Anda di halaman 1dari 105

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA STRES DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN


TERJADINYA KEKAMBUHAN PENYAKIT GASTRITIS
(Studi Pada Penderita Gastritis di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto)

Oleh :

UNUN MAULIDIYAH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2006

Skripsi Hubungan Antara Stress Dan Kebiasaan Makan ... Maulidiyah, Unun
SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA STRES DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN


TERJADINYA KEKAMBUHAN PENYAKIT GASTRITIS
(Studi Pada Penderita Gastritis di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto)

Oleh :

UNUN MAULIDIYAH
NIM. 100431302

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2006
PENGESAHAN

Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan
diterima untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Pada tanggal 20 Juni 2006

Mengesahkan
Universitas Airlangga
Fakultas Kesehatan Masyarakat

Dekan,

Prof. Dr. Tjipto Suwandi, dr., M.OH., SpOk


NIP. 130517177

Tim Penguji :
1. Neffrety Nilamsari, S.Sos., M.Kes.
2. Dr. Chatarina U.W.,dr., M.S., M.PH.
3. Rr. I. Lukitra Wardhani., dr., SpRM.
SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar


Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Bagian Epidemiologi
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga

Oleh:

UNUN MAULIDIYAH

NIM. 100431302

Surabaya, Juni 2006

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Bagian Dosen Pembimbing

Dr. Chatarina U.W.,dr., M.S., M.PH Dr. Chatarina U.W.,dr., M.S., M.PH
NIP. 131290054 NIP. 131290054
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya sehingga dapat terselesaikannya skripsi dengan judul “

HUBUNGAN ANTARA STRES DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN

TERJADINYA KEKAMBUHAN PENYAKIT GASTRITIS (Studi Pada

Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah

Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto) “, sebagai salah satu persyaratan dalam

rangka memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM).

Dalam skripsi ini dijabarkan bagaimana hubungan antara stres dan

kebiasaan makan dengan terjadinya kekambuhan penyakit gastritis pada penderita

gastritis, sehingga nantinya dapat menjadi pertimbangan dalam gaya hidup dan

kebiasaan makan untuk mencegah terjadinya kekambuhan penyakit gastritis.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga

kepada Dr. Chatarina U.W.,dr., M.S., M.PH selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing dengan sabar serta memberi saran, petunjuk, arahan dan semangat

sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Kemudian penulis juga menyampaikan

terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Tjipto Suwandi, dr., M.OH., SpOk selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya.

2. Ibu Hj. Sihwati Wilujeng, dr., selaku Direktur Balai Pengobatan Dan Rumah

Bersalin Mawaddah, yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

3. Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan banyak ilmu

demi kelancaran penyusunan skripsi ini.


4. Dokter dan perawat serta seluruh pegawai di Balai Pengobatan dan Rumah

Bersalin Mawaddah yang telah membantu kelancaran pelaksananaan

penelitian, dan memberi dukungan hingga akhir penelitian.

5. Ibu Nefferty Nilamsari, S.Sos., M.Kes selaku ketua penguji, terima kasih atas

masukannya.

6. Ibu Rr. I. Lukitra Wardhani, dr., SpRM selaku penguji, terima kasih atas

masukan dan waktunya.

7. Ayah dan Ibu yang telah mencurahkan segala kasih sayang, mendorong dan

memberi motivasi dalam berbagai hal, skripsi ini diperuntukkan khusus untuk

kalian dan sebagai bentuk penghargaan yang tak terhingga yang bisa kami

persembahkan.

8. Adik-adikku tersayang yang telah mengerti di saat lagi sibuk dan memberi

semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga ini menjadi semangat

kalian dalam meraih prestasi yang lebih tinggi lagi.

9. Semua keluarga yang yang telah membantu mendo’akan atas kelancaran

penyusunan skripsi ini.

10. Sahabatku Diyana, Adekku Ayu’ N Ipop banyak pengalaman berharga yang

kita dapatkan yang akan semakin mendewasakan kita, terima kasih atas

dukungan, bantuan, perhatian, pengertian dan do’anya selama ini.

11. Riesa, Mega, Kalika, terimakasih atas bantuan dan do’anya.

12. Semua ”Mas-masku” terima kasih telah memberi semangat, bantuan, do’a,

dan masukan yang sangat berharga bagi saya.

13. Semua rekan minat Epidemiologi dan teman seangkatan, terutama Mas Anom,

Pak Wawan, Reni, Mbak Widya, Dina, Nuning, my ”Soulmate” saat ujian
dian, terima kasih atas kebersamaan dan saat-saat yang indah yang kita lewati

selama kuliah.

14. Sahabat-sahabatku D3 Analis Medis, maafkan jika selama ini tidak bisa

meluangkan waktu bersama dan terima kasih atas pengertiannya.

15. Semua penghuni kost MU 133 (Epy, Niken, Misbah, Rosa, Diah, Nuri, Lita,

Tika, Didien, Dikoes, Tina, Ambar, Anjar, Dian) yang telah mengerti

keadaanku dan terus memberiku semangat.

16. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang

diberikan dan skripsi ini berguna bagi diri kami sendiri maupun pihak lain yang

memanfaatkan.

Surabaya, 30 Juni 2006

Penulis
ABSTRACT

Gastritis, as well-known as ‘maag disease’, is an upper gastrointestinal


tract syndrome a lot of people suffering from, and is most frequent complained in
gastroenterology department. It is estimated that almost all gastritis patient have a
relapse.. Stress and consuming food increasing HCL of stomach are two of all
factors which trigger gastritis. The aim of this study is to analyze the correlation
between stress , consumption habits, and the occurrence of recurrent gastritis in
patients at Mawaddah medical clinic and maternity hospital in Ngoro sub district
Mojokerto regency.
This study is analytic observational study with cross sectional design. The
samples are 90 gastritis patients in Mawaddah medical clinic and maternity
hospital chosen by simple random sampling technique. To analyze the correlation
between variables and the occurrence of gastritis relapse, chi square test is used.
The result of this study are: 57,8% respondents are ≥ 40 years old, 77,8%
respondents are female, and 75,6% respondents are in low and medium social and
economic status. Statistical test results indicate that there is no significant
correlation between knowledge (p=0,549), age (p=o,628), jender (p=1,000), social
and economic status (p=0,424) and gastritis relapse, while there is correlation
between stress (p=0,000, OR= 48,273), consumption habits (p=0,000,
OR=30,375) and gastritis relapse.
It is concluded that stress and consumption habit correlate with gastritis
relapse, and it is suggested to improve medical service by health counseling for
gastritis patients and facilitate gastritis patients association conducting stress
management such as mutual sport and knowledge sharing between them to reduce
gastritis relapse.

Keyword : Gastritis relapse, Stress, Consumption habit


ABSTRAK

Penyakit gastritis yang di kenal dengan penyakit maag merupakan


penyakit saluaran pencernaan bagian atas yang banyak dikeluhkan di masyarakat
dan paling banyak ditemukan di bagian gastroenterologi, diperkirakan hampir
semua penderita gastritis mengalami kekambuhan. Salah satu faktor yang dapat
menimbulkan munculnya gejala gastritis adalah stres dan kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang bisa meningkatkan HCL dalam lambung.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antara stres dan
kebiasaan makan dengan terjadinya kekambuhan penyakit gastritis pada penderita
gastritis di Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah Kecamatan Ngoro
Kabupaten Mojokerto.
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan
menggunakan desain penelitian cross sectional. Sampel adalah penderita gastritis
di Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah sebanyak 90 orang dengan
menggunakan tehnik simple ramdom sampling. Untuk mengetahui adanya
hubungan antara variabel dengan kejadian kekambuhan gastritis digunakan uji
statistik chi square.
Hasil penelitian menunjukkan 57,8% responden berumur ≥ 40 tahun,
77,8% responden mempunyai jenis kelamin perempuan dan status sosial ekonomi
responden sebanyak 75,6% berada pada status sosial ekonomi rendah dan sedang.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara pengetahuan
(p=0,549), umur (p=628), jenis kelamin (p=1,000), status sosial ekonomi
(p=0,424) dengan kekambuhan penyakit gastritis (p=0,549), sedangkan stres
(p=0,000) dengan OR=48,273 dan kebiasaan makan (p=0,000) dengan
OR=30,375 didapatkan adanya hubungan dengan kekambuhan penyakit gastritis.
Jadi dapat disimpulkan bahwa stres dan kebiasaan makan berhubungan
dengan kekambuhan penyakit gastritis dan disarankan meningkatkan pelayanan
kesehatan dengan memberikan penyuluhan kesehatan pada penderita gastritis dan
memfasilitasi adanya perkumpulan penderita gastritis yang di dalamnya terdapat
kegiatan yang bisa memanajemen stres seperti olah raga bersama dan sharing
antar penderita gastritis supaya tidak mangalami kakambuhan.

Kata kunci: Kekambuhan Gastritis, stres, kebiasaan makan.


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN PERSETUJUAN iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRACT vii
ABSTRAK viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xiii

BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Identifikasi Masalah 3
I.3 Pembatasan Dan Perumusan Masalah 4

BAB II TUJUAN DAN MANFAAT 5


II.1 Tujuan 5
II.1.1 Tujuan Umum 5
II.1.2 Tujuan Khusus 5
II.2 Manfaat 5

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 7


III.1 Definisi Gastritis 7
III.2 Patofisiologi Gastritis 7
III.3 Autoimune Gastritis 8
III.4 Klasifikasi Gastritis 8
III.4.1 Gastritis Akut 9
III.2.2 Gastritis Kronik 13
III.5 Definisi Kekambuhan 20
III.6 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Gastritis 20
III.6.1 Umur 20
III.6.2 Jenis Kelamin 20
III.6.3 Status Sosial Ekonomi 21
III.6.4 Pengetahuan 21
III.6.5 Kebiasaan Makan Dan Minum 21
III.6.6 Merokok 22
III.6.7 Alkohol 23
III.6.8 Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS) 23
III.6.9 Penyakit Infeksi 24
III.6.10 Stres 24
BAB IV KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 27
IV.1 Kerangka Konsep 27
IV.2 Hipotesis 28

BAB V METODE PENELITIAN 29


V.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian 29
V.2 Populasi Penelitian 29
V.3 Sampel, Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel 29
V.3.1 Sampel 29
V.3.2 Besar Sampel 29
V.3.3 Cara Pengambilan Sampel 29
V.4 Lokasi dan Waktu Penelitian 31
V.5 Variabel, Cara Pengukuran dan Definisi Operasional 31
V.6.1 Variabel Penelitian 31
V.6.2 Definisi Operasional dan Cara Pengukuran 32
V.7 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 34
V.7.1 Data primer 34
V.7.2 Data sekunder 34
V.8 Teknik analisis data 35

BAB VI HASIL PENELITIAN 36


VI.1 Gambaran Umum Balai Pengobatan Dan Rumah
Bersalin Mawaddah 36
VI.2 Karakteristik Responden 36
VI.2.1 Umur Responden 37
VI.2.2 Jenis Kelamin Responden 37
VI.2.3 Status Sosial Ekonomi Responden 38
VI.3 Pengetahuan Responden 39
VI.4 Kebiasaan Makan Responden 39
VI.5 Stres 42
VI.6 Hubungan Antar Variabel 43
VI.6.1 Hubungan Umur Responden Dengan Kekambuhan
Penyakit Gastritis 43
VI.6.2 Hubungan Jenis Kelamin Responden Dengan
Kekambuhan Penyakit Gastritis 44
VI.6.3 Hubungan Status Sosial Eknomi Dengan Kekambuhan
Penyakit Gastritis 45
VI.6.4 Hubungan Stres Dengan Kekambuhan Penyakit
Gastritis 46
VI.6.5 Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Kekambuhan
Penyakit Gastritis 46
VI.6.6 Hubungan Pengetahuan Dengan Kekambuhan
Penyakit Gastritis 52
VI.6.7 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan
Penyakit Gastritis 53
VI.6.8 Hubungan Pengetahuan dengan Kekambuhan Penyakit
Gastritis 53
BAB VII PEMBAHASAN 56
VII.1 Hubungan Antara Karakteristik Responden Dengan
Kekambuhan Penyakit Gastritis 56
VII.1.1 Hubungan Antara Umur Dengan Kekambuhan Penyakit
Gastritis 56
VII.1.2 Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Kekambuhan
Penyakit Gastritis 57
VII.1.3 Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan
Kekambuhan Penyakit Gastritis 57
VII.2 Hubungan Stres Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis 58
VII.3 Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Kekambuhan Penyakit
Gastritis 59
VII.3.1 Hubungan Keteraturan Makan Dengan Kekambuhan
Penyakit Gastritis 60
VII.3.2 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Pedas
Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis 61
VII.3.3 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Asam
Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis 62
VII.3.4 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makana Panas
Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis 62
VII.4 Hubungan Pengetahuan Dengan Kekambuhan Penyakit
Gastritis 63

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 65


VIII.1 Kesimpulan 65
VIII.2 Saran 65

DAFTAR PUSTAKA 67

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

VI.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Penderita Gastritis 37


Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005

VI.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Penderita


Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah
Tahun 2005 38

VI.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kadaan Status Sosial Ekonomi


Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005 38

VI.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pada


Penderita Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005 39

VI.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Makan Pada


Penderita Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005 40

VI.6 Distribusi Responden Berdasarkan Keteraturan Makan Pada


Penderita Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005 40

VI.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi


Makanan Pedas Pada Penderita Gastritis Di Balai pengobatan Dan
Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005 41

VI.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi


Makanan Asam Pada Penderita Gastritis Di Balai pengobatan Dan
Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005 41

VI.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi


Makanan Dalam Keadaan Panas Pada Penderita Gastritis
Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005 42

VI.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Stres Pada Penderita


Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah
Tahun 2005 43
VI.11 Hubungan Umur Responden Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis
Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005 43

VI.12 Hubungan Jenis Kelamin Responden Dengan Kekambuhan Penyakit


Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah
Bersalin Mawaddah Tahun 2005 44

VI.13 Hubungan Status Sosial Ekonomi Responden Dengan Kekambuhan


Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan dan
Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005 45

VI.12 Hubungan Stres Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis


Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005 46

VI.13 Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis


Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005 47

VI.14 Hubungan Keteraturan Makan Dengan Kekambuhan Penyakit


Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah
Bersalin Mawaddah Tahun 2005 48

VI.15 Hubungan Kebiasaan Makan Mengkonsumsi Makanan Pedas Dengan


Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai
Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005 49

VI.16 Hubungan Kebiasaan Makan Mengkonsumsi Makanan Asam Dengan


Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai
Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005 50

VI.17 Hubungan Kebiasaan Makan Mengkonsumsi Makanan Dalam


Keadaan Panas Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada
Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005 51

VI.18 Hubungan Pengetahuan Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis


Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005 52

VI.19 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Stres Pada Penderita Gastritis


Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005 53

VI.20 Hubungan Keadaan Sosial Ekonomi Dengan Stres Pada Penderita


Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005 54
VI.21 Hubungan Pengetahuan Dengan Kebiasaan Makan Pada Penderita
Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005 55
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

IV.1 Bagan kerangka konseptual penelitian 26


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran

1. Kuesioner Pengumpulan Data


2. Hasil Uji Statistik Chi Square

3. Permohonan Surat Ijin Pengambilan Data Awal Skripsi

4. Permohonan Surat Ijin Penelitan


DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Daftar Arti Lambang

% = Persen
α = Alfa
≥ = Lebih dari sama dengan
< = Kurang dari
> = Lebih dari

Daftar Singkatan

P = Probabilitas
OR = Odds Ratio
HCL = Hydrocloric Acid (asam lambung)
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Gangguan saluran pencernaan merupakan salah satu gangguan yang sering

dikeluhkan dan telah menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Di antara sekian

banyak gangguan saluran pencernaan yang di derita di masyarakat, keluhan yang

paling banyak ditemukan di bagian gastroenterologi adalah keluhan dispepsia,

nyeri pada lambung, kembung dan mual-mual, dimana keluhan tersebut

merupakan salah satu gejala khas dari penyakit gastritis mulai dari akut sampai

dengan kronis (Salamiharja, 1997).

Gastritis merupakan suatu proses inflamasi, iritasi dan infeksi pada

mukosa lambung sebagai akibat ketidakseimbangan faktor agresif dengan faktor

defensif dalam tubuh sehingga menimbulkan gejala klinis berupa rasa tidak enak

pada perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan (Kapita selekta

kedokteran, 1998), diperkirakan hampir semua penderita gastritis mengalami

kekambuhan, tapi selama ini belum ada penelitian yang meneliti kekambuhan

pada penyakit gastritis.

Sampai saat ini prevalensi penyakit gastritis belum bisa dipastikan tetapi

menurut penelitian yang dilakukan di negara Inggris menunjukkan 15-25% dari

penduduk pernah mendapatkan tukak pada satu saat dalam hidupnya, dan

didapatkan prevalensi tukak sebesar 3-5% (Daldiyono,1989), Sedangkan hasil

penelitian di luar negeri didapatkan 1 dari 10 orang menderita dispepsia

(www.gizi.net).
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh dr.Ari F Syam dari FKUI pada

tahun 2001, dari 93 pasien yang diteliti ditemukan mendekati angka 50%

mengalami gejala dispepsia (www.gizi.net).

Di bagian penyakit dalam FKUI/RSCM, sub bagian Gastroenterologi dari

60 kasus gastritis ringan dan sedang didapatkan gastritis superfisial 11,87% dan

gastritis atrofik 83,33%, pada Endoskopi Saluran Pencernaan Bagian Atas

(SCBA) di rumah sakit di Indonesia didapatkan Gastritis Kronik sebanyak 20,9-

58,7% (Rani, 1989). Beberapa Ahli berpendapat bahwa gastritis atrofik

merupakan faktor pedisposisi terjadinya karsinoma lambung, walaupun

diperlukan 10-20 tahun (Whitehead, 1985). Gastritis merupakan penyakit yang

sering ditemukan (50%) pada konsultasi klinik Dr Soetomo pada tahun 1993

(Oesman, 1998).

Berdasarkan laporan SKRT tahun 1986 menunjukkan bahwa angka

kematian penyakit sistem pencernaan sebesar 34,9 per 100.000 penduduk

sedangkan laporan SKRT tahun 2001 menunjukkan bahwa angka kematian

penyakit sistem pencernaan sebesar 55,5 per 100.000 penduduk, hal ini bisa

terlihat bahwa dalam kurun waktu 15 tahun angka kematian akibat penyakit

sistem pencernaan semakin meningkat (Djaja.S, 2003).

Pendarahan Saluran Makanan Bagian Atas (SMBA) merupakan

pendarahan yang disebabkan penyakit tukak lambung (gastritis) dan masih

merupakan masalah klinik di setiap rumah sakit. Djajapranata (Rs Dr Soetomo

Surabaya) melaporkan 471 kasus dalam periode 1969-1971. Helmi dan kawan-

kawan (Jakarta) melaporkan 184 kasus pendarahan suluran makanan bagian atas

periode 1978-1980. Di rumah sakit Hasan Sadikin bandung dalam periode 1970-
1974 dilaporkan kasus pendarahan saluran makanan bagian atas sebanyak 224

kasus (Abdurrachman dan Hadi). Dibagian penyakit dalam FKUI_RSCM dalam

kurun waktu 1986-1988 tercatat 113 kasus pendarahan saluran makanan bagian

atas, walaupun sudah banyak kemajuan dalam bidang diagnostik dan terapi tetapi

angka kematian akibat pendarahan saluran makanan bagian atas masih tinggi yaitu

berkisar antara 5-10% ( Suprajitno,1995 ).

I.2 Identifikasi Masalah

Di negara berkembang diperkirakan sering didapatkan penyakit tukak

lambung dan frekwensi terjadinya tukak lambung makin meningkat. Tukak

lambung merupakan penyakit yang mengenai seluruh lapisan masyarakat (www.

pgh.or.id). Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah berada di wilayah

negara berkembang, tukak lambung yang banyak terjadi pada pasien yang

berobat ke Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah adalah gastritis.

Penyakit gastritis merupakan penyakit saluran pencernaan bagian atas

yang sifatnya menetap sehingga kemungkinan mengalami kekambuhan cukup

besar, faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kekambuhan penyakit

gastritis tersebut salah satu faktornya adalah karena stres, infeksi virus,obat-obat

penghilang nyeri seperti aspirin, alkohol, merokok, kebiasaan makan dan minum

yang bisa merangsang asam lambung (www.anugrah-argon.com).

Kondisi seseorang yang sedang mengalami stress sangat berpengaruh

terhadap terjadinya kekambuhan gastritis karena stres dapat merangsang produksi

asam lambung sehingga menyebabkan keradangan. Kebiasaan makan yang tidak

teratur dan kebiasan mengkonsumsi makanan yang pedas, asam dan panas juga
bisa menyebabkan kekambuhan pada penyakit gastritis karena makanan tersebut

bisa merusak mukosa lambung dan meningkatkan asam lambung, sehingga timbul

rasa nyeri, kembung, atau rasa penuh pada perut bagian atas.

Dari data catatan medik Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin

Mawaddah, kasus gastritis pada bulan januari–juni 2005 diperoleh 673

kasus,tingginya kasus gastritis ini perlu mendapatkan perhatian mengingat bahwa

penyakit gastritis bisa menimbulkan kekambuhan yang bisa menurunkan sistem

pertahanan tubuh sehingga timbul penyakit baru seperti ISPA dan migren,

semakin sering terjadinya kekambuhan penyakit gastritis bisa mengganggu

produktivitas seseorang sehari-hari. Penelitian ini diharapkan dapat meneliti

prilaku penderita gastritis dan kemudian dapat dilakukan pencegahan untuk

timbulnya penyakit gastritis.

I.3 Pembatasan Masalah Dan Perumusan Masalah

Setelah kita mengetahui bahwa kejadian kekambuhan penyakit gastritis

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat kompleks, namun penelitian

ini hanya mambatasi pada hubungan antara stres dan kebiasaan makan penderita

dengan terjadinya kekambuhan penyakit gastritis pada penderita gastritis yang ada

di Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, peneliti

merumuskan permasalahan sebagai berikut “ Apakah stres dan kebiasaan makan

penderita berhubungan dengan kejadian kekambuhan penyakit gastritis pada

penderita gastritis di Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah ?”.


BAB II

TUJUAN DAN MANFAAT

II.1 Tujuan

II.1.1 Tujuan umum

Menganalisa hubungan stres dan kebiasaan makan dengan

terjadinya kekambuhan penyakit gastritis pada panderita gastritis di Balai

Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah.

II.1.2 Tujuan khusus

1. Menganalisa hubungan antara karakteristik penderita gastritis (umur,

jenis kelamin, sosial ekonomi) dengan kekambuhan penyakit gastritis.

2. Menganalisa hubungan antara pengetahuan penderita dengan

terjadinya kekambuhan gastritis.

3. Menganalisa hubungan antara stres dengan terjadinya kekambuhan

penyakit gastritis.

4. Menganalisa hubungan antara kebiasaan makan dengan terjadinya

kekambuhan penyakit gastritis.

II.2 Manfaat

1. Bagi Masyarakat

Memperoleh tambahan pengetahuan dan wawasan tentang

gastritis sehingga dapat dilakukan pencegahan dan meningkatkan

kesadaran masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan

perorangan.
2. Bagi Penderita Gastritis

Menambah informasi dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian kekambuhan penyakit gastritis dan

bahayanya supaya kekambuhan dapat dilakukan pencegahan.

3. Bagi Balai Pengobatan

Sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan pelayanan

kesehatan pada penderita gastritis.

4. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan dalam

bidang epidemiologi khususnya hubungan antara stress dan kebiasaan

makan terhadap terjadinya kekambuhan gastritis.

5. Bagi peneliti lain

Sebagai studi awal untuk pengembangan penelitian selanjutnya

tentang kekambuhan penyakit gastritis.


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi Gastritis

Gastritis atau tukak lambung yang sering kita kenal dengan penyakit

maag merupakan sekumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari rasa

tidak enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami

kekambuhan karena adanya inflamasi dari mukosa lambung (Kapita selekta

kedokteran, 1999).

Gastritis ditandai dengan adanya radang pada mukosa yang ditandai

dengan infiltrasi sel netrofil atau infiltrasi sel limfosit, sel palasma dan eosinofil

dengan atau tanpa simtom (Tambunan,1994).

Sedangkan menurut Harrison 2000, gastritis adalah inflamasi mukosa

lambung dan bukan merupakan penyakit yang tunggal, atau lebih tepatnya suatu

kelompok penyakit yang mempunyai perubahan peradangan pada mukosa

lambung yang sama tetapi ciri klinis, karakteristik histologi dan patogenitas yang

berlainan.

III.2 Patofisiologi Gastritis

Lambung mempunyai faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan

faktor defensif (produksi lendir, bikarbonat mukosa dan prostaglandin

mikrosirkulasi), gangguan penyaki gastritis dapat terjadi sebagai akibat dari

ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif dalam tubuh kita

( www.anugerah-argon. com ).
Akibat adanya ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif

menyebabkan HCL dalam lambung meningkat. Kadar HCL normal dalam

lambung ± 0,4 %,kelebihan kadar HCL dalam cairan lambung dapat merusak

jaringan selaput lendir lambung dan jaringan halus usus 12 jari, jaringan yang

rusak akan menjadi luka bernanah yang ada di dalan lambung dan menyebabkan

keradangan (Laylawati, 2000).

III.3 Autoimmune Gastritis

Sistem pertahanan tubuh kita dapat membuat antibodi dan protein

untuk menyerang infeksi (masuknya kuman ke dalam tubuh) yang berguna untuk

mempertahankan tubuh dalam keadaan prima, kadang terjadi gangguan di mana

tubuh salah mengidentifikasi targetnya dan mengenai tubuh kita sendiri yang di

anggap benda asing atau infeksi, sehingga membuat kerusakan bahkan

kehancuran organ tubuh kita sendiri. Hal ini juga bisa terjadi pada lambung yang

dapat menyebabkan kerusakan sel-sel lambung dan mengakibatkan anemia

perniciosa, anemia ini terjadi karena tubuh tidak dapat menyerap vitamin B-12

yang berhubungan dengan kerusakan sel di lambung tersebut (Albert, 2005).

III.4 Klasifikasi Gastritis

Berdasarkan Harrison 2000 pada umumnya klasifikasi gastritis

diklasifikasikan menjadi akut dan kronik berdasarkan pada manifestasi klinis, ciri-

ciri histologik yang mencirikan gastritis, distribusi anatomik gastritis atau

beberapa kasus dan patogenesis.


III.4.1 Gastritis Akut

Gastritis akut sering ditemukan karena merupakan kelainan terbanyak

di lambung, biasanya sifatnya jinak dan merupakan penyakit yang dapat sembuh

sendiri yang menggambarkan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan

lokal (Dharma, 1984).

Pada umumnya penyakit ini tidak berat dan sifatnya temporer, maka

pada umumnya para dokter tidak merasa perlu melakukan pemeriksaan

histopatologi. Beratnya gastritis akut tergantung pada jenis dan jumlah iritan serta

lama kontak dengan mukosa lambung (Tambunan, 1994).

III.4.1.1 Klasifikasi Gastritis Akut

Klasifiakasi gatritis akut dapat dibedakan atas gastritis erosif akut atau

gastritis hemoragik akut dan gatritis superfisial akut.

A. Gastritis Erosif Akut

Bentuk gastritis akut yang paling dramatik dan sering dijumpai di

klinik adalah gastritis erosif akut atau gatritis hemoragik akut (Hirlan, Soeharjono

T, 1990).

Gastritis erasif akut adalah suatu peradangan mukosa lambung yang

akut yang disertai kehilangan integritas atau kerusakan-kerusakan erosi.

Berdasarkan pemeriksaan makroskopik pada gastritis erosif akut menunjukkan

edema, kerapuhan mukosa, erosi dan tempat pendarahan dengan ekstravasasi

darah ke dalam mukosa dan lumen lambung. Erosi lambung dan tempat

pendarahan dapat tersebar secara difus pada seluruh mukosa lambung atau

setempat pada korpus atau antrum lambung, dikatakan erosi karena terbatas pada
mukosa dan sering terletak linier pada puncak lipatan mukosa. Gastritis erosif

akut biasanya berhubungan dengan penyakit yang serius atau berhubungan dengan

berbagai obat dan diperkirakan terdapat 80-90% pasien dalam unit-unit perawatan

(Harrison, 2000).

B. Gastritis Superfisial Akut

Gastritis superfisial akut merupakan gastritis yang ditandai oleh

mukosa yang berwarna kemerahan, edema dan ditutupi oleh mukosa adheren,

sering terjadi sedikit erosi dan pendarahan, derajat peradangan sangat variabel.

Pada kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan pada riwayat penderita

akan adanya gangguan yang dapat sembuh sendiri disertai oleh sakit epigastrik,

muntah, anoreksia dan bertahak . Gastritis superfisial akut biasanya menghilang

jika agen penyebabnya di buang atau dihentikan (Dharma, 1984).

III.4.1.2 Etiologi Gastritis Akut

Gastritis akut dapat timbul tanpa diketahui penyebabnya, penyebab

yang paling sering dijumpai adalah alkohol, Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid,

bahan kimia dan toksin ataupun agen alergen yang meningkatkan asam lambung.

penyebab lain sekalipun jarang adalah jenis obat-obat digitalis, iodin, auromisin

dan kafein. Makanan yang pedas (spicy food), makanan yang asam, makanan yang

terlalu panas, merokok juga dapat menimbulkan iritasi pada mukosa lambung

(Hirlan, Soeharjono, 1990).

Pada sebagian besar penderita rhematoid artritis yang mempergunakan

Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid aspirin secara teratur ternyata ditemukan


pendarahan tersembunyi (occult bleeding) diperkirakan penderita akan kehilangan

darah 10 ml setiap hari dan lambat laun menimbulkan anemia (Tambunan, 1994).

III.4.1.3 Patologi Gastritis Akut

Beratnya perubahan mukosa lambung tergantung pada jumlah dan

jenis bahan iritan serta lamanya bahan tersebut berada dalam lambung. Pada

kondisi ringan, perubahan pada mukosa tdak begitu nyata. Akan tetapi pada

gastritis akut berat dengan pengamatan gastroskopik, mukosa hiperemi, edema,

erosif dan sering dengan pendarahan. Pada histopatologi menunjukkan adanya

infiltrasi sel radang neutrofil, pembuluh kongesti, stroma edema dan permukaan

mukosa sebagian erosif atau deskuamasi dan degenerasi. Bila bahan iritan

dikeluarkan atau hilang akan segera terjadi regenerasi dan penyembuhan

sempurna (Tambunan, 1994).

III.4.1.4 Gejala Klinis Gastritis Akut

Manifestasi klinis gastritis akut sangat berfariasi mulai dari yang

sangat ringan asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian,

hal ini tergantung pada beratnya lesi di mukosa. Pada kasus yang sangat berat

seperti gastritis akut berdarah difus (diffuse hemorrhagic erosive gastritis), gejala

yang sangat mencolok adalah hematemesis dan melena yang dapat berlangsung

sangat hebat sampai terjadi renjatan karena kehilangan darah. Pada sebagian

kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis. Keluhan-keluhan tersebut

misalnya nyeri timbul pada ulu hati, biasanya ringan dan tidak dapat di tunjuk

dengan tepat lokasinya dan kadang-kadang disertai muntah (Hirlan, 2001).


Penderita gastritis akut mungkin mengalami nyeri tekan abdomen

bagian atas atau kehilangan darah seperti pucat, titakardia dan hipotensi. Jika

gejala itu ada, kelainan sel darah putih seperti leukositosis atau lekopenia lebih

sering menunjukkan penyakit yang serius dibanding gastritis (Harrison, 2000).

III.4.1.5 Diagnosis Gastritis Akut

Adanya penyakit gastritis akut biasanya dicurigai pertama kali melalui

deteksi darah dalam feses atau dalam bahan hasil aspirasi lambung setelah itu

ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi, dan dilanjutkan dengan pemeriksaan

histopatologi biopsi mukosa lambung tetapi bisa juga di deteksi dengan

pemeriksaan radiologis (Harrison, 2000).

Pada pemeriksaan endoskopi akan tampak erosi multipel yang

sebagian biasanya tampak berdarah dan letaknya tersebar. Kadang ditemui erosi

yang mengelompok pada satu daerah. Mukosa umumnya nampak merah tetapi

kadang mukosanya juga nampak normal, atau bisa juga di jumpai lesi yang terdiri

dari semua tingkatan perjalanan penyakitnya akibat terdapat erosi yang masih

baru dan erosi yang mengalami penyembuhan. Pada pemeriksaan histopatologi

kerusakan mukosa karena erosi tidak pernah melewati mukosa muskularis,

sedangkan pada pemeriksaan radiologis biasa tidak mempunyai arti dan baru

dapat membantu apabila digunakan kontras ganda (Hirlan, Theo Soeharjono,

1990).

Pada umumnya penyakit gastritis akut tidak berat dan sifatnya

temporer, oleh karena itu para dokter tidak merasa perlu pemeriksaan gastroskopi

dan biopsi lambung untuk histopatologi (Tambunan, 1994).


III.4.1.6 Komplikasi Gastritis Akut

Komplikasi gastritis akut berupa nyeri yang hebat dan muntah-muntah

dapat mengakibatkan kekurangan cairan dalam tubuh penderita, sedangkan pada

luka yang besar menyebabkan pendarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)

berupa hematematis dan melena yang dapat berakhir dengan syok hemoragik dan

jika pendarahanya cukup banyak bisa menyebabkan kematian (Kapita selekta

kedokteran, 1999).

Komplikasi juga bisa berupa timbulnya ulkus kalau prosesnya hebat

dan jarang terjadi perforasi, dan bisa menyebabkan komplikasi pada daerah

tenggorokan yang berupa ISPA terutama kembalinya isi dan asam lambung ke

tenggorokan (refluk), hal ini juga bisa merangsang penyakit baru berupa Asma

dan migren (www.indomedia.com).

III.4.1.7 Penatalaksanaan Gastritis Akut

Faktor utama adalah menghilangkan etiologinya. Diet lambung,

dengan porsi makan kecil tetapi sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur

sekresi asam lambung, berupa antagonis reseptor H2 , inhibitor pompa proton,

antikolinergik, dan antasid. Juga ditujukan sebagai autoprotektor, berupa sukralfat

dan prostaglandin (Kapita selekta kedokteran, 1999).

III.4.2 Gastritis Kronik

Gastritis kronik merupakan kelainan yang cukup sering ditemukan di

klinik maupun praktek sehari-hari. Secara umum gastritis merupakan kelainan

klinik yang disebabkan inflamasi mukosa lambung yang terdapat pada daerah
antrum dan korpus, sifatnya lokal atau difus dan regresi terjadi dalam waktu

singkat atau progresif lambat, dapat akut atau kronik (Rani, 1990)

Ciri khasnya adalah infiltrasi radang yang terdiri dari limfosit dan sel

plasma ke dalam lamina propria, kelenjar mukosa berkurang atau hilang, dan

metaplasia intestinal. Pengaruh proses iritasi mukosa lambung yang lama antara

lain karena refluks asam empedu, minum alkohol dan adanya antibodi sel parietal

akan menimbulkan gastritis kronik (Tambunan, 1994).

III.4.2.1 Klasifikasi Gastritis Kronik

Secara histopatologik, klasifikasi gastritis kronik didasarkan pada

perubahan berbagai komponen mukosa lambung, derajat dan aktifasi gastritis

serta jenis metaplasia.

Berdasarkan distribusinya dalam mukosa lambung dan patogenesisnya

gastritis kronik diklasifikasikan menjadi gastritis tipe A, Tipe B, Tipe AB.

A. Gastritis Tipe A

Gastritis Tipe A adalah bentuk gastritis yang kurang umum, secara

relatif menyerang sedikit antrum. Keadaan ini adalah bentuk gastritits yang

mungkin menyebabkan anemia pernisiosa dan kadar serum gastrin tinggi. Sering

adanya antibodi terhadap sel parietal dan terhadap faktor intrinsik dalam serum

pasien dengan gastrin tipe A dan anemia pernisiosa mendukung patogenitas imun

atau autoimun untuk bentuk gastritis ini. Antibodi sel parietal telah ditunjukkan

bersifat sitotoksik untuk sel mukosa lambung. Mekanisme imun yang diperantarai

sel juga telah dikemukakan berpartisipasi dalam cedera sel mukosa lambung.
Pada pasien dengan anemia perniciosa, kelenjar mengandung sel

paretal lambung selalu rusak, yang bertanggung jawab atas ketidakmampuannya

untuk mengsekresi asam hidroklorik. Pada manusia sel parietal juga mengsekresi

faktor intrinsik, terdapat kegagalan dalam mengabsorbsi vitamin B12 secara aktif,

dengan menyebabkan akibat-akibat hematologik dan atau neurolagik yang

karakteristik bagi anemia pernisiosa (Harrison, 2000).

B. Gastritis Tipe B

Keadaan ini terlihat sehubungan dengan ulsera peptik, biasanya ulsera

deudeni, hal ini terlokalisir di daerah antrum, jika berhubungan dengan ulsera

gaster dapat meliputi mukosa korpus di sekitar ulsera dan dapat meluas ke

proksimal sepanjang kurvutura minor (Daldiyono, 1989)

C. Gastritis Tipe AB

Dikutip dari Whitehead 1985 gastritis tipe AB dibagi menjadi dua tipe

yaitu :

Tipe pertama mununjukkan gastritis antral, hipeklorhidria, deudenitis atau ulkus

peptikum baik duodenum atau maupun diprepelorik.

Tipe kedua menunjukkan gastritis bagian distal, dengan penyebaran tidak merata

meliputi antrum dan korpus. Penyebaran tersebut cenderung meningkat bersama

usia disertai hiperklorhidria. Mungkin pula terdapat ulkus peptikum di ingualis

atau proksimal, walaupun ulkus tersebut menyembuh proses inflamasi terus

berlangsng dan sering terlihat displasia mukosa lambung.


Atas dasar beberapa kelainan hisolgik, gastritis kronik diklasifikasikan

dalam dua gradasi, yaitu:

A. Gastritis Kronik Superfisial

Bentuk gastritis dengan perubahan peradangan terbatas pada lamina

propria mukosa superfisial, dengan infiltrasi seluler dan edema yang memisahkan

kelenjar lambung. Gastritis superfisial kelihatannya mencerminkan stadium

permulaan dari perkembangan gastritis kronik. Pada gastritis kronik infiltat sel

radang terbatas pada lamina propria setengah bagian atas mukosa lambung dan

kelenjar tetap ada (Harrison, 2000).

B. Gastritis Kronik Atrofik


Ciri khas kelainan ini adalah sifatnya yang progresif, irreversibel,

sekresi asam lambung dan pepsin menurun, selain itu elaborasi faktor intrinsik

terganggu. Faktor intrinsik merupakan faktor penting dalam proses pembentukan

darah. Perubahan pada mukosa dapat terjadi secara fokal, difus, total atau parsial.

Pada keadaan gastritis kronik atrofik difus sel parietal invalid dan sekresi asam

lambung dan elaborasi faktor intrinsik menurun atau tidak ada sama sekali. Pada

kondisi demikian timbul fenomena “Histamin fast achlorhydria” disertai anemia

pernisiosa (Tambunan, 1994).

III.4.2.2 Etiologi Gastritis Kronik

Penyebab gastritis kronik sampai saat ini belum jelas diketahui.

Insiden semakin meningkat pada umur yang semakin lanjut. Peminum alkohol,

perokok berat, stres dan meminum teh panas merupakan faktor predisposisi.

Dalam darah 95% pasien gastritis disertai dengan anemia pernisiosa, dijumpai
antibodi sel parietal. Berdasarkan kenyataan ini timbul teori bahwa terjadinya

perubahan mukosa pada gastritis kronik disebabkan oleh proses autoimun

(Tambunan, 1994).

Sejumlah besar penyelidikan dari berbagai belahan benua telah

menetapkan bahwa helikobakter pylori adalah agen yang bertanggung jawab

untuk gastritis kronik. Gastritis kronik dengan infeksi dan atau bertahannya H.

pylori berhubungan dengan sekresi asam lambung yang berkurang. Pembasmian

H. pylori menyebabkan perbaikan pada temuan histologok; jika pengobatan

dihentikan perubahan inflamasi timbul kembali, dan organisme muncul kembali.

Pengamatan ini telah mendukung kesimpulan bahwa gastritis kronik disebabkan

oleh infeksi bekterial kronik oleh H. pylori (Harrison, 2000).

III.4.2.3 Patologi Gastritis Kronik

Secara umum mukosa lambung menipis, licin berkilat dan lipatan

mukosa hampir tidak kelihatan lagi. Kadang-kadang bayangan pembuluh darah di

bawah mukosa lambung menonjol. Mikroskopik, epitel permukaan mukosa

abnormal, susunan tidak teratur dan sebagian atau seluruhnya mengalami

metaplasia intestinal.

Pada gastritis atrofik infiltrasi radang bertambah bukan hanya pada

propria tetapi juga meluas pada lapisam muskularis mukosa. Pada lapisan propria,

mukosa muskularis dan sub mukosa sering dijumpai jaringan limfoid. Kelenjar

mukosa atrofi, kuantitas berkurang dan tubulus sering distorsi. Sel parietal dan
“chief cells” menghilang diganti oleh mucous secreting cells. Sifatnya fokal atau

difus (Tambunan, 1994).

III.4.2.4 Gejala Klinis Gastritis Kronik

Keluhan dan gejala gastritis kronik tidak khas, merupakan sindrom

dispepsia, yang terdiri dari kumpulan gejala rasa nyeri epigastrum, kembung, rasa

penuh, anoreksia, nausea, serta mual (Rani, 1990).

Tapi berdasarkan Hirlan 1990, sebagian besar penderita gastritis

kronik tidak mempunyai keluhan, pada pemeriksaan fisis sering tidak dijumpai

kelainan, tetapi kadang-kadang dapat dijumpai nyeri tekan midepigastrum yang

ringan saja, tetapi kadang-kadang pula dapat dijumpai anemia pernisiosa dan

dapat alkhorhidria, kadar gastrin meninggi dan dijumpai pula antibodi terhadap sel

parietal (Hirlan, 1990).

III.4.2.5 Diagnosa Gastritis Kronik

Diagnosis gastritis kronik ditegakkan berdasarkan penmeriksaan

endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa

lambung, (Hirlan, 1990). Biopsi mukosa lambung memberikan arti yang paling

penting dan dapat dihandalkan dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi

gastritis, kehati-hatian harus dilakukan dalam interprestasi biopsi mukosa

lambung tunggal (Harrison, 2000).

Pemeriksaan yang juga sangat penting untuk mendiagnosa gastritis

kronik adalah pemeriksaan bakteriologis dengan kultur untuk membuktikan

adanya infeksi kuman helikobakter pylori, apalagi jika ditemukan ulkus baik pada

lambung maupun duodenom, mengingat angka kejadian yang cukup tinggi yaitu
hampir mencapai 100%, dilakukan pula rapid ureum test (CLO). Kreteria minimal

untuk menegakkan diagnosis H. Pylori jika hasil CLO pasiif. Dilakukan pula

diagnosis serologis untuk H. Pylori sebagai diagnosis awal (Kapita Selekta

Kedokteran, 1999).

Para dokter mungkin melakukan tes darah untuk mengecek persediaan

sel darah merah dan memastikan apakah terdapat anemia yang mana anemia

terjadi karena kurangnya sel darah merah. Pada gastritis, anemia juga bisa

disebabkan oleh pendarahan dari perut atau gangguan absorbsi vitamin B12

(http://digestive.niddk.nih.gov).

III.4.2.6 Komplikasi Gastritis Kronik


Pendarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi, anemia, karena

adanya gangguan absorbsi vitamin B12 (Kapita Selekta Kedokteran, 1999)

Gastritis atrofik kronik merupakan predisposisi timbulnya tukak

lambung dan karsinoma. Insiden kanker lambung khususnya tinggi pada penderita

anemia pernisiosa (10-15%) (Harrison, 2000).

III.4.2.7 Penatalaksanaan Gastritis Kronik


Pada pusat-pusat pelayanan dimana endoskopi tidak mungkin

dilakukan. Penatalaksanan yang diberikan seperti pada pasien sindrom dispepsia,

apalagi jika serologi negatif. Pertama-tama yang dilakukan adalah mengatasi dan

menghindari penyebab pada gastritis akut, kemudian pengobatan emperis berupa

antasid, antagonis H2, inhibitor pompa proton dan obat-obat prokinetik. Untuk

anemia pernisiosa terapi yang sesuai adalah pemberian vitamin B12 (Kapita

selekta kedokteran, 1999).


III. 5 Definisi Kekambuhan

Menurut kamus bahasa Indonesia 1976, kekambuhan merupakan suatu

keadaan jatuh sakit lagi atau munculnya kembali gejala penyakit yang lebih sakit

dari sakit yang terdahulu.

III.6 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Gastritis

III.6.1 Umur

Walaupun tukak dapat diderita sejak usia anak-anak tapi puncak

kekerapan tukak lambung pada dekade ke-5 (40-50 tahun). Prevalensi keganasan

yang besar pada penyakit gastritis diatas 45 tahun (Taringan, 1990), hal ini

mungkin dikarenakan karena pertambahan usia akan menimbulkan beberapa

perubahan baik secara fisik maupun mental yang lebih lanjut mengakibatkan

kemunduran biologis terhadap penurunan fungsi organ tubuh yang berperan

sebagai dalam mempertahankan dan menciptakan kesehatan yang prima adalah

fungsi organ yang berkaitan dengan makanan dan pencernaan (Febrianti, 2004).

III.6.2 Jenis Kelamin

Hampir semua kepustakaan menyebutkan bahwa tukak pada laki-laki

lebih banyak dari pada perempuan, data pada subbagian gastroentelogi bagian

ilmu penyakit dalam FKUI/RSCM 1986 menunjukkan pada laki-laki 3 kali lebih

banyak dari pada wanita tetapi laporan akhir-akhir ini menunjukkan adanya

kecenderungan bahwa insidensi tukak makin banyak pada wanita sehingga

perbandingan tersebut menjadi kecil, hal ini mungkin disebabkan karena wanita
lebih sering mengalami tekanan atau kecemasan dalam hidupnya (Simadibrata,

1990).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siti isfandari (1999) pada

pendududuk dewasa gangguan mental emosional menunjukkan tingginya gejala

gangguan mental dan emosional pada wanita dari pada laki-laki.

III.6.3 Status Sosial Ekonomi

Dinegara Inggris penderita tukak lambung biasanya lebih sering

diderita pada kelompok sosial ekonomi rendah dan adanya kenaikan kekerapan

penyakit tukak ada daerah urbanisasi di antara para penduduk yang

berpenghasilan rendah (Taringan, 1990). Hal ini mungkin karena banyaknya

masalah ekonomi keluarga yang mereka alami dan kesulitan dalam memecahkan

masalah tersebut sehingga menimbulkan stres.

III.6.4 Pengetahuan

Menurut WHO 1998 perilaku seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor

yaitu pengetahuan, kepercayaan, sikap dan nilai. Pengetahuan yang berhubungan

dengan penyakit gastritis adalah prilaku merokok, minum alkohol, obat-obatan

penghilang rasa nyeri, konsumsi makanan dan minuman yang bisa menyebabkan

timbulnya penyakit gastritis.

III.6.5 Kebiasaan Makan Dan Minum

Kebiasaan makan adalah cara seseorang atau kelompok orang dalam

memilih hidangan dan mengkonsumsinya sebagai tanggapan terhadap pengaruh


psikologi, fisiologi, budaya dan sosial. Istilah kebiasaan makan juga menunjukkan

tindakan manusia (what people do and practice) terhadap makan dan makanan

yang dipengaruhi oleh pengetahuan (what people think), dan perasaan (what

people feel) serta persepsi (what people perceive) tentang suatu hal itu

(Adiningsih,S, 2005).

Menurut Yuwono Agus salah satu penyebab yang bisa menyebabkan

penyakit gastritis adalah karena ketidakmampuan lambung (indigesti), produksi

asam lambung yang berlebihan dan makan yang tidak teratur.

Penyakit lambung ini biasanya terjadi akibat serangan asam lambung

yang tinggi, atau terlalu banyak makanan dan minuman yang bersifat merangsang

naiknya asam lambung seperti makanan pedas yang mengandung cabe dan

merica, makanan yang asam, kopi, alkohol, dan minum-minuman yang bersoda.

Makanan yang sifatnya “tajam” tersebut bisa menggasak dinding

lambung, sehingga menimbulkan nyeri pada lambung yang lecet karena gesekan

tersebut. Karena lemahnya daya tahan dinding lambung terhadap serangan

tersebut maka kehadiran zat-zat merangsang tersebut menimbulkan gejala

penyakit gastritis (www.indomedia.com).

Sedangkan memakan makanan dalam keadaan panas dapat

menyebabkan iritasi mukosa lambung dan menyebabkan rangsangan thermis

(Tambunan, 1994).

III.6.6 Merokok

Merokok bisa merusak lapisan mukosa lambung karena asap rokok

dipercaya menghalangi produksi zat prostaglandin tubuh, zay ini merupakan


pelindung lambung dari serangan asam lambung dan pepsin sehingga merut peka

terhadap radang lambung seperti ulkus dan jika berlanjut bisa menyebabkan

karsinoma (www.cnn.com, 2005).

III.6.7 Alkohol

Alkohol dapat mengakibatkan peradangan dan perlakuan pada

lambung, mengkonsumsi alkohol yang sekali-kali tidak akan menimbulkan

kerusakan lambung tapi dapat meningkatkan sekresi asam lambung (Albert,

2005).

Penggunaan aspirin bersamaan dengan alkohol bisa mempunyai sifat

saling memperkuat efek satu sama lainyang menimbulkan iritasi berat pada

mukosa lambung (Tambunan, 1994).

III.6.8. Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)

Obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), banyak dipakai dalam

praktek maupun kehidupan sehari-hari, untuk pengobatan artritis. Gangguan pada

lambung merupakan efek samping yang cukup sering dijumpai pada penderita

yang menggunakan OAINS dalam jangka panjang. Gangguan pada lambung

sangat bervariasi, mulai dari hanya keluhan dispepsia, sampai pada kelainan serius

yang dapat mengancam jiwa penderita , sering ulserasi, pendarahan saluran cerna

bagian atas (SMBA), maupun perforasi lambung. Pada hewan coba, aspirin dan

endomethacin memberi gambaran kerusakan mukosa berbeda dilambung dan

usus. Aspirin menimbulkan kerusakan yang luas terutama pada lambung

sementara endomethacin juga dapat menimbulkan kerusakan pada usus.


Kerusakan mukosa lambung tersebut akibat efek hambatannya pada

sintesis prostaglandin dalam mukosa lambung, yang dibutuhkan dalam

sitoproteksi lambung. Prostaglandin dibutuhkan tubuh untuk memproduksi

kekebalan dan viskositas lapisan mukosa, serta bikarbonat, juga untuk

menghambat produksi asam lambung, dan meningkatkan aliran darah dalam

lambung. Semua efek ini diperlukan lambung untuk mempertahankan integritas

pertahanan mukosa lambung. (Kusumobroto, 2004).

III.6.9. Penyakit Infeksi

Dewasa ini telah di yakini oleh para ahli bahwa kuman helicobakter

pylori dapat menyebabkan terjadinya gastritis kronis dengan angka prevalensi

sebesar 70-80% (Lumaksono, W, 1998). Kuman ini mempunyai panjang 2-3

mikron dan lebarnya 0,5 mikron, bentuknya seperti spiral berekor diselubungi

lapisan flagella. Bakteri ini sering dikaitkan dengan gangguan yang tak kunjung

sembuh. Dalam keadaan tidak aktif, bakteri ini berubah menjadi cocoid yang

berlindung dalam kapsulnya.begitu keadaan memungkinkan baginya untuk aktif,

dengan gesitnya bakteri ini bergerak. Bakteri ini bergerak dalam lapisan mukus

perut, dalam suasana asam tinggi, disitulah bakteri ini mengeluarkan enzim urease

yang dapat menguraikan urea menjadi amoniak dan karbondioksida ( Salamiharja,

1997).

III.6.10. Stres

Stres merupakan kelelahan badan yang diakibatkan oleh kecemasan,

tekanan-tekanan yang dialami dalam menjalani kehidupan (Scala, 2003).


Para ahli kedokteran sependapat menyatakan bahwa produksi asam

HCL berlebihan dalam lambung, disebabkan terutama oleh adanya ketegangan

atau stres mental/kejiwaan.

Untuk memahami hubungan stres dengan produksi asam lambung,

dapat ditinjau dari percobaan yang telah dilakukan pada sekitar abad ke-19 oleh

Ivan Pavlov, seorang fisiologi rusia. Dalam penelitian tersebut Pavlov

menggunakan seekor anjing sebagai binatang percobaan. Pada anjing tersebut

dibuat lubang pada kerongkongan dan lambungnya, sehingga getah lambung yang

diproduksi dapat dkumpulkan. Dengan adanya lubang dikerongkongan,. Maka

secara otomatis tidak ada sedikitpun makanan yang yang dapat mencapai

lambung. Dari hasil percobaan tersebut, dapat diketahi bahwa pengeluaran tetap

dapat terjadi dalam jumlah yang cukup banyak walaupun tidak ada makanan yang

sampai kelambung. Akhirnya Pavlov dapat membuktikan bahwa dengan adanya

rangsangan melihat makanan dan mencium bau makanan, sudah cukup untuk

membuat getah lambung di produksi. Kesimpulan yang didapatkan pavlov adalah

pengeluaran getah lambung bermula dari adanya serangkaian refluks saraf (nervus

vagus).

Apabila stres dan emosi dibiarkan maka tubuh akan berusaha

menyesuaikan diri dan bertahan hidup dengan tekanan tersebut. Kondisi yang

demikian dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis dalam

jaringan atau organ tubuh manusia, melalui saraf otonom. Sebagai akibatnya, akan

tibul penyakit adaptasi yang berupa hipertensi, penyakit jantung (infark), tukak

lambung atau gastritis dan lain sebagainya (Laylawati, 2001).


Oleh karena itu penderita gastritis harus hidup lebih rileks dan

menghindari stres, karena stres dapat merangsang produksi asam lambung

sehingga menyebabkan terjadinya radang ( www.suaramerdeka.com , 2005).


BAB IV

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

IV.1 Kerangka Konsep

Karakteristik Individu
Jenis
a. Kelamin Sosial Ekonomi STRES
b.

c.Umur

d.Pendidikan

Pengetahuan GASTRITIS KAMBUH

Prilaku :
Merokok
Alkohol
Minum-minuman iritatif lambung
Minum Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)

Kebiasaan makan:
Keteraturan makan
Konsumsi makanan pedas
Konsumsi makanan asam Penyakit Infeksi
Konsumsi makanan panas

di teliti

tidak di teliti

IV.1.Bagan kerangka konsep hubugan antara stres dan kebiasaan makan


dengan terjadinya kekambuhan penyakit.
Terjadinya penyakit gastritis berhubungan dengan beberapa faktor-faktor

yang antara lain: faktor karakteristik penderita, pengetahuan, merokok, minum

alkohol, minum minuman iritatif lambung, minum Obat Anti-Inflamasi Non-

Steroid,kebiasaan makan, penyakit infeksi dan stress yang satu sama lain saling

berhubungan. Dan diperkirakan hampir semua penderita gastritis mengalami

kekambuhan.

Faktor prilaku kebiasaan makan penderita dapat menimbulkan

kekambuhan penyakit gastritis. Kebiasaan makan tersebut meliputi keteraturan

makan, konsumsi makanan pedas, konsumsi makanan asam, konsumsi makanan

panas dan konsumsi makanan dingin. Prilaku kebiasaan makan tersebut

dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang tentang penyakit gastritis.

Faktor stres juga dapat menyebabkan timbulnya kembali penyakit gastritis

yang dipengaruhi oleh jenis kelamin dan status sosial ekonomi.

IV.2 Hipotesis

1. Adanya hubungan antara karakteristik responden (umur, jenis kelamin,

Status sosial ekonomi) dengan kekambuhan penyakit gastritis.

2. Adanya hubungan antara stres dengan kekambuhan penyakit gastritis.

3. Adanya hubungan antara kebiasaan makan dengan kekambuhan

penyakit gastritis.

4. Adanya hubungan antara pengetahuan dengan kekambuhan penyakit

gastritits.
BAB V

METODE PENELITIAN

V.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian observasional

karena dalam pengumpulan data atau informasi tanpa melakukan intervensi atau

perlakuan pada responden, sedangkan berdasarkan tipe penelitian adalah

penelitian analitik karena bermaksud menganalisa hubungan antara variabel-

variabel penelitian, pengumpulan data yang digunakan yaitu secara cross

sectional di mana dalam penelitian ini seluruh variabel diamati pada saat yang

bersamaan dan pada waktu berlangsungnya kegiatan penelitian (Notoatmodjo.S,

2002)

V.2 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita gastritis di Balai

Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah mulai bulan Januari sampai

Desember 2005.

V.3 Sampel, Besar Sampel, dan Cara Pengambilan Sampel

V.3.1. Sampel

Sampel penelitian ini adalah diambil dari sebagian populasi yaitu penderita

gastritis yang datang ke Balai Pengobatan dan Rumah bersalin Mawaddah.


V.3.2 Besar sampel

Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus

cochran sampling technique yaitu:

n= Z2x p x q

d2

= (1,96)2 x 0,5 x 0,5

(0,1)2

= 96,04
Karena jumlah populasinya kecil atau kurang dari 10.000, maka dapat menggunakan rumus yang lebih sederhana yaitu :

nf= n

1+ n/N

= 96,04

1+ 96,04/1419

= 89,75 ~ 90 orang

keterangan:

n : besar sampel yang diinginkan ( populasi lebih 10.000)

Z : deviasi normal standart; = 0,05= 1,96

p : proporsi dalam populasi sasaran (0,5)

q : 1-p

d : Tingkat kecermatan (0,1)

nf : besar sampel yang di inginkan ( populasi kurang dari 10.000)

N : taksiran besar populasi (1419)


V.3.3 Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

simple random sampling, yang mana pengambilan sampel secara random bisa

diartikan bahwa sampel bisa diambil secara acak dan setiap unit dari populasi

mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo.

S, 1993).

V.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yang akan dilakukan penelitian adalah Balai pengobatan

dan Rumah Bersalin Mawaddah karena tingginya angka kunjungan gastritis di

Balai Pengobatan Mawaddah dan Rumah Bersalin Mawaddah, waktu penelitian

ini dilaksanakan mulai penyusunan proposal dari bulan Oktober 2005 sampai

dengan Juli 2006.

V.5 Variabel, Definisi Operasional dan Cara Pengukuran

V.5.1 Variabel yang diteliti

a. Variabel terikat (dependent variable) adalah status kekambuhan

penyakit gastritis.

b. Variabel bebas (independent variable) adalah:

- Variabel jenis kelamin

- Variabel sosial ekonomi

- Variabel umur

- Variabel pengetahuan

- Variabel kebiasaan makan

- Variabel stres
V.5.2 Definisi Operasional dan Cara Pengukuran
Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Skala

Status Munculnya kembali Wawancara dengan Nominal


kekambuhan gejala-gejala gastritis kuesioner,
penyakit pada penderita dikategorikan:
gastritis gastritis yang 1. Ya (gejala
dinyatakan oleh dokter gastritis muncul
di Balai Pengobatan setelah gejala
dan Rumah Bersalin gastritis hilang)
Mawaddah. 2. Tidak (gejala
gastritis tidak
muncul lagi
setelah gejala
gastritis hilang)

Jenis Kelamin Jenis yang digunakan Wawancara dengan Nominal


untuk membedakan kuesioner,
laki-laki atau dikategorikan:
perempuan 1. Laki-laki
2. Perempuan

Umur Usia responden saat Wawncara dengan Ordinal


wawancara terhitung kuesioner,
dari kelahiran Dikategorikan:
1. ≥ 40 tahun
2. < 40 tahun
Pengetahuan Pemahaman Wawancara dengan Ordinal
responden tentang kuesioner,
gejala penyakit dikategorikan:
gastritis, faktor yang 1. Kurang ( bila
mempengaruhi skor < 20)
gastritis dan 2. Cukup ( bila
kekambuhannya skor ≥ 20)

Sosial Ekonomi Keadaan status sosial Wawancara dengan Ordinal


ekonomi berdasarkan kuesioner,
UMR daerah dikategorikan:
Mojokerto yaitu 1. Tinggi
sebesar Rp 650.000 (> Rp 650.000)
2. Sedang
( Rp 650.000)
3. Rendah
(< Rp 650.000)
Kebiasaan Kebiasaan responden Wawancara dengan Nominal
makan dalam mengkonsumsi kuesioner,
makanan berdasarkan Dikategorikan:
keteraturan makan dan 1. Kurang baik
konsumsi makanan (4-6)
pedas, asam, panas, 2. Baik (7-8)
dingin.

- Keteraturan Kebiasaan makan Wawancara dengan Nominal


makan sehari-hari responden kuesioner,
berdasarkan jam dikategorikan:
waktu makan 1. Tidak teratur
2. Teratur

- Konsumsi Kebiasaan responden Wawancara dengan Nominal


makanan pedas kuesioner,
dalam mengkonsumsi
Dikategorikan:
1. Ya (jika
makanan yang rasanya responden
pedas menjawab suka
atau sering
mengkonsumsi
makanan pedas)
2.Tidak (jika
responden
menjawab tidak
suka
mengkonsumsi
makanan pedas)

Wawancara dengan Nominal


kuesioner,
Kebiasaan responden dikategorikan:
dalam mengkonsumsi 1. Ya (jika
makanan yang responden
rasanya asam menjawab suka
atau sering
mengkonsumsi
makanan asam)
2. Tidak (jika
- Konsumsi responden
makanan menjawab tidak
asam suka
mengkonsumsi
makanan asam)
Wawancara dengan Nominal
kuesioner,
Kebiasaan responden Dikategorikan:
mengkonsumsi 1. Ya (jika
makanan/minuman responden
dalam keadaan panas menjawab sering
mengkonsumsi
makanan/minum
an dalam
keadaan panas)
- Konsumsi 2. Tidak (jika
makanan/ responden
minuman menjawab jarang
panas mengkonsumsi
makanan/minum
an dalam
keadaan panas)

Stress Suatu kondisi yang Wawancara dengan Nominal


dialami responden kuesioner,
seperti perasaan Jacqueline M
gelisah, cemas, Atkinson Ph.D
khawatir, sedih dan Dikategorikan:
marah 1. Ya (bila skor ≤
34)
2. Tidak (bila skor
> 34)

V.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

V.6.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan

berasarkan wawancara yang dilakukan dalam penelitian kepada responden dengan

panduan kusioner yang telah disiapkan, yang meliputi variabel: umur, jenis

kelamin, status sosial ekonomi, pengetahuan, kebiasaan makan.


V.6.2 Data Sekunder
Data Sekunder dalam penelitian ini adalah data yang didapatkan dari data

rekam medis Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah, yaitu status

kekambuhan penderita gastritis.

V.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul akan diolah secara deskriptif dan disajikan dalam

bentuk tabel, karena tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan antara variabel

penyebab dan variabel akibat maka uji statistik yang digunakan adalah uji chi

square (X2) dengan tingkat kemaknaan =0,05.


BAB VI

HASIL PENELITIAN

VI. I. Gambaran Umum Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah

Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah berada di wilayah

Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto. Jenis pelayanan yang ada di Balai

Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah terdiri dari Rawat Jalan ( Umum,

KIA/imunisasi dan KB ), UGD, Rawat Inap termasuk memberikan pelayanan

dalam persalinan. Adapun visi dari Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin

Mawaddah adalah memberikan pelayanan kesehatan yang prima dan terjangkau

Ridha Allah Swt, sedangkan misi dari Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin

Mawaddah adalah memberikan pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa

membedakan suku, ras, agama dan golongan, menjadikan semua bentuk

pelayanan sebagai suatu ibadah dan selalu mengutamakan mutu dan kepuasan

pelanggan.

VI. 2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini terdiri dari 90 orang yang menderita

gastritis di Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah tahun 2005,

responden penelitian dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang

tidak mengalami kekambuhan dan mengalami kekambuhan, responden yang

mengalami kekambuhan terdiri dari 70 responden (77,8%) dan yang tidak

mengalami kekambuhan terdiri dari 20 responden (22,2%).


Distribusi karakteristik responden terdiri dari umur responden, jenis

kelamin responden dan status sosial ekonomi responden.

IV.2.1 Umur Responden

Dalam penelitian ini umur responden dikelompokkan menjadi dua

kelompok umur yaitu responden umur < 40 tahun dan ≥ 40 tahun. Umur

responden berumur ≥ 40 tahun labih banyak dari pada yang berumur < 40 tahun

yaitu terdiri dari 57,8 % untuk yang berumur ≥ 40 tahun dan 42,2 % untuk yang

berumur < 40 tahun. Distribusi responden berdasarkan umur responden dapat di

lihat pada tabel VI.1 di bawah ini.

Tabel VI.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Penderita Gastritis Di Balai


Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Umur Jumlah Persen

< 40 Tahun 38 42,2

≥ 40 Tahun 52 57,8
Total 90 100

IV.2.2 Jenis Kelamin Responden

Jenis kelamin responden dalam penelitian ini sebagian besar

mempunyai jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 70 responden (77,8%),

sedangkan sisanya 20 responden (22,2%) berjenis kelamin laki-laki. Distribusi

responden berdasarkan jenis kelamin dapat di lihat pada tabel VI.2 di bawah ini.
Tabel VI.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita Gastritis
Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Jenis Kelamin Jumlah Persen


Laki-laki 20 22,2
Perempuan 70 77,8

Total 90 100

IV.2.3 Status Sosial Ekonomi Responden

Dalam penelitian ini keadaan status sosial ekonomi di tentukan

berdasarkan UMR di dareah Mojokerto yaitu sebesar Rp. 650.000 dan di

kategorikan menjadi tiga golongan yaitu golongan status sosial ekonomi rendah (<

Rp. 650.000), status sosial ekonomi sedang (Rp.650.000) dan status sosial

ekonomi tinggi (> 650.000). Hasil penelitian didapatkan responden yang berada

pada status sosial ekonomi rendah sebesar 33 responden (36,7%), 35 responden

(38,9 %) berada pada golongan status sosial ekonomi sedang dan sisanya 22

responden (24,4%) termasuk golongan status sosial ekonomi tinggi. Distribusi

responden berdasarkan status sosial ekonomi responden dapat di lihat pada tabel

VI.3 di bawah ini.

Tabel VI.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Penderita


Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun
2005

Status Sosial Ekonomi Jumlah Persen

Rendah 33 36,7
Sedang 35 38,9
Tinggi 22 24,4
Total 90 100
VI.3. Pengetahuan Responden

Tingkat pengetahuan mengenai penyakit gastritis yang di miliki responden

dalam penelitian ini sebagian besar 69 responden (76,7%) mempunyai

pengetahuan yang kurang , 17 responden (18,9%) mempunyai pengetahuan yang

cukup dan sisanya 4 orang (4,4%) mempunyai pengatahuan yang baik mengenai

penyakit gastritis. Distribusi pengetahuan responden bisa terlihat pada tabel IV.4

di bawah ini.

Tabel VI.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Penderita


Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah
Tahun 2005

Pengetahuan Jumlah Persen


Kurang 69 76,7
Cukup 21 23,3

Total 90 100

VI.4. Kebiasaan Makan Responden

Kebiasaan makan responden dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu

kebiasaan makan kurang dan baik. Dari hasil penelitian didapatkan responden

yang mempunyai kebiasaan makan kurang lebih banyak dari pada kebiasaan

makan baik yaitu 56 responden (62,2%) yang mempunyai kebiasaan makan

kurang dan 34 responden (37,8%) yang mempunyai kebiasaan makan baik.

Distribusi responden berdasarkan kebiasaan makan responden dapat di lihat pada

tabel VI.5 di bawah ini.


Tabel VI.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Makan Pada Penderita
Gastritis Di Balai pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun
2005

Kebiasaan Makan Jumlah Persen


Kurang 56 62,2
Baik 34 37,8

Total 90 100

Dalam penelitian ini kebiasaan makan responden yang di teliti adalah

keteraturan makan, konsumsi makan pedas, konsumsi makanan yang rasanya

asam dan kebiasaan makanan dalam keadaan panas.

VI.4.1 Keteraturan makan

Distribusi responden berdasarkan keteraturan makan responden dapat

terlihat dari tabel VI.6

Tabel VI.6 Distribusi Responden Berdasarkan Keteraturan Makan Pada Penderita


Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun
2005

Keteraturan Makan Jumlah Persen


Tidak teratur 56 62,2
Teratur 34 37,8

Total 90 100

Tabel VI.6 menunjukkan bahwa jumlah terbanyak responden mempunyai

kebiasaan makan yang tidak teratur yaitu sebanyak 56 orang (62,2%), sedangkan

sisanya 34 orang (37,8%) mempunyai kebiasaan makan yang teratur.


VI.4.2. Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Pedas

Distribusi responden berdasarkan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang

pedas seperti terlihat pada tabel VI.7 berikut ini :

Tabel VI.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi


Makanan Pedas Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan
Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Konsumsi Makanan Jumlah Persen


Pedas
Ya 63 70
Tidak 27 30

Total 90 100

Tabel VI.7 menunjukkkan bahwa sebagian besar responden yaitu 63

responden (70%) mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas dan 27

responden (30%) sisanya tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan

pedas.

VI.4.3. Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Asam

Distribusi responden berdasarkan kebiasaan mangkonsumsi makanan

asam seperti terlihat pada tabel VI.8 di bawah ini.

Tabel VI.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi


Makanan Asam Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan
Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Konsumsi Makanan Jumlah Persen


Yang Rasanya Asam
Ya 55 61,1
Tidak 35 38,9

Total 90 100
Pada tabel VI.8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 55

responden (61,1%) mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan asam dan 25

responden (38,9%) tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan asam.

VI.4.4. Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Dalam Keadaan Panas

Distribusi responden berdasarkan kebiasaan mangkonsumsi makanan

dalam keadaan panas seperti terlihat pada tabel VI.9 di bawah ini :

Tabel VI.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi


Makanan Dalam Keadaan Panas Pada Penderita Gastritis Di Balai
Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Konsumsi Makanan Jumlah Persen


Dalam Keadaan Panas
Ya 56 62,2
Tidak 34 37,8

Total 90 100

Pada tabel VI.9 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 56

responden (62,2%) mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan dalam

keadaan panas dan 25 responden (37,8%) tidak mempunyai kebiasaan

mengkonsumsi makanan dalam keadaan panas.

VI.5. Stres

Distribusi responden berdasarkan kondisi stres seperti terlihat pada tabel

VI.10 di bawah ini :


Tabel VI.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Stres Pada Penderita
Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah
Tahun 2005

Stress Jumlah Persen


Ya 61 67,8
Tidak 29 32,2

Total 90 100

Pada tabel VI.10 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 61

responden (67,8%) sedang dalam kondisi stres dan sisanya 29 responden ( 32,2%)

tidak dalam kondisi stres.

VI.6. Hubungan Antar Variabel

VI.6.1 Hubungan Umur Responden Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis

Umur dikategorikan menjadi 2 kelompok yaitu < 40 tahun dan ≥ 40 tahun.

Hasil penelitian pada tabel VI.11 menunjukkan bahwa responden yang mengalami

kekambuhan sebagian besar (55,7%) berumur ≥ 40 tahun sedangkan yang tidak

mengalami kekambuhan sebagian besar (65%) berumur ≥ 40 tahun.

Tabel VI.11 Hubungan Umur Responden Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis


Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005

Umur Kambuh Total


Ya Tidak
≥ 40 Tahun 39 (55,7%) 13 (65%) 52 (57,8%)
< 40 Tahun 31 (44,3%) 7 (35%) 38 (42,2%)
Total 70 (100 %) 20 (100%) 90 (100%)

Berdasarkan hasil Chi square dengan α 0,05 di peroleh nilai p= 0,628,

nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kekambuhan gastritis pada
penderita yang berumur < 40 tahun dan yang berumur ≥ 40 tahun, ini

menunjukkan tidak adanya hubungan antara kelompok umur dengan kekambuhan

penyakit gastritis.

VI.6.2 Hubungan Jenis Kelamin Responden Dengan Kekambuhan Penyakit


Gastritis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami

kekambuhan sebagian besar (77,1%) berjenis kelamin perempuan sedangkan yang

tidak mengalami kekambuhan sebagian besar (80 %) berjenis kelamin perempuan.

Hubungan jenis kelamin dengan kekambuhan penyakit gastritis dapat di lihat pada

tabel VI.12 di bawah ini.

Tabel VI.12 Hubungan Jenis Kelamin Responden Dengan Kekambuhan Penyakit


Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah
Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Jenis Kambuh Total


Kelamin Ya Tidak
Laki-laki 16 (22,9%) 4 (20,0%) 20 (22,2%)
Perempuan 54 (77,1%) 16 (80,0%) 70 (77,8%)
Total 70 (100%) 20 (100%) 90 (100%)

Berdasarkan hasil Chi square dengan α 0,05 di peroleh nilai p= 1,000 nilai

tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kekambuhan gastritis pada

penderita jenis kelamin perempuan dan yang berjenis kelamin laki-laki, ini

menunjukkan tidak

adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kekambuhan penyakit

gastritis.
VI.6.3 Hubungan Status Sosial Ekonomi Responden Dengan Kekambuhan
Penyakit Gastritis

Keadaan sosial ekonomi di kategorikan menjadi 3 kelompok yaitu Rendah

(< Rp.650.000), Sedang (Rp.650.000), Tinggi (> Rp.650.000). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden yang mengalami kekambuhan sebagian besar

(75,5%) berada pada status sosial ekonomi sedang dan rendah sedangkan yang

tidak mengalami kekambuhan sebagian besar (65%) berada pada status sosial

ekonomi rendah dan sedang. Hubungan antara status sosial ekonomi dengan

kekambuhan penyakit gastritis dapat di lihat pada tabel VI.13 di bawah ini.

Tabel VI.13 Hubungan Status Sosial Ekonomi Responden Dengan Kekambuhan


Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan
Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Status Sosial Kambuh Total


Ekonomi Ya Tidak
Rendah 26 (37,1%) 7 (35%) 33 (36,7%)
Sedang 29 (41,4%) 6 (30%) 35 (38,9%)
Tinggi 15 (21,4%) 7 (35%) 22 (24,4%)
Total 70 (100%) 20 (100%) 90 (100%)

Berdasarkan hasil Chi square dengan α 0,05 di peroleh nilai p= 0,424 nilai

tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kekambuhan gastritis pada

penderita dengan status sosial ekonomi rendah, sedang dan tinggi, ini

menunjukkan tidak adanya hubungan antara status sosial ekonomi dengan

kekambuhan penyakit gastritis.


VI.6.4 Hubungan Stres Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis

Kondisi stres dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu stres dan tidak

stress. Hasil penelitian pada tabel VI.14 menunjukkan bahwa responden yang

mengalami kekambuhan sebagian besar yaitu 59 responden (84,3%) dalam

keadaan stres dan sedangkan yang tidak mengalami kekambuhan sebagian besar

yaitu 18 responden (90%) tidak dalam keadaan stres.

Tabel VI.14 Hubungan Stres Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada


Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005

Kondisi Kambuh Total


Stres Ya Tidak
Ya 59 (84,3%) 2 (10%) 61 (67,8%)
Tidak 11 (15,7%) 18 (90%) 29 (32,2%)
Total 70 (100%) 20 (100%) 90 (100%)

Berdasarkan hasil uji Chi square dengan α 0,05 didapatkan hasil p=0,000.

Maka nilai tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan kekambuhan gastritis

pada penderita yang memgalami stres dengan yang tidak dalam kondisi tidak

stres, ini menunjukkan adanya hubungan antara kondisi stres dengan kekambuhan

gastritis dan hasil OR yang didapatkan sebesar 48,273 yang berarti bahwa orang

yang stres mempunyai risiko terjadinya kekambuhan 48,273 kali dibandingkan

dengan penderita gastritis yang tidak stres.

VI.6.5 Hubungan Kebiasaan Makan Dengan kekambuhan Penyakit Gastritis

Kebiasaan makan dikelompokkan manjadi dua kelompok yaitu kebiasaan

makan kurang baik dan baik. Hasil penelitian didapatkan responden yang
mengalami kekambuhan sebagian besar (77,1%) mempunyai kebiasaan makan

yang kurang baik sedangkan yang tidak mengalami kekambuhan sebagian besar

(90%) mempunyai kebiasaan makan baik. Hubungan kebiasaan makan dengan

kekambuhan penyakit gastritis dapat di lihat pada tabel VI.13 di bawah ini.

Tabel VI.15 Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Kekambuhan Penyakit Gasritis


Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005

Kebiasaan Kambuh Total


Makan Ya Tidak
Kurang 54 (77,1%) 2 (10%) 56 (62,2%)
Baik 16 (22,9%) 8 (90%) 34 (37,8%)
Total 70 (100%) 20 (100%) 90 (100%)

Berdasarkan uji Chi square dengan α 0,05 di dapatkan hasil nilai

p= 0,000. Maka nilai tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan kekambuhan

gastritis pada penderita yang mempunyai kebiasaan makan kurang dengan yang

mempunyai kebiasaan makan baik, ini berarti adanya hubungan antara kebiasaan

makan dengan kekambuhan gastritis.

Hasil OR yang didapatkan sebesar 30,375 yang berarti bahwa penderita

gastritis yang mempunyai kebiasaan makan kurang mempunyai risiko terjadinya

kekambuhan 30,375 kali dibandingkan dengan penderita gastritis yang

mempunyai kebiasaan makan baik.

VI.6.5.1 Hubungan Keteraturan Makan Dengan Kekambuhan Penyakit


Gastritis

Keteraturan makan dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu teratur dan

tidak teratur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami


kekambuhan sebagian besar (74,3%) mempunyai kebiasaan makan yang tidak

teratur dan responden yang tidak mengalami kekambuhan sebagian besar (80%)

mempunyai kebiasaan makan yang teratur. Hubungan keteraturan makan dengan

kekambuhan penyakit gastritis seperti pada tabel VI.16 di bawah ini.

Tabel VI.16 Hubungan Keteraturan Makan Responden Dengan Kekambuhan


Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan
Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Keteraturan Kambuh Total


Makan Ya Tidak
Tidak teratur 52 (74,3%) 4 (20%) 56(62,2%)
Teratur 18 (25,7%) 16 (80%) 34 (37,8%)
Total 70 (100%) 20 (100%) 90 (100%)

Hasil uji Chi square dengan α 0,05 di dapatkan p= 0,000 yang berarti ada

perbedaan kekambuhan gastritis pada penderita yang yang mempunyai kebiasaan

makan teratur dengan yang tidak mempunyai kebiasaan makan teratur, ini

menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan makan teratur dengan

kekambuhan gastritis.

Hasil OR yang di dapatkan sebesar 11,556 ini berarti bahwa orang yang

mempunyai kebiasaan makan tidak teratur mempunyai risiko terjadinya

kekambuhan 11,556 kali di bandingkan dengan penderita gastritis yang

mempunyai kebiasaan makan yang teratur.

VI.6.5.2 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Pedas Dengan


Kekambuhan Penyakit Gastritis

Kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas dikategorikan menjadi dua

kelompok yaitu mengkonsumsi makana pedas dan tidak mengkonsumsi makana


pedas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami

kekambuhan sebagian besar (85,7%) mempunyai kebiasaan mengkonsumsi

makanan pedas, dan yang tidak mengalami kekambuhan sebagian besar (85%)

pada kelompok yang tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas.

Hubungan kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas dengan kekambuhan

penyakit gastritis seperti pada tabel VI.17 di bawah ini.

Tabel VI.17 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Pedas Dengan


Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai
Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Kebiasaan Mengkonsumsi Kambuh Total


Makanan Pedas
Ya Tidak
Ya 60 (85,7 %) 3 (15 %) 63 (70%)
Tidak 10 (14,3%) 17 (85%) 27 (30%)
Total 70 (100%) 20 (100%) 90 (100%)

Hasil uji Chi square dengan α 0,05, di dapatkan niilai p= 0,000. Nilai

tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan kekambuhan gastritis pada penderita

yang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas dengan yang

tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas, ini menunjukkan

adanya hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas dengan

kekambuhan penyakit gastritis.

Hasil OR yang didapatkan sebesar 34 , ini berarti bahwa orang yang

mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas mempunyai risiko

terjadinya kekambuhan 34 kali lebih dibandingkan dengan penderita gastritis yang

tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas.


VI.6.5.3 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Asam Dengan
Kekambuhan Penyakit Gastritis

Kebiasaan mengkonsumsi makanan asam dikategorikan menjadi dua

kelompok yaitu mengkonsumsi makanan asam dan tidak mengkonsumsi makanan

asam. Hasil penelitian didapatkan responden yang mengalami kekambuhan

sebagian besar (71,4%) mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan asam dan

responden yang tidak mengalami kekambuhan sebagian besar (75%) tidak

mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan asam. Hubungan kebiasaan

mengkonsumsi makanan asam dengan kekambuhan penyakit gastritis seperti pada

tabel VI.18 di bawah ini.

Tabel VI.18 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Yang rasanya Asam


Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada Penderita Gastritis Di
Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Kebiasaan Mengkonsumsi Kambuh Total


Makanan Asam
Ya Tidak
Ya 50 (71,4%) 5 (25%) 55 (61,1%)
Tidak 20 (28,6%) 15 (75%) 35 (38,9%)
Total 70 (100%) 20 (100%) 90 (100%)

Hasil uji Chi square dengan α 0,05 di peroleh nilai p= 0,000 yang berarti

bahwa ada perbedaan kekambuhan gastritis pada penderita yang mempunyai

kebiasaan mengkonsumsi makanan asam dengan yang tidak mempunyai

kebiasaan mengkonsumsi makanan asam, ini menunjukkan adanya hubungan

antara kebiasaan mengkonsumsi makanan asam dengan kekambuhan gastritis.

Berdasarkan hasil OR yang didapatkan sebesar 7,5 , ini berarti bahwa

orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rasanya asam

mempunyai risiko terjadinya kekambuhan 7,5 kali di bandingkan dengan


penderita gastritis yang tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan

yang rasanya asam.

VI.6.5.4 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Dalam Keadaan


Panas Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis

Kebiasaan mengkonsumsi makanan dalam keadaan panas dikategorikan

menjadi dua kelompok yaitu mengkonsumsi makanan dalam keadaan panas dan

tidak mengkonsumsi makanan dalam keadaan panas. Dalam penelitian didapatkan

responden yang mengalami kekambuhan sebagian besar (72,9%) mempunyai

kebiasaan mengkonsumsi makanan dalam keadaan panas dan responden yang

tidak mengalami kekambuhan sbagian besar (75%) tidak mempunyai kebiasaan

mengkonsumsi makanan dalam keadaan panas. Hubungan kebiasaan

mengkonsumsi makanan dalam keadaan panas dengan kekambuhan penyakit

gastritis seperti pada tabel VI.19 di bawah ini.

Tabel VI.19 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan dalam Keadaan


Panas Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada Penderita
Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah
Tahun 2005

Kebiasaan Kambuh Total


Mengkonsumsi Makanan
Dalam Keadaan Panas Ya Tidak
Ya 51 (72,9 %) 5 (25%) 56 (62,2%)
Tidak 19 (27,1%) 15 (75%) 34 (37,8%)
Total 70 (100%) 20 (100%) 90 (100%)

Hasil uji Chi square dengan α 0,05 di dapatkan nilai p= 0,000. Nilai

tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan kekambuhan gastritis pada penderita

yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan dalam keadaan panas


dengan yang tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan dalam keadaan

panas, ini berarti adanya hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi makanan

dalam keadaan panas dengan kekambuhan gastritis.

Berdasarkan hasil OR yang didapatkan sebesar 8,053 , ini berarti bahwa

orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan dalam keadaan panas

mempunyai risiko terjadinya kekambuhan 8,053 kali dibandingkan dengan

penderita gastritis yang tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan

dalam keadaan panas.

VI.6.6 Hubungan Pengetahuan Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis

Pengetahuan responden di kelompokkan menjadi dua ketegori yaitu

berpengetahuan kurang dan cukup. Hasil penelitian menunjukkan yang

mengalami kekambuhan sebagian besar (78,6%) mempunyai pengetahuan kurang

dan responden yang tidak mengalami kekambuhan sebagian besar (70%) juga

mempunyai pengetahuan kurang. Hubungan pengetahuan dengan kekambuhan

penyakit gastritis dapat di lihat pada tabel VI.20 di bawah ini.

Tabel VI.20 Hubungan Keteraturan Pengetahuan Dengan Kekambuhan Penyakit


Gastritis Pada Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah
Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Pengetahuan Kambuh Total


Ya Tidak
Kurang 55 (78,6%) 14 (70%) 69 (76,7%)
Cukup 15 (21,4%) 6 (30%) 21 (23,3%)
Total 70 (100%) 20 (100%) 90 (100%)

Hasil uji Chi square dengan α 0,05 di dapatkan p= 0,549. Nilai tersebut

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kekambuhan gastritis pada penderita


gastritis yang mempunyai pengetahuan kurang dengan yang mempunyai

pengetahuan cukup, ini berarti tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan

kekambuhan gastritis.

VI.6.7 Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres

VI.6.7.1. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Stres

Jenis kelamin dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu laki-laki dan

perempuan. Hasil penelitian didapatkan jumlah responden yang mengalami stres

sebagian besar (80,3%) berjenis kelamin perempuan dan yang tidak mengalami

stres sebagian besar (72,4%) mempunyai berjenis kelamin perempuan. Hubungan

jenis kelamin dan stres seperti pada tabel VI.21 di bawah ini.

Tabel VI.21 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Stres Pada Penderita Gastritis Di
Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah Tahun 2005

Jenis Stres Total


Kelamin Ya Tidak
Laki-Laki 12 (19,7%) 8 (27,6%) 20 (28,6%)
Perempuan 49 (80,3%) 21 (72,4%) 70 (71,4%)
Total 61 (100%) 29 (100%) 90 (100%)

Hasil uji Chi square dengan α 0,05 di paroleh nilai p = 0,567. Nilai

tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan stres pada jenis kelamin laki-

laki dan perempuan dan ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara jenis

kelamin dan stres.


VI.6.7.2 Hubungan Status Sosial Ekonomi Dengan Stres

Keadaan sosial ekonomi di kategorikan menjadi 3 kelompok yaitu Rendah

(< Rp.650.000), Sedang (Rp.650.000), Tinggi (> Rp.650.000). Hasil penelitian di

dapatkan jumlah responden yang mengalami stres pada kelompok yang berada

pada keadaan sosial ekonomi rendah sebanyak 23 responden (37,7%), Keadaan

sosial ekonomi sedang sebanyak 27 responden (44,3%) dan yang keadaan sosial

ekonominya tinggi sebanyak 11 responden (18%). Hubungan keadaan sosial

ekonomi dengan stres seperti pada tabel VI.22 di bawah ini.

Tabel VI.22 Hubungan Keadaan Sosial Ekonomi Dengan Stres Pada Penderita
Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin Mawaddah
Tahun 2005

Keadaan Stres Total


Sosial Ekonomi Ya Tidak
Rendah 23 (37,7%) 10 (34,5%) 33 (36,7%)
Sedang 27 (44,3%) 8 (27,6%) 35 (38,9%)
Tinggi 11 (18%) 11 (37,9%) 22 (24,4%)
Total 61 (100%) 29 (100%) 90 (100%)

Hasil uji Chi square dengan α 0,05 didapatkan nilai p= 0,98. Nilai tersebut

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan stres pada keadaan sosial ekonomi

rendah, sedang dan tinggi dan ini berarti tidak adanya hubungan antara keadaan

sosial ekonomi dan stres.

VI.6.8 Hubungan Pengetahuan Dengan Kebiasaan Makan

Pengatahuan responden dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua

kelompok yaitu pengetahuan kurang dan cukup. Hasil penelitian pada tabel VI.23

di bawah ini didapatkan responden yang mempunyai kebiasaan makan yang

kurang baik sebagian besar (80,4) mempunyai pengetahuan kurang dan


responden yang mempunyai kebiasaan makan baik sebagian besar (70,6%) juga

mempunyai pengatahuan kurang.

Tabel VI.23 Hubungan Pengetahuan Responden Dengan Kebiasaan makan Pada


Penderita Gastritis Di Balai Pengobatan Dan Rumah Bersalin
Mawaddah Tahun 2005

Pengetahuan Kebiasaan Makan Total


Kurang Baik Baik
Kurang 45 (80,4%) 24 (70,6%) 69 (76,7%)
Cukup 11 (19,6%) 10 (29,4%) 21 (23,3%)
Total 56 (100%) 34 (100%) 90 (100%)

Hasil uji Chi square dengan α 0,05 di dapatkan nilai p=0,288. nilai ini

berarti bahwa tidak ada perbedaan pengetahuan kurang dan pengetahuan cukup

terhadap kebiasaan makan, ini berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan

dengan kebiasaan makan.


BAB VII

PEMBAHASAN

VII.1 Hubungan Antara Karakteristik Responden Dengan Kekambuhan


Penyakit Gastritis

VII.1.1 Hubungan Antara Umur Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis

Penyakit gastritis yang biasanya lebih di kenal dengan penyakit

maag dapat terjadi pada semua golongan umur mulai dari anak-anak sampai

dewasa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok umur yang terbanyak

adalah kelompok umur ≥ 40 tahun dari semua responden dan yang mengalami

kekambuhan menunjukkan bahwa kelompok umur ≥ 40 tahun lebih banyak yang

mengalami kekambuhan. Hasil uji statitik didapatkan bahwa tidak adanya

hubungan antara umur dengan kakambuhan penyakit gastritis.

Taringan (1990) yang berpendapat bahwa walaupun tukak lambung dapat

di derita sejak usia anak-anak tapi puncak kekerapan terjadi pada dekade ke-5 dan

prevalensi keganasan yang paling besar terjadi pada usia di atas 40 tahun.

Menurut Febrianti (2004) bahwa pertambahan usia akan menimbulkan

beberapa perubahan baik secara fisik maupun mental yang lebih lanjut

mengakibatkan kemunduran biologis terhadap penurunan fungsi organ tubuh yang

berperan sebagai dalam mempertahankan dan menciptakan kesehatan yang prima

adalah fungsi organ yang berkaitan dengan makanan dan pencernaan. selain itu

umur diatas 40 tahun sudah mulai rentan terhadap makanan–makanan pedas,

asam, panas yang bisa menyebabkan kekambuhan penyakit gastritis.


Dalam penelitian tidak didapatkan adanya hubungan umur dengan

kekambuhan penyakit gastritis, hal ini bisa dikarenakan karena cara dan tehnik

pengambilan sampel yang digunakanyang berbeda dengan penelitian sebelumnya.

VII.1.2 Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Kekambuhan Penyakit


Gastritis

Sebagian besar penderita gastritis mempunyai jenis kelamin perempuan

dan penderita gastritis yang mengalami kekambuhan juga sebagian besar

mempunyai jenis kelamin perempuan dan berdasarkan hasil uji statistik

didapatkan tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kekambuhan

penyakit gastritis.

Hal ini tidak sesuai dengan Taringan (1990) yang menyebutkan bahwa

tukak lambung lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan yaitu

perbandingannya 3:2. Tetapi sesuai dengan teori dari Simadibrata (1990) yang

mengatakan bahwa akhir-akhir ini kecenderungan insidensi tukak lebih sering

terjadi pada wanita dikarenakan perempuan lebih sering mengalami stres atau

kecemasan dalam hidupnya, meskipun hasil uji statistik dalam penelitian ini tidak

ada hubungan antara jenis kelamin dengan stres.

VII.1.3 Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Kekambuhan


Penyakit Gastritis

Sebagian besar penderita gastritis bedasarkan status sosial ekonomi lebih

banyak pada status sosial ekonomi rendah dan sedang yaitu sebesar 33 responden

dan 35 responden. Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan antara

status sosial ekonomi dengan kekambuhan gastritis.


Hal ini tidak sesuai dengan Taringan (1990) yang menyatakan bahwa

penderita tukak lambung biasanya lebih sering di derita pada kelompok sosial

ekonomi rendah dan adanya kekerapan penyakit tukak pada daerah urbanisasi

penduduk yang berpenghasilan rendah. Dalam penelitian ini di dapatkan bahwa

responden yang mengalami stres lebih banyak pada responden yang berada pada

status sosial ekonomi rendah dan sedang yaitu sebesar 37,7% dan 44,3%, namun

berdasarkan uji statistik dalam hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya

hubungan antara status sosial ekonomi dengan stres.

VII.2. Hubungan Stres Dengan Kekambuhan penyakit Gastritis

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah responden yang mengalami

kekambuhan yang dalam kondisi stres lebih banyak pada penderita gastritis yang

mengalami stres dari pada yang tidak mengalami stres. Dan berdasarkan uji

statistik menunjukkan adanya hubungan antara stres dengan kekambuhan penyakit

gastritis.

Menurut pendapat para ahli kedokteran yang menyatakan bahwa

kenaikan asam HCL yang berlebihan pada lambung terutama di sebabkan oleh

ketegangan atau stres mental/kejiwaan. Dan sesuai pula dengan pendapat

Laylawati (2001) bahwa apabila stres dan emosi dibiarkan maka tubuh akan

berusaha menyesuaikan diri dan bertahan hidup dengan tekanan tersebut, kondisi

yang demikian dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis

dalam jaringan atau organ tubuh manusia, melalui saraf otonom. Sebagai

akibatnya, akan timbul penyakit adaptasi yang berupa hipertensi, penyakit jantung

(infark), tukak lambung atau gastritis dan lain sebagainya. Oleh karena itu
penderita gastritis harus hidup lebih rileks dan menghindari stres, karena stres

dapat merangsang produksi asam lambung sehingga menyebabkan terjadinya

radang ( www.suaramerdeka.com , 2005).

Hal ini mungkin dikarenakan sebagian besar responden dalam penelitian

mempunyai jenis kelamin perempuan yang menurut Simadibrata (1990)

perempuan lebih sering mengalami stress atau kecemasan dan tekanan dalam

hidupnya, dan wanita lebih sensitif dalam menghadapi semua permasalahan yang

di alami dari pada wanita, terbukti hasil penelitian pada penduduk dewasa yang

dilakukan Siti Isfandari (1999) menunjukkan tinggginya gejala gangguan mental

dan emosional pada wanita dari pada laki-laki.

Selain itu dalam penelitian ini keadaan sosial ekonomi responden sebagian

besar pada status sosial rendah dan sedang yang lebih cenderung mengalami stress

karena banyaknya masalah perekonomian yang mereka hadapi dalam menjalani

kehidupan sehari-hari.

VII.3 Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Terjadinya Kekambuhan


Penyakit Gastritis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari penderita gastritis yang

mengalami kekambuhan sebagian besar mempunyai kebiasaan makan yang

kurang dan berdasarkan hasil uji statistik di dapatkan adanya hubungan antara

kebiasaan makan dengan kekambuhan penyakit gastritis.

Menurut Yuwono Agus dalam www.indomedia.com (2005) yang

menyatakan bahwa salah satu penyebab munculnya kekambuhan penyakit

gastritis karena ketidakmampuan lambung (indigesti), produksi asam yang

berlebihan karena ketidakseimbangan faktor agresif dan defensif yang


menyebabkan produksi HCL dalam lambung meningkat hal ini dikarenakan

kebiasaan makan yang kurang seperti cenderung mengkonsumsi makanan pedas,

makanan asam, waktu makan yang tidak teratur dan sering mengkonsumsi

makanan dalam keadaan panas.

VII.3.1 Hubungan Keteraturan Makan Dengan Kekambuhan Penyakit


Gastritis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita gastritis yang banyak

mengalami kekambuhan adalah penderita gastritis yang mempunyai kebiasaan

makan teratur. Hal ini mungkin disebabkan karena sebagian besar responden

mengalami stres dimana orang yang mengalami stres cenderung merasa

kehilangan keinginan untuk makan atau nafsu makan berkurang. Berdasrkan uji

statistik menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan makan teratur dengan

kekambuhan gastritis.

Menurut Suhaemi (2005) percobaan yang dilakukan Pavlov pada

anjingnya yang di kenal dengan percobaan anjing Pavlov, setiap kali memberi

makan anjingnya Pavlov membunyikan lonceng dan setiap membunyikan lonceng

dia tau kalau dia akan dapat makanan, pada suatu saat pavlov membunyikan

lonceng tetapi dia tidak memberi makana pada anjingnya lalu di periksa ternyata

air liur anjing meleleh dan lambungnya dibanjiri oleh cairan yang asam, ini jelas

membuktikan bahwa produksi asam lambung sangat berhubungan dengan otak,

di mana jika sudah masuk jam biasanya waktu makan tetapi tidak makan maka

produksi HCL dalam lambung akan meningkat yang bisa menyebabkan

munculnya gejala sakit gastritis.


Hal ini juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Gani A Rino dalam

www.dinkesjatim.go.id bahwa lambung dalam memproduksi asam lambung untuk

mencerna makanan dalam jadwal yang teratur meskipun dalam keadaan tidurpun

lambung tetap memproduksi asam lambung oleh karena itu jika pola makan kita

tidak teratur dapat menimbulkan gejala sakit maag karena tidak ada makanan yang

dicerna.

VII.3.2 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Pedas Dengan


Kekambuhan Penyakit Gastritis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang mengalami

kekambuhan yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih

banyak dari pada yang tidak mempunyai kebiasaan makan pedas hal ini mungkin

disebabkan karena sulitnya menghilangkan kebiasaan mengkonsumsi makanan

yang rasanya pedas dan responden dalam penelitian ini sebagian besar

mempunyai jenis kelamin perempuan di mana kecenderungan mengkonsumsi

makanan pedas cukup tinggi.hasil uji statistik didapatkan adanya hubungan antara

kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas dengan kekambuhan penyakit gastritis.

Hal ini sesuai dengan teori pada www.indomedia.com (2005) bahwa

timbulnya gejala gastritis pada umumnya karena akibat serangan asam lambung

yang tinggi atau terlalu banyak memakan makanan yang merangsang lambung

seperti makan makanan yang rasanya pedas, sehingga asam lambung meningkat

dan makanan-makanan tersebut menggasak dinding lambung, sehingga

kemungkinan menimbulkan nyeri pada lambung yang lecet karena gesekan

tersebut dan karena melemahnya daya tahan dinding lambung terhadap serangan

dari makanan yang tajam tadi sehingga kehadiran makanan tersebut menyebabkan
lambung terasa sakit, nyeri, mual, mulas, kembung dan ada kalanya menimbulkan

luka (peptic ulcer).

VII.3.3 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Asam dengan


kekambuhan penyakit Gastritis

Pada penelitian ini didapatkan penderita gastritis yang mengalami

kekambuhan sebagian besar mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan yang

rasanya asam meskipun mereka tahu bahwa makanan asam bisa menyebabkan

kekambuhan penyakit gastritis dan dari hasil statistik diketahui adanya hubungan

antara kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rasanya asam dengan

kekambuhan gastritis dan hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi makanan

asam dengan kekambuhan penyakit gastritis.

Makanan yang asam menurut Tambunan (1994) dapat menimbulkan

gastritis karena makanan yang rasanya asam bisa meningkatkan produksi asam

lambung dan mengganggu keseimbangan asam lambung sehingga menimbulkan

iritasi pada mukosa lambung gejala gastritis muncul kembali.

VII.3.4 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Dalam Keadaan


Panas Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis

Hasil penelitian didapatkan penderita gastritis yang mengaami

kekambuhan penyakit gastritis sebagian besar mempunyai kebiasaan

mengkonsumsi makanan dalam keadaan panas ini dan berdasarkan hasil uji

statistik yang didapatkan menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan

mengkonsumsi makanan dalam keadaan panas dengan kekambuhan gastritis.


Hal ini sesuai dengan Tambunan (1994) yang menyebutkan bahwa

kebiasaan memakan makanan dalam keadaan panas dapat menyebabkan iritasi

pada mukosa lambung dan menyebabkan adanya rangsangan thermis pada

lambung sehingga lambung terasa nyeri.

VII.4 Hubungan Pengetahuan Dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden yang mengalami

kekambuhan mempunyai pengetahuan kurang dan berdasarkan uji statistik

menunjukkan tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan kekambuhan

gastritis.

Hal ini tidak sesuai dengan menurut WHO (1998) yang mengemukakan

bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu pengetahuan,

kepercayaan, sikap dan nilai.

Pengetahuan yag berhubungan dengan penyakit gastritis adalah perilaku

mengkonsumsi makanan yang bisa menyebabkan timbulnya penyakit gastritis

seperti makan yang tidak teratur, konsumsi makanan pedas, konsumsi makanan

yang rasanya asam, dan konsumsi makanan pedas. Selain itu pengetahuan juga

mempengaruhi seseorang dalam melakukan pencegahan terhadap suatu

munculnya suatu penyakit. Meskipun hasil penelitian dalam penelitian ini

sebagian besar di ketahui tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan

kebiasaan makan.

Hal ini juga tidak sesuai dengan yang dikemukakan Adiningsih, S (2005)

yang menyebutkan bahwa kebiasaan makan juga menunjukkan tindakan manusia


terhadap makan dan makanan yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan perasaan

serta persepsi tentang suatu hal yang mereka ketahui.


BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

VIII.I KESIMPULAN

1. Tidak adanya hubungan antara karakteristik responden (umur, jenis

kelamin, status sosial ekonomi) dengan kekambuhan gastritis.

2. Tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan kekambuhan penyakit

gastritis.

3. Adanya hubungan antara stres dengan kekambuhan penyakit gastritis.

4. Adanya hubungan antara kebiasaan makan dengan kekambuhan penyakit

gastritis baik kebiasaan makan yang teratur, kebiasaan mengkonsumsi

makan pedas, kebiasaan mengkonsumsi makanan asam dan kebiasaan

mengkonsumsi makanan dalam keadaan panas.

VIII.2 SARAN

1. Meningkatkan pelayanan kesehatan dengan memberikan penyuluhan

kesehatan pada penderita gastritis sehingga bisa menambah informasi

tentang gastritis dan upaya pencegahan munculnya kembali gejala gastritis

khususnya dalam merubah kebiasaan makan yang bisa menyebabkan

munculnya kembali penyakit gastritis dan memanajemen stres.

2. Mengingat adanya hubungan antara stres dengan kekambuhan penyakit

gastritis pada penderita gastritis di Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin

Mawaddah maka diharapkan Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin

Mawaddah memfasilitasi adanya perkumpulan penderita gastritis yang di


dalamnya terdapat kegiatan yang bisa memanajemen stres seperti olah raga

bersama dan sharing antar penderita gastritis supaya tidak mangalami

kakambuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Albert,Jacobus.SakitMaag.http://www.suaramerdeka.com/harian/0508/08/ragam1.
htm. (sitasi 10 November 2005)

Adiningsih, S. 2005. Pendidikan Gizi. Bahan Ajar Kuliah.

Anonim. Gastritis (Tukak Lambung). http://anugrah-argon.com/news- detail.asp?


nix=2268cix=1.(sitasi 26 November 2005)

Anonim. Gastritis. http//www.cnn.com/Health/library/Ds/00488.htm. ( sitasi 26


November 2005).

Anonim. Gastritis. http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/gastritis. (sitasi


10 November 2005).

Anonim. Hati-Hati Dengan penyakit Maag. http//www.mail-


archive.com/tiners34@yahoo.com/msg00411.html. (sitasi 31 Mei 2006)

Anonim. Komplikasi Dan Tanda Bahaya Maag.


http://www.indomedia.com/sripo/2004/02/08/0802kes2.htm. (sitasi 10
November 2005).

Anonim. Maag Juga Bisa Karena Stress.


http://www.indomedia.com/bpost/042005/22/ragam/art-4.htm. (sitasi 10
November 2005 )

Anonim. Tidak Mudah Menyembuhkan Maag. http://www.gizi.net/cgi-


bin/berita/fullnews.cgi?newsid067827689,75489. (sitasi 10 November
2005 )

Atkinson, M Jacqueline. 1991. Mengatasi Stress Di Tempat Kerja. Binarupa


Aksara, Jakarta: 1-62.

Cohran, G William. 1991. Tehnik penarikan sampel. Penerbit Universitas


Indonesia. Jakarta: 85-86.

Daldiyono. 1989. Dasar-dasar Gastroenterologi Hepatologi. Penerbit FKUI.


Jakarta: 19-40.

Dharma, Adji. 1991. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 2.


EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: 264-278.

Djaja, Saminawar. Soemantri, S dan Irianto, Joko. 2003. Perjalanan Transisi


Epidemiologi di Indonesia Dan Implikasi Penanganannya, Study
Mortalitas-Survei Kesehatan Rumah Tangga (1986-2001). Buletin
Penelitian Kesehatan Vol 31, No 3, 119-131. Depkes RI.

Febrianti, Nina. 2004. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi


lansia (Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kandangan
Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan). Skripsi. Surabaya:
Universitas Airlangga.

Harrison. 2000. Ilmu Penyakit Dalam. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta:
1549-1553.

Hirlan, Soeharjono Theo. 1990. Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 95-102.
Hirlan. 2001. Gastritis. Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:127-138.

Isfandari, Siti. 1999. Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Dewasa


Berdasarkan Studi Morbiditas SKRT 1995. Buletin Penelitian Kesehatan
Vol 26, No 2&3. Depkes RI.

Kapita Selekta Kedokteran.1999. Gastroenterologi. Edisi ke tiga jilid pertama.


Media Aesculapias. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:
489-494.

Kusumobroto Hermono. 2004. New Insight in The Management of NSAID’S


Gastropathy. Bagian-SMF Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
UNAIR RSUD Dr Sutomo. Surabaya: 49-60.

Kusumodibroto, Hermono. Penatalaksanaan Gastritis dan Tukak Lambung.


http://www.pgh.or.id/main.html (sitasi 26 November 2005).

Laylawati, Endang. 2001. Penyakit Maag Dan Gangguan Pencernaan. Kanisius:


13-28.

Lumaksono, Tulus dan Adi Pangestu. 1988. Seorang Penderita Tukak lambung
Terkait Dengan Helicobakter Pylori. Majalah Ilmu Penyakit Dalam Vol
24, No 4, Oktober-Desember 1998. 233-241.

Nanny, Selamiharja. Keluhan sakit perut dan penyembuhannya.


http//www.indomedia.com/intisari/1997/jan/perit.htm. (sitasi 26
November 2005)

Notoatmojo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT.Rineka Cipta.


Jakarta: 10-60.

Oesman, Nizam. 1998. Prevalensi infeksi H.Pylori Pada Penderita Dispepsia


Dengan Pemeriksaan Histopatologi. Majalah Ilmu Penyakit Dalam.
Vol
24. No 1. Januari-Maret 1998. Surabaya: 1-8.
Rani, A Aziz. 1990. Gastritis Kronik, Gastroenterologi Hepatologi. CV
infomedika. Jakarta: 149-153.

Salamiharja, Nany Keluhan sakit perut dan penyembuhannya.


http//www.indomedia.com/intisari/1997/jan/perit.htm. (sitasi 26
November 2005)

Scala, James. 2003. 25 Cara Alami Mengatasi Stress Dan Menghindari


Kelelahan. Prestasi Pustaka Publiser. Jakarta: 1-12.

Simadibrata R. 1993. Tukak Peptikum (Ulkus Peptikum) Ilmu Penyakit Dalam.


Jilid II. Penerbit FKUI. Jakarta: 103-109.

Suprajitno, Adji. 1995. Pendarahan Saluran Makan Bagian Atas. Majalah


Kesehatan Masyarakat Indonesia. Tahun XXIII. No 8. Jakarta: 555-558.

Suhaemi,K. 2005. Maag. http//www.ktpdi.isnet.org/tarbiyah/tar-1043.htm. (sitasi


12 November 2005).

Tambunan, W Gani. 1994. Patologi Gastroenterologi. EGC Penerbit Buku


Kedokteran. Jakarta: 43-59.

Taringan, Pengarapan. 1990. Tukak Lambung, Gastroenterologi Hepatologi. CV


Infomedika. Jakarta: 163-176.
Lampiran 1

KUESIONER PENGUMPULAN DATA

No respondan :

Nama responden :

Alamat :

Status kekambuhan gastritis : Ya/Tidak

I. Karakteristik responden

1. Umur : a. < 40 tahun

b. ≥ 40 tahun

2. Jenis kelamin : a. Laki-laki

b. Perempuan

3. Status sosial ekonomi : a. Rendah (< Rp 650.000)

b. Sedang (Rp 650.000)

c. Tinggi (>Rp 650.000)

II. Pengetahuan

4. Apakah Anda mengetahui penyakit gastritis atau maag ?

a. Ya b.Tidak

5. Apa yang Anda ketahui tentang gejala penyakit gastritis atau maag ?

a. Kembung f. Rasa panas di perut

b. Mual g. Cepat kenyang

c. Muntah h. Rasa penuh di perut

d. Rasa sakit diperut i. Keluar keringat dingin

e. Nyeri ulu hati


6. Apa yang Anda ketahui tentang penyebab sakit gastritis atau maag ?

a. Merokok

b. Alkohol

c. Stess

d. Makan tidak teratur

e. Makanan pedas

f. Makanan asam

g. Minuman iritatif lambung

h. Penyakit infeksi

i. Obat seperti aspirin

7. Apa yang Anda lakukan jika timbul gejala penyakit gastritis atau maag ?

a. Diperiksakan kedokter

b. Dibelikan obat ke toko-toko/warung

c. Dibiarkan saja

8. Apa Anda memgetahui kalau penyakit maag bisa mengalami kekambuhan?

a. Ya b. Tidak

9. Apa yang dilakukan supaya penyakit gastritis atau maag tidak kambuh ?

a. Makan secara teratur

b. Tidak mengkonsumsi makanan pedas

c. Tidak mengkonsumsi makanan asam

d. Tidak mengkonsumsi makanan dalam keadaan panas

e. Tidak meminum alkohal

f. Tidak merokok

g. Memanajemen stress
h. Menghindari obat-abatan penghilang rasa nyeri

10. Apakah Anda mengetahui komplikasi dari penyakit gastriti atau maag ?

a. Muntah darah

b. Buang air besar disertai darah

c. Anemia

d. Diare

e. Migren

f. Bronkitis

g. Asma

III.Kebiasaan makan

11. Apakah sehari-hari makanan Anda teratur ?

a. Ya b. Tidak

12. Apakah Anda suka mengkonsumsi makanan pedas?

a. Ya b. Tidak

Seberapa sering Anda mengkonsumsi makanan pedas?

a. Sering b. Jarang

13. Apakah Anda suka mengkonsumsi makanan yang rasanya asam?

a. Ya b. Tidak

Seberapa sering Anda mengkonsumsi makanan yang rasanya asam?

a. Sering b. Jarang

14. Seberapa sering Anda mengkonsumsi makanan/minuman dalam keadaan

panas ?

a. Sering b. Jarang
IV. Stress

15. Apakah Anda merasa tegang atau cemas tanpa alasan yang tepat ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. sering

16. Apakah Anda merasa kaget / cemas ketika kejadian / peristiwa yang tidak

terduga di alami dalam kehidupan sehari-hari ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

17. Apakah Anda menyalahkan orang lain ketika keadaan atau nasib berjalan

tidak sesuai dengan yang diinginkan ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

18. Apakah Anda mempunyai banyak masalah ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

19. Apabila Anda merasa tidak dapat mengatasi masalah yang di alami ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3.Sering

20. Apakah Anda merasa hubungan baik dengan orang lain terganggu ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

21. Apakah Anda merasa tidak ada kasih sayang yang besar di sekitar

lingkungan Anda ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

22. Apakah anda merasa tidak ada yang menghormati ataupu menghormati

Anda ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

23. Apakah Anda tidak bisa mengendalikan atau menahan emosi ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

24. Apakah Anda merasa gugup ?


1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

25. Apakah Anda merasakan khawatir yang berlebihan tentang masa depan ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

26. Apakah Anda merasa jengkel dan marah ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

27. Apakah Anda merasa sulit berkonsentrasi ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

28. Apakah Anda merasa sukar tidur pada malam hari ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

29. Apakah Anda merasa sakit kepala ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

30. Apakah Anda sering merasakan jantung berdebar-debar karena keadaan

takut atau cemas ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

31. Apakah Anda sering merasa bingung ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

32. Apakah Anda sering tidak berminat makan ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering


Lampiran 2 Hasil uji Chi Square

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Umur * Kambuh 90 100.0% 0 .0% 90 100.0%

Umur * Kambuh Crosstabulation

Kambuh
Ya tidak Total
Umur >=40 tahun Count 39 13 52
% within Kambuh 55.7% 65.0% 57.8%
% of Total 43.3% 14.4% 57.8%
< 40 tahun Count 31 7 38
% within Kambuh 44.3% 35.0% 42.2%
% of Total 34.4% 7.8% 42.2%
Total Count 70 20 90
% within Kambuh 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 77.8% 22.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .550b 1 .458
Continuity Correctiona .235 1 .628
Likelihood Ratio .558 1 .455
Fisher's Exact Test .609 .316
Linear-by-Linear
.544 1 .461
Association
N of Valid Cases 90
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8. 44.

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.


Nominal by Nominal Contingency Coefficient .078 .458
N of Valid Cases 90
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Umur
.677 .241 1.903
(>=40 tahun / < 40 tahun)
For cohort Kambuh = Ya .919 .739 1.143
For cohort Kambuh =
1.357 .599 3.076
tidak
N of Valid Cases 90

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
JenisKelamin * Kambuh 90 100.0% 0 .0% 90 100.0%

JenisKelamin * Kambuh Crosstabulation

Kambuh
Ya tidak Total
JenisKelamin Laki-laki Count 16 4 20
% within Kambuh 22.9% 20.0% 22.2%
% of Total 17.8% 4.4% 22.2%
perempuan Count 54 16 70
% within Kambuh 77.1% 80.0% 77.8%
% of Total 60.0% 17.8% 77.8%
Total Count 70 20 90
% within Kambuh 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 77.8% 22.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .073b 1 .786
Continuity Correctiona .000 1 1.000
Likelihood Ratio .075 1 .784
Fisher's Exact Test 1.000 .526
Linear-by-Linear
.073 1 .788
Association
N of Valid Cases 90
a. Computed only for a 2x2 table
b. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4. 44.
Symmetric Measures

Value Approx. Sig.


Nominal by Nominal Contingency Coefficient .029 .786
N of Valid Cases 90
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
JenisKelamin (Laki-laki 1.185 .347 4.053
/ perempuan)
For cohort Kambuh = Ya 1.037 .805 1.336
For cohort Kambuh =
.875 .330 2.323
tidak
N of Valid Cases 90

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
StatusSosial * Kambuh 90 100.0% 0 .0% 90 100.0%

StatusSosial * Kambuh Crosstabulation

Kambuh
Ya tidak Total
StatusSosial Rendah (< Rp.650.000) Count 26 7 33
% within Kambuh 37.1% 35.0% 36.7%
% of Total 28.9% 7.8% 36.7%
Sedang (Rp. 650.000) Count 29 6 35
% within Kambuh 41.4% 30.0% 38.9%
% of Total 32.2% 6.7% 38.9%
Tinggi ( . Rp. 650.000) Count 15 7 22
% within Kambuh 21.4% 35.0% 24.4%
% of Total 16.7% 7.8% 24.4%
Total Count 70 20 90
% within Kambuh 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 77.8% 22.2% 100.0%
Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 1.714a 2 .424
Likelihood Ratio 1.650 2 .438
Linear-by-Linear
.637 1 .425
Association
N of Valid Cases 90
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 4.89.

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.


Nominal by Nominal Contingency Coefficient .137 .424
N of Valid Cases 90
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Risk Estimate

Value
Odds Ratio for
StatusSosial (Rendah (< a
Rp.650.000) /
Sedang (Rp. 650.000))
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only
computed for a 2*2 table without empty cells.

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
KebiasaanMakan *
90 100.0% 0 .0% 90 100.0%
Kambuh
KebiasaanMakan * Kambuh Crosstabulation

Kambuh
Ya tidak Total
KebiasaanMakan Kurang Count 54 2 56
% within Kambuh 77.1% 10.0% 62.2%
% of Total 60.0% 2.2% 62.2%
Baik Count 16 18 34
% within Kambuh 22.9% 90.0% 37.8%
% of Total 17.8% 20.0% 37.8%
Total Count 70 20 90
% within Kambuh 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 77.8% 22.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 29.833b 1 .000
Continuity Correctiona 27.045 1 .000
Likelihood Ratio 31.074 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
29.502 1 .000
Association
N of Valid Cases 90
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7. 56.

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.


Nominal by Nominal Contingency Coefficient .499 .000
N of Valid Cases 90
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
KebiasaanMakan 30.375 6.359 145.095
(Kurang / Baik)
For cohort Kambuh = Ya 2.049 1.430 2.937
For cohort Kambuh =
.067 .017 .273
tidak
N of Valid Cases 90
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
MakanTeratur * Kambuh 90 100.0% 0 .0% 90 100.0%

MakanTeratur * Kambuh Crosstabulation

Kambuh
Ya tidak Total
MakanTeratur Tidak teratur Count 52 4 56
% within Kambuh 74.3% 20.0% 62.2%
% of Total 57.8% 4.4% 62.2%
Teratur Count 18 16 34
% within Kambuh 25.7% 80.0% 37.8%
% of Total 20.0% 17.8% 37.8%
Total Count 70 20 90
% within Kambuh 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 77.8% 22.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 19.502b 1 .000
Continuity Correctiona 17.261 1 .000
Likelihood Ratio 19.511 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
19.285 1 .000
Association
N of Valid Cases 90
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7. 56.

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.


Nominal by Nominal Contingency Coefficient .422 .000
N of Valid Cases 90
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
MakanTeratur (Tidak 11.556 3.412 39.130
teratur / Teratur)
For cohort Kambuh = Ya 1.754 1.267 2.428
For cohort Kambuh =
.152 .055 .416
tidak
N of Valid Cases 90

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
MakanPedas * Kambuh 90 100.0% 0 .0% 90 100.0%

MakanPedas * Kambuh Crosstabulation

Kambuh
Ya tidak Total
MakanPedas ya Count 60 3 63
% within Kambuh 85.7% 15.0% 70.0%
% of Total 66.7% 3.3% 70.0%
tidak Count 10 17 27
% within Kambuh 14.3% 85.0% 30.0%
% of Total 11.1% 18.9% 30.0%
Total Count 70 20 90
% within Kambuh 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 77.8% 22.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 37.041b 1 .000
Continuity Correctiona 33.750 1 .000
Likelihood Ratio 35.631 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
36.629 1 .000
Association
N of Valid Cases 90
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6. 00.
Symmetric Measures

Value Approx. Sig.


Nominal by Nominal Contingency Coefficient .540 .000
N of Valid Cases 90
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
34.000 8.400 137.612
MakanPedas (ya / tidak)
For cohort Kambuh = Ya 2.571 1.568 4.218
For cohort Kambuh =
.076 .024 .237
tidak
N of Valid Cases 90

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
MakanAsam * Kambuh 90 100.0% 0 .0% 90 100.0%

MakanAsam * Kambuh Crosstabulation

Kambuh
Ya tidak Total
MakanAsam ya Count 50 5 55
% within Kambuh 71.4% 25.0% 61.1%
% of Total 55.6% 5.6% 61.1%
Tidak Count 20 15 35
% within Kambuh 28.6% 75.0% 38.9%
% of Total 22.2% 16.7% 38.9%
Total Count 70 20 90
% within Kambuh 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 77.8% 22.2% 100.0%
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 14.109b 1 .000
Continuity Correctiona 12.223 1 .000
Likelihood Ratio 14.034 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
13.953 1 .000
Association
N of Valid Cases 90
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7. 78.

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.


Nominal by Nominal Contingency Coefficient .368 .000
N of Valid Cases 90
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
7.500 2.405 23.386
MakanAsam (ya / Tidak)
For cohort Kambuh = Ya 1.591 1.180 2.145
For cohort Kambuh =
.212 .085 .532
tidak
N of Valid Cases 90

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
MakanPanas * Kambuh 90 100.0% 0 .0% 90 100.0%
MakanPanas * Kambuh Crosstabulation

Kambuh
Ya tidak Total
MakanPanas ya Count 51 5 56
% within Kambuh 72.9% 25.0% 62.2%
% of Total 56.7% 5.6% 62.2%
Tidak Count 19 15 34
% within Kambuh 27.1% 75.0% 37.8%
% of Total 21.1% 16.7% 37.8%
Total Count 70 20 90
% within Kambuh 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 77.8% 22.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 15.156b 1 .000
Continuity Correctiona 13.189 1 .000
Likelihood Ratio 14.986 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
14.988 1 .000
Association
N of Valid Cases 90
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7. 56.

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.


Nominal by Nominal Contingency Coefficient .380 .000
N of Valid Cases 90
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
8.053 2.573 25.204
MakanPanas (ya / Tidak)
For cohort Kambuh = Ya 1.630 1.196 2.221
For cohort Kambuh =
.202 .081 .507
tidak
N of Valid Cases 90

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Stres * Kambuh 90 100.0% 0 .0% 90 100.0%

Stres * Kambuh Crosstabulation

Kambuh
Ya tidak Total
Stres Ya Count 59 2 61
% within Kambuh 84.3% 10.0% 67.8%
% of Total 65.6% 2.2% 67.8%
tidak Count 11 18 29
% within Kambuh 15.7% 90.0% 32.2%
% of Total 12.2% 20.0% 32.2%
Total Count 70 20 90
% within Kambuh 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 77.8% 22.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 39.305b 1 .000
Continuity Correctiona 35.978 1 .000
Likelihood Ratio 39.246 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
38.869 1 .000
Association
N of Valid Cases 90
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6. 44.

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.


Nominal by Nominal Contingency Coefficient .551 .000
N of Valid Cases 90
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Stres (Ya
48.273 9.781 238.236
/ tidak)
For cohort Kambuh = Ya 2.550 1.597 4.071
For cohort Kambuh =
.053 .013 .213
tidak
N of Valid Cases 90

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengetahuan * Kambuh 90 100.0% 0 .0% 90 100.0%

Pengetahuan * Kambuh Crosstabulation

Kambuh
Ya tidak Total
Pengetahuan 1 Count 55 14 69
% within Kambuh 78.6% 70.0% 76.7%
% of Total 61.1% 15.6% 76.7%
2 Count 15 6 21
% within Kambuh 21.4% 30.0% 23.3%
% of Total 16.7% 6.7% 23.3%
Total Count 70 20 90
% within Kambuh 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 77.8% 22.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .639b 1 .424
Continuity Correctiona .250 1 .617
Likelihood Ratio .613 1 .434
Fisher's Exact Test .549 .301
Linear-by-Linear
.632 1 .427
Association
N of Valid Cases 90
a. Computed only for a 2x2 table
b. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4. 67.
Symmetric Measures

Value Approx. Sig.


Nominal by Nominal Contingency Coefficient .084 .424
N of Valid Cases 90
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
1.571 .516 4.786
Pengetahuan (1 / 2)
For cohort Kambuh = Ya 1.116 .830 1.500
For cohort Kambuh =
.710 .312 1.616
tidak
N of Valid Cases 90

Anda mungkin juga menyukai