Anda di halaman 1dari 141

SKRIPSI

HUBUNGAN POLA MAKAN, AKTIVITAS FISIK, DAN HIPERTENSI


DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DM TIPE 2 USIA
PRODUKTIF

PENELITIAN CROSS SECTIONAL

Disusun oleh:
Putri Aulia Kharismawati
131611133027

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
SKRIPSI

HUBUNGAN POLA MAKAN, AKTIVITAS FISIK, DAN HIPERTENSI


DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DM TIPE 2 USIA
PRODUKTIF

PENELITIAN CROSS SECTIONAL

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)


Pada Program Studi Keperawatan Fakultas Keperawatan UNAIR

Disusun oleh:
Putri Aulia Kharismawati
131611133027

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020

i
SURAT PERNYATAAN

Saya bersumpah bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah
dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang
pendidikan di Perguruan Tinggi manapun

Surabaya,
Yang Menyatakan

Putri Aulia Kharismawati

NIM. 131611133027
HALAMAN PERNYATAAN

PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN


AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Airlangga, saya yang bertanda tangan


dibawah ini:

Nama : Putri Aulia Kharismawati

NIM : 131611133027

Program studi : S1 Keperawatan

Fakultas : Keperawatan

Jenis karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Airlangga Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Hubungan Pola
Makan, Aktivitas Fisik, Dan Hipertensi Dengan Kadar Gula Darah Pada
Penderita DM Tipe 2 Usia Produktif” Beserta perangkat yang ada (jika
diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini Universitas Airlangga
berhak menyimpan, alih media/format, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis (pencipta) dan sebagai pemilik Hak
Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Surabaya,
Yang Menyatakan

Putri Aulia Kharismawati

NIM. 131611133027
SKRIPSI
HUBUNGAN POLA MAKAN, AKTIVITAS FISIK, DAN HIPERTENSI
DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DM TIPE 2 USIA
PRODUKTIF

Oleh:
Putri Aulia Kharismawati
131611133027

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI


TANGGAL, 22 Juni 2020
Oleh
Pembimbing Ketua

Dr. Abu Bakar, M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB


NIP. 198004272009121002

Pembimbing

Ika Nur Pratiwi, S.Kep.Ns., M.Kep


NIP. 198711022015042003

Mengetahui
a.n Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga
Wakil Dekan I

Dr. H. Kusnanto, S.Kp., M.Kes


NIP. 196808291989031002

iv
SKRIPSI
HUBUNGAN POLA MAKAN, AKTIVITAS FISIK, DAN HIPERTENSI
DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DM TIPE 2 USIA
PRODUKTIF

Oleh:
Putri Aulia Kharismawati
131611133027

Telah diuji
Pada tanggal, 30 Juni 2020
PANITIA PENGUJI

Ketua : Dr. H. Kusnanto, S.Kp., M.Kes


NIP. 19680829198903100 (………………)

Anggota : 1. Dr. Abu Bakar, M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB


NIP. 198004272009121002 (………………)

2. Ika Nur Pratiwi, S.Kep.Ns., M.Kep


NIP. 198711022015042003 (………………)

Mengetahui
a.n Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga
Wakil Dekan I

Dr. H. Kusnanto, S.Kp., M.Kes


NIP. 19680829198903100

vi
MOTTO

“Berkatalah seseorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab:


“Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu
berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak
di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku
untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari
(akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka
sesungguhnya dia beryukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan
barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha
Kaya lagi Maha Mulia”. (QS: An-Naml 27: 40)

Syukuri segala nikmat yang telah diberikan oleh-Nya. Sesungguhnya Allah


akan menambah nikmat bagi orang-orang yang bersyukur.

vii
UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat serta
bimbingan-Nya sehingga skripsi dengan judul “HUBUNGAN POLA MAKAN,
AKTIVITAS FISIK, DAN HIPERTENSI DENGAN KADAR GULA
DARAH PADA PENDERITA DM TIPE 2 USIA PRODUKTIF” dapat
terselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Ucapan terimakasih sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada Dr. Abu Bakar, M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB selaku pembimbing I
dan Ika Nur Pratiwi, S.Kep.Ns., M.Kep selaku pembimbing II yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan, arahan, serta
motivasi dalam penulisan skripsi ini
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah untuk mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons) selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas pembelajaran sehingga dapat mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan Program Studi Keperawatan.
2. Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga serta sebagai dosen ketua penguji yang telah
memberikan memberikan arahan, masukan, motivasi, serta saran sehingga
penulisan skripsi ini dapat menjadi lebih baik.
3. Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar Program Studi Keperawatan di
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah mendidik dan
membimbing serta memberikan ilmu selama masa perkuliahan.
4. Seluruh staf akademik, perpustakaan, dan tata usaha Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga atas segala fasilitas dan bantuan yang diberikan dari
awal pembuatan proposal hingga terselesaikannya skripsi ini
5. Kepada kedua orang tua saya, Ayah alm. Masrochim dan Mama Sulistyawati
yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, motivasi, dan dukungan baik
materi maupun moril sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih
pada saat terakhir almarhum ayah dapat mendengarkan saya mengenai keluh
kesah tentang skripsi.
6. Kepala Puskesmas Sidotopo Surabaya yang telah memberikan izin untuk
melakukan penelitian.
7. Bapak Kepala RW 5, 10, dan 12 Sidotopo, Surabaya yang telah memberikan
izin serta banyak memberikan bantuan dalam proses pengambilan data.
8. Seluruh responden penelitian yaitu warga RW 5, 10, dan 12 Sidotopo,
Surabaya yang telah antusias membantu dan bersedia menjadi responden
penelitian.

viii
9. Kedua kakak, Riza Kharisma Wardhani dan Muhammad Ardiyansyah
Kharisma Yudha yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam
proses pengerjaan skripsi.
10. Sahabat-sahabat SMP, Alda Aradista, Dian Ayu F, Alya Annisa, Nisriinaa
Yurin O, dan Sella Friska A yang selalu menghibur dan telah menjadi
pendengar keluh kesah selama ini.
11. Sahabat-sahabat SMA, Sarnad, Novi, Siska, Marchya, Ochi, dan Sandra yang
selalu menghibur dan telah menjadi pendengar keluh kesah selama ini.
12. Mbak Ifa, Mbak Janise, dan Kania yang selalu menghibur dan telah menjadi
pendengar keluh kesah selama ini.
13. Teman-teman se-dosen pembimbing Eka Hariyanti, Sabila Nisak, Konita, dan
Dinda Dhia yang saling memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan
skripsi ini.
14. Gadang Alafin Asdany yang telah memberikan doa, bantuan, semangat dan
dukungan selama proses penyusunan skripsi.
15. Seluruh teman-teman angkatan 2016 yang sama-sama sedang berjuang,
terimakasih atas segala bantuan, semangat dan dukungan. Semoga semua
dimudahkan dalam menyelesaikan studi program sarjana dan profesi
keperawatan di Universitas Airlangga.
16. Banyak pihak yang terlibat dan membantu dalam pelaksanaan penelitian
namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi
kesempatan, dukungan, ilmu, dan juga bantuan yang lain dalam menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi maupun
penulisannya, tetapi semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun
bagi profesi keperawatan.

Surabaya,

Putri Aulia K.
NIM. 131611133027

ix
ABSTRAK

HUBUNGAN POLA MAKAN, AKTIVITAS FISIK, DAN HIPERTENSI


DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DM TIPE 2 USIA
PRODUKTIF
Penelitian Cross-Sectional

Oleh: Putri Aulia Kharismawati

Pendahuluan: Pada era yang sudah modern dan kemajuan teknologi yang
dimiliki membuat masyarakat terutama pada usia produktif memiliki gaya hidup
yang tidak baik, hal tersebut memungkinkan dapat mempengaruhi kadar gula
darah pada penderita DM tipe 2 usia produktif. Metode: Penelitian ini
menggunakan desain deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional.
Penelitian dilakukan di Puskesmas Sidotopo. Jumlah sampel sebanyak 109
responden dimana pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive
sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan wawancara. Analisis
menggunakan uji statistik spearman’s rho test. Hasil: Hasil penelitian
menunjukkan variabel yang mempunyai hubungan dengan kadar gula darah pada
penderita DM tipe 2 usia produktif yaitu pola makan makanan pokok (p =0,003),
pola makan sayuran (p =0,000), pola makan buah (p =0,001), pola makan snack (p
=0,002), aktivitas fisik (p =0,000), dan hipertensi (p =0,000). Variabel yang tidak
mempunyai hubungan yaitu pola makan lauk pauk (p =0,611), dan pola minuman
(p =0,489).Kesimpulan: Kestabilan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2
dapat dilakukan dengan menurunkan faktor risiko yang dapat menaikkan kadar
gula darah, beberapa diantaranya yaitu pola makan, aktivitas fisik, dan hipertensi.
Maka dari itu diperlukan agar penderita dapat mengikuti empat pilar yang
disarankan dan menjaga kesehatan tubuhnya agar kadar gula darah menjadi
terkontrol.

Kata Kunci: Kadar gula darah, pola makan, DM tipe 2, aktivitas fisik, hipertensi

x
ABSTRACT
THE CORRELATION BETWEEN DIETARY HABITS, PHYSICAL
ACTIVITY, AND HYPERTENSION WITH BLOOD SUGAR LEVELS IN
PATIENTS WITH DM TYPE 2 PRODUCTIVE AGE
Cross-Sectional Study

By: Putri Aulia Kharismawati

Introduction: In the modern era and advanced technology that we have makes
people especially in productive age having a bad lifestyle that allows can affect
blood sugar levels in patient with DM type 2 productive age. Method: This
research used analytic descriptive design with cross-sectional approach. This
research was conducted at Sidotopo Local Government Clinic. The sample of 109
respondents was obtained by consecutive sampling technique. The instrument
used were questionnaire and interview. Data were analyzed using spearman’s rho
test. Result: The result showed variable that have connection with blood sugar
level on productive age DM type 2 patient, that are primary food dietary habit (p
=0,003), vegetable dietary habit (p =0,000), fruit dietary habit (p =0,001), snack
dietary habit (p =0,002), physical activity (p =0,000), and hypertension (p
=0,000). Variable that have no connection are side dishes dietary habit (p =0,611),
and drink dietary habit (p =0,489). Conclusion: Stability of blood sugar level on
DM type 2 patient can be achieved by lowering risk factor that can increase blood
sugar level, such as dietary habit, physical activity, and hypertension. Therefore, it
is needed for the patient to follow the four pillar suggested and maintain healthy
body to control the blood sugar level.

Keywords: Blood sugar level, dietary habit, DM type 2, physical activity,


hypertension

xi
DAFTAR ISI

Halaman Judul dan Prasyarat Gelar..........................................................................i


Surat Pernyataan......................................................................................................ii
Halaman Pernyataan...............................................................................................iii
Lembar Pengesahan................................................................................................iv
Lembar Penetapan Panitia Penguji..........................................................................v
Motto.......................................................................................................................vi
Ucapan Terima Kasih............................................................................................vii
Abstrak....................................................................................................................ix
Abstract....................................................................................................................x
Daftar Isi.................................................................................................................xi
Daftar Gambar......................................................................................................xiv
Daftar Tabel...........................................................................................................xv
Daftar Lampiran...................................................................................................xvii
Daftar Lambang Dan Singkatan.........................................................................xviii
Bab 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitan........................................................................................6
1.3.1 Tujuan umum.....................................................................................6
1.3.2 Tujuan khusus....................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................7
1.4.1 Teoritis...............................................................................................7
1.4.2 Praktis.................................................................................................7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................8
2.1 Konsep Penyakit DM................................................................................8
2.1.1 Pengertian DM...................................................................................8
2.1.2 Klasifikasi DM...................................................................................8
2.1.3 Faktor risiko DM................................................................................9
2.1.4 Diagnosa DM...................................................................................14
2.1.5 Manifestasi Klinis DM.....................................................................15
2.1.6 Komplikasi DM................................................................................16
2.1.7 Penatalaksanaan DM........................................................................17
2.2 Tinjauan Umum Pola Makan..................................................................19

xii
2.2.1 Definisi.............................................................................................19
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi pola makan..........................................20
2.2.3 Kebutuhan gizi.................................................................................21
2.2.4 Klasifikasi makanan sumber zat gizi...............................................21
2.2.5 Pengaruh pola makan pada kadar gula darah...................................25
2.3 Tinjauan Umum Aktivitas Fisik..............................................................26
2.3.1 Definisi.............................................................................................26
2.3.2 Pengaruh aktivitas fisik pada kadar glukosa darah..........................26
2.3.3 Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ)............................27
2.3.4 Penggolongan aktivitas fisik berdasarkan GPAQ............................27
2.4 Tinjauan Umum Hipertensi.....................................................................29
2.4.1 Definisi.............................................................................................29
2.4.2 Klasifikasi........................................................................................29
2.4.3 Faktor risiko.....................................................................................29
2.4.4 Manifestasi klinis.............................................................................34
2.4.5 Pengaruh hipertensi pada kadar glukosa darah................................34
2.5 Usia Produktif..........................................................................................35
2.6 Keaslian Penelitian..................................................................................35
BAB 3 KERANGKA OPERASIONAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN.........40
3.1 Kerangka Konseptual...................................................................................40
3.2 Hipotesis Penelitian......................................................................................42
BAB 4 METODE PENELITIAN..........................................................................43
4.1 Desain Penelitian.....................................................................................43
4.2 Populasi, Sampel, Sampling, dan Besar Sampel.....................................43
4.2.1 Populasi............................................................................................43
4.2.2 Sampel..............................................................................................43
4.2.3 Sampling..........................................................................................44
4.3 Variabel penelitian dan Definisi Operasional.........................................45
4.3.1 Variabel Penelitian...........................................................................45
4.3.2 Definisi Operasional........................................................................46
4.4 Teknik Pengambilan dan Instrumen Penelitian.......................................47
4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas..................................................................51
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................52
4.7 Pengumpulan Data..................................................................................52
4.8 Analisa Data............................................................................................54

xiii
4.9 Kerangka Operasional.............................................................................56
4.10 Ethical Clearence....................................................................................56
4.11 Keterbatasan Penelitian...........................................................................58
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.........................................60
5.1 Hasil Penelitian........................................................................................60
5.1.1 Gambaran lokasi penelitian..............................................................60
5.1.2 Karakteristik responden...................................................................61
5.1.3 Variabel yang diukur........................................................................62
5.1.4 Hubungan pola makan, aktivitas fisik, dan hipertensi dengan kadar
gula darah pada penderita DM tipe 2 usia produktif......................................68
5.2 Pembahasan.............................................................................................75
5.2.1 Hubungan pola makan dengan kadar gula darah pada penderita DM
tipe 2 usia produktif........................................................................................75
5.2.2 Hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada penderita
DM tipe 2 usia produktif.................................................................................91
5.2.3 Hubungan hipertensi dengan kadar gula darah pada penderita DM
tipe 2 usia produktif........................................................................................95
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................99
6.1 Simpulan..................................................................................................99
6.2 Saran......................................................................................................100
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................102
LAMPIRAN.........................................................................................................108
CATATAN REVISI.............................................................................................118

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka konseptual hubungan pola makan, aktivitas fisik, dan
hipertensi dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 di
Puskesmas Sidotopo ………………..…………………………….40
Gambar 4.1 Kerangka Operasional Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan
Hipertensi dengan Kadar Gula Darah pada Penderita DM Tipe 2 di
Puskesmas Sidotopo ……….…………...………………………...56

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tingkat aktivitas fisik……………………………………………...…..28


Tabel 2.2 Klasifikasi berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik…..…...…29
Tabel 4.1 Definisi operasional penelitian Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik,
dan Hipertensi dengan Kadar Gula Darah pada DM Tipe 2 Usia
Produktif di Puskesmas Sidotopo………...………………….......……46
Tabel 5.1 Distribusi karakteristik responden di Puskesmas Sidotopo Surabaya...60
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan jenis dan frekuensi makan makanan
pokok di Puskesmas Sidotopo tahun 2020…………………………....61
Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan jenis dan frekuensi makan lauk pauk
di Puskesmas Sidotopo tahun 2020……………………...……………62
Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan jenis dan frekuensi makan sayuran di
Puskesmas Sidotopo tahun 2020……………………...………………62
Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan jenis dan frekuensi makan buah di
Puskesmas Sidotopo tahun 2020………………………………...……63
Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan jenis dan frekuensi minuman di
Puskesmas Sidotopo tahun 2020……………………………………...64
Tabel 5.7 Distribusi responden berdasarkan jenis dan frekuensi makan snack di
Puskesmas Sidotopo tahun 2020………………………………...……65
Tabel 5.8 Distribusi frekuensi aktivitas fisik responden di Puskesmas Sidotopo
tahun 2020………………………...…………………………………..64
Tabel 5.9 Distribusi frekuensi hipertensi responden di Puskesmas Sidotopo tahun
2020…………………………………………………………………...66
Tabel 5.10 Distribusi frekuensi kadar gula darah responden di Puskesmas
Sidotopo tahun 2020………………………………………………..…66
Tabel 5.11 Distribusi responden berdasarkan kategori frekuensi pola makan di
Puskesmas Sidotopo tahun 2020…………………………………...…67
Tabel 5.12 Hubungan pola makan makanan pokok dengan kadar gula darah pada
penderita DM tipe 2 usia produktif……………………………………68
Tabel 5.13 Hubungan pola makan lauk pauk dengan kadar gula darah pada
penderita DM tipe 2 usia produktif……………………………………69
Tabel 5.14 Hubungan pola makan sayuran dengan kadar gula darah pada
penderita DM tipe 2 usia produktif……………………………………70
Tabel 5.15 Hubungan pola makan buah dengan kadar gula darah pada penderita
DM tipe 2 usia produktif………………………………………………70
Tabel 5.16 Hubungan pola minuman dengan kadar gula darah pada penderita DM
tipe 2 usia produktif…………………………………………………...71

xvi
Tabel 5.17 Hubungan pola makan snack dengan kadar gula darah pada penderita
DM tipe 2 usia produktif……………………………………………....72
Tabel 5.18 Hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada penderita DM
tipe 2 usia produktif…………………………………………………...73
Tabel 5.19 Hubungan hipertensi dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe
2 usia produktif………………………………………………………..73

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Informed Consent …………………………………...……………107


Lampiran 2. Surat Izin Bangkesbangpol …………………………...……...…...108
Lampiran 3. Surat Izin Dinas Kesehatan Kota Surabaya ………………...…….109
Lampiran 4. Bukti Persetujuan Adopsi Kuesioner ...…………………………...110
Lampiran 5. Sertifikat Komisi Etik FKP………………………………...……...111
Lampiran 6. Food Frequency Questionnere (FFQ) ……………………………112
Lampiran 7. Global Physical Activity Questionnere (GPAQ) ………………....114

xviii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

Daftar Arti Lambang

% : persentase
< : kurang dari
> : lebih dari
≤ : kurang dari sama dengan
≥ : lebih dari sama dengan
/ : per
= : sama dengan
α : alfa (tingkat kemanaknaan)
β : beta (sel beta)

Daftar Singkatan

DM : Diabetes Melitus
WHO : World Health Organization
IDF : International Diabetes Federation
ADA : American Diabetes Association
Dinkes : Dinas Kesehatan
Dkk / et al. : Dan kawan-kawan
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
Perkeni : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
Kemenkes RI : Kementrian Kesehatasn Republik Indonesia
BPS : Badan Pusat Statistik
GPAQ : Global Physical Activity Questionnere
FFQ : Frequency Food Questionnere
MET : Metabolic Equivalent of Task
RAAS : Renin Angiotensin Aldosteron System
JNC : Joint National Committe
TGT : Toleransi Glukosa Terganggu

xix
FFA : Free Fatty Acid
DMG : Diabetes Melitus Gestational
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
CADs : Coronary Artery Diseases
PAD : Peripheral Arteri Disease
TZD : Tiazolidindion
DPP-IV : Dipeptidyl Peptidase-4
SGLT-2 : Sodium Glukosa Cotransporter-2

xx
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus sering dikenal dengan ‘silent-killer’ karena penyakit ini

dapat menyerang beberapa organ tubuh yang menyebabkan komplikasi, sehingga

banyak pasien DM yang terlambat mengetahui penyakit ini (Astuti, 2017). Pada

era yang sudah modern dan kemajuan teknologi yang dimiliki membuat

masyarakat terutama pada usia produktif memiliki gaya hidup yang mengikuti

orang barat. Hal tersebut tidak terkecuali terjadi di Kota Surabaya yang

merupakan kota terbesar yang kedua di Indonesia sehingga banyak gerai makanan

atau restauran, pemukiman yang padat serta tingginya beban kerja yang ada di

Surabaya. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cheema et

al (2014) yang dilakukan di Asia Tenggara menunjukkan bahwa masyarakat

urban mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan kejadian penyakit DM

tanpa memandang jenis kelamin dengan prevalensi sebesar 7.6% pada tahun 2010.

Sebagian besar restoran atau cafe yang terletak di Surabaya ini memiliki

fasilitas yang bagus, dan juga terdapat potongan harga yang dilakukan untuk

menarik minat masyarakat dalam membeli. Pemukiman yang padat dan beban

kerja yang tinggi ketika bekerja membuat masyarakat terutama usia produktif

merasa malas untuk melakukan aktivitas fisik yang banyak dan berolahraga ketika

hari libur, dan lebih mementingkan untuk bersantai. Kemajuan teknologi

membuat masyarakat dapat memperoleh sesuatu yang instan tanpa perlu

mengeluarkan banyak tenaga, salah satunya di Surabaya karena banyak pekerja

ojek online, dan biasanya terdapat potongan harga yang menarik sehingga

1
membuat masyarakat lebih cenderung memilih yang murah dan instan tanpa perlu

mengeluarkan banyak tenaga.

Dikutip dari WHO (2010), 70% dari total kematian di dunia dan lebih dari

setengah beban penyakit. 90-95% dari kasus DM merupakan DM Tipe 2 yang

sebagian bear dapat dicegah karena disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat

(Dinas Kesehatan, 2018). Menurut International Diabetes Federation (2017),

epidemik DM di Indonesia masih menunjukan kecenderungan meningkat.

Indonesia adalah negara peringkat ke-6 di dunia, setelah Tiongkok, India,

Amerika Serikat, Brazil, dan Meksiko dengan jumlah penyandang DM usia 20-79

tahun sekitar 10,3 juta orang. Dinas Kesehatan Surabaya mencatat sebanyak

32.381 pasien DM sepanjang tahun 2016.

Jumlah kejadian DM di Jawa Timur pada penduduk semua umur mencapai

nilai 2,7% dan menempati urutan ke-5. Nilai tersebut meningkat sebesar 0,8% dari

tahun 2013 dengan nilai 1,9% (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Hampir 10%

penduduk di Kota Surabaya mengidap penyakit DM (Tandra, 2017). DM juga

sebagai penyebab kematian terbesar di Kota Surabaya dengan total 314 jiwa

(Dinas Kesehatan, 2017). Prevalensi DM pada usia ≥15 tahun pada tahun 2018

berdasarkan dengan diagnosis dokter meningkat menjadi 2%, pemeriksaan darah

menurut American Diabetes Association (ADA) dan Perkeni tahun 2011 yaitu

sebesar 8,5% yang meningkat dari tahun 2013, dan pemeriksaan darah menurut

American Diabetes Association (ADA) dan Perkeni pada tahun 2015 yaitu sebesar

10,9% (Kemenkes RI, 2018). Berdasarkan dengan data Riskesdas tahun 2018

menyatakan bahwa prevalensi DM di Indonesia meningkat seiring dengan usia

nya dan pada jumlah usia produktif yaitu usia 15-64 tahun jumlahnya tinggi,

2
puncaknya yaitu pada usia 55-65 tahun yang dimana termasuk dalam usia

produktif. Sedangkan, untuk usia non produktif yaitu diatas 65 tahun memiliki

prevalensi yang menurun (Ruwandasari, 2019). Prevalensi pada usia produktif

yaitu 15-59 tahun ini pada tahun 2018 di kota Surabaya termasuk yang terbanyak

yaitu 42.000 penderita untuk DM tipe 2. Sedangkan, sisanya 17.915 penderita

dengan rentang usia 60-69 tahun, lalu untuk rentang usia 70 tahun ke atas yaitu

8.238 penderita (Dinas Kesehatan, 2018).

Berdasarkan hasil survey data awal yang dilakukan pada tanggal 24 April

2020 di Puskesmas Sidotopo terdapat 1.721 orang yang memiliki DM tipe 2.

Selanjutnya, mendatangi RW 5, RW 10, dan RW 12 untuk menanyakan

perbatasan daerah tiap RW dan juga untuk meminta izin penelitian. Setelah itu,

mengeliminasi responden berdasarkan dengan perbatasan pada tiap RW tersebut

dengan menggunakan alamat yang ada pada responden serta usia responden yang

pada usia produktif yaitu usia 20-55 tahun. Selanjutnya, diketahui penderita DM

usia produktif yang berusia 20-55 tahun sebanyak 131 orang pada tahun 2019di

Puskesmas Sidotopo yang tersebar di wilayah RW 5, RW 10, dan RW 12. Hasil

studi pendahuluan didapatkan bahwa terdapat 7 penderita DM dengan jenis

kelamin perempuan memiliki pola makan yang tidak sehat, aktivitas yang kurang,

dan 4 dari 7 responden memiliki hipertensi. Berdasarkan hasil wawancara

didapatkan, bahwa responden mengkonsumsi makanan yang manis, asin,

mengandung tinggi lemak, dan rendah serat. Hal tersebut dikarenakan 6 dari 7

responden tidak dapat menahan nafsu makannya, dan memasak sesuai dengan

yang diinginkan keluarga yang kecenderungan memiliki rasa manis atau asin.

Lalu terdapat 3 dari 7 responden lebih sering untuk membeli makanan siap saji

3
karena bagi responden menjadi lebih praktis daripada harus memasak sendiri.

Diketahui pula responden memiliki aktivitas yang kurang, sebanyak 5 dari 7

responden pergi untuk berbelanja ke pasar hanya dalam 3 hari sekali, kegiatan

mencuci baju juga jarang dilakukan oleh responden karena responden lebih

memilih ketika baju kotornya sudah banyak lalu baru dicuci, sehingga responden

yang di wawancarai kebanyakan memiliki aktivitas yang tidak begitu banyak di

rumah, dan setelah melakukan aktivitas para responden memilih makan atau tidur.

Sebanyak 7 responden juga tidak melalukan olahraga, dikarenakan kondisi

pemukiman yang padat sehingga membuat tidak berolahraga. Diantara responden

tersebut juga tidak ada yang melakukan olahraga dikarenakan masalah lingkungan

yang padat dan urusan rumah tangga yang membuat responden untuk tidak

memilih berolahrga. Terdapat 4 dari 7 responden tersebut memiliki hipertensi

dikarenakan masalah lingkungan yang padat sehingga membuat responden

menjadi stress, apalagi terdapat masalah rumah tangga yang dialaminya. Tetapi 3

diantaranya lebih suka untuk mengkonsumsi makanan yang asin.

Terdapat beberapa faktor penyebab DM yang dibagi menjadi faktor

internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya yaitu usia, genetik, riwayat

kehamilan, riwayat melahirkan. Faktor eksternal diantaranya yaitu pola makan

atau diet tidak seimbang, obesitas, displidemia, aktivitas fisik, hipertensi

(Kemenkes, 2010).

Pola makan pada masa kini cenderung untuk mengadopsi pola makan

seperti negara barat yaitu lebih memilih untuk mengkonsumsi makanan yang

sudah ada atau cepat saji atau fast food yang tinggi akan kandungan karbohidrat,

lemak, gula, dan garam namun rendah akan serat. Perilaku yang mengkonsumsi

4
fast food ini merupakan kurang baik apabila dikonsumsi secara berulang karena

tanpa mempertimbangkan prinsip menu sehat dan seimbang. Konsumsi fast food

yang berlebihan menyebabkan gizi berlebih di tubuh seperti lemak, gula, dan

garam yang selanjutnya menyebabkan ketidakmampuan pada pankreas. Organ

tersebut mempunyai sel beta yang berfungsi untuk memproduksi insulin yang

berperan membantu mengangkut glukosa dari aliran darah ke dalam sel-sel tubuh

untuk digunakan sebagai energi. Glukosa yang tidak dapat diserap oleh tubuh

karena ketidakmampuan hormon insulin untuk mengangkutnya, mengakibatkan

terus bersemayam dalam aliran darah, sehingga kadar gula menjadi tinggi

(Abdurrahman, 2014 dalam Affisa, 2018).

Kurang aktivitas fisik merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya

DM. Dengan melakukan aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa

akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik

mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan

berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke

dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula.

Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan

timbul DM (Kemenkes RI, 2010).

Pada penderita DM tipe 2, Hipertensi seringkali bagian dari sindrom

metabolik dari resistensi insulin. Hipertensi mungkin muncul selama beberapa

tahun pada pasien ini sebelum DM muncul. Hiperinsulinemia memperbesar

patogenesis Hipertensi dengan menurunkan ekskresi sodium pada ginjal, aktivitas

stimulasi dan tanggapan jaringan pada sistem saraf simpatetik, dan meningkatkan

resistensi sekeliling vaskular melalui hipertropi vaskular (Puput, 2016 dalam

5
Affisa, 2018). Hipertensi akan menyebabkan insulin menjadi resisten sehingga

terjadi hiperinsulinemia, terjadi mekanisme kompensasi tubuh agar glukosa darah

normal. Bila tidak dapat diatasi maka akan terjadi gangguan Toleransi Glukosa

Terganggu (TGT) yang mengakibatkan kerusakan sel beta dan terjadilah DM

(Kemenkes RI, 2010).

Berdasarkan dengan uraian tersebut membuat tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai hubungan pola makan, aktivitas fisik, dan hipertensi dengan

kadar gula darah pada pasien DM tipe 2 dengan usia produktif di Puskesmas

Sidotopo.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan pola makan, aktivitas fisik, dan hipertensi dengan

kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 usia produktif?

1.3 Tujuan Penelitan

1.3.1 Tujuan umum

Menjelaskan hubungan pola makan, aktivitas fisik, dan hipertensi

dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 usia produktif

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi pola makan, aktivitas fisik, dan hipertensi pada

penderita DM tipe 2 usia produktif

2. Mengidentifikasi kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 usia

produktif

3. Menganilisis hubungan pola makan, aktivitas fisik, dan hipertensi

dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 usia produktif

6
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat menjelaskan hubungan pola makan,

aktivitas fisik, dan hipertensi dengan kadar gula darah pada penderita DM

tipe 2 usia produktif sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan dan acuan dalam pengembangan

penelitian dalam praktik keperawatan khususnya ilmu keperawatan

komunitas dengan topik perilaku hidup sehat.

1.4.2 Praktis

1. Bagi Perawat

Diharapkan bermanfaat untuk menigkatkan mutu pelayanan kesehatan

dengan memperhatikan hubungan pola makan, aktivitas fisik, dan

hipertensi dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 usia

produktif dan juga dapat meningkatkan perhatian perawat karena DM juga

dapat mengakibatkan penyakit hipertensi.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat menjadi acuan bagi para peneliti selanjutnya yang

tertarik pada hubungan pola makan, aktivitas fisik, dan hipertensi dengan

kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 usia produktif.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit DM

2.1.1 Pengertian DM

Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh

gangguan metabolisme glukosa yang dapat diakibatkan oleh kelainan insulin

yang diturunkan secara genetik yang destrusi sel β prankreas ataupun

kelainan yang didapat dalam kehidupannya terkait insulin yang dihasilkan

oleh pankreas, atau oleh ketidakefektifan insulin yang dihasilkan yang

disebut resistensi insulin yang bisa didapatkan saat kehamilan. Kekurangan

tersebut menyebabkan peningkatan kosentrasi glukosa darah, yang pada

gilirannya merusak banyak sistem tubuh, khususnya pembuluh darah dan

saraf (American Diabetes Association, 2018).

2.1.2 Klasifikasi DM

Menurut Internastional Diabetes Federation (2017) mengklasikan

sebagai berikut:

1. DM Tipe 1

Terjadi karena reaksi autoimun dimana sistem kekebalan tubuh

menyerang sel beta yang fungsinya menghasilkan insulin di pankreas.

Penderita DM tipe 1 memerlukan suntikan insulin setiap hari agar kadar

glukosa dapat tetap terkontrol.

2. DM Tipe 2

Terjadi karena insulin mengalami resistensi sehingga tidak mampu

merespon insulin. DM tipe 2 paling sering dijumpai pada orang dewasa,

namun jika aktivitas fisik tidak efektif dan pola makan yang buruk

8
disertai obesitas tidak menutup kemungkinan remaja dan anak-anak dapat

tekena penyakit ini.

3. Gestational Diabetes Mellitus (GDM)

DM yang muncul dan diagnosis pada saat proses kehamilan.

4. Impaired Glucose Tolerance And Impaired Fasting Glucose

Kadar glukosa di atas batas normal dan di bawah ambang diagnostik

merupakan kriteria dari gangguan toleransi glukosa (IGT) dan glukosa

puasa yang terganggu (IFG). Kadar glukosa IGT antara (140-199 mg/dL)

pada 2 jam setelah OGTT dan kadar glukosa IFG antara (110-125

mg/dL).

2.1.3 Faktor risiko DM

Faktor risiko pada DM dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko yang

tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah, sebagaimana berikut:

1. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Diubah

1) Usia

Peningkatan risiko DM seiring dengan umur, khususnya pada usia

lebih dari 40 tahun, disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi

peningkatan intoleransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan

berkurangnya kemampuan sel β pankreas dalam memproduksi insulin.

Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan

aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan

dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% dan memicu

terjadinya resistensi insulin (Trisnawati, 2013 dalam Affisa, 2018).

9
2) Genetik atau Riwayat Keluarga

Keluarga mempunyai peranan penting untuk generasi selanjutnya, hal

ini dikarenakan ada berbagai macam penyakit yang dapat terjadi karena

riwayat keluarga. DM merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh dua

faktor, yang pertama adalah faktor yang tidak dapat diubah seperti

herediter/riwayat keluarga, usia, jenis kelamin dan yang kedua adalah

faktor yang dapat diubah seperti aktifitas fisik, gaya hidup, merokok, dan

stres (Arif Nurma Etika, 2016 dalam Affisa, 2016).

3) Riwayat Kehamilan

Menurut Damayanti wanita yang sedang hamil terjadi

ketidakseimbangan hormonal, progesteron tinggi, sehingga meningkatkan

sistem kerja tubuh untuk merangsang sel–sel berkembang (termasuk

janin), tubuh akan memberikan sinyal lapar dan pada puncaknya

menyebabkan sistem metabolisme tubuh tidak bisa menerima langsung

asupan kalori dan menggunakannya secara total sehingga terjadi

peningkatan kadar gula darah saat kehamilan (Irawan, 2010).

4) Riwayat Melahirkan

Melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi yaitu lebih dari 4000

gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG) berpotensi

untuk menderita DM tipe 2 maupun gestasional. Wanita yang pernah

melahirkan anak dengan berat lebih dari 4 kg biasanya dianggap sebagai

pra-DM (Kemenkes, 2010). Melahirkan bayi dengan berat badan lahir

rendah yaitu kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan berat badan

rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir

10
dengan berat badan normal. Seseorang yang lahir dengan BBLR

dimungkinkan memiliki kerusakan pankreas sehingga kemampuan

pankreas untuk memproduksi insulin akan terganggu. Hal tersebut

menjadi dasar mengapa riwayat BBLR seseorang dapat berisiko terhadap

kejadian BBLR (Kemenkes, 2010).

5) Jenis Kelamin

Menurut Damayanti wanita lebih berisiko mengidap DM karena

secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh

yang lebih besar. Sindrom siklus bulanan (premenstrual syndrome),

pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah

terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko

menderita DM tipe 2 (Irawan, 2010).

2. Faktor Risiko Yang Dapat Diubah

1) Obesitas

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan metode antropometri yang

sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya berkaitan

dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Obesitas merupakan

komponen utama dari sindrom metabolik dan secara signifikan

berhubungan dengan resistensi insulin (Restyana, 2015 dalam Affisa,

2018).

Peningkatan berat badan dapat menyebabkan resiko terjadinya DM.

Timbunan lemak yang ada di dalam tubuh menghalangi kerja insulin,

sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk di

11
pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan kadar gula darah dalam

pembuluh darah (ADA, 2018).

Pada orang yang menderita obesitas, dalam tubuhnya terjadi

peningkatan pelepasan asam lemak bebas (Free Fatty Acid/FFA) dari

lemak visceral yaitu lemak pada rongga perut yang lebih resisten terhadap

efek metabolik insulin dan juga lebih sensitive terhadap hormon lipolitik.

Peningkatan FFA menyebabkan hambatan kerja insulin sehingga terjadi

kegagalan uptake glukosa ke dalam sel yang memicu peningkatan

produksi glukosa hepatic melalui proses glukoneosis (Kemenkes, 2010).

2) Displidemia

Kadar kolesterol yang tinggi berisiko terhadap penyakit DM. Kadar

kolesterol tinggi menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas (free

fatty acid) sehingga terjadi lipotoksisity. Hal ini akan menyebabkan

terjadinya kerusakan sel β yang akhirnya mengakibatkan DM. Kadar

kolesterol total berisiko untuk DM jika hasilnya >190 mm/dL (kolesterol

tinggi) sedangkan kadar normal adalah ≤190 mm/dL (Kemenkes, 2010).

3) Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik sangat berperan dalam mengontrol gula darah. Pada

saat tubuh melakukan aktivitas fisik maka sejumlah glukosa akan diubah

menjadi energi. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin

meningkatkan sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada

orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh

tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika

insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka

12
akan timbul DM. Setelah beraktivitas fisik selama 10 menit, glukosa

darah akan meningkat sampai 15 kali dari jumlah kebutuhan pada

keadaan biasa (Kemenkes, 2010).

4) Pola Makan

Perubahan makanan yang cenderung meniru perilaku orang barat

menyebabkan masyarakat lebih mengkonumsi makanan siap saji. Hal

tersebut dapat memnyebabkan perubahan status gizi karena pola

konsumsi masyarakat sekarang itu tinggi gula, garam, lemak, dan rendah

serat sehingga dapat menimbulkan penyakit degenerative (Kemenkes

2010).

Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang olahraga, menekan nafsu

makan, sering mengkonsumsi makan siap saji. Perilaku makan yang

buruk seperti terlalu banyak mengkonsumsi makanan berlemak dan

makanan manis ternyata bisa merusak kerja organ pankreas. Organ

tersebut mempunyai sel beta yang berfungsi memproduksi insulin

berperan membantu mengangkut glukosa dari aliran darah ke dalam sel-

sel tubuh untuk digunakan sebagai energi. Glukosa yang tidak dapat

diserap oleh tubuh karena ketidakmampuan hormon insulin

mengangkutnya, mengakibatkan terus bersemayam dalam aliran darah,

sehingga kadar gula menjadi tinggi (Abdurrahman, 2014 dalam Affisa,

2018). Kebutuhan kalori basal perhari untuk perempuan sebesar 25

kal/kgBB sedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB (PERKENI, 2015).

13
5) Hipertensi

Seseorang dikatakan hipertensi jika sistolik ≥ 140 mmHg atau

diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi akan menyebabkan insulin resisten

sehingga terjadi hiperinsulinemia, terjadi mekanisme kompensasi tubuh

agar glukosa darah normal. Bila tidak dapat diatasi maka akan terjadi

gangguan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) yang mengakibatkan

kerusakan sel beta dan terjadilah DM (Kemenkes, 2010).

Pengaruh hipertensi terhadap DM disebabkan karena penebalan

pembuluh darah arteri, sehingga proses pengangkutan glukosa dalam

darah terganggu (ADA, 2018)

2.1.4 Diagnosa DM

Diagnosis DM dinyatakan pasti apabila mempunyai kadar gula darah

(American Diabetes Association, 2018) :

1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/L). Puasa

adalah kondisi tidak ada asupan kalori selama 8 jam.

2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl (11.1 mmol/L) 2-jam setelah Tes

Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.

3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl (11.1 mmol/L) dengan

keluhan klasik.

4. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% (48 mmol/L) dengan menggunakan metode

yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Progam

(NGSP).

14
2.1.5 Manifestasi Klinis DM

Menurut Internatioal Diabetes Federation (2017), tanda dan gejala

klinis DM sebagai berikut:

1. Diabetes tipe-1

Selalu merasa haus dan mulut kering (polidipsia), sering buang air kecil

(poliuria), kekurangan tenaga, kelelahan, selalu merasa lapar (polifagia),

penurunan berat badan, penurunan daya penglihatan.

2. Diabetes tipe-2

Selalu merasa haus dan mulut kering (polidipsia), sering buang air kecil

(poliuria), kelelahan, penyembuhan luka yang lambat dan sering infeksi,

sering kesemutan atau mati rasa di tangan dan kaki, penglihatan kabur.

3. Gestational Diabetes Mellitus (GDM)

Biasanya gejala hiperglikemia berlebihan selama kehamilan jarang terjadi

dan mungkin sulit untuk diketahui, maka dari itu diperlukan tes toleransi

glukosa oral (OGTT) antara minggu ke 24 dan 28 kehamilan, tetapi untuk

perempuan yang beresiko tinggi dapat dilakukan skrinning lebih awal.

Secara umum menurut PERKENI (2015) keluhan DM dapat

dikategorikan sebagai berikut:

1. Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain: lemah berjalan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi

ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita.

15
2.1.6 Komplikasi DM

Menurut Internatioal Diabetes Federation (2017), komplikasi DM

yaitu:

1. Diabetic Eye Disease (DED)

Terjadi akibat kadar glukosa darah tinggi kronis yang menyebabkan

kerusakan kapiler retina, yang mengarah ke kebocoran dan penyumbatan

kapiler. Akhirnya, menyebabkan kehilangan penglihatan hingga

kebutaan.

2. Chronic Kidney Disease (CKD)

Komplikasi ini bisa disebabkan oleh nefropatik diabetic, polineuropati,

disfungsi kandung kemih, peningkatan kejadian infeksi kandung kemih

atau macrovascular angiopathy.

3. Oral Health

Penderita DM mengalami peningkatan risiko radang gusi (periodontitis)

atau hyperplasia gingiva jika glukosa tidak dikelola dengan benar,

pembusukan gig, kandidiasis, disfungsi saliva, gangguan neurosensorik

(burning mouth syndrome).

4. Penyakit Jantung

Faktor risiko komplikasi ini yaitu merokok, hipertensi, kadar kolestrol

tinggi, dan obesitas. Komplikasi yang sering terjadi seperti angina,

coronary artery diseases (CADs), myocardial infarction, stroke,

peripheral arteri disease (PAD), gagal jantung.

16
5. Neuropati diabetic

Komplikasi ini merupakan yang paling umum terjadi. Faktro risiko

utamanya dari kondisi ini yaitu tingkat dan durasi peningkatan glukosa

darah. Neuropati dapat menyebabkan kehilangan fungsi otonom, motorik,

dan sensorik tubuh. Neuropati diabetik dapat menyebabkan perasaan

abnormal dan mati rasa progresif pada kaki yang menyebabkan timbul

ulkus karena trauma ekternal atau tekanan internal tulang. Neuropati juga

dapat menyebabkan disfungsi ereksi, masalah saluran pencernaan, saluran

kencing, dan disfungsi otonom jantung.

2.1.7 Penatalaksanaan DM

Menurut PERKENI (2015), tujuan penatalaksanaan secara umum

yaitu meningkatkan kualitas hidup penyandang DM. Tujuan penatalaksanaan

meliputi:

1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan, memperbaiki kualitas

hidup, dan mengurangi risiko komplikasi

2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas

penyulit mikroangiopati dan makroangiopati

3. Tujuan akhirnya yaitu turunnya angka morbiditas dan mortalitas DM

Menurut PERKENI (2015), terdapat empat pilar penatalaksanaan

pada penderita DM yaitu edukasi, terapi nutrisi, latihan jasmani, dan terapi

farmakologis.

1. Edukasi

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan

sebagai bagian upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting

17
dari pengelolaan DM secara holistik. Materinya dibagi menjadi materi

edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjut.

2. Terapi Nutrisi

Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan

anjuran makan pada masyrakat umum, yaitu makanan yang seimbang.

Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai keteraturan jadwal

makan, jenis, dan jumlah kandungan kalori, terutama pada penderita yang

mengkonsumsi obat untuk meningkatkan sekresi insulin ataupun terapi

insulin.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari: karbohidrat 45-65%

dari total asupan energi terutama yang berserat tinggi, asupan lemak 20-25%

dari kebutuhan kalori, protein 10-20% total asupan energy, anjuran untuk

asupan natrium yaitu <2300mg per hari, dianjurkan untuk mengkonsumsi

serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta karbohidrat yang

memiliki serat tinggi, pemanis dapat digunakan sepanjang tidak melebihi

batas aman (Accepted Daily Intake / ADI).

3. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan teratur selama

3-5 kali dalam seminggu, selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit

perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Aktivitas

sehari-hari bukan termasuk latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu

aktif setiap hari. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga

dapat memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan

18
berupa aerobik dengan intensitas sedang (50-75% denyut jantung maksimal)

seperti jalan cepat, bersepda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung

maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka 220 dengan usia pasien.

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan usia dan status kebugaran

jasmani.

4. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan latihan jasmani dan

terapi nutrisi. Terapi farmakologis terdiri dari bentuk oral dan suntikan. Obat

oral dibagi menjadi 5 golongan: pemacu sekresi insulin (sulfonylurea dan

glinid); peningkat sensitivitas insulin (metformin dan tiazolidindion (TZD));

penghambat absorbs glukosa di saluran pencernaan (alfa glukosidase);

pengahambat DPP-IV (sitagliptin dan linagliptin); penghambat SGLT-2

(canagliflozin dan empagliflozin).

2.2 Tinjauan Umum Pola Makan

2.2.1 Definisi

Pola makan dapat didefinisikan karateristik dari kegiatan yang

berulang kali makan individu atau setiap orang makan dalam memenuhi

kebutuhan makanan. Pola makan juga disebut sebagai informasi yang

memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang

dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk suatu

kelompok tertentu (Sulistyoningsih, 2011).

19
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi pola makan

Menurut Sulistyoningsih (2011) mengemukakan faktor secara umum

yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah faktor ekonomi, sosial

budaya, agama, pendidikan, dan lingkungan.

1. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang untuk daya beli

pangan dengan kuantitas dan kualitas dalam pendapatan menurunan daya beli

pangan secara kualitas maupun kuantitas masyarakat. Pendapatan yang

tinggidapat mencakup kurangnya daya beli denganh kurangnya pola makan

masysrakat sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih di dasarkan dalam

pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk

mengkonsumsi makanan impor.(Sulistyoningsih, 2011).

2. Faktor Sosial Budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan dapat dipengaruhi oleh

faktor budaya sosial dalam kepercayaan budaya adat daerah yang menjadi

kebiasaan atau adat. Kebudayaan disuatu masyarakat memiliki cara

mengkonsumsi pola makan dengan cara sendiri. Dalam budaya mempunyai

suatu cara bentuk macam pola makan seperti:dimakan, bagaimana

pengolahanya, persiapan dan penyajian, (Sulistyoningsih, 2011).

3. Faktor Agama

Dalam agama pola makan ialah suatu cara makan dengan diawali berdoa

sebelum makan dengan diawali makan mengunakan tangan kanan

(Sulistyoningsih, 2011).

20
4. Faktor Pendidikan

Dalam pendidikan pola makan iala salah satu pengetahuan, yang

dipelajari dengan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan

penentuan kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2011).

5. Faktor Lingkungan

Dalam lingkungan pola makan ialah berpengaruh terhadap pembentuk

perilaku makan berupa lingkungan keluarga melalui adanya promosi, media

elektroni, dan media cetak. (Sulistyoningsih, 2011).

2.2.3 Kebutuhan gizi

Makanan dikatakan bergizi jika mengandung zat makanan yang

cukup dalam jumlah dan kualitasnya yang sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Makanan yang kita konsumsi setiap hari dapat dibagi dalam beberapa

golongan yaitu, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, oksigen dan

serat. Sumber energi dalam bahan makanan dapat diperoleh dari zat gizi

makro yaitu karbohidrat, lemak dan protein (Irianto, 2010).

2.2.4 Klasifikasi makanan sumber zat gizi

1. Karbohidrat

Karbohidrat mempunyai peranan yang penting bagi alam, fungsi utama

karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh. Karbohidrat merupakan

sumber utama energi bagi penduduk diseluruh dunia, karena banyak di dapat

di alam dan sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, untuk disimpan

sebagai cadangan energi di dalam jaringan lunak (Alamtsier, 2010 dalam

Febriyanti, 2016).

21
Makanan sumber karbohidrat yang masuk kedalam tubuh akan dipecah

dan diserap dalam bentuk monosakarida, terutama dalam bentuk gula.

Penyerapan gula dapat mengakibatkan peningkatan kadar gula dalam darah

dan meningkatkan sekresi insulin. Konsumsi berlebih makanan sumber

karbohidrat pada seseorang yang mengalami resistensi insulin akan

menyebabkan kadar gula darah akan tetap tinggi (Amanina et al., 2015 dalam

Islami, 2019)

Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serelia, umbi-umbian,

kacang- kacangan kering dan gula. Hasil olahan bahan-bahan ini adalah

bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup dan sebagainya. Sebagian sayur

dan buah tidak banyak mengandung karbohidrat. Sayur umbi-umbian seperti

wortel dan bit serta sayur kacang-kacangan relatif lebih banyak mengandung

karbohidrat (Almatsier, 2010 dalam Febriyanti, 2016).

2. Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian tubuh

terbesar setelah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, sebagianya ada di

dala otot, seperlima terdapat di dalam tulang dan tulang rawan, seperseuluh

terdapat di dalam kulit dan selebihnya di dam jaringan dan cairan tubuh.

Semua enzim, berbagai hormon pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks

intraseluler dan sebagainya adalah protein. Di samping itu asam amino yang

membentuk protein bertindak sebagai precursor sebagai besar sebagai

koenzim, hormon, asam nukleat dan molekul-molekul yang esensial untuk

kehidupan. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh

22
zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel jaringan tubuh

(Almatsier, 2010 dalam Febriyanti, 2016).

Defisiensi asam amino esensial dapat melemahkan sel yang bertugas

dalam memproses gula. Proses penyembuhan dapat berlangsung lama karena

ketiadaan dari asam amino yang diperlukan oleh tubuh untuk meregenerasi

sel yang rusak akibat kadar gula darah yang tinggi (Idris et al., 2014 dalam

Islami, 2019)

Sumber protein dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu protein

hewani dan protein nabati. Protein hewani yang merupakan sumber protein

yang baik dalam jumlah maupun kualitas, seperti susu, daging, ayam, ikan,

telur dan sebaginya. Sedangkan protein nabati terdapat pada tumbuh-

tumbuhan seperti kacang-kacangan, biji- bijian, tahu, tempe dan sebaginya

(Almatsier, 2010 dalam Febriyanti, 2016).

3. Lemak

Lemak adalah senyawa organik yang mengandung unsur karbon,

hidrogen dan oksigen. Dalam Lemak, oksigen lebih sedikit dari pada yang

terdapat dalam karbohidrat. Pada saat pembakaran, lemak mengikat lebih

banyak oksigen sehingga panas yang dihasilkan lebih banyak. Lemak yang

disimpan di dalam kulit merupakan simpanan energi jangka panjang yang

merupakan insulasi dalam tubuh. Lemak merupakan bahan penting dalam

membaran sel dan sifatnya tidak dapat larut dalam air dimanfaatkan dalam

sistem kedap air sejumlah organisme (Almatsier, 2010 dalam Febriyanti,

2016).

23
Sumber utama lemak adalah minyak, tumbuh- tumbuhan (minyak kelapa,

minyak sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan sebagainya),

mentega, margarin dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber

lemak lainnya adalah kacang-kacangan, biji-bijian, krim, susu, dan kuning

telur serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur dan

buah (kecuali alpukat) yang sangat sedikit mengandung lemak (Almatsier,

2010 dalam Febriyanti, 2016).

4. Serat

Konsumsi serat dapat memperlambat pengosongan lambung dan

mengubah gerakan peristaltic lambung, sehingga rasa kenyang yang

ditimbulkan lebih lama, serta terjadi keterlambatan penyampaian zat gizi

menuju usus halus. Serat larut air dapat meningkatkan kekentalan isi dalam

usus halus sehingga dapat mengakibatkan terjadinya penurunan aktivitas

enzim amilase dan memperlambat penyerapan glukosa (Amanina et al., 2015

dalam Islami 2019)

5. Makanan atau Minuman yang Manis

Makanan atau minuman manis yang mengandung gula pasir atau sukrosa.

Gula pasir secara spontan tidak memerlukan metabolisme lagi didalam tubuh

sehingga gula akan langsung masuk dalam metabolisme tubuh. Hal tersebut

yang menjadi penyebab konsumsi makanan atau minuman manis yang

berlebihan dapat meningkatkan kadar gula darah (Gratia et al., 2017 dalam

Islami, 2019)

24
2.2.5 Pengaruh pola makan pada kadar gula darah

Perubahan makanan yang cenderung meniru perilaku orang barat

menyebabkan masyarakat lebih mengkonumsi makanan siap saji. Hal

tersebut dapat memnyebabkan perubahan status gizi karena pola konsumsi

masyarakat sekarang itu tinggi gula, garam, lemak, dan rendah serat sehingga

dapat menimbulkan penyakit degenerative (Kemenkes 2010).

Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang olahraga, menekan nafsu

makan, sering mengkonsumsi makan siap saji. Perilaku makan yang buruk

seperti terlalu banyak mengkonsumsi makanan berlemak dan makanan manis

ternyata bisa merusak kerja organ pankreas. Organ tersebut mempunyai sel

beta yang berfungsi memproduksi insulin berperan membantu mengangkut

glukosa dari aliran darah ke dalam sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai

energi. Glukosa yang tidak dapat diserap oleh tubuh karena ketidakmampuan

hormon insulin mengangkutnya, mengakibatkan terus bersemayam dalam

aliran darah, sehingga kadar gula menjadi tinggi (Abdurrahman, 2014 dalam

Affisa, 2018).

Asupan makanan berenergi tinggi dan rendah serat dapat mengganggu

stimulasi sel-sel beta pankreas dalam memproduksi insulin. Selain itu asupan

lemak dalam tubuh harus diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap

kepekaan insulin. Dalam hal ini perlu dihindari asupan lemak jenuh yang

dapat memperburuk kepekaan insulin (Mahendra dkk, 2008 dalam

Febriyanti, 2018).

25
2.3 Tinjauan Umum Aktivitas Fisik

2.3.1 Definisi

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot

rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang kurang

merupakan faktor risiko untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan

diperkirakan dapat menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010).

2.3.2 Pengaruh aktivitas fisik pada kadar glukosa darah

Aktivitas fisik sangat berperan dalam mengontrol gula darah. Pada

saat tubuh melakukan aktivitas fisik maka sejumlah glukosa akan diubah

menjadi energi. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkatkan

sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang

berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi

ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi

untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM. Setelah

beraktivitas fisik selama 10 menit, glukosa darah akan meningkat sampai 15

kali dari jumlah kebutuhan pada keadaan biasa (Kemenkes, 2010).

Kosensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2 dari PERKENI

tahun 2015 menjelaskan bahwa agar mendapatkan hasil yang maksimal

aktivitas fisik dilakukan setiap 3 sampai 5 kali perminggu selama 30 sampai

45 menit secara rutin. Aktivitas fisik yang dilakukan tidak harus aktivitas

fisik yang berat. Aktifitas yang dianjurkan berupa latihan kardiorespirasi

seperti jalan kaki, bersepeda, jogging dan berenang (PERKENI, 2015).

26
2.3.3 Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ)

Global Physical Activity Questionnaire atau GPAQ merupakan alat

ukur yang dikembangkan oleh WHO untuk pengawasan aktivitas fisik pada

negara-negara yang sedang berkembang (WHO, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian Bull et al instrumen GPAQ memiliki

nilai realibilitas kuat (Kappa 0,67 sampai 0,73) dan memiliki tingkat validitas

sedang dikorelasikan dengan data accelerometer (r =0,48) (Bull et al.,2009

dalam Febriyanti, 2016). Penelitian yang dilakukan Daniel Ranggadwipa

mengenai hubungan aktivitas fisik dan asupan energi terhadap massa lemak

tubuh dan lingkar pinggang pada mahasiswa fakultas kedokteran universitas

diponogoro memiliki kesamaan variabel yaitu aktivitas fisik yang diukur

dengan kuesioner GPAQ. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terdapat

hubungan bermakna dan korelasi negarif antara aktivitas fisik terhadap massa

lemak tubuh (p =0,000 r =-0,661) dan lingkar pinggang (p =0,000 r =0,621)

(Daniel, 2014 dalam Febriyanti, 2016).

2.3.4 Penggolongan aktivitas fisik berdasarkan GPAQ

Pembagian aktivitas fisik pada GPAQ menurut WHO (2010) dibagi

menjadi empat, yaitu sebagai berikut:

1. Aktivitas fisik pada hari-hari kerja membutuhkan energi lebih banyak

daripada energi yang dikeluarkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Aktivitas fisik diluar pekerjaan dan olahraga. Waktu senggang dapat

dikatakan sebagai kegiatan diluar pekerjaan.

3. Transportasi, sebagai tambahan dari pekerjaan. Kegiatan seperti

bersepeda/ berjalan kaki.

27
4. Pekerjaan rumah tangga. Ini juga termasuk pekerjaan yang mengeluarkan

energi. Terutama pada ibu rumah tangga.

Kriteria aktivitas fisik aktif adalah seseorang yang memiliki aktivitas

fisik yang tinggi atau sedang atau keduanya, sedangkan aktivitas fisik yang

kurang aktif adalah seeorang yang tidak melakukan aktivitas fisik sedang

ataupun tinggi. Berikut klasifikasi aktivitas fisik: (Kemenkes RI, 2013 dalam

Ruwandasari, 2019)

1. Aktivitas fisik tidak aktif atau rendah: <600 MET-menit/minggu

2. Aktivitas fisik aktif atau cukup: ≥600 MET-menit/minggu

Tabel 2.1 Tingkat aktivitas fisik


Jenis Aktivitas Jenis Kegiatan Contoh Kegiatan
Aktivitas 75% dari waktu yang Duduk, berdiri, mencuci
Rendah digunakan adalah untuk piring, memasak, menyetrika,
duduk atau berdiri dan 25% bermain musik, menonton tv,
untuk kegiatan berdiri dan mengemudikan kendaraan,
berpindah. berjalan perlahan.
Aktivitas 40% dari waktu yang Menggosok lantai, mencuci
Sedang digunakan adalah untuk mobil, menanam tanaman,
duduk atau berdiri dan 60% bersepeda pergi pulang
adalah untuk kegiatan kerja beraktivitas, berjalan sedang
khusus dalam bidang dan cepat, bowling, golf,
pekerjaannya. berkuda, bermain tenis meja,
berenang, voli.
Aktivitas 25% dari waktu yang Membawa barang berat,
Tinggi digunakan adalah untuk berkebun, bersepeda (16-
duduk atau berdiri dan 75% 22km/jam), bermain sepak
adalah untuk kegiatan kerja bola, bermain basket,gym
khusus dalam bidang angkat berat, berlari.
pekerjaannya.
Sumber: World Health Organization (WHO), 2016

28
2.4 Tinjauan Umum Hipertensi

2.4.1 Definisi

Menurut WHO (2013), hipertensi merupakan tekanan darah sistolik

≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Tekanan darah

sistolik merupakan tekanan darah tertinggi dalam pembuluh darah dan terjadi

ketika jantung berkontraksi atau berdetak. Tekanan darah diastolik adalah

tekanan terendah dalam pembuluh darah diantara detak jantung ketika otot

jantung rileks.

2.4.2 Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi dapat dibagi menjadi empat, klasifikasi tersebut

dapat dilihat melalui table 2.2

Tabel 2.2 Klasifikasi berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik


Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 mmHg <80 mmHg
Prahipertens 120-139 mmHg 80-89 mmHg
i
Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2 ≥160 mmHg ≥100 mmHg
Sumber: JNC, 2004 dalam Ruwandasari, 2019

2.4.3 Faktor risiko

1. Usia

Kejadian hipertensi makin meningkat dengan bertambahnya usia. Hal ini

sering disebabkan perubahan alamiah didalam tubuh yang mempengaruhi

jantung, pembuluh darah dan hormon. Bertambahnya usia menyebabkan

perubahan struktur pada pembuluh darah besar, dinding pembuluh darah

29
arteri menjadi kaku dan menurun elastisitasnya (arteriosklerosis) sehingga

terjadi peningkatan resistensi atau tahanan pembuluh darah perifer yang

menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah akibatnya

terjadi peningkatan tekanan darah (Tinambunan & Ines, 2017 dalam

Ruwandasari, 2019)

2. Jenis Kelamin

Pada jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi

dibandingkan perempuan karena diduga gaya hidup laki-laki cenderung

meningkatkan tekanan darah, seperti minum alkohol, merokok, stres, pola

makan tidak baik biasanya dilakukan saat menghadapi masalah dan

cenderung emosi. Namun, wanita setelah memasuki usia menopause

prevalensi hipertensi akan meningkat lebih tinggi daripada laki-laki karena

faktor hormonal (Direktorat Pengendalian PTM, 2013 dalam Ruwandasari,

2019)

3. Pendidikan

Pendidikan dapat menjadi pendekatan dalam berbagai macam hal seperti

pola piker, kepandaian, luasnya pengetahuan, dan kemajuan berpikir.

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin cepat dan mudah

menyerap informasi sehingga pengetahuan yang didapatkan menjadi semakin

bagus, salah satunya pengetahuan kesehatan (Jullaman, 2008 dalam

Ruwandasari, 2019)

4. Riwayat Keturunan

Orang yang memiliki riwayat keluarga hipertensi akan memiliki resiko

tinggi terkena hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme

30
pengaturan garam dan renin membrane sel (Direktorat Pengendalian PTM,

2013 dalam Ruwandasari, 2019)

5. Stres

Stres merupakan kondisi yang mengancam. Apabila terjadi sesuatu yang

mengancam, secara fisiologis kelenjar pituitary otak akan mengirimkan

hormone kelenjar endokrin ke dalam darah, hormone ini dapat mengaktifkan

hormone adrenalin dan hidrokortison. Stres dapat membuat tubuh

menghasilkan hormone adrenalin lebih banyak sehingga jantung bekerja

lebih kuat dan cepat. Apabila stres terjadi dalam waktu cukup lama, maka

akan timbul reaksi dari organ tubuh lainnya dan akan mempengaruhi

peningkatan tekanan darah yang akan cenderung menetap atau bahkan lebih

tinggi (Islami, 2015 dalam Hapsari, 2018)

6. Konsumsi Garam

Konsumsi tiga gram atau kurang memiliki rata-rata tekanan darah yang

rendah, sedangkan mengkonsumsi 7 sampai 8 gram membuat tekanan darah

cenderung tinggi (Direktorat Pengendalian PTM, 2013 dalam Ruwandasari,

2019).

Kandungan natrium dalam garam memiliki sifat untuk menahan cairan

tubuh sebelum akhirnya dikeluarkan menjadi air seni. Ketika kadar garam

berlebih, tubuh akan berusaha untuk menetralkannya yaitu dengan

menstimulus otak merasakan haus sehingga mendorong manusia untuk

banyak minum, dengan demikian volume darah akan bertambah karena

memiliki sifat untuk mengikat air. Pertambahan volume darah mengakibatkan

banyak kandungan air ini harusnya dibuang oleh ginjal melalui air seni.

31
Namun karena memiliki sifat antidiuretik, membuat ginjal menyerap kembali

air yang telah disaringnya sebelum dikeluarkan menjadi air seni. Masuknya

air kedalam pembuluh darah menyebabkan volume darah meningkat

sehingga terjadi penumpukan cairan dan peningkatan aliran darah (Dinkes

Kabupaten Indragiri, 2015 dalam Ruwandasari, 2019). Akibatnya jantung

harus memompa lebih keras sehingga tekanan darah menjadi naik. Selain itu,

natrium yang berlebihan akan menempel di dinding pembuluh darah sehingga

akan terjadi penyumbatan pembuluh darah (Lestari, 2016 dalam

Ruwandasari, 2019).

7. Konsumsi Alkohol

Pengaruh alcohol diduga karena adanya peningkatan kortisol dalam

darah sehingga peningkatan RAAS meningkat dan mengakibatkan tekanan

darah meningkat. Efek terhadap tekanan darah akan terlihat jika

mengkonsumsi alcohol 2 sampai 3 gelas ukuran standar setiap harinya

(Direktorat Pengendalian PTM, 2013 dalam Ruwandasari, 2019). Alkohol

memiliki efek yang sama dengan karbon dioksida yang meningkatkan

keasaman darah sehingga darah menjadi kental dan jantung dipaksa

memompa darah lebih kuat sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat

(Komaling, Suba, & Wongkar, 2013 dalam Ruwandasari, 2019)

8. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang baik akan merangsang darah dalam tubuh sehingga

darah membutuhkan oksigen lebih banyak. Jantung akan memompa darah

lebih keras atau meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh. Pembuluh darah

32
akan terjadi vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) sehingga pengontrolan

teknan darah tetap stabil (Astuti, 2016 dalam Hapsari, 2018)

9. Merokok

Merokok secara aktif dan pasif, pada dasarnya menghisap karbon

monooksida yang lebih kuat mengikat hemoglobin pada sel darah merah

daripada mengikat oksigen. Sel tubuh yang kekurangan oksigen, akan

berusaha meningkatkannya dengan spasme yang mengakibatkan tekanan

darah naik. Kandungan nikotin pada rokok juga dapat merangsang hormone

adrenalin sehingga memacu peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan

gangguan irama jantung (Narayana et al., 2013 dalam Hapsari, 2018)

10. Obesitas

Obesitas merupakan penumpukan lemak di dalam tubuh. Jaringan lemak

dibagi menjadi dua yaitu lemak subkutan yang terletak di bawah permukaan

kulit dan apabila dicubit akan nampak dan lemak visceral atau intra-

abdominal yang terletak di dalam pembuluh darah dan tidak terlihat namun

lebih berbahaya karena menyumbat pembuluh darah serta menjadi penyebab

dominan obesitas. Akibatnya suplai oksigen menjadi terganggu dan memicu

jantung untuk memompa darah lebih kuat sehingga dapat menyebabkan

tekanan darah meningkat (Fujita & Hata, 2014 dalam Hapsari 2018).

11. Kualitas tidur

Pola tidur yang tidak baik akan menyebabkan perubahan fisiologis tubuh

yaitu ketidakseimbangan hemeostasis tubuh. Hal tersebut akan

mengakibatkan hipotalamus mengaktifkan sistem saraf simpatis sehingga

33
terjadi peningkatan perifer dan curah jantung yang mengakibatkan

peningkatan tekanan darah (Magfirah, 2016 dalam Hapsari, 2018)

12. Pola Kerja

Lama dan pola kerja seseorang dapat meningkatkan stress yang diduga

berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah. Seseorang yang mengalami

akan mengakibatkan hormone katekolamin yang ada di dalam tubuh

meningkat sehingga mempengaruhi mekanisme aktivitas saraf simpatis dan

terjadi peningkatan saraf simpatis. Ketika saraf simpatis meningkat maka

akan terjadi peningkatan kontraktilitas otot jantung sehingga menyebabkan

curah jantung meningkat, keadaan inilah yang menyebabkan peningkatan

tekanan darah (Basit et al., 2016 dalam Ruwandasari, 2019)

2.4.4 Manifestasi klinis

Menurut WHO (2013), manifestasi klinis hipertensi yaitu sakit

kepala, sesak napas, pusing, nyeri dada, palpitasi jantung, dan hidung

berdarah. Timbulnya gejala tersebut akan menjadi bahaya apabila diabaikan,

namun tidak semua orang dengan gejala tersebut menandakan hipertensi.

2.4.5 Pengaruh hipertensi pada kadar glukosa darah

Seseorang dikatakan hipertensi jika sistolik ≥140 mmHg atau

diastolik ≥90 mmHg. Hipertensi akan menyebabkan penebalan pembuluh

darah arteri sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah. Hal tersebut akan

mengakibatkan insulin resisten karena mengganggu pengangkutan glukosa

dalam darah sehingga terjadi hiperinsulinemia. Pada saat tubuh

hiperinsulinemia maka terjadi mekanisme kompensasi tubuh agar glukosa

darah normal. Bila tidak dapat diatasi maka akan terjadi gangguan Toleransi

34
Glukosa Terganggu (TGT) yang mengakibatkan kerusakan sel beta dan

terjadilah DM (Kemenkes, 2010).

2.5 Usia Produktif

Berdasarkan Kemenkes RI (2019) kategori usia dibagi menjadi tiga yaitu usia

muda, usia produktif, dan usia non produktif. Usia muda yaitu seseorang yang

memiliki usia <15 tahun, usia produktif yaitu seseorang yang memiliki usia ≥15-

64 tahun, usia non produktif yaitu seseorang yang memiliki usia ≥65tahun.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2016) menyatakan bahwa usia produktif

yaitu pada rentang 15-64 tahun. Menurut Anwar dan Fatmawati (2018)

menjelaskan bahwa penduduk usia produktif adalah orang yang termasuk dalam

batas usia yang di tentukan dan dapat bekerja dengan baik untuk mengahislkan

barang atau jasa.

2.6 Keaslian Penelitian

Judul Penelitian Metode Hasil


Analysis Of Food D: penelitian ini Hasil penelitian menemukan
Consumption menggunakan pendekatan bahwa ada hubungan pada
Patterns With The case control variabel konsumsi makanan (p =
Incidence Of Type 0,000) terhadap kejadian diabetes
2 Diabetes Melitus S: penderita DM tipe 2 di mellitus tipe 2 di Kulon Progo,
in Kulon Progo D.I, Kulon Progo Yogyakarta. Dalam penelitian ini
Yogyakarta V: jenis konsumsi makanan variabel yang paling berpengaruh
(Asyumdah, 2020) yaitu pola konsumsi makanan
I: wawancara, observasi, pada penderita diabetes mellitus
kuesioner tipe 2. Jadi diperlukan untuk lebih
A: uji Chi-square memperhatikan lagi gaya hidup
seseorang dalammenjalankan diet,
meningkatkan konseling
mengenai pola makan pada semua
lapisan masyarakat baik penderita
diabetes mellitus atau bukan
penderita diabetes mellitus.

35
Judul Penelitian Metode Hasil
Faktor-faktor Risiko D: penelitian analitik dengan didapatkan faktor risiko DM tipe
DM Tipe 2 Pada pendekatan case control 2 pada laki-laki adalah kurangnya
Laki-Laki di aktifitas fisik (p value=0,020 : OR
Kelurahan S: penderita DM tipe 2 =6,9), obesitas (p value=0,001 :
Demangan Kota berjenis kelamin laki-laki OR = 16,7). Sedangkan yang
Madiun (Affisa, yang berdomisili di bukan faktor risiko DM tipe 2
2018) Kelurahan Demangan Kota pada laki-laki adalah usia (p
Madiun value= 0,004 : OR = 0,394),
V: usia, riwayat keluarga riwayat keluarga (nilai p = 0,756 :
DM, obesitas, aktivitas fisik, OR =1), hipertensi (p value=
hipertensi, dan merokok 0,244 : OR =2,1), status merokok
(p value= 0,115 : OR = 0,459).
I: rekam medis, kartu
identitas, kuesioner, alat ukur
A: uji korelasi Chi-square
Hubungan Tingkat D: penelitian observasional Hasil penelitian menunjukkan
Pengetahuan dan analitik dengan pendekatan bahwa tingkat pengetahuan (p
Diabetes Self- cross sectional =0,049; r =-0,192) dan diabetes
Management self-management (p = 0,000; r =
Dengan Tingkat S: pasien DM terbanyak di -0,341) memiliki hubungan
Stres Pasien wilayah puskesmas Surabaya terhadap tingkat stres saat
Diabetes Mellitus V:tingkat pengetahuan dan menjalani diet.Diabetes self-
Yang Menjalani self-management diabetes management memiliki hubungan
Diet (Kusnanto, yang sangat kuat dari pada tingkat
2019) I: kuesioner pengetahuan terhadap tingkat stres
A: Uji Rank Spearman pasien diabetes yang menjalani
diet. Penelitian selanjutnya
diharapkan bisa menggunakan
responden dengan wilayah yang
lebih luas dan serta
mengembangkan intervensi yang
lebih baik untuk meningkatkan
pengetahuan tentang diet pada
pasien diabetes melitus.
Faktor Yang D: penelitian observasional Faktor host (usia ≥56 tahun,
Mempengaruhi analitik dengan case control tingkat pendidikan rendah,
Hipertensi Pada memiliki riwayat keturunan
Penderita Diabetes S: penderita DM tipe 2 usia hipertensi, mengalami stress,
Mellitus Tipe 2 produktif (15-64 tahun) yang durasi diabetes ≥8 tahun), faktor
Usia Produktif hipertensi di wilayah kerja agent (aktivitas ringan, durasi
(Ruwandasari, Puskesmas Kebonsari tidur <8 jam/hari), faktor
2019) Surabaya environment (jenis pekerjaan yang
V: umur, jenis kelamin, ringan, lama bekerja >7 jam/hari)

36
tingkat pendidikan, riwayat ada pengaruh dengan kejadian
Judul Penelitian Metode Hasil
keturunan, stress, durasi hipertensi pada penderita DM tipe
diabetes, aktivitas fisik, 2 usia produktif.
merokok, IMT, jenis
pekerjaan, durasi tidur, dan
lama kerja
I: kuesioner dan wawancara
A: uji statistic Chi-square
Hubungan Pola D: penelitian analitik dengan Berdasarkan hasil penelitian: ada
Makan dan desain cross-sectional hubungan antara pola makan
Aktifitas Fisik dengan kejadian DM di Poliklinik
Terhadap Kejadian S: pasien yang berkunjung ke Penyakit. Dalam RSUD Dr.
Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam Rasidin Padang tahun 2016
Poliklinik Penyakit RSUD dr Rasidin Padang dengan p value = 0,047 dan Ada
Dalam RSUD dr. V: pola makan dan aktivitas hubungan antara aktifitas fisik
Rasidin Padang fisik dengan kejadian DM di Poliklinik
(Putri, 2017) Penyakit Dalam RSUD Dr.
I: kuesioner FAO (Food and Rasidin Padang tahun 2016
Agriculture Organization) dengan p value = 0,032
dan PAL (Physical Activity)
A: metode dengan uji Chi
square
Hubungan Pola D: penelitian analitik Hasil penelitian menunjukan
Makan Dengan korelatif dengan cross- didapatkan variabel jumlah
Kadar Gula Darah sectional asupan (p =0.011), jenis makanan
Pasien Diabetes (p =0.002), jadwal makan (p
Mellitus Tipe II Di S: pasien DM Tipe 2 rawat =0.010) dan pola makan (p
Poli Penyakit jalan di RSUD Dr. H. Abdul =0.056) dinyatakan memiliki
Dalam RSUD Dr. Moeloek Provinsi Lampung hubungan yang signifikan dengan
H. Abdul Moeloek Tahun 2015. kadar gula darah 2 jam setelah
Provinsi Lampung V: pola makan makan responden penyakit DM
Tahun 2015 (Hj. rawat jalan di RSUD Dr. H. Abdul
Rahma, 2016) I: alat tulis, kuesioner, dan Moeloek Provinsi Lampung
rekam medic Tahun 2015.
A: analisis dengan uji Chi
square
Hubungan Pola D: penelitian korelasional Hasil perhitugan p =0,000
Makan Dengan (α≤0,05) menunjukkan bahwa H0
Kadar Gula Darah S: pasien Puskesmas Tembok ditolak sehingga dapat
Pada Penderita Dukuh Surabaya disimpulkan ada hubungan antara
Diabetes Mellitus V: pola makan pola makan dengan kadar gula
(Susanti, 2018) darah pada penderita Diabetes

37
I: lembar observasi dan Mellitus di Puskesmas Tembok
kuesioner
Judul Penelitian Metode Hasil
A: analisis dengan korelasi Dukuh Surabaya.Hasil penelitian
uji Spearman Rank ini didapatkan ada hubungan yang
kuat antara pola makan dengan
kadar gula darah apabila pola
makan yang tidak baik seperti
yang dianjurkan prinsip 3J maka
akan terjadi ketidakstabilan kadar
gula darah.
Hubungan Aktivitas D: penelitian analitik Terdapat 41 responden dengan
Fisik dengan Gula observasional dengan desain aktivitas fisik kategori tinggi
Darah Puasa cross-sectional (42,3%), 38 aktivitas fisik
Terkontrol Pada kategori rendah (39,2%) dan 18
Penderita Diabetes S: 97 responden penderita aktivitas fisik kategori sedang
Mellitus Tipe 2 DM tipe 2 di 10 Pusat (18,6%). Sebanyak 57 responden
Peserta Prolanis di Keshatan Masyarakat memiliki gula darah puasa tidak
Bandar Lampung (Puskesmas) dengan peserta terkontrol (58,8%) dan 40
(Atikah, 2018) Program Pengelolaan responden dengan gula darah
Penyakit Kronis (Prolanis) puasa terkontrol (41,2%). Hasil uji
terbanyak di Bandar Chi-Square menunjukkan terdapat
Lampung hubungan antara aktivitas fisik
V: aktivitas fisik dengan gula darah puasa
terkontrol pada penderita DM tipe
I: kuesioner aktivitas fisik 2 peserta prolanis di Bandar
dengan GPAQ (Global Lampung dengan p-value < 0,05
Physical Activity Quisioner) ( 0,033) dan tingkat kepercayaan
dan glukometer 95% (α = 0,05)
A: analisis dengan uji Chi
square
Dietary Patterns, D: penelitian cross sectional Berdasarkan penelitian tersebut
Exercise, and the S: 509 orang usia muda didapatkan hasil bahwa laki-laki
Metabolic V: pola makan, tidur, dan yang memiliki riwayat keluarga
Syndrome Among aktivitas fisik diabetes dan aktivitas fisiknya
Young People in I: kuesioner rendah menyebabkan risiko tinggi
Urban Pakistan A: Uji T test penyakit metabolik. Responden
(Lahore) dalam penelitian tersebut
(Muhammad Saad, sebanyak 52% memiliki waktu
2019) tidur yang tidak sesuai.
Adherence to D: penelitian cross cectional Berdasarkan hasil penelitian
Medication, Diet S: 206 pria dan 204 wanita tersebut dapat diketahui bahwa
and Physical pasien diabetes di sepuluh mengurangi ketaatan medikasi,
Activity and the klinik diabetes di Iran diet dan aktivitas fisik dapat
Associated Factors V: ketaatan medikasi diet dan mempengaruhi pencapaian kadar

38
Amongst Patients aktivitas fisik gula darah yang optimal,
I: kuesioner
Judul Penelitian Metode Hasil
with Type 2 A: Uji ANOVA meskipun terdapat faktor lain
Diabetes yang mengikuti ketaatannya.

39
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual


Diabetes Melitus

Faktor Yang Dapat Dimodifikasi Faktor Yang Tidak Dapat Dimodifikasi

Hipertensi Obesitas Pola Makan Displidemia Aktivitas Fisik

Hiperinsulinemia Pola Makan Pola Makan Aktivitas Fisik Aktivitas


Sehat Tidak Sehat Tidak Baik Fisik Baik
Toleransi
glukosa darah Tinggi garam, Tubuh Tubuh
Melaksana
gula, lemak, dan beristirahat bergerak
kan diet 3J
rendah serat
Tidak dan
Terganggu Aliran darah
Terganggu seimbang Peningkat
Kurangnya relaksasi an aliran
Kerusakan Kepekaan darah
Sekresi Kepekaan insulin
sel-sel β Pembaka
insulin Insulin baik
normal ran tubuh Peningkatan
Penurunan minimal pembakaran
sekresi tubuh
insulin Metabolisme
Gangguan
Insulin Normal
Metabolisme Metabolisme
Gangguan Insulin Normal
Insulin
Metabolisme Kadar Gula
Insulin Darah Normal
Penimbunan Glukosa Kadar Gula
dalam Darah Darah Normal
Kadar Gula
Darah Meningkat

Keterangan: Diukur Tidak Diukur


Gambar 3.1 Kerangka konseptual hubungan pola makan, aktivitas fisik, dan
hipertensi dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 di Puskesmas
Sidotopo (Kemenkes, 2010) (Febriyanti, 2016) (Affisa, 2018) (Idris, 2018)
(Irawan, 2010)

40
Berdasarkan dengan kerangka konseptual tersebut menjelaskan bahwa DM

memiliki faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi.

Menurut Kemenkes (2010) menyatakan bahwa faktor yang dapat dimodifikasi

yaitu obesitas (kegemukan), hipertensi, aktivitas fisik, displidemia, dan pola

makan (diet tidak seimbang), merokok.

Pola makan yang sehat atau melakukan diet 3J dapat membuat kadar gula

dalam darah menjadi normal hal tersebut dikarenakan metabolisme insulin dalam

mengangkut glukosa darah ke dalam sel dapat bekerja dengan normal. Apabila

pola makan yang tidak sehat atau terjadinya peningkatan konsumsi makanan

berlemak jenuh, rendah serat akan mengakibatkan turunnya sensitivitas insulin

dan menyebabkan penumpukan glukosa dalam darah apabila insulin tidak dapat

mengangkut glukosa untuk dibawa ke sel. Penumpukan glukosa dalam darah itu

akan mengakibatkan kenaikan kadar gula darah.

Menurut Idris (2014) mengemukakan bahwa tubuh membutuhkan lemak

esensial yang berguna untuk kelansungan fungsi sel. Lemak esensial yang

digunakan terutama yaitu omega 3 yang berperan sebagai meningkatkan

sensitivitas insulin. Tetapi apabila terjadi peningkatan lemak jenuh maka akan

mengganggu kemampuan sel-sel tubuh untuk menggunakan insulin sehingga

terjadinya kegagalan dalam metabolisme.

Aktivitas fisik yang kurang akan menyebabkan pembakaran pada tubuh

menurun karena tubuh pada saat itu sedang relaksasi. Sehingga akan

mengakibatkan gangguan metabolisme karena tubuh tidak bergerak dan aliran

darah bekerja dengan minimal sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan

41
lemak dan glukosa dalam darah, yang selanjutnya akan membuat kadar gula darah

meningkat. Pada saat melakukan aktivitas otot menggunakan glukosa darah dan

lemak sebagai energi utama, sedangkan apabila dalam keadaan istirahat maka

metabolisme pada otot hanya menggunakan sedikit glukosa darah. Aktivitas fisik

yang dilakukan tersebut mengakibat meningkatnya sensitivitas dari reseptor

insulin sehingga glukosa darah yang digunakan untuk metabolisme energi

menjadi baik.

Hipertensi akan menyebabkan terjadinya resistensi insulin yang selanjutnya

terjadi hiperinsulinemia. Apabila tidak dapat diatasi pada hipertensi akan

menyebabkan maka akan terjadi gangguan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)

yang mengakibatkan kerusakan sel β sehingga terjadi penurunan sekresi insulin.

Apabila sekresi insulin menurun akan menyebabkan gangguan pada metabolisme

insulin, yang mengakibatkan kenaikan dalam kadar gula darah.

3.2 Hipotesis Penelitian


1. Ada hubungan antara pola makan dengan kadar gula darah pada penderita DM

tipe 2 usia produktif

2. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada penderita

DM tipe 2 usia produktif

3. Ada hubungan antara hipertensi dengan kadar gula darah pada penderita DM

tipe 2 usia produktif

42
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional dengan

pendekatan cross sectional. Dalam penelitian ini peneliti menganalisis hubungan

antara pola makan, aktivitas fisik, dan hipertensi dengan kadar gula darah pada

penderita DM tipe 2 usia produktif.

4.2 Populasi, Sampel, Sampling, dan Besar Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi target dalam penelitian ini yaitu seluruh penderita DM tipe

2 yang berada di Surabaya yaitu sebanyak 94.076 orang. Populasi

terjangkaunya yaitu penderita DM tipe 2 usia produktif yang berada di

Puskesmas Sidotopo yaitu sebanyak 131orang yang berada di wilayah RW

5, RW 10, dan RW 12.

4.2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi terjangkau yang menjadi

subyek dalam penelitian melalui sampling. Dalam memilih sampel, peniliti

menetapkan kriteria yang akan membantu dalam memilah responden.

Kriteria sampel dapat dikategorikan menjadi dua yaitu kriteria inklusi dan

eksklusi (Nursalam, 2016).

1. Kriteria Inklusi

1) Klien DM tipe 2 yang berusia produktif yaitu usia 20-55 tahun

2) Klien DM dengan dan/atau tidak hipertensi

3) Responden yang dapat membaca dan menulis

4) Dapat bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik

43
2. Kriteria Drop Out

1) Responden mengundurkan diri di tengah-tengah penelitian karena

tidak melanjutkan mengisi kuesioner.

4.2.3 Sampling

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan

nonprobability sampling dengan metode untuk menentukan tempat

penelitian yaitu consecutive sample yang berarti bahwa suatu teknik

penetapan sampel dengan cara memilih sampel menetapkan subjek yang

memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun

waktu tertentu, sehingga jumlah klien yang diperlukan terpenuhi (Nursalam,

2016). Tempat penelitian yaitu di Puskesmas Sidotopo yang penelitiannya

akan dilaksanakan hingga bulan Juni 2020.

Setelah menentukan tempat yang dipilih, kurun waktu yang di

tentukan, dan menentukan responden sesuai dengan kriteria inklusi maka

terdapat sebanyak 131 responden. Besar sampel menggunakan rumus Slovin

(Nursalam, 2016) sebagai berikut:

N
n=
1+N (d )2

131
n=
1+146(0 ,05 )2

131
n=
1+131(0 , 0025)
131
n=
1+0 , 3275

44
131
n=
1 , 3275

n=98 .68

Setelah dimasukkan ke dalam rumus tersebut, diperoleh hasil 98,68 yang

dibulatkan menjadi 99 responden. Untuk menghindari adanya sampel drop

out maka dilakukan koreksi sebesar 10%, sehingga didapatkan hasil sampel

yaitu sebanyak 109 responden.

4.3 Variabel penelitian dan Definisi Operasional

4.3.1 Variabel Penelitian

Varibel yaitu suatu kelompok yang memiliki karakteristik. Variabel

ini sangat penting bagi peneliti dalam manajemen dan analisa data

(Nursalam, 2016). Variabel penelitian dikelompokkan menjadi dua

yaitu variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat).

1. Variabel Independen

Dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan yaitu

pola makan, aktivitas fisik, dan hipertensi.

2. Variabel Dependen

Dalam penelitian ini variabel dependen yang digunakan yaitu

kadar gula darah.

45
4.3.2 Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi operasional penelitian Hubungan Pola Makan, Aktivitas


Fisik, dan Hipertensi dengan Kadar Gula Darah pada DM Tipe 2 Usia
Produktif di Puskesmas Sidotopo
Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor
Operasional
Independen Makanan yang Responden diminta Kuesioner, Ordinal Frekuensi makanan
dikonsumsi untuk memilih food atau minuman pada
Pola Makan responden jawaban yang frequency tiap item tersebut
secara berulang sesuai dengan questionnere akan dikategorikan
sehingga frekuensi konsumsi (FFQ) yang sebagai berikut:
membentuk makanan per item berisi
suatu pola atau jenis makanan frekuensi 1. Sering (apabila
kebiasaan yang berupa makanan konsumsi dikonsumsi
dilihat pokok, lauk pauk, makanan harian pada per
berdasarkan sayur, buah, atau item jenis
frekuensi minuman, dan minuman dan makanan)
konsumsi snack, dimana jenis 2. Kadang-kadang
makanan pada frekuensi konsumsi makanan (apabila
tiap jenis makanan pada yang berupa: dikonsumsi
makanan pokok, kuesioner, yaitu: dalam mingguan
lauk pauk, 1. Makanan pada per item
sayur, buah, 1. >1 kali/hari pokok jenis makanan)
minuman, dan 2. 1 kali/hari 2. Lauk pauk 3. Jarang (apabila
snack. 3. 3-6 kali/minggu 3. Sayur dikonsumsi
4. 1-2 kali/minggu 4. Buah dalam bulan dan
5. 1 kali/sebulan 5. Minuman tahun pada per
6. 1 kali/tahun 6. Snack item jenis
7. Tidak pernah makanan)
Independen Aktivitas yang Nilai GPAQ yang Kuesioner, Ordinal 1. Kurang (apabila
dilakukan oleh kemudian GPAQ hasil nilai
Aktivitas reponden baik dikonversi menjadi (Global GPAQ <600
Fisik latihan/olahraga, Physical MET-
bekerja, dan 1. <600 MET- Activity menit/minggu)
aktivitas sehari- menit/minggu Questionner 2. Cukup (apabila
hari selama 1 2. ≥600 MET- e) hasil nilai
minggu menit/minggu GPAQ ≥600
MET-
menit/mingu)
Independen keadaan tekanan Dikatakan Wawancara Ordinal 1. Hipertensi

46
Hipertensi darah dimana hipertensi apabila pemeriksaant (apabilatekanan
tekanan darah: ekanan darah ≥140/90)

Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor


Operasional
mengalami 1. Tekanan darah darah yang 2. PraHipertensi
kenaikan pada sisitolik ≥140 terakhir (apabila tekanan
kondisi istirahat mmHg dilakukan darah >120/80)
atau tenang oleh 3. Tidak hipertensi
dengantekanan 2. Tekanan darah responden. (apabila tekanan
darah sistolik diastolik ≥90 darah <140/90)
≥140 mmHg mmHg
dan tekanan
darah diastolik
≥90 mmHg
Dependen Banyaknya Kadar gula darah Wawancara Ordinal 1. Tinggi (apabila
kosentrasi zat responden akantentang kadar gula darah
Kadar Gula gula atau diklasifikasikan pemeriksaan ≥200 mg/dL)
Darah glukosa acak menjadi dua yaitu: kadar 2. Normal (apabila
yang ada di glukosa kadar gula darah
dalam darah 1. Normal: <200 darah yang <200 mg/dL)
mg/dL terakhir
2. Tinggi ≥200 dilakukan
mg/dL oleh
(Perkeni, 2015) responden.

4.4 Teknik Pengambilan dan Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini, menggunakan kuesioner sebagai instrument penelitian.

Kuisoner tersebut yaitu kuisoner Food Frequency Questionnere (FFQ), kuesioner

GPAQ (Global Physical Activity Questionnere), dan wawancara.

1. Kuesioner

1) Global Physical Activity Questionnere (GPAQ)

Instrumen penelitian ini menggunakan dari WHO (2002) yang diadaptasi

oleh Nurvita Ruwandasari (2019). Analisis data GPAQ dapat dikategorikan

47
berdasarkan dengan perhitungan total aktivitas fisik yang disajikan dalam

satuan MET-menit/minggu. Rumus yang digunakan dalam perhitungan yaitu

[(P2 x P3 x 8) + (P5 x P6 x 4) + (P8 x P9 x 4) + (P11 x P12 x 8) + (P14 x P15

x 4)]. Kriteria aktivitas fisik dapat dikategorikan menjadi 2 (Kemenkes RI,

2013):

1. Aktivitas fisik rendah: <600 MET-menit/minggu

2. Aktivitas fisik cukup: ≥600 MET-menit/minggu

Hasil perhitungan tersebut dapat diketahui jika nilai nya <600 MET-

menit/minggu maka aktivitas yang dilakukan oleh responden dalam kategori

rendah atau kurang, dan apabila ≥600 MET-menit/minggu maka aktivitas

yang dilakukan oleh responden dalam kategori cukup.

2) Food Frequency Questionnere (FFQ)

Instrumen penelitian FFQ ini diadaptasi oleh Nova Septian Nur Islami

(2019) yang berpendoman dengan buku Principle of Nutritional Assesment

oleh Gibson (2005), kuesioner ini dapat digunakan untuk melihat pola makan

responden yang berdasarkan dengan frekuensi konsumsi makanan maupun

minuman yang dikonsumsi responden secara berulang. Food Frequency

Questionnere ini berisi mengenai daftar bahan makanan atau minuman pilihan

yang berkaitan dengan frekuensi konsumsi masing-masing makanan atau

minuman yang tercantum dalam waktu harian, mingguan, maupun bulanan.

Daftar bahan makanan atau minuman pada kuesioner ini yaitu:

1. Makanan pokok yang di dalamnya memiliki kandungan berupa

karbohidrat yang terdiri dari nasi putih putih, roti, mie, kentang, jagung,

dan ubi.

48
2. Lauk pauk yang didalamnya memiliki kandungan berupa protein hewani

dan nabati yang terdiri dari daging sapi, daging ayam, telur, udang, tahu,

tempe, ikan.

3. Sayur yang di dalamnya memiliki kandungan serat terdiri dari selada,

buncis, bunga kol, labu siam, sawi putih, sawi hijau, wortel, kangkung,

kacang panjang.

4. Buah yang didalamnya memiliki serat terdiri dari jambu biji, pepaya,

manga, salak, sawo, pir, duku, dan pisang.

5. Minuman yang di dalamnya memiliki kandungan tinggi gula yang terdiri

dari susu kental manis, minuman kemasan, teh manis, kopi manis, sirup

dan soft drink.

6. Snackyang di dalamnya memiliki kandungan lemak yang tidak baik dan

tinggi gula terdiri dari gorengan atau makanan yang digoreng, es krim,

keju, makanan kemasan atau cepat saji, dan kue manis (misalnya donat

dan muffin).

Kemudian responden diminta untuk memilih frekuensi konsumsi makanan

ataupun minuman pada tiap daftar jenis makanan atau minuman tersebut yang

dibagi menjadi 7 tingkatan, yaitu:

1. >1kali/hari artinya bahan makanan atau minuman tersebut dikonsumsi

oleh responden lebih dari 1 kali perhari.

2. 1kali/hari, artinya bahan makanan atau minuman tersebut hanya

dikonsumsi 1kali sehari atau 7kali dalam seminggu.

49
3. 3-6kali/minggu, artinya setiap hari responden belum tentu mengkonsumsi

bahan makanan atau minuman tersebut setiap hari namun memiliki

frekuensi yang lebih sering.

4. 1-2kali/minggu, artinya setiap hari responden belum tentu mengkonsumsi

bahan makanan atau minuman tersebut setiap hari.

5. 1kali/bulan, artinya responden mengkonsumsi bahan makanan atau

minuman tersebut tidak setiap minggu.

6. 1kali/tahun, artinya responden mengkonsumsi bahan makanan atau

minuman tersebut tidak setiap bulan.

7. Tidak pernah.

Pada frekuensi makanan tersebut dikategorikan sebagai berikut:

(Hardinsyah & Supariasa, 2017 dalam Makarimah, 2017)

1. Sering, apabila responden mengkonsumsi secara harian pada tiap jenis

pilihan frekuensi makanan dan minuman.

2. Kadang-kadang, apabila responden mengkonsumsi secara mingguan tiap

jenis pilihan frekuensi makanan dan minuman.

3. Jarang atau Tidak pernah, apabila responden mengkonsumsi secara

bulanan atau tahunan atau tidak pernahtiap jenis pilihan frekuensi

makanan dan minuman.

Setelah tiap pilihan jenis makanan dikategorikan pada tiap item (makanan

pokok, lauk pauk, sayuran, buah, minuman, dan snack), maka selanjutnya

mencari jenis pilihan makanan atau minuman yang paling banyak

frekuensisering dikonsumsi oleh responden (frekuensi mayoritas sering) pada

50
tiap item untuk digunakan mewakili sebagai data pada tiap item yang

selanjutnya dihubungkan dengan variabel dependen (Makarimah, 2017).

2. Wawancara

Wawancara pada instrumen ini digunakan untuk mengetahui pemeriksaan

tekanan darah dan kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2 dengan usia

produktif yang dilakukan responden sealama 3 bulan terakhir. Apabila sudah

diketahui nilai tekanan darah dan kadar glukosa darah maka menggunakan

pengukuran tekanan darah terakhir yang dilakukan responden sebagai data

pada penelitian.

4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas

Instrumen yang diadaptasi oleh Nurvita Ruwandasari ini dibuat oleh WHO.

Kuesioner ini terdiri dari 16 pertanyaan mengenai aktivitas sehari-hari yang

dilakukan yang sudah dilakukan uji validasi dan uji reliabilitas, dengan hasil nilai

≤0,05 dengan menggunakan rumus korelasi Korelasi Product Moment Person

sehingga dinyatakan bahwa intrumen tersebut valid, sedangkan hasil nilai reliabel

yaitu >0,60 dengan nilai koefisien Alpha Cronbach yang berarti bahwa instrument

tersebut reliable (Bull et al., 2009 dalam Ruwandasari, 2019).

Pada kuesioner FFQ telah diuji oleh Nova Septian Nur Islami (2019). Uji

validitas menggunakan software aplikasi statistik dengan menggunakan metode

Korelasi Product Moment Person. Dari uji validitas yang dilakukan didapatkan

hasil bahwa semua pertanyaan dinyatakan valid dengan hasil nilai ≤0,05.

Sedangkan untuk hasil nilai reliabel yaitu diantara 0,61-0,80 dengan

menggunakan nilai koefisien Alpha Cronbach yang berarti bahwa instrument

tersebut cukup reliabel untuk digunakan.

51
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di Puskesmas Sidotopo. Penelitian ini dilakukan

pada bulan April-Juni 2020.

4.7 Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan pada subyek dan

proses pengumpulan karakteristik pada subyek yang diperlukan untuk diteliti.

Langkah-langkah pengumpulan data bergantung dengan rancangan penelitian

yang dilakukan dan instrument penelitian yang digunakan (Burns & Grove, 1999,

dalam Nursalam, 2016). Prosedur pengumpulan data peniliti yaitu sebagai

berikut:

1. Tahap Persiapan

1) Peneliti mengurus surat izin untuk melakukan survey data awal di

Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga bagian akademik yang

ditujukan kepada BANGKESBANGPOL dan Linmas Kota Surabaya.

2) Peneliti datang ke Bangkesbangpol dan Linmas kota Surabaya dengan

membawa surat izin dan juga data pendahuluan yang berupa Bab I – Bab

III.

3) Setelah mendapatkan izin, peneliti melakukan studi pendahuluan pada

penderita DM tipe 2 usia produktif.

4) Data populasi yang sudah didapatkan didata ulang untuk disesuaikan

dengan sampel serta disesuaikan seperti kriteria inklusi yang sudah

ditentukan oleh peneliti pada calon responden.

5) Sebelum melakukan penelitian, peneliti diharuskan untuk melaksanakan

uji proposal dan etik terlebih dahulu sebelum diterapkan di penelitian.

52
6) Selanjutnya, menyiapkan instrument penelitian yang digunakan berupa

informed consent, kuesioner identitas responden, kuesioner food

frequency, kuesioner global physical activity questionnere (GPAQ), dan

wawancara. Kuesioner tersebut haruslah sudah melalui uji validitas dan

reabilitas sehingga layak untuk dipakai dalam penelitian.

7) Sebelum melakukan penelitian, peneliti juga telah meminta permohonan

izin untuk melakukan penelitian ke bagian Akademik Fakultas

Keperawatan Universitas Airlangga, Bangkesbangpol dan Linmas Kota

Surabaya, Dinas Kesehatan Kota Surabaya untuk mendapatkan surat

tembusan yang akan ditujukan kepada Kepala Puskesmas dari Puskesmas

yang akan dituju untuk penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

1) Melakukan pemilihan responden berdasarkan kriteria inklusi dan

eksklusi dari daftar pasien yang diberikan oleh Puskesmas. Peniliti

selanjutnya melakukan kunjungan secara door to door dengan

menerapkan prinsip untuk menjaga jarak dengan responden,

menggunakan masker, dan mencuci tangan setiap berpindah rumah. Lalu

memperkenalkan diri secara keseluruhan kepada responden, selanjutnya

menjelaskan informed consent yang diisi sebagai lembar persetujuan

responden menyetujui untuk dijadikan subyek penelitian, menjelaskan

manfaat serta tujuan dari yang dilakukan sehingga responden tidak perlu

takut untuk mengisi kuesioner.

2) Calon responden diberikan hak untuk bersedia berpartisipasi atau tidak,

apabila tidak bersedia peniliti tidak boleh untuk memaksa responden.

53
3) Pengambilan data penelitian dilakukan dengan cara mengisi kuesioner

aktivitas fisik, mengisi kuesioner pola makan, dan wawancara mengenai

hasil pengecekan glukosa dan tekanan darah selama 3 bulan terakhir.

Pengumpulan data penelitian ini berupa kusioner dan hasil wawancara

pengecekan glukosa dan tekanan darah dalam 3 bulan terakhir.

Kuesioner diisi oleh responden dan dibantu oleh peneliti apabila

responden mengalami kesusahan.

4) Setelah mengisi dan dilakukan wawancara maka peneliti memberikan

souvenir kepada responden sebagai apresiasi ikut serta dan rasa

terimakasih peniliti.

5) Setelah melakukan pengumpulan data sesuai dengan batas waktu yang

telah dilakukan, peneliti melakukan analisis data dan menarik

kesimpulan penelitian yang dilakukan

4.8 Analisa Data

Data yang sudah diperoleh oleh peneliti selanjutnya diolah dengan

menggunakan program komputer dan membentuk tabel-tabel. Proses pengolahan

data dengan menggunakan program komputer ini menggunakan langkah-langkah

berikut:

1. Editing, yaitu pemeriksaan kelengkapan, diantara kelengkapan identitas,

kelengkapan lembar kuesioner, dan kelengkapan identitas. Editing dilakukan

di lapangan sebelum proses pemasukan data agar data yang salah atau

meragukan masih dapat ditelusuri kepada responden yang bersangkutan.

2. Coding, data yang sudah diperoleh diberikan kode pada lembar kuesioner.

Kode tersebut berisikan nomor responden dan nomor-nomor pernyataan. Hal

54
tersebut bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam mempercepat proses

pemasukan data dan analisa data.

3. Entry, setelah memberikan kode pada kuesioner, selanjutnya peneliti

memasukkan data tersebut ke dalam program komputer untuk diolah. Pada hal

ini peneliti menggunakan program komputer SPSS, dan data yang sudah

dimasukkan ke program akan di cek kebenarannya.

4. Tabulating, setelah data dimasukkan maka data dikelompokkan dengan tujuan

untuk mempermudah dalam melakukan penjumlahan, disusun dan ditata agar

dapat dianalisis, sehingga diperoleh frekuensi dari masing-masing variabel.

Setelah data terkumpul dan telah dilakukan tabulasi kemudian dilakukan

analisis statistik untuk menganalisa hubungan dua variabel yang memiliki skala

ordinal. Data dengan skala ordinal ini menggunakn uji Spearman untuk

mengetahui hubungan antara dua variabel independen dan dependen dengan

tingkat kemaknaan (α) ≤5% (0,05) dimana artinya jika hasil perhitungan p<α

hipotesis (H1) diterima maka ada hubungan yang bermakna antara variabel

independen dan dependen atau hubungan anatara pola makan, aktivitas fisik,

hipertensi dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2.

55
4.9 Kerangka Operasional

Populasi Target
Seluruh pasien DM tipe 2 usia produktif di kota Surabaya yaitu sebanyak
94.076 orang

Populasi Terjanngkau
Penderita DM tipe 2 dengan usia produktif yang terdata di Puskesmas Sidotopo pada
tahun 2019 yaitu sebanyak 1.721 orang

Populasi penderita DM tipe 2 usia produktif yang sesuai


dengan kriteria inklusi yaitu sebanyak 131 orang

Sampling
Sampel
Consecutive sample
n = 109

Pengumpulan Data
Kuesioner dan wawancara

Variabel Independen Variabel Dependen


Pola makan, aktivitas Kadar gula darah pada
fisik, dan hipertensi penderita DM tipe 2

Analisa Data
Menggunakan uji Spearman dengan tingkat
kemaknaan α≤0,05

Laporan Hasil
Penelitian
Gambar 4.1 Kerangka Operasional Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan
Hipertensi dengan Kadar Gula Darah pada Penderita DM Tipe 2 Usia Produktif

4.10 Ethical Clearence

Penelitian ini menggunakan manusia sebagai subyek sehingga tidak

diperbolehkan untuk melanggar atau bertentangan dengan etika. Peneliti harus

56
memegang sifat ilmiah dalam penelitian, prinsip etik dalam penelitian

keperawatan dan diharuskan melalui uji etik. Uji etik dilakukan di Komisi Etik

Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Proses etik dimulai dengan mengirimkan berkas protokal telah uji etik

penelitian kesehatan kepada KEPK. Setelah mendapatkan balasan dari reviewer,

kemudian kepada protokol etik diperbaiki. Protokol uji direview oleh tiga

reviewer. Setelah tiga reviewer menyetujui protokol etik yang diajukan maka

diterbitkan sertifikat lolos uji etik dengan nomor 2000-KEPK.

Penelitian ini diperlukan beberapa prosedur untuk memulainya karena

berhubungan dengan masalah etika penilitian kepada responden sebagai berikut:

1. Lembar persetujuan (informed consent)

Peneliti tidak memberi paksaan pada calon responden untuk ikut serta dalam

penelitian. Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu responden diberikan

informed consent sebagai tanda persetujuan untuk menjadi responden dalam

penelitian yang memenuhi kriteria. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan

dari penelitian yang akan dilakukan, tujuannya adalah agar calon responden

memahami maksud dan tujuan penelitian tanpa adanya unsur keterpaksaan dan

menghormati hak-haknya. Calon responden yang menolak, maka peneliti tidak

memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Kerahasiaan identitas responden dijaga oleh peneliti. Peneliti tidak

mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner. Lembar tersebut

hanya diberikan kode nomor sesuai dengan total jumlah sampel.

57
3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang sudah didapat dari responden dijamin

kerahasiaannya dengan tidak memberitahukan hasil kuesioner kepada

responden yang lain serta petugas kesehatan setempat.

4. Kebermanfaatan (Beneficence)

Prinsip ini termasuk dalam memberikan aspek manfaat dan tidak merugikan

responden. Peniliti memberikan informasi mengenai pola makan, aktivitas

fisik dan hipertensi sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini

penderita DM mampu untuk mengkontrol kadar gula darahnya, serta

mengurangi kebiasaan buruk yang tidak diperbolehkan untuk penderita DM.

5. Keadilan (Justice)

Peneliti memperlakukan setiap responden dengan berdasarkan prinsip

keadilan, tidak membeda-bedakan responden satu dengan responden lainnya.

6. Bujukan (Inducement)

Peneliti memberikan hadiah bagi responden yang telah mengisi kuesioner

hingga selesai sebagai upaya menarik perhatian responden untuk terlibat

dalam penelitian ini. Kompensasi yang didapat oleh responden adalah

souvenir yang berupa barang sembako.

4.11 Keterbatasan Penelitian

Dalam aspek keterbatasan ini dijelaskan mengenai hambatan atau

keterbatasan selama dilakukannya penelitian, antara lain:

1. Terdapat beberapa responden yang kurang kooperatif dalam penelitian

dikarenakan terdapat beberapa responden yang mengalami gangguan

penurunan penglihatan sehingga dipandu peneliti dalam mengisi kuesioner.

58
2. Terdapat responden yang tidak terlalu mengingat riwayat hasil pengecekan

hipertensi dan kadar gula dan tidak adanya kartu riwayat berobat yang dimiliki

responden sehingga dilakukan pengecekan hasil dengan yang dimiliki oleh

petugas kesehatan setempat atau kader.

59
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Pada bab ini membahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan,

meliputi: 1) Gambaran umum lokasi penelitian; 2) Karakteristik demografi pasien

yaitu jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan; 3) Data khusus

mengenai variabel yang diukur yaitu pola makan, aktivitas fisik, dan hipertensi.

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran lokasi penelitian

Puskesmas Sidotopo terletak di Jl. Pegirian No. 236, Kecamatan

Semampir, Kota Surabaya. Puskesmas ini merupakan tipe puskesmas rawat jalan

dan mulai berdiri sejak tahun 2000. Wilayah kerja Puskesmas Sidotopo memiliki

2 Kelurahan, yakni Kelurahan Sidotopo (terdiri atas 12 RW dan 96 RT) dan

Kelurahan Ampel (terdiri atas 17 RW dan 86 RT) dengan batas wilayah sebagai

berikut: Sebelah Utara (Kelurahan Pegirian), Sebelah Timur (Kelurahan

Wonokusumo), Sebelah Selatan (Kelurahan Simolawang), dan Sebelah Barat (Jl.

Sidodadi Kelurahan Simolawang).

Luas wilayah kerja Puskesmas Sidotopo adalah 0,28 Ha yang semuanya

berada di wilayah dataran rendah. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas

Sidotopo yaitu sebanyak 52.596 orang yang terdiri dari 25.940 penduduk laki-

laki, dan 26.656 penduduk perempuan. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di wilayah

Puskesmas Sidotopo yaitu sebanyak 15.757 KK dengan jumlah kepala keluarga

miskin yaitu sebanyak 3525 KK.

60
5.1.2 Karakteristik responden

Penelitian ini melibatkan 109 responden sebagai sampel penelitian.

Berikut Karakteristik responden secara umum: 1) Jenis kelamin; 2) Usia; 3)

Pekerjaan; 4) Tingkat pendidikan.

Tabel. 5.1 Distribusi karakteristik responden di Puskesmas Sidotopo Surabaya,


Mei 2020 (n=109)
Karakteristik Kriteria F %

Jenis Kelamin Laki-laki 22 20,2

Perempuan 87 79,8

Total 109 100

Usia 20-25 tahun 2 1,8

26-35 tahun 14 12,9

36-45 tahun 39 35,8

46-55 tahun 54 49,5

Total 109 100

Pekerjaan PNS 13 12,9

Wiraswasta 25 23,0

Ibu rumah tangga 71 65,1

Total 109 100

Pendidikan Tidak Sekolah 3 2,8

Pendidikan Dasar 24 22,0

Pendidikan Menengah 51 46,8

Pendidikan Tinggi 31 28,4

Total 109 100

Berdasarkan data tabel 5.1 diatas mengenai karakteristik demografi

responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin

perempuan yaitu sebanyak 87 responden (79,8%), dan terdapat 71 responden

(65,1%) yang menjadi ibu rumah tangga. Banyaknya jenis kelamin perempuan

dapat mempengaruhi homogenitas responden pada penelitian. Untuk karakteristik

usia, sebagian besar terdapat pada rentang usia 46-55tahun yang sebanyak 54

61
responden (49,5%). Mayoritas responden memiliki pendidikan menengah

sebanyak 51 responden (46,8%).

5.1.3 Variabel yang diukur

1. Pola Makan

1.1 Makanan Pokok

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Makan


Makanan Pokok di Puskesmas Sidotopo Tahun 2020 (n=109)
Jenis Kategori
Makanan
Sering Kadang-kadang Jarang / Tidak
pernah

f % f % f %

Nasi putih 103 94,5 6 5,5 0 0


putih

Kentang 11 10,1 58 53,2 40 36,7

Mie 1 0,9 46 42,2 62 56,9

Jagung 6 5,5 51 46,8 52 47,7

Ubi 0 0 25 22,9 84 77,1

Roti 10 9,2 42 38,5 57 52,3

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa makanan pokok yang sering

dikonsumsi yaitu nasi putih putih sebanyak 103 responden (94,5%). Makanan

pokok yang kadang-kadang dikonsumsi oleh responden adalah kentang yaitu

sebesar 58 responden (53,2%). Makanan pokok yang jarang atau tidak pernah

dikonsumsi oleh responden adalah ubi yaitu sebesar 84 responden (77,1%).

Responden sering mengkonsumsi nasi putih dikarenakan nasi putih

merupakan makanan pokok sehari-hari bagi responden.

62
1.2 Lauk Pauk

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Makan Lauk
Pauk di Puskesmas Sidotopo Tahun 2020 (n=109)
Jenis Kategori
Makanan
Sering Kadang-kadang Jarang / Tidak
pernah

f % f % f %

Daging sapi 3 2,8 36 33,3 70 64,2

Daging ayam 7 6,4 56 51,4 46 42,2

Telur 41 37,6 30 27,5 38 34,9

Udang 4 3,7 34 31,2 71 65,1

Tahu 92 84,4 12 11,0 5 4,6

Tempe 85 78,0 15 13,8 9 8,3

Ikan 17 15,6 46 42,2 46 42,2

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa makanan lauk pauk yang

sering dikonsumsi adalah tahu yaitu sebesar 92 responden (84,4%). Lauk pauk

yang kadang-kadang dikonsumsi oleh responden adalah daging ayam yaitu

sebanyak 56 responden (51,4%). Lauk pauk yang jarang atau tidak pernah

dikonsumsi adalah udang yaitu sebanyak 71 responden (65,1%). Tahu

merupakan lauk pauk yang murah dan dapat dijangkau oleh kalangan

masyarakat. Tahu biasanya diolah responden untuk digoreng, dijadikan

penyetan atau ditumis.

1.3 Sayuran

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Makan


Sayuran di Puskesmas Sidotopo Tahun 2020 (n=109)

Jenis Makanan Kategori

Sering Kadang-kadang Jarang / Tidak


pernah

f % f % f %

Selada 3 2,8 33 30,2 73 67,0

63
Buncis 7 6,4 40 36,7 62 56,9

Kacang Panjang 7 6,4 36 33,0 66 60,6

Bunga Kol 4 3,7 20 18,3 85 78,0

Labu Siam 0 0 20 18,3 89 81,7

Sawi Putih 1 0,9 26 23,9 82 75,2

Sawi Hijau 23 21,1 21 19,3 65 54,1

Wortel 7 6,4 43 39,5 59 54,1

Kangkung 36 33,0 21 19,3 52 47,7

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa kangkung merupakan

sayuran yang sering dikonsumsi responden yaitu sebesar 36 responden

(33,0%). Sayuran yang kadang-kadang dikonsumsi oleh responden adalah

wortel yaitu sebesar 43 responden (39,5%). Sayuran yang jarang atau tidak

pernah dikonsumsi oleh responden adalah labu siam yaitu 89 responden

(81,7%). Kangkung dikonsumsi oleh responden biasanya dalam bentuk

ditumis, pecel, dan lainnya.

1.4 Buah

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Makan Buah
di Puskesmas Sidotopo Tahun 2020 (n=109)
Jenis Makanan Kategori

Sering Kadang-kadang Jarang / Tidak


pernah

f % f % f %

Jambu biji 1 0,9 31 28,5 77 70,6

Mangga 13 11,9 27 24,8 69 63,3

Pepaya 15 13,8 31 28,4 63 57,8

Pisang 34 31,2 16 14,7 59 54,1

Salak 6 5,5 19 17,4 84 77,1

Sawo 0 0 8 7,3 101 92,7

Pir 1 0,9 24 22,0 84 77,1

Duku 0 0 10 9,2 99 90,8

64
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa buah yang sering dikonsumsi

oleh responden adalah pisang yaitu sebanyak 34 responden (31,2%). Buah

yang kadang-kadang dikonsumsi oleh responden adalah papaya yaitu sebesar

31 responden (28,4%). Buah yang jarang atau tidak pernah dikonsumsi oleh

responden adalah sawo yaitu sebanyak 101 responden (92,7%). Pisang

merupakan buah yang sering dikonsumsi responden dikarenakan mudah untuk

dijumpai di lingkungan masyarakat, dan juga harganya terjangkau.

1.5 Minuman

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Minuman di


Puskesmas Sidotopo Tahun 2020 (n=109)
Jenis Makanan Kategori

Sering Kadang-kadang Jarang / Tidak


pernah

f % f % f %

Susu kental 16 14,7 38 34,8 55 50,5


manis

Minuman 2 1,8 39 35,8 68 62,4


kemasan

Sirup 16 14,7 44 40,3 49 45,0

Kopi manis 27 24,8 45 41,3 37 33,9

Teh manis 49 45,0 37 33,9 23 21,1

Soft drink 0 0 17 15,6 92 84,4

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa minuman yang sering

dikonsumsi oleh responden adalah teh manis yaitu sebanyak 49 responden

(45,0%). Minuman yang kadang-kadang dikonsumsi oleh responden adalah

kopi manis yaitu sebanyak 45 responden (41,3%). Minuman yang jarang atau

tidak pernah dikonsumsi oleh responden adalah soft drink yaitu sebanyak 92

responden (84,4%). Teh dikonsumsi oleh responden saat pagi hari atau

65
bersamaan dengan makan malam responden, dan juga dijadikan sebagai

selingan oleh responden.

1.6 Snack

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Makan


Snack di Puskesmas Sidotopo Tahun 2020 (n=109)
Jenis Makanan Kategori

Sering Kadang-kadang Jarang / Tidak


pernah

f % F % f %

Es krim 7 6,4 43 39,5 59 54,1

Makanan yang digoreng 50 45,9 26 23,8 33 30,3

Keju 11 10,1 37 33,9 61 56,0

Makanan kemasan 0 0 36 33,0 73 67,0

Kue manis 38 34,9 36 33,0 35 32,1

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa makanan snack yang sering

dikonsumsi oleh responden adalah makanan yang digoreng yaitu sebanyak 50

responden (45,9%). Snack yang kadang-kadang dikonsumsi oleh responden

adalah es krim yaitu sebanyak 43 responden (39,5%). Snack yang jarang atau

tidak pernah adalah makanan kemasan yaitu sebanyak 73 responden (67,0%).

Makanan yang digoreng sering dikonsumsi responden dikarenakan mudah

untuk dijumpai dilingkungan responden dan harganya yang murah.

2. Aktivitas Fisik

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Responden di Puskesmas Sidotopo


Tahun 2020
Total
Aktivitas Fisik F %
F %

Kurang 64 58,7 64 58,7

Cukup 45 41,3 109 100

66
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

memiliki aktivitas yang kurang yaitu sebanyak 64 responden (58,7%), sedangkan

terdapat 45 responden (41,3%) memiliki aktivitas yang cukup.

3. Hipertensi

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Hipertensi Responden di Puskesmas Sidotopo


Tahun 2020
Total
Hipertensi F %
f %

Hipertensi 59 54,1 59 54,1

PraHipertensi 10 9,2 69 63,3

Tidak Hipertensi 40 36,7 109 100

Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

memiliki hipertensi yaitu sebanyak 59 responden (54,1%), sedangkan terdapat 50

responden (45,9%) tidak memiliki hipertensi. Pengambilan pengukuran tekanan

darah oleh peniliti diambil dalam 3 bulan ke belakang yaitu bulan Februari, Maret,

dan April 2020.

4. Kadar Gula Darah

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah Acak Responden di Puskesmas
Sidotopo Tahun 2020
Kategori Total
Kadar Gula
Kadar F %
Darah f %
Gula

200-300 41 37,6 41 37,6

Tinggi 301-400 30 27,5 71 65,1

401-500 6 5,5 77 70,6

Normal <200 32 29,4 109 100

Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

memiliki kadar gula darah yang tinggi yaitu sebanyak 77 responden (70,6%) dan

yang mayoritas kadar gula darahnya adalah 200-300 yaitu sebanyak 41 responden

67
(37,6%), sedangkan terdapat 32 responden (29,4%) memiliki kadar gula darah

yang normal. Penilaian kadar gula darah ini diambil secara acak yang diambil dari

3 bulan ke belakang yaitu Februari, Maret, dan April 2020. Pengambilan kadar

gula secara acak dilakukan karena mayoritas responden yang pada saat melakukan

pengecekan tidak berpuasa terlebih dahulu sebelum datang.

5.1.4 Hubungan pola makan, aktivitas fisik, dan hipertensi dengan kadar

gula darah pada penderita DM tipe 2 usia produktif

1. Hubungan Pola Makan dengan Kadar Gula Darah pada Penderita DM

Tipe 2 Usia Produktif

Pola makan penelitian ini yaitu frekuensi makanan ataupun minuman

yang dikonsumsi oleh responden secara berulang sehingga membentuk

suatu pola. Klasifikasi frekuensi pola makan dibagi menjadi 3 kategori

yaitu sering (apabila mengkonsumsi harian, minimal 1 kali sehari, atau >1

kali sehari), kadang-kadang (apabila mengkonsumsi mingguan 1-6 kali

dalam seminggu), dan jarang/tidak pernah (apabila mengkonsumsi

≤1bulan atau tahun atau tidak pernah). Selanjutnya, diambil data mayoritas

(frekuensi yang sering dikonsumsi) untuk mewakili tiap item tersebut,

dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Frekuensi Pola


Makan di Puskesmas Sidotopo Tahun 2020 (n=109)
Jenis Makanan Kategori

Sering Kadang-kadang Jarang / Tidak


pernah

F % F % f %

Makanan Pokok 103 94,5 6 5,5 0 0

Lauk Pauk 92 84,4 12 11,0 5 4,6

Sayuran 36 33,0 21 19,3 52 47,7

68
Buah 34 31,2 16 14,7 59 54,1

Minuman 49 45,0 37 33,9 23 21,1

Snack 50 45,9 26 33,9 33 30,3

Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden sering untuk mengkonsumsi makanan pokok yaitu terdapat 103

responden (94.5%). Mayoritas dari responden sebanyak 92 responden

(84,4%) yang sering mengkonsumsi makanan lauk pauk. Hampir sebagian

besar responden jarangatau tidak pernah dalam mengkonsumsi sayuran

yaitu sebanyak 52 responden (47,7%). Sebagian besar responden jarang

atau tidak pernah mengkonsumsi buah yaitu sebanyak 59 responden

(54,1%). Hampir sebagian besar responden yaitu sebanyak 49 responden

(45,0%) yang lebih sering dalam mengkonsumsi minuman. Hampir

sebagian besar dari responden lebih sering untuk mengkonsumsi snack

yaitu sebanyak 50 responden (45,9%).

1.1 Makanan Pokok

Tabel 5.12 Hubungan Pola Makan Makanan Pokok dengan Kadar Gula
Darah Pada Penderita DM tipe 2 Usia Produktif
Kadar Gula Darah
Total Uji Spearman Rho
Makanan Pokok Tinggi Normal

f % f % f % p r

Sering 76 69,7 27 24,8 103 94,5

Kadang-kadang 1 0,9 5 4,6 6 5,5


0,003 0,286
Jarang / tidak pernah 0 0 0 0 0 0

Total 77 70,6 32 29,4 109 100

Berdasarkan tabel 5.12 dapat dianalisis bahwa sebagian besar

responden yang sering mengkonsumsi makanan pokok memiliki kadar

gula darah yang tinggi yaitu sebanyak 76 responden (69,7%). Hasil uji

statistik Spearman Rho menunjukkan p = 0,003 (α ≤ 0,05) maka H1

69
diterima dengan nilai r = 0,286 yang artinya terdapat hubungan antara

pola makan makanan pokok dengan kadar gula darah pada penderita

DM tipe 2 usia produktif dengan nilai koefisien korelasi cukup kuat.

Angka koefisien korelasi tersebut bernilai positif yang artinya

hubungan antara pola makan makanan pokok dengan kadar gula darah

pada penderita DM tipe 2 usia produktif adalah searah. Diketahui dari

hasil penelitian bahwa apabila responden sering mengkonsumsi

makanan pokok tidak sesuai aturan yang dianjurkan maka akan

membuat kadar gula darah menjadi tinggi.

1.2 Lauk Pauk

Tabel 5.13 Hubungan Pola Makan Lauk Pauk dengan Kadar Gula
Darah Pada Penderita DM tipe 2 Usia Produktif
Kadar Gula Darah
Total Uji Spearman Rho
Lauk Pauk Tinggi Normal

f % f % F % p r

Sering 66 60,6 26 23,9 92 84,4

Kadang-kadang 7 6,4 5 4,6 12 11,0


0,611 0,049
Jarang / tidak pernah 4 3,7 1 0,9 5 4,6

Total 77 70,6 32 29,4 109 100

Berdasarkan tabel 5.13 dapat dianalisis bahwa sebagian besar

responden yang sering mengkonsumsi lauk pauk memiliki kadar gula

darah yang tinggi yaitu sebanyak 66 responden (60,6%). Hasil uji

statistik Spearman Rho menunjukkan p = 0,611 (α > 0,05) maka H1

ditolak dengan nilai r = 0,049 yang artinya tidak terdapat hubungan

antara pola makan lauk pauk dengan kadar gula darah pada penderita

DM tipe 2 usia produktif dengan nilai koefisien korelasi lemah. Angka

koefisien korelasi tersebut bernilai positif yang artinya tidak ada

70
hubungan antara pola makan lauk pauk dengan kadar gula darah pada

penderita DM tipe 2 usia produktif adalah searah.

1.3 Sayuran

Tabel 5.14 Hubungan Pola Makan Sayuran dengan Kadar Gula Darah
Pada Penderita DM tipe 2 Usia Produktif
Kadar Gula Darah
Total Uji Spearman Rho
Sayuran Tinggi Normal

f % f % f % p r

Sering 16 14,7 20 18,3 36 33,0

Kadang-kadang 17 15,6 4 3,7 21 19,3


0,000 -0.371
Jarang / tidak pernah 44 40,4 8 7,3 52 47,7

Total 77 70,6 32 29,4 109 100

Berdasarkan tabel 5.14 dapat dianalisis bahwa hampir sebagian

besar responden yang jarang atau tidak pernah mengkonsumsi sayuran

memiliki kadar gula darah yang tinggi yaitu sebanyak 44 responden

(40,4%). Hasil uji statistik Spearman Rho menunjukkan p = 0,000 (α ≤

0,05) maka H1 diterima dengan nilai r = -0,371 yang artinya terdapat

hubungan antara pola makan sayuran dengan kadar gula darah pada

penderita DM tipe 2 usia produktif dengan nilai koefisien korelasi

cukup kuat. Angka koefisien korelasi tersebut bernilai negatif yang

artinya hubungan antara pola makan sayuran dengan kadar gula darah

pada penderita DM tipe 2 usia produktif adalah tidak searah. Diketahui

dari hasil penelitian bahwa apabila responden yang jarang

71
mengkonsumsi sayuran akan membuat kadar gula darah responden

menjadi tinggi.

1.4 Buah

Tabel 5.15 Hubungan Pola Makan Buah dengan Kadar Gula Darah
Pada Penderita DM tipe 2 Usia Produktif
Kadar Gula Darah
Total Uji Spearman Rho
Buah Tinggi Normal

f % f % f % p r

Sering 17 15,6 17 15,6 34 31,2

Kadang-kadang 11 10,1 5 4,6 16 14,7


0,001 -0,321
Jarang / tidak pernah 49 45,0 10 9,2 59 54,1

Total 77 70,6 32 29,4 109 100

Berdasarkan tabel 5.15 dapat dianalisis bahwa hampir sebagian

besar responden yang jarang atau tidak pernah mengkonsumsi buah

memiliki kadar gula darah yang tinggi yaitu sebanyak 49 responden

(45,0%). Hasil uji statistik Spearman Rho menunjukkan p = 0,001 (α ≤

0,05) maka H1 diterima dengan nilai r = -0,321 yang artinya terdapat

hubungan antara pola makan buah dengan kadar gula darah pada

penderita DM tipe 2 usia produktif dengan nilai koefisien korelasi

cukup kuat. Angka koefisien korelasi tersebut bernilai negatif yang

artinya hubungan antara pola makan buah dengan kadar gula darah

pada penderita DM tipe 2 usia produktif adalah tidak searah. Diketahui

dari hasil penelitian bahwa apabila responden yang jarang

mengkonsumsi buah akan membuat kadar gula darah responden

menjadi tinggi.

1.5 Minuman

72
Tabel 5.16 Hubungan Pola Minuman dengan Kadar Gula Darah Pada
Penderita DM tipe 2 Usia Produktif
Kadar Gula Darah
Total Uji Spearman Rho
Minuman Tinggi Normal

f % f % f % p r

Sering 36 33,0 13 11,9 49 45,0

Kadang-kadang 26 23,9 11 10,1 37 33,9


0,489 0,067
Jarang / tidak pernah 15 13,8 8 7,3 23 21,2

Total 77 70,6 32 29,4 109 100

Berdasarkan tabel 5.16 dapat dianalisis bahwa terdapat banyak

responden yang sering mengkonsumsi minuman memiliki kadar gula

darah yang tinggi yaitu sebanyak 36 responden (33,0%). Hasil uji

statistik Spearman Rho menunjukkan p = 0,489 (α > 0,05) maka H1

ditolak dengan nilai r = 0,067 yang artinya tidak terdapat hubungan

antara pola minuman dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe

2 usia produktif dengan nilai koefisien korelasi lemah. Angka

koefisien korelasi tersebut bernilai positif yang artinya tidak terdapat

hubungan antara pola minuman dengan kadar gula darah pada

penderita DM tipe 2 usia produktif adalah searah.

1.6 Snack

Tabel 5.17 Hubungan Pola Makan Snack dengan Kadar Gula Darah
Pada Penderita DM tipe 2 Usia Produktif
Kadar Gula Darah
Total Uji Spearman Rho
Snack Tinggi Normal

f % f % f % p r

Sering 41 37,6 9 8,3 50 45,9

Kadang-kadang 20 18,3 6 5,5 26 23,9


0,002 0,298
Jarang / tidak pernah 16 14,7 17 15,6 33 30,3

Total 77 70,6 32 29,4 109 100

73
Berdasarkan tabel 5.17 dapat dianalisis bahwa terdapat banyak

responden yang seringmengkonsumsi snack memiliki kadar gula darah

yang tinggi yaitu masing-masing sebanyak 41 responden (37,6%).

Hasil uji statistik Spearman Rho menunjukkan p = 0,002 (α ≤ 0,05)

maka H1 diterima dengan nilai r = 0,298 yang artinya terdapat

hubungan antara pola makan snack dengan kadar gula darah pada

penderita DM tipe 2 usia produktif dengan nilai koefisien korelasi

cukup kuat. Angka koefisien korelasi tersebut bernilai positif yang

artinya hubungan antara pola makan snack dengan kadar gula darah

pada penderita DM tipe 2 usia produktif adalah searah. Diketahui dari

hasil penelitian bahwa apabila responden sering mengkonsumsi snack

tidak sesuai aturan yang dianjurkan maka akan membuat kadar gula

darah menjadi tinggi.

2. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula Darah pada Penderita

DM Tipe 2 Usia Produktif

Tabel 5.18 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula Darah Pada
Penderita DM tipe 2 Usia Produktif
Kadar Gula Darah
Total Uji Spearman Rho
Aktivitas Fisik Tinggi Normal

f % f % f % p r

Kurang 62 56,9 2 1,8 64 58,7

Cukup 15 13,8 30 27,5 45 41,3 0.000 0,687

Total 77 70,6 32 29,4 109 100

Berdasarkan tabel 5.18 dapat dianalisis bahwa sebagian besar

responden yang melakukan aktivitas fisik kuran memiliki kadar gula darah

yang tinggi yaitu sebanyak 62 responden (56,9%). Hasil uji statistik

74
Spearman Rho menunjukkan p = 0,000 (α ≤ 0,05) maka H1 diterima

dengan nilai r = 0,687 yang artinya terdapat hubungan antara aktivitas fisik

dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 usia produktif dengan

nilai koefisien korelasi kuat. Angka koefisien korelasi tersebut bernilai

positif yang artinya hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula

darah pada penderita DM tipe 2 usia produktif adalah searah. Diketahui

dari hasil penelitian bahwa apabila responden kurang untuk melakukan

aktivitas fisik maka akan membuat kadar gula darah menjadi tinggi.

3. Hubungan Hipertensi dengan Kadar Gula Darah pada Penderita DM

Tipe 2 Usia Produktif

Tabel 5.19 Hubungan Hipertensi dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita
DM tipe 2 Usia Produktif
Kadar Gula Darah
Total Uji Spearman Rho
Hipertensi Tinggi Normal

f % f % f % p r

Hipertensi 54 49,5 5 4,6 59 54,1

Pra Hipertensi 8 7,3 2 1,8 10 9,2


0,000 0,545
Tidak Hipertensi 15 13,8 25 22,9 40 36,7

Total 77 70,6 32 29,4 109 100

Berdasarkan tabel 5.19 dapat dianalisis bahwa sebagian besar

responden yang hipertensi memiliki kadar gula darah yang tinggi yaitu

sebanyak 54 responden (69,7%). Hasil uji statistik Spearman Rho

menunjukkan p = 0,000 (α ≤ 0,05) maka H1 diterima dengan nilai r =

0,545 yang artinya terdapat hubungan antara hipertensi dengan kadar gula

darah pada penderita DM tipe 2 usia produktif dengan nilai koefisien

korelasi kuat. Angka koefisien korelasi tersebut bernilai positif yang

artinya hubungan antara hipertensi dengan kadar gula darah pada penderita

75
DM tipe 2 usia produktif adalah searah. Diketahui dari hasil penelitian

bahwa apabila responden yang memiliki hipertensi maka akan dapat

membuat kadar gula darah menjadi tinggi.

5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 8-18 Mei 2020

didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara pola makan makanan pokok,

sayuran, buah, minuman, snack, aktivitas fisik dan hipertensi dengan kadar gula

darah pada penderita DM tipe 2 usia produktif. Pada variabel pola makan lauk

pauk terdapat hasil tidak ada hubungan pola makan lauk pauk dengan kadar gula

darah pada penderita DM tipe 2 usia produktif.

5.2.1 Hubungan pola makan dengan kadar gula darah pada penderita DM

tipe 2 usia produktif

1. Makanan Pokok

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara pola makan makanan pokok dengan kadar gula darah pada

penderita DM tipe 2 usia produktif dengan kekuatan hubungan yang cukup

kuat dan arah yang positif. Hasil penelitian menunjukkan responden yang

sering mengkonsumsi makanan pokok akan memiliki kadar gula darah

yang tinggi. Arah hubungan yang positif menunjukkan bahwa semakin

sering responden mengkonsumsi makanan pokok akan membuat kadar

gula darah responden menjadi tinggi.

Pada makanan pokok memiliki kandungan berupa karbohidrat,

misalnya yaitu nasi putih yang sebagian besar dikonsumsi oleh responden

secara sering. Didalam tubuh karbohidrat akan mengalami metabolisme

76
dengan hasil akhir berupa glukosa dan ATP (energi) (Mucthadi, 2008

dalam Islami, 2019). Menurut penelitian Fitri & Wirawanni (2014),

terdapat hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan kadar gula darah

dengan nilai p = 0,000. Karbohidrat akan dipecah dan diserap dalam

bentuk monosakarida, terutama glukosa. Penyerapan glukosa

menyebabkan peningkatan kadar glukosa, dan meningkatkan sekresi

insulin. Sekresi insulin yang tidak mencukupi dan resistensi insulin yang

terjadi pada DM tipe 2 menyebabkan terhambatnya proses penggunaan

glukosa oleh jaringan sehingga terjadi peningkatan glukosa di dalam aliran

darah. Konsumsi karbohidrat juga meningkatkan kadar TG (trigliserida)

dalam darah.

Pada penelitian lain juga menjelaskan bahwa adanya hubungan asupan

karbohidrat dengan kadar gula darah. Hal tersebut dikarenakan tingginya

asupan karbohidrat yang dikonsumsi menyebabkan tinggi pembentukan

gula dan rendahnya reseptor insulin (Idris, Jafar, & Indriasari, 2014).

Cepat lambatnya suatu karbohidrat dapat meningkatkan kadar gula

darah, hal tersebut bergantung dengan beban indeks glikemik yang

dikonsumsi oleh responden. Karbohidrat yang memiliki indeks glikemik

yang tinggi dapat bereaksi dengan cepat sehingga dapat meningkatkan

kadar gula darah. Sebaliknya, apabila responden mengkonsumsi

karbohidrat dengan indeks glikemik yang rendah akan bereaksi lambat

pada peningkatan kadar glukosa darah. Makanan dengan indeks glikemik

yang rendah akan menurunkan laju penyerapan gula darah dan menekan

77
sekresi hormone insulin pancreas sehingga tidak terjadi kenaikan kadar

gula darah (Idris, Jafar, & Indriasari, 2014).

Hubungan tersebut ada dikarenakan makanan pokok merupakan

sumber karbohidarat. Karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh akan

dipecah menjadi glukosa, fruktosa, dan galaktosa yang selanjutnya akan

dilepaskan kedalam peredaran darah. Faktor lainnya yang menjadikan

adanya hubungan yaitu sebagian besar responden sering dalam

mengkonsumsi nasi putih yaitu sebanyak 103 responden (94,5%), dan

terdapat sebanyak 76 responden (69,7%) yang sering mengkonsumsi

makanan pokok memiliki kadar gula darah yang tinggi.

Nasi putih yang dikonsumsi oleh penderita DM tipe 2 sebaiknya

disesuaikan dengan anjuran yang disarankan oleh petugas kesehatan untuk

tetap menjaga kestabilan kadar gula darah. Menurut Perkeni (2015),

menyatakan bahwa komposisi makanan yang memiliki karbohidrat yang

dianjurkan yaitu 45-65% dari total asupan energi, dan tidak untuk

dianjurkan dalam mengkonsumsi karbohidrat total sebanyak >130g/hari

atau tidak lebih dari 3 centong nasi.

2. Lauk Pauk

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan antara pola makan lauk pauk dengan kadar gula darah pada

penderita DM tipe 2 usia produktif dengan kekuatan hubungan yang lemah

dan arah yang positif.

Lauk pauk merupakan makanan yang kandungannya terdapat protein,

baik protein hewani atau protein nabati. Menurut penelitian American

78
Diabetes Association (2004) dan Culpepper (2010) dalam Islami (2019),

seseorang dengan resistensi insulin karena memiliki DM, maka

metabolisme proteinnya tidak akan terganggu dibandingkan dengan

metabolisme glukosa. Seseorang dengan DM tipe 2 digambarkan bahwa

glukosa dari protein yang sudah dicerna tidak tampak pada sirkulasi utama

glukosa darah, sehingga protein tidak meningkatkan kadar glukosa plasma.

Defesiensi asam amino essensial akan melemahkan kinerja sel yang

bertugas dalam memproses gula. Selain itu, proses penyembuhan akan

berlangsung lama karena ketiadaan asam amino penting yang diperlukan

tubuh untuk meregenerasi sel yang rusak akibat level gula darah yang

tinggi. Selain itu, defisiensi asam amino terutama sistein dan taurin

menyebabkan peningkatan level insulin terkait dengan stres yang

disebabkan oleh tidak terpenuhinya asam amino yang bekerja sebagai

neurotransmitter di otak. Tidak adanya hubungan yang bermakna tingkat

asupan protein dengan kontrol kadar gula darah dikarenakan fungsi utama

protein adalah untuk pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang rusak.

Protein akan digunakan sebagai sumber energi apabila ketersediaan energi

dari sumber lain yaitu karbohidrat dan lemak tidak mencukupi melalui

proses glikoneogenesis (Idris, Jafar & Indriasari, 2014).

Penelitian ini tidak sejalan dengan Leoni (2012) yang menunjukkan

hasil adanya hubungan antara asupan protein dengan kadar gula darah. Hal

tersebut dikarenakan pada saat mengkonsumsi protein dengan karbohidrat,

maka insulin akan dapat menangkap glukosa dengan baik sehingga

glukosa di dalam darah akan berkurang. Protein juga dapat merangsang

79
peningkatan kosentrasi insulin terutama pada orang dengan DM tipe 2.

Penurunan konsumsi karbohidrat disertai dengan peningkatan konsumsi

protein akan mengakibatkan terjadinya penurunan kosentrasi gula.

Tidak adanya hubungan lauk pauk dengan kadar gula darah

dikarenakan kandungan protein yang berfungsi sebagai zat pembangun

dan regenerasi sel yang rusak tidak akan mengganggu metabolisme

insulin, disebabkan karena kandungan protein tidak terdapat pada

metabolisme insulin utama. Protein akan dipecah menjadi glukosa apabila

ketersediaan zat karbohidrat dan lemak tidak tercukupi di dalam tubuh,

sehingga melalui proses glikoneogenesis, protein dipecah menjadi

glukosa. Tetepi terdapat kemungkinan lainnya, yaitu mengenai porsi

antara protein dan juga karbohidrat yang dikonsumsi. Apabila konsumsi

karbohidrat lebih banyak daripada protein, sehingga dapat menaikkan

kadar gula darah.

3. Sayuran

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara pola makan sayuran dengan kadar gula darah pada penderita DM

tipe 2 usia produktif dengan kekuatan hubungan yang cukup kuat dan arah

yang negatif. Hasil penelitian menunjukkan responden yang jarang atau

tidak pernah mengkonsumsi sayuran memiliki kadar gula darah yang

tinggi. Arah hubungan yang negati menunjukkan bahwa apabila semakin

jarang atau tidak pernah responden mengkonsumsi sayuran akan membuat

kadar gula darah responden menjadi tinggi.

80
Sayuran merupakan sumber vitamin, mineral dan serat. Serat makanan

adalah merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau

karbohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada

usus halus dengan fermentasi lengkap atau partial pada usus besar. Serat

dapat dijumpai dalam 2 bentuk, yaitu yang larut dan tidak larut air.

Penelitian ini sejalan dengan dilakukan oleh Leoni (2012) yang

menyebutkan bahwa adanya hubungan asupan serat dengan kadar gula

darah. Serat dapat membantu sel-sel lebih sensitif terhadap insulin yang

mengatur kadar glukosa darah. Serat yang larut dalam air akan

memperlambat aliran glukosa darah sehingga kosentrasi glukosa darah

stabil. Serat juga akan membuat rasa kenyang lebih lama di dalam tubuh

sehingga durasi datangnya lapar menjadi lebih lama.

Adapun hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Idris, Jafar, &

Indriasari (2014) sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan, yaitu

adanya hubungan konsumsi sayuran dan buah dengan kadar gula darah.

Pada penelitian tersebut terdapat sebanyak 97,1% responden kadar gula

darah yang tidak terkonrol mengkonsumsi sayuran yang tidak baik dari

kebutuhan. Adanya hubungan konsumsi sayuran dengan kontrol kadar

gula darah pada pasien DM tipe 2 dapat dijelaskan bahwa dengan

konsumsi serat sesuai kebutuhan dapat menimbulkan rasa kenyang akibat

masuknya karbohidrat komplek yang menyebabkan menurunnya selera

makan dan akhirnya menurunkan konsumsi makan, disamping itu serat

juga mengandung kalori rendah sehingga dapat menurunkan kadar gula

darah dan lemak dalam tubuh.

81
Serat merupakan komponen yang tidak dapat dicerna dan diserap di

dalam usus halus. Bagian serat yang tidak tercerna akan menuju ke dalam

usus besar. Serat akan diubah menjadi substrat yang dapat difermentasikan

oleh bakteri di dalam usus besar. Fermentasi serat oleh bakteri

menghasilkan asam-asam lemak rantai pendek jenis asetat, propionat dan

butirat. Asam–asam lemak tersebut akan diserap kembali menuju ke aliran

darah. Asetat kemungkinan dapat menurunkan asam–asam lemak bebas di

aliran darah dalam jangka waktu yang lama. Hal ini mungkin mempunyai

efek baik bagi penurunan kadar glukosa darah dan sensitivitas insulin

dalam jangka waktu lama karena asam–asam lemak bebas dapat

menghambat proses utilasi glukosa di jaringan dan memperburuk

resistensi insulin. Propionat dapat menghambat kerja HMG Co A

reduktase, menghambat mobilisasi lemak dan mencegah proses

glukoneogenesis di dalam hati. Selain itu, propionat juga menurunkan

reduksi asam–asam lemak bebas di dalam darah yang dapat memperburuk

resistensi insulin dan mencegah proses utilasi glukosa oleh jaringan dalam

jangka waktu lama. Kerja propionat tersebut kemungkinan menyebabkan

peningkatan sekresi insulin sehingga dimungkinkan terjadi penurunan

kadar glukosa darah (Fitri & Wirawani, 2014).

Menurut hasil penelitian Ali (2019), terdapat hubungan antara

konsumsi sayuran dengan kadar gula darah pasien DM tipe 2 di

Puskesmas Kalumata Kota Ternate. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa konsumsi sayur sebanyak 3 porsi atau lebih dalam sehari dapat

82
menormalkan kadar gula darah, sedangkan apabila mengkonsumsi sayu

kurang dari 3 porsi sehari memiliki kadar gula darah yang tinggi.

Namun, penelitian ini berbanding terbalik dengan Veridiana &

Nurjana (2019), mengemukakan bahwa tidak terdapat hubungan antara

perilaku konsumsi sayuran dengan diabetes mellitus di Indonesia. Hal

tersebut dikarenakan tidak semua sayuran dapat mencegah terjadinya DM.

Beberapa sayuran dapat meningkat resiko DM dikarenakan mengandung

gula atau pati, misalnya yaitu tomat.

Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh Widodo, Retnaningtyas, &

Fajar (2012) dengan hasil p = 0,266 yang berarti bahwa tidak terdapat

hubungan antara frekuensi buah dan sayur dengan risiko DM pada remaja

SMA di Kota Malang. Responden remaja di SMA Kota Malang sebagian

besar responden (71,7%) mengkonsumsi buah dan sayur setiap hari dan

28,3% tidak mengkonsumsi buah dan sayur setiap hari. Faktor ini dapat

menjadi kemungkinan tidak adanya hubungan karena pola makan buah

dan sayur baru akan menimbulkan dampak nyata pada tubuh setelah

terjadi dalam kurun waktu yang lama.

Peneliti beranggapan bahwa apabila responden jarang atau tidak

pernah dalam mengkonsumsi sayuran akan mengakibatkan kenaikan kadar

gula darah. Hal tersebut dikarenakan, sayuran memiliki kandungan serat

yang baik untuk tubuh. Serat tersebut akan membuat perlambatan

pengosongan pada lambung, sehingga rasa kenyang yang ditimbulkan

setelah mengkonsumsi buah menjadi lebih lama, sehingga responden

83
menjadi tidak sering untuk mengkonsumsi makanan dikarenakan

responden masih merasa kenyang.

4. Buah

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara pola makan buah dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2

usia produktif dengan kekuatan hubungan yang cukup kuat dan arah yang

negatif. Hasil penelitian menunjukkan responden yang jarang atau tidak

pernah mengkonsumsi buah mempunyai kadar gula darah yang tinggi.

Arah hubungan yang negatif menunjukkan bahwa semakin responden

jarang atau tidak pernah dalam mengkonsumsi buah akan membuat kadar

gula darah responden menjadi tinggi.

Buah merupakan sumber vitamin, mineral dan serat. Serat makanan

adalah merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau

karbohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada

usus halus dengan fermentasi lengkap atau partial pada usus besar. Serat

dapat dijumpai dalam 2 bentuk, yaitu yang larut dan tidak larut air.

Penelitian ini sejalan dengan dilakukan oleh Leoni (2012) yang

menyebutkan bahwa adanya hubungan asupan serat dengan kadar gula

darah. Serat dapat membantu sel-sel lebih sensitif terhadap insulin yang

mengatur kadar glukosa darah. Serat yang larut dalam air akan

memperlambat aliran glukosa darah sehingga kosentrasi glukosa darah

stabil. Serat juga akan membuat rasa kenyang lebih lama di dalam tubuh

sehingga durasi datangnya lapar menjadi lebih lama.

84
Adapun hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Idris, Jafar, &

Indriasari (2014) sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan, yaitu

adanya hubungan konsumsi buah dengan kadar gula darah. Pada konsumsi

buah, sebanyak 68,8% responden yang memiliki kadar gula darah yang

terkontrol sebagian besar mengkonsumsi buah dengan baik, sedangkan

sebanyak 100% responden yang memiliki kadar gula darah yang tidak

terkontrol mengkonsumsi buah dengan tidak baik atau kurang. Apabila

dibandingkan dengan makanan yang memiliki tinggi serat lainnya, buah-

buahan memiliki indeks glikemik yang lebih rendah. Selain itu, buah-

buahan juga mengandung serat yang cukup tinggi sehingga dapat

menimbulkan perasaan kenyang dan puas yang membantu mengendalikan

nafsu makan dan menghindari intake energi yang berlebihan, sehingga

dapat dijelaskan bahwa pada pasien yang mengkonsumsi buah dalam

jumlah yang kurang akan cenderung memiliki intake energi yang melebihi

kebutuhan karena pasien DM cenderung merasa lapar akibat sel-sel yang

kekurangan gula.

Serat merupakan komponen yang tidak dapat dicerna dan diserap di

dalam usus halus. Bagian serat yang tidak tercerna akan menuju ke dalam

usus besar. Serat akan diubah menjadi substrat yang dapat difermentasikan

oleh bakteri di dalam usus besar. Fermentasi serat oleh bakteri

menghasilkan asam-asam lemak rantai pendek jenis asetat, propionat dan

butirat. Asam–asam lemak tersebut akan diserap kembali menuju ke aliran

darah. Asetat kemungkinan dapat menurunkan asam–asam lemak bebas di

aliran darah dalam jangka waktu yang lama. Hal ini mungkin mempunyai

85
efek baik bagi penurunan kadar glukosa darah dan sensitivitas insulin

dalam jangka waktu lama karena asam–asam lemak bebas dapat

menghambat proses utilasi glukosa di jaringan dan memperburuk

resistensi insulin. Propionat dapat menghambat kerja HMG Co-A

reduktase, menghambat mobilisasi lemak dan mencegah proses

glukoneogenesis di dalam hati. Selain itu, propionat juga menurunkan

reduksi asam–asam lemak bebas di dalam darah yang dapat memperburuk

resistensi insulin dan mencegah proses utilasi glukosa oleh jaringan dalam

jangka waktu lama. Kerja propionat tersebut kemungkinan menyebabkan

peningkatan sekresi insulin sehingga dimungkinkan terjadi penurunan

kadar glukosa darah (Fitri & Wirawani, 2014).

Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan Ali (2019) yang

mengemukakan bahwa tidak adanya hubungan konsumsi buah dengan

kadar glukosa dalam darah. Menurut pendapat Villegas et al. (2008) dalam

Ali (2019), berpendapat bahwa kandungan fruktosa yang tinggi pada buah,

dapat memungkinkan menetralkan efek perlindungan antioksidan, serat

dan senyawa anti diabetes.

Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh Widodo, Retnaningtyas, &

Fajar (2012) dengan hasil p = 0,266 yang berarti bahwa tidak terdapat

hubungan antara frekuensi buah dan sayur dengan risiko DM pada remaja

SMA di Kota Malang. Responden remaja di SMA Kota Malang sebagian

besar responden (71,7%) mengkonsumsi buah dan sayur setiap hari dan

28,3% tidak mengkonsumsi buah dan sayur setiap hari. Faktor ini dapat

menjadi kemungkinan tidak adanya hubungan karena pola makan buah

86
dan sayur baru akan menimbulkan dampak nyata pada tubuh setelah

terjadi dalam kurun waktu yang lama.

Menurut peniliti, apabila responden jarang atau tidak pernah dalam

mengkonsumsi buah akan mengakibatkan kenaikan kadar gula darah. Hal

tersebut dikarenakan, buah memiliki kandungan serat yang baik untuk

tubuh. Serat tersebut akan membuat perlambatan pengosongan pada

lambung, sehingga rasa kenyang yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi

buah menjadi lebih lama, sehingga responden menjadi tidak sering untuk

mengkonsumsi makanan dikarenakan responden masih merasa kenyang.

5. Minuman

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

hubungan antara pola minuman dengan kadar gula darah pada penderita

DM tipe 2 usia produktif dengan kekuatan hubungan yang lemah dan arah

yang positif.

Minuman yang diteliti peniliti memiliki kandungan gula. Gula bisa

menjadi racun jika melebihi 8 sendok sehari (gula murni). Makin

sederhana struktur gulanya, makin mudah diserap oleh tubuh, sehingga

lebih cepat menaikkan kadar gula dalam darah.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh oleh

Idris, Jafar & Indriasari (2014) yang mengemukakan bahwa tidak adanya

hubungan antara konsumsi gula dengan kadar gula darah. Hal ini

disebabkan karena kenaikan kadar gula darah tidak hanya disebabkan dari

konsumsi gula yang berlebih saja tetapi juga gaya hidup yang tidak sehat.

87
Apabila gaya hidup responden sehat maka energi yang masuk dan keluar

dapat optimal, sehingga membuat kadar gula darah menjadi stabil.

Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan Ramadhani &

Mahmudiono (2018), yang menyatakan adanya hubungan antara konsumsi

gula dengan kadar gula darah. Hal ini juga tidak sejalan dengan penelitian

Murti (2016) yang meneliti tentang hubungan kebiasaan konsumsi gula

dengan kejadian diabetes mellitus di Kabupaten Semarang, yang

menunjukkan bahwa orang yang memiliki kebiasaan konsumsi gula lebih

banyak memiliki risiko sebesar 3,9 kali menderita diabetes mellitus

dibandingkan dengan orang yang konsumsi gulanya lebih sedikit.

Konsumsi gula yang berlebihan dapat berdampak terhadap

peningkatan berat badan, yang jika dilakukan dalam jangka panjang akan

meningkatkan kadar gula darah sehingga menyebabkan terjadinya

penyakit diabetes tipe 2 (Kemenkes, 2014 dalam Ramadhani &

Mahmudiono, 2018). Gula yang dikonsumsi di lingkungan masyarakat

juga bukan hanya gula pasir, melainkan juga terdapat gula merah dan gula

tebu. Tetapi kandungan gula juga terdapat pada pada makanan yang

mengandung karbohidrat sederhana (tepung, roti, kecap) dan minuman

lain yang mengandung gula, seperti minuman bersoda, sirup, dan lain-lain,

yang dikelompokkan menjadi Sugar-Sweetened Beverages (SSBs)

(Kemenkes, 2014 dalam Ramadhani & Mahmudiono, 2018). Konsumsi

SSBs yang berlebihan pada lansia dapat meningkatkan risiko terjadinya

diabetes mellitus karena dapat menyebabkan gula tertimbun di dalam

darah (hiperglikemia) akibat adanya risiko gangguan metabolisme

88
karbohidrat pada lansia (Adriani dan Witjatmadi, 2012 dalam Ramdhani &

Mahmudiono, 2018).

Dalam penelitian ini minuman yang diteliti memiliki kandungan gula,

misalnya teh manis. Minuman manis yang memiliki kandungan gula pasir

atau sukrosa secara spontan akan masuk ke dalam tubuh dan terjadi

metabolisme sehingga kadar gula darah akan naik. Tetapi pada penelitian

ini tidak terdapatnya hubungan, kemungkinan gula murni yang dipakai

oleh responden dalam kehidupan sehari-hari tidak lebih dari 8 sendok

perhari, atau mungkin juga responden menggunakan gula yang dianjurkan

untuk penderita diabetes saat mengkonsumsi teh manis, sehingga membuat

kadar gula darah menjadi lebih stabil.

6. Snack

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara pola makan snack dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe

2 usia produktif dengan kekuatan hubungan yang cukup kuat dan arah

yang positif. Hasil penelitian menunjukkan responden yang sering

mengkonsumsi snack memiliki kadar gula darah yang tinggi. Arah

hubungan yang positif menunjukkan bahwa semakin sering responden

mengkonsumsi snack akan membuat kadar gula darah responden menjadi

tinggi.

Pada penelitian ini, snack memiliki kandungan lemak. Hasil penelitian

ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Idris, Jafar, & Indriasari (2014)

memiliki hasil yang sejalan, yaitu adanya hubungan antara asupan lemak

dengan kadar gula darah. Diketahui pada pasien yang memiliki asupan

89
lemak sesuai dengan kebutuhan sebagian besar memiliki kadar gula darah

tidak terkontrol, yaitu sebanyak 62,5%, hal tersebut dikarenakan walaupun

asupan lemak baik namun asupan energi lebih dari kebutuhan yang

bersumber dari karbohidrat dan beban glikemik. Tubuh membutuhkan

lemak esensial guna kelangsungan fungsi sel dan berbagai aktivitas biologi

di dalam tubuh. Lemak esensial terdiri dari omega 3, omega 6, dan omega

9. Semua lemak esensial memang penting, tetapi kecukupan omega 3

harus mendapat perhatian yang serius bagi pengidap diabetes. Omega 3

memiliki fungsi khusus terkait dengan perannya untuk meningkatkan

sensitivitas insulin yang diperlukan oleh penderita diabetes tipe 2. Salah

satu pemicu kegagalan sel dalam memproses gula adalah akibat

peradangan. Peradangan terjadi karena banyak penyebab. Salah satu

penyebab peradangan yang perlu diwaspadai adalah lemak buruk. Lemak

trans merupakan lemak terburuk yang tidak boleh dikonsumsi meski hanya

dalam jumlah yang sedikit.

Mengkonsumsi makanan tinggi lemak jenuh yang terlalu banyak bisa

merusak kerja organ pankreas. Organ pankreas mempunyai sel beta yang

berfungsi memproduksi hormon insulin. Asam lemak jenuh yang

terakumulasi di jaringan akan menginduksi resistensi insulin terutama

pada hati dan otot. Mekanisme induksi resistensi insulin oleh asam lemak

ini terjadi akibat kompetisi asam lemak dan glukosa untuk berikatan

dengan reseptor insulin. Sehingga mengakibatkan kerja insulin menjadi

terhambat dan ambilan glukosa menjadi terganggu dan memicu kenaikan

kadar gula darah (Huda, 2016).

90
Lemak pada pankreas (pancreatic fat) merupakan lemak yang

berhubungan dengan peningkatan Visceral Adipose Tissue (VAT), yaitu

lemak yang melapisi organ-organ tubuh bagian dalam, semakin tinggi

pancreatic fat maka sensitivitas insulin akan semakin rendah (Puspitasari,

2014).

Ketika seseorang mengkonsumsi lemak secara berlebihan akan

membuat sel K menjadi membesar. Peningkatan sel K ini akan berdampak

dengan peninkatan lemak tubuh, peningkatan jaringan adipose, dan

pembesaran sel beta. Ketiga hal tersebut akan menyebabkan terjadinya

resistensi insulin yang mengakibatkan intoleransi glukosa menjadi

terganggu (Leoni, 2012). Tumpukan lemak sub kutan dan visceral

menghasil zat adipositokin. Zat tersebut akan menyebabkan kadar gula

darah akan sulit untuk masuk ke dalam sel, sehingga akan terjadi

hiperglikemi (Putri et. al., 2018 dalam Islami, 2019).

Snack yang sering dikonsumsi responden yaitu makanan yang

digoreng. Makanan yang digoreng tersebut memiliki kandungan lemak,

terutama yaitu lemak jenuh apabila menggunakan minyak yang digoreng

secara berkali-kali. Lemak yang terakumulasi ini akan mengakibatkan

resistensi insulin sehingga membuat glukosa sulit untuk masuk ke dalam

sel, karena insulin kurang sensitif pada glukosa.

5.2.2 Hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada penderita

DM tipe 2 usia produktif

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 usia

91
produktif dengan kekuatan hubungan yang kuat dan arah yang positif. Hasil

penelitian menunjukkan responden yang kurang melakukan aktivitas fisik

memiliki kadar gula darah yang tinggi. Arah hubungan yang positif menunjukkan

bahwa semakin kurangnya aktivitas akan membuat kadar gula darah menjadi

tinggi.

Penilitian ini sejalan dengan Astuti (2017) yang menyatakan bahwa

adanya pengaruh aktivitas fisik dengan kadar glukosa dalam darah. Dalam hasil

penelitiannya dapat diketahui bahwa semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan

oleh seseorang maka kadar glukosa dalam darah juga menjadi rendah. Aktivitas

fisik yang berat akan mempengaruhi kadar glukosa dalam darah dikarenakan saat

berolahraga atau melakukan aktvitas fisik akan membuat otot mengambil glukosa

dalam darah.

Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh Trisnawati & Setyorogo

(2013) yang mengemukakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktivitas

fisik dengan kejadian DM Tipe 2. Orang yang aktivitas fisik sehari-harinya berat

memiliki risiko lebih rendah untuk menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan

orang yang aktifitas fisik sehari-harinya ringan OR 0,239 (95%CI 0,071-0,802).

Aktivitas fisik yang teratur dapat membantu untuk mencegah risiko pada

DM. aktivitas fisik dapat mengakibatkan insulin menjadi semakin meningkat

sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Orang yang jarang untuk

berolahraga dan beraktivitas membuat zat makanan yang ada dalam tubuh

menjadi tidak akan dibakar, melainkan akan ditimbun dalam bentuk lemak dan

gula. Hal ini akan mengakibatkan kadar gula darah akan meningkat, dikarenakan

92
kondisi insulin yang dikeluarkan pankreas akan tidak tercukupi untuk mengangkut

zat makanan tersebut (Kemenkes, 2010).

Aktivitas fisik akan menurunkan kadar glukosa dalam darah dengan

meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki insulin. Sirkulasi

darah dan tonus otot diperbaiki juga dengan olahraga. Aktifitas fisik dengan cara

melawan tahanan (resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan

dengan demikian menambah laju metabolisme istirahat (rest metabolic rate).

Semua efek ini bermanfaat pada pasien DM karena dapat menurunkan berat

badan, mengurangi rasa stres dan mempertahankan kesegaran tubuh (Dafriani,

2017).

Hasil penelitian yang dilakukan Veridiana & Nurjana (2019), menyatakan

bahwa aktivitas fisik merupakan faktor risiko yang dominan terhadap kejadian

DM di Indonesia. Aktivitas fisik ringan mempunyai peluang lebih besar yaitu

3,198 kali, sedangkan sedangkan aktivitas fisik sedang yaitu 1,933 kali untuk

terkena DM. aktivitas fisik yang dilakukan apabila semakin berat akan dapat

mengontrol keadaan kadar gula darah. Pada saat melakukan aktivitas fisik, maka

glukosa dalam tubuh akan diubah menjadi energi, dan produksi insulin darah akan

menjadi meningkat, sehingga kadar gula darah akan menjadi stabil. Pada

seseorang yang jarang melakukan aktivitas fisik maka makanan yang dikonsumsi

akan ditimbun. Apabila insulin tidak mencukupi, maka kadar gula darah akan

menjadi naik.

Kemampuan aktifitas fisik dapat mencegah kejadian DM tipe 2 karena saat

melakukan aktifitas fisik, otot berkontraksi dan mengalami relaksasi. Pada saat itu

glukosa akan dipakai atau dibakar untuk memenuhi kebutuhan energi dalam

93
melakukan aktifitas fisik tersebut. Glukosa darah akan dipindahkan dari darah ke

otot selama dan setelah melakukan aktifitas fisik. Dengan demikian kadar glukosa

darah akan menurun. Aktifitas fisik yang cukup juga akan membuat insulin

menjadi lebih sensitif, sehingga dapat bekerja dengan lebih baik untuk membuka

pintu masuk bagi glukosa kedalam sel. Disamping itu, dengan melakukan aktifitas

fisik yang teratur, faktor risiko DM tipe 2 lainnya seperti obesitas dapat dicegah.

Sehingga semakin tinggi aktifitas fisik, maka semakin tinggi kemampuan

mencegah DM tipe 2 (Affisa, 2018).

Pada saat melakukan aktivitas fisik akan terjadi pembakaran glukosa darah

menjadi energi serta sel dalam tubuh akan lebih sensitif dan lebih banyak

menghasilkan insulin. Dengan melakukan aktivitas fisik juga dapat memperlancar

peredaran darah. Aktivitas fisik akan menstimulasi penggunaan insulin dan

pemakaian glukosa dalam darah serta dapat meningkatkan kerja otot. Adaptasi

fisiologis dapat meliputi peningkatan pasokan kapiler ke otot skeletal,

peningkatan aktivitas enzim dari rantai transport electron mitokondria, dan

peningkatan secara bersamaan dengan volume dan kepadatan mitokondria (Isnaini

& Ratnasari, 2018).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati, Widarsa & Suastika

(2013) menunjukkan hasil yang berbeda yaitu tidak adanya hubungan aktivitas

fisik dengan kejadian DM. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh aktivitas fisik

yang dilakukan sehari-hari (seperti jalan ke pasar, berkebun, mencangkul dan

mencuci) tidak dimasukkan dalam melakukan aktivitas fisik.

Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh Widodo, Retnaningtyas, &

Fajar (2012) dengan hasil p = 0,565 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan

94
antara aktivitas fisik dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMA di Kota

Malang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lebih dari setengahnya

responden biasa berolahraga (56%) atau 210 remaja dan kurang dari setengahnya

tidak berolahraga (44%) atau 165 remaja. Berarti kedua kondisi tersebut berada

pada kondisi yang relatif berimbang, meskipun yang terbiasa berolahraga lebih

sedikitdi atas persentase yang tidak berolahraga. Hal tersebut, menjadi

kemungkinan tidak terdapatnya hubungan antara aktivitas fisik dengan risiko

timbulnya DM pada remaja SMA di Kota Malang.

Dalam menglola DM meliputi 4 pilar dan aktifitas fisik atau olahraga

merupakan salah satu dari keempat pilar tesebut. Aktifitas fisik pada penderita

DM akan menimbulkan perubahan metabolik karena adanya pembekaran glukosa,

yang dipengaruhi selain oleh lama, dan berat latihan, juga oleh kadar insulin

plasma, kadar glukosa darah, dan imbangan cairan tubuh. Ambilan glukosa oleh

jaringan otot pada keadaan istirahat membutuhkan insulin, hingga disebut sebagai

jaringan insulin dependen, sedang pada otot aktif walau terjadi peningkatan

kebutuhan glukosa, tapi kadar insulin tidak meningkat. Hal ini disebabkan karena

peningkatan kepekaan reseptor insulin otot dan pertambahan reseptor insulin otot

pada saat melakukan aktivitas fisik atau olahraga.

Hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian peneliti yang terdapat 61

responden (55,9%) yang melakukan aktivitas fisik yang kurang memiliki kadar

gula darah yang tinggi, sedangkan sebanyak 29 responden (26,6%) yang

melakukan aktivitas fisik yang cukup memiliki kadar gula darah yang normal.

Adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada penderita

DM tipe 2 tidak terlepas dari aktivitas fisik yang dilakukan responden lebih

95
banyak untuk menghabiskan waktu untuk berbaring melihat TV, main hp, dan

tiduran. Aktivitas fisik tersebut merupakan tergolong dalam aktivitas ringan yang

berarti energi yang ada dalam tubuh tidak banyak terpakai, sedangkan masukan

energi yang berasal dari makanan semakin meningkat, maka akan terjadi

ketidakseimbangan energi pada dalam tubuh, dikarenakan jumlah asupan energi

yang masuk tidak sesuai dengan jumlah energi yang dikeluarkan.

5.2.3 Hubungan hipertensi dengan kadar gula darah pada penderita DM

tipe 2 usia produktif

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara hipertensi dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 usia produktif

dengan kekuatan hubungan yang cukup kuat dan arah yang positif. Hasil

penelitian menunjukkan responden yang hipertensi memiliki kadar gula darah

yang tinggi. Arah hubungan yang positif menunjukkan bahwa hipertensi atau

tekanan darah tinggi akan membuat kadar gula darah menjadi tinggi.

Penderita hipertensi sering dikaitkan dengan menderia DM. Hipertensi

dapat menyebabkan distribusi gula pada sel menjadi tidak berjalan secara optimal,

sehingga akan terjadi penumpukan gula dan kolesterol dalam darah. Apabila

tekanan darah baik atau normal, maka gula darah akan terjaga. Dan sebaliknya,

insulin memiliki sifat sebagai zat pengendali sistem renin-angiostensin, sehingga

kadar insulin yang cukup akan menyebakan tekanan darah terjaga.

Jika tekanan darah sering diatas normal yaitu melebihi 120/90 mmHg,

maka risiko DM akan menjadi meningkat dua kali lipat. Ini kalau dibandingkan

dengan orang yang tekanan darahnya normal. Demikian menurut penlitian yang

dilakukan ilmuwan dari Brigham and Woman Hospital dan Harvard Medical

96
School selama 10 tahun. Tekanan darah yang tinggi adalah ukuran tekanan darah

diatas batas normal, baik saat sedang santai, terlebih saat sedang marah atau stress

dalam jangka waktu tertentu. Diabetes akan menyebabkan risiko tekanan darah

tinggi dikarenakan terjadinya penumpukan gula dan kolestrol yang menyebabkan

pengerasan pembuluh darah arteri. Sehingga menyebabkan peredarah menjadi

tidak lancar dan menjadi naik (Alifiyah, 2011).

Menurut Trisnawati & Setiyorogo (2013), mengemukakan bahwa

hipertensi berkaitan dengan resistensi inslun. Pengaruh hipertensi terhadap

kejadian DM disebabkan oleh penebalan pembuluh darah menjadi menyempit.

Hal ini akan menyebakan proses pengangkutan glukosa dari dalam darah menjadi

terganggu. Pada hasil penelitian mengemukakan bahwa penderita yang terkena

hipertensi beresiko menderita DM 6,85 lebih besar dibandingkan dengan

penderita yang tidak hipertensi.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Jelantik & Haryati (2013) didapatkan

bahwa pada kelompok kasus terdapat 44 orang yang menderita hipertensi dan

sesuai dengan hasil analisis uji koefisian kontingensi C di dapat nilai p = 0,000 ,

yang memiliki makna yaitu tedapat hubungan antara hipertensi dengan kejadian

DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Mataram tahun 2013.

Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh Trisnawati

et al. (2013), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan hipertensi

meningkatkan faktor risiko DM tipe 2. Hal tersebut dikarenakan adanya

kemungkinan responden yang menderita hipertensi sudah mendapatkan

pengobatan, hal ini didukung dari hasil penelitian yang mempunyai riwayat

97
hipertensi dan hasil pemeriksaan tekanan darahnya ≥140/90 mmHg sebanyak 12

orang mendapat terapi kaptopril.

Adapun hasil penelitian lain pada Widodo, Retnaningtyas, & Fajar (2012),

yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tekanan darah dengan

risiko timbulnya DM pada remaja SMA di Kota Malang. Hal tersebut dikarenakan

sebagian besar (98,7%) responden remaja SMA di Kota Malang memiliki kisaran

tekanan darah yang normal.

Hal ini juga berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh

Affisa (2018) yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan antara hipertensi

dengan kejadian DM tipe 2. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya bias. Bias

yang dimaksud yaitu karena tidak adanya dilakukan screening pada penderita DM.

Apabila saat pengukuran responden dalam keadaan tenang atau tidak melakukan

aktivitas, maka tekanan darah akan cenderung untuk lebih rendah.

Hipertensi sering dikaitkan dengan penderita DM dikarenakan diabetes

akan meningkatkan jumlah total cairan dalam tubuh, menurunkan kemampuan

pembuluh darah untuk merenggang, perubahan dalam cara tubuh untuk

memproduksi dan menangani insulin, pemicu timbulnya plak karena terjadi

peningkatan TG (tigliserida) yang dapat menyumbat pembuluh darah sehingga

akan dapat meningkatkan tekanan darah (Affisa, 2018).

Hipertensi dapat menaikan kadar gula darah dikarenakan adanya

penyempitan pembuluh darah pada arteri, yang menyebabkan proses

pengangkutan glukosa dalam darah akan menjadi terganggu. Gangguan tersebut

mengakibatkan glukosa yang seharusnya diangkut untuk masuk kedalam sel

menjadi tidak bisa, sehingga menyebabkan penumpukan glukosa dalam darah. Hal

98
tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang terdapat sebanyak 54 responden

(49,5%) yang mengalami hipertensi memiliki kadar glukosa darah yang tinggi,

sedangkan terdapat sebanyak 27 responden (24,77%) yang tidak memiliki

hipertensi memiliki kadar gula darah yang normal.

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjabarkan mengenai kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

tentang hubungan pola makan, aktivitas fisik, dan hipertensi dengan kadar gula

darah pada penderita DM tipe 2 usia produktif di Puskesmas Sidotopo tahun 2020.

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian yang berjudul

“Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan Hipertensi, dengan Kadar Gula

Darah pada Penderita DM tipe 2 Usia Produktif” dapat disimpulkan sebagai

berikut:

99
1. Terdapat hubungan antara pola makan (makanan pokok, sayuran, buah,

dan snack) dengan kadar gula darah pada penderita DM Tipe 2 usia

produktif. Nilai korelasi menunjukkan hasil yang positif pada makanan

pokok dan snack, yang berarti bahwa apabila responden semakin sering

dalam mengkonsumsi makanan tersebut akan membuat kadar gula darah

menjadi tinggi. Sedangkan, nilai korelasi pada sayuran dan buah

menunjukkan hasil negatif yang berarti bahwa apabila responden

semakin jaran dalam mengkonsumsi makanan tersebut maka akan

membuat kadar gula darah menjadi tinggi.

2. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada

penderita DM tipe 2 usia produktif. Semakin sedikit atau jarang

melakukan aktivitas fisik akan membuat kadar gula darah responden

menjadi tinggi.

3. Terdapat hubungan antara hipertensi dengan kadar gula darah pada

penderita DM tipe 2 usia produktif. Apabila responden mempunyai

tekanan darah yang tinggi akan dapat menyebabkan kadar gula darah

menjadi tinggi.

4. Aktivitas fisik merupakan variabel yang paling dominan diantara

variabel yang lain dengan kadar gula darah. Hal tersebut juga

dikarenakan responden dalam penelitian sebagian besar yaitu perempuan

dan bekerja di rumah atau ibu rumah tangga. Dalam melakukan aktivitas

fisik, mayoritas responden tidak melakukan banyak aktivitas dan banyak

waktu yang digunakan untuk berbaring atau duduk.

6.2 Saran

100
1. Bagi responden

Diharapkan responden dapat menerapkan nutrisi dan aktivitas fisik yang

disarankan untuk dapat mengontrol kadar gula darah. Responden dapat

membuat catatan sendiri tentang hasil tiap kali melakukan pengecekan untuk

dapat mengetahui perkembangan kondisi responden.

2. Bagi puskesmas

Diharapkan puskesmas dapat memberikan atau membuat kartu hasil tiap

kali pengecekan untuk dibawa pulang oleh responden, agar responden dapat

mengetahui kondisi perkembangan tubuhnya, dan responden menjadi tidak

lupa tentang hasil setiap kali dicek.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat memilih variabel yang lain untuk

diteliti misalnya konsumsi makanan cepat saji dikarenakan banyak terdapat

restaurant cepat saji yang tersedia di Surabaya, dan banyak yang

mengkonsumsinya. Bagi peneliti selanjutnya mungkin dapat menggunakan

SQ-FFQ (Semi Quantitative Food Frequency Questionnere) untuk dapat

mengetahui secara pasti mengenai bagaimana pola makan responden sesuai

dengan hasil hitungan apakah sudah sesuai dengan takaran yang disarankan

atau tidak.

101
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (2018) ‘Standard medical care in diabetes 2018’,


The journal of clinical and applied research and education, 41(1), pp. 1–
150. doi: 10.2337/dc18-Sint01.
Affisa, S. N. (2018). Faktor-Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Laki-
Laki Di Kelurahan Demangan Kota Madiun. Skripsi. Stikes Bakti Husada
Mulia Madiun
Ali, N. M., (2019). Hubungan Konsumsi Sayuran dan Buah dengan Kadar Gula
Darah Pasien DM tipe 2 di Puskesmas Kalumata Kota Ternate. Medica
Majapahit, vol. 11, no. 2
Alfiyah, Sri Widyati. 2010. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Penyakit Diabetes Melitus pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang Tahun 2010. Tesis Universitas Negeri
Semarang
Asmarani, Tahir, A. C., & Adryani, A. (2017). Analisis Faktor Risiko Obesitas
dan Hipertensi dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Kendari. Ojs.Uho.Ac.Id, 4(2), 322–331.
Astuti, A. (2017). Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap Kadar Gula Darah Pada
Pasien Diabetes Melitus Di Poli Penyakit Dalam RSUD Jombang. Skripsi.
Insan Cendekia Medika, Jombang
Asyumdah, Yuniastuti, A., & Kuswardinah, A. (2020). Analysis of Food
Consumption Patterns with the Incidence of Type 2 Diabetes Mellitus in
Kulon Progo D.I, Yogyakarta. Jurnal Unnes

102
Azitha, M., Aprilia, D., & Ilhami, Y. R. (2018). Hubungan Aktivitas Fisik dengan
Kadar Glukosa Darah Puasa pada Pasien Diabetes Melitus yang Datang ke
Poli Klinik Penyakit Dalam Rumah Sakit M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7(3), 400. https://doi.org/10.25077/jka.v7i3.893
Badan Pusat Statistik (2016). Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Umur.
Jakarta: Badan Pusat Statistik
Cheema, A., Adeloye, D., Sidhu, S., Sridhar, D., & Chan, K. Y. 2014,
Urbanization and prevalence of type 2 diabetes in Southern Asia: A
systematic analysis, J Glob Health. 2014 Jun; 4(1): 010404.
Dafriani, P., Tinggi, S., Kesehatan, I., Saintika, S., & Lubuk Bayu, J. (2017).
Hubungan Pola Makan dan Aktifitas Fisik Terhadap Kejadian Diabetes
Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD dr. Rasidin Padang. NERS:
Jurnal Keperawatan, 13(2), 70.
Dinas Kesehatan, S. (2017) Laporan Tahunan Kota Surabaya Tahun 2017.
Surabaya.
Dinas Kesehatan, S. (2018). Laporan Tahunan Kasus Diabetes Melitus Kota
Surabaya Tahun 2018. Surabaya.
Dinas Kesehatan, S. (2019). Laporan Tahunan Kasus Diabetes Melitus Kota
Surabaya Tahun 2018. Surabaya.
Febriyanti, D. R. (2016). Hubungan Perilaku Sedentari dan Pola Makan dengan
Kejadian Diabetes Mellitus di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.
Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesahatan Dehasen
Fitri, R. I., & Wirawanni, Y., (2014). Hubungan Konsumsi Karbohidrat,
Konsumsi Total Energi, Konsumi Serat, Beban Glikemik, dan Latihan
Jasmani dengan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe
2. JNH, vol. 2, no. 3
Hapsari, A. P. (2018). Analisis Risiko Hipertensi Pada Penderita Diabetes Melitus
Tipe 2 Berdasarkan Kualitas Tidur dan Tingkat Stres Di Instalansi Rawat
Jalan RSU Haji Surabaya. Skripsi. Universitas Airlangga, Surabaya
Hidayah, S., (2019). Hubungan Lingkungan Pangan Rumah dan Jalanan Dengan
Pola Konsumsi, Asupan Zat Gizi Makro, Dan Status Gizi Anak Miskin
(Rentan Menjadi Anak Jalanan). Skripsi. Universitas Airlangga
Huda, F. H. N., (2016). Asupan Lemak Jenuh dan Kebiasaan Olahraga Terhadap
Risiko Diabetes Mellitus Tipe II Di RSUD Cibabat Kota Cimahi Tahun
2016. KTI. Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.
IDF. (2015) IDF Dibetes Atlas. 7th edn. Diakses di www.diabetesatlas.org.
IDF. (2017) Eighth edition 2017, International Diabetes Federation. IDF Diabetes
Atlas, 8th edn. Brussels, Belgium: International Diabetes Federation,
2017. http://www.diabetesatlas.org. doi: http://dx.doi. org/10.1016/S0140-
6736(16)31679-8.

103
Andi Mardhiyah Idris, Nurhaedar Jafar, R. I. (2014). Pola Makan Dengan Kadar
Gula Darah Pasien DM Tipe 2. Jurnal MKMI, 211–218.
Irawan, Dedi. (2010). Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus
Tipe 2 di Daerah Urban di Indonesia. Tesis. Universitas Indonesia, Jakarta
Islami, N. S. N. (2019). Hubungan Pola Makan Dan Peningkatan Berat Badan
Dengan Kadar Glukosa Darah. Skripsi. Universitas Airlangga, Surabaya
Isnaini, N., & Ratnasari, R. (2018). Faktor risiko mempengaruhi kejadian
Diabetes mellitus tipe dua. Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan Aisyiyah,
14(1), 59–68. https://doi.org/10.31101/jkk.550
Jelantik, I. G. M. C., & Haryati, E. (2014). Hubungan faktor risiko umur, jenis
kelamin, kegemukan dan hipertensi dengan kejadian diabetes melitus tipe II
di wilayah kerja puskesmas mataram. Media Bina Ilmiah39, 8(1), 39–44.
Kementrian Kesehatan RI, (2010). Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko
Diabetes Mellitus. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018) ‘Hasil Riskesdas 2018’,
November 2018, p. 86.
Kementrian Kesehatan RI, (2019). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI
Kurniawati, Y., Baridah, H. A., Kusumawati, M. D., & Wabula, I. (2020).
Effectiveness of Physical Exercise on the Glycemic Control of Type 2
Diabetes Mellitus Patients: A Systematic Review. Jurnal Ners, 14(3), 199.
https://doi.org/10.20473/jn.v14i3.17059
Kusnanto, K., Izza, E. L., Yuswanto, T. J. A., & Arifin, H. (2019). A Qualitative
Inquiry into The Adherence of Adults Type 2 Diabetes Mellitus with
Dietary Programs. Jurnal Ners, 14(2), 118.
https://doi.org/10.20473/jn.v14i2.16417
Kusnanto, Sundari, P. M., Asmoro, C. P., & Arifin, H. (2019). Hubungan Tingkat
Pengetahuan dan Diabetes Self-Manegement dengan tingkat Stres Pasien
Diabetes Melitus Yang Menjalani Diet. Jurnal Keperawatan Indonesia,
2019, 22 (1), 31–42. doi: 10.7454/jki.v22i1.780
Landani, A., (2018). Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Glukosa Darah
Puasa Terkontrol Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Peserta Prolanis
Di Bandar Lampung. Skripsi. Universitas Lampung, Lampung
Leoni, A. P., (2012). Hubungan Umur, Asupan Protein, dan Faktor Lainnya
dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pegawai Satlantas dan Sumda di
Polresta Depok Tahun 2012. Skrispsi. Universitas Indonesia
Lisiswanti, R., & Cordita, R. N. (2016). Aktivitas fisik dalam Menurunkan Kadar
Glukosa Darah pada Diabetes Melitus Tipe 2. Majority, 5(3), 140–144.
Magiantang, J. S., Kepel, B. J., & Akili, R. H. (2015). Hubungan Antara Pola
Makan Dengan Kejadian Diabetes Mellitus Di Desa Lobbo Dan Lobbo I

104
Kecamatan Beo Utara Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2015. Jurnal
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, 653, 1–8.
http://medkesfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Juriansi-Sarci-
Magiantang.pdf
Mahendri, D. (2015). Hubungan Antara Konsumsi Karbohidrat Dan Kolesterol
Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II
Rawat Jalan Di RSUD Dr. Moewardi. Eprints.Ums.Ac.Id.
http://eprints.ums.ac.id/37813/
Makarimah, A. (2017). Hubungan Antara Status Gizi, Persen Lemak Tubuh, Pola
Konsumsi dan Aktivitas Fisik Dengan Usia Menarche Anak Sekolah
Dasar. Skripsi. Universitas Airlangga
Muliani, U. (2013). Asupan Zat-zat Gizi dan Kadar Gula Darah Penderita DM-
Tipe 2 Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung. Jurnal Kesehatan, IV(2), 325–332.
Murti, L. Y., (2016). Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Gula Dengan
Kejadian Diabetes Mellitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Leyangan
Ungaran Timur Kabuapaten Semarang. Artikel. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Ngudi Waluyo
Mutmainah, I. (2012). Hubungan Kadar Gula Darah dengan Hipertensi Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar. Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Kedokteran,
Nefropati Diabetik, 1–23. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Nursalam (2016). Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.
Jakarta: Salemba Medika
Nurjana, M. A., & Veridiana, N. N. (2019). Hubungan Perilaku Konsumsi dan
Aktivitas Fisik dengan Diabetes Mellitus di Indonesia. Buletin Penelitian
Kesehatan, 47(2), 97–106. https://doi.org/10.22435/bpk.v47i2.667
PERKENI (2015). Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia 2015, Perkeni.
Pusdatin Kemenkes RI, (2019). Hari Diabetes Dunia tahun 2018. Jakarta Selatan:
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
Puspitasari, R. W. (2014). Hubungan Asupan Energi, Lemak, Protein Dan
Karbohidrat Dengan Kadar Gula Darah Pada Lansia Obesitas Di Desa
Blulukan Kecamatan Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rahayu, P., Utomo, M., & Setiawan, M. R. (2012). Hubungan Antara Faktor
Karakteristik, Hipertensi dan Obesitas dengan Kejadian Diabetes Mellitus di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Soewondo Kendal. Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah,1(2),26–32.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/1302

105
Ramdhani, P., & Mahmudiono, T., (2018). Hubungan Konsumsi Sugar-Sweetned
Bevereages Dengan Kejadian Diabetes Mellitus Pada Lansia. Media Gizi
Indonesia (MGI) vol. 13, no. 1 (Hal. 49-56). DOI:
10.20473/mgi.v13i1.49–56
Raphaeli, H. K. (2017). Hubungan Kadar Gula Darah Sewaktu Dengan Tekanan
Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosis Di
Poliklinik Penyakit Dalam RSU Siti Hajar Medan Tahun 2015-2017.
Skripsi. Universitas Sumatera Utara
Ruwandasari, N., (2019). Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi Pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 Usia Produktif. Skripsi. Universitas Airlangga
Sari, M. A., (2016). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Pada
Masyarakat Urban Kota Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang
Setiyorini, E., Wulandari, N. A., & Efyuwinta, A. (2018). Hubungan kadar gula
darah dengan tekanan darah pada lansia penderita Diabetes Tipe 2. Jurnal
Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 5(2), 163–171.
https://doi.org/10.26699/jnk.v5i2.art.p163-171
Setyawan, S. & Sono. (2015). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Glukosa
Darah Sewaktu Pada Pasien Diabetes Melitus Vol. XI, No. 1, April 2015.
Jurnal Keperawatan, p. 127-130
Sudargo, T., Pertiwi, S., Alexander, R. A., Siswati T., & Ernawati, Y. (2017). The
Relationship Between Fried Food Consumption and Physical Activity
With Diabetes Mellitus in Yogyakarta, Indonesia. International Journal of
Community Medicine and Public Health
Sulistyoningsih, H. (2011). Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Sundari, P. M. (2018). Hubungan tingkat pengetahuan dan self management
diabetes dengan tingkat stres menjalani diet penderita diabetes melltus. In
Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Susanti, S., & Bistara, D. N. (2018). Hubungan Pola Makan Dengan Kadar Gula
Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Vokasional, 3(1),
29. https://doi.org/10.22146/jkesvo.34080
Tandra, H. (2017) Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes :
Panduan Lengkap Mengenal Dan Mengatasi Diabetes Dengan Cepat Dan
Mudah. kedia. Gramedia Pustaka Utama.
Trisnawati, S. K., & Setyorogo, S. (2013). Faktor Risiko Kejadian Diabetes
Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun
2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1), 6–11.
Trisnawati, S., Widarsa, I. K. T., & Suastika, K. (2013). Faktor risiko diabetes
mellitus tipe 2 pasien rawat jalan di Puskesmas Wilayah Kecamatan
Denpasar Selatan. Public Health and Preventive Medicine Archive, 1(1), 69.

106
https://doi.org/10.15562/phpma.v1i1.164
Tristiana Rr.D., Widyawati I.Y., Yusuf A., F. R. (2016) Kesejahteraan Psikologis
Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas Mulyorejo Surabaya
(Psychological Well Being In Type 2 Diabetes Mellitus Patients In
Mulyorejo Public Health Center Surabaya). Jurnal Ners, 11(2), pp. 147–
156.
Widodo, D., Retnaningtyas, E., & Fajar, I., (2012). The Risk Factors of Diabetes
Mellitus in Adolescent Senior High School in Malang City Vol. 7 No. 1:
37–46. Jurnal Ners. p-ISSN:1858-3598; e-ISSN:2502-5791.
DOI: 10.20473/jn.v7i1.3997
World Health Organization (2010). Global Recommendations On Physical
Activity For Health. World Health. Organization. Geneva: WHO Press
World Health Organization (2016). Global Report on Diabetes, Isbn, 978, p. 88.
doi: ISBN 978 92 4 156525 7.
World Health Organization (2017). Diabetes. Diakses di
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en .
Yanti, D. R. F. (2016). Hubungan Perilaku Sedentari Dan Pola Makan Dengan
Kejadian Diabetes Melitus Di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Tahun
2016. 120. http://repository.unived.ac.id/59/

107
L
A
M
P
I
R
A
N

108
Lampiran 1 Informed Consent
INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN PENELITIAN)
No. Kode responden (diisi oleh peneliti)
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Alamat :
Telepon :
Telah mendapatkan penjelasan dan secara sukarela dengan penuh
kesadaran menyatakan bersedia/tidak bersedia *) mennjadi responden penelitian
dengan judul “Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan Hipertensi dengan
Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2”.
Kesediaan saya ini secara sukarela dengan penuh kesadaran dan tanpa
adanya unsur paksaan dari pihak manapun. Demikian surat pernyataan ini saya
buat, untuk dapat dipergunakan dengan semestinya.

Surabaya,………………2020
Peneliti Responden

Putri Aulia Kharismawati (……………………………)

Saksi

(……………………………….)

*)coret yang tidak perlu

109
Lampiran 2Surat IzinBangkesbangpol

110
Lampiran 3. Surat Izin Dinas Kesehatan Kota Surabaya

Lampiran 4 Bukti Persetujuan Adopsi Kuesioner

111
Lampiran 5 Sertifikat Komisi Etik FKP

112
Lampiran 6 Kuesioner FFQ
FOOD FREQUENCY QUESTIONNERE (FFQ)
Nama Responden : Tanggal :
Alamat : Jam :
Bahan Makanan >1x/har 1x/hari 3- 1- 1x/bln 1x/thn Tidak
i 6x/mg 2x/mg Pernah
Makanan Pokok
- Nasi putih
Putih
- Kentang
- Mie
- Jagung
- Ubi
- Roti
Lauk Pauk
- Daging Sapi
- Daging Ayam
- Telur
- Udang
- Tahu
- Tempe
- Ikan
Sayur
- Selada
- Buncis
- Kacang
panjang
- Bunga kol
- Labu siam
- Sawi putih

113
- Sawi hijau
- Wortel
- Kangkung
Buah
- Jambu Biji
- Mangga
- Pepaya
- Pisang
- Salak
- Sawo
- Pir
- Duku
Minuman
- Susu kental
manis
- Minuman
kemasan
- Sirup
- Kopi manis
- Teh manis
- Soft Drink
Snack
- Es krim
- Makanan yang
digoreng
- Keju
- Makanan
kemasan
- Kue manis

Lampiran 7 Kuesioner GPAQ

114
KUESIONER GPAQ
(GLOBAL PHYSICAL ACTIVITY QUESTIONNERE)
Petunjuk Pengisian
Kuesioner ini terdiri dari berbagai pertanyaan mengenai aktivitas fisik yang Anda
habiskan pada kegiatan untuk mengisi waktu dalam satu minggu.Jawablah
pertanyaan dibawah ini dengan cara memberikan tanda bulat atau lingkari (O)
serta mengisinya pada kolom jawaban yang telah disediakan.
Kode Pertanyaan Jawaban
A. Aktivitas saat belajar, bekerja, latihan, aktivitas rumah tangga, dll.
P1 Apakah aktivitas yang Anda lakukan dalam 1. Ya
sehari-hari merupakan Aktivitas Berat 2. Tidak (Langsung ke P4)
(seperti membawa atau mengangkat beban
yang berat, menggali atau menjadi pekerja
kontruksi)?
P2 Berapa hari dalam seminggu Anda Hari
melakukan aktivitas berat?
P3 Berapa lama dalam sehari Anda melakukan Jam Menit
aktivitas berat?
P4 Apakah aktivitas yang Anda lakukan dalam 1. Ya
sehari-hari merupakan aktivitas sedang 2. Tidak (Langsung ke P7)
(seperti membawa atau mengangkat beban
ringan, jalan cepat, mencuci)?
P5 Berapa hari dalam seminggu Anda Hari
melakukan aktivitas sedang?
P6 Berapa lama dalam sehari Anda melakukan Jam Menit
aktivitas sedang?

B. Perjalanan ke dan dari tempat aktivitas (beribadah, berbelanja, dll.)


P7 Apakah Anda berjalan kaki atau bersepeda 1. Ya
untuk pergi ke suatu tempat dalam waktu 10 2. Tidak (Langsung ke P10)
secara berulang?
P8 Berapa hari dalam seminggu Anda berjalan Hari
kaki atau bersepeda untuk pergi ke suatu
tempat?
P9 Berapa lama dalam sehari Anda berjalan Jam Menit
kaki atau bersepeda untuk pergi ke sesuatu
tempat?

115
C. Aktivitas rekreasi (olahraga, fitness, dan rekreasi lainnya)
P10 Apakah Anda melakukan olahraga, fitnes, 1. Ya
atau rekreasi yang berat seperti jogging, 2. Tidak (Langsung ke P13)
sepak bola, basket atau rekreasi lainnya
yang menyebabkan peningkatan nafas dan
denyut nadi secara besar, minimal dalam 10
menit secara berkala?
P11 Berapa hari dalam seminggu biasanya anda Hari
melakukan olahraga, fitness, atau rekreasi
yang tergolong berat?
P12 Jam Menit
Berapa lama dalam sehari biasanya anda
melakukan olahraga, fitness, atau rekreasi
yang tergolong berat?
P13 Apakah Anda melakukan olahraga, fitness, 1. Ya
atau rekreasi yang tergolong sedang seperti 2. Tidak (Langsung ke P16)
berjalan cepat, bersepeda, berenang, voli
yang menyebabkan peningkatan nafas dan
denyut nadi, minimal dalam 10 menit secara
berkala?
P14 Berapa hari dalam seminggu biasanya anda Hari
melakukan olahraga, fitnes, atau rekreasi
lainnya yang tergolong sedang?
P15 Berapa lama dalam sehari biasanya anda Jam Menit
melakukan olahraga, fitness, atau rekreasi
yang tergolong sedang?
D. Aktivitas Menetap (Sedentary Behavior)
Aktivitas yang tidak memerlukan banyak gerak seperti duduk atau berbaring di
tempat kerja, di rumah, duduk saat dikendaraan seperti mobil, bus, kereta api, saat
bermain, membaca, menonton televise menggunakan komputer, mengerjakan
kerajinan tangan seperti merajut, beristirahat KECUALI tidur.
P16 Berapa lama Anda duduk atau berbaring Jam Menit
dalam sehari?

CATATAN REVISI

116
SEMINAR HASIL UJIAN SKRIPSI

Nama Mahasiswa : Putri Aulia Kharismawati

NO HALAMAN BAB SARAN PERBAIKAN HASIL REVISI


1. ix, x Abstrak Memperpendek pendahuluan Sudah direvisi
2. 57 4 Menambahkan nomer uji etik di etika Sudah direvisi
penelitian
3. 51 4 Menambahkan uji validitas dan reliabilitas Sudah direvisi
4. 101 Daftar Mengganti referensi sesuai dengan Sudah direvisi
Pustaka Mendeley
5. 98 Simpulan Mengganti simpulan sesuai dengan tujuan Sudah direvisi
awal penelitian
NIM : 131611133027

Surabaya, 30 Juni 2020

Penguji,

Dr. Abu Bakar, M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB

NIP. 198004272009121002

117
CATATAN REVISI
SEMINAR HASIL UJIAN SKRIPSI

Nama Mahasiswa : Putri Aulia Kharismawati


HASIL
NO HALAMAN BAB SARAN PERBAIKAN
REVISI
1. 46 4 Mengganti definisi operasional tentang Sudah direvisi
pengambilan data pada hipertensi dan kadar
gula darah
2. 57 4 Mengganti keterbatasan penelitian Sudah direvisi
3. 73 5 Menjelaskan lebih detail mengenai nasi apa Sudah direvisi
yang sering dikonsumsi , bagaimana
porsinya
NIM : 131611133027

Surabaya, 30 Juni 2020

Penguji,

Ika Nur Pratiwi, S.Kep.Ns., M.Kep

NIP. 198711022015042003

118
CATATAN REVISI
SEMINAR PROPOSAL DAN UJIAN SKRIPSI

Nama Mahasiswa : Putri Aulia Kharismawati


HASIL
NO HALAMAN BAB SARAN PERBAIKAN
REVISI
1. - - Menghilangkan kata pengantar yang Sudah direvisi
menggunakan penulis atau peneliti, dan saya
2. - - Mengganti dengan penulisan kata Sudah direvisi
Puskesmas Sidotopo
3. 57 4 Mengganti keterbatasan penelitian Sudah direvisi
4. - 4 dan 5 Menghilangkan tulisan H0 dan sesuaikan Sudah direvisi
dengan hipotesis penelitian
5. 45, 49, dan 4 Mengganti penulisan kata bahasa Sudah direvisi
56
6. - - Meniliti lagi kata yang gabung Sudah direvisi
NIM : 131611133027

Surabaya, 30 Juni 2020

Penguji,

Dr. H. Kusnanto, S.Kp., M.Kes

NIP. 196808291989031002

119
120

Anda mungkin juga menyukai