

Pre Komitmen
Kontrol - Post
Komitmen Kontrol

Z -3.301b
Asymp. Sig. (2-tailed) .001

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Pengetahuan Kontrol - Post Negative Ranks 19a 11.55 219.50


Pengetahuan Kontrol Positive Ranks 3b 11.17 33.50

Ties 7c

Total 29

a. Pre Pengetahuan Kontrol < Post Pengetahuan Kontrol


b. Pre Pengetahuan Kontrol > Post Pengetahuan Kontrol
c. Pre Pengetahuan Kontrol = Post Pengetahuan Kontrol

Test Statisticsa
Pre Pengetahuan
Kontrol - Post
Pengetahuan
Kontrol

Z -3.099b
Asymp. Sig. (2-tailed) .002

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
160

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Sikap Kontrol - Post Sikap Negative Ranks 16a 15.28 244.50
Kontrol Positive Ranks 12b 13.46 161.50

Ties 1c

Total 29

a. Pre Sikap Kontrol < Post Sikap Kontrol


b. Pre Sikap Kontrol > Post Sikap Kontrol
c. Pre Sikap Kontrol = Post Sikap Kontrol

Test Statisticsa

Pre Sikap Kontrol -


Post Sikap Kontrol

Z -.949b
Asymp. Sig. (2-tailed) .004

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Tindakan Kontrol - Post Negative Ranks 18a 13.97 251.50


Tindakan Kontrol Positive Ranks 10b 15.45 154.50

Ties 1c
Total 29

a. Pre Tindakan Kontrol < Post Tindakan Kontrol


b. Pre Tindakan Kontrol > Post Tindakan Kontrol
c. Pre Tindakan Kontrol = Post Tindakan Kontrol

Test Statisticsa

Pre Tindakan
Kontrol - Post
Tindakan Kontrol

Z -1.109b
Asymp. Sig. (2-tailed) .267

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
161

Hasil Uji Statistik Wilcoxon Kelompok Intervensi


Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Benefit Kontrol - Post Negative Ranks 23a 15.17 349.00


Benefit Kontrol Positive Ranks 4b 7.25 29.00

Ties 2c

Total 29

a. Pre Benefit Kontrol < Post Benefit Kontrol


b. Pre Benefit Kontrol > Post Benefit Kontrol
c. Pre Benefit Kontrol = Post Benefit Kontrol

Test Statisticsa

Pre Benefit
Kontrol - Post
Benefit Kontrol

Z -3.854b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Barrier Kontrol - Post Negative Ranks 13a 14.15 184.00


Barrier Kontrol Positive Ranks 9b 7.67 69.00

Ties 7c

Total 29

a. Pre Barrier Kontrol < Post Barrier Kontrol


b. Pre Barrier Kontrol > Post Barrier Kontrol
c. Pre Barrier Kontrol = Post Barrier Kontrol

Test Statisticsa

Pre Barrier
Kontrol - Post
Barrier Kontrol

Z -1.886b
Asymp. Sig. (2-tailed) .004

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
162

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Efficacy Kontrol - Post Negative Ranks 16a 13.22 211.50


Efficacy Kontrol Positive Ranks 9b 12.61 113.50

Ties 4c

Total 29

a. Pre Efficacy Kontrol < Post Efficacy Kontrol


b. Pre Efficacy Kontrol > Post Efficacy Kontrol
c. Pre Efficacy Kontrol = Post Efficacy Kontrol

Test Statisticsa

Pre Efficacy
Kontrol - Post
Efficacy Kontrol

Z -1.333b
Asymp. Sig. (2-tailed) .003

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Activity Kontrol - Post Negative Ranks 14a 11.61 162.50


Activity Kontrol Positive Ranks 8b 11.31 90.50

Ties 7c
Total 29

a. Pre Activity Kontrol < Post Activity Kontrol


b. Pre Activity Kontrol > Post Activity Kontrol
c. Pre Activity Kontrol = Post Activity Kontrol

Test Statisticsa

Pre Activity
Kontrol - Post
Activity Kontrol

Z -1.199b
Asymp. Sig. (2-tailed) .002

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
163

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Komitmen Kontrol - Post Negative Ranks 17a 12.12 206.00


Komitmen Kontrol Positive Ranks 8b 14.88 119.00

Ties 4c

Total 29

a. Pre Komitmen Kontrol < Post Komitmen Kontrol


b. Pre Komitmen Kontrol > Post Komitmen Kontrol
c. Pre Komitmen Kontrol = Post Komitmen Kontrol

Test Statisticsa

Pre Komitmen
Kontrol - Post
Komitmen
Kontrol

Z -1.180b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Pengetahuan Kontrol - Negative Ranks 15a 12.60 189.00


Post Pengetahuan Kontrol Positive Ranks 8b 10.88 87.00

Ties 6c

Total 29

a. Pre Pengetahuan Kontrol < Post Pengetahuan Kontrol


b. Pre Pengetahuan Kontrol > Post Pengetahuan Kontrol
c. Pre Pengetahuan Kontrol = Post Pengetahuan Kontrol
Test Statisticsa

Pre
Pengetahuan
Kontrol - Post
Pengetahuan
Kontrol

Z -1.587b
Asymp. Sig. (2-tailed) .001

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
164

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Sikap Kontrol - Post Negative Ranks 17a 15.06 256.00


Sikap Kontrol Positive Ranks 10b 12.20 122.00

Ties 2c

Total 29

a. Pre Sikap Kontrol < Post Sikap Kontrol


b. Pre Sikap Kontrol > Post Sikap Kontrol
c. Pre Sikap Kontrol = Post Sikap Kontrol

Test Statisticsa

Pre Sikap
Kontrol - Post
Sikap Kontrol

Z -1.614b
Asymp. Sig. (2-tailed) .003

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Tindakan Kontrol - Post Negative Ranks 9a 14.22 128.00


Tindakan Kontrol Positive Ranks 13b 9.62 125.00

Ties 7c

Total 29

a. Pre Tindakan Kontrol < Post Tindakan Kontrol


b. Pre Tindakan Kontrol > Post Tindakan Kontrol
c. Pre Tindakan Kontrol = Post Tindakan Kontrol

Test Statisticsa
Pre Tindakan
Kontrol - Post
Tindakan
Kontrol

Z -.049b
Asymp. Sig. (2-tailed) .096

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
165

Lampiran 16. Hasil Uji Mann Whitney


Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

Pre Benefit Kontrol 29 25.52 740.00

Intervensi 29 33.48 971.00

Total 58
Post Benefit Kontrol 29 23.05 668.50
Intervensi 29 35.95 1042.50
Total 58
Pre Barrier Kontrol 29 31.84 923.50
Intervensi 29 27.16 787.50
Total 58
Post Barrier Kontrol 29 23.59 684.00
Intervensi 29 35.41 1027.00
Total 58
Pre Efficacy Kontrol 29 27.71 803.50
Intervensi 29 31.29 907.50
Total 58
Post Efficacy Kontrol 29 23.64 685.50
Intervensi 29 35.36 1025.50
Total 58
Pre Komitmen Kontrol 29 26.72 775.00
Intervensi 29 32.28 936.00
Total 58
Post Komitmen Kontrol 29 24.69 716.00
Intervensi 29 34.31 995.00
Total 58
Pre Perilaku Kontrol 29 33.33 966.50
Intervensi 29 25.67 744.50
Total 58
Post Perilaku Kontrol 29 24.02 696.50

Intervensi 29 34.98 1014.50

Total 58

Test Statisticsa

Pre Benefit Post Benefit Pre Barrier Post Barrier Pre Efficacy

Mann-Whitney U 305.000 233.500 352.500 249.000 368.500


Wilcoxon W 740.000 668.500 787.500 684.000 803.500
Z -1.805 -2.930 -1.079 -2.705 -.821
Asymp. Sig. (2-tailed) .071 .003 .281 .007 .412
a. Grouping Variable: Kelompok
166

Test Statisticsa

Post Efficacy Pre Komitmen Post Komitmen Pre Perilaku Post Perilaku

Mann-Whitney U 250.500 340.000 281.000 309.500 261.500


Wilcoxon W 685.500 775.000 716.000 744.500 696.500
Z -2.665 -1.284 -2.195 -1.735 -2.484
Asymp. Sig. (2-tailed) .008 .199 .028 .083 .013

a. Grouping Variable: Kelompok

Anda mungkin juga menyukai