Anda di halaman 1dari 164

ANALISIS RISIKO PATIENT HANDLING DENGAN KELUHAN

MUSKULOSKELETAL PADA PERAWAT DI UNIT RAWAT INAP


RSUD. DR. RM. DJOELHAM BINJAI

TESIS

Oleh

JHELY FEBRIA SANDRI


157032169

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISYS OF THE RISK FOR PATIENT HANDLING WITH
MUSCULOSKELETAL DISORDER IN NURSES IN THE
INPATIENT WARDS OF RSUD DR. RM. DJOELHAM
BINJAI

THESIS

By

JHELY FEBRIA SANDRI


157032169

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISIS RISIKO PATIENT HANDLING DENGAN KELUHAN
MUSKULOSKELETAL PADA PERAWAT DI UNIT RAWAT INAP
RSUD. DR. RM. DJOELHAM BINJAI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Kerja
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh
JHELY FEBRIA SANDRI
157032169

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji
Pada Tanggal : 24 Agustus 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes


Anggota : 1. Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D
2. Destanul Aulia, S.K.M, M.B.A, M.Ec, Ph.D
3. dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

Analisis Risiko Patient Handling Dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada


Perawat di Unit Rawat Inap RSUD DR. RM. Djoelham Binjai

TESIS

Dengan ini Saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan Saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, 24 Agustus 2017


Peneliti

Jhely Febria Sandri


157032169

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Posisi tubuh dan cara kerja yang tidak benar atau melebihi kemampuan dapat
tmenyebabkan keluhan muskuloskeletal. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan
pada bagian- bagian otot skeletal. Survei pendahuluan menunjukkan banyak perawat
melakukan sikap kerja yang tidak ergonomi dan umumnya merasakan keluhan
muskuloskeletal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis risiko patient
handling (umur, masakerja, IMT, dan sikap kerja) dengan keluhan muskuloskeletal
pada perawat di RSUD. DR. RM. Djoelham Binjai.
Metode penelitian menggunakan penelitian kuantitatif dengan desain cross
sectional terhadap 56 perawat sebagai sampel yang dipilih secara total sampling.
Pengumpulan data melalui wawancara dengan kuesioner dan serta pengukuran
langsung. Analisis dilakukan secara univariat, bivariat dengan uji chi square dan
multivariat dengan uji regresi logistic ganda pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian mendapatkan prevalensi bahwa variabel yang bermakna
signifikan terhadap keluhan muskuloskeletal adalah umur (p= 0,009; RP= 5,45(1,67-
17,85)), masa kerja (p= 0,016; RP= 4,79(1,48-15,53)) dan sikap kerja (p=0,002; RP=
8,52(2,21-32,6)). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa sikap kerja
merupakan variabel dominan berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal (Exp
(B)= 6,215).
Terdapat hubungan antara usia, masa kerja, dan sikap kerja dengan keluhan
muskuloskeletal pada perawat di unit Rawat Inap RSUD DR. RM. Djoelham Binjai.
Disarankan agar rumah sakit dapat mensosialisasikan dan melaksanakan penyuluhan
atau pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja khususnya tentang pencegahan
terjadinya keluhan muskuloskeletal pada perawat di rawat inap RSUD DR. RM.
Djoelham Binjai, serta perlunya penelitian kualitatif dengan variabel yang sama.

Kata Kunci : Risiko Patient Handling, Umur, Sikap Kerja, Keluhan


Muskuloskeletal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

Incorrect body position and working manner or exceeding the capacity can
cause musculoskeletal disorder in the skeletal muscles. The preliminary survey
revealed that many nurses did not do ergonomic working attitude so that they
generally felt musculoskeletal disorder. The objective of the research was to find out
the analisys of patient handling risk (age, length of service, IMT (Body Mass Index),
and working attitude )with nurses’ musculoskeletal disorder at RSUD dr. RM.
Djoelham Binjai.
The research used quantitative method with cross sectional design. The samples
were 56 nurses, taken by using total sampling technique. The data were gathered by
conducting interviews, questionnaires, and direct measurement and analyzed by
using univariate analysis, bivariate analysis with chi square test, and multivariate
analysis with multiple logistic regression analysis at the significance level of 95%.
The result of the research showed that the variables which had significant
correlation with musculoskeletal disorder were age (p value= 0,009; RP= 5,45(1,67-
17,85)), length of service (p= 0,016; RP= 4,79(1,48-15,53)), and working attitude
(p=0,002; RP= 8,52(2,21-32,6)). Working attitude had the most dominant correlation
with muculoskeletal disorder (Exp(B)= 6,215).
The conclusion of the research was that there was significant correlation of
age, length of service, and working attitude with musculoskeletal disorder in the
nurses in the Inpatient Wards of RSUD dr. RM. Djoelham Binjai, and there was no
correlation between IMT and musculoskeletal disorder. It isrecommended that the
hospital management socialize and carry out counseling or education about
occupational safety and health, especially about the prevention from musculoskeletal
disorder in the nurses in the Inpatient Wards of RSUD dr. RM. Djoelham, Binjai, and
the need for qualitative approach with the same variables.

Keywords: Patient handling Risk, Age, Working Attitude, Musculoskeletal Disorder

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat

dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Risiko

Patient Handling dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Perawat di Unit Rawat Inap

RSUD dr, R.M. Djoelham Binjai”.

Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program

Magister di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari begitu banyak yang memberi dukungan, bimbingan,

informasi, bantuan moril maupun materi dan kemudahan dari berbagai pihak,

sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

4. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes dan Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D selaku

pembimbing yang telah memberi perhatian, dukungan dan pengarahan kepada

penulis dalam melakukan penelitian hingga selesainya penyusunan tesis ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Destanul Aulia, S.K.M, M.B.A, M.Ec, Ph.D dan dr. Rahayu Lubis, M.Kes,

Ph.D, selaku penguji yang telah memberikan masukan sehingga dapat

menyempurnakan tesis ini.

6. Seluruh staf dosen Kesehatan Kerja dan staf pegawai di Program Studi S2

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberi ilmu

dan bantuannya kepada penulis.

7. PLT. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr. R.M. Djoelham Binjai dr.

Sugianto, Sp.OG yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melakukan

penelitian Rumah Sakit Umum Daerah dr. R.M. Djoelham Binjai.

8. Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah dr. R.M. Djoelham

Binjai yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

9. Sdr. Pipit Wahyuningsih dari Balai K3 Sumatera Utara yang telah melakukan

pemeriksaan dan pengukuran responden dalam penelitian ini.

10. Teristimewa untuk orang tua tercinta, Ayahanda Joni Anwar dan Ibunda

Martini, S.Pd yang telah memberikan dorongan moril dan do’a selama penulis

menuntut ilmu di Universitas Sumatera Utara.

11. Drs. Terima Tarigan, S.Pd (Bapak Mertua) dan Ibu Hj. Fatimah Surbakti, S.Pd

(Ibu Mertua) atas do’a nya sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini.

12. Untuk suami tercinta, Andika Mahaprada Tarigan, S.K.M, M.Kes yang telah

memberikan dorongan moril dan tenaga guna membantu dalam penyelesaian

tesis ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13. Teman-teman S2 FKM USU khususnya minat studi Kesehatan Kerja

(Khoiratunnajiha, Safrina Rahmadani, Yenni Farida Siregar, Miko

Tumanggor, Rahmad Rizki Siregar, Slamat Tuahta Sipayung) yang telah

memberikan semangat dan bantuan selama penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu

diharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2016

Penulis

Jhely Febria Sandri


157032169

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RIWAYAT HIDUP

Nama penulis Jhely Febria Sandri, dilahirkan pada tanggal 19 Februari 1992 di Duri.

Jenis kelamin perempuan beragama Islam, anak pertama dari tiga bersaudara, dari

pasangan Joni Anwar dan Martini, S.Pd, pada saat ini sudah menikah. Penulis

bertempat tinggal di Jalan Setia Budi Medan.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SDN. 001 Talang Mandi

Sebanga, Duri pada Tahun 1998 dan selesai Tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama

di SMP IT Mutiara Duri pada Tahun 2004 dan selesai Tahun 2007 dan menamatkan

Sekolah Menengah Atas di SMA IT Mutiara Duri Tahun 2007 dan selesai Tahun

2010. Penulis menamatkan pendidikan D3 di Akademi Kebidanan Sehat Medan tahun

2013, menamatkan pendidikan D4 Bidan Pendidik di Fakultas Keperawat Universitas

Sumatera Utara pada Tahun 2014. Kemudian pada Tahun 2015 penulis melanjutkan

pendidikan di Pascasarjana Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara Peminatan Kesehatan Kerja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK .......................................................................................................... i
ABSTRACT ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI.... .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................ xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................... 1


1.2 Permasalahan ................................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 8
1.4 Hipotesis ........................................................................................ 8
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 10

2.1 Patient Handling ............................................................................ 10


2.1.1. Definisi ................................................................................ 10
2.1.2. Klasifikasi Sikap Kerja pada Patient Handling................... 10
2.1.3. Risiko dan Bahaya Patient Handling .................................. 19
2.1.4. Faktor Stres Fisik pada Patient Handling ........................... 20
2.1.5. Risiko Patient Handling ...................................................... 37
2.1.6. Risiko Patient Handling di Rumah Sakit ............................ 39
2.1.7. Pengendalian Risiko Patient Handling di Rumah Sakit...... 41
2.2 Keluhan Muskuloskeletal ............................................................... 53
2.2.1. Definisi………………………………………………… .... 53
2.2.2. Metode Penilaian Keluhan Muskuloskeletal……… ........... 55
2.3 Perawat ........................................................................................... 58
2.4 Gambaran Umum Unit Rawat Inap ................................................ . 62
2.4.1 Pengertian Rawat Inap ........................................................... . 62
2.4.2 Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan di Ruangan ....................... . 64
2.5 Landasan Teori ............................................................................... . 68
2.6 Kerangka Konsep ........................................................................... . 72

BAB 3. METODE PENELITIAN .................................................................. 73


3.1 Jenis Penelitian ............................................................................... 73
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.2.1. Lokasi .................................................................................. 73
3.2.2. Waktu .................................................................................. 73
3.3 Populasi dan Sampel....................................................................... 74
3.3.1. Populasi ............................................................................... 74
3.3.2. Sampel ................................................................................. 74
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 75
3.5 Variabel Penelitian ......................................................................... 76
3.6 Defenisi Operasional Tabel ............................................................ 76
3.6.1. Variabel Independen ............................................................ 77
3.6.2. Variabel Dependen .............................................................. 77
3.7 Metode Pengukuran ........................................................................ 80
3.7.1. Pengukuran Patient Handling dengan metode REBA ........ 81
3.7.2. Pengukuran Keluhan Muskuloskeletal dengan NBP ........... 82
3.8 Metode Analisis Data ..................................................................... 82
3.8.1 Analisis Univariat ................................................................. 83
3.8.2 Analisis Bivariat ................................................................... 83
3.8.3 Analisis Multivariat .............................................................. 83

BAB 4. HASIL PENELITIAN ........................................................................ 85

4.1 Gambaran Umum RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai ...................... 85


4.1.1 Kedudukan RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai ..................... 85
4.1.2 Jumlah dan Jenis Pelayanan ................................................. 85
4.2 Analisis Univariat ........................................................................... 89
4.2.1 Umur .................................................................................. 89
4.2.2 Masa Kerja ......................................................................... 89
4.2.3 Indeks Masa Tubuh (IMT) ................................................. 90
4.2.4 Sikap Kerja ......................................................................... 90
4.2.5 Keluhan Muskuloskeletal ................................................... 91
4.3 Analisis Bivariat ............................................................................. 91
4.4 Analisis Multivariat ........................................................................ 95

BAB 5. PEMBAHASAN .................................................................................. 98

5.1 Keluhan Muskuloskeletal pada Perawat di RSUD Dr. R.M ......... 98


5.2 Hubungan Umur dengan Keluhan Muskuloskeletal...................... 100
5.3 Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal ........... 103
5.4 Hubungan IMT dengan Keluhan Muskuloskeletal........................ 105
5.5 Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal ............ 105
5.6 Keterbatasan Penelitian ................................................................. 109

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 110

6.1 Kesimpulan .................................................................................... 110


6.2 Saran .............................................................................................. 111

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 112

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

No Judul Halaman
2.1 Skor Pergerakan Punggung ..................................................................... 26
2.2 Skor Pergerakan Leher ............................................................................ 27
2.3 Skor Pergerakan Kaki .............................................................................. 28
2.4 Skor Pergerakan Lengan Atas ................................................................. 29
2.5 Skor Pergerakan Lengan Bawah ............................................................. 30
2.6 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan ..................................................... 30
2.7 Tabel A .................................................................................................... 31
2.8 Tabel B .................................................................................................... 32
2.9 Tabel B Jenis Pegangan ........................................................................... 32
2.10 Tabel C .................................................................................................... 33
2.11 Standar Kinerja Berdasarkan Skor Akhir ................................................ 34
2.12 Batas Ambang Indeks Masa Tubuh (IMT) ............................................. 37
2.13 Identifikasi Manajemen Bahaya Risiko Patient Handling
di Rumah Sakit ........................................................................................ 43
2.14 Klasifikasi Subjektivitas Tingkat Keluhan Muskuloskeletal
Berdasarkan Total Skor Individu ............................................................ 57
2.15 Contoh Daftar Aktivitas Perawat di Ruang Rawat Inap ......................... 66
3.1 Variabel Independen dan Definisi Operasional....................................... 78
3.2 Variabel Dependen dan Definisi Operasional ......................................... 79
4.1 Analisis Univariat Umur ......................................................................... 89
4.2 Analisis Univariat Masa Kerja ................................................................ 89
4.3 Analisis Univariat Indeks Masa Tubuh (IMT) ........................................ 90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4 Analisis Univariat Sikap Kerja ................................................................ 90
4.5 Analisis Univariat Keluhan Muskuloskeletal ......................................... 91
4.6 Distribusi Analisis Risiko Patient Handling dengan Keluhan
Muskuloskeletal pada Perawat Rawat Inap RSUD Dr. RM. Djoelham
Binjai ....................................................................................................... 92
4.7 Hasil Analisis Bivariat Variabel Umur, Masa Kerja, IMT, Sikap Kerja
dengan Keluhan Muskuloskeletal .......................................................... 96
4.8 Seleksi Variabel yang Berhubungan dengan Keluhan
Muskuloskeletal di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai ............................. 97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman
2.1 Kegiatan Mengkat /Menurunkan ............................................................ 11
2.2 Kegiatan Mendorong/Menarik ............................................................... 14
2.3 Kegiatan Memutar .................................................................................. 15
2.4 Kegiatan Membawa................................................................................ 16
2.5 Kegiatan Menahan (Holding) ................................................................. 18
2.6 Range Pergerakan Punggung ................................................................. 25
2.7 Range Pergerakan Leher ........................................................................ 26
2.8 Range Pergerakan Kaki .......................................................................... 27
2.9 Range Pergerakan Lengan Atas ............................................................. 28
2.10 Range Pergerakan Lengan Bawah .......................................................... 29
2.11 Pergerakan Pergelangan Tangan ............................................................ 30
2.12 Diagram Jumlah Kasus Muskuloskeltal Disorders ................................ 53
2.13 Nordic Body Map ................................................................................... 58
2.14 Contoh Jalur Klinis di Ruang Rawat Inap .............................................. 65
2.15 Kerangka Teori ....................................................................................... 71
2.16 Kerangka Konsep Penelitian .................................................................. 72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISTILAH

1. K3 : Kesehatan dan Keselamatan Kerja

2. MSDS : Musculoskeletal disorder

3. NBP : Nordic Body Map

4. PAK : Penyakit Akibat Kerja

5. REBA : Rapid Entire Body Assessment

6. RULA : Rapid Upper Limb Assessment

7. IMT : Indeks Masa Tubuh

8. WHO : World Health Organization

9. FAO : Food and Agriculture Organization

10. PKBRS : Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit

11. OSHA : Occupational Safety and Health Administration

12. HSE : Health and Safety Executive

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit saat ini sudah menjadi tempat jasa pelayanan kesehatan yang

diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang komperehensif dan

bermutu. Salah satu bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di

rumah sakit yaitu berkaitan dengan tindakan patient handling seperti mengangkat,

mendorong, menarik, menjangkau, membawa benda, dan dalam hal penanganan

pasien lainnya. Petugas kesehatan, terutama yang bertanggung jawab untuk

perawatan pasien, memiliki potensi bahaya lebih rentan yang dapat menyebabkan

keluhan muskuloskeletal dibandingkan berbagai bidang lainnya (OSHA, 2013).

Keluhan muskuloskeletal merupakan masalah penting terutama dalam industri

rumah sakit. Keluhan tersebut paling banyak diderita oleh perawat. Dengan adanya

keluhan tersebut akan meningkatkan pengeluaran biaya oleh rumah sakit. Biaya yang

dikeluarkan berupa biaya pengobatan perawat yang sakit maupun biaya yang hilang

akibat perawat yang mangkir atau tidak masuk kerja karena menderita keluhan

tersebut (Setyawati, 2007).

Berdasarkan statistic the health and safety executive menjelaskan bahwa hasil

survei yang dilakukan terhadap tiga ratus orang perawat pada periode tahun 2012-

2014 menunjukkan bahwa keluhan muskuloskeletal merupakan penyakit yang paling

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


banyak dilaporkan yaitu sebanyak 53% dan mengakibatkan kehilangan hari kerja

sebanyak 37% (HSE, 2014).

Hasil penelitian Shafiezadeh (2011) dari 161 perawat untuk di analisis 83%

mengalami keluhan muskuloskeletal. Prevalensi tersebut menunjukkan keluhan

muskuloskeletal sangat tinggi pada perawat. Keluhan muskuloskeletal yang paling

nyeri adalah leher (64%), kepala (62,1%), pergelangan tang (54,7%) dan pergelangan

tangan / tangan (49,7%); keluhan yang tidak sering adalah siku (14,3%). Keluhan

muskuloskeletal lebih umum pada wanita dan meningkat pada usia masa kerja.

Perawat di rumah sakit Iran mengalami keluhan muskuloskeletal sebanyak

71,9% yaitu mayoritas nyeri pada pinggang (40%) dan minoritas nyeri pada pinggul

(11,1%). Hal ini terjadi karena memindahkan pasien dari dan ke tempat tidur, bekerja

dengan tangan lebih tinggi dari ketinggian bahu, sehingga banyak perawat yang

mengalami keluhan (Hamid dkk, 2015).

Berdasarkan The Taiwan National Health Insurance Research Database

selama tahun 2004-2010, dari 3914 perawat, 3004 orang perawat mengalami

muskuloskeletal disorders (76,24%). Hasil penelitian badan statistik di Swedia Tahun

2006 melaporkan bahwa pada perawat, masalah muskuloskeletal yang sering muncul

adalah nyeri pergelangan tangan (56%), bahu, lengan dan jari (24%), leher (6%), dan

kaki (14%) (Olvin dkk, 2015).

Depkes RI (2006) menyatakan rumah sakit sebagai tempat kerja juga

mempunyai risiko bahaya kesehatan dan keselamatan kerja. Dari hasil penelitian di

rumah sakit Paris, sekitar 1505 tenaga kerja wanita di rumah sakit tersebut mengalami

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


keluhan muskuloskeletal sebanyak 16%, dimana 47% dari keluhan tersebut berupa

nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. (Nurianan, 2016).

Perawat merupakan profesi kesehatan yang terbanyak di rumah sakit. Dalam

melaksanakan aktivitasnya, perawat seringkali tidak memperhatikan hal- hal penting

yang menjadi faktor risiko terjadi penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja

merupakan penyakit yang terjadi saat melakukan aktivitas kerja di lingkungan

pekerjaan. Dari sekian banyak penyakit akibat kerja, keluhan muskuloskeletal

merupakan keluhan yang sering dilaporkan (Elyas, 2012).

Aktivitas kerja perawat di rumah sakit cukup berat dan mempunyai potensi

menimbulkan penyakit akibat kerja, salah satunya adalah faktor yang berhubungan

dengan tindakan patient handling antara lain mengangkat, mendorong, menarik,

menjangkau, membawa benda dalam hal penanganan pasien lainnya yang dapat

menyebabkan keluhan pada sistem muskuloskeletal yang umum terjadi pada perawat.

Seorang perawat yang mengalami keluhan muskuloskeletal akan mengalami

penurunan dalam hal produktivitasnya sehingga berdampak pada kualitas pelayanan

pasien (Nelson, 2003).

Menurut De Castro (2006) penyebab risiko fisik yang dialami perawat salah

satunya adalah pengaruh keluhan cedera otot rangka yang lebih dikenal dengan

keluhan muskuloskeletal (muskuloskeletal disorders). musuloskeletal disorders

merupakan kasus yang paling banyak menimpa kesehatan tenaga keperawatan dan

akibatnya dapat berpotensi mempengaruhi ketersediaan tenaga perawat dikarenakan

pekerjaan tersebut berisiko dan banyaknya perawat yang sakit. Keluhan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


muskuloskeletal pada perawat dapat terjadi karena adanya gerakan berulang yang

dilakukan oleh perawat dan dalam frekuensi yang rapat (Farid dkk, 2015).

Menurut (Garg et.al, 1992) penyebab dari banyaknya kasus keluhan

muskuloskeletal pada perawat umumnya dikarenakan seringnya melakukan gerakan

yang dipaksakan, postur tubuh yang tidak ergonomis, gerakan yang berulang-ulang,

termasuk mengangkan beban pasien yang berat, postur membungkuk, membengkok,

memutar, berdiri terlalu lama, dan menjaga posisi tubuh yang statis. Karakteristik

tubuh pasien yang asimetris, berat, dan bergerak tanpa koordinasi membuat

penanganan pasien menjadi tidak mudah bagi perawat (Farid dkk, 2015).

Kasus muskuloskeletal di Indonesia didapat dari hasil studi yang dilakukan di

tiga rumah sakit di Jakarta oleh Tana et al ( 2013 ) hasil studi tersebut mengahasilkan

kesimpulan bahwa keluhan muskuloskeletal yang dialami oleh perawat disebabkan

saat memindahkan pasien di tempat tidur 55% dan saat memindahkan pasien ke atau

dari kursi roda 23,9%. Hal ini mengindikasikan bahwa tranfer pasien merupakan

bagian tugas perawat yang paling berisiko.

Engkvist 2004 menekankan lebih lanjut bahwa keluhan muskuloskeletal

tersebut paling banyak terjadi ketika perawat melakukan tranfer pasien tanpa alat

bantu, di tempat tidur pasien, ruangannya yang kurang cukup untuk bermanuver

(Farid dkk, 2015).

Fenomena yang terjadi pada saat ini adalah masih kurangnya pengetahuan

yang dimiliki tenaga kesehatan, khususnya perawat berkaitan dengan pekerjaan

patient handling seperti, teknik mendorong/menarik, membawa, memutar, menahan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan mengangkat/menurunkan pasien. Kurangnya pengetahuan perawat tentang teknik

tersebut dapat mengakibatkan cedera pada tulang belakang (Fatmawati, 2016).

Keluhan muskuloskeletal akan lebih banyak dirasakan lagi oleh perawat di

ruang rawat inap karena di ruang rawat inap memiliki tingkat mobilitas dengan

tingkat ketergantungan pasien yang tinggi. Rumah sakit di Korea angka kejadian

keluhan muskuloskeletal lebih tinggi terjadi pada perawat di ruang rawat inap dari

pada di ruang lain rumah sakit (Yun, et all, 2010).

Ruang rawat inap adalah unit perawatan dibagian rumah sakit yang mandiri

dengan staf dan perlengkapan yang khusus. Ruang icu ditunjukkan untuk observasi,

perawatan dan terapi pasien- pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-

penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa sehingga dituntut

memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2010).

Perawat di ruang rawat inap banyak melakukan aktivitas dengan posisi

berdiri statis yang dapat mengakibatkan nyeri punggung dan kelelahan, selain itu

posisi membungkuk dan memutar saat perawat mengambil peralatan yang dilakukan

berulang- ulang, posisi leher yang menekuk kebawah, samping dan memutar, posisi

bahu yang naik, siku yang selalu fleksi, pergelangan tangan yang fleksi dan ekstensi

serta lutut yang fleksi sangat berisiko terjadinya keluhan muskuloskeletal.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, upaya kesehatan kerja ditunjukkan untuk melindungi perawat agar hidup

sehat dan terbebas dari keluhan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


oleh perawatan sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah sakit menerapkan

upaya-upaya K3 dirumah sakit.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSU PKU Muhammadiyyah

Delanggu didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara risiko patient

handling dengan kejadian muskuloskeletal disorders dari 62 orang perawat dengan

risko tinggi yaitu 32,2% dan risiko sedang 43,5% (Maysyaroh, 2016).

Kemudian dilanjutkan dari hasil penelitian yang dilakukan di RS DR.

Moewardi Surakarta didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan anatar risiko

patient handling dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat di rumah sakit DR.

Moewardi Surakarta, dimana sebagian besar dalam kategori berisko tinggi yaitu 55%

(Fatmawati, 2016).

Unit rawat inap adalah adalah unit perawatan khusus bagian dari rumah sakit.

Unit rawat inap ditunjukkan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien- pasien

yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa. Unit

rawat inap merupakan salah satu unit di rumah sakit yang memiliki tingkat kesibukan

yang tinggi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

Unit rawat inap merupakan ruang rawat pasien dengan cara diinapkan. Unit

rawat inap memiliki tingkat aktivitas kerja yang tinggi termasuk melakukan aktivitas

kerja rutin yang dilakukan setiap jam. Aktivitas kerja rutin yang dilakukan

berdasarkan jalur kinis sesuai dengan jenis diagnosa penyakit pasien. Aktivitas-

aktivitas rutin tersebut akan mempengaruhi postur tubuh sehingga dapat

menyebabkan keluhan muskuloskeletal pada perawat unit rawat inap.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hasil survei pendahuluan yang dilakukan dengan metode wawancara

menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM) terhadap 30 perawat di

RSUD.DR.RM. Djoelham Binjai didapatkan hasil yang menunjukkan seluruh

perawat mengalami keluhan muskuloskeletal setelah bekerja yaitu sebanyak 10 orang

merasakan sakit atau kaku di leher bagian atas, sebanyak 7 orang merasakan di bahu

kanan, sebanyak 5 orang merasakan sakit pada lengan atas kanan, dan sebanyak 8

orang merasakan sakit pinggang

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai “Analisis Risiko Patient Handling dengan Keluhan Muskuloskeletal pada

perawat di unit rawat inap RSUD. dr. R.M. Djoelham Binjai” karena keluhan

muskuloskeletal merupakan masalah serius yang dapat mempengaruhi kemampuan,

efektifitas dan kualitas kerja seorang perawat.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahkan

yang akan diteliti adalah:

1. Apakah ada hubungan risiko patient handling (umur, masa kerja, IMT, dan

sikap kerja) dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat di unit rawat inap

RSUD. dr. R.M. Djoelham Binjai?

2. Apakah ada hubungan dominan risiko patient handling (umur, masa kerja,

IMT, dan sikap kerja) dengan keluhan muskuloskeletal pada Perawat di Unit

Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Menganalisis hubungan patient handling (umur, masa kerja, IMT, dan sikap

kerja) dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat di unit rawat inap

RSUD. dr. R.M. Djoelham Binjai.

b. Menganalisis sikap kerja sebagai variabel yang paling dominan

mempengaruhi keluhan muskuloskeletal pada Perawat di Unit Rawat Inap

RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan risiko patient handling (umur, masa kerja, IMT, dan sikap

kerja) dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat di unit rawat inap

RSUD. Dr. R.M. Djoelham Binjai.

2. Ada hubungan sikap kerja dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat di

Unit Rawat Inap RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

1.5. Manfaat Penelitian

1. Untuk Perawat di RSUD dr. R.M. Djoelham Binjai

Sebagai informasi tentang adanya Analisis Risiko Patient Handling

(umur, masa kerja, IMT, dan sikap kerja) dengan keluhan muskuloskeletal

pada perawat yang bekerja di unit rawat inap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Untuk Manajemen di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

a. Sebagai masukan untuk rumah sakit akan pentingnya pemahaman serta

penerapan ilmu ergonomi di unit rawat inap.

b. Sebagai masukan dan landasan bagi unit rawat inap dalam menyusun dan

menerapkan standart operating prosedure (SOP) mengenai prinsip risiko

patient handling di rumah sakit.

c. Sebagai masukkan untuk rumah sakit agar melakukan seminar atau

pelatihan tentang ergonomi rumah sakit khususnya pelaksanaan patient

handling untuk perawat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Patient Handling

2.1.1 Definisi

Menurut Tarwaka (2013) Patient handling didefinisikan sebagai suatu

kegiatan yang berkaitan dengan mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik,

menahan, membawa atau memindahkan beban dengan satu tangan atau kedua tangan

dan atau dengan pengerahan seluruh badan pada pasien. Patient handling meliputi

transportasi beban dan support beban dalam suatu sikap tubuh yang statis. Beban atau

objek mungkin dipindahkan atau disuport dengan tangan atau bagian tubuh lainnya,

sebagai contoh: beban ditopang dengan bahu atau panggul. Kegiatanpatient handling

juga termasuk menurunkan atau melemparkan beban dari satu tempat ke tempat

lainnya yang dituju atau dari satu orang ke orang lain.

Ketidaksesuaian yang dilakukan perawat dalam menangani beban dengan cara

manual, yang dapat mengakibatkan terjadinya cidera ataupun penyakit akibat kerja

bisa disebabkan karena memindahkan objek yang terlalu berat, postur yang salah

(postur janggal) dalam manangani beban, cara angkat yang salah, menggunakan

tenaga berlebihan saat bekerja dan pergerakan berulang yang cepat.

2.1.2 Klasifikasi Sikap Kerja pada Patient Handling

Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mengklasifikasikan

kegiatan patient handling menjadi lima yaitu sebagai berikut (Harianto, 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Mengangkat/Menurunkan (Lifting/Lowering)

Mengangkat adalah kegiatan memindahkan barang atau pasien ke tempat yang

lebih tinggi yang masih dapat dijangkau oleh tangan. Kegiatan lainnya adalah

menurunkan barang atau pasien.

Gambar 2.1 Kegiatan Mengangkat/Menurunkan


Sumber: Occupational Health and Safety Act 1985

Menurut Nurmianto (2014) kegiatan mengangkat dan menurunkan jika tidak

dilakukan dengan benar dan hati-hati dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja

maupun penyakit akibat kerja. Oleh sebab itu maka teknik mengangkat dan

menurunkan yang benar serta alat mengangkat dan mengangkut yang ergonomis

sangat diperlukan untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi kerja. Kegiatan

mengangkat dan mengangkut dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :

a) Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.

b) Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik turun,

dan lain-lain.

c) Ketrampilan bekerja.

d) Peralatan kerja.

e) Ukuran beban yang akan diangkut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


f) Metode mengangkut yang benar.

Cara mengangkat dan menurunkan yang baik harus memenuhi 2 prinsip

kinetis, yaitu :

1) Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak

mungkin otot tulang yang lemah dibebaskan dari pembebanan.

2) Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.

Untuk menerapkan kedua prinsip kinetis itu setiap kegiatan mengangkat dan

menurunkan harus dilakukan sebagai berikut :

a. Pegangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh dan

memegang dengan hanya beberapa jari yang dapat menyebabkan ketegangan

statis lokal pada jari tersebut harus dihindarkan.

b. Lengan harus sedekat-dekatnya pada badan dan dalam posisi lurus. Fleksi pada

lengan untuk mengangkat dan menurunkan menyebabkan ketegangan otot statis

yang melelahkan.

c. Punggung harus diluruskan.

d. Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi seperti pada permulaan

gerakan. Dengan posisi kepala dan dagu yang tepat, seluruh tulang belakang

diluruskan.

e. Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi

momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat. Satu kaki ditempatkan ke

arah jurusan gerakan yang dituju, kaki kedua ditempatkan sedemikian rupa

sehingga membantu mendorong tubuh pada gerakan pertama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Selain hal diatas dalam kegiatan mengangkat dan menurunkan juga harus

diperhatikan ketentuan berikut ini :

a. Semua pasien/benda yang menghalangi pandangan mata sebaiknya disingkirkan

terlebih dahulu, sebelum perawatan mengangkat dan menurunkan dilakukan.

b. Tinggi maksimum tempat pemegang dari lantai tidak lebih dari 35 cm.

c. Jika suatu beban harus diangkut dari permukaan lantai dianjurkan agar

menggunakan alat mekanis (katrol).

d. Beban yang akan diangkut harus berada sedekat mungkin dengan tubuh.

e. Punggung harus lurus agar bahaya kerusakan terhadap diskus dapat dihindari.

f. Mula-mula lutut harus bengkok dan tubuh harus berada pada sikap dengan

punggung lurus.

Contoh teknik mengangkat dan menurunkan pasien dari tempat tidur ke

brangkar sesuai standar operasional prosedur (SOP) di Rumah SakitMitra Medika

Medan adalah:

1. Ikuti protokol standar

2. Atur brangkar dalam posisi terkunci dengan sudut 90°terhadap tempat tidur

3. Dua/ tiga orang perawat menghadap ketempat tidur/ pasien

4. Perawat pertama meletakkan tangan dibawah pinggang dan panggul pasien,

sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan dibawah pinggul dan kaki

5. Pada hitungan ketiga, angkat pasien bersama-sama dan pindahkan ke brangkar

6. Atur posisi pasien, dan pasang pengaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Mendorong/Menarik (Push/Pull)

Kegiatan mendorong adalah kegiatan menekan berlawanan arah tubuh dengan

usaha yang bertujuan untuk memindahkan objek. Kegiatan menarik kebalikan dengan

itu.

Gambar 2.2 Kegiatan Mendorong/Menarik


(Sumber: Aris, 2013)

Menurut Santoso (2004) Cara pemindahan pada aktivitas mendorong

(pushing) dan menarik (pulling) beban adalah sebagai berikut :

a. Handling devices

Tinggi pegangan alat bantu, seperti trolly, ditempatkan diantara bahu dan

pinggang. Alat bantu perlu diberikan perawatan, khususnya roda, untuk memudahkan

selama proses penggunaan.

b. Force

Gaya yang diperlukan untuk memindahkan beban menggunakan alat bantu

adalah 2% dari beban total (misal bila beban 50 kg, maka gaya yang diperlukan setara

beban 1 kg). Pemindahan beban dengan mendorong lebih diutamakan (baik) dari

pada menarik, karena dapat melihat kondisi di depan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


c. Slopes

Meminta bantuan perawat lain, apabila dalam kondisi kemiringan atau beban

sangat tinggi.

d. Uneven survaces

Kondisi jalan yang tidak rata memerlukan gaya pengangkatan yang lebih

tinggi, yaitu 10% dari beban total (misal bila beban 50 kg, maka gaya yang

diperlukan setara beban 5 kg).

e. Stance and pace

Posisi kaki terhadap beban (dan alat bantu pengangkatan) dijaga untuk

memudahkan pemindahan/bergerak.

3. Memutar (Twisting)

Gambar 2.3 Kegiatan Memutar


(Sumber: Aris, 2013)

Kegiatan memutar merupakan kegiatan yang merupakan gerakan memutar

tubuh bagian atas ke satu atau dua sisi, sementara tubuh bagian bawah berada dalam

posisi tetap, Kegiatan memutar ini dapat dilakukan dalam keadaan tubuh yang diam.

Menurut Santoso (2004) Kegiatan memutar beban yang benar adalah sebagai

berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Kondisi memutar

Pada operasi pengangkatan yang membutuhkan gerakan memutar, batas beban

dikurangi 10% jika memutar 45° dan 20% jika memutar 90°.

b. Frekuensi pengangkatan dan penurunan

Batas beban dikurangi 30% apabila operasi pengangkatan diulangi sekali atau

dua kali selama 1 menit, dikurangi 50% apabila frekuensi pengangkatan 5-8 kali per

menit, dan dikurangi 80% apabila frekuensi pengangkatan lebih dari 12 kali per

menit.

4. Membawa (Carrying)

Kegiatan membawa merupakan kegiatan memegang atau mengambil

benda/pasien dan memindahkannya. Berat benda menjadi berat total perawat.

Gambar 2.4 Kegiatan Membawa


Sumber: Occupational Health and Safety Act 1985

Membawa adalah kegiatan yang membutuhkan tenaga. Ketika membawa

dengan cara yang salah, dapat merusak punggung atau berakhir dengan cedera. Untuk

menghindari kecelakaan kerja seperti itu, berikut adalah beberapa tips yang berguna

tentang cara membawa benda dengan benar dan aman.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Selalu melindungi tangan dan kaki dengan mengenakan alat pelindung diri

yang sesuai.

b. Selalu gunakan otot perut untuk membantu pinggang di saat membawa.

c. Periksa bawaan dan pastikan tidak menonjol atau memiliki tonjolan tajam.

d. Periksa jalur yang akan di lewati untuk memastikan bahwa tidak ada benda-

benda yang akan membuat tersandung dan jatuh.

e. Gunakan lutut sebagai tumpuan, baik dalam mengambil maupun menurunkan

benda. Jangan membungkuk atau memutar tubuh sambil membawa benda.

f. Pastikan berat beban sesuai dengan kemampuan dan membuat nyaman saat

membawanya. Minta bantuan rekan jika beban terlalu besar atau terasa berat

untuk diangkat oleh satu orang.

g. Angkat dengan benar dan pastikan pijakan kuat. Jaga punggung tetap lurus,

tanpa melengkung atau membungkuk. Pusatkan tubuh di atas kaki, dapatkan

pegangan yang baik pada objek dan tarik hingga dekat dengan tubuh. Angkat

dengan kaki, bukan punggung.

h. Jika perlu untuk mengubah jalur, putar badan beserta kaki dan jangan hanya

memutar punggung saja.

i. Untuk benda yang berada di tempat tinggi, gunakan tangga yang kokoh untuk

mencapai beban tersebut. Dekatkan rak ke tubuh, lakukan semua perawatan

dengan lengan dan kaki, bukan punggung.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


j. Benda yang berada di bawah rak dan lemari membutuhkan perawatan ekstra.

Tarik benda ke tubuh sebelum mengangkat. Gunakan kaki untuk menambah

daya angkat.

Contoh teknik membawa pasien gawat darurat sesuai standar operasional

prosedur (SOP) di Rumah Sakit Mitra Medika Medan adalah:

a. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita. Nilai beban yang akan

dibawa

b. Dibawa secara bersama-sama dan bila merasa tidak mampu jangan

dipaksakan

c. Ke dua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit kedepan kaki sebelahnya

d. Berjongkok, jangan membungkuk saat mengangkat

e. Tangan yang memegang menghadap kedepan

f. Tubuh sedekat mungkin kebeban yang harus dibawa, bila terpaksa jarak

maksimal tangan dengan tubuh kita adalah 50cm

g. Jangan memutar tubuh saat mengangkat

5. Menahan (Holding) yaitu memegang obyek saat tubuh berada dalam posisi diam

(statis).

Gambar 2.5 Kegiatan Menahan (Holding)


Sumber : Aris, 2013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.1.3 Resiko dan Bahaya Patient Handling

Menurut Tarwaka (2013) patient handling akan dapat menyebabkan stres

pada kondisi fisik perawat (seperti; pengerahan tenaga, sikap tubuh yang dipaksakan

dan gerakan berulang) yang dapat mengakibatkan terjadinya cedera, energi terbuang

secara percuma dan waktu kerja tidak efisien. Untuk menghindarkan masalah-

masalah tersebut, maka organisasi perusahaan dapat meningkatkan keuntungan secara

langsung dengan memperbaiki atau menyesuaikan antara tuntutan tugas dengan

kemampuan perawat. Namun demikian, tetap perlu diingat bahwa secara umum

kemampuan perawat untuk melakukan perawatannya sangat bervariasi karena adanya

berbagai perbedaan, seperti umur, kondisik fisik, kekuatan, jenis kelamin, tinggi

badan dan faktor-faktor lainnya. Lebih lanjut, faktor-faktor resiko yang dominan yang

berkaitan dengan terjadinya cedera akibat risikopatient handling antara lain meliputi :

a. Sikap tubuh yang tidak alamiah dan dipaksakan (seperti: badan membungkuk

dan memuntar ke samping, jongkok, berlutut, dan lain-lain)

b. Gerakan berulang (seperti: sering menjangkau, mengangkat, membawa objek

kerja)

c. Pengerahan tenaga berlebihan (seperti: membawa atau mengangkat objek kerja

yang terlalu berat).

d. Sikap kerja statis (seperti: harus mempertahankan sikap diam untuk waktu yang

lama pada satu jenis aktivitas).

2.1.4 Faktor Stres Fisik pada Patient Handling

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Menurut Harianto (2010) Beratnya stres fisik akibat aktivitas mengangkat

beban bergantung pada beberapa faktor, yaitu:

1. Sikap kerja

Sikap kerja adalah posisi tubuh manusia secara keseluruhan saat bekerja. Pada

saat bekerja posisi tubuh tiap perawat berbeda yaitu postur kerja yang

merupakan posisi tubuh pada saat perawat melakukan aktivitasnya. Tubuh

adalah keseluruhan jasad manusia yang kelihatan dari ujung rambut sampai

ujung kaki. Sikap kerja adalah bentuk tubuh atau postur tubuh yang terlihat

dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Postur tubuh dibagi menjadi 6 bagian, yaitu:

a. Postur leher adalah posisi leher pada saat melakukan aktivitas kerja

b. Postur punggung adalah posisi punggung pada saat melakukan

aktivitas kerja seperti tegak lurus, ekstensi, dan membungkuk

c. Postur kaki adalah posisi kaki ketika melakukan aktivitas kerja

d. Postur lengan atas adalah posisi lengan atas ketika melakukan aktivitas

kerja

e. Postur lengan bawah adalah posisi lengan bawah ketika melakukan

aktivitas kerja

f. Postur pergelangan tangan adalah posisi pergelangan ketika

melakukan aktivitas kerja

Metode Penilaian Sikap Kerja Patient Handling

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Menurut Tarwaka (2013) Selama dilakukan perawatan Patient handling untuk

objek kerja yang berat (seperti; mengangkat, menahan, memindahkan dan

menurunkan objek), maka akan dapat menyebabkan resiko cedera atau menyebabkan

gangguan sistem muskuloskeletal, khususnya pada punggung. Metode pengukuran

yang biasanya digunakan dalam pengukuran postur kerja diantaranya adalah REBA.

REBA (Rapid Entire Body Assessment)

Metode REBA diperkenalkan oleh Sue Hignett dan Lynn McAtamney dan

diterbitkan dalam jurnal Applied Ergonomics tahun 2000. Metode ini merupakan hasil

kerja kolaboratif oleh tim ergonomis, fisioterapi, ahli okupasi dan para perawat yang

mengidentifikasi sekitar 600 posisi di rumah sakit. Metode REBA, memungkinkan

dilakukan suatu analisis secara bersama dari posisi yang terjadi pada anggota tubuh

bagian atas (lengan, lengan bawah, dan pergelangan tangan), badan, leher dan kaki.

Metode ini juga mendefinisikan faktor-faktor lainnya yang dianggap dapat

menentukan untuk penilaian akhir dari postur tubuh, seperti; beban atau force atau

gaya yang dilakukan, jenis pegangan atau jenis aktivitas otot yang dilakukan oleh

perawat. Hal ini memungkinkan untuk mengevaluasi baik posisi statis dan dinamis,

dan keadaan yang dapat menunjukkan adanya perubahan secara tiba-tiba pada postur

atau posisi tidak stabil. Dalam hal ini, perlu disebutkan apakah posisi anggota tubuh

bagian atas dilakukan dengan melawan gravitasi, karena faktor gravitasi berkaitan

erat dengan posisi tubuh seseorang. Untuk definisi segmen tubuh yang dianalisis

untuk serangkaian perawatan merupakan metode yang sederhana dengan variasi

beban, dan gerakan. Metode REBA merupakan suatu alat analisis postural yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sangat sensitif terhadap perawatan yang melibatkan perubahan mendadak dalam

posisi, biasanya sebagai akibat dari penanganan kontainer yang tidak stabil atau tidak

terduga. Penerapan metode ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resiko cedera

yang berkaitan dengan posisi, terutama pada otot-otot skeletal. Oleh karena itu,

metode ini dapat berguna untuk melakukan pencegahan resiko dan dapat sebagai

peringatan bahwa terjadi kondisi kerja yang tidak tepat di tempat kerja. Di bawah ini

dijelaskan secara ringkas keistimewaan aplikasi metode REBA untuk membantu

mempermudah implementasi di lapangan, sebagai berikut:

a. Metode REBA merupakan metode yang sangat sensitif untuk mengevaluasi

resiko, khususnya pada sistem muskuloskeletal.

b. Metode REBA, membagi menjadi segmen-segmen tubuh yang akan diberi kode

secara individu, dan mengevaluasi baik anggota badan bagian atas maupun

badan, leher dan kaki.

c. Metode ini digunakan untuk menganalisis pengaruh pada beban postural selama

penanganan kontainer yang dilakukan dengan tangan atau bagian tubuh lainnya.

d. Metode ini, dianggap relevan untuk jenis kontainer yang mempunyai pegangan.

e. Memungkinkan untuk melakukan penilaian terhadap aktivitas otot yang

disebabkan oleh posisi tubuh statis, dinamis, atau karena terjadinya perubahan

postur yang tak terduga atau tiba-tiba.

f. Hasilnya adalah untuk menentukan tingkat resiko cedera dengan menetapkan

tingkat tindakan korektif yang diperlukan dan melakukan intervensi untuk

perbaikan segera.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sebagai langkah nyata sebelum menggunakan metode REBA, maka perlu

dilakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Kita harus menentukan periode waktu observasi dengan mempertimbangkan

posisi tubuh perawat, dan jika memungkinkan tentukan siklus waktu kerja.

b. Jika terdapat perawatan dengan durasi waktu yang berlebihan perlu dilakukan

analisis secara detail.

c. Catat posisi yang berbeda yang dilakukan oleh perawat selama bekerja, baik

dengan rekaman video, atau melalui foto camera atau dengan memasukkan

waktu riil apabila memungkinkan selama proses observasi.

d. Lakukan identifikasi posisi untuk semua perawatan-perawatan yang dianggap

paling penting dan “berbahaya” untuk penilaian lebih lanjut dengan metode

REBA ini.

e. Metode REBA harus diaplikasikan secara terpisah untuk kedua sisi tubuh baik

kanan maupun kiri.

Informasi-informasi penting yang diperlukan di dalam aplikasi dengan metode

REBA antara lain harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Sudut antara bagian-bagian tubuh yang berbeda (badan, leher, kaki, lengan atas,

lengan bawah, pergelangan tangan) terhadap posisi tertentu, pengukuran ini

dapat dilakukan secara langsung pada perawat dengan menggunakan peralatan

ukur seperti; elektro-goniometer atau alat pengukur sudut lainnya yang relevan

atau dapat melalui foto camera, sehingga diperoleh titik pandang sudut bagi

tubuh yang diukur.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Beban atau force yang sedang dikerjakan oleh perawat dan dinyatakan dalam

kilogram.

c. Jenis pegangan kontainer yang dikerjakan secara manual atau dengan

menggunakan bagian tubuh lainnya.

d. Karakteristik aktivitas otot yang digunakan oleh perawat (pengerahan otot

statis, dinamis dan pengerahan otot secara mendadak atau tiba-tiba).

Pengembangan REBA terjadi dalam empat tahap. Tahap pertama adalah

pengambilan data postur perawat dengan menggunakan bantuan video atau foto,

tahap kedua adalah penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh perawat, tahap ketiga

adalah penentuan berat benda yang diangkat, penentuan coupling dan penentuan

aktivitas perawat. Tahap keempat adalah perhitungan nilai REBA untuk postur yang

bersangkutan. Dengan didapatnya nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko

dan kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan untuk perbaikan kerja. Penilaian

postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA melalui tahapan-tahapan

sebagai berikut (Hignett dan McAtamney, 2000) :

1. Pengambilan data postur perawat dengan menggunakan bantuan video atau

foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) perawat dari leher,

punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan

dengan merekam atau memotret postur tubuh perawat. Hal ini dilakukan supaya

peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil

rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan

serta analisis selanjutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh perawat. Setelah didapatkan hasil

rekaman dan foto postur tubuh dari perawat dilakukan perhitungan besar sudut

dari masing-masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh),

leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki.

Pada metode REBA segmen-segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan

kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan.

Dari data sudut segmen tubuh pada masing-masing grup dapat diketahui skornya,

kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan

tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing-masing tabel.

Gambar 2.6Range Pergerakan Punggung


Sumber: Occupational Health and Safety Act 1985

Berdasarkan gambar 2.6range pergerakan punggung merupakan gerakan yang

dilakukan oleh tubuh saat beraktivitas yang membentuk sudut tubuh. Sumbu tegak

lurus atau sumbu y adalah garis sejajar dari tulang belakang manusia.

Tabel 2.1 Skor Pergerakan Punggung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pergerakan Skor Perubahan skor
Tegak/ alamiah 1
0o-20oflexion
2
0o-20oextention +1 jika memutar/miring
20o-60oflexion kesamping
3
>20o extention
> 60oflexion 4
Sumber: Tarwaka, 2013
Tabel 2.1 pergerakan punggung menjelaskan pembobotan skor dari masing-

masing sudut tubuh.Nilai pergerakan 1 diberikan jika pergerakan tubuh pada saat

posisi tubuh tegak secara alamiah. Pergerakan tubuh extension maupun flexion yang

membentuk sudut mulai dari 0°- 20° bernilai skor sebesar 2, sedangkan pergerakan

tubuh membentuk sudut 20°-60° flexion dan lebih dari 20° extension bernilai 3, dan

pergerakan yang membentuk sudut lebih dari 60° flexion bernilai skor sebesar 4.

Skor-skor tersebut akan mendapatkan tambahan skor sebesar 1 jika saat bergerak

membentuk sudut tubuh terjadi gerakan memutar/tiring kesamping.

Gambar 2.7Range Pergerakan Leher


Sumber: Occupational Health and Safety Act 1985
Gambar 2.7 range pergerakan leher merupakan gambar yang menjelaskan

pergerakan yang dilakukan oleh leher manusia saat beraktivitas. Penentuan garis

vertikal atau sumbu y pada pergerakan leher berdasarkan garis lurus posisi leher dan

kepala, sedangkan garis horizontal atau sumbu x berdasarkan posisi bahu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 2.2 Skor Pergerakan Leher

Pergerakan Skor Perubahan skor


o o
0 -20 flexion 1 +1 jika memutar/miring
o
>20 flexion atau extention 2 kesamping
Sumber: Tarwaka, 2013
Tabel 2.2 skor pergerakan leher menjelaskan bobot skor dari pergerakan leher

yang dilakukan. Pergerakan leher membentuk sudut 0°- 20° flexion bernilai skor

sebesar 1, sedangkan pergerakan leher membentuk sudut lebih dari 20° flexion atau

extension bernilai skor 2. Skor akan bertambah 1 jika saat bergerak, leher melakukan

pergerakan memutar atau miring ke samping.

Gambar 2.8 Pergerakan Kaki


Sumber: Occupational Health and Safety Act 1985

Gambar 2.8 pergerakan kaki merupakan gambar yang menjelaskan pergerakan

kaki manusia saat beraktivitas.Terdapat dua pergerakan kaki yang dilakukan

yaitukaki yang tertopang sehingga bobot tersebar merata pada kedua kaki dan kaki

yang tidak tertopang atau bobot beban yang tersebar tidak merata.

Tabel 2.3 Skor Pergerakan Kaki

Pergerakan Skor Perubahan skor


Kaki tertopang, bobot tersebar merata, jalan +1 jika lutut antara 30o
1
atau duduk dan 60oflexion

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kaki tidak tertopang, bobot tersebar merata/ +2 Jika lutut >60oflexion
2
postur tidak stabil (tidak ketika duduk)
Sumber: Tarwaka, 2013

Gambar 2.9Range Pergerakan Lengan Atas


Sumber: Occupational Health and Safety Act 1985

Gambar 2.9range pergerakan lengan atas yang menunjukkan sudut-sudut

gerakan yang dilakukan oleh lengan bagian atas manusia saat beraktivias. Terdapat 4

bagian pembobotan sudut yang dilakukan antara lain untuk 0°-20° flexion maupun

axtension dengan bobot skor sebesar 1, pergerakan lengan atas flexion mulai dari

20°-45° dan lebih dari 20° extension berbobot 2, untuk pergerakan lengan atas flexion

dengan sudut 45°-90° berbobot skor sebesar 3, dan pergerakan lengan atas yang

terakhir adalah pergerakan flexion lebih dari 90° mendapatkan bobot skor sebesar 4.

Tabel 2.4 Skor Pergerakan Lengan Atas

Pergerakan Skor Perubahan skor


20 extention sampai 20o flexion
o
1 +1 jika posisi lengan :
>20o extention Adducted
2 Rotated
20o-45o flexion
+1 Jika bahu ditinggikan
45o-90o flexion 3 +1 Jika bersandar, bobot
lengan ditopang atau sesuai
> 90o flexion 4
gravitas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sumber: TTaarwaka, 2013

Bobot skor akan bertambah 1 apabila posisi lengan pada posisi adducted

ataupun rotated, jika bahu ditinggikan, dan jika bersandar atau bobot lengan ditopang

atau sesuai gravitasi. Tabel 2.4 merupakan rangkuman dari penjelas sebelumnya.

Bobot skor akan bertambah 1 apabila posisi lengan pada posisi adducted ataupun

rotated, jika bahu ditinggikan, dan jika bersandar atau bobot lengan ditopang atau

sesuai gravitasi. Tabel 2.4 merupakan rangkuman dari penjelas sebelumnya.

Gambar 2.10Range Pergerakan Lengan Bawah


Sumber: Occupational Health and Safety Act 1985

Gambar 2.10range pergerakan lengan bawah menunjukkan pergerakan lengan

bawah yang membentuk sudut-sudut tertentu saat bekerja. Terlihat pada tabel 2.5 skor

pergerakan lengang bawah.

Tabel 2.5 Skor Pergerakan Lengan Bawah

Pergerakan Skor
60o - 100o flexion 1
<20 flexion atau > 100oflexion
o
2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.11 Pergerakan Pergelangan Tangan
Sumber: Occupational Health and Safety Act 1985

Berdasarkan ilustrasi pada Gambar 2.11, maka diuraikan pergerakan yang

terjadi pada pergelangan tangan menjadi skor-skor.Tabel 2.6 merupakan rangkuman

dari skor terbebut.

Tabel 2.6 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan

Pergerakan Skor Perubahan skor


o o
0 - 15 flexion/ extention 1 +1 Jika pergelangan tangan
15o flexion/ extention 2 menyimpang/ berputar
Sumber: Tarwaka, 2013

Setelah skor-skor pergerakan tubuh didapatkan maka tabel-tabel tersebut

digunakan untuk mencari skor REBA pada tabel A maupun B. Tabel 2.6 merupakan

tabel untuk mencari skor pada bagian tubuh atas mulai dari pergerakan leher,

punggung, sampai dengan posisi kaki. Cara untuk mendapatkan nilai pada tabel A

yaitu dengan mengurutkan nilai-nilai yang didapat dari masing-masing segmen

pergerakan pada tabel A hingga mendapatkan hasil skor pada tabel tersebut. Skor

yang didapatkan pada tabel A akan bertambah apabila beban yang diberikan pada

operator saat bekerja memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

Tabel 2.7 Tabel A

Punggung
1 2 3 4 5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Leher = 1 Kaki
1 1 2 2 3 4
2 2 3 4 5 6
3 3 4 5 6 7
4 4 5 6 7 8
Leher = 2 Kaki
1 1 3 4 5 6
2 2 4 5 6 7
3 3 5 6 7 8
4 4 6 7 8 9
Leher = 3 Kaki
1 3 4 5 6 7
2 3 5 6 7 8
3 5 6 7 8 9
4 6 7 8 9 9
Beban
0 1 2 +1
<5 kg 5-10kg >10 kg Penambahan beban secara
tiba-tiba atau secara cepat
Sumber: Tarwaka, 2013

Tabel 2.7 merupakan tabel skor tubuh untuk mencari skor tubuh berdasarkan

segmen tubuh lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Cara untuk mencari

skor pada tabel B diurutkan skor-skor yang terdapat dari segmen tubuh sehingga

didapatkan skor tabel B. Skor yang diperoleh akan bertambah apabila memenuhi

syarat-syarat yang terdapat pada coupling saat bekerja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 2.8 Tabel B

TABEL B
Lengan Bawah
Lengan 1 2
Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan
1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
Sumber: Tarwaka, 2013

Tabel 2.9 Tabel B Jenis Pegangan

Coupling Skor Keterangan


Baik 0 Kekuatan pegangan baik
Sedang Pegangan bagus tapi tidak ideal atau kopling
Kurang baik 1 cocok dengan bagian tubuh
2 pegangan tangan tidak sesuai walaupun mungkin Kaku,
Tidak dapat 3 pegangan tangan tidak nyaman, tidak ada pegangan
diterima atau kopling tidak sesuai dengan bagian tubuh
Sumber: Tarwaka, 2013

Tabel 2.9 merupakan tabel skor REBA yang akan digunakan untuk

mengetahui risk level dari kegiatan yang dilakukan manusia saat bekerja. Caranya

dengan mengurutkan nilai dari tiap tabel yang telah didapatkan, skor pada tabel C

akan bertambah apabila aktivitas yang dilakukan oleh manusia atau perawat

memenuhi kriteria activity score.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 2.10 Tabel C

Skor A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
Skor B
7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Activity Skor
+1 Jika pengulangan +1 Jika gerakan
+1 Jika 1 atau lebih
gerakan dalam rentang menyebabkan perubahan
bagian tubuh statis,
waktu singkat, diulang lebih atau pergeseran atau
ditahan lebih dari 1
dari 4 kali permenit (tidak pergeseran postur yang
menit
termasuk berjalan) cepat dari posisi awal
Sumber: Tarwaka, 2013

Setelah skor pada tabel C didapatkan maka langkah selajutnya adalah

menentukan termasuk kedalam kategori apa kegiatan manusia atau operator yang

diamati. Terlihat pada Tabel 2.11 yang merupakan rangkuman dari risklevel tabel

REBA.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 2.11 Standar Kinerja Berdasarkan Skor Akhir

Skor Tingkat Tingkat Katagori sikap


Tindakan
Akhir Aksi Risiko kerja
Sangat Tidak ada tindakan yang Ergonomis
1 0
rendah diperlukan
Mungkin diperlukan
2-3 1 Rendah
tindakan
4-7 2 Sedang Diperlukan tindakan Tidak
8-10 3 Tinggi Diperlukan tindakan segera ergonomis
Sangat Diperlukan tindakan
11-15 4
Tinggi sesegera mungkin

Aplikasi metode REBA ini dapat digunakan sebagai pedoman penilaian dari

suatu posisi atau postur tubuh perawat, dengan maksud untuk menentukan, apakah

perlu dilakukan atau tidak suatu tindakan korektif pada posisi kerja tertentu. Selain

itu, skor individu yang diperoleh pada segmen tubuh, beban, pegangan dan aktivitas

otot dapat membantu dalam penyelesaian permasalahan ergonomi sehingga dapat

dilakukan upaya pencegahan risiko dan menciptakan kenyamanan kerja.

2. Umur

Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan

akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi

karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun

sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat. Sebagai contoh, Bettie, et

al. (1989) telah melakukan studi tentang kekuatan statik otot untuk pria dan

wanita dengan usia antara 20 sampai dengan di atas 60 tahun. Penelitian

difokuskan untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya

umur. Pada saat umur mencapai 60 tahun, rerata kekuatan otot menurun

sampai 20%. Pada saat kekuatan otot mulai menurun inilah maka resiko

terjadinya keluhan otot akan meningkat. Riihimaki, et.al. (1989) menjelaskan

bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan sistem

muskuloskeletal, terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa

ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya

keluhan otot.

3. Masa kerja

Adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali perawat masuk kerja

hingga saat penelitian berlangsung. Perawatan fisik yang dilakukan secara

kontinyu dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh terhadap

mekanisme dalam tubuh. Lamanya perawat bekerja di suatu industri,

mempengaruhi kesakitan nyeri otot yang dirasakan (Amalia, 2007). Seseorang

yang bekerja dengan baik dipengaruhi oleh lama kerjanya di mana

kemampuan fisik akan berangsur manurun dengan bertambahnya. Masa kerja

akibat kelelahan dari perawatan dan dapat diperberat bila dalam melakukan

perawatan fisik perawat tidak melakukan variasi dalam bekerja. Lama kerja

akan menyebabkan kontraksi otot-otot penguat penyangga perut secara terus-

menerus dalam waktu lama (Suma’mur, 2014). Masa kerja merupakan sifat

karakteristik menurut waktu. Proses perubahan yang berhubungan dengan

perjalanan waktu membutuhkan pertimbangan tentang variabel ini dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


analisis berbagai faktor yang berhubungan dengan tempat dan orang. Di

samping itu, faktor waktu merupakan faktor yang cukup penting dalam

menentukan definisi setiap ukuran epidemiologis dan merupakan komponen

dasar dalam konsep penyebab. Perubahan sekular adalah perubahan yang

terjadi sedikit demi sedikit dalam jangka waktu lama yang biasanya terjadi

setelah sekian tahun (≥ 5 tahun) yang menampakkan perubahan keadaan

penyakit kematian yang cukup berarti, dalam interaksi antara pejamu/orang,

penyebab/agent dan lingkungan. (Nasry, 2008).

4. Ukuran Tubuh (antropometri)

Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan masa

tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem

muskuloskeletal. Menurut WHO (2005) indeks massa tubuh (IMT)

dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus (<18,5) normal (18,5-25) dan gemuk

(>25). Jika seseorang mengalami kelebihan berat badan maka orang tersebut

akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan

mengontraksikan otot punggung bawah. Temuan lain menyatakan bahwa pada

tubuh yang tinggi umumnya sering menderita keluhan sakit punggung, tetapi

tubuh tinggi tidak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu

dan pergelangan tangan. Apabila dicermati, keluhan sistem muskuloskeletal

yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi

keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban, baik beban berat

tubuh maupun beban tambahan lainnya. Sebagai contoh, tubuh yang tinggi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pada umumnya mempunyai bentuk tulang yang langsing sehingga secara

biomekanik rentan terhadap beban tekan dan rentan terhadap tekukan, oleh

karena itu mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya keluhan

sistem muskuloskeletal.

Penggunaan IMT hanya untuk dewasa berumur 18 tahun keatas dan tidak

dapat diterapkan pada bayi, anak, ibu hamil dan olahragawan. Batas ambang

IMT ditentukan merujuk ketentuan FAO atau WHO. Untuk kepentingan

Indonesia batas ambang dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil

penelitian di beberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan

batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut.

Berat Badan (kg)


IMT=
Tinggi Badan (m)x Tinggi Badan (m)

Tabel 2.12. Batas Ambang Indeks Massa Tubuh (IMT)

Nilai IMT (Kg/m2) Artinya


18,4 Kg/m2ke bawah Berat badan kurang
18,5 Kg/m2 – 23,9Kg/m2 Berat badan ideal
29 Kg/m2 – 29,9 Kg/m2 Berat badan lebih
30 Kg/m2 – 39,9 Kg/m2 Gemuk
40 Kg/m2ke atas Sangat gemuk
(Sumber: Kemenkes RI, 2003)

2.1.5 RisikoPatient Handling

1. Cedera Tulang Belakang

Proses kerja patient handling di lingkungan tempat kerja dapat menyebabkan

cedera, terutama terjadinya kenyerian pada pinggang dan punggung. Tindakan

mengangkat berulang-ulang, sikap tubuh yang dipaksakan dan berdiri pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


permukaan lantai yang tidak rata, dan lain-lainakan menyebabkan nyeri pada otot

pinggang dan punggung. Pada saat “disc” mulai melemah, maka akan mulai terjadi

penonjolan. Tonjolan disc akan memberikan tekanan pada syaraf bagian dalam dan

sekitar disc yang dirasakan sebagai suatu kenyerian. Jika tekanan pada disk terus

berlanjut, maka dinding bagian luar disc akan pecah atau terjadi “hernia”. Kondisi

ketidakstabilan ini akan dapat memberikan tekanan lebih pada syaraf-syaraf

sekitarnya dan juga menyebabkan stres pada ligament.

Sebagai tambahan untuk nyeri pinggang yang berkaitan dengan masalah disc,

kenyerian secara umum dapat dihubungkan dengan gangguan ketegangan otot dan

ligament. Gangguan berupa kenyerian tersebut terjadi pada saat tulang belakang

membungkuk satu arah terlalu jauh, membungkuk secara berulang, atau pada saat

posisi membungkuk dengan membawa beban (Tarwaka, 2013).

2. Cedera pada Nyeri Pungung

Menurut Tarwaka (2013) Cedera atau keluhan muskuloskeletal jarang sekali

disebabkan karena kejadian atau kecelakaan tunggal. Pada beberapa kasus, suatu

kecelakaan mungkin menyebabkan tertariknya otot. Tetapi sebenarnya otot sendiri

tidak mengalami kesakitan sampai beberapa minggu atau beberapa bulan setelah

aktivitas mengangkat secara repetitif atau sikap tubuh yang dipaksakan pada waktu

bekerja. Pada kasus yang lain, aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan

membawa beban secara repetitif yang berlangsung lama (beberapa bulan atau

beberapa tahun) tidak menjadi penting sampai suatu aktivitas mengangkat secara

tunggal menyebabkan kenyerian yang signifikan oleh karena penonjolan atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pecahnya disc. Punggung adalah bagian yang rentan oleh karena mekanisasi tubuh

manusia dan tipe jaringan serta struktur yang membentuk tulang belakang. Sebagai

dasar argumentasinya adalah bahwa kekuatan yang menekan secara kompresif

(compressive force) pada tulang belakang terbesar terjadi pada daerah tersebut dan

konsekuensinya dapat menyebabkan kerusakan pada disc yang berada diantara

masing-masing vertebra.

Sebagai contoh, seorang perawat mengangkat beban seberat 10 kg, dengan

jarak dari tubuh adalah 50 cm, maka akan menghasilkan tekanan kompresif pada disc

di titik fulkrum sekitar 200 kg. Dapat dipahami bahwa tekanan kompresif tersebut

adalah 20 kali lebih berat dari berat objek/beban yang diangkat. Dalam hal ini, tidak

hanya jarak beban dari tubuh yang menyumbangkan tekanan kompresif yang besar,

tetapi juga berat tubuh yang membungkuk ke depan. Tidak hanya otot pada bagian

belakang yang bekerja untuk menopang beban, tetapi juga berat tubuh bagian atas.

Dalam hal demikian, bahkan jika seseorang tidak mengangkat objek sekalipun,

tekanan kompresif yang besar tetap dihasilkan hanya untuk mempertahankan tubuh di

dalam posisi membungkuk ke depan tersebut (Tarwaka, 2013).

2.1.6Risiko Patient Handling diRumah Sakit

Setelah tindakanpatient handling yang beresiko telah diidentifikasi, maka

langkah selanjutnya adalah menilai setiap resiko yang telah diidentifikasi tersebut

secara detail untuk mencoba menemukan penyebab timbulnya resiko patient

handling. Secara singkat, aspek-aspektindakan patient handling yang dapat dinilai

antara lain meliputi tindakan yang berkaitan dengan:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Tindakan dan pergerakan perawat.

2. Layout tempat kerja dan stasiun kerja.

3. Posisi dan sikap kerja.

4. Durasi dan frekuensi patient handling.

5. Jarak dan tempat terhadap beban yang akan dipindahkan.

6. Berat beban.

7. Pengerahan tenaga.

8. Karakteristik beban dan peralatan kerja.

9. Organisasi dan lingkungan kerja.

10. Ketrampilan kerja dan pengalaman Kerja.

11. Karakteristik personel perawat, pakaian kerja, dan lain-lain.

Pengaruh lingkungan kerja dalam aktivitas patient handling mempunyai efek

pada kemungkinan munculnya cedera. Antara lain:

a. Ruang gerak yang tersedia membatasi keleluasaan gerak tubuh.

b. Lantai tempat kerja tidak rata atau licin.

c. Terdapat ketinggian lantai atau permukaan kerja yang bervariasi atau tangga

lantai.

d. Pencahayaan yang cukup memadai.

e. Suhu udara dan kelembapan terlalu ekstrim.

1. Faktor kemampuan Individu

Kemampuan bekerja yang berkaitan dengan patient handling secara aman

sangat bervariasi antara individu yang satu dengan lainnya.Antara lain:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Tindakan yang membutuhkan suatu kekuatan, ketinggian, dan jarak yang

berlebihan.

b. Tindakan yang memakai pakaian kerja yang sesuai dan aman serta

menggunakan sepatu yang nyaman.

c. Perawat wanita yang sedang hamil yang mengerjakan tindakanpatient

handling di rumah sakit.

2.1.7 Pengendalian Risiko Patient Handling diRumah Sakit.

Pengendalian resiko merupakan suatu proses untuk menghilangkan atau

menurunkan faktor resiko yang telah diidentifikasi dan dinilai sebelumnya.Secara

umum perbaikan ergonomi adalah membuat suatu perubahan untuk menyesuaikan

antara tuntutan tugas-tugas yang dikerjakan dengan kemampuan, kebolehan, dan

limitasi perawat. Terdapat banyak pilihan alternatif tergantung pada kondisi dan

keadaan perawatan patient handling itu sendiri.

1. Pengendalian Perbaikan rekayasa.

a. Penggunaan alat bantu mekanik.

Dapat dilakukan dengan penggunaan alat bantu mekanik (Machanical

Aids of Handling). Alat ini banyak tersedia dipasaran maupun toko-toko

alat kesehatan, sehingga diperlukan pertimbangan yang cukup cermat

dalam pemilihan dan penyesuaian terhadap jenis perawatan patient

handlingyang banyak dikerjakan di tempat kerja terutama di rumah

sakit. Ilustrasi gambar dibawah ini merupakan jenis-jenis alat bantu

mekanik yang dapat digunakan untuk membantu memperbaiki proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kerja pada perawatan patient handling yang ada di rumah sakit.

Perbaikan layout perawatan.

b. Pemindahan benda-benda yang mengganggu.

c. Lingkungan kerja.

d. Buat objek kerja lebih mudah dipegang.

e. Redesain objek kerja menjadi lebih kecil atau lebih mudah.

f. Redesain perawatan.

2. Pengendalian Administratif.

Termasuk dalam merubah praktek kerja atau merubah cara kerja. Perbaikan

ini memerlukan monitoring yang terus menerus dari pihak manajemen dan

umpan balik dari para perawat untuk memastikan bahwa implementasi

sarana perbaikan telah dapat berjalan secara efektif. Selanjutnya perbaikan

administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

a. Keterlibatan organisasi perawat.

b. Penggunaan petunjuk-petunjuk spesifik dari RS.

c. Penyediaan perawatan yang bervariasi.

d. Tim kerja.

e. Pertimbangan personel perawat.

f. Hindarkan perawatan patient handling yang dipaksakan.

g. Buat objek kerja lebih stabil.

h. Buat objek kerja menjadi lebih aman pada saat dikerjakan.

i. Modifikasi praktek kerja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 2.13Identifikasi Manajemen Bahaya Risiko Patient Handling di Rumah Sakit
Identifikasi
No Jenis Perawatan Penilaian Resiko Pengendalian Resiko
Bahaya
1 Memindahkan pasien ke 1. Low Back 1. Perawatan 1. Gunakan alat mekanik untuk menghilangkan
kasur yang lain Pain dilakukan aktifitas mengangkat
2. Menambah dengan 2. Posisi membungkuk dikurangi agar tidak
cidera pasien membungkuk terjadi low back pain.
3. MSDs (stres pada 3. Reposisi perawat sebelum dan saat
(Musculoskele pinggang). mengangkat.
tal desease) 2. Kasur tidak 4. Relayout proses kerja, sehingga kebutuhan
atau MSI dimacetkan bisa untuk memindahkan material dapat dikurangi,
(Musculoskele terjatuh. 5. Redesain stasiun kerja dengan ketinggian yang
tal injuries) 3. Pasien banyak distel untuk menghilangkan tubuh
gerak dapat membungkuk saat mengangkat objek.
menyebabkan 6. Penggunaan petunjuk-petunjuk yang benar.
kurangnya 7. Rotasi perawat yang mengangkat pasien.
keseimbangan. 8. Mempertimbngkan personel perawat.
4. Obyek yang 9. Diberikan lubang pegangan tangan
diangkat cukup (handholds) untuk meningkatkan kemampuan
berat. mengangkat sampai 15%
10. Memindahkan benda-benda yang mengganggu
di dalam ruang kerja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lanjutan Tabel 2.13 (Lanjutan)

Identifikasi
No Jenis Perawatan Penilaian Resiko Pengendalian Resiko
Bahaya
2 Mendorong pasien 1. Menambah 1. Lantai kerja licin 1. Memindahkan benda-benda yang mengganggu
menggunakan kursi cidera pasien bisa terjatuh. di dalam ruang kerja.
roda 2. MSDs 2. Apabila 2. Pengunaan petunjuk-petunjuk yang benar.
(Musculoskele melewati turunan 3. Mengontrol lantai agar jangan sampai licin.
tal desease) dengan posisi 4. Apabila melewati turunan, posisi pendorongan
atau MSI seperti itu dapat diganti dengan ditarik dengan membelakangi
(Musculoskele terjelungkup. jalan.
tal injuries) 3. Perawat 5. Adanya rotasi perawat yang mendorong kursi
3. Kram pada mendorong kursi roda.
tangan dengan agak 6. Redesain kursi roda agar pegangan dapat
4. Terpeleset membungkuk. dinaikkan sesuai postur yang mendorong.
lantai licin 7. Dapat juga pergantian orang yang mendorong
5. Tangan akan sesuai postur agar tidak membungkuk.
merasa capek
6. Low back
pain

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LanjutanTabel 2.13(Lanjutan)
Identifikasi
No Jenis Perawatan Penilaian Resiko Pengendalian Resiko
Bahaya
3 Mengangkat Pasien 1. Low Back 1. Perawatan 1. Gunakan alat mekanik untuk menghilangkan
Dari Kasur Ke Kursi Pain dilakukan aktifitas mengangkat.
Roda 2. Menambah dengan 2. Posisi membungkuk dikurangi agar tidak
cidera pasien membungkuk terjadi low back pain.
3. MSDs (stres pada 3. Reposisi perawat sebelum dan saat
(Musculoskele pinggang). mengangkat.
tal desease) 2. Perawat 4. Relayout proses kerja, sehingga kebutuhan
atau MSI melakukan untuk memindahkan material dapat dikurangi,
(Musculoskele perawatan di luar 5. Redesain stasiun kerja dengan ketinggian yang
tal injuries) power zonenya. distel untuk menghilangkan tubuh
4. Kesemutan 3. Beban atau objek membungkuk saat mengangkat objek.
5. Cepat yang dikerjakan 6. Penggunaan petunjuk-petunjuk yang benar.
merasa capek lebih berat. 7. Rotasi perawat yang mengangkat pasien.
4. Apabila lantai 8. Mempertimbngkan personel perawat.
licin bisa 9. Diberikan lubang pegangan tangan (handholds)
terjatuh. untuk meningkatkan kemampuan mengangkat
5. Pengangkatan sampai 15%.
dengan posisi 10. Memindahkan benda-benda yang mengganggu
yang kurang di dalam ruang kerja.
tepat. 11. Penambahan perawat untuk mengangkat
pasien.
12. Bekerja sesuai dengan power zone.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lanjutan Tabel 2.13 (Lanjutan)

Identifikasi
No Jenis Perawatan Penilaian Resiko Pengendalian Resiko
Bahaya
4 Menarik Tempat Tidur 1. Menambah 1. Perawat 1. Reposisi perawat saat mendorong.
Pasien cidera pasien menarik kasur 2. Penggunaan petunjuk-petunjuk yang benar.
2. MSDs tidak sesuai 3. Rotasi perawat yang mendorong kasur pasien.
(Musculoskele dengan prosedur. 4. Memindahkan benda-benda yang mengganggu
tal desease) 2. Lantai di dalam ruang kerja.
atau MSI kerja licindapat 5. Mengontrol lantai agar jangan sampai licin.
(Musculoskele terpeleset, dan
tal injuries) terjatuh.
3. Keseleo
4. Cidera pada
bahu
5 Mengangkat Pasien 1. Low Back 1. Perawatan 1. Gunakan alat mekanik untuk menghilangkan
Dari Kursi Roda Ke Pain dilakukan aktifitas mengangkat.
Kasur 2. Menambah dengan 2. Bekerja sesuai dengan power zone.
cidera pasien membungkuk 3. Posisi membungkuk dikurangi agar tidak
3. MSDs (stres pada terjadi low back pain.
(Musculoskele pinggang). 4. Reposisi perawat sebelum dan saat
tal desease) 2. Perawat mengangkat.
atau MSI melakukan 5. Relayout proses kerja, sehingga kebutuhan
(Musculoskele perawatan di untuk memindahkan material dapat dikurangi,
tal injuries) luar power 6. Redesain stasiun kerja dengan ketinggian yang
zonenya. distel untuk menghilangkan tubuh
3. Beban atau membungkuk saat mengangkat objek.
objek yang 7. Penggunaan petunjuk-petunjuk yang benar.
dikerjakan berat 8. Rotasi perawat yang mengangkat pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lanjutan Tabel 2.13 (Lanjutan)

Identifikasi
No Jenis Perawatan Penilaian Resiko Pengendalian Resiko
Bahaya
9. Mempertimbngkan personel perawat.
10.Diberikan lubang pegangan tangan
(handholds) untuk meningkatkan kemampuan
mengangkat sampai 15%.
11.Memindahkan benda-benda yang mengganggu
di dalam ruang kerja.
1. Penambahan perawat untuk mengangkat
pasien.
6 Mengangkat 3 Orang 1. Keseleo 1. Pengangkatan 2. Pengangkatan sesuai pada power zone.
2. Low Back Tidak Pada 3. Perlu adanya reposisi saat pengangkatan.
Pain Power Zone. 4. Penyaranan kepada pasien untuk tenang dan
3. Menambah 2. Apabila pasien tidak banyak bergerak.
cidera pasien bergerak maka 5. Menggunakan mechanical lift dalam
4. MSDs keseimbangan pengangkatan.
(Musculoskele akan berkurang 6. Perlunya tambahan orang untuk mengawasi
tal desease) sehingga dari sisi samping kanan pasien agar tidak
atau MSI memungkinkan terjatuh.
(Musculoskele untuk terjatuh. 7. Pemacetan pada roda agar kasur tidak
tal injuries) 3. Perawat bergerak.
menggunakan 7. Relayout proses kerja, sehingga kebutuhan
punggung untuk memindahkan material dapat dikurangi,
sebagai topangan 8. Redesain stasiun kerja dengan ketinggian yang
/ tumpuan ketika distel untuk menghilangkan tubuh
berdiri. membungkuk saat mengangkat objek.
9. Penggunaan petunjuk-petunjuk yang benar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lanjutan Tabel 2.13(Lanjutan)
Identifikasi
No Jenis Perawatan Penilaian Resiko Pengendalian Resiko
Bahaya
4. Perawat terlalu 10.Diberikan lubang pegangan tangan
membungkuk (handholds) untuk meningkatkan kemampuan
saat mengangkat sampai 15%.
mengangkat 11.Memindahkan benda-benda yang mengganggu
pasien. di dalam ruang kerja.
5. Apabila roda
tidak
dimacetkan
maka kasur
akan bergerak.
7 Mengangkat Dengan 1. Menambah 1. Metode 1. Gunakan alat mekanik untuk menghilangkan
Menahan Tangan cidera pada pengangkatan aktifitas mengangkat.
Pasien bahu pasien pasien yang 2. Bekerja sesuai dengan power zone.
2. MSDs kurang tepat. 3. Posisi membungkuk dikurangi agar tidak
(Musculoskele 2. Apabila perawat terjadi low back pain.
tal desease) tidak kuat/ 4. Reposisi perawat sebelum dan saat
atau MSI kurang mengangkat.
(Musculoskele konsentrasi bisa 5. Relayout proses kerja, sehingga kebutuhan
tal injuries) mengakibatkan untuk memindahkan material dapat dikurangi,
3. Kram pada terjatuh. 6. Redesain stasiun kerja dengan ketinggian yang
tangan 3. Pengangkatan distel untuk menghilangkan tubuh
4. Terjatuh tidak pada membungkuk saat mengangkat objek.
power zone 7. Penggunaan petunjuk-petunjuk yang benar.
8. Rotasi perawat yang mengangkat pasien.
9. Mempertimbngkan personel perawat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lanjutan Tabel 2.13 (Lanjutan)
Identifikasi
No Jenis Perawatan Penilaian Resiko Pengendalian Resiko
Bahaya
4. Perawat harus 10. Diberikan lubang pegangan tangan (handholds)
membungkuk untuk meningkatkan kemampuan mengangkat
ketika sampai 15%.
mengangkat 11. Memindahkan benda-benda yang mengganggu
pasien. di dalam ruang kerja.
5. Lengan 1. Penambahan perawat untuk
perawat mengkoordinasikan dalam mengangkat pasien.
menjepit
lengan pasien
bisa
menyebabkan
cidera.
8 Mengangkat Pasien 1. Low Back 1. Perawatan 1. Gunakan alat mekanik untuk menghilangkan
Dengan Menggunakan Pain dilakukan aktifitas mengangkat.
Selimut 2. Menambah dengan 2. Bekerja sesuai dengan power zone.
cidera pasien membungkuk 3. Posisi membungkuk dikurangi agar tidak
3. MSDs (stres pada terjadi low back pain.
(Musculoskele pinggang). 4. Reposisi perawat sebelum dan saat
tal desease) 2. Perawat mengangkat.
atau MSI melakukan 5. Relayout proses kerja, sehingga kebutuhan
(Musculoskele perawatan di untuk memindahkan material dapat
tal injuries) luar power dikurangi,
4. Terjatuh zonenya. 6. Redesain stasiun kerja dengan ketinggian
3. Beban atau yang distel untuk menghilangkan tubuh
objek yang membungkuk saat mengangkat objek.
dikerjakan berat 7. Penggunaan petunjuk-petunjuk yang benar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lanjutan Tabel 2.13(Lanjutan)
Identifikasi
No Jenis Perawatan Penilaian Resiko Pengendalian Resiko
Bahaya
8. Rotasi perawat yang mengangkat pasien.
9. Mempertimbngkan personel perawat.
10. Diberikan lubang pegangan tangan
(handholds) untuk meningkatkan kemampuan
mengangkat sampai 15%.
11. Memindahkan benda yang mengganggu di
dalam ruang kerja.
12. Penambahan perawat untuk
mengkoordinasikan dalam mengangkat
pasien.
9 Mengangkat Objek Di 1. MSDs 1. Dokter melihat 1. Reposisi perawat.
Atas Bahu (Musculoskele hasil rontgen 2. Redesain stasiun kerja.
tal desease) dengan 3. Pemberian pencahayaan yang cukup untuk
atau MSI mengangkat melihat alat rontgen.
(Musculoskele tangan di atas 4. Menggunakan alat penglihat hasil rontgen
tal injuries) bahu dapat yang disertai dengan cahaya yang cukup.
2. Cidera Bahu cepat merasa 5. Penggunaan petunjuk teknis yang benar.
3. Capek pada capek. 6. Bekerja sesuai dengan power zone.
tangan 2. Bahu akan
cidera lama-
lama, dan otot
akan merasa
ketarik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lanjutan Tabel 2.13 (Lanjutan)
Identifikasi
No Jenis Perawatan Penilaian Resiko Pengendalian Resiko
Bahaya
10 Sedang Mengoperasi 1. Low Back 1. Kurang 1. Reposisi perawat
Pasien Pain konsentrasi 2. Redesain stasiun kerja dengan cara menyetel
2. MSDs dapat terjadi meja operasi agar bisa dinaikturunkan.
(Musculoskele malpraktik. 3. Relayout stasiun kerja untuk pencahayaan agar
tal desease) 2. Dokter bekerja konsentrasi dokter tetap tinggi.
atau MSI dengan posisi 4. Penggunaan petunjuk teknis yang benar.
(Musculoskele membungkuk. 5. Perlu adanya asisten dokter dan tidak cuma
tal injuries) 3. Pencahayaan satu yang senantiasa membantu dokter.
3. Malpraktik mempengaruhi 6. Bekerja sesuai dengan power zone.
konsentrasi
dokter.
( Sumber: Aris, 2013)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa perawatan yang paling

beresiko adalah ketika mengangkat pasien. Karena perawatannya dapat membuat

perawat menjadi low back pain maupun MSDs (Musculoskeletal desease) atau MSI

(Musculoskeletal injuries). Hal ini dikarenakan punggung yang membungkuk akan

lebih beresiko terkena Low Back Pain maupun MSDs (Musculoskeletal desease) atau

MSI (Musculoskeletal injuries). Sebab, punggung sebagai tumpuan, sehingga apabila

dalam waktu yang lama akan merasakan rasa sakit ataupun nyeri pada punggung.

Namun, tidak menutup kemungkinan adalah ketika perawat memberikan

tindakan pada pasiennya. Karena hal ini butuh ketelitian dan konsentrasi yang tinggi.

Sehingga apabila teledor, maka akan terjadi malpraktik. Hal ini juga membahayakan

nyawa pasien. Oleh sebab itu perlu adanya pengendalian resiko.

Untuk penilaian dengan resiko paling tinggi menurut saya adalah 1,3,5,6,7,8

yaitu ketika perawat mengangkat pasien. Terutama nomor 5. Karena pada gambar

perawatnya adalah seorang wanita, sedangkan pasiennya seorang laki-laki yang

notabene juga cukup berat. Dilihat dari gambar sang pasiennya lebih besar dari

perawatnya. Padahal perawat tersebut hanya bekerja sendirian. Hal ini apabila

dilakukan secara terus menerus maka si perawat akan cepat terkena Low Back Pain

atau MSDs.

Untuk penilaian dengan resiko paling kecil menurut saya adalah nomor 4 dan

9. Namun lebih menunjuk kepada nomor 5. Karena tidak berhubungan dengan nyawa

seseorang dan juga resiko yang ditimbulkan tidak terlalu beresiko parah, hanya

dibagian tangan dan bahu. Namun keduanya baik yang beresiko tinggi maupun

73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74

rendah tetap harus dikendalikan agar tidak terjadi penyakit akibat kerja maupun

kecelakaan akibat kerja.

2.2 Keluhan Muskuloskeletal (Musculoskeletal Disorders - MSDS)

Keluhan musculoskeletal (musculoskeletal disorders) merupakan penyakit

yang paling sering dilaporkan diantara sekian banyak penyakit akibat kerja. Data

statistic the health and safety executive (HSE) 2009/10, menunjukkan bahwa

musculoskeletal disorders merupakan penyakit yang paling banyak dilaporkan yaitu

sebanyak 53% dan mengakibatkan kehilangan hari kerja sebesar 37%.

Gambar 2.12 Diagram Jumlah Kasus Musculoskeletal Disorders


(Sumber: The Health and Safety Statistic 2009/2010 UK )

2.2.1 Definisi

Keluhan muskuloskeletal (musculoskeletal disorders) adalah keluhan pada

bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan mulai dari keluhan sangat sampai berat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

Apabila otot menerima beban secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan

dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament dan tendon.

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu; 1) keluhan

sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban

statis dan dapat segera hilang apabila pembebanan dihentikan, 2) keluhan menetap

(irreversible), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Sakit pada otot masih

dirasakan walaupun pembebenan kerja telaah dihentikan (Tarwaka, 2013).

Studi tentang keluhan muskuloskeletal (musculoskeletal disorders) telah

banyak dilakukan dan hasil studi tersebut menunjukkan bahwa bagian otot yang

sering dikeluhkan adalah otot skeletal seperti otot leher, bahu, lengan, tangan, jari,

punggung, pinggang dan otot- otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal

tersebut, yang banyak dialami oleh perawat adalah otot bagian pinggang (low back

pain=LBP(Tarwaka, 2013).

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang

berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi

pembebanan yang panjang. Sebaliknya keluhan otot tidak akan terjadi apabila

kontraksi otot hanya berkisar 15%-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun

apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang

menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan.

Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolism karbohidrat terhambat dan

sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa

nyeri otot (Suma’mur, 1982)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

2.2.2 Metode Penilaian Keluhan Musculoskeletal (Nordic Body Map)

Metode Nordic Body Map merupakan metode yang digunakan untuk menilai

tingkat keparahan (severity) atas terjadinya gangguan atau cedera pada otot rangka.

Metode ini telah secara luas digunakan oleh para ahli ergonomi dan mempunyai

validitas dan reabilitas yang cukup baik. Dalam aplikasinya, metode Nordic Body

Map dengan menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh (body map) merupakan

cara yang sangat sederhana, mudah dipahami, murah dan memerlukan waktu yang

sangat singkat (±5 menit) per individu. Observer dapat langsung mewawancarai atau

menanyakan kepada responden, pada otot-otot rangka bagian mana saja yang

mengalami gangguan nyeri atau sakit atau dengan menunjuk langsung pada setiap

otot rangka sesuai yang tercantum dalam lembar kerja kuesioner Nordic Body Map

(Tarwaka, 2015).

Nordic Body Map meliputi 28 bagian otot-otot skeletal pada kedua sisi tubuh

kanan dan kiri, yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas, yaitu otot leher sampai

dengan bagian paling bawah, yaitu otot pada kaki. Melalui kuesioner Nordic Body

Map, maka akan dapat diketahui bagian-bagian otot mana saja yang mengalami

gangguan nyeri atau gangguan tingkat rendah (tidak ada gangguan/cedera) sampai

dengan gangguan tingkat tinggi (gangguan sangat sakit).

Gangguan pada otot rangka, biasanya merupakan gangguan yang bersifat

kronis, artinya gangguan ini sering dirasakan beberapa lama setelah melakukan

aktivitas dan sering meninggalkan residu yang dirasakan pada hair-hari berikutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

Penilaian dengan menggunakan kuisioner Nordic Body Map dapat dilakukan

dengan berbagai cara, misalnya dengan menggunakan 2 jawaban sederhana, yaitu

“YA“(ada gangguan atau rasa sakit pada otot rangka) dan “TIDAK“ (tidak ada

gangguan atau tidak ada rasa sakit pada otot rangka) (Tarwaka, 2015).

Berikut ini adalah contoh desain penilaian dengan 2 skala gutman:

1. Skor 0 = Tidak ada gangguan/kenyerian atau tidak ada rasa sakit sama sekali

yang dirasakan oleh perawat (tidak sakit).

2. Skor 1 = perawat merasakan adanya gangguan/kenyerian atau sakit pada otot

rangka (sakit).

Selanjutnya, setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian kuisioner,

maka langkah berikutnya adalah menghitung total skor individu dari seluruh otot

rangka yang diobservasi. Pada desain 2 skala gutman ini, maka akan diperoleh skor

individu terendah adalah sebesar 14 dan skor tertinggi 28. Langkah terakhir dari

aplikasi Nordic Body Map ini adalah melakukan upaya perbaikan pada perawatan

maupun posisi/postur kerja, jika diperoleh hasil yang menunjukkan tingkat keparahan

pada otot rangka yang tinggi.Tindakan perbaikan yang harus dilakukan sangat

tergantung dari risiko otot rangka yang mengalami gangguan atau ketidaknyamanan.

Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan melihat

persentase pada setiap bagian otot rangka dan dengan menggunakan kategori tingkat

risiko otot rangka. Tabel di bawah ini merupakan pedoman sederhana yang dapat

digunakan untuk menentukan klasifikasi subjektivitas tingkat risiko otot rangka

(Tarwaka, 2015).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

Tabel 2.14 Klasifikasi Subjektivitas Tingkat Keluhan Muskuloskeletal


berdasarkan Total Skor Individu

Tingkat Total Skor


Tingkat Risiko Tindakan Perbaikan
Aksi Individu
tidak ada
Belum diperlukan adanya tindakan
1 1 – 14 keluhan
perbaikan
muskuloskeletal
Mengalami
2 15 – 28 Diperlukan tindakan segera
keluhan
Sumber: Tarwaka, 2013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

Kuesioner Body Map


TINGKAT
NO JENIS KELUHAN KELUHAN
A B
0 Sakit/kaku di leher bagian atas
1 Sakit/kaku di leher bagian bawah
2 Sakit di bahu kiri
3 Sakit di bahu kanan
4 Sakit pada lengan atas kiri
5 Sakit di punggung
6 Sakit pada lengan atas kanan
7 Sakit pada pinggang
8 Sakit pada bokong
9 Sakit pada pantat
10 Sakit pada siku kiri
11 Sakit pada siku kanan
12 Sakit pada lengan bawah kiri
13 Sakit pada lengan bawah kanan
14 Sakit pada pergelangan tangan kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan kanan
16 Sakit pada tangan kiri
17 Sakit pada tangan kanan
18 Sakit pada paha kiri
19 Sakit pada paha kanan
20 Sakit pada lutut kiri
21 Sakit pada lutut kanan
22 Sakit pada betis kiri
23 Sakit pada betis kanan
24 Sakit pada pergelangan kaki kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki kanan
26 Sakit pada kaki kiri
27 Sakit pada kaki kanan
Keterangan : A: Tidak sakit, B: Sakit
Gambar 2.13Nordic Body Map
Sumber: Tarwaka, 2013

2.3 Perawat

Merujuk kepada Keputusan Menteri Kesesehatan Republik Indonesia

No.1239 Tahun 2001, Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan

perawatbaik didalam maupun di luar negeri. Peran utama perawat pada dasarnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

adalah sebagai perawat pelaksana, perawat pendidik, perawat manajer, perawat

peneliti.

Sebagian besar perawat bekerja di rumah sakit adalah sebagai perawat

pelaksana (Nursalam 2008). Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, Tentang Kesehatan

pasal 22, dinyatakan bahwa tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum

dan kualifikasi minimum tersebut diatur dengan peraturan menteri kesehatan. Di

Indonesia pendikan dasar bagi perawat ada tiga tahapan yaitu : program diploma 3

tahun, sarjana keperawatan dan profesi perawat. Selain dari pendidikan dasar tersebut

perawat juga harus lulus dari uji kompetensi yang di keluarkan oleh Persatuan

Perawat Nasional Indonesia (PPNI), baru bisa bekerja sebagai perawat profesional.

Menurut Butrej et,all., (1998), tingkatan perawat berdasar kemampuannya

ialah : Tingkat A yaitu perawat yang baru menyelesaikan pendidikannya atau

yangbaru bekerja di lingkungan keperawatan, dimana saat menangani pasien masih

dibantu atau di pandu baik secara langsung maupun tidak langsung oleh perawat

yanglebih berpengalaman. (seperti asisten perawat), tingkat B ialah perawat yang

sudahlebih berpengalaman dalam merawat pasien, dan dapat melakukan

asuhankeperawatan dengan sedikit ataupun tidak dipandu oleh perawat yang lebih

senior.Sementara tingkat C ialah perawat yang senior, berfungsi sebagai manajer

yangdapat menindak lanjuti perawatan pasien, baik dari perencanaan perawatan,

sampaidengan tindakan keperawatan secara mandiri.

Sedangkan menurut PPNI tingkatan perawat di Indonesia ialah : PerawatAhli

Madya mampu menguasai ilmu keperawatan dasar; melakukan asuhankeperawatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

yang telah direncanakan secara terampil dalam upaya promotif,preventif, kuratif dan

rehabilitatif untuk memenuhi kebutuhan bio-psiko-sosiospiritualsecara holistik dan

berdasarkan pada standar asuhan keperawatan, standarprosedur operasional;

memperhatikan keselamatan pasien, rasa aman dan nyaman;mampu bekerjasama

dengan tim keperawatan.

Perawat mampumengelola asuhankeperawatan secara terampil dalam upaya

promotif, preventif, kuratif danrehabilitatif untuk memenuhi kebutuhan bio-psiko-

sosio-spiritual secara holistik danberdasarkan pada standar asuhan keperawatan serta

standar prosedur operasional;memperhatikan keselamatan pasien, rasa aman dan

nyaman; menggunakan hasilriset; mampu bekerjasama dengan tim keperawatan

maupun dengan tim kesehatanlain.Tingkatan ners spesialis mampu menguasai sain

keperawatan lanjut;mengelola asuhan keperawatan secara terampil dan inovatif dalam

upaya promotif,preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk memenuhi kebutuhan bio-

psiko-sosiospiritual secara holistik dan berdasarkan pada standar asuhan keperawatan

sertastandar prosedur operasional; memperhatikan keselamatan pasien, rasa aman

dannyaman; melakukan riset berbasis bukti klinik dalam menjawab permasalahan

sains,teknologi dalam bidang spesialisasinya; mampu bekerja sama dengan tim

keperawatan lain (Perawat Peneliti/doktoral keperawatan) dan berkolaborasi

dengantim kesehatan lain.

Berdasar PPNI penjenjangan perawat klinik yaitu Perawat Klinik I (PK

I)dengan kualifikasi Pendidikan Diploma III Keperawatan dan pengalaman kerja ≤

2tahun atau pendidikan sarjana keperawatan atau profesi ners dan pengalaman kerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

0tahun. Perawat Klinik II (PK II) dimana Pendidikan Diploma III dengan

pengalamankerja 5 tahun atau pendidikan sarjana keperawatan atau profesi ners

dengan masakerja 3 tahun. Perawat klinik III (PK III) dengan Pendidikan Diploma III

danpengalaman kerja 8 tahun di tambah sertifikasi atau dalam tahap proses

pendidikansarjana keperawatan, atau pendidikan sarjana keperawatan atau ners

denganpengalaman kerja 6 tahun, dan atau pendidikan magister atau spesialis

keperawatandengan masa kerja 0 tahun. Kemudian perawat klinik IV (PK I) dengan

pendidikansarjana keperawatan atau profesi ners dengan pengalaman kerja 9 tahun

ditambahsertifikasi, atau pendidikan magister keperawatan atau spesialis dengan

pengalamankerja 2 tahun, dan atau pendidikan doktoral atau sub spesialis dengan

tidak adapengalaman kerja. Selanjutnya perawat klinik V (PK V) dimana pendidikan

sarjanakeperawatan atau ners dengan pengalaman kerja 12 thun, atau pendidikan

magisterkeperawatan atau spesialis dengan pengalaman kerja 4 tahun, atau

pendidikandoktoral keperawatan atau sub spesialis dengan pengalaman kerja 1 tahun.

Perawat rumah sakit yang terbanyak adalah perawat, terdapat sekitar 60%dari

tenaga kesehatan rumah sakit. Perawat merupakan salah satu jenis perawat kesehatan

yang selalu ada di rumah sakit. Perawat merupakan salah satu jenis perawat kesehatan

yang selalu ada di setiap rumah sakitdan merupakan ujung tombak pelayanan

kesehatan rumah sakit. Perawat adalah profesi perawatan yang mengkhususkan diri

pada upaya penanganan perawatan pasien atau asuhan kepada pasien dengan beban

kerja yang berlebihan serta tugas tambahan dan sering melakukan kegiatan yang

bukan fungsinya. Tenaga keperawatan di rumah sakit memberi pelayanan kepada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

pasien 24 jam terus menerus. Perawat di rumah sakit bertugas pada pelayanan rawat

inap, rawat jalan atau poliklinikdan pelayanan gawat darurat.

Fungsi perawat adalah membantu individu yang sakit atau sehat dalam

melakukan kegiatan–kegiatan untuk meningkatakan kesehatan atau penyembuhan.

2.4. Gambaran Umum Ruang Rawat Inap

2.4.1 Pengertian Rawat Inap

Rawat inap merupakan suatu bentuk perawatan, dimana pasien dirawat dan

tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu. Selama pasien dirawat, rumah

sakit harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien (Posma 2001 yang

dikutip dari Anggraini (2008)).

Rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh

tenaga kesehatan professional akibat penyakit tertentu, dimana pasien diinapkan di

suatu ruangan di rumah sakit. Perawatan rawat inap adalah perawatan pasien yang

kondisinya memerlukan rawat inap. Kemajuan dalam pengobatan modern dan

munculnya klinik rawat komperhensif memastikan bahwa pasien hanya dirawat di

rumah sakit ketika mereka betul-betul sakit, telah mengalami kecelakaan, pasien yang

perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya.

Ruang rawat inap adalah ruang tempat pasien dirawat. Ruangan ini dulunya

sering hanya berupa bangsal yang dihuni oleh banyak orang sekaligus. Saat ini, ruang

rawat inap dibanyak rumah sakit sudah sangat mirip dengan kamar-kamar hotel.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

Pasien yang berobat jalan di Unit Rawat Jalan, akan mendapatkan surat rawat rumah

sakit, atau menginap di rumah sakit.

Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit

yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnose, terapi,

rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya (Depkes RI yang dikutip dari

Suryani (2005))

Pelayanan rawat inap di rumah sakit meliputi :

1. Kamar perawatan

a. Kelas II ( dua ) rumah skait umum pemerintah atau,

b. Kelas III ( tiga ) di rumah sakit TNI/ Polri/ BUMN/ Swasta

2. Lama hari rawat ditanggung maksimum 60 hari/ kasus/ tahun kelender,

termasuk 20 hari/ kasus/ tahun kelender untuk perawatan khusus

3. Visite dokter yang merawat maksimum 1x sehari

4. Konsultasi dokter spesialis yang diperlukan secara medis

5. Pemberian obat- obat sesuai indikasi medis yang merujuk pada standar

obat BPJS

6. Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti laboratorium, rongen,

elektromedis, dan patologi.

7. Tindakan medis

8. Perawatan khusus ( ICCU, ICU, HCU, NICU, dan ICU anak)

9. Operasi seseuai klasifikasi operasi dengan penyetaraan setinggi- tingginya

setara dengan operasi besar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

Standar pasien rawat inap dibagi menjadikelompok:

1. Pasien yang tidak urgen, penundaan perawatan pasien tidak akan

menambah gawat penyakitnya

2. Pasien yang urgen tetapi tidak gawat darurat dapat dimaksudkan ke dalam

daftar tunggu

3. Pasien gawat darurat, langsung dirawat

2.4.2 Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan di Ruangan

Kegiatan layanan terutama dilakukan oleh perawat, yang terpenting untuk

kesembuhan pasien adalah berkalaborasi dengan dokter untuk menjalankan intruksi

dokter, baik dalam memberikan obat, menjunjung fisioterapi pasien, merawat luka

dan tindakan invasif lainnya.

Disamping itu secara team perawat ruangan juga menjalankan pemeriksaan

rutin terhadap kondisi pasien, utamanya terhadap vital sign penderita. Perawat juga

membantu pasien untuk menjalani aktifitas rutin mereka sehari-hari, misalnya mandi,

bergerak yang belum bisa terlepas dari tempat tidur, bila perlu makan dan

sebagainya.Dalam hal pemberian obat, petugas kesehatan bekerja sama dengan

petugas farmasi untuk meberikan dosis dan waktu yang tepat kepada pasien.

Pencatatan medis secara rutin harus dikerjakan perawat di lembaran catatan

yang terdapat dalam rekam medis tiap penderita. Sedangkan pencatatan yang

berkaitan dengan pelaporan dan uraian non medis lainnya, dikerjakan oleh tenaga

administrasi ruangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

Gambar 2.14 Contoh Jalur Klinis di Ruang Rawat Inap

Sumber: RS Ftamawati Jakarta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

Berdasarkan clinical pathway tersebut terdapat beberapa aktivitas kerja yang

dilakukan secara rutin yaitu dilakukan dalam setiap jam dan bahkan frekuensinya

dapat lebih sering lagi dilakukan apabila dibutuhkan, contohnya saat melakukan

observasi TTV (Tanda-Tanda Vital) seperti mengukur tekanan darah, menghitung

pernafasan, menghitung denyut nadi dan lain- lain setiap 15 menit atau 30 menit

untuk pasien dengan TTV yang tidak stabil. Diantara sekian banyak aktivitas perawat

di ruang rawat inap, terdapat beberapa aktivitas yang memiliki risiko lebih tinggi

terjadinya keluhan muskuloskeletal pada perawat seperti melakukan observasi TTV,

mengangkat/ memindahkan pasien, cuci tangan, dan lain-lain.

Dibawah ini beberapa contoh dari aktivitas kerja perawat di rung rawat inap

yang mempunyai risiko terjadinya keluhan muskuloskeletal yang dihubungkan

dengan sikap kerja.

Tabel 2.15Contoh Daftar Aktivitas Perawat di Ruang Rawat Inap

Postur
Nama Frekuensi Aktivitas Postur
No Kerja Keterangan
Aktivitas pelaksanaan Berulang Janggal
Statis
1 Observasi 3. Setiap satu Ada Ada Ada Postur tubuh
TTV(Tanda- jam sekali saat melakuk-
Tanda Vital) untuk an monitoring
TTV yang TTV banyak
stabil dilakukan
4. Setiap 15- dengan cara
30 menit berdiri dengan
untuk sedikit
TTV yang membungkuk
tidak ke depan
stabil (menulis
menggunakan
meja
observasi)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

Tabel 2.15 (Lanjutan)

Postur
Nama Frekuensi Aktivitas Postur
No Kerja Keterangan
Aktivitas pelaksanaan Berulang Janggal
Statis
2 Mengangkat/ Sesuai Ada Ada Ada Posisi badan
memindahka kebutuhan perawat
n pasien memutar,
membungkuk,
3 Cuci tangan Frekuensi Ada Ada Ada Posisi perawat
cuci tangan saat mencuci
sangat tinggi tangan banyak
karena dilakukan
perawat dengan posisi
melakukan sedikit
cuci tangan membungkuk
di westafel kedepan
saat akan
dan setelah
melakukan
tindakan ke
pasien,
terkena
cairan dari
pasien serta
setelah dari
lingkungan
pasien
4 Menyiapkan Sesuai Ada Ada Ada Posisi tubuh
obat ke jumlah Berdiri statis
jarum suntik pasien yang dalam waktu
akan lebih dari 5
diberikan
obat melalui
injeksi
5 Menyuntikka Sesuai Ada Ada Ada posisi sedikit
n obat pada jumlah membungkuk
pasien pasien yang kedepan
akan
diberikan
obat melalui
injeksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

2.5 Landasan Teori

Keluhan Muskuloskeletal atau Musculoskeletal Disorders adalah kondisi yang

mempengaruhi sistem otot rangka dan dapat terjadi dalam tendon, otot, sendi,

pembuluh darah dan/atau saraf tungkai dan punggung. Gejala mungkin termasuk rasa

sakit, ketidaknyamanan, mati rasa dankesemutan di daerah yang terkena. Kondisi ini

dapat berbeda dalam tingkat keparahan dari ringan,sedang, kondisi parah, kronis dan

melemahkan (HSENI,2013).

Menurut Garg et.al, 1992 menyatakan penyebab dari banyaknya kasus

gangguan muskuloskeletalpada perawat umumnya dikarenakan seringnya melakukan

gerakan yang dipaksakan, postur tubuh yang tidak ergonomis, gerakan yang

berulang-ulang, termasuk mengangkan beban pasien yang berat, postur membungkuk,

membengkok, memutar, berdiri terlalu lama, dan menjaga posisi tubuh yang statis.

Karakteristik tubuh pasien yang asimetris, berat, dan bergerak tanpa koordinasi

membuat penanganan pasien menjadi tidak mudah bagi perawat (Farid dkk, 2015).

Hasil penelitian badan statistik di swedia tahun 2008 melaporkan bahwa pada

perawat, masalah muskuloskeletal yang sering muncul adalah nyeri pinggang (56%),

bahu, lengan dan jari (24%), leher (6%), dan kaki (14%). Kemudian dianjutkan

penelitian yang dilakukan oleh Yun Tahun 2010 di Korea disimpulkan bahwa 90,3%

dari perawat mengeluhkan keluhan muskuloskeletal setidaknya sekali dalam sebulan

(21,9%), 40,7% sekali dalam seminggu dan 27,7% sebulan sekali), danmenurutThe

Taiwan National Health Insurance Research Database selama tahun 2004- 2010, dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

3914 perawat, 3004 orang perawat mengalami musculoskeletal disorders (76,24%)

(Olvin dkk, 2015).

Kasus muskuloskeletal di Indonesia didapat dari hasil studi yang dilakukan di

lakukan di 3 rumah sakit di Jakarta oleh Tana et al 2013 hasil studi tersebut

mengahasilkan kesimpulan yang sama bahwa nyeri pinggang yang dialami oleh

perawat disebabkan saat memindahkan pasien di tempat tidur 55% dan saat

memindahkan pasien ke atau dari kursi roda 23,9%. Hal ini mengindikasikan bahwa

tranfer pasien merupakan bagian tugas perawat yang paling berisiko. Engkvist 2004

menekankan lebih lanjut bahwa nyeri punggung tersebut paling banyak terjadi ketika

perawat melakukan tranfer pasien tanpa alat bantu, di temapt tidur pasien, ruangannya

yang kurang cukup untuk bermanuver(Farid dkk, 2015).

Memutar pinggang untuk melakukan prosedur keperawatan, memindahkan

pasien dari dan ke tempat tidur, bekerja dengan tangan lebih tinggi dari ketinggian

bahu merupakan faktor pekerjaan yang sering mempengaruhi keluhan

muskuloskeletal.peningkatan usia, berat badan, tinggi badan, indeks masa tibuh

(IMT) dan jenis kelamin tidak ada hubungan yang signifikan dengan keluhan

muskuloskeletal, namun menjadi tunggal dan terlibat secara signifikasn dengan

prevalensi keluhan muskuloskeletal (p < 0,05) (Hamid dkk, 2015).

Fenomena yang terjadi pada saat ini adalah masih kurangnya pengetahuan

yang dimiliki tenaga kesehatan, khususnya perawat berkaitan dengan perawatan

patient handling seperti, tehnik mendorong/menarik, membawa, memutar, menahan,

dan mengangkat/menurunkan pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

Dari hasil penelitian yang dilakukan di RS DR. Moewardi Surakarta

didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan anatar risiko patient handling

dengan keluhan musculoskeletal pada perawat di rumah sakit DR. Moewardi

Surakarta, dimana sebagian besar dalam kategori berisko tinggi yaitu 55%.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSU PKU Muhammadiyyah Delanggu

didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara risiko patient handling

dengan kejadian muskuloskeletal disorders dari 62 orang perawat dengan risko tinggi

yaitu 32,2% dan risiko sedang 43,5% (Maysyaroh, 2016).

Peningkatan usia, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (BMI) dan

jenis kelamin, sikap kerja, dan masa kerja ada hubungan yang signifikan dengan

keluhanmuskuloskeletal. Secara signifikan terkaitdengan prevalensi

keluhanmuskuloskeletal (P <0,05) (Hamid dkk, 2015).

Waktu kerja yang lama (8 jam per hari) dan kerja otot yang statis hampir

dialami oleh semua perwat di RSUD. DR. RM. DjoelhamBinjai, baik mereka yang

berkerja di bagian rawat inap yaitu VIP, IGD, ICU, VK, OK, NICU, Ruang inap

kelas 1, ruang inap kelas 2, ruang inp kelas 3 dan lain- lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

Perawat Patient Handling

Postur Kerja Patient Handling Faktor Individu

- Mengangkat/menurunkan - Umur
- Mendorong/ Menarik - Masa Kerja
- Memutar - Indeks Masa Tubuh
- Membawa
-
Faktor Stres Fisik Pada perawat Faktor Penyebab Keluhan
Nyeri Punggung
- Peregangan Otot Berlebihan
- Aktivitas Berulang
- Perbedaan jenis kelamin - Postur Kerja Tidak Alamiah
- Metode Menangkat Beban
yang benar
- Karakteristik Beban yang
diangkat

Keluhan Muskuloskeletal

2.15Gambar Kerangka Teori


Sumber: Tarwaka, 2013

Berdasarkan teori-teori tentang terjadinya keluhan muskuloskeletal dan hasil

penelitian sebelumnya, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian tentang

Hubungan Pengaruh Risiko Patient Handling dengan Keluhan Muskuloskeletal pada

perawat RSUD. dr. RM. DjoelhamBinjai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah visualisasi hubungan anatara berbagai variabel yang

dirumuskan oleh peneliti sesudah membaca berbagai teori yang ada dan kemudian

meyusun teorinya sendiri yang akan digunakannya sebagai landasan penelitiannya

(Wibowo, 2014). Berdasarkan landasan teori tersebut, maka kerangka konsep

Hubungan Risiko Patient Handling denganKeluhan Muskuloskeletal pada perawat

RSUD. DR. RM. DjoelhamBinjaidibuat sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Risiko Patient Handling


1. Umur Keluhan Muskuloskeletal
2. Masa Kerja pada Perawat
3. IMT
4. Sikap kerja

Gambar 2.16 Kerangka Konsep Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan

desainpenelitian cross sectional. Penelitian cross sectional bertujuan untuk

mengidentifikasi hubungan antara dua variabel yaitu: Risiko Patient Handling dengan

Keluhan Muskuloskeletal pada perawat di unit rawat inap RSUD. dr. RM.

DjoelhamBinjai.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi

Penelitian dilakukan di RSUD. dr. RM. DjoelhamBinjai, Jalan Sultan

Hasanuddin No.9, Kartini, Kota Binjai, Sumatera Utara. Peneliti memilih RSUD. dr.

RM. DjoelhamBinjaidengan maksud karena RSUD. dr. RM. DjoelhamBinjaimemiliki

jumlah sampel yang mencukupi dan rumah sakit ini sebagai rumah sakit rujukan serta

rumah sakit pendidikan.

3.2.2 Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2016 sampai dengan Agustus

2017. Meliputi pengajuan judul, penelusuran pustaka, bimbingan proposal, penyiapan

izin lokasi, seminar proposal, pengumpulan data, analisis data, hingga seminar hasil

penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan elemen penelitian atau objek yang diteliti

(Notoadmodjo, 2010). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perawat di unit

rawat inap RSUD. dr. RM. DjoelhamBinjaijumlah total perawat adalah 87

orang.Alasan peneliti menjadikan perawat sebagai populasi karena perawat sering

melakukan tindakan patient handling yang mana tindakan tersebut berisiko sehingga

dapat mengalami keluhan muskuloskeletal. Pada penelitian ini peneliti membuat

kriteria sebagai berikut:

1) Perawat yang telah bersedia menjadi responden

2) Perawat yang hadir saat penelitian

3) Perawat yang bertugas di unit rawat inap yaitu ruangan VIP, ruang kelas 1,

ruang kelas 2, ruang kelas 3, IGD, ICU, NICU, VK dan OK.

4) Perawat yang tidak hamil

5) Perawat yang tidak mengalami riwayat keluhan muskuloskeletal sebelumnya

6) Perawat yang tidak dengan sengaja mengatur postur tubuhnya dengan postur

yang benar kerena mengetahui akan dilakukan pemotretan.

Berdasarkan pertimbangan diatas, populasi perawat rawat inap yang telah

diteliti sebanyak 56 responden

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi. Pengambilan sampel menggunakan metode total

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

sampling, yaitu teknik penentuan sampel dimana jumlah sampel sama dengan

populasi (Sugiono, 2014). Alasan mengambil total sampling karena menurut sugiono

(2014) jumlah populasi yang kurang dari 100 maka seluruh populasi dijadikan sampel

penelitian.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini berupa data primer yang diperoleh peneliti melalui

wawancara dan membagikan kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan yang

diajukan secara tertulis kepada sejumlah respondenuntuk mendapatkan data risiko

patient handling(umur, masa kerja, IMT), data keluhan muskuloskeletal dan

observasi langsung menggunakan:.

1. Metode REBA (Rapid Entire Body Assesment) atau RULA (The Rapid Upper

LimbAssessment) untuk penilaian postur perawat saat melakukan penanganan

pada saat posisi berdiri statis kepada pasien atau kegiatan yang berhubungan

dengan patiend handlingyang akan dilakukan oleh Balai Kesehatan dan

Keselamatan Kerja Medan Kementerian Ketenagakerjaan RI.Pengukuran

dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Menentukan siklus kerja dan mengobservasi responden selama variasi siklus

kerja tersebut.

b. Melakukan perekaman pekerjaan responden dengan video shooting.

c. Menentukan postur kerja responden yang akan dinilai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

d. Melakukan pengambilan gambar terhadap postur kerja responden yang

palingberisiko.

e. Melakukan pengukuran sudut dasar, yaitu sudut yang dibentuk oleh perbedaan

anggota tubuh (limbs) dengan titik tertentu pada postur tubuh yang dinilai

denganmenggunakan busur drajat atau peralatan pengukur sudut lainnya.

f. Menentukan skor postur tubuh untuk masing-masing anggota tubuh.

g. Menghitung grand score dan action level untuk menilai kemungkinan risiko

yangterjadi.

h. Merevisi skor postur tubuh untuk anggota tubuh yang berbeda yang digunakan

untukmenentukan dimana perbaikan diperlukan.

2. Metode Nordic Body Map untuk penilaian atas terjadinya keluhan

muskuloskeletal pada perawat.

Data sekunder berupa biodata pegawai yang didapatkan dari bagian Umum

dan SDM RSUD. Dr. RM. DjoelhamBinjai.

3.5 Variabel Penelitian

Penelitian ini ada dua variabel, yaitu variabel independen yaitu Risiko Patient

Handling dan variabel dependen yaitu keluhan muskuloskeletal pada perawat di unit

rawat inap RSUD. Dr. RM. DjoelhamBinjai.

3.6 Definisi Operasional Tabel

Definisi operasional pada variabel independen dan variabel dependen adalah

sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

3.6.1 Variabel Independen

a. Umur adalah jumlah tahun yang dihitung mulai dari responden lahir sampai
saatpengumpulan data dilakukan. Kategori umur responden yang
diklasifikasikanmenjadi 2 golongan:
1. ≥30 tahun
2. < 30 tahun

b. Masa kerja adalah lamanya responden bekerja di RSUD Dr. R.M Djoelham
Binjai,dihitung sejak responden tersebut mulai bekerja sampai dengan
saatpengumpulan data, dibagi menjadi:
1. > 5 tahun
2. ≤ 5 tahun
c. Sikap kerja adalah sikap responden dalam melaksanakan pekerjaannya
yangdiukur dengan metode REBA, dibagi menjadi :
1. Tidak Ergonomi (skor REBA 1-3)
2. Ergonomi (skor REBA 4- 15)
d. Indeks Masa Tubuh (IMT) adalah Berat Badan dibandingkan dengan Tinggi
Perawat saat penelitian dilakukan yang mana menggunakan rumus IMT,
dibagi menjadi:
1. Tidak idela (<18,4 kg/m2dan >24 kg/m2)
2. Ideal (18,5 kg/m2– 23,9 kg/m2)

3.6.2 Variabel Dependen

Keluhan Muskuloskeletal adalah keluhan padasetiap otot rangka yang dinilai


melalui kuesioner Nordic Body Map, dibagimenjadi :

1. Mengalami keluhan (total skor: 15-28)

2. tidak mengalami keluhan (total skor: 1-14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

Tabel 3.1 Variabel Independen dan Definisi Operasional


Definisi
No Variabel Definisi Teoritis Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
1 Sikap kerja/ Postut atau sikap Postur atau sikap From/ isian 1. Observasi 1. Tidak Ordinal
postur kerja kerja yang kerja yang lembar 2. Pemotret ergonomis (1-3)
mempunyai risiko mempunyai REBA, an 2.Ergonomis (4-
saat melakukan risiko saat kamera, Pengukuran 15)
pekerjaan yang melakukan busur, sudut tubuh
menyebabkan posisi pekerjaan yang penggaris dengan
bagian- bagian menyebabkan busur
tubuh bergerak posisi bagian- penggaris
menjauhi posisi bagian tubuh pada
alamiah (Tarwaka, bergerak aktivitas
2010) menjauhi posisi kerja yang
alamiah pada diteliti
perawat
2 Umur jumlah tahun yang jumlah tahun Kuesioner Wawancara 1. ≥ 30 tahun Ordinal
dihitung mulai dari yang dihitung 2. < 30tahun
responden lahir mulai dari
sampai saat perawat lahir
pengump-ulan data sampai saat
dilakukan pengumpulan
(Tarwaka, 2010) data dilakukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

Tabel 3.1 (Lanjutan)


Definisi
No Variabel Definisi Teoritis Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
3 Masa Kerja lamanya responden lamanya perawat Kuesioner Wawancara 1. >5 tahun Ordinal
bekerja dihitung bekerja dihitung 2. ≤ 5 tahun
sejak responden sejakperawat
tersebut mulai tersebut mulai
bekerja sampai bekerja sampai
dengan saat dengan saat
pengumpulan data pengumpulan
(Tarwaka, 2010) data
4 Indeks Masa Kondisi badan Berat badan Timbangan Observasi 1. tidak ideal < Ordinal
Tubuh (IMT) pekerja saat perawat saat dan meteran 18.4 dan > 24
penelitian dilakukan penelitian 2. Ideal =18,5-
IMT = BB (Kg) dilakukan yang 23,9
/TB.TB (m) akan dihitung
(Tarwaka, 2010) menggunakan
rumus IMT

Tabel 3.2 Variabel Dependen dan Defenisi Operasional


Defini Cara
No Variabel Definis Teoritis Alat ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
1 Keluhan Keluhan sakit Keluhan sakit Kuesioner Wawan 1. Mengalami Ordinal
Muskuloskeletal pada setiap otot padasetiap otot (Nordic Body cara keluhan (15-28)
rangka rangka perawat Map) 2. Tidak mengalami
(Tarwaka, 2010) keluhan (1-14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

3.7 Metode Pengukuran

Instrumen penelitian untuk risiko sikap kerja patiend handlingpada responden

dengan metode REBA dan peneliti meminta bantuan dariBalai K3 Medan

Kementerian Ketenagakerjaan RI.Pengukuran dilakukan dengan cara berikut :

1. Menentukan siklus kerja dan mengobservasi responden selama variasi siklus

kerja tersebut.

2. Melakukan perekaman pekerjaan responden dengan video shooting.

3. Menentukan postur kerja responden yang akan dinilai.

4. Melakukan pengambilan gambar terhadap postur kerja responden yang paling

berisiko.

5. Melakukan pengukuran sudut dasar, yaitu sudut yang dibentuk oleh

perbedaan anggota tubuh (limbs) dengan titik tertentu pada postur tubuh yang

dinilai dengan menggunakan busur drajat atau peralatan pengukur sudut

lainnya. Menentukan skor postur tubuh untuk masing-masing anggota tubuh.

6. Menghitung grand score dan action level untuk menilai kemungkinan risiko

yang terjadi.

7. Merevisi skor postur tubuh untuk anggota tubuh yang berbeda yang

digunakan untuk menentukan dimana perbaikan diperlukan.

Instrumen penelitian peneliti untuk keluhan muskuloskeletal diadopsi dari

buku ergonomi Tarwaka revisi edisi 2: dasar-dasar pengetahuan ergonomi dan

aplikasi di tempat kerja, Instrumen ini berdasarkan keluhan yang terjadi

padaperawat, yang menanyakan: 1) Sakit/ kaku di leher bagian atas; 2) Sakit/ kaku

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

dileher bagian bawah; 3) Sakit di bahu kiri; 4) Sakit di bahu kanan; 5) Sakit pada

lengan atas kiri; 6) Sakit di punggung; 7) Sakit pada lengan atas kanan; 8) Sakit pada

pinggang; 9) Sakit pada bokong; 10) Sakit pada pantat; 11)Sakit pada siku kiri; 12)

Sakit pada siku kanan; 13) Sakit pada lengan bawah kiri; 14) Sakit pada lengan

bawah kanan; 15) Sakit pada pergelangan tangan kiri; 16) Sakit pada pergelangan

tangan kanan; 17) Sakit pada tangan kiri; 18) Sakit pada tangan kanan; 19) Sakit

pada paha kiri; 20) Sakit pada paha kanan; 21) Sakit pada lutut kiri; 22) Sakit pada

lutut kanan; 23) Sakit pada betis kiri; 24) Sakit pada betis kanan; 25) Sakit pada

pergelangan kaki kiri; 26) Sakit pada pergelangan kaki kanan; 27) sakit kaki kiri; 28)

sakit kaki kanan. Instrumen ini menggunakan skala Gutman dengan 2 skala yaitu 1

sampai 2. Skala 1 menyatakan tidak sakit (TS), dan skala 2 menyatakan sakit (S).

Pernyataan keluhan muskuloskeletal ada 28 item pernyataan berdasarkan keluhan

yang terjadi. Kelebihan dari pernyataan ini mudah dan cepat dalam melihat keluhan

muskuloskeletal pada perawat.

3.7.1 Pengukuran sikap kerja patient handling dengan Metode REBA

Pengukuran postur kerja dengan metode REBA didasarkan pada serangkaian

tabel yang memuat penilaian anggota tubuh. Apabila postur kerja bergerak dari

posisi netral, maka skoring risiko akan bertambah. Skoring REBA yang telah ada

kemudian dicocokkan dengan standar kinerja berdasarkan skor akhir dengan kriteria:

1. Skor 1, tingkat risiko sangat rendah, tidak ada tindakan yang diperlukan,

sikap kerja ergonomis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

2. Skor 2-3, tingkat risiko rendah, mungkin diperlukan tindakan, sikap kerja

ergonomis

3. Skor 4-7, tingkat risiko sedang, diperlukan tindakan, sikap kerja tidak

ergonomis

4. Skor 8-10, tingkat risiko tinggi, diperlukan tindakan, sikap kerja tidak

ergonomis

5. Skor 11-15, tingkat risiko sangat tinggi, diperlukan tindakan segera mungkin,

sikap kerja tidak ergonomis

3.7.2 Pengukuran Tingkat Risiko Keluhan Muskuloskeletal dengan

MetodeNordic Body Map

Pembagian kuesioner Metode Nordic Body Map kepada responden dilakukan

pada hari kerja setelah jam kerja selesai (jam 14.00 WIB untuk shift I, jam 21.00

WIB untuk shift II, dan jam 08.00 WIB untuk shift III). Pengukuran tingkat risiko

gangguan otot rangka/MSDs dengan mengisi lembar kuesioner Nordic Body Map

dengan jawaban menurut 2 skala yaitu :

1. Skor 1 = Tidak ada gangguan/kenyerian atau tidak ada rasa sakit sama sekali

yang dirasakan oleh pekerja (tidak sakit).

2. Skor 2= responden merasakan gangguan sakit/ nyeri pada otot skeletal

3.8 Metode Analisis Data

Analisa dalam penelitian ini melalui tiga tahapan. Tahapan pertama, yaitu

analisa univariat yang bertujuan untuk menjelaskan dan mendiskripsikan setiap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

variabel penelitian. Tahap kedua yaitu, analisa bivariat yang digunakan untuk

mengetahui hubungan risiko patient handling dengan keluhan muskuloskeltal pada

perawat di unit rawat inap RSUD. DR. RM. Djoelham Binjai. Tahap ketiga yaitu,

analisa multivariat yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variable terikat

(keluhan muskuloskeletal) terhadap variable bebas (risiko patient handling)

3.8.1 Analisis Univariat

Analisis univariat yang digunakan adalah analisis deskripsikan distribusi

frekuensi, persentase dari karakteristik responden dan untuk menganalisis risiko

patient handling dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat.

3.8.2 Analisis Bivariat

Tujuan analisis ini adalah untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan

variabel terikat. Uji Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen dengan melakukan uji chi square untuk variabel

katagorik-katagorik dua kelompok dengan confident interval 95% pada tingkat

kemaknaan (pvalue) = 0,05. Kesimpulan tingkat kemaknaan dapat dilakukan apabila

hasil sebagi berikut:

- P value< 0,05 menunjukkan hasil bermakna

- P value ≥ 0,05 menunjukkan hasil tidak bermakna

3.8.3 Analisis Multivariat

Menurut Hastono (2006) proses analisis multivariat dengan menghubungkan

beberapa variable independen dengan satu variabel dependen pada waktu yang

bersamaan. Dari analisis multivariat kita dapat mengetahui variabel independen

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen. Apakah variabel

independen berhubungan dengan variabel dependen dipengaruhi variabel lain atau

tidak. Bentuk hubungan beberapa variabel independen dengan variabel dependen,

apakah berhubungan langsung atau pengaruh tidak langsung.

Analisis multivariat dalam penelitian ini adalah analisis melihat pengaruh

variabel bebas paling dominan yaitu sikap kerja, usia, massa kerja, dan IMT dengan

variabel terikat keluhan muskuloskeletal di RSUD Dr. RM Djoelham

Binjaimenggunakan regresi logistik berganda. Untuk mendapatkan faktor yang

paling dominan dalam mempengaruhi keluhan muskuloskeletal pada perawat di

RSUD Dr. RM Djoelham, maka semua kandidat diuji secara bersama-sama dengan

menggunakan metode enter. Keempat variabel tersebut dapat dilanjutkan ke analisis

multivariat.

Pada regresi logistik berganda, variabel independennya boleh campuran

antara variable katagorik dan numerik. Namun sebaiknya variabel independennya

berupa katagorik karena dalam menginterpretasi hasil analisis akan lebih mudah.

1
𝑃(𝑍) =
1+ 𝑒 −(𝛼+𝑏1𝑥1+𝑏2𝑥3+𝑏3𝑥3)

P(Z) = propbabilitas berdasarkan faktor tertentu.

Nilai Z = merupakan nilai indeks variabel independen

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Dr. RM. Djoelham

4.1.1 Kedudukan RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai

RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai berawal dari sebuah gedung yang

memberikan pelayanan kesehatan dengan nama RSU Binjai. Gedung ini telah ada

sejak zaman Kesultanan. Pada periode ini RSU Binjai ditetapkan sebagai RSUD

Kelas D yang merupakan Rumah Sakit Pembantu, dengan RSU Tanjung Pura

sebagai Rumah Sakit Induk. Sebagai rumah sakit pembantu, RSU Binjai hanya

menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, sedangkan pelayanan spesialistik

dilaksanakan di Rumah Sakit Induk.

Dengan tersedianya 4 pelayanan spesialistik dasar tersebut, RSU Binjai telah

memenuhi standar pelayanan klasifikasi Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C

Klasifikasi Kelas C ini ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan NomOR

303/Menkes/SK/IV/1987 tentang Penetapan Rumah Sakit Umum Binjai sebagai

Rumah Sakit Kelas C. Dengan penetapan kelas ini, pimpinan RSU Binjai disebut

dengan Direktur. Dengan luas lahan untuk rumah sakit sebesar 3.921 m2.

4.1.2 Jumlah Dan Jenis Pelayanan

Berdasarkan klasifikasi tersebut, RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai termasuk

dalam klasifikasi Rumah Sakit Umum Kelas B. Fasilitas dan kemampuan pelayanan

medik yang disediakan pada rumah sakit klasifikasi kelas B yaitu 4 (empat) spesialis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua)

subspesialis dasar.

Pelayanan spesialis dasar yang disediakan di RSUD Dr. RM. Djoelham yaitu:

1. Pelayanan spesialistik penyakit dalam

2. Pelayanan spesialistik kandungan dan kebidanan

3. Pelayanan spesialistik bedah

4. Pelayanan spesialistik kesehatan anak

Pelayanan spesialis penunjang medik yang disediakan di RSUD Dr. RM.

Djoelham Binjai yaitu:

1. Pelayanan spesialistik patologi klinik

2. Pelayanan spesialistik radiologi

3. Pelayanan spesialistik anasthesi

Pelayanan spesialis lain yang disediakan di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai

meliputi:

1. Pelayanan spesialistik kejiwaan

2. Pelayanan spesialistik telinga, hidung dan tenggORokan

3. Pelayanan spesialistik mata

4. Pelayanan spesialistik kulit dan kelamin

5. Pelayanan spesialistik paru

6. Pelayanan spesialistik neurologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

Sedangkan pelayanan sub spesialistik dasar yang disediakan meliputi:

1. Pelayanan sub spesialistik orthopedic

2. Pelayanan sub spesialistik hemodialisa RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai terletak

di Jalan Sultan Hasanuddin Binjai, berada di atas lahan seluas 3.450 m2.

Bangunan terdiri dari 2 bagian besar yang tepisah, yaitu bangunan utama dan

bangunan Poliklinik Spesialis. Gedung utama sudah difasilitasi dengan lift

sebanyak 2 unit, yaitu di Gedung A dan Gedung C. Sedangkan gedung poliknik

spesialis direncanakan akan dilengkapi juga dengan fasilitas lift pada tahun

2014.

Jenis pelayanan kesehatan yang disediakan di RSUD Dr. RM. Djoelham

meliputi:

1. Pelayanan gawat darurat

2. Pelayanan rawat jalan Pelayanan rawat jalan disediakan di poliklinik spesialis,

pelayanan ini dilayani oleh dokter-dokter spesialis dan merupakan salah satu

pelayanan unggulan yang disediakan di RSUD dr. R.M. Djoelham Binjai.

Saat ini pelayanan poliklinik yang tersedia yaitu:

a. Poliklinik anak

b. Poliklinik penyakit dalam

1. Pemeriksaan dengan EKG

2. Pemeriksaan dengan USG 3 dimensi

3. Pemeriksaan dengan endoscopy

4. Pemeriksaan dengan laparoscop

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

5. Konsultasi gizi dan diabetes melitus

c. Poliklinik gigi

d. Poliklinik ibu hamil

e. Poliklinik mata

f. Poliklinik Telinga Hidung Tenggorokan

g. Poliklinik paru

h. Poliklinik bedah

i. Poliklinik jiwa

j. Poliklinik kulit

k. Poliklinik syaraf

l. Poliklinik PKBRS

3. Pelayanan rawat inap Pelayanan rawat inap disediakan dengan fasilitas:

a. Ruang VIP

b. Ruang Kelas 1

c. Ruang kelas 2

d. Ruang kelas 3

4. Pelayanan bedah

5. Pelayanan persalinan dan perinatologi

6. Pelayanan intensif

7. Pelayanan radiologi

8. Pelayanan laboraatorium patologi klinik

9. Pelayanan rehabilitasi medik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

10. Pelayanan farmasi

11. Pelayanan gizi

4.2. Hasil Analisis Univariat

4.2.1. Hasil Pengukuran Umur

Hasil penelitian pengukuran umur pada perawat di RSUD. dr. RM. Djoelham

Binjai dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1. Analisis Univariat Umur

Umur (Tahun) Frekuensi %


≥30 30 53.6
<30 26 46.4
Total 56 100.0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur responden yang paling banyak

adalah ≥ 30 tahun sebanyak 30 perawat (53,6 %) sedangkan yang paling sedikit

adalah < 30 tahun sebanyak 26 perawat (46,4 %).

4.2.2 Hasil Pengukuran Masa Kerja

Hasil penelitian pengukuran masa kerja pada perawat di RSUD. dr. RM.

Djoelham Binjai dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2. Analisis Univariat Masa Bekerja

Masa Kerja Frekuensi %


>5 tahun 29 51.8
≤5 tahun 27 48.2
Total 56 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama bekerja responden yang paling

banyak adalah > 5 tahun sebanyak 29 perawat (51,8 %) sedangkan yang paling

sedikit adalah ≤5 tahun sebanyak 27 perawat (48,2 %).

4.2.3 Hasil Pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT)

Hasil penelitian pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT) pada perawat di

RSUD. dr. RM. Djoelham Binjai dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.3. Analisis Univariat Indeks Masa Tubuh (IMT)

Indeks Masa Tubuh (IMT) Frekuensi %


Tidak ideal (<18.4 kg/m2dan >24 kg/m2) 31 55.4
Ideal (18.5 kg/m2-23.9 kg/m2) 25 44.6
Total 56 100.0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks Masa Tubuh (IMT) responden

yang paling banyak adalah BB tidak ideal yaitu 18,5kg/m2-24,9kg/m2 sebanyak 31

perawat (55,4 %) sedangkan yang paling sedikit adalah ideal sebanyak 25 perawat

(44,6 %).

4.2.4 Hasil PengukuranSikap kerja

Hasil penelitian pengukuran sikap kerjadengan menggunakan (REBA)pada

perawat di RSUD. dr. RM. Djoelham Binjai dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.4. Analisis UnivariatSikap kerja

Sikap kerja Frekuensi %


Tidak ergonomi (>4) 41 73.2
Ergonomi (1-3) 15 26.8
Total 56 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap kerja responden yang paling

banyak adalah tidak ergonomi yaitu >4 sebanyak 41 perawat (73,2 %) sedangkan

yang paling sedikit adalah ergonomi sebanyak 15 perawat (26,8 %).

4.2.5 Hasil Pengukuran Keluhan Muskuloskeletal

Hasil penelitian pengukuran keluhan muskuloskeletal pada perawat di RSUD.

dr. RM. Djoelham Binjai dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBP)

hasilnya dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.5. Analisis Univariat Keluhan Muskuloskeletal

Keluhan Muskuloskeletal Frekuensi %


Mengalami keluhan (15-28) 35 62.5
Tidak mengalami keluhan (1-14) 21 37.5
Total 56 100.0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluhan muskuloskeletal responden

yang paling banyak adalah mengalami keluhansebanyak 35 perawat (62,5 %)

sedangkan yang paling sedikit adalah tidak mengalami keluhan sebanyak 21 perawat

(37,5 %).

4.3. Hasil Analisis Bivariat menggunakan Uji Chi- Square

4.3.1. Analisis Risiko Patient Handling dengan Keluhan Muskuloskeletal pada

Perawat Rawat Inap RSUD dr. RM. Djoelham Binjai

Analisis yang digunakan pada penelitian ini untuk melihat Analisis Risiko

Patient Handling(umur, lama bekerja, IMT, Sikap kerja)dengankeluhan

muskuloskeletalpada perawat rawat inap RSUD dr. RM D joelham Binjai yaitu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

dengan uji statistikchi square dengan derajat kepercayaan 95%. Berikut ini adalah

hasil analisis Analisis Risiko Patient Handling dengan Keluhan Muskuloskeletal

pada Perawat Rawat Inap RSUD dr. RM. Djoelham Binjai pada tabel 4.6 sebagai

berikut:

Tabel 4.6 Distribusi Analisis Risiko Patient Handling dengan Keluhan


Muskuloskeletal pada Perawat Rawat Inap RSUD DR. RM. Djoelham Binjai

Keluhan Muskuskeletal
Tidak
Mengalami OR
Risiko Patient mengalami Total
keluhan p (95%
Handling keluhan (1-14)
(15-28) CI)
n % n % n %
Umur
≥30 24 80,0% 6 20,0% 30 100% 5,45(1,
67-
0,009
<30 11 42,3% 15 57,7% 26 100% 17,851
)
Masa Kerja
>5 tahun 23 79,3% 6 20,7% 29 100% 4,79
0,016 (1,48-
≤5 tahun 12 44,4% 15 55,6% 27 100%
15,53)
IMT
Tidak ideal 1,21(0,
20 64,5% 11 35,5% 31 100%
(<18.4 &> 24) 0,945 41-
Ideal (18.5-23.9) 15 60,0% 10 40,0% 25 100% 3,59)
Sikap Kerja
Tidak Ergonomi 8,52(2,
31 75,6% 10 24,4% 41 100%
(4-15) 0,002 21-
Ergonomi (1-3) 4 26,7% 11 73,3% 15 100% 32,6)

Hasil analisis hubungan umur dengan keluhan muskuloskeletal pada

perawattelah diuji menggunakan uji Chi Squarediperoleh bahwa dari 30 responden

yang berumur ≥30 tahun didapatkan sebanyak 24 responden (80%) mengalami

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

keluhan muskuloskeletal, sedangkan dari 26 responden yang berumur <30 tahun

terdapat 11 orang responden (42,3%) mengalami keluhan muskuloskeletal.

Hasil uji statistik menunjukan nilai pvalue 0,009 dengan demikian p value

lebih kecil dari nilai alpha (5%) sehingga Ho ditolak, artinya ada perbedaan proporsi

keluhan muskuloskletal yang mengeluh antara umur < 30 tahun dengan umur ≥30

tahun. Dengan kata lain ada hubungan yang signifikan antara umur perawat dengan

keluhan muskuloskeletal pada perawat di RSUD dr. RM. Djoelham Binjai. Hasil

analisis keeratan hubungan dua variabel menunjukan bahwa RP : 5,455 (95% CI =

1,67-17,85), artinya responden yang berusia ≥30 tahun memiliki peluang 5,45kali

lebih beresiko mengalami keluhan muskuloskeletal dibandingkan pada responden

yang berusia < 30 tahun.

Hasil analisis hubungan massa kerja dengan keluhan muskuloskeletaltelah

diuji menggunakan uji Chi Squarediperoleh bahwa dari 29 responden dengan massa

kerja >5 tahun didapatkan sebanyak 23 responden (79,3%) mengalami keluhan

muskuloskeletal, sedangkan dari 27 responden yang memiliki massa kerja ≤5 tahun

diperoleh sebanyak 12 orang perawat (44,4%) mengalami keluhan muskuloskeletal.

Hasil uji statistik menunjukan p value 0.016 dengan demikian p value lebih

kecil dari (5%) sehingga Ho ditolak, artinya ada perbedaan proposi keluhan

muskuloskeletal antara perawat dengan massa kerja ≤5 tahun dan pekerja dengan

massa kerja lebih >5 tahun atau dengan kata lain ada hubungan yang signifikan

antara massa kerja perawat dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat di RSUD

dr. RM. Djoelham Binjai. Hasil analisis keeratan hubungan dua variabel menunjukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

bahwa RP: 4,79 (95% CI = 1,48-15,53), artinya responden yang massa kerjanya>5

tahun memiliki peluang 4,792 kali lebih beresiko mengalami keluhan

muskuloskeletal dibandingkan dengan responden yang massa kerjanya≤ 5 tahun.

Hasil analisis hubungan indeks masa tubuh dengan keluhan muskuloskeletal,

telah diuji menggunakan uji Chi Squarediperoleh bahwa dari 31 perawat yang

memiliki IMT tidak ideal, sebanyak 20responden (64,5%) mengalami keluhan

muskuloskeletal. Selanjutnya dari 25 responden yang memiliki IMT ideal sebanyak

15 responden (60%) mengalami keluhan muskuloskeletal.

Hasil uji statistik menunjukan p value 0,945 dengan demikian p value lebih

besar dari (5%) sehingga Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan proporsi keluhan

muskuloskeletal antara perawat dengan indeks masa tubuh atau dengan kata lain

tidak ada hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh dengan keluhan

muskuloskeletal pada perawat di RSUD dr. RM. Djoelham Binjai.

Berdasarkan hasil analisis hubungan sikap kerja dengan keluhan

muskuloskeletal telah diuji menggunakan uji Chi Squarediketahui bahwa dari 41

responden dengan sikap kerja tidak ergonomidiperoleh sebanyak 31 responden

(75,6%) mengalami keluhan muskuloskeletal. Sedangkan dari 15 responden yang

memiliki sikap kerja ergonomiterdapat 4 responden (26,7%) yang mengalami

keluhan muskuloskeletal.

Hasil uji statistik menunjukan p value 0.002 dengan derajat kemaknaan α 5%,

sehingga p value lebih kecil dari nilai alpa (5%) atau Ho ditolak, artinya ada

perbedaan proporsi sikap kerja dengankeluhan muskuloskeletal pada perawat RSUD

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

dr. RM. Djoelham Binjai, dengan kata lain ada hubungan yang signifikan antara

sikap kerja dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat RSUD dr. RM. Djoelham

Binjai.

Analisis keeratan hubungan dua variabel menunjukan RP : 8.52 (95% CI =

2,21-32,6), artinya responden yang bekerja dengan kategori sikap kerja tidak

ergonomi memiliki peluang 8.52 kali beresiko mengalami keluhan muskuloskeletal

dibandingkan pada responden dengan kategori sikap kerja ergonomi.

4.4. Analisis Multivariat (Hasil Faktor Dominan yang Memengaruhi Variabel

Dependen)

Variabel bebas pada penelitian ini yang memenuhi kriteria kemaknaan

statistik (p<0,25) dimasukkan ke dalam analisis multivariat dengan menggunakan uji

regresi logistik berganda, yaitu variabel sikap kerja, usia, massa kerja, dan IMT.

Untuk mendapatkan faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi keluhan

muskuloskeletal pada perawat di RSUD. dr. RM. Djoelham Binjai, maka semua

kandidat diuji secara bersama-sama dengan menggunakan metode enter. Ketiga

variabel tersebut dapat dilanjutkan ke analisis multivariat. Faktor yang akan

dipertimbangkan untuk masuk dalam tiap seleksi dilihat dengan nilai sig.

Hasil seleksi 1 di mulai dari pemilihan variabel kandidat multivariat. Dalam

penelitian ini ada 4 variabel yang diduga berhubungan dengan keluhan

muskuloskeletal, yaitu umur, masa kerja, IMT, dan sikap kerja. Untuk membuat

model multivariat empat variabel tersebut terlebih dahulu dilakukan analisis bivariat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

dengan variabel dependen (keluhan muskuloskeletal) menurut Mickey dan

Greenland (1989), variabel yang pada saat dilakukan uji G (Rasio log-likehood)

memiliki p<0,25 dan mempunyai kemaknaan secara substansi dapat dijadikan

kandidat yang akan dimasukkan kedalam model multivariate. Hasil analisis bivariat

antara variabel independen dengan dependen disajikan dalam tabel berikut tabel 4.7

berikut ini :

Tabel 4.7. Hasil Analisis Bivariat Variabel Umur, Masa Kerja, IMT,
Sikap Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal

No Variabel Log-Likehood Sig


1 Umur 74,097 0,003
2 Masa Kerja 74,095 0,006
3 IMT 74,095 0,729
4 Sikap Kerja 74,095 0,001

Dari hasil diatas ternyata ada tiga variabel yang sig nya < 0,25 yaitu, umur,

masa kerja, dan sikap kerja, sedangkan satu variabel yaitu IMT yang signya> 0,25.

Dengan demikian variabel yang terus masuk ke seleksi kedua yaitu pembuatan model

multivariat adalah variabel umur, masa kerja, dan sikap kerja.

Pada seleksi kedua semua variabel kandidat di masukkan secara bersama-

sama. Model terbaik akan mempertimbangkan nilai signifikansi (sig ≤0,05).

Pemilihan model dilakukan secara hirarki dengan cara semua variabel independen (

yang telah lolos sensor) dimasukkan ke dalam model, kemudian variabel yang p

tidak signifikan dikeluarkan dari model secara berurutan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

Tabel 4.8. Seleksi Variabel yang Berhubungan dengan Keluhan


Muskuloskeletal pada Perawatdi RSUD dr. RM. Djoelham Binjai

95% CI for Exp (B)


Variabel B Sig Exp (B)
Lower Upper
Seleksi 2
Umur 1,120 0,175 3,065 0.608 15.451
Masa Kerja 0,386 0,648 1,472 0.281 7.712
Sikap Kerja 1,749 0,018 5,749 1.355 24.401
Constant -4,714 0,002 0,009

Hasil seleksi terakhir diperoleh 1 variabel yang berhubungan dengan keluhan

muskuloskeletal yaitu sikap kerja. Karena hanya diperoleh satu variabel maka uji

analisis multivariate hanya berakhir pada pembuatan model saja. Oleh karena itu,

dapat disimpulkan bahwa sikap kerja adalah variabel yang paling dominan

berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat di RSUD. dr. RM.

Djoelham Binjai dengan nilai Exp(B) 6,215.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Keluhan Muskuloskeletal pada Perawat di RSUD. DR. RM. Djoelham

Binjai

Hasil penelitian yang dilakukan pada Perawat di RSUD. DR. RM. Djoelham

Binjai, diperoleh hasil bahwa terdapat 35perawat (62,5%) dari 56perawat yang

merasakan keluhan muskuloskeletal. Berdasarkan hasil Nordic Body Map (NBM)

diketahui terdapat 6 (enam) bagian tubuh yang paling banyak dikeluhkan perawat

yaitu bagian bahu kanan,pergelangan tangan kiri,pergelangan tangan kanan,tangan

kanan,pergelangan kaki kiri. Namun demikian berdasarkan tingkat keparahan,

seluruh perawat yang mengalami keluhan (35 perawat) mengaku bahwa keluhan

tersebut termasuk ke dalam kategori sedang dan masih bisa melakukan pekerjaan

setelah istirahat.

Tarwaka (2013) menguraikan bahwa keluhan muskuloskeletal bukanlah

merupakan diagnosis klinis tapi merupakan label untuk persepsi rasa sakit atau nyeri

pada sistem muskuloskeletal, sehingga keluhan muskuloskeletal yang dialami

perawat sangat bergantung pada persepsi rasa sakit yang dialaminya.

Hal ini menimbulkan asumsi penulis, bahwa masih ada kemungkinan dari

responden lain yang sebenarnya mengalami gangguan tapi tidak mengaku merasakan

adanya keluhan muskuloskeletal. Selain itu pada perawat yang merasakan keluhan

muskuloskeletal dimana seluruhnya mengaku berada pada tingkat keluhan sedang,

98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

Ada kemungkinan bahwa pada kenyataannya keluhan yang dirasakan termasuk ke

dalam kategori keluhan yang cukup parah (tidak mampu melakukan pekerjaan).

Namun, karena adanya kebutuhan ekonomi yang menuntut untuk tetap bekerja, pada

akhirnya keluhan yang dirasakan dianggap merupakan keadaan yang biasa. Dengan

demikian, keluhan yang dirasakan oleh responden pada saat dilakukan penelitian

sangat bergantung pada tingkat kejujuran dan tingkat persepsi keluhan yang

dirasakannya.

Patient Handling adalah setiap kegiatan yang membutuhkan penggunaan

tenaga yang dikeluarkan oleh seseorang untuk mengangkat, menurunkan,

mendorong, menarik, membawa, memindahkan, memegang atau menahan benda

hidup atau benda mati (OSHA, 2002). Jika hal tersebut berlangsung tiap hari dan

dalam waktu yang lama, bisa menimbulkan sakit permanen dan kerusakan pada otot,

sendi, tendon, ligamen dan jaringan-jaringan lain (Suma’mur, 2014).

Kegiatan keperawatan di lokasi ruang rawat inap, aktifitas kerjanya bersifat

patient handling sehingga setiap tahapan kegiatan sepenuhnya memerlukan

kemampuan fisik perawat. Bagian-bagian tubuh yang paling banyak dilibatkan dalam

kegiatan keperawatan yaitu bahu kanan,pergelangan tangan kiri, pergelangan tangan

kanan,tangan kanan,pergelangan kaki kiri dimana bagian-bagian tubuh tersebut

adalah bagian tubuh yang paling banyak dikeluhkan perawat.

Penelitian yang dilakukan oleh Shafiezadeh (2012), menyatakan bahwa 83%

perawat di Iran mengalami keluhan muskuloskeletal dan keluhan yang sering terjadi

pada daerahbahu, pergelangan tangan, tangan, pergelangan kaki, kepala, leher.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


100

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Olvin, dkk (2015) 76,24% perawat

di Swedia mengalami keluhan muskuloskeletal dan masalah muskuloskeletal yang

sering muncul adalah bahu, lengan, pergelangan tangan, kaki, dan leher.

Responden yang tidak mengalami keluhan muskuloskeletal pada saat

dilakukan penelitian karena berdasarkan hasil wawancara, responden mengaku sudah

bisa beradaptasi dengan pekerjaan dan lingkungannya serta memiliki masa kerja

yang belum lama. Namun demikian, yang dijadikan pertimbangan untuk

meminimalisir terjadinya keluhan muskuloskeletal tersebut, tindakan yang

direkomendasikan menurut dalam usaha mencegah terjadinya keluhan

muskuloskeletal menurut metode REBA yaitu memberikan informasi dan

pengetahuan pada perawat mengenai postur ergonomis tubuh saat melakukan

tindakan keperawatan di ruang rawat inap. sehingga dapat mencegah paparan risiko

yang berlebihan.

5.2. Hubungan Umur dengan Keluhan Muskuloskeletal

Tarwaka (2013) menyatakan bahwa pada umur 30 tahun sebagian pekerja

mengalami peristiwa pertama dalam sakit punggung dan tingkat kelelahan akan

semakin bertambah sesuai dengan bertambahnya umur. Selain itu, pertambahan umur

akan disertai dengan penurunan kapasitas fisik seseorang yang ditandai dengan

menurunnya kekuatan otot. Penelitian yang dilakukan oleh betti’e,et al (Bukhori,

2010) tentang kekuatan statik otot pada pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai

dengan diatas 60 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa kekuatan otot maksimal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


101

terjadi pada saat umur antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan

dengan bertambahnya umur.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0.05 (α 5%) artinya ada hubungan

antara umur dengan keluhan muskuloskeletal, dimana responden yang berusia ≥30

tahun memiliki peluang 5,45 kali beresiko mengalami keluhan muskuloskeletal

dibandingkan pada responden yang berusia <30 tahun. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Bukhori (2010) bahwa adanya hubungan antara umur

pekerja dengan keluhan Muskuloskeletal (gangguan otot dan tulang). Umur

mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot tangan dan kaki, bahkan

ada beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama

terjadinya keluhan otot (Tarwaka, 2013).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Munir (2012) bahwa sejalan

dengan meningkatnya usia, akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini

mulai terjadi di saat seseorang berusia 41 tahun. Salah satu bagian tubuh yang juga

mengalami degenerasi adalah tulang belakang. Sejalan dengan bertambahnya usia,

degenerasi diskus vertebrata akan semakin parah, kekuatan dan ketahanan otot akan

semakin berkurang. Sehingga risiko keluhan muskuloskeletal akan semakin besar.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value= 0,012 maka disimpulkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antar usia dengan kejadian keluhan muskuloskeletalbawah.

Tarwaka (2013) menyebutkan bahwa usia adalah faktor kombinasi penyebab keluhan

muskuloskeletal, artinya usia tidak berdiri sendiri sebagai penyebab keluhan

muskuloskeletal, tetapi ada faktor penyebab lain yang lebih dominan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

Munir (2012) menyatakan suatu kemungkinan bahwa perawat senior

mempunyai ambang batas nyeri yang lebih tinggi. Pengalaman kerja yang lama

dengan kemungkinan sakit punggung yang berulang membuat perawat senior

mengabaikan keluhan muskuloskeletal yang ringan dan menganggap hal tersebut

bagian dari pekerjaannya yang wajar sehingga tidak melaporkan keluhan

muskuloskeletal yang ringan.

Hasil penelitian yang dilakukan Fatmawati(2016) menunjukkan bahwa

perawat yang sering mengalami keluhan muskuloskeletal dialami perawat yang

berusia >30 tahun sebesar 50%. Berdasarkan uji statistik bivariat terbukti bahwa ada

hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan muskuloskeletal (p value =

0,018).

Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa meningkatnya usia

akan terjadi degenerasi tulang dan keadaan ini terjadi di saat berusia >30 tahun.

Salah satu bagian tubuh yang juga mengalami degenerasi adalah tulang belakang.

Akibat proses tersebut terbentuk jaringan parut di diskus invertebrate, jumlah cairan

di antara sendi berkurang dan ruang diskus mendangkal secara permanen. Akibat

segmen spinal akan kehilangan stabilitasnya. Pendangkalan di ruang diskus akan

mengurangi kemampuan tulang belakang terutama daerah lumbal untuk menahan

beban menjadi bekurang. Seharusnya vertebra lumbal mampu menahan 40-50%

beban. Berkurangnya kemampuan untuk menahan beban dan pergerakan tubuh

menyebabkan terjadinya keluhan muskuloskeletal (Jatmikawati, 2006).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

Mengurangi risiko terjadinya keluhan muskuloskeletal yang ditimbulkan

akibat dari umur, sebaiknya direktur maupun tim yang bertanggungjawab atas

kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakitagar lebih memperhatikan kondisi fisik

perawat,salah satunya dengan cara mengurangi berat pekerjaan yang harus

dikerjakan khususnya oleh perawat yang berumur lebih dari 35 tahun dan dapat

melaksanakan program stretching sebelum dan sesudah bekerja secara rutin, menurut

Anderson (2010) untuk menjaga stabilitas otot baik pada usia <25 tahun maupun usia

lanjut, peregangan otot dapat dilakukan disegala tempat dan tidak perlu memerlukan

peralatan khusus. Jika dilakukan dengan benar, peregangan dapat mencegah dan

membantu pemulihan keluhan muskuloskeletal dari sikap kerja yang salah, otot yang

menegang diakibatkan oleh sendi yang mengencang, peredaran darah yang

terhambat, dan lain-lain.

5.3. Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal

Masa kerja yang dihitung dan masuk ke dalam analisis, hanya berdasarkan

lamanya responden bekerja di tempat penelitian saja, sedangkan kegiatan dengan

risiko sama yang dijalani responden sebelum bekerja di tempat penelitian tidak

dimasukan kedalam perhitungan analisis karena seluruh pekerja memiliki

pengalaman yang sama yaitu sudah terbiasa melakukan kegiatan keperawatan

sebelum bekerja di tempat penelitian.

Hasil uji statistik menunjukan p value 0.016 dengan demikian p value lebih

kecil dari (5%) sehingga Ho ditolak, artinya ada perbedaan proporsi keluhan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


104

muskuloskeletal antara pekerja dengan massa kerja ≤5 tahun dan pekerja dengan

massa kerja lebih >5 tahun atau dengan kata lain ada hubungan yang signifikan

antara massa kerja perawat dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat di RSUD

dr. RM. Djoelham Binjai. Hasil analisis keeratan hubungan dua variabel menunjukan

bahwa RP : 4,79 (95% CI = 1,48-15,53), artinya responden yang massa kerjanya>5

tahun memiliki peluang 4,79 kali lebih beresiko mengalami keluhan muskuloskeletal

dibandingkan pada responden yang berusia ≤ 5 tahun.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nuryaningtyas dan Martiana (2014) terhadap 33 orang perawat yang bekerja di

RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya menyatakan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara masa kerja dengan keluhan muskuloskeletal (p=0,012<α).

Berdasarkan hasil observasi bahwa perawat sudah mulai bekerja dari muda

yaitu usia 20 tahun sampai berusia ≥ 30 tahun masih bekerja sebagai perawat,

sehingga dampak dari keluhan muskuloskeletal telah berakumulasi serta hal lain

yang ikut menyumbangkan dalam terjadinya keluhan muskuloskeletal pada pekerja

yaitu target untuk menyelesaikan pekerjaan, sehingga pekerja memforsir dirinya

untuk menyelesaikan pekerjaan dan mengabaikan istirahat atau relaksasi.

Menurut Suma’mur (2014) dalam seminggu orang hanya bisa bekerja dengan

baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu kecenderungan timbulnya hal-hal yang negatif.

Makin panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak

diinginkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


105

5.4. Hubungan Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan Keluhan Muskuloskeletal

Hasil analisis hubungan indeks masa tubuh dengan keluhan muskuloskeletal,

diperoleh bahwa dari 32 perawat yang memiliki IMT ideal, sebanyak 15 responden

(60%) mengalami keluhan. Selanjutnya dari 31 responden yang memiliki IMT tidak

ideal sebanyak 15 responden (60%) mengalami keluhan muskuloskeletal.

Hasil uji statistik menunjukan p value 0,945 dengan demikian p value lebih

besar dari (5%) sehingga Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan proporsi keluhan

muskuloskeletal antara perawat dengan indeks masa tubuh atau dengan kata lain

tidak ada hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh dengan keluhan

muskuloskeletal pada perawat di RSUD dr. RM. Djoelham Binjai.Akan tetapi hasil

penelitian ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2016)

pada perawat di RSUD DR. Moewardi menyatakan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara IMT dengan Keluhan muskuloskeletal ((p=0,038<α).

5.5. HubunganSikap Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal

Hasil uji statistik menunjukan p value 0.002 dengan derajat kemaknaan α 5%,

sehingga p value lebih kecil dari nilai alpa (5%) atau Ho ditolak, artinya ada

perbedaan proporsi keluhan sikap kerja dengan keluhan muskuloskeletal pada

perawat RSUD dr. RM. Djoelham Binjai, dengan kata lain ada hubungan yang

signifikan antara sikap kerja dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat RSUD

dr. RM. Djoelham Binjai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


106

Analisis keeratan hubungan dua variabel menunjukan RP : 8.52 (95% CI =

2,21-32,6), artinya responden yang bekerja dengan kategori sikap kerja tidak

ergonomi memiliki peluang 8.52 kali beresiko mengalami keluhan muskuloskeletal

dibandingkan pada responden dengan kategori risiko sikap kerja ergonomi.

Keadaan tersebut dapat terjadi akibat kegiatan patient handling seperti

mendorong, menarik, mengangkat dan menurunkan dalam postur kerja yang tidak

ergonomis. Sikapkerja yang tidak ergonomis mempunyai hubungan dengan keluhan

muskuloskeletal. Faktor lainnya dapat mempeorarah keluhan muskuloskeletal adalah

adanya aktivitas perawat ketika mendorong dan menahan bed atau kursi roda pasien

dari lantai 1 ke lantai 2 dan sebaliknya, sehingga perawat memerlukan tenaga yang

cukup besar.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nuryaningtyas, dkk (2014),

hasil uji statistic chi square didapatkan nilai p value (0,033<0,05) menyatakan bahwa

ada hubungan yang signifikan antara sikap kerja dengan keluhan muskuloskeletal.

Hal tersebut disebabkan oleh posisi kerja dari perawat yang banyak melakukan

aktivitasnya dengan berjalan dan berdiri pada saat melakukan tindakan perawat ke

pasien. Perawat seringkali menggunakan posisi berdiri dan membungkuk pada waktu

yang lama disertai penggunaan lengan atas dan lengan bawah yang menggantung

serta posisi leher menekuk kedepan.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawidjaja, dkk

(2014), mengenai penilaian hubungan kegiatan transfer pasien dengan tingkat

keluhan muskuloskeletal hasil p value (0,011<0,05) yang artinya terdapat hubungan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


107

yang bermakna antara kegiatan transfer pasien dengan tingkatkeluhan

muskuloskeletal. Proses transfer pasien merupakan pergerakan simultan yang banyak

membebani tulang belakang, otot, dan juga ligament yang menunjang tulang

belakang. Postur janggal dan beban membuat otot, tulang, dan ligament pada

vertebra berkontraksi maksimal sehingga bila dilakukan terus menerus dalam durasi

yang lama dan sering maka dapat menimbulkan kelelahan pada otot akibat

menumpuknya sisa metabolism berupa asam laktat, yang diikuti kelemahan ligament

dan selanjutnya terjadi keluhan muskuloskeletal.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Soedarjatmi (2013), hasil uji

statistikchi square didapatkan nilai p value (0,002<0,05) menunjukkan bahwa pola

kerja mengangkat secara bermakna berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal

pada perawat RSU Tugurejo Semarang. Terlihat bahwa sebagian besar perawat

pelaksana RSU Tugurejo Semarang dalam melakukan pekerjaan mengangkat dan

mendORong masih dalam posisi yang salah atau tidak ergonomis. Penelitian ini juga

sejalan dengan hasil penelitian Putranto (2014), dari hasil uji statistik didapatkan

nilai p value (0,00<0,05) yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara

sikap kerja dengan keluhan muskuloskeletal.

Sikap kerja tidak alamiah dapat menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh

bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung

yang terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi

bagian tubuh dari pusat grafitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya

keluhan sistem muskuloskeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


108

tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan

keterbatasan pekerja (Granjean, 1993; Anis & McConville, 1996; Waters &

Anderson, 1996 & Manuaba, 2000 dalam Tarwaka 2015).

Menurut Kurniawidjaja, dkk (2014), faktor fisik seperti posisi janggal, patient

handling, seringmembungkuk dan memutar, serta gerakan mendorong ke depan

merupakan faktorrisiko yang dapat mempengaruhi tingginya prevalensi keluhan

muskuloskeletal pada perawat. Untuk mengendalikan faktor risiko somatic yaitu

bahaya yang bersumber dari tubuh perawat, maka perawat harus dapat mengenal

faktOR risiko keluhan muskuloskeletal dan cara mengendalikannya. Untuk itu perlu

dilakukan komunikasi hazard dan pelatihan, mereka juga dianjurkan melakukan

peregangan otot sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan, olahraga secara teratur

untuk meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot penyangga tulang belakang.

Menurut Martiyas, dkk (2015), keluhan muskuloskeletal yang disebabkan

oleh sikap kerja yang tidak alamiah perlu diminimalkan, karena adanya keluhan

muskuloskeletal pada pekerja menyebabkan pekerja tidak dapat dapat bekerja secara

optimal dengan demikian, agar risiko pekerjaan yang dihadapi tidak menjadi semakin

besar, sebaiknya diberikan pelatihan khusus terkait prosedur pengangkatan beban

baik dan benar kepada pekerja baru atau pekerja lama, serta melakukan pengawasan

rutin pada pekerja. Dengan diadakannya pendidikan dan pelatihan khusus yang

diberikan kepada pekerja, selanjunya pekerja akan lebih memahami pekerjaannya

sehingga diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan inovatif dalam melakukan

upaya-upaya pencegahan kearah yang lebih baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


109

5.6 Keterbatasan penelitian

Pada penelitian ini peneliti memiliki keterbatasan- keterbatasan seperti:

a. Aktivitas kerja yang diteliti merupakan aktivitas yang sering dilakukan oleh

perawat rawat inap dalam setiap shifnya, namun hal tersebut belum cukup

menggambarkan kondisi aktivitas rawat inap yang sebenarnya.

b. Aktivitas perawat yang dinilai untuk mengetahui sikap kerja hanya

menggunakan satu foto/ gambar dan diambil dalam satu waktu, sehingga ada

kemungkinan aktivitas yang dinilai bukan merupakan gambaran sikap kerja

perawat sehari- hari.

c. Penelitian ini tidak menilai faktor- faktor lain yang mempengaruhi hasil

penilaian REBA seperti factor lingkungan, psikososial, jenis kelamin,

kebiasaan merokok sehingga diperlukan modifikasi penilaian agar lebih

komprehensif.

d. Terbatasnya sumber informasi/ literature mengenai sikap kerja ergonomis

perawat terutama saat melakukan aktivitas kerja di rawat inap.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


110

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tentang Analisis Risiko Patient Handling dengan

Keluhan Muskuloskeletal pada perawat di RSUD dr. RM. Djoelham Binjai yang

dilakukan terhadap 56orang responden, maka didapatkan beberapa

kesimpulansebagai berikut:

1. Hasil penelitian dari 56responden menunjukkan bahwa umur responden yang

paling banyak adalah umur ≤ 30 tahun sebanyak 30 perawat (53,6 %);

masakerja responden yang paling banyak adalah > 5 tahun sebanyak 29

perawat (51,8 %); IMT responden yang paling banyak adalah BB Ideal yaitu

18,5-24,9 sebanyak 31 perawat (55,4 %); dan sikap kerja responden yang

paling banyak adalah tidak ergonomi sebanyak 41 perawat (73,2 %); keluhan

muskuloskeletal responden yang paling banyak adalah mengalami

keluhansebanyak 35 perawat (62,5 %).

2. Ada hubungan yang signifikan antara umur, masa kerja, dan sikap kerja

dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat di RSUD dr. RM. Djoelham

Binjai. Variabel yang paling dominan mempengaruhi terjadinya keluhan

muskuloskeletal pada perawat di RSUD dr. RM. Djoelham Binjai adalah

variabel sikap kerja dengan nilai Exp(B) 6,215.

110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


111

6.2 Saran

6.2.1Bagi Perawat

1. Untuk menjaga stabilitas otot pada usia lanjut dengan menjaga pola makanan

dan minuman yang mendukung kesehatan otot, serta melakukan stretching

atau peregangan otot ringan sebelum dan sesudah kerja minimal selama 2-3

menit.

2. Perawat sebaiknya mengikuti aturan SOP (Standard Operating Procedure)

mengenai angkat/ angkut pasien atau mobilisasi pasien yang sudah ada.

6.2.2Bagi Pihak K3 RS RSUD dr. RM Djoelham Binjai

1. Karena sebagian besar perawat dalam kategori tidak ergonomis sehingga

diperlukan adanya investigasi dan perbaikan segera serta mengadakan

pelatihan terkait kegiatan patient handling atau ergonomic untuk mengurangi

keluhan terhadap keluhan muskuloskeletal pada perawat.

2. Sebaiknya tim K3 RSmenyusun dan menerapkan SOP (Standard Operating

Procedure)mengenai risiko patient handling pada perawat saat bekerja serta

digunakan sebagai bahan acuan pendidikan

6.2.3. Bagi Peneliti Lain

Bagi penelitian selanjutnya dapat menambah variabel-variabel lain

seperti faktor lingkungan, psikososial, Jenis Kelamin, Kebiasaan merokok

serta sebaiknya perlu penelitian kualitatif dengan variabel yang sama agar

variabel-variabel yang telah ditelah diteliti secara kuantitatif dapat

dieksplorasi lagimelalui penelitian kualitatif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


112

DAFTAR PUSTAKA

Anap, B.D., Iyer, C., dan Rao, K. 2013. Work Related Musculoskeletal Disorders
Among Hospital Nurses In Rural Maharastha, India : A Multi Centre
Survey. International Journal of Research in Medical Sciences, 1(2), 101 –
107. doi : 10.5455/2320-6012.ijrms20130513

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Standar Praktik Keperawatan bagi


Perawat Kesehatan di Rumah Sakit. Jakarta : Depkes RI. Diambil dari
http://dinkesjatengprov.go.id/standarpraktik/. Diakses pada tanggal 24
Oktober 2016.

Dewi, N.F. 2008. Tinjauan Risiko Ergonomi Musculoskeletal Disorders (MSDs)


pada Aktifitas Perawat IGD Rumah Sakit Tria Dipa Tahun 2008. Jakarta :
Skripsi. Perpustakaan Universitas Indonesia.

Elyas, Y. 2012. Gambaran Tingkat Risiko Muskuloskeletal Disorder (MSDs) pada


Perawat Saat Melakukan Aktivitas Kerja di Ruang ICU PJT RSCM. Jakarta
: Universitas Indonesia.

Farid, Wyke 2015. Risiko Jenis Pekerjaan terhadap Keluhan Muskuloskeletal


Disorders pada Perawat Rumah Sakit. Banten : Universitas Serang Raya.

Health and Safety Executive. 2014. HSE Annual Statistics Report For Great Britain.
Diakses 24 Oktober 2016. http://www.hse.gov.uk/statistics/

John. 2007. Application of Ergonomic at Workplace. Diakses dari


www.safetyinfo.com

Kasmarani. 2012. Pengaruh Beban Kerja Fisik dan Mental Terhadap Stres Kerja
pada Perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Cianjur. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 767–776. Diambil dari http://ejournals1.undip.ac.id
/index.php/jkm . Diakses pada tanggal 24 Oktober 2016.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 432/MENKES/SK/2007 tentang Pedoman
Manajemen dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit. Jakarta : Menteri
Kesehatan Republik Indonesia. Diambil dari http://dinkes.go.id/
keputusankemenkes/. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


113

Nurmianto, Eko. 2014. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Guna Widya.
Jakarta Edisi II. Cetakan II.

Olvin, Johan, Odi. 2015. Analisis Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan
Keluhan Muskuloskeletal pada Perawat Instalasi Gawat Darurat (IGD)
RSUP PROF DR. R. D. Kandou. Manado. Universitas Sam Ratulangi.

OSHA, 2013. Safe Patient Handling. Diakses 24 Oktober 2016.


http://www.osha.gov/ SLTC/healthcarefacilities/safepatienthandling.html

Santoso, 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Cetakan Pertama,


Prestasi Pustaka, Jakarta

Selvianti, R. 2009. Gambaran Tingkat Risiko Musculoskeletal Disorder pada


Perawat IGD di RS Atma Jaya. Jakarta : Skripsi Universitas Indonesia.

Shafiezadeh, K.R. 2011. Prevalence of Musculoskeletal Disorders


amongParamedics Working in a Large Hospital in Ahwaz, Southwestern
Iran in 2010. International Journal of Occupational Environmental
Medicine, 2(3), 157 –165. Diambil dari http://www.theijoem.com. Diakess
pada tanggal 27 Oktober 2016.

Suseno, A. 2013. Materi Pra Pendidikan Mahasiswa Keperawatan & Kebidanan.


Surakarta : RSUD Dr. Moewardi.

Tarwaka. 2010. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen dan Implementasi K3


Di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press

Tarwaka. 2013. Ergonomi Industri Dasar–Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi


Di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press.

World Health Organization. 2010. Protecting Workers’ Health Series No. 5,


Preventing Musculoskeletal Disorders in the Workplace, 2006. Diambil dari
http://www.who.int/occupational_health/publications/muscdisorders/en/
Diakses pada 28 Oktober 2016.

Yurisa, W. 2008. Etika Penelitian Kesehatan. Riau : University of Riau.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Lampiran 1

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat :

Setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian ini maka saya menyatakan


bersedia berpartisipasi menjadi subjek dalam penelitian yang akan dilakukan oleh
saudari Safrina Ramadhani mengenai “Analisis Risiko Patient Handling dengan
Keluhan Muskuloskeletal pada Perawat di Unit Rawat Inap RSUD. dr. RM.
Djoelham Binjai”.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini sangat bermanfaat untuk


kepentingan ilmiah. Identitas responden digunakan hanya untuk keperluan penelitian
dan akan dijaga kerahasiaannya.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak
manapun agar dapat dipergunakan sesuai keperluan.

Binjai, _________________

Peneliti Responden

Jhely Febria Sandri (_____________________________)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN

ANALISIS RISIKO PATIENT HANDLING DENGAN KELUHAN


MUSKULOSKELETAL PADA PERAWAT DI UNIT RAWAT INAP RSUD.
DR. RM. DJOELHAM BINJAI
1. Identitas Responden

a. Nomor Responden : ________________________________________

b. Nama Responden : ________________________________________

c. Umur : ________ tahun

d. Masa Kerja : ________ tahun

e. Berat Badan : _______Kg

f. Kebiasaan Merokok : Ya Tidak

g. Pengalaman Kerja : ________ tahun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

2. KUESIONER BODYMAP
(Jawablah pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda ( ) pada kolom
disamping pertanyaan yang sesuai dengan kondisi/perasaan saudara)
Keterangan : A: Tidak sakit, B: sakit

NO TINGKAT
JENIS KELUHAN KELUHAN
A B
0 Sakit/kaku di leher bagian atas
1 Sakit/kaku di leher bagian bawah
2 Sakit di bahu kiri
3 Sakit di bahu kanan
4 Sakit pada lengan atas kiri
5 Sakit di punggung
6 Sakit pada lengan atas kanan
7 Sakit pada pinggang
8 Sakit pada bokong
9 Sakit pada pantat
10 Sakit pada siku kiri
11 Sakit pada siku kanan
12 Sakit pada lengan bawah kiri
13 Sakit pada lengan bawah kanan
14 Sakit pada pergelangan tangan kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan kanan
16 Sakit pada tangan kiri
17 Sakit pada tangan kanan
18 Sakit pada paha kiri
19 Sakit pada paha kanan
20 Sakit pada lutut kiri
21 Sakit pada lutut kanan
22 Sakit pada betis kiri
23 Sakit pada betis kanan
24 Sakit pada pergelangan kaki kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki kanan
26 Sakit pada kaki kiri
27 Sakit pada kaki kanan
Demikianlah data ini saya sampaikan dengan sebenarnya untuk dapat

diketahui dan digunakan seperlunya.

Binjai, ____________ Responden,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

HASIL UJI ANALISIS SPSS

Frequencies

Statistics

Keluhan
Mus kus k
Umur Mas a Kerja IMT s ikap kerja eletal
N Valid 56 56 56 56 56
Mis sing 0 0 0 0 0

Frequency Table

Umur

Cum ulati ve
Frequency Percent Val id Percent Percent
Val id >=30 tahun 30 53.6 53.6 53.6
30 tahun 26 46.4 46.4 100.0
Total 56 100.0 100.0

Masa Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid lama (>5 tahun) 29 51.8 51.8 51.8
baru (<=5 tahun) 27 48.2 48.2 100.0
Total 56 100.0 100.0

IMT

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak ideal 31 55.4 55.4 55.4
ideal (18.5-23.9) 25 44.6 44.6 100.0
Total 56 100.0 100.0

sikap kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak ergonomi 41 73.2 73.2 73.2
ergonomi 15 26.8 26.8 100.0
Total 56 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Keluhan Muskuskeletal

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid keluhan 35 62.5 62.5 62.5
tidak mengalami
21 37.5 37.5 100.0
keluhan (1-14)
Total 56 100.0 100.0

CROSSTABS
/TABLES=a1ktg mkktg imtktg sikapktg BY muskusktg
/FORMAT= AVALUE TABLES
/STATISTIC=CHISQ RISK
/CELLS= COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL .

Crosstabs

Case Processing Summary

Cas es
Valid Mis sing Total
N Percent N Percent N Percent
Umur * Keluhan
56 100.0% 0 .0% 56 100.0%
Mus kus keletal
Mas a Kerja * Keluhan
56 100.0% 0 .0% 56 100.0%
Mus kus keletal
IMT * Keluhan
56 100.0% 0 .0% 56 100.0%
Mus kus keletal
s ikap kerja * Keluhan
56 100.0% 0 .0% 56 100.0%
Mus kus keletal

Umur * Keluhan Muskuskeletal


Crosstab

Kel uhan Muskuskel etal


ti dak
m engal am i
keluhan
keluhan (1-14) Total
Um ur >=30 tahun Count 24 6 30
% within Um ur 80.0% 20.0% 100.0%
30 tahun Count 11 15 26
% within Um ur 42.3% 57.7% 100.0%
Total Count 35 21 56
% within Um ur 62.5% 37.5% 100.0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-s ided) (2-s ided) (1-s ided)
Pears on Chi-Square 8.443 b 1 .004
Continuity Correctiona 6.911 1 .009
Likelihood Ratio 8.645 1 .003
Fis her's Exact Tes t .006 .004
Linear-by-Linear
8.292 1 .004
Ass ociation
N of Valid Cas es 56
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.
75.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Val ue Lower Upper
Odds Ratio for Um ur
5.455 1.667 17.851
(>=30 tahun / 30 tahun)
For cohort Keluhan
1.891 1.166 3.066
Mus kus keletal = keluhan
For cohort Keluhan
Mus kus keletal = tidak
.347 .158 .762
m engalam i kel uhan
(1-14)
N of Valid Cases 56

Masa Kerja * Keluhan Muskuskeletal

Crosstab

Keluhan Mus kuskeletal


tidak
mengalami
keluhan
keluhan (1-14) Total
Mas a lama (>5 tahun) Count 23 6 29
Kerja % within Mas a Kerja 79.3% 20.7% 100.0%
baru (<=5 tahun) Count 12 15 27
% within Mas a Kerja 44.4% 55.6% 100.0%
Total Count 35 21 56
% within Mas a Kerja 62.5% 37.5% 100.0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-s ided) (2-s ided) (1-s ided)
Pears on Chi-Square 7.252 b 1 .007
Continuity Correctiona 5.841 1 .016
Likelihood Ratio 7.430 1 .006
Fis her's Exact Tes t .012 .007
Linear-by-Linear
7.123 1 .008
Ass ociation
N of Valid Cas es 56
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.
13.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Val ue Lower Upper
Odds Ratio for Mas a
Kerja (l am a (>5 tahun) / 4.792 1.478 15.535
baru (<=5 tahun))
For cohort Keluhan
1.784 1.126 2.829
Mus kus keletal = keluhan
For cohort Keluhan
Mus kus keletal = tidak
.372 .169 .819
m engalam i kel uhan
(1-14)
N of Valid Cases 56

IMT * Keluhan Muskuskeletal

Crosstab

Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan
keluhan (1-14) Total
IMT tidak ideal Count 20 11 31
% within IMT 64.5% 35.5% 100.0%
ideal (18.5-23.9) Count 15 10 25
% within IMT 60.0% 40.0% 100.0%
Total Count 35 21 56
% within IMT 62.5% 37.5% 100.0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-s ided) (2-s ided) (1-s ided)
Pears on Chi-Square .120b 1 .729
Continuity Correctiona .005 1 .945
Likelihood Ratio .120 1 .729
Fis her's Exact Tes t .786 .471
Linear-by-Linear
.118 1 .731
Ass ociation
N of Valid Cas es 56
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.
38.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Val ue Lower Upper
Odds Ratio for IMT (ti dak
1.212 .409 3.594
ideal / ideal (18.5-23.9))
For cohort Keluhan
1.075 .711 1.625
Mus kus keletal = keluhan
For cohort Keluhan
Mus kus keletal = tidak
.887 .452 1.743
m engalam i kel uhan
(1-14)
N of Valid Cases 56

sikap kerja * Keluhan Muskuskeletal

Crosstab

Keluhan Mus kuskeletal


tidak
mengalami
keluhan
keluhan (1-14) Total
s ikap tidak ergonomi Count 31 10 41
kerja % within s ikap kerja 75.6% 24.4% 100.0%
ergonomi Count 4 11 15
% within s ikap kerja 26.7% 73.3% 100.0%
Total Count 35 21 56
% within s ikap kerja 62.5% 37.5% 100.0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-s ided) (2-s ided) (1-s ided)
Pears on Chi-Square 11.224b 1 .001
Continuity Correctiona 9.233 1 .002
Likelihood Ratio 11.144 1 .001
Fis her's Exact Tes t .001 .001
Linear-by-Linear
11.024 1 .001
Ass ociation
N of Valid Cas es 56
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.
63.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Val ue Lower Upper
Odds Ratio for si kap kerj a
(tidak ergonom i / 8.525 2.214 32.826
ergonom i)
For cohort Keluhan
2.835 1.203 6.681
Mus kus keletal = keluhan
For cohort Keluhan
Mus kus keletal = tidak
.333 .179 .618
m engalam i kel uhan
(1-14)
N of Valid Cases 56
LOGISTIC REGRESSION VARIABLES muskusktg
/METHOD = ENTER a1ktg
/PRINT = CI(95)
/CRITERIA = PIN(.05) POUT(.10) ITERATE(20) CUT(.5) .

Logistic Regression

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent
Sel ected Cas es Incl uded i n Anal ys is 56 100.0
Mis si ng Cases 0 .0
Total 56 100.0
Uns elected Cas es 0 .0
Total 56 100.0
a. If weight i s i n effect, see cl as si fication table for the total
num ber of cas es.

Depe ndent Va riable Enc oding

Orig in a l Val ue In te rn al Valu e


kelu h an 0
ti da k m en ga la m i
1
kelu h an ( 1-1 4 )

Block 0: Beginning Block


Classification Tablea, b

Predicted

Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 0 Keluhan keluhan 35 0 100.0
Mus kus keletal tidak mengalami
21 0 .0
keluhan (1-14)
Overall Percentage 62.5
a. Cons tant is included in the model.
b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 0 Cons tant -.511 .276 3.425 1 .064 .600

Variables not in the Equation

Score df Sig.
Step 0 Variables a1ktg 8.443 1 .004
Overall Statis tics 8.443 1 .004

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi -s quare df Sig.


Step 1 Step 8.645 1 .003
Block 8.645 1 .003
Model 8.645 1 .003

Model Summary

-2 Log Cox & Snel l Nagelkerke


Step li kelihood R Square R Square
1 65.450 a .143 .195
a. Estim ation term inated at iteration num ber 4 becaus e
param eter es tim ates changed by les s than .001.

Classification Tablea

Predicted

Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 1 Keluhan keluhan 24 11 68.6
Mus kus keletal tidak mengalami
6 15 71.4
keluhan (1-14)
Overall Percentage 69.6
a. The cut value is .500

Variables in the Equation

95.0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step
a a1ktg 1.696 .605 7.865 1 .005 5.455 1.667 17.851
1 Constant -3.083 .995 9.590 1 .002 .046
a. Variable(s) entered on step 1: a1ktg.

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES muskusktg


/METHOD = ENTER mkktg
/PRINT = CI(95)
/CRITERIA = PIN(.05) POUT(.10) ITERATE(20) CUT(.5) .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Logistic Regression

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent
Sel ected Cas es Incl uded i n Anal ys is 56 100.0
Mis si ng Cases 0 .0
Total 56 100.0
Uns elected Cas es 0 .0
Total 56 100.0
a. If weight i s i n effect, see cl as si fication table for the total
num ber of cas es.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value


keluhan 0
tidak mengalami
1
keluhan (1-14)

Block 0: Beginning Block


Classification Tablea, b

Predicted

Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 0 Keluhan keluhan 35 0 100.0
Mus kus keletal tidak mengalami
21 0 .0
keluhan (1-14)
Overall Percentage 62.5
a. Cons tant is included in the model.
b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 0 Cons tant -.511 .276 3.425 1 .064 .600

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Variables not in the Equation

Score df Sig.
Step 0 Variables mkktg 7.252 1 .007
Overall Statis tics 7.252 1 .007

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi -s quare df Sig.


Step 1 Step 7.430 1 .006
Block 7.430 1 .006
Model 7.430 1 .006

Model Summary

-2 Log Cox & Snel l Nagelkerke


Step li kelihood R Square R Square
1 66.665 a .124 .169
a. Estim ation term inated at iteration num ber 4 becaus e
param eter es tim ates changed by les s than .001.

Classification Tablea

Predicted

Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 1 Keluhan keluhan 23 12 65.7
Mus kus keletal tidak mengalami
6 15 71.4
keluhan (1-14)
Overall Percentage 67.9
a. The cut value is .500

Variables in the Equation

95.0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step
a mkktg 1.567 .600 6.817 1 .009 4.792 1.478 15.535
1 Cons tant -2.911 .995 8.552 1 .003 .054
a. Variable(s ) entered on s tep 1: mkktg.

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES muskusktg


/METHOD = ENTER imtktg
/PRINT = CI(95)
/CRITERIA = PIN(.05) POUT(.10) ITERATE(20) CUT(.5) .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Logistic Regression

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent
Sel ected Cas es Incl uded i n Anal ys is 56 100.0
Mis si ng Cases 0 .0
Total 56 100.0
Uns elected Cas es 0 .0
Total 56 100.0
a. If weight i s i n effect, see cl as si fication table for the total
num ber of cas es.

Depe ndent Va riable Enc oding

Orig in a l Val ue In te rn al Valu e


kelu h an 0
ti da k m en ga la m i
1
kelu h an ( 1-1 4 )

Block 0: Beginning Block


Classification Tablea, b

Predicted

Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 0 Keluhan keluhan 35 0 100.0
Mus kus keletal tidak mengalami
21 0 .0
keluhan (1-14)
Overall Percentage 62.5
a. Cons tant is included in the model.
b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 0 Cons tant -.511 .276 3.425 1 .064 .600

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Variables not in the Equation

Score df Sig.
Step 0 Variables imtktg .120 1 .729
Overall Statis tics .120 1 .729

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi -s quare df Sig.


Step 1 Step .120 1 .729
Block .120 1 .729
Model .120 1 .729

Model Summary

-2 Log Cox & Snel l Nagelkerke


Step li kelihood R Square R Square
1 73.975 a .002 .003
a. Estim ation term inated at iteration num ber 3 becaus e
param eter es tim ates changed by les s than .001.

Classification Tablea

Predicted

Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 1 Keluhan keluhan 35 0 100.0
Mus kus keletal tidak mengalami
21 0 .0
keluhan (1-14)
Overall Percentage 62.5
a. The cut value is .500

Variables in the Equation

95.0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step
a imtktg .192 .555 .120 1 .729 1.212 .409 3.594
1 Cons tant -.790 .855 .855 1 .355 .454
a. Variable(s ) entered on s tep 1: imtktg.

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES muskusktg


/METHOD = ENTER sikapktg
/PRINT = CI(95)
/CRITERIA = PIN(.05) POUT(.10) ITERATE(20) CUT(.5) .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Logistic Regression

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent
Selected Cas es Included in Analys is 56 100.0
Mis sing Cases 0 .0
Total 56 100.0
Uns elected Cas es 0 .0
Total 56 100.0
a. If weight is in effect, see clas sification table for the total
number of cas es.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value


keluhan 0
tidak mengalami
1
keluhan (1-14)

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea, b

Predicted

Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 0 Keluhan keluhan 35 0 100.0
Mus kus keletal tidak mengalami
21 0 .0
keluhan (1-14)
Overall Percentage 62.5
a. Cons tant is included in the model.
b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 0 Cons tant -.511 .276 3.425 1 .064 .600

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Variables not in the Equation

Score df Sig.
Step 0 Variables s ikapktg 11.224 1 .001
Overall Statis tics 11.224 1 .001

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-s quare df Sig.


Step 1 Step 11.144 1 .001
Block 11.144 1 .001
Model 11.144 1 .001

Model Summary

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke


Step likelihood R Square R Square
1 62.951 a .180 .246
a. Estimation terminated at iteration number 4 becaus e
parameter es timates changed by les s than .001.

Classification Tablea

Predicted

Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 1 Keluhan keluhan 31 4 88.6
Mus kus keletal tidak mengalami
10 11 52.4
keluhan (1-14)
Overall Percentage 75.0
a. The cut value is .500

Variables in the Equation

95.0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step
a s ikapktg 2.143 .688 9.706 1 .002 8.525 2.214 32.826
1 Cons tant -3.274 .933 12.325 1 .000 .038
a. Variable(s ) entered on s tep 1: s ikapktg.

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES muskusktg


/METHOD = ENTER a1ktg mkktg sikapktg
/PRINT = CI(95)
/CRITERIA = PIN(.05) POUT(.10) ITERATE(20) CUT(.5) .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Logistic Regression

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent
Selected Cas es Included in Analys is 56 100.0
Mis sing Cases 0 .0
Total 56 100.0
Uns elected Cas es 0 .0
Total 56 100.0
a. If weight is in effect, see clas sification table for the total
number of cas es.
Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value


keluhan 0
tidak mengalami
1
keluhan (1-14)

Block 0: Beginning Block


Classification Tablea, b

Predicted

Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 0 Keluhan keluhan 35 0 100.0
Mus kus keletal tidak mengalami
21 0 .0
keluhan (1-14)
Overall Percentage 62.5
a. Cons tant is included in the model.
b. The cut value is .500
Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 0 Cons tant -.511 .276 3.425 1 .064 .600

Variables not in the Equation

Score df Sig.
Step Variables a1ktg 8.443 1 .004
0 mkktg 7.252 1 .007
s ikapktg 11.224 1 .001
Overall Statistics 15.058 3 .002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Block 1: Method = Enter


Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-s quare df Sig.


Step 1 Step 15.791 3 .001
Block 15.791 3 .001
Model 15.791 3 .001

Model Summary

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke


Step likelihood R Square R Square
1 58.304 a .246 .335
a. Estimation terminated at iteration number 4 becaus e
parameter es timates changed by les s than .001.
Classification Tablea

Predicted

Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 1 Keluhan keluhan 31 4 88.6
Mus kus keletal tidak mengalami
12 9 42.9
keluhan (1-14)
Overall Percentage 71.4
a. The cut value is .500

Variables in the Equation

95.0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step
a a1ktg 1.120 .825 1.842 1 .175 3.065 .608 15.451
1 mkktg .386 .845 .209 1 .648 1.472 .281 7.712
sikapktg 1.749 .738 5.625 1 .018 5.749 1.355 24.401
Constant -5.053 1.385 13.322 1 .000 .006
a. Variable(s) entered on step 1: a1ktg, mkktg, sikapktg.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


MASTER TABEL PENILAIAN REBA DAN NORDIC BODY MAP

Kategori
Skor Kategori Skor Kat
No Nama Besar Sudut Keterangan sikap
REBA Risiko NBP egori
kerja
1 R1 Sudut Badan: 55° 5 Sedang Mungkin Diperlukan 2 14 1
Sudut leher: 15° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 94°
Sudut lengan bawah: 65°
Sudut pergelangan tangan: 20°
2 R2 Sudut Badan: 65° 1 Sangat Tidak ada tindakan 1 12 1
Sudut leher: 15° rendah yang perlu dilakukan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 80°
Sudut lengan bawah: 75°
Sudut pergelangan tangan: 20°
3 R3 Sudut Badan: 45° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 17 2
Sudut leher: 15° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 96°
Sudut lengan bawah: 50°
Sudut pergelangan tangan: 15°
4 R4 Sudut Badan: 50° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 18 2
Sudut leher: 15° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 91°
Sudut lengan bawah: 45°
Sudut pergelangan tangan: 13°
5 R5 Sudut Badan: 40° 2 rendah Mungkin Diperlukan 1 18 1
Sudut leher: 15° tindakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 94°
Sudut lengan bawah: 55°
Sudut pergelangan tangan: 16°
6 R6 Sudut Badan: 70° 2 Rendah Mungkin Diperlukan 1 12 1
Sudut leher: 15° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 92°
Sudut lengan bawah: 45°
Sudut pergelangan tangan: 15°
7 R7 Sudut Badan: 30° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 14 1
Sudut leher: 10° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 25°
Sudut lengan bawah: 50°
Sudut pergelangan tangan: 10°
8 R8 Sudut Badan: 45° 2 Rendah Mungkin Diperlukan 1 21 2
Sudut leher: 10° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 30°
Sudut lengan bawah: 45°
Sudut pergelangan tangan: 15°
9 R9 Sudut Badan: 35° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 6 1
Sudut leher: 15° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 30°
Sudut lengan bawah: 15°
Sudut pergelangan tangan: 15°
10 R10 Sudut Badan: 40° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 9 1
Sudut leher: 15° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 93°

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sudut lengan bawah: 30°
Sudut pergelangan tangan: 10°
11 R11 Sudut Badan: 60° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 14 1
Sudut leher: 15° tindakan
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 95°
Sudut lengan bawah: 45°
Sudut pergelangan tangan: 13°
12 R12 Sudut Badan: 50° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 22 1
Sudut leher: 17° tindakan
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 40°
Sudut lengan bawah: 35°
Sudut pergelangan tangan: 15°
13 R13 Sudut Badan: 30° 1 Rendah Mungkin Diperlukan 1 11 1
Sudut leher: 20° tindakan
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 40°
Sudut lengan bawah: 70°
Sudut pergelangan tangan: 30°
14 R14 Sudut Badan: 55° 2 Rendah Mungkin Diperlukan 1 20 2
Sudut leher: 13° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 97°
Sudut lengan bawah: 48°
Sudut pergelangan tangan: 11°
15 R15 Sudut Badan: 45° 9 Tinggi Diperlukan tindakan 2 24 2
Sudut leher: 13° segera
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 97°
Sudut lengan bawah: 58°
Sudut pergelangan tangan: 13°

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16 R16 Sudut Badan: 45° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 22 2
Sudut leher: 15° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 60°
Sudut lengan bawah: 45°
Sudut pergelangan tangan: 10°
17 R17 Sudut Badan: 55° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 28 2
Sudut leher: 15° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 91°
Sudut lengan bawah: 80°
Sudut pergelangan tangan: 13°
18 R18 Sudut Badan: 30° 7 Sedang Diperlukan tindakan 2 25 2
Sudut leher: 15°
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 94°
Sudut lengan bawah: 50°
Sudut pergelangan tangan: 13°
19 R19 Sudut Badan: 90° 9 Sedang Diperlukan tindakan 2 12 1
Sudut leher: 15°
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 90°
Sudut lengan bawah: 30°
Sudut pergelangan tangan: 15°
20 R20 Sudut Badan: 50° 2 Rendah Mungkin Diperlukan 1 14 1
Sudut leher: 15° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 60°
Sudut lengan bawah: 45°
Sudut pergelangan tangan: 10°
21 R21 Sudut Badan: 50° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 14 1
Sudut leher: 10° tindakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 90°
Sudut lengan bawah: 30°
Sudut pergelangan tangan: 13°
22 R22 Sudut Badan: 48° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 12 1
Sudut leher: 10° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 93°
Sudut lengan bawah: 30°
Sudut pergelangan tangan: 13°
23 R23 Sudut Badan: 45° 1 Sangat Tidak ada tindakan 1 14 1
Sudut leher: 17° rendah yang diperlukan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 60°
Sudut lengan bawah: 90°
Sudut pergelangan tangan: 10°
24 R24 Sudut Badan: 60° 9 Tinggi Diperlukan tindakan 2 12 1
Sudut leher: 15° segera
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 60°
Sudut lengan bawah: 90°
Sudut pergelangan tangan: 10°
25 R25 Sudut Badan: 40° 8 Tinggi Diperlukan tindakan 2 24 2
Sudut leher: 12° segera
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 92°
Sudut lengan bawah: 30°
Sudut pergelangan tangan: 15°
26 R26 Sudut Badan: 80° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 24 2
Sudut leher: 12° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 100°

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sudut lengan bawah: 30°
Sudut pergelangan tangan: 15°
27 R27 Sudut Badan: 60° 2 Rendah Mungkin Diperlukan 1 13 1
Sudut leher: 13° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 60°
Sudut lengan bawah: 50°
Sudut pergelangan tangan: 10°
28 R28 Sudut Badan: 30° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 14 1
Sudut leher: 25° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 65°
Sudut lengan bawah: 47°
Sudut pergelangan tangan: 20°
29 R29 Sudut Badan: 30° 1 Sangat Tidak ada tindakan 1 13 1
Sudut leher: 25° rendah yang diperlukan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 90°
Sudut lengan bawah: 45°
Sudut pergelangan tangan: 20°
30 R30 Sudut Badan: 85° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 12 1
Sudut leher: 12° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 103°
Sudut lengan bawah: 25°
Sudut pergelangan tangan: 13°
31 R31 Sudut Badan: 30° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 13 1
Sudut leher: 10° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 50°
Sudut lengan bawah: 20°
Sudut pergelangan tangan: 20°

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32 R32 Sudut Badan: 50° 13 Sangat Diperlukan tindakan 2 22 2
Sudut leher: 10° tinggi sesegera mungkin
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 30°
Sudut lengan bawah: 15°
Sudut pergelangan tangan: 20°
33 R33 Sudut Badan: 80° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 11 1
Sudut leher: 15° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 93°
Sudut lengan bawah: 25°
Sudut pergelangan tangan: 13°
34 R34 Sudut Badan: 85° 8 Tinggi Diperlukan tindakan 2 23 2
Sudut leher: 15° segera
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 92°
Sudut lengan bawah: 40°
Sudut pergelangan tangan: 13°
35 R35 Sudut Badan: 30° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 11 1
Sudut leher: 25° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 80°
Sudut lengan bawah: 60°
Sudut pergelangan tangan: 20°
36 R36 Sudut Badan: 15° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 11 1
Sudut leher: 15° tindakan
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 60°
Sudut lengan bawah: 85°
Sudut pergelangan tangan: 10°
37 R37 Sudut Badan: 18° 1 Sangat Tidak ada tindakan 1 12 1
Sudut leher: 19° rendah yang diperlukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 90°
Sudut lengan bawah: 50°
Sudut pergelangan tangan: 13°
38 R38 Sudut Badan: 20° 2 Rendah Mungkin Diperlukan 1 11 1
Sudut leher: 14° tindakan
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 92°
Sudut lengan bawah: 30°
Sudut pergelangan tangan: 11°
39 R39 Sudut Badan: 20° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 14 1
Sudut leher: 20° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 25°
Sudut lengan bawah: 47°
Sudut pergelangan tangan: 20°
40 R40 Sudut Badan: 16° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 19 2
Sudut leher: 25° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 94°
Sudut lengan bawah: 55°
Sudut pergelangan tangan: 15°
41 R41 Sudut Badan: 10° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 11 1
Sudut leher: 10° tindakan
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 92°
Sudut lengan bawah: 35°
Sudut pergelangan tangan: 11°
42 R42 Sudut Badan: 45° 10 Tinggi Diperlukan tindakan 2 14 1
Sudut leher: 10° segera
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 60°

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sudut lengan bawah: 80°
Sudut pergelangan tangan: 16°
43 R43 Sudut Badan: 55° 2 Rendah Mungkin Diperlukan 1 9 1
Sudut leher: 16° tindakan
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 65°
Sudut lengan bawah: 90°
Sudut pergelangan tangan: 10°
44 R44 Sudut Badan: 55° 12 Sangat Diperlukan tindakan 2 24 2
Sudut leher: 22° tinggi sesegera mungkin
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 96°
Sudut lengan bawah: 90°
Sudut pergelangan tangan: 15°
45 R45 Sudut Badan: 60° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 13 1
Sudut leher: 34° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 60°
Sudut lengan bawah: 70°
Sudut pergelangan tangan: 15°
46 R46 Sudut Badan: 54° 11 Sangat Diperlukan tindakan 2 24 2
Sudut leher: 27° tinggi sesegera mungkin
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 60°
Sudut lengan bawah: 58°
Sudut pergelangan tangan: 20°
47 R47 Sudut Badan: 65° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 15 2
Sudut leher: 35° tindakan
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 60°
Sudut lengan bawah: 50°
Sudut pergelangan tangan: 17°

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48 R48 Sudut Badan: 75° 11 Sangat Diperlukan tindakan 2 25 2
Sudut leher: 28° tinggi sesegera mungkin
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 92°
Sudut lengan bawah: 48°
Sudut pergelangan tangan: 13°
49 R49 Sudut Badan: 70° 11 Sangat Diperlukan tindakan 2 24 2
Sudut leher: 22° tinggi sesegera mungkin
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 91°
Sudut lengan bawah: 30°
Sudut pergelangan tangan: 15°
50 R50 Sudut Badan: 45° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 14 1
Sudut leher: 10° tindakan
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 80°
Sudut lengan bawah: 30°
Sudut pergelangan tangan: 25°
51 R51 Sudut Badan: 35° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 14 1
Sudut leher: 12° tindakan
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 96°
Sudut lengan bawah: 75°
Sudut pergelangan tangan: 27°
52 R52 Sudut Badan: 25° 2 Rendah Mungkin Diperlukan 1 12 1
Sudut leher: 16° tindakan
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 100°
Sudut lengan bawah: 65°
Sudut pergelangan tangan: 30°

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53 R53 Sudut Badan: 10° 13 Sangat Diperlukan tindakan 2 25 2
Sudut leher: 20° tinggi sesegera mungkin
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 50°
Sudut lengan bawah: 15°
Sudut pergelangan tangan: 16°
54 R54 Sudut Badan: 38° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 14 2
Sudut leher: 35° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 30°
Sudut lengan bawah: 30°
Sudut pergelangan tangan: 10°
55 R55 Sudut Badan: 80° 10 Tinggi Diperlukan tindakan 2 21 2
Sudut leher: 5° segera
Posisi kaki: 2
Sudut lengan: 18°
Sudut lengan bawah: 48°
Sudut pergelangan tangan: 5°
56 R56 Sudut Badan: 85° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 14 1
Sudut leher: 10° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 20°
Sudut lengan bawah: 47°
Sudut pergelangan tangan: 5°

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai