TESIS
Oleh
THESIS
By
TESIS
Oleh
JHELY FEBRIA SANDRI
157032169
TESIS
Dengan ini Saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan Saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Posisi tubuh dan cara kerja yang tidak benar atau melebihi kemampuan dapat
tmenyebabkan keluhan muskuloskeletal. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan
pada bagian- bagian otot skeletal. Survei pendahuluan menunjukkan banyak perawat
melakukan sikap kerja yang tidak ergonomi dan umumnya merasakan keluhan
muskuloskeletal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis risiko patient
handling (umur, masakerja, IMT, dan sikap kerja) dengan keluhan muskuloskeletal
pada perawat di RSUD. DR. RM. Djoelham Binjai.
Metode penelitian menggunakan penelitian kuantitatif dengan desain cross
sectional terhadap 56 perawat sebagai sampel yang dipilih secara total sampling.
Pengumpulan data melalui wawancara dengan kuesioner dan serta pengukuran
langsung. Analisis dilakukan secara univariat, bivariat dengan uji chi square dan
multivariat dengan uji regresi logistic ganda pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian mendapatkan prevalensi bahwa variabel yang bermakna
signifikan terhadap keluhan muskuloskeletal adalah umur (p= 0,009; RP= 5,45(1,67-
17,85)), masa kerja (p= 0,016; RP= 4,79(1,48-15,53)) dan sikap kerja (p=0,002; RP=
8,52(2,21-32,6)). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa sikap kerja
merupakan variabel dominan berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal (Exp
(B)= 6,215).
Terdapat hubungan antara usia, masa kerja, dan sikap kerja dengan keluhan
muskuloskeletal pada perawat di unit Rawat Inap RSUD DR. RM. Djoelham Binjai.
Disarankan agar rumah sakit dapat mensosialisasikan dan melaksanakan penyuluhan
atau pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja khususnya tentang pencegahan
terjadinya keluhan muskuloskeletal pada perawat di rawat inap RSUD DR. RM.
Djoelham Binjai, serta perlunya penelitian kualitatif dengan variabel yang sama.
Incorrect body position and working manner or exceeding the capacity can
cause musculoskeletal disorder in the skeletal muscles. The preliminary survey
revealed that many nurses did not do ergonomic working attitude so that they
generally felt musculoskeletal disorder. The objective of the research was to find out
the analisys of patient handling risk (age, length of service, IMT (Body Mass Index),
and working attitude )with nurses’ musculoskeletal disorder at RSUD dr. RM.
Djoelham Binjai.
The research used quantitative method with cross sectional design. The samples
were 56 nurses, taken by using total sampling technique. The data were gathered by
conducting interviews, questionnaires, and direct measurement and analyzed by
using univariate analysis, bivariate analysis with chi square test, and multivariate
analysis with multiple logistic regression analysis at the significance level of 95%.
The result of the research showed that the variables which had significant
correlation with musculoskeletal disorder were age (p value= 0,009; RP= 5,45(1,67-
17,85)), length of service (p= 0,016; RP= 4,79(1,48-15,53)), and working attitude
(p=0,002; RP= 8,52(2,21-32,6)). Working attitude had the most dominant correlation
with muculoskeletal disorder (Exp(B)= 6,215).
The conclusion of the research was that there was significant correlation of
age, length of service, and working attitude with musculoskeletal disorder in the
nurses in the Inpatient Wards of RSUD dr. RM. Djoelham Binjai, and there was no
correlation between IMT and musculoskeletal disorder. It isrecommended that the
hospital management socialize and carry out counseling or education about
occupational safety and health, especially about the prevention from musculoskeletal
disorder in the nurses in the Inpatient Wards of RSUD dr. RM. Djoelham, Binjai, and
the need for qualitative approach with the same variables.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat
dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Risiko
Patient Handling dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Perawat di Unit Rawat Inap
Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program
informasi, bantuan moril maupun materi dan kemudahan dari berbagai pihak,
sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Utara.
4. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes dan Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D selaku
6. Seluruh staf dosen Kesehatan Kerja dan staf pegawai di Program Studi S2
7. PLT. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr. R.M. Djoelham Binjai dr.
Sugianto, Sp.OG yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melakukan
8. Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah dr. R.M. Djoelham
9. Sdr. Pipit Wahyuningsih dari Balai K3 Sumatera Utara yang telah melakukan
10. Teristimewa untuk orang tua tercinta, Ayahanda Joni Anwar dan Ibunda
Martini, S.Pd yang telah memberikan dorongan moril dan do’a selama penulis
11. Drs. Terima Tarigan, S.Pd (Bapak Mertua) dan Ibu Hj. Fatimah Surbakti, S.Pd
(Ibu Mertua) atas do’a nya sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini.
12. Untuk suami tercinta, Andika Mahaprada Tarigan, S.K.M, M.Kes yang telah
tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu
diharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
Nama penulis Jhely Febria Sandri, dilahirkan pada tanggal 19 Februari 1992 di Duri.
Jenis kelamin perempuan beragama Islam, anak pertama dari tiga bersaudara, dari
pasangan Joni Anwar dan Martini, S.Pd, pada saat ini sudah menikah. Penulis
Sebanga, Duri pada Tahun 1998 dan selesai Tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama
di SMP IT Mutiara Duri pada Tahun 2004 dan selesai Tahun 2007 dan menamatkan
Sekolah Menengah Atas di SMA IT Mutiara Duri Tahun 2007 dan selesai Tahun
Sumatera Utara pada Tahun 2014. Kemudian pada Tahun 2015 penulis melanjutkan
Halaman
ABSTRAK .......................................................................................................... i
ABSTRACT ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI.... .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................ xiii
LAMPIRAN
No Judul Halaman
2.1 Skor Pergerakan Punggung ..................................................................... 26
2.2 Skor Pergerakan Leher ............................................................................ 27
2.3 Skor Pergerakan Kaki .............................................................................. 28
2.4 Skor Pergerakan Lengan Atas ................................................................. 29
2.5 Skor Pergerakan Lengan Bawah ............................................................. 30
2.6 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan ..................................................... 30
2.7 Tabel A .................................................................................................... 31
2.8 Tabel B .................................................................................................... 32
2.9 Tabel B Jenis Pegangan ........................................................................... 32
2.10 Tabel C .................................................................................................... 33
2.11 Standar Kinerja Berdasarkan Skor Akhir ................................................ 34
2.12 Batas Ambang Indeks Masa Tubuh (IMT) ............................................. 37
2.13 Identifikasi Manajemen Bahaya Risiko Patient Handling
di Rumah Sakit ........................................................................................ 43
2.14 Klasifikasi Subjektivitas Tingkat Keluhan Muskuloskeletal
Berdasarkan Total Skor Individu ............................................................ 57
2.15 Contoh Daftar Aktivitas Perawat di Ruang Rawat Inap ......................... 66
3.1 Variabel Independen dan Definisi Operasional....................................... 78
3.2 Variabel Dependen dan Definisi Operasional ......................................... 79
4.1 Analisis Univariat Umur ......................................................................... 89
4.2 Analisis Univariat Masa Kerja ................................................................ 89
4.3 Analisis Univariat Indeks Masa Tubuh (IMT) ........................................ 90
No Judul Halaman
2.1 Kegiatan Mengkat /Menurunkan ............................................................ 11
2.2 Kegiatan Mendorong/Menarik ............................................................... 14
2.3 Kegiatan Memutar .................................................................................. 15
2.4 Kegiatan Membawa................................................................................ 16
2.5 Kegiatan Menahan (Holding) ................................................................. 18
2.6 Range Pergerakan Punggung ................................................................. 25
2.7 Range Pergerakan Leher ........................................................................ 26
2.8 Range Pergerakan Kaki .......................................................................... 27
2.9 Range Pergerakan Lengan Atas ............................................................. 28
2.10 Range Pergerakan Lengan Bawah .......................................................... 29
2.11 Pergerakan Pergelangan Tangan ............................................................ 30
2.12 Diagram Jumlah Kasus Muskuloskeltal Disorders ................................ 53
2.13 Nordic Body Map ................................................................................... 58
2.14 Contoh Jalur Klinis di Ruang Rawat Inap .............................................. 65
2.15 Kerangka Teori ....................................................................................... 71
2.16 Kerangka Konsep Penelitian .................................................................. 72
PENDAHULUAN
Rumah sakit saat ini sudah menjadi tempat jasa pelayanan kesehatan yang
bermutu. Salah satu bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di
rumah sakit yaitu berkaitan dengan tindakan patient handling seperti mengangkat,
perawatan pasien, memiliki potensi bahaya lebih rentan yang dapat menyebabkan
rumah sakit. Keluhan tersebut paling banyak diderita oleh perawat. Dengan adanya
keluhan tersebut akan meningkatkan pengeluaran biaya oleh rumah sakit. Biaya yang
dikeluarkan berupa biaya pengobatan perawat yang sakit maupun biaya yang hilang
akibat perawat yang mangkir atau tidak masuk kerja karena menderita keluhan
Berdasarkan statistic the health and safety executive menjelaskan bahwa hasil
survei yang dilakukan terhadap tiga ratus orang perawat pada periode tahun 2012-
Hasil penelitian Shafiezadeh (2011) dari 161 perawat untuk di analisis 83%
nyeri adalah leher (64%), kepala (62,1%), pergelangan tang (54,7%) dan pergelangan
tangan / tangan (49,7%); keluhan yang tidak sering adalah siku (14,3%). Keluhan
muskuloskeletal lebih umum pada wanita dan meningkat pada usia masa kerja.
71,9% yaitu mayoritas nyeri pada pinggang (40%) dan minoritas nyeri pada pinggul
(11,1%). Hal ini terjadi karena memindahkan pasien dari dan ke tempat tidur, bekerja
dengan tangan lebih tinggi dari ketinggian bahu, sehingga banyak perawat yang
selama tahun 2004-2010, dari 3914 perawat, 3004 orang perawat mengalami
2006 melaporkan bahwa pada perawat, masalah muskuloskeletal yang sering muncul
adalah nyeri pergelangan tangan (56%), bahu, lengan dan jari (24%), leher (6%), dan
mempunyai risiko bahaya kesehatan dan keselamatan kerja. Dari hasil penelitian di
rumah sakit Paris, sekitar 1505 tenaga kerja wanita di rumah sakit tersebut mengalami
yang menjadi faktor risiko terjadi penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja
Aktivitas kerja perawat di rumah sakit cukup berat dan mempunyai potensi
menimbulkan penyakit akibat kerja, salah satunya adalah faktor yang berhubungan
menjangkau, membawa benda dalam hal penanganan pasien lainnya yang dapat
menyebabkan keluhan pada sistem muskuloskeletal yang umum terjadi pada perawat.
Menurut De Castro (2006) penyebab risiko fisik yang dialami perawat salah
satunya adalah pengaruh keluhan cedera otot rangka yang lebih dikenal dengan
merupakan kasus yang paling banyak menimpa kesehatan tenaga keperawatan dan
dilakukan oleh perawat dan dalam frekuensi yang rapat (Farid dkk, 2015).
yang dipaksakan, postur tubuh yang tidak ergonomis, gerakan yang berulang-ulang,
memutar, berdiri terlalu lama, dan menjaga posisi tubuh yang statis. Karakteristik
tubuh pasien yang asimetris, berat, dan bergerak tanpa koordinasi membuat
penanganan pasien menjadi tidak mudah bagi perawat (Farid dkk, 2015).
tiga rumah sakit di Jakarta oleh Tana et al ( 2013 ) hasil studi tersebut mengahasilkan
saat memindahkan pasien di tempat tidur 55% dan saat memindahkan pasien ke atau
dari kursi roda 23,9%. Hal ini mengindikasikan bahwa tranfer pasien merupakan
tersebut paling banyak terjadi ketika perawat melakukan tranfer pasien tanpa alat
bantu, di tempat tidur pasien, ruangannya yang kurang cukup untuk bermanuver
Fenomena yang terjadi pada saat ini adalah masih kurangnya pengetahuan
ruang rawat inap karena di ruang rawat inap memiliki tingkat mobilitas dengan
tingkat ketergantungan pasien yang tinggi. Rumah sakit di Korea angka kejadian
keluhan muskuloskeletal lebih tinggi terjadi pada perawat di ruang rawat inap dari
Ruang rawat inap adalah unit perawatan dibagian rumah sakit yang mandiri
dengan staf dan perlengkapan yang khusus. Ruang icu ditunjukkan untuk observasi,
perawatan dan terapi pasien- pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-
penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa sehingga dituntut
berdiri statis yang dapat mengakibatkan nyeri punggung dan kelelahan, selain itu
posisi membungkuk dan memutar saat perawat mengambil peralatan yang dilakukan
berulang- ulang, posisi leher yang menekuk kebawah, samping dan memutar, posisi
bahu yang naik, siku yang selalu fleksi, pergelangan tangan yang fleksi dan ekstensi
Kesehatan, upaya kesehatan kerja ditunjukkan untuk melindungi perawat agar hidup
sehat dan terbebas dari keluhan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan
Delanggu didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara risiko patient
risko tinggi yaitu 32,2% dan risiko sedang 43,5% (Maysyaroh, 2016).
Moewardi Surakarta didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan anatar risiko
patient handling dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat di rumah sakit DR.
Moewardi Surakarta, dimana sebagian besar dalam kategori berisko tinggi yaitu 55%
(Fatmawati, 2016).
Unit rawat inap adalah adalah unit perawatan khusus bagian dari rumah sakit.
Unit rawat inap ditunjukkan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien- pasien
yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa. Unit
rawat inap merupakan salah satu unit di rumah sakit yang memiliki tingkat kesibukan
Unit rawat inap merupakan ruang rawat pasien dengan cara diinapkan. Unit
rawat inap memiliki tingkat aktivitas kerja yang tinggi termasuk melakukan aktivitas
kerja rutin yang dilakukan setiap jam. Aktivitas kerja rutin yang dilakukan
berdasarkan jalur kinis sesuai dengan jenis diagnosa penyakit pasien. Aktivitas-
merasakan sakit atau kaku di leher bagian atas, sebanyak 7 orang merasakan di bahu
kanan, sebanyak 5 orang merasakan sakit pada lengan atas kanan, dan sebanyak 8
perawat di unit rawat inap RSUD. dr. R.M. Djoelham Binjai” karena keluhan
1.2. Permasalahan
1. Apakah ada hubungan risiko patient handling (umur, masa kerja, IMT, dan
sikap kerja) dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat di unit rawat inap
2. Apakah ada hubungan dominan risiko patient handling (umur, masa kerja,
IMT, dan sikap kerja) dengan keluhan muskuloskeletal pada Perawat di Unit
a. Menganalisis hubungan patient handling (umur, masa kerja, IMT, dan sikap
1.4. Hipotesis
1. Ada hubungan risiko patient handling (umur, masa kerja, IMT, dan sikap
(umur, masa kerja, IMT, dan sikap kerja) dengan keluhan muskuloskeletal
b. Sebagai masukan dan landasan bagi unit rawat inap dalam menyusun dan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
menahan, membawa atau memindahkan beban dengan satu tangan atau kedua tangan
dan atau dengan pengerahan seluruh badan pada pasien. Patient handling meliputi
transportasi beban dan support beban dalam suatu sikap tubuh yang statis. Beban atau
objek mungkin dipindahkan atau disuport dengan tangan atau bagian tubuh lainnya,
sebagai contoh: beban ditopang dengan bahu atau panggul. Kegiatanpatient handling
juga termasuk menurunkan atau melemparkan beban dari satu tempat ke tempat
manual, yang dapat mengakibatkan terjadinya cidera ataupun penyakit akibat kerja
bisa disebabkan karena memindahkan objek yang terlalu berat, postur yang salah
(postur janggal) dalam manangani beban, cara angkat yang salah, menggunakan
kegiatan patient handling menjadi lima yaitu sebagai berikut (Harianto, 2010).
lebih tinggi yang masih dapat dijangkau oleh tangan. Kegiatan lainnya adalah
dilakukan dengan benar dan hati-hati dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja
maupun penyakit akibat kerja. Oleh sebab itu maka teknik mengangkat dan
menurunkan yang benar serta alat mengangkat dan mengangkut yang ergonomis
b) Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik turun,
dan lain-lain.
c) Ketrampilan bekerja.
d) Peralatan kerja.
kinetis, yaitu :
1) Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak
Untuk menerapkan kedua prinsip kinetis itu setiap kegiatan mengangkat dan
b. Lengan harus sedekat-dekatnya pada badan dan dalam posisi lurus. Fleksi pada
yang melelahkan.
d. Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi seperti pada permulaan
gerakan. Dengan posisi kepala dan dagu yang tepat, seluruh tulang belakang
diluruskan.
arah jurusan gerakan yang dituju, kaki kedua ditempatkan sedemikian rupa
b. Tinggi maksimum tempat pemegang dari lantai tidak lebih dari 35 cm.
c. Jika suatu beban harus diangkut dari permukaan lantai dianjurkan agar
d. Beban yang akan diangkut harus berada sedekat mungkin dengan tubuh.
e. Punggung harus lurus agar bahaya kerusakan terhadap diskus dapat dihindari.
f. Mula-mula lutut harus bengkok dan tubuh harus berada pada sikap dengan
punggung lurus.
Medan adalah:
2. Atur brangkar dalam posisi terkunci dengan sudut 90°terhadap tempat tidur
usaha yang bertujuan untuk memindahkan objek. Kegiatan menarik kebalikan dengan
itu.
a. Handling devices
Tinggi pegangan alat bantu, seperti trolly, ditempatkan diantara bahu dan
pinggang. Alat bantu perlu diberikan perawatan, khususnya roda, untuk memudahkan
b. Force
adalah 2% dari beban total (misal bila beban 50 kg, maka gaya yang diperlukan setara
beban 1 kg). Pemindahan beban dengan mendorong lebih diutamakan (baik) dari
Meminta bantuan perawat lain, apabila dalam kondisi kemiringan atau beban
sangat tinggi.
d. Uneven survaces
Kondisi jalan yang tidak rata memerlukan gaya pengangkatan yang lebih
tinggi, yaitu 10% dari beban total (misal bila beban 50 kg, maka gaya yang
Posisi kaki terhadap beban (dan alat bantu pengangkatan) dijaga untuk
memudahkan pemindahan/bergerak.
3. Memutar (Twisting)
tubuh bagian atas ke satu atau dua sisi, sementara tubuh bagian bawah berada dalam
posisi tetap, Kegiatan memutar ini dapat dilakukan dalam keadaan tubuh yang diam.
Menurut Santoso (2004) Kegiatan memutar beban yang benar adalah sebagai
berikut :
dikurangi 10% jika memutar 45° dan 20% jika memutar 90°.
Batas beban dikurangi 30% apabila operasi pengangkatan diulangi sekali atau
dua kali selama 1 menit, dikurangi 50% apabila frekuensi pengangkatan 5-8 kali per
menit, dan dikurangi 80% apabila frekuensi pengangkatan lebih dari 12 kali per
menit.
4. Membawa (Carrying)
dengan cara yang salah, dapat merusak punggung atau berakhir dengan cedera. Untuk
menghindari kecelakaan kerja seperti itu, berikut adalah beberapa tips yang berguna
yang sesuai.
c. Periksa bawaan dan pastikan tidak menonjol atau memiliki tonjolan tajam.
d. Periksa jalur yang akan di lewati untuk memastikan bahwa tidak ada benda-
f. Pastikan berat beban sesuai dengan kemampuan dan membuat nyaman saat
membawanya. Minta bantuan rekan jika beban terlalu besar atau terasa berat
g. Angkat dengan benar dan pastikan pijakan kuat. Jaga punggung tetap lurus,
pegangan yang baik pada objek dan tarik hingga dekat dengan tubuh. Angkat
h. Jika perlu untuk mengubah jalur, putar badan beserta kaki dan jangan hanya
i. Untuk benda yang berada di tempat tinggi, gunakan tangga yang kokoh untuk
daya angkat.
a. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita. Nilai beban yang akan
dibawa
dipaksakan
c. Ke dua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit kedepan kaki sebelahnya
f. Tubuh sedekat mungkin kebeban yang harus dibawa, bila terpaksa jarak
5. Menahan (Holding) yaitu memegang obyek saat tubuh berada dalam posisi diam
(statis).
pada kondisi fisik perawat (seperti; pengerahan tenaga, sikap tubuh yang dipaksakan
dan gerakan berulang) yang dapat mengakibatkan terjadinya cedera, energi terbuang
secara percuma dan waktu kerja tidak efisien. Untuk menghindarkan masalah-
kemampuan perawat. Namun demikian, tetap perlu diingat bahwa secara umum
berbagai perbedaan, seperti umur, kondisik fisik, kekuatan, jenis kelamin, tinggi
badan dan faktor-faktor lainnya. Lebih lanjut, faktor-faktor resiko yang dominan yang
berkaitan dengan terjadinya cedera akibat risikopatient handling antara lain meliputi :
a. Sikap tubuh yang tidak alamiah dan dipaksakan (seperti: badan membungkuk
kerja)
d. Sikap kerja statis (seperti: harus mempertahankan sikap diam untuk waktu yang
1. Sikap kerja
Sikap kerja adalah posisi tubuh manusia secara keseluruhan saat bekerja. Pada
saat bekerja posisi tubuh tiap perawat berbeda yaitu postur kerja yang
adalah keseluruhan jasad manusia yang kelihatan dari ujung rambut sampai
ujung kaki. Sikap kerja adalah bentuk tubuh atau postur tubuh yang terlihat
a. Postur leher adalah posisi leher pada saat melakukan aktivitas kerja
d. Postur lengan atas adalah posisi lengan atas ketika melakukan aktivitas
kerja
aktivitas kerja
menurunkan objek), maka akan dapat menyebabkan resiko cedera atau menyebabkan
yang biasanya digunakan dalam pengukuran postur kerja diantaranya adalah REBA.
Metode REBA diperkenalkan oleh Sue Hignett dan Lynn McAtamney dan
diterbitkan dalam jurnal Applied Ergonomics tahun 2000. Metode ini merupakan hasil
kerja kolaboratif oleh tim ergonomis, fisioterapi, ahli okupasi dan para perawat yang
dilakukan suatu analisis secara bersama dari posisi yang terjadi pada anggota tubuh
bagian atas (lengan, lengan bawah, dan pergelangan tangan), badan, leher dan kaki.
menentukan untuk penilaian akhir dari postur tubuh, seperti; beban atau force atau
gaya yang dilakukan, jenis pegangan atau jenis aktivitas otot yang dilakukan oleh
perawat. Hal ini memungkinkan untuk mengevaluasi baik posisi statis dan dinamis,
dan keadaan yang dapat menunjukkan adanya perubahan secara tiba-tiba pada postur
atau posisi tidak stabil. Dalam hal ini, perlu disebutkan apakah posisi anggota tubuh
bagian atas dilakukan dengan melawan gravitasi, karena faktor gravitasi berkaitan
erat dengan posisi tubuh seseorang. Untuk definisi segmen tubuh yang dianalisis
beban, dan gerakan. Metode REBA merupakan suatu alat analisis postural yang
posisi, biasanya sebagai akibat dari penanganan kontainer yang tidak stabil atau tidak
terduga. Penerapan metode ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resiko cedera
yang berkaitan dengan posisi, terutama pada otot-otot skeletal. Oleh karena itu,
metode ini dapat berguna untuk melakukan pencegahan resiko dan dapat sebagai
peringatan bahwa terjadi kondisi kerja yang tidak tepat di tempat kerja. Di bawah ini
b. Metode REBA, membagi menjadi segmen-segmen tubuh yang akan diberi kode
secara individu, dan mengevaluasi baik anggota badan bagian atas maupun
c. Metode ini digunakan untuk menganalisis pengaruh pada beban postural selama
penanganan kontainer yang dilakukan dengan tangan atau bagian tubuh lainnya.
d. Metode ini, dianggap relevan untuk jenis kontainer yang mempunyai pegangan.
disebabkan oleh posisi tubuh statis, dinamis, atau karena terjadinya perubahan
perbaikan segera.
posisi tubuh perawat, dan jika memungkinkan tentukan siklus waktu kerja.
b. Jika terdapat perawatan dengan durasi waktu yang berlebihan perlu dilakukan
c. Catat posisi yang berbeda yang dilakukan oleh perawat selama bekerja, baik
dengan rekaman video, atau melalui foto camera atau dengan memasukkan
paling penting dan “berbahaya” untuk penilaian lebih lanjut dengan metode
REBA ini.
e. Metode REBA harus diaplikasikan secara terpisah untuk kedua sisi tubuh baik
a. Sudut antara bagian-bagian tubuh yang berbeda (badan, leher, kaki, lengan atas,
ukur seperti; elektro-goniometer atau alat pengukur sudut lainnya yang relevan
atau dapat melalui foto camera, sehingga diperoleh titik pandang sudut bagi
kilogram.
pengambilan data postur perawat dengan menggunakan bantuan video atau foto,
tahap kedua adalah penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh perawat, tahap ketiga
adalah penentuan berat benda yang diangkat, penentuan coupling dan penentuan
aktivitas perawat. Tahap keempat adalah perhitungan nilai REBA untuk postur yang
bersangkutan. Dengan didapatnya nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko
dan kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan untuk perbaikan kerja. Penilaian
dengan merekam atau memotret postur tubuh perawat. Hal ini dilakukan supaya
peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil
rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan
rekaman dan foto postur tubuh dari perawat dilakukan perhitungan besar sudut
kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan
kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan.
Dari data sudut segmen tubuh pada masing-masing grup dapat diketahui skornya,
kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan
dilakukan oleh tubuh saat beraktivitas yang membentuk sudut tubuh. Sumbu tegak
lurus atau sumbu y adalah garis sejajar dari tulang belakang manusia.
masing sudut tubuh.Nilai pergerakan 1 diberikan jika pergerakan tubuh pada saat
posisi tubuh tegak secara alamiah. Pergerakan tubuh extension maupun flexion yang
membentuk sudut mulai dari 0°- 20° bernilai skor sebesar 2, sedangkan pergerakan
tubuh membentuk sudut 20°-60° flexion dan lebih dari 20° extension bernilai 3, dan
pergerakan yang membentuk sudut lebih dari 60° flexion bernilai skor sebesar 4.
Skor-skor tersebut akan mendapatkan tambahan skor sebesar 1 jika saat bergerak
pergerakan yang dilakukan oleh leher manusia saat beraktivitas. Penentuan garis
vertikal atau sumbu y pada pergerakan leher berdasarkan garis lurus posisi leher dan
yang dilakukan. Pergerakan leher membentuk sudut 0°- 20° flexion bernilai skor
sebesar 1, sedangkan pergerakan leher membentuk sudut lebih dari 20° flexion atau
extension bernilai skor 2. Skor akan bertambah 1 jika saat bergerak, leher melakukan
yaitukaki yang tertopang sehingga bobot tersebar merata pada kedua kaki dan kaki
yang tidak tertopang atau bobot beban yang tersebar tidak merata.
gerakan yang dilakukan oleh lengan bagian atas manusia saat beraktivias. Terdapat 4
bagian pembobotan sudut yang dilakukan antara lain untuk 0°-20° flexion maupun
axtension dengan bobot skor sebesar 1, pergerakan lengan atas flexion mulai dari
20°-45° dan lebih dari 20° extension berbobot 2, untuk pergerakan lengan atas flexion
dengan sudut 45°-90° berbobot skor sebesar 3, dan pergerakan lengan atas yang
terakhir adalah pergerakan flexion lebih dari 90° mendapatkan bobot skor sebesar 4.
Bobot skor akan bertambah 1 apabila posisi lengan pada posisi adducted
ataupun rotated, jika bahu ditinggikan, dan jika bersandar atau bobot lengan ditopang
atau sesuai gravitasi. Tabel 2.4 merupakan rangkuman dari penjelas sebelumnya.
Bobot skor akan bertambah 1 apabila posisi lengan pada posisi adducted ataupun
rotated, jika bahu ditinggikan, dan jika bersandar atau bobot lengan ditopang atau
bawah yang membentuk sudut-sudut tertentu saat bekerja. Terlihat pada tabel 2.5 skor
Pergerakan Skor
60o - 100o flexion 1
<20 flexion atau > 100oflexion
o
2
digunakan untuk mencari skor REBA pada tabel A maupun B. Tabel 2.6 merupakan
tabel untuk mencari skor pada bagian tubuh atas mulai dari pergerakan leher,
punggung, sampai dengan posisi kaki. Cara untuk mendapatkan nilai pada tabel A
pergerakan pada tabel A hingga mendapatkan hasil skor pada tabel tersebut. Skor
yang didapatkan pada tabel A akan bertambah apabila beban yang diberikan pada
Punggung
1 2 3 4 5
Tabel 2.7 merupakan tabel skor tubuh untuk mencari skor tubuh berdasarkan
segmen tubuh lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Cara untuk mencari
skor pada tabel B diurutkan skor-skor yang terdapat dari segmen tubuh sehingga
didapatkan skor tabel B. Skor yang diperoleh akan bertambah apabila memenuhi
TABEL B
Lengan Bawah
Lengan 1 2
Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan
1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
Sumber: Tarwaka, 2013
Tabel 2.9 merupakan tabel skor REBA yang akan digunakan untuk
mengetahui risk level dari kegiatan yang dilakukan manusia saat bekerja. Caranya
dengan mengurutkan nilai dari tiap tabel yang telah didapatkan, skor pada tabel C
akan bertambah apabila aktivitas yang dilakukan oleh manusia atau perawat
Skor A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
Skor B
7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Activity Skor
+1 Jika pengulangan +1 Jika gerakan
+1 Jika 1 atau lebih
gerakan dalam rentang menyebabkan perubahan
bagian tubuh statis,
waktu singkat, diulang lebih atau pergeseran atau
ditahan lebih dari 1
dari 4 kali permenit (tidak pergeseran postur yang
menit
termasuk berjalan) cepat dari posisi awal
Sumber: Tarwaka, 2013
menentukan termasuk kedalam kategori apa kegiatan manusia atau operator yang
diamati. Terlihat pada Tabel 2.11 yang merupakan rangkuman dari risklevel tabel
REBA.
Aplikasi metode REBA ini dapat digunakan sebagai pedoman penilaian dari
suatu posisi atau postur tubuh perawat, dengan maksud untuk menentukan, apakah
perlu dilakukan atau tidak suatu tindakan korektif pada posisi kerja tertentu. Selain
itu, skor individu yang diperoleh pada segmen tubuh, beban, pegangan dan aktivitas
2. Umur
Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan
akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi
karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun
al. (1989) telah melakukan studi tentang kekuatan statik otot untuk pria dan
menunjukkan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara
umur. Pada saat umur mencapai 60 tahun, rerata kekuatan otot menurun
sampai 20%. Pada saat kekuatan otot mulai menurun inilah maka resiko
bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan sistem
muskuloskeletal, terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa
keluhan otot.
3. Masa kerja
Adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali perawat masuk kerja
akibat kelelahan dari perawatan dan dapat diperberat bila dalam melakukan
perawatan fisik perawat tidak melakukan variasi dalam bekerja. Lama kerja
menerus dalam waktu lama (Suma’mur, 2014). Masa kerja merupakan sifat
samping itu, faktor waktu merupakan faktor yang cukup penting dalam
terjadi sedikit demi sedikit dalam jangka waktu lama yang biasanya terjadi
Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan masa
dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus (<18,5) normal (18,5-25) dan gemuk
(>25). Jika seseorang mengalami kelebihan berat badan maka orang tersebut
tubuh yang tinggi umumnya sering menderita keluhan sakit punggung, tetapi
tubuh tinggi tidak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu
tubuh maupun beban tambahan lainnya. Sebagai contoh, tubuh yang tinggi
biomekanik rentan terhadap beban tekan dan rentan terhadap tekukan, oleh
karena itu mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya keluhan
sistem muskuloskeletal.
Penggunaan IMT hanya untuk dewasa berumur 18 tahun keatas dan tidak
dapat diterapkan pada bayi, anak, ibu hamil dan olahragawan. Batas ambang
pinggang dan punggung. Pada saat “disc” mulai melemah, maka akan mulai terjadi
penonjolan. Tonjolan disc akan memberikan tekanan pada syaraf bagian dalam dan
sekitar disc yang dirasakan sebagai suatu kenyerian. Jika tekanan pada disk terus
berlanjut, maka dinding bagian luar disc akan pecah atau terjadi “hernia”. Kondisi
Sebagai tambahan untuk nyeri pinggang yang berkaitan dengan masalah disc,
kenyerian secara umum dapat dihubungkan dengan gangguan ketegangan otot dan
ligament. Gangguan berupa kenyerian tersebut terjadi pada saat tulang belakang
membungkuk satu arah terlalu jauh, membungkuk secara berulang, atau pada saat
disebabkan karena kejadian atau kecelakaan tunggal. Pada beberapa kasus, suatu
tidak mengalami kesakitan sampai beberapa minggu atau beberapa bulan setelah
aktivitas mengangkat secara repetitif atau sikap tubuh yang dipaksakan pada waktu
bekerja. Pada kasus yang lain, aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan
membawa beban secara repetitif yang berlangsung lama (beberapa bulan atau
beberapa tahun) tidak menjadi penting sampai suatu aktivitas mengangkat secara
manusia dan tipe jaringan serta struktur yang membentuk tulang belakang. Sebagai
(compressive force) pada tulang belakang terbesar terjadi pada daerah tersebut dan
masing-masing vertebra.
jarak dari tubuh adalah 50 cm, maka akan menghasilkan tekanan kompresif pada disc
di titik fulkrum sekitar 200 kg. Dapat dipahami bahwa tekanan kompresif tersebut
adalah 20 kali lebih berat dari berat objek/beban yang diangkat. Dalam hal ini, tidak
hanya jarak beban dari tubuh yang menyumbangkan tekanan kompresif yang besar,
tetapi juga berat tubuh yang membungkuk ke depan. Tidak hanya otot pada bagian
belakang yang bekerja untuk menopang beban, tetapi juga berat tubuh bagian atas.
Dalam hal demikian, bahkan jika seseorang tidak mengangkat objek sekalipun,
tekanan kompresif yang besar tetap dihasilkan hanya untuk mempertahankan tubuh di
langkah selanjutnya adalah menilai setiap resiko yang telah diidentifikasi tersebut
6. Berat beban.
7. Pengerahan tenaga.
c. Terdapat ketinggian lantai atau permukaan kerja yang bervariasi atau tangga
lantai.
berlebihan.
b. Tindakan yang memakai pakaian kerja yang sesuai dan aman serta
limitasi perawat. Terdapat banyak pilihan alternatif tergantung pada kondisi dan
c. Lingkungan kerja.
f. Redesain perawatan.
2. Pengendalian Administratif.
Termasuk dalam merubah praktek kerja atau merubah cara kerja. Perbaikan
ini memerlukan monitoring yang terus menerus dari pihak manajemen dan
d. Tim kerja.
Identifikasi
No Jenis Perawatan Penilaian Resiko Pengendalian Resiko
Bahaya
2 Mendorong pasien 1. Menambah 1. Lantai kerja licin 1. Memindahkan benda-benda yang mengganggu
menggunakan kursi cidera pasien bisa terjatuh. di dalam ruang kerja.
roda 2. MSDs 2. Apabila 2. Pengunaan petunjuk-petunjuk yang benar.
(Musculoskele melewati turunan 3. Mengontrol lantai agar jangan sampai licin.
tal desease) dengan posisi 4. Apabila melewati turunan, posisi pendorongan
atau MSI seperti itu dapat diganti dengan ditarik dengan membelakangi
(Musculoskele terjelungkup. jalan.
tal injuries) 3. Perawat 5. Adanya rotasi perawat yang mendorong kursi
3. Kram pada mendorong kursi roda.
tangan dengan agak 6. Redesain kursi roda agar pegangan dapat
4. Terpeleset membungkuk. dinaikkan sesuai postur yang mendorong.
lantai licin 7. Dapat juga pergantian orang yang mendorong
5. Tangan akan sesuai postur agar tidak membungkuk.
merasa capek
6. Low back
pain
Identifikasi
No Jenis Perawatan Penilaian Resiko Pengendalian Resiko
Bahaya
4 Menarik Tempat Tidur 1. Menambah 1. Perawat 1. Reposisi perawat saat mendorong.
Pasien cidera pasien menarik kasur 2. Penggunaan petunjuk-petunjuk yang benar.
2. MSDs tidak sesuai 3. Rotasi perawat yang mendorong kasur pasien.
(Musculoskele dengan prosedur. 4. Memindahkan benda-benda yang mengganggu
tal desease) 2. Lantai di dalam ruang kerja.
atau MSI kerja licindapat 5. Mengontrol lantai agar jangan sampai licin.
(Musculoskele terpeleset, dan
tal injuries) terjatuh.
3. Keseleo
4. Cidera pada
bahu
5 Mengangkat Pasien 1. Low Back 1. Perawatan 1. Gunakan alat mekanik untuk menghilangkan
Dari Kursi Roda Ke Pain dilakukan aktifitas mengangkat.
Kasur 2. Menambah dengan 2. Bekerja sesuai dengan power zone.
cidera pasien membungkuk 3. Posisi membungkuk dikurangi agar tidak
3. MSDs (stres pada terjadi low back pain.
(Musculoskele pinggang). 4. Reposisi perawat sebelum dan saat
tal desease) 2. Perawat mengangkat.
atau MSI melakukan 5. Relayout proses kerja, sehingga kebutuhan
(Musculoskele perawatan di untuk memindahkan material dapat dikurangi,
tal injuries) luar power 6. Redesain stasiun kerja dengan ketinggian yang
zonenya. distel untuk menghilangkan tubuh
3. Beban atau membungkuk saat mengangkat objek.
objek yang 7. Penggunaan petunjuk-petunjuk yang benar.
dikerjakan berat 8. Rotasi perawat yang mengangkat pasien.
Identifikasi
No Jenis Perawatan Penilaian Resiko Pengendalian Resiko
Bahaya
9. Mempertimbngkan personel perawat.
10.Diberikan lubang pegangan tangan
(handholds) untuk meningkatkan kemampuan
mengangkat sampai 15%.
11.Memindahkan benda-benda yang mengganggu
di dalam ruang kerja.
1. Penambahan perawat untuk mengangkat
pasien.
6 Mengangkat 3 Orang 1. Keseleo 1. Pengangkatan 2. Pengangkatan sesuai pada power zone.
2. Low Back Tidak Pada 3. Perlu adanya reposisi saat pengangkatan.
Pain Power Zone. 4. Penyaranan kepada pasien untuk tenang dan
3. Menambah 2. Apabila pasien tidak banyak bergerak.
cidera pasien bergerak maka 5. Menggunakan mechanical lift dalam
4. MSDs keseimbangan pengangkatan.
(Musculoskele akan berkurang 6. Perlunya tambahan orang untuk mengawasi
tal desease) sehingga dari sisi samping kanan pasien agar tidak
atau MSI memungkinkan terjatuh.
(Musculoskele untuk terjatuh. 7. Pemacetan pada roda agar kasur tidak
tal injuries) 3. Perawat bergerak.
menggunakan 7. Relayout proses kerja, sehingga kebutuhan
punggung untuk memindahkan material dapat dikurangi,
sebagai topangan 8. Redesain stasiun kerja dengan ketinggian yang
/ tumpuan ketika distel untuk menghilangkan tubuh
berdiri. membungkuk saat mengangkat objek.
9. Penggunaan petunjuk-petunjuk yang benar.
perawat menjadi low back pain maupun MSDs (Musculoskeletal desease) atau MSI
lebih beresiko terkena Low Back Pain maupun MSDs (Musculoskeletal desease) atau
dalam waktu yang lama akan merasakan rasa sakit ataupun nyeri pada punggung.
tindakan pada pasiennya. Karena hal ini butuh ketelitian dan konsentrasi yang tinggi.
Sehingga apabila teledor, maka akan terjadi malpraktik. Hal ini juga membahayakan
Untuk penilaian dengan resiko paling tinggi menurut saya adalah 1,3,5,6,7,8
yaitu ketika perawat mengangkat pasien. Terutama nomor 5. Karena pada gambar
notabene juga cukup berat. Dilihat dari gambar sang pasiennya lebih besar dari
perawatnya. Padahal perawat tersebut hanya bekerja sendirian. Hal ini apabila
dilakukan secara terus menerus maka si perawat akan cepat terkena Low Back Pain
atau MSDs.
Untuk penilaian dengan resiko paling kecil menurut saya adalah nomor 4 dan
9. Namun lebih menunjuk kepada nomor 5. Karena tidak berhubungan dengan nyawa
seseorang dan juga resiko yang ditimbulkan tidak terlalu beresiko parah, hanya
dibagian tangan dan bahu. Namun keduanya baik yang beresiko tinggi maupun
73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
rendah tetap harus dikendalikan agar tidak terjadi penyakit akibat kerja maupun
yang paling sering dilaporkan diantara sekian banyak penyakit akibat kerja. Data
statistic the health and safety executive (HSE) 2009/10, menunjukkan bahwa
2.2.1 Definisi
bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan mulai dari keluhan sangat sampai berat.
Apabila otot menerima beban secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan
dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament dan tendon.
Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu; 1) keluhan
sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban
statis dan dapat segera hilang apabila pembebanan dihentikan, 2) keluhan menetap
(irreversible), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Sakit pada otot masih
banyak dilakukan dan hasil studi tersebut menunjukkan bahwa bagian otot yang
sering dikeluhkan adalah otot skeletal seperti otot leher, bahu, lengan, tangan, jari,
punggung, pinggang dan otot- otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal
tersebut, yang banyak dialami oleh perawat adalah otot bagian pinggang (low back
pain=LBP(Tarwaka, 2013).
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Sebaliknya keluhan otot tidak akan terjadi apabila
kontraksi otot hanya berkisar 15%-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun
apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang
menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan.
sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa
Metode Nordic Body Map merupakan metode yang digunakan untuk menilai
tingkat keparahan (severity) atas terjadinya gangguan atau cedera pada otot rangka.
Metode ini telah secara luas digunakan oleh para ahli ergonomi dan mempunyai
validitas dan reabilitas yang cukup baik. Dalam aplikasinya, metode Nordic Body
Map dengan menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh (body map) merupakan
cara yang sangat sederhana, mudah dipahami, murah dan memerlukan waktu yang
sangat singkat (±5 menit) per individu. Observer dapat langsung mewawancarai atau
menanyakan kepada responden, pada otot-otot rangka bagian mana saja yang
mengalami gangguan nyeri atau sakit atau dengan menunjuk langsung pada setiap
otot rangka sesuai yang tercantum dalam lembar kerja kuesioner Nordic Body Map
(Tarwaka, 2015).
Nordic Body Map meliputi 28 bagian otot-otot skeletal pada kedua sisi tubuh
kanan dan kiri, yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas, yaitu otot leher sampai
dengan bagian paling bawah, yaitu otot pada kaki. Melalui kuesioner Nordic Body
Map, maka akan dapat diketahui bagian-bagian otot mana saja yang mengalami
gangguan nyeri atau gangguan tingkat rendah (tidak ada gangguan/cedera) sampai
kronis, artinya gangguan ini sering dirasakan beberapa lama setelah melakukan
aktivitas dan sering meninggalkan residu yang dirasakan pada hair-hari berikutnya.
“YA“(ada gangguan atau rasa sakit pada otot rangka) dan “TIDAK“ (tidak ada
gangguan atau tidak ada rasa sakit pada otot rangka) (Tarwaka, 2015).
1. Skor 0 = Tidak ada gangguan/kenyerian atau tidak ada rasa sakit sama sekali
rangka (sakit).
maka langkah berikutnya adalah menghitung total skor individu dari seluruh otot
rangka yang diobservasi. Pada desain 2 skala gutman ini, maka akan diperoleh skor
individu terendah adalah sebesar 14 dan skor tertinggi 28. Langkah terakhir dari
aplikasi Nordic Body Map ini adalah melakukan upaya perbaikan pada perawatan
maupun posisi/postur kerja, jika diperoleh hasil yang menunjukkan tingkat keparahan
pada otot rangka yang tinggi.Tindakan perbaikan yang harus dilakukan sangat
tergantung dari risiko otot rangka yang mengalami gangguan atau ketidaknyamanan.
Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan melihat
persentase pada setiap bagian otot rangka dan dengan menggunakan kategori tingkat
risiko otot rangka. Tabel di bawah ini merupakan pedoman sederhana yang dapat
(Tarwaka, 2015).
2.3 Perawat
No.1239 Tahun 2001, Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan
perawatbaik didalam maupun di luar negeri. Peran utama perawat pada dasarnya
peneliti.
pasal 22, dinyatakan bahwa tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum
Indonesia pendikan dasar bagi perawat ada tiga tahapan yaitu : program diploma 3
tahun, sarjana keperawatan dan profesi perawat. Selain dari pendidikan dasar tersebut
perawat juga harus lulus dari uji kompetensi yang di keluarkan oleh Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI), baru bisa bekerja sebagai perawat profesional.
dibantu atau di pandu baik secara langsung maupun tidak langsung oleh perawat
asuhankeperawatan dengan sedikit ataupun tidak dipandu oleh perawat yang lebih
yang telah direncanakan secara terampil dalam upaya promotif,preventif, kuratif dan
2tahun atau pendidikan sarjana keperawatan atau profesi ners dan pengalaman kerja
0tahun. Perawat Klinik II (PK II) dimana Pendidikan Diploma III dengan
dengan masakerja 3 tahun. Perawat klinik III (PK III) dengan Pendidikan Diploma III
pengalamankerja 2 tahun, dan atau pendidikan doktoral atau sub spesialis dengan
Perawat rumah sakit yang terbanyak adalah perawat, terdapat sekitar 60%dari
tenaga kesehatan rumah sakit. Perawat merupakan salah satu jenis perawat kesehatan
yang selalu ada di rumah sakit. Perawat merupakan salah satu jenis perawat kesehatan
yang selalu ada di setiap rumah sakitdan merupakan ujung tombak pelayanan
kesehatan rumah sakit. Perawat adalah profesi perawatan yang mengkhususkan diri
pada upaya penanganan perawatan pasien atau asuhan kepada pasien dengan beban
kerja yang berlebihan serta tugas tambahan dan sering melakukan kegiatan yang
pasien 24 jam terus menerus. Perawat di rumah sakit bertugas pada pelayanan rawat
Fungsi perawat adalah membantu individu yang sakit atau sehat dalam
Rawat inap merupakan suatu bentuk perawatan, dimana pasien dirawat dan
tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu. Selama pasien dirawat, rumah
sakit harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien (Posma 2001 yang
Rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh
suatu ruangan di rumah sakit. Perawatan rawat inap adalah perawatan pasien yang
rumah sakit ketika mereka betul-betul sakit, telah mengalami kecelakaan, pasien yang
Ruang rawat inap adalah ruang tempat pasien dirawat. Ruangan ini dulunya
sering hanya berupa bangsal yang dihuni oleh banyak orang sekaligus. Saat ini, ruang
rawat inap dibanyak rumah sakit sudah sangat mirip dengan kamar-kamar hotel.
Pasien yang berobat jalan di Unit Rawat Jalan, akan mendapatkan surat rawat rumah
Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit
yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnose, terapi,
rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya (Depkes RI yang dikutip dari
Suryani (2005))
1. Kamar perawatan
5. Pemberian obat- obat sesuai indikasi medis yang merujuk pada standar
obat BPJS
7. Tindakan medis
2. Pasien yang urgen tetapi tidak gawat darurat dapat dimaksudkan ke dalam
daftar tunggu
dokter, baik dalam memberikan obat, menjunjung fisioterapi pasien, merawat luka
rutin terhadap kondisi pasien, utamanya terhadap vital sign penderita. Perawat juga
membantu pasien untuk menjalani aktifitas rutin mereka sehari-hari, misalnya mandi,
bergerak yang belum bisa terlepas dari tempat tidur, bila perlu makan dan
petugas farmasi untuk meberikan dosis dan waktu yang tepat kepada pasien.
yang terdapat dalam rekam medis tiap penderita. Sedangkan pencatatan yang
berkaitan dengan pelaporan dan uraian non medis lainnya, dikerjakan oleh tenaga
administrasi ruangan.
dilakukan secara rutin yaitu dilakukan dalam setiap jam dan bahkan frekuensinya
dapat lebih sering lagi dilakukan apabila dibutuhkan, contohnya saat melakukan
pernafasan, menghitung denyut nadi dan lain- lain setiap 15 menit atau 30 menit
untuk pasien dengan TTV yang tidak stabil. Diantara sekian banyak aktivitas perawat
di ruang rawat inap, terdapat beberapa aktivitas yang memiliki risiko lebih tinggi
Dibawah ini beberapa contoh dari aktivitas kerja perawat di rung rawat inap
Postur
Nama Frekuensi Aktivitas Postur
No Kerja Keterangan
Aktivitas pelaksanaan Berulang Janggal
Statis
1 Observasi 3. Setiap satu Ada Ada Ada Postur tubuh
TTV(Tanda- jam sekali saat melakuk-
Tanda Vital) untuk an monitoring
TTV yang TTV banyak
stabil dilakukan
4. Setiap 15- dengan cara
30 menit berdiri dengan
untuk sedikit
TTV yang membungkuk
tidak ke depan
stabil (menulis
menggunakan
meja
observasi)
Postur
Nama Frekuensi Aktivitas Postur
No Kerja Keterangan
Aktivitas pelaksanaan Berulang Janggal
Statis
2 Mengangkat/ Sesuai Ada Ada Ada Posisi badan
memindahka kebutuhan perawat
n pasien memutar,
membungkuk,
3 Cuci tangan Frekuensi Ada Ada Ada Posisi perawat
cuci tangan saat mencuci
sangat tinggi tangan banyak
karena dilakukan
perawat dengan posisi
melakukan sedikit
cuci tangan membungkuk
di westafel kedepan
saat akan
dan setelah
melakukan
tindakan ke
pasien,
terkena
cairan dari
pasien serta
setelah dari
lingkungan
pasien
4 Menyiapkan Sesuai Ada Ada Ada Posisi tubuh
obat ke jumlah Berdiri statis
jarum suntik pasien yang dalam waktu
akan lebih dari 5
diberikan
obat melalui
injeksi
5 Menyuntikka Sesuai Ada Ada Ada posisi sedikit
n obat pada jumlah membungkuk
pasien pasien yang kedepan
akan
diberikan
obat melalui
injeksi
mempengaruhi sistem otot rangka dan dapat terjadi dalam tendon, otot, sendi,
pembuluh darah dan/atau saraf tungkai dan punggung. Gejala mungkin termasuk rasa
sakit, ketidaknyamanan, mati rasa dankesemutan di daerah yang terkena. Kondisi ini
dapat berbeda dalam tingkat keparahan dari ringan,sedang, kondisi parah, kronis dan
melemahkan (HSENI,2013).
gerakan yang dipaksakan, postur tubuh yang tidak ergonomis, gerakan yang
membengkok, memutar, berdiri terlalu lama, dan menjaga posisi tubuh yang statis.
Karakteristik tubuh pasien yang asimetris, berat, dan bergerak tanpa koordinasi
membuat penanganan pasien menjadi tidak mudah bagi perawat (Farid dkk, 2015).
Hasil penelitian badan statistik di swedia tahun 2008 melaporkan bahwa pada
perawat, masalah muskuloskeletal yang sering muncul adalah nyeri pinggang (56%),
bahu, lengan dan jari (24%), leher (6%), dan kaki (14%). Kemudian dianjutkan
penelitian yang dilakukan oleh Yun Tahun 2010 di Korea disimpulkan bahwa 90,3%
(21,9%), 40,7% sekali dalam seminggu dan 27,7% sebulan sekali), danmenurutThe
Taiwan National Health Insurance Research Database selama tahun 2004- 2010, dari
lakukan di 3 rumah sakit di Jakarta oleh Tana et al 2013 hasil studi tersebut
mengahasilkan kesimpulan yang sama bahwa nyeri pinggang yang dialami oleh
perawat disebabkan saat memindahkan pasien di tempat tidur 55% dan saat
memindahkan pasien ke atau dari kursi roda 23,9%. Hal ini mengindikasikan bahwa
tranfer pasien merupakan bagian tugas perawat yang paling berisiko. Engkvist 2004
menekankan lebih lanjut bahwa nyeri punggung tersebut paling banyak terjadi ketika
perawat melakukan tranfer pasien tanpa alat bantu, di temapt tidur pasien, ruangannya
pasien dari dan ke tempat tidur, bekerja dengan tangan lebih tinggi dari ketinggian
(IMT) dan jenis kelamin tidak ada hubungan yang signifikan dengan keluhan
Fenomena yang terjadi pada saat ini adalah masih kurangnya pengetahuan
didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan anatar risiko patient handling
Surakarta, dimana sebagian besar dalam kategori berisko tinggi yaitu 55%.
didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara risiko patient handling
dengan kejadian muskuloskeletal disorders dari 62 orang perawat dengan risko tinggi
Peningkatan usia, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (BMI) dan
jenis kelamin, sikap kerja, dan masa kerja ada hubungan yang signifikan dengan
Waktu kerja yang lama (8 jam per hari) dan kerja otot yang statis hampir
dialami oleh semua perwat di RSUD. DR. RM. DjoelhamBinjai, baik mereka yang
berkerja di bagian rawat inap yaitu VIP, IGD, ICU, VK, OK, NICU, Ruang inap
kelas 1, ruang inap kelas 2, ruang inp kelas 3 dan lain- lain.
- Mengangkat/menurunkan - Umur
- Mendorong/ Menarik - Masa Kerja
- Memutar - Indeks Masa Tubuh
- Membawa
-
Faktor Stres Fisik Pada perawat Faktor Penyebab Keluhan
Nyeri Punggung
- Peregangan Otot Berlebihan
- Aktivitas Berulang
- Perbedaan jenis kelamin - Postur Kerja Tidak Alamiah
- Metode Menangkat Beban
yang benar
- Karakteristik Beban yang
diangkat
Keluhan Muskuloskeletal
dirumuskan oleh peneliti sesudah membaca berbagai teori yang ada dan kemudian
BAB 3
METODE PENELITIAN
mengidentifikasi hubungan antara dua variabel yaitu: Risiko Patient Handling dengan
Keluhan Muskuloskeletal pada perawat di unit rawat inap RSUD. dr. RM.
DjoelhamBinjai.
3.2.1 Lokasi
Hasanuddin No.9, Kartini, Kota Binjai, Sumatera Utara. Peneliti memilih RSUD. dr.
jumlah sampel yang mencukupi dan rumah sakit ini sebagai rumah sakit rujukan serta
3.2.2 Waktu
izin lokasi, seminar proposal, pengumpulan data, analisis data, hingga seminar hasil
penelitian.
3.3.1 Populasi
(Notoadmodjo, 2010). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perawat di unit
melakukan tindakan patient handling yang mana tindakan tersebut berisiko sehingga
3) Perawat yang bertugas di unit rawat inap yaitu ruangan VIP, ruang kelas 1,
6) Perawat yang tidak dengan sengaja mengatur postur tubuhnya dengan postur
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan
sampling, yaitu teknik penentuan sampel dimana jumlah sampel sama dengan
populasi (Sugiono, 2014). Alasan mengambil total sampling karena menurut sugiono
(2014) jumlah populasi yang kurang dari 100 maka seluruh populasi dijadikan sampel
penelitian.
Data pada penelitian ini berupa data primer yang diperoleh peneliti melalui
1. Metode REBA (Rapid Entire Body Assesment) atau RULA (The Rapid Upper
pada saat posisi berdiri statis kepada pasien atau kegiatan yang berhubungan
kerja tersebut.
palingberisiko.
e. Melakukan pengukuran sudut dasar, yaitu sudut yang dibentuk oleh perbedaan
anggota tubuh (limbs) dengan titik tertentu pada postur tubuh yang dinilai
g. Menghitung grand score dan action level untuk menilai kemungkinan risiko
yangterjadi.
h. Merevisi skor postur tubuh untuk anggota tubuh yang berbeda yang digunakan
Data sekunder berupa biodata pegawai yang didapatkan dari bagian Umum
Penelitian ini ada dua variabel, yaitu variabel independen yaitu Risiko Patient
Handling dan variabel dependen yaitu keluhan muskuloskeletal pada perawat di unit
sebagai berikut:
a. Umur adalah jumlah tahun yang dihitung mulai dari responden lahir sampai
saatpengumpulan data dilakukan. Kategori umur responden yang
diklasifikasikanmenjadi 2 golongan:
1. ≥30 tahun
2. < 30 tahun
b. Masa kerja adalah lamanya responden bekerja di RSUD Dr. R.M Djoelham
Binjai,dihitung sejak responden tersebut mulai bekerja sampai dengan
saatpengumpulan data, dibagi menjadi:
1. > 5 tahun
2. ≤ 5 tahun
c. Sikap kerja adalah sikap responden dalam melaksanakan pekerjaannya
yangdiukur dengan metode REBA, dibagi menjadi :
1. Tidak Ergonomi (skor REBA 1-3)
2. Ergonomi (skor REBA 4- 15)
d. Indeks Masa Tubuh (IMT) adalah Berat Badan dibandingkan dengan Tinggi
Perawat saat penelitian dilakukan yang mana menggunakan rumus IMT,
dibagi menjadi:
1. Tidak idela (<18,4 kg/m2dan >24 kg/m2)
2. Ideal (18,5 kg/m2– 23,9 kg/m2)
kerja tersebut.
berisiko.
perbedaan anggota tubuh (limbs) dengan titik tertentu pada postur tubuh yang
6. Menghitung grand score dan action level untuk menilai kemungkinan risiko
yang terjadi.
7. Merevisi skor postur tubuh untuk anggota tubuh yang berbeda yang
padaperawat, yang menanyakan: 1) Sakit/ kaku di leher bagian atas; 2) Sakit/ kaku
dileher bagian bawah; 3) Sakit di bahu kiri; 4) Sakit di bahu kanan; 5) Sakit pada
lengan atas kiri; 6) Sakit di punggung; 7) Sakit pada lengan atas kanan; 8) Sakit pada
pinggang; 9) Sakit pada bokong; 10) Sakit pada pantat; 11)Sakit pada siku kiri; 12)
Sakit pada siku kanan; 13) Sakit pada lengan bawah kiri; 14) Sakit pada lengan
bawah kanan; 15) Sakit pada pergelangan tangan kiri; 16) Sakit pada pergelangan
tangan kanan; 17) Sakit pada tangan kiri; 18) Sakit pada tangan kanan; 19) Sakit
pada paha kiri; 20) Sakit pada paha kanan; 21) Sakit pada lutut kiri; 22) Sakit pada
lutut kanan; 23) Sakit pada betis kiri; 24) Sakit pada betis kanan; 25) Sakit pada
pergelangan kaki kiri; 26) Sakit pada pergelangan kaki kanan; 27) sakit kaki kiri; 28)
sakit kaki kanan. Instrumen ini menggunakan skala Gutman dengan 2 skala yaitu 1
sampai 2. Skala 1 menyatakan tidak sakit (TS), dan skala 2 menyatakan sakit (S).
yang terjadi. Kelebihan dari pernyataan ini mudah dan cepat dalam melihat keluhan
tabel yang memuat penilaian anggota tubuh. Apabila postur kerja bergerak dari
posisi netral, maka skoring risiko akan bertambah. Skoring REBA yang telah ada
kemudian dicocokkan dengan standar kinerja berdasarkan skor akhir dengan kriteria:
1. Skor 1, tingkat risiko sangat rendah, tidak ada tindakan yang diperlukan,
2. Skor 2-3, tingkat risiko rendah, mungkin diperlukan tindakan, sikap kerja
ergonomis
3. Skor 4-7, tingkat risiko sedang, diperlukan tindakan, sikap kerja tidak
ergonomis
4. Skor 8-10, tingkat risiko tinggi, diperlukan tindakan, sikap kerja tidak
ergonomis
5. Skor 11-15, tingkat risiko sangat tinggi, diperlukan tindakan segera mungkin,
pada hari kerja setelah jam kerja selesai (jam 14.00 WIB untuk shift I, jam 21.00
WIB untuk shift II, dan jam 08.00 WIB untuk shift III). Pengukuran tingkat risiko
gangguan otot rangka/MSDs dengan mengisi lembar kuesioner Nordic Body Map
1. Skor 1 = Tidak ada gangguan/kenyerian atau tidak ada rasa sakit sama sekali
Analisa dalam penelitian ini melalui tiga tahapan. Tahapan pertama, yaitu
variabel penelitian. Tahap kedua yaitu, analisa bivariat yang digunakan untuk
perawat di unit rawat inap RSUD. DR. RM. Djoelham Binjai. Tahap ketiga yaitu,
Tujuan analisis ini adalah untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat. Uji Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen dengan melakukan uji chi square untuk variabel
beberapa variable independen dengan satu variabel dependen pada waktu yang
mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen. Apakah variabel
variabel bebas paling dominan yaitu sikap kerja, usia, massa kerja, dan IMT dengan
RSUD Dr. RM Djoelham, maka semua kandidat diuji secara bersama-sama dengan
multivariat.
berupa katagorik karena dalam menginterpretasi hasil analisis akan lebih mudah.
1
𝑃(𝑍) =
1+ 𝑒 −(𝛼+𝑏1𝑥1+𝑏2𝑥3+𝑏3𝑥3)
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Dr. RM. Djoelham
RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai berawal dari sebuah gedung yang
memberikan pelayanan kesehatan dengan nama RSU Binjai. Gedung ini telah ada
sejak zaman Kesultanan. Pada periode ini RSU Binjai ditetapkan sebagai RSUD
Kelas D yang merupakan Rumah Sakit Pembantu, dengan RSU Tanjung Pura
sebagai Rumah Sakit Induk. Sebagai rumah sakit pembantu, RSU Binjai hanya
Rumah Sakit Kelas C. Dengan penetapan kelas ini, pimpinan RSU Binjai disebut
dengan Direktur. Dengan luas lahan untuk rumah sakit sebesar 3.921 m2.
dalam klasifikasi Rumah Sakit Umum Kelas B. Fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik yang disediakan pada rumah sakit klasifikasi kelas B yaitu 4 (empat) spesialis
dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua)
subspesialis dasar.
Pelayanan spesialis dasar yang disediakan di RSUD Dr. RM. Djoelham yaitu:
Pelayanan spesialis lain yang disediakan di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai
meliputi:
2. Pelayanan sub spesialistik hemodialisa RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai terletak
di Jalan Sultan Hasanuddin Binjai, berada di atas lahan seluas 3.450 m2.
Bangunan terdiri dari 2 bagian besar yang tepisah, yaitu bangunan utama dan
spesialis direncanakan akan dilengkapi juga dengan fasilitas lift pada tahun
2014.
meliputi:
pelayanan ini dilayani oleh dokter-dokter spesialis dan merupakan salah satu
a. Poliklinik anak
c. Poliklinik gigi
e. Poliklinik mata
g. Poliklinik paru
h. Poliklinik bedah
i. Poliklinik jiwa
j. Poliklinik kulit
k. Poliklinik syaraf
l. Poliklinik PKBRS
a. Ruang VIP
b. Ruang Kelas 1
c. Ruang kelas 2
d. Ruang kelas 3
4. Pelayanan bedah
6. Pelayanan intensif
7. Pelayanan radiologi
Hasil penelitian pengukuran umur pada perawat di RSUD. dr. RM. Djoelham
Hasil penelitian pengukuran masa kerja pada perawat di RSUD. dr. RM.
banyak adalah > 5 tahun sebanyak 29 perawat (51,8 %) sedangkan yang paling
perawat (55,4 %) sedangkan yang paling sedikit adalah ideal sebanyak 25 perawat
(44,6 %).
perawat di RSUD. dr. RM. Djoelham Binjai dengan hasil sebagai berikut:
banyak adalah tidak ergonomi yaitu >4 sebanyak 41 perawat (73,2 %) sedangkan
dr. RM. Djoelham Binjai dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBP)
sedangkan yang paling sedikit adalah tidak mengalami keluhan sebanyak 21 perawat
(37,5 %).
Analisis yang digunakan pada penelitian ini untuk melihat Analisis Risiko
dengan uji statistikchi square dengan derajat kepercayaan 95%. Berikut ini adalah
pada Perawat Rawat Inap RSUD dr. RM. Djoelham Binjai pada tabel 4.6 sebagai
berikut:
Keluhan Muskuskeletal
Tidak
Mengalami OR
Risiko Patient mengalami Total
keluhan p (95%
Handling keluhan (1-14)
(15-28) CI)
n % n % n %
Umur
≥30 24 80,0% 6 20,0% 30 100% 5,45(1,
67-
0,009
<30 11 42,3% 15 57,7% 26 100% 17,851
)
Masa Kerja
>5 tahun 23 79,3% 6 20,7% 29 100% 4,79
0,016 (1,48-
≤5 tahun 12 44,4% 15 55,6% 27 100%
15,53)
IMT
Tidak ideal 1,21(0,
20 64,5% 11 35,5% 31 100%
(<18.4 &> 24) 0,945 41-
Ideal (18.5-23.9) 15 60,0% 10 40,0% 25 100% 3,59)
Sikap Kerja
Tidak Ergonomi 8,52(2,
31 75,6% 10 24,4% 41 100%
(4-15) 0,002 21-
Ergonomi (1-3) 4 26,7% 11 73,3% 15 100% 32,6)
Hasil uji statistik menunjukan nilai pvalue 0,009 dengan demikian p value
lebih kecil dari nilai alpha (5%) sehingga Ho ditolak, artinya ada perbedaan proporsi
keluhan muskuloskletal yang mengeluh antara umur < 30 tahun dengan umur ≥30
tahun. Dengan kata lain ada hubungan yang signifikan antara umur perawat dengan
keluhan muskuloskeletal pada perawat di RSUD dr. RM. Djoelham Binjai. Hasil
1,67-17,85), artinya responden yang berusia ≥30 tahun memiliki peluang 5,45kali
diuji menggunakan uji Chi Squarediperoleh bahwa dari 29 responden dengan massa
Hasil uji statistik menunjukan p value 0.016 dengan demikian p value lebih
kecil dari (5%) sehingga Ho ditolak, artinya ada perbedaan proposi keluhan
muskuloskeletal antara perawat dengan massa kerja ≤5 tahun dan pekerja dengan
massa kerja lebih >5 tahun atau dengan kata lain ada hubungan yang signifikan
antara massa kerja perawat dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat di RSUD
dr. RM. Djoelham Binjai. Hasil analisis keeratan hubungan dua variabel menunjukan
bahwa RP: 4,79 (95% CI = 1,48-15,53), artinya responden yang massa kerjanya>5
telah diuji menggunakan uji Chi Squarediperoleh bahwa dari 31 perawat yang
Hasil uji statistik menunjukan p value 0,945 dengan demikian p value lebih
besar dari (5%) sehingga Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan proporsi keluhan
muskuloskeletal antara perawat dengan indeks masa tubuh atau dengan kata lain
tidak ada hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh dengan keluhan
keluhan muskuloskeletal.
Hasil uji statistik menunjukan p value 0.002 dengan derajat kemaknaan α 5%,
sehingga p value lebih kecil dari nilai alpa (5%) atau Ho ditolak, artinya ada
dr. RM. Djoelham Binjai, dengan kata lain ada hubungan yang signifikan antara
sikap kerja dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat RSUD dr. RM. Djoelham
Binjai.
2,21-32,6), artinya responden yang bekerja dengan kategori sikap kerja tidak
Dependen)
regresi logistik berganda, yaitu variabel sikap kerja, usia, massa kerja, dan IMT.
muskuloskeletal pada perawat di RSUD. dr. RM. Djoelham Binjai, maka semua
dipertimbangkan untuk masuk dalam tiap seleksi dilihat dengan nilai sig.
muskuloskeletal, yaitu umur, masa kerja, IMT, dan sikap kerja. Untuk membuat
model multivariat empat variabel tersebut terlebih dahulu dilakukan analisis bivariat
Greenland (1989), variabel yang pada saat dilakukan uji G (Rasio log-likehood)
kandidat yang akan dimasukkan kedalam model multivariate. Hasil analisis bivariat
antara variabel independen dengan dependen disajikan dalam tabel berikut tabel 4.7
berikut ini :
Tabel 4.7. Hasil Analisis Bivariat Variabel Umur, Masa Kerja, IMT,
Sikap Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal
Dari hasil diatas ternyata ada tiga variabel yang sig nya < 0,25 yaitu, umur,
masa kerja, dan sikap kerja, sedangkan satu variabel yaitu IMT yang signya> 0,25.
Dengan demikian variabel yang terus masuk ke seleksi kedua yaitu pembuatan model
Pemilihan model dilakukan secara hirarki dengan cara semua variabel independen (
yang telah lolos sensor) dimasukkan ke dalam model, kemudian variabel yang p
muskuloskeletal yaitu sikap kerja. Karena hanya diperoleh satu variabel maka uji
analisis multivariate hanya berakhir pada pembuatan model saja. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa sikap kerja adalah variabel yang paling dominan
BAB 5
PEMBAHASAN
Binjai
Hasil penelitian yang dilakukan pada Perawat di RSUD. DR. RM. Djoelham
Binjai, diperoleh hasil bahwa terdapat 35perawat (62,5%) dari 56perawat yang
diketahui terdapat 6 (enam) bagian tubuh yang paling banyak dikeluhkan perawat
seluruh perawat yang mengalami keluhan (35 perawat) mengaku bahwa keluhan
tersebut termasuk ke dalam kategori sedang dan masih bisa melakukan pekerjaan
setelah istirahat.
merupakan diagnosis klinis tapi merupakan label untuk persepsi rasa sakit atau nyeri
Hal ini menimbulkan asumsi penulis, bahwa masih ada kemungkinan dari
responden lain yang sebenarnya mengalami gangguan tapi tidak mengaku merasakan
adanya keluhan muskuloskeletal. Selain itu pada perawat yang merasakan keluhan
98
dalam kategori keluhan yang cukup parah (tidak mampu melakukan pekerjaan).
Namun, karena adanya kebutuhan ekonomi yang menuntut untuk tetap bekerja, pada
akhirnya keluhan yang dirasakan dianggap merupakan keadaan yang biasa. Dengan
demikian, keluhan yang dirasakan oleh responden pada saat dilakukan penelitian
sangat bergantung pada tingkat kejujuran dan tingkat persepsi keluhan yang
dirasakannya.
hidup atau benda mati (OSHA, 2002). Jika hal tersebut berlangsung tiap hari dan
dalam waktu yang lama, bisa menimbulkan sakit permanen dan kerusakan pada otot,
kemampuan fisik perawat. Bagian-bagian tubuh yang paling banyak dilibatkan dalam
perawat di Iran mengalami keluhan muskuloskeletal dan keluhan yang sering terjadi
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Olvin, dkk (2015) 76,24% perawat
sering muncul adalah bahu, lengan, pergelangan tangan, kaki, dan leher.
bisa beradaptasi dengan pekerjaan dan lingkungannya serta memiliki masa kerja
tindakan keperawatan di ruang rawat inap. sehingga dapat mencegah paparan risiko
yang berlebihan.
mengalami peristiwa pertama dalam sakit punggung dan tingkat kelelahan akan
semakin bertambah sesuai dengan bertambahnya umur. Selain itu, pertambahan umur
akan disertai dengan penurunan kapasitas fisik seseorang yang ditandai dengan
2010) tentang kekuatan statik otot pada pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai
dengan diatas 60 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa kekuatan otot maksimal
terjadi pada saat umur antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan
Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0.05 (α 5%) artinya ada hubungan
antara umur dengan keluhan muskuloskeletal, dimana responden yang berusia ≥30
dibandingkan pada responden yang berusia <30 tahun. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Bukhori (2010) bahwa adanya hubungan antara umur
mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot tangan dan kaki, bahkan
ada beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Munir (2012) bahwa sejalan
dengan meningkatnya usia, akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini
mulai terjadi di saat seseorang berusia 41 tahun. Salah satu bagian tubuh yang juga
degenerasi diskus vertebrata akan semakin parah, kekuatan dan ketahanan otot akan
Hasil uji statistik diperoleh nilai p value= 0,012 maka disimpulkan bahwa ada
Tarwaka (2013) menyebutkan bahwa usia adalah faktor kombinasi penyebab keluhan
mempunyai ambang batas nyeri yang lebih tinggi. Pengalaman kerja yang lama
berusia >30 tahun sebesar 50%. Berdasarkan uji statistik bivariat terbukti bahwa ada
0,018).
Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa meningkatnya usia
akan terjadi degenerasi tulang dan keadaan ini terjadi di saat berusia >30 tahun.
Salah satu bagian tubuh yang juga mengalami degenerasi adalah tulang belakang.
Akibat proses tersebut terbentuk jaringan parut di diskus invertebrate, jumlah cairan
di antara sendi berkurang dan ruang diskus mendangkal secara permanen. Akibat
akibat dari umur, sebaiknya direktur maupun tim yang bertanggungjawab atas
kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakitagar lebih memperhatikan kondisi fisik
dikerjakan khususnya oleh perawat yang berumur lebih dari 35 tahun dan dapat
melaksanakan program stretching sebelum dan sesudah bekerja secara rutin, menurut
Anderson (2010) untuk menjaga stabilitas otot baik pada usia <25 tahun maupun usia
lanjut, peregangan otot dapat dilakukan disegala tempat dan tidak perlu memerlukan
peralatan khusus. Jika dilakukan dengan benar, peregangan dapat mencegah dan
membantu pemulihan keluhan muskuloskeletal dari sikap kerja yang salah, otot yang
Masa kerja yang dihitung dan masuk ke dalam analisis, hanya berdasarkan
risiko sama yang dijalani responden sebelum bekerja di tempat penelitian tidak
Hasil uji statistik menunjukan p value 0.016 dengan demikian p value lebih
kecil dari (5%) sehingga Ho ditolak, artinya ada perbedaan proporsi keluhan
muskuloskeletal antara pekerja dengan massa kerja ≤5 tahun dan pekerja dengan
massa kerja lebih >5 tahun atau dengan kata lain ada hubungan yang signifikan
antara massa kerja perawat dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat di RSUD
dr. RM. Djoelham Binjai. Hasil analisis keeratan hubungan dua variabel menunjukan
tahun memiliki peluang 4,79 kali lebih beresiko mengalami keluhan muskuloskeletal
RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya menyatakan bahwa ada hubungan yang
Berdasarkan hasil observasi bahwa perawat sudah mulai bekerja dari muda
yaitu usia 20 tahun sampai berusia ≥ 30 tahun masih bekerja sebagai perawat,
sehingga dampak dari keluhan muskuloskeletal telah berakumulasi serta hal lain
Menurut Suma’mur (2014) dalam seminggu orang hanya bisa bekerja dengan
baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu kecenderungan timbulnya hal-hal yang negatif.
Makin panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan.
diperoleh bahwa dari 32 perawat yang memiliki IMT ideal, sebanyak 15 responden
(60%) mengalami keluhan. Selanjutnya dari 31 responden yang memiliki IMT tidak
Hasil uji statistik menunjukan p value 0,945 dengan demikian p value lebih
besar dari (5%) sehingga Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan proporsi keluhan
muskuloskeletal antara perawat dengan indeks masa tubuh atau dengan kata lain
tidak ada hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh dengan keluhan
muskuloskeletal pada perawat di RSUD dr. RM. Djoelham Binjai.Akan tetapi hasil
penelitian ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2016)
pada perawat di RSUD DR. Moewardi menyatakan bahwa ada hubungan yang
Hasil uji statistik menunjukan p value 0.002 dengan derajat kemaknaan α 5%,
sehingga p value lebih kecil dari nilai alpa (5%) atau Ho ditolak, artinya ada
perawat RSUD dr. RM. Djoelham Binjai, dengan kata lain ada hubungan yang
signifikan antara sikap kerja dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat RSUD
2,21-32,6), artinya responden yang bekerja dengan kategori sikap kerja tidak
mendorong, menarik, mengangkat dan menurunkan dalam postur kerja yang tidak
adanya aktivitas perawat ketika mendorong dan menahan bed atau kursi roda pasien
dari lantai 1 ke lantai 2 dan sebaliknya, sehingga perawat memerlukan tenaga yang
cukup besar.
hasil uji statistic chi square didapatkan nilai p value (0,033<0,05) menyatakan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara sikap kerja dengan keluhan muskuloskeletal.
Hal tersebut disebabkan oleh posisi kerja dari perawat yang banyak melakukan
aktivitasnya dengan berjalan dan berdiri pada saat melakukan tindakan perawat ke
pasien. Perawat seringkali menggunakan posisi berdiri dan membungkuk pada waktu
yang lama disertai penggunaan lengan atas dan lengan bawah yang menggantung
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawidjaja, dkk
membebani tulang belakang, otot, dan juga ligament yang menunjang tulang
belakang. Postur janggal dan beban membuat otot, tulang, dan ligament pada
vertebra berkontraksi maksimal sehingga bila dilakukan terus menerus dalam durasi
yang lama dan sering maka dapat menimbulkan kelelahan pada otot akibat
menumpuknya sisa metabolism berupa asam laktat, yang diikuti kelemahan ligament
pada perawat RSU Tugurejo Semarang. Terlihat bahwa sebagian besar perawat
mendORong masih dalam posisi yang salah atau tidak ergonomis. Penelitian ini juga
sejalan dengan hasil penelitian Putranto (2014), dari hasil uji statistik didapatkan
nilai p value (0,00<0,05) yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara
yang terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi
bagian tubuh dari pusat grafitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya
keluhan sistem muskuloskeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena
tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan pekerja (Granjean, 1993; Anis & McConville, 1996; Waters &
Menurut Kurniawidjaja, dkk (2014), faktor fisik seperti posisi janggal, patient
bahaya yang bersumber dari tubuh perawat, maka perawat harus dapat mengenal
faktOR risiko keluhan muskuloskeletal dan cara mengendalikannya. Untuk itu perlu
peregangan otot sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan, olahraga secara teratur
oleh sikap kerja yang tidak alamiah perlu diminimalkan, karena adanya keluhan
muskuloskeletal pada pekerja menyebabkan pekerja tidak dapat dapat bekerja secara
optimal dengan demikian, agar risiko pekerjaan yang dihadapi tidak menjadi semakin
baik dan benar kepada pekerja baru atau pekerja lama, serta melakukan pengawasan
rutin pada pekerja. Dengan diadakannya pendidikan dan pelatihan khusus yang
a. Aktivitas kerja yang diteliti merupakan aktivitas yang sering dilakukan oleh
perawat rawat inap dalam setiap shifnya, namun hal tersebut belum cukup
menggunakan satu foto/ gambar dan diambil dalam satu waktu, sehingga ada
c. Penelitian ini tidak menilai faktor- faktor lain yang mempengaruhi hasil
komprehensif.
BAB 6
6.1 Kesimpulan
Keluhan Muskuloskeletal pada perawat di RSUD dr. RM. Djoelham Binjai yang
kesimpulansebagai berikut:
perawat (51,8 %); IMT responden yang paling banyak adalah BB Ideal yaitu
18,5-24,9 sebanyak 31 perawat (55,4 %); dan sikap kerja responden yang
paling banyak adalah tidak ergonomi sebanyak 41 perawat (73,2 %); keluhan
2. Ada hubungan yang signifikan antara umur, masa kerja, dan sikap kerja
110
6.2 Saran
6.2.1Bagi Perawat
1. Untuk menjaga stabilitas otot pada usia lanjut dengan menjaga pola makanan
atau peregangan otot ringan sebelum dan sesudah kerja minimal selama 2-3
menit.
mengenai angkat/ angkut pasien atau mobilisasi pasien yang sudah ada.
serta sebaiknya perlu penelitian kualitatif dengan variabel yang sama agar
DAFTAR PUSTAKA
Anap, B.D., Iyer, C., dan Rao, K. 2013. Work Related Musculoskeletal Disorders
Among Hospital Nurses In Rural Maharastha, India : A Multi Centre
Survey. International Journal of Research in Medical Sciences, 1(2), 101 –
107. doi : 10.5455/2320-6012.ijrms20130513
Health and Safety Executive. 2014. HSE Annual Statistics Report For Great Britain.
Diakses 24 Oktober 2016. http://www.hse.gov.uk/statistics/
Kasmarani. 2012. Pengaruh Beban Kerja Fisik dan Mental Terhadap Stres Kerja
pada Perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Cianjur. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 767–776. Diambil dari http://ejournals1.undip.ac.id
/index.php/jkm . Diakses pada tanggal 24 Oktober 2016.
Nurmianto, Eko. 2014. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Guna Widya.
Jakarta Edisi II. Cetakan II.
Olvin, Johan, Odi. 2015. Analisis Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan
Keluhan Muskuloskeletal pada Perawat Instalasi Gawat Darurat (IGD)
RSUP PROF DR. R. D. Kandou. Manado. Universitas Sam Ratulangi.
Lampiran 1
Nama :
Umur :
Alamat :
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak
manapun agar dapat dipergunakan sesuai keperluan.
Binjai, _________________
Peneliti Responden
Lampiran 2
KUESIONER PENELITIAN
2. KUESIONER BODYMAP
(Jawablah pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda ( ) pada kolom
disamping pertanyaan yang sesuai dengan kondisi/perasaan saudara)
Keterangan : A: Tidak sakit, B: sakit
NO TINGKAT
JENIS KELUHAN KELUHAN
A B
0 Sakit/kaku di leher bagian atas
1 Sakit/kaku di leher bagian bawah
2 Sakit di bahu kiri
3 Sakit di bahu kanan
4 Sakit pada lengan atas kiri
5 Sakit di punggung
6 Sakit pada lengan atas kanan
7 Sakit pada pinggang
8 Sakit pada bokong
9 Sakit pada pantat
10 Sakit pada siku kiri
11 Sakit pada siku kanan
12 Sakit pada lengan bawah kiri
13 Sakit pada lengan bawah kanan
14 Sakit pada pergelangan tangan kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan kanan
16 Sakit pada tangan kiri
17 Sakit pada tangan kanan
18 Sakit pada paha kiri
19 Sakit pada paha kanan
20 Sakit pada lutut kiri
21 Sakit pada lutut kanan
22 Sakit pada betis kiri
23 Sakit pada betis kanan
24 Sakit pada pergelangan kaki kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki kanan
26 Sakit pada kaki kiri
27 Sakit pada kaki kanan
Demikianlah data ini saya sampaikan dengan sebenarnya untuk dapat
Frequencies
Statistics
Keluhan
Mus kus k
Umur Mas a Kerja IMT s ikap kerja eletal
N Valid 56 56 56 56 56
Mis sing 0 0 0 0 0
Frequency Table
Umur
Cum ulati ve
Frequency Percent Val id Percent Percent
Val id >=30 tahun 30 53.6 53.6 53.6
30 tahun 26 46.4 46.4 100.0
Total 56 100.0 100.0
Masa Kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid lama (>5 tahun) 29 51.8 51.8 51.8
baru (<=5 tahun) 27 48.2 48.2 100.0
Total 56 100.0 100.0
IMT
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak ideal 31 55.4 55.4 55.4
ideal (18.5-23.9) 25 44.6 44.6 100.0
Total 56 100.0 100.0
sikap kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak ergonomi 41 73.2 73.2 73.2
ergonomi 15 26.8 26.8 100.0
Total 56 100.0 100.0
Keluhan Muskuskeletal
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid keluhan 35 62.5 62.5 62.5
tidak mengalami
21 37.5 37.5 100.0
keluhan (1-14)
Total 56 100.0 100.0
CROSSTABS
/TABLES=a1ktg mkktg imtktg sikapktg BY muskusktg
/FORMAT= AVALUE TABLES
/STATISTIC=CHISQ RISK
/CELLS= COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL .
Crosstabs
Cas es
Valid Mis sing Total
N Percent N Percent N Percent
Umur * Keluhan
56 100.0% 0 .0% 56 100.0%
Mus kus keletal
Mas a Kerja * Keluhan
56 100.0% 0 .0% 56 100.0%
Mus kus keletal
IMT * Keluhan
56 100.0% 0 .0% 56 100.0%
Mus kus keletal
s ikap kerja * Keluhan
56 100.0% 0 .0% 56 100.0%
Mus kus keletal
Chi-Square Tests
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Val ue Lower Upper
Odds Ratio for Um ur
5.455 1.667 17.851
(>=30 tahun / 30 tahun)
For cohort Keluhan
1.891 1.166 3.066
Mus kus keletal = keluhan
For cohort Keluhan
Mus kus keletal = tidak
.347 .158 .762
m engalam i kel uhan
(1-14)
N of Valid Cases 56
Crosstab
Chi-Square Tests
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Val ue Lower Upper
Odds Ratio for Mas a
Kerja (l am a (>5 tahun) / 4.792 1.478 15.535
baru (<=5 tahun))
For cohort Keluhan
1.784 1.126 2.829
Mus kus keletal = keluhan
For cohort Keluhan
Mus kus keletal = tidak
.372 .169 .819
m engalam i kel uhan
(1-14)
N of Valid Cases 56
Crosstab
Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan
keluhan (1-14) Total
IMT tidak ideal Count 20 11 31
% within IMT 64.5% 35.5% 100.0%
ideal (18.5-23.9) Count 15 10 25
% within IMT 60.0% 40.0% 100.0%
Total Count 35 21 56
% within IMT 62.5% 37.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Val ue Lower Upper
Odds Ratio for IMT (ti dak
1.212 .409 3.594
ideal / ideal (18.5-23.9))
For cohort Keluhan
1.075 .711 1.625
Mus kus keletal = keluhan
For cohort Keluhan
Mus kus keletal = tidak
.887 .452 1.743
m engalam i kel uhan
(1-14)
N of Valid Cases 56
Crosstab
Chi-Square Tests
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Val ue Lower Upper
Odds Ratio for si kap kerj a
(tidak ergonom i / 8.525 2.214 32.826
ergonom i)
For cohort Keluhan
2.835 1.203 6.681
Mus kus keletal = keluhan
For cohort Keluhan
Mus kus keletal = tidak
.333 .179 .618
m engalam i kel uhan
(1-14)
N of Valid Cases 56
LOGISTIC REGRESSION VARIABLES muskusktg
/METHOD = ENTER a1ktg
/PRINT = CI(95)
/CRITERIA = PIN(.05) POUT(.10) ITERATE(20) CUT(.5) .
Logistic Regression
Predicted
Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 0 Keluhan keluhan 35 0 100.0
Mus kus keletal tidak mengalami
21 0 .0
keluhan (1-14)
Overall Percentage 62.5
a. Cons tant is included in the model.
b. The cut value is .500
Score df Sig.
Step 0 Variables a1ktg 8.443 1 .004
Overall Statis tics 8.443 1 .004
Model Summary
Classification Tablea
Predicted
Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 1 Keluhan keluhan 24 11 68.6
Mus kus keletal tidak mengalami
6 15 71.4
keluhan (1-14)
Overall Percentage 69.6
a. The cut value is .500
Logistic Regression
Predicted
Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 0 Keluhan keluhan 35 0 100.0
Mus kus keletal tidak mengalami
21 0 .0
keluhan (1-14)
Overall Percentage 62.5
a. Cons tant is included in the model.
b. The cut value is .500
Score df Sig.
Step 0 Variables mkktg 7.252 1 .007
Overall Statis tics 7.252 1 .007
Model Summary
Classification Tablea
Predicted
Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 1 Keluhan keluhan 23 12 65.7
Mus kus keletal tidak mengalami
6 15 71.4
keluhan (1-14)
Overall Percentage 67.9
a. The cut value is .500
Logistic Regression
Predicted
Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 0 Keluhan keluhan 35 0 100.0
Mus kus keletal tidak mengalami
21 0 .0
keluhan (1-14)
Overall Percentage 62.5
a. Cons tant is included in the model.
b. The cut value is .500
Score df Sig.
Step 0 Variables imtktg .120 1 .729
Overall Statis tics .120 1 .729
Model Summary
Classification Tablea
Predicted
Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 1 Keluhan keluhan 35 0 100.0
Mus kus keletal tidak mengalami
21 0 .0
keluhan (1-14)
Overall Percentage 62.5
a. The cut value is .500
Logistic Regression
Classification Tablea, b
Predicted
Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 0 Keluhan keluhan 35 0 100.0
Mus kus keletal tidak mengalami
21 0 .0
keluhan (1-14)
Overall Percentage 62.5
a. Cons tant is included in the model.
b. The cut value is .500
Score df Sig.
Step 0 Variables s ikapktg 11.224 1 .001
Overall Statis tics 11.224 1 .001
Model Summary
Classification Tablea
Predicted
Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 1 Keluhan keluhan 31 4 88.6
Mus kus keletal tidak mengalami
10 11 52.4
keluhan (1-14)
Overall Percentage 75.0
a. The cut value is .500
Logistic Regression
Predicted
Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 0 Keluhan keluhan 35 0 100.0
Mus kus keletal tidak mengalami
21 0 .0
keluhan (1-14)
Overall Percentage 62.5
a. Cons tant is included in the model.
b. The cut value is .500
Variables in the Equation
Score df Sig.
Step Variables a1ktg 8.443 1 .004
0 mkktg 7.252 1 .007
s ikapktg 11.224 1 .001
Overall Statistics 15.058 3 .002
Model Summary
Predicted
Keluhan Muskuskeletal
tidak
mengalami
keluhan Percentage
Obs erved keluhan (1-14) Correct
Step 1 Keluhan keluhan 31 4 88.6
Mus kus keletal tidak mengalami
12 9 42.9
keluhan (1-14)
Overall Percentage 71.4
a. The cut value is .500
Kategori
Skor Kategori Skor Kat
No Nama Besar Sudut Keterangan sikap
REBA Risiko NBP egori
kerja
1 R1 Sudut Badan: 55° 5 Sedang Mungkin Diperlukan 2 14 1
Sudut leher: 15° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 94°
Sudut lengan bawah: 65°
Sudut pergelangan tangan: 20°
2 R2 Sudut Badan: 65° 1 Sangat Tidak ada tindakan 1 12 1
Sudut leher: 15° rendah yang perlu dilakukan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 80°
Sudut lengan bawah: 75°
Sudut pergelangan tangan: 20°
3 R3 Sudut Badan: 45° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 17 2
Sudut leher: 15° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 96°
Sudut lengan bawah: 50°
Sudut pergelangan tangan: 15°
4 R4 Sudut Badan: 50° 3 Rendah Mungkin Diperlukan 1 18 2
Sudut leher: 15° tindakan
Posisi kaki: 1
Sudut lengan: 91°
Sudut lengan bawah: 45°
Sudut pergelangan tangan: 13°
5 R5 Sudut Badan: 40° 2 rendah Mungkin Diperlukan 1 18 1
Sudut leher: 15° tindakan